Analisis Sektor Ekonomi Unggulan dan Dayasaing di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, periode 2004-2010

(1)

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DAN DAYASAING DI KOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

(PERIODE 2004-2010)

OLEH

TENGKU ARIF PAHLEVI H14080134

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

plan. Pekanbaru city is the capital of Riau Province which is one of the biggest GDRP contributor in the construction of Indonesian GDP. The position of Pekanbaru city is crucial in Riau Province economic development. The city's GDRP has the biggest contribution in the constructing of Riau GDRP. This study employs Location Quotient (LQ) method, Growth Ratio Method and Contribution Index of GDP to determine the leading sector. Porter's Diamond Analysis is used to determine leading sector's competitiveness. The result shows that Pekanbaru's leading sector is trading. This sector have a good competitiveness. It is suggested that the government need to keep the facilities that existed and have to expand the traditional market and roads rejuvenation that not reach all region yet.

Keywords: Pekanbaru,Leading Sector,Porter’s Diamond.

ABSTRAK

Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan Kota Pekanbaru. Sektor unggulan ini akan digunakan untuk perencanaan ekonomi Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru adalah ibukota dari Provinsi Riau yang merupakan salah satu kontributor PDRB terbesar didalam pembentukan PDB Indonesia. Posisi Kota Pekanbaru sangat penting didalam pembangunan ekonomi Provinsi Riau. PDRB Kota Pekanbaru merupakan yang terbesar didalam pembentukan PDRB Provinsi Riau. Studi ini menggunakan metode Location Quotient (LQ), Metode Rasio Pertumbuhan dan Indeks Kontribusi PDRB untuk menentukan sektor unggulan. Analisis Porter’s Diamond digunakan untuk melihat dayasaing dari sektor unggulan tersebut. Hasil studi menunjukkan bahwa sektor unggulan Kota Pekanbaru adalah perdagangan. Sektor ini menunjukkan dayasaing yang baik. Disarankan bagi pemerintah untuk menjaga fasilitas yang telah ada dan harus lebih meluaskan peremajaan pasar tradisional dan jalan yang belum mencakup semua wilayah.


(3)

RINGKASAN

TENGKU ARIF PAHLEVI. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan dan Dayasaing di

Kota Pekanbaru Provinsi Riau, periode 2004-2010 (dibimbing oleh TANTI

NOVIANTI)

Pemberlakuan kebijakan otonomi daerah membuat daerah dapat leluasa dalam mengembangkan sektor-sektor perekonomiannya. Perbedaan kelimpahan sumberdaya di masing-masing daerah menciptakan keragaman pada sektor ekonomi unggulannya. Provinsi Riau merupakan provinsi dengan sumbangsih yang besar terhadap perekonomian Indonesia dilihat dari segi proporsi PDRB terhadap PDB. Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi memegang peranan penting di dalam perkembangan ekonomi Provinsi Riau. Hal tersebut dibuktikan dengan Kota Pekanbaru sebagai daerah dengan kontribusi tertinggi di dalam pembentukan PDRB Provinsi Riau. Melihat pentingnya posisi Kota Pekanbaru di dalam perekonomian Provinsi Riau, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis sektor ekonomi unggulan di Kota Pekanbaru serta menganalisis dayasaing sektor unggulan tersebut. Dengan mengetahui sektor unggulan diharapkan penyusunan perencanaan pembangunan menjadi lebih terarah sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan.

Alat Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quotient (LQ) yang digunakan untuk mengetahui sektor basis, analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang digunakan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan setiap sektor dengan pertumbuhan PDRB-nya dan analisis Indeks Komposit yang digunakan sebagai penentu sektor unggulan. Cakupan wilayah dalam penelitian ini adalah Kota Pekanbaru dengan periode waktu tahun 2004 hingga 2010.

Penelitian ini menggunakan tiga indikator dalam penentuan sektor unggulan yaitu nilai LQ, nilai Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh melalui analisis MRP serta nilai kontribusi PDRB. Tiga indikator ini diberi indeks dengan interval nilai 1-5. Setelah indeks masing-masing indikator diperoleh, dilakukan analisis indeks komposit dimana sektor unggulan merupakan sektor dengan nilai indeks komposit terbesar.

Indeks LQ tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (sektor basis) adalah sektor listrik dan air minum. Selain itu, subsektor yang memiliki keunggulan komparatif adalah subsektor air minum. Hasil analisis MRP dari komponen indeks RPs menghasilkan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa sebagai sektor potensial Kota Pekanbaru dilihat dari pertumbuhannya dan Subsektor Bank menjadi subsektor potensial. Indeks kontribusi PDRB menyimpulkan bahwa Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran merupakan sektor dengan indeks tertinggi. Sementara subsektor dengan indeks tertinggi adalah subsektor perdagangan besar dan eceran. Dengan menggunakan metode indeks komposit, dari ketiga indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran merupakan subsektor unggulan di Kota Pekanbaru.


(4)

Hasil analisis dayasaing Porter’s Diamond menunjukkan bahwa Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran Kota Pekanbaru merupakan subsektor yang memiliki dayasaing. Faktor yang menjadi keunggulan subsektor ini adalah sumberdaya manusia, infrastruktur fisik, letak wilayah, permintaan domestik, strategi perusahaan, persaingan, perusahaan industri besar dan fasilitas pendukungnya, peran pemerintah dan peran kesempatan.


(5)

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DAN DAYASAING DI KOTA PEKANBARU PROPINSI RIAU

(PERIODE 2004-2010)

Oleh

TENGKU ARIF PAHLEVI H14080134

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(6)

Judul Skripsi : ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DAN DAYASAING DI KOTA PEKANBARU PROPINSI RIAU (PERIODE 2004-2010)

Nama : Tengku Arif Pahlevi

NIM : H14080134

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Tanti Novianti, M.Si. NIP. 19721107 199802 2 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, April 2013

Tengku Arif Pahlevi H14080134


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Tengku Arif Pahlevi lahir pada tanggal 30 April 1990 di Pekanbaru, Provinsi Riau. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Tengku Saleh Sharief (alm) dan Syarifah Ruaisyah. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar pada SD 009 Pekanbaru pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke SMP 4 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA 8 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PIN setelah menjadi juara dua pada Economic Contest FEM IPB pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif diberbagai kepanitiaan dan organisasi kampus seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Music/Agriculture/Expression!! (MAX) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).


(9)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Skripsi ini berjudul “Analisis Sektor Ekonomi Unggulan dan Dayasaing di Kota Pekanbaru Provinsi Riau (Periode 2004-2010)”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tanti Novianti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan.

2. Dr. Ir. Wiwiek Indrayanti, M.Si. selaku Dosen Penguji Utama Skripsi atas masukan-masukannya.

3. Dr. Muhammad Findi Alexandi, SE., M.Si. selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikan atas pengkoreksian penulisan skripsi.

4. Kepada orang tua penulis Hj. Syarifah Ruaisyah, kakak-kakak penulis yaitu T. Ersti Yulika Sari, T. Mirza Arafat, T. Triana Mustika Sari dan Said Mahdalius atas doa, dukungan, semangat dan perhatian yang tak ternilai baik berupa materil maupun moril.

5. Teman-teman Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Music/ Agriculture/

Expression!! (MAX!!) untuk 4 tahun yang sangat berkesan dan tidak biasa ini. 6. Teman-teman Taman Sari Brotherhood Andra, Denden, Fatchur, Fikri, Imo,

Oka, Syifa, Wawan dan Fanny.

7. CherryMAX!! Manajemen Oci, Eben, Ijal, Pipiw, Mutia, Uti, Debby, Aufa dan Herna.


(10)

8. Teman-teman G-Mayor Khalid, Arka, Bari, Aji dan Faisal untuk pengalaman bermusiknya.

9. Teman sepermainan Iam, Zha dan Memey atas bantuan dan dukungan

morilnya.

10.Teman-teman Agritrash Vino, Sahal, Tomi, Busrol, Malik, Adri, Joko, Rian, Iga, Fikri dan Iam atas semua dukungan baik moril dan materil, semangat, doa dan perhatiannya.

11.Teman-teman Dramaga Regency D15 dan Kontri Arif, Agung, Fadly, Aji, Samsu, Pardi, Bayu, Kokom, Tama, Fahri, Ninda, Kuncoro, Bebe, Bayu, Bagus dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12.Teman-teman Genting Kecik, Ogel, Julia, Maha, Gembung, Indra dan Kiki.

13.Teman-teman Dramaga Cantik Big, Alis, Wisnu, Igun, Agem dan Zikri.

14.Aditya Rakhman, Dewa Putu Adityadharma, Emilie Ayu Hapsari dan Andini

Novrianti atas dukungan baik moril maupun materil.

15.Teman-teman Ilmu Ekonomi 45 IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2013

Tengku Arif Pahlevi H14080134


(11)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ………..iii

DAFTAR TABEL ……….. v

DAFTAR GAMBAR ……….vi

DAFTAR LAMPIRAN ……….vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

2.1. Tinjauan Pustaka ... 12

2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 13

2.1.3. Otonomi Daerah ... 18

2.1.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). ... 21

2.1.6. Teori Basis Ekonomi dan Sektor Potensial ... 25

2.1.7 Analisis Porter’s Diamond ... 26

2.2. Penelitian Terdahulu ... 28

2.3. Kerangka Pemikiran ... 30

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.2. Metode Analisis Data ... 32

3.2.1. Analisis Deskriptif ... 33

3.2.2. Metode Location Quotient (LQ) ... 33

3.2.3. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 34


(12)

3.2.5. Analisis Porter’s Diamond ... 37

3.3. Definisi Operasional Variabel ... 37

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 39

4.1. Wilayah Geografis ... 39

a. Letak dan Luas ... 39

b. Batas ... 40

c. Sungai ... 40

d. Iklim ... 40

4.2. Kependudukan ... 41

4.3. Ketenagakerjaan ... 42

4.4. Sekilas Perekonomian Kota Pekanbaru ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1. Indikator Sektor Unggulan ... 47

5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 47

5.1.2. Analisis Metode Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 51

5.1.3. Indeks Kontribusi PDRB (IKP) ... 56

5.2. Sektor Unggulan Berdasarkan Indeks Komposit ... 59

5.3. Analisis Porter’s Diamond ... 61

5.3.1. Kondisi Faktor ... 61

5.3.2. Kondisi Permintaan ... 64

5.3.3. Strategi Perusahaan dan Pesaing ... 66

5.3.4. Industri Pendukung dan Industri Terkait ... 67

5.3.5. Peran Pemerintah Daerah ... 68

5.3.6. Peran Kesempatan ... 70

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1. Kesimpulan ... 73

6.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(13)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Peringkat 8 Teratas PDRB dengan Migas Provinsi Indonesia Atas

Dasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah) ... 7 Tabel 2. Rata-Rata Kontribusi Kota/Kabupaten terhadap PDRB Tanpa Migas

Provinsi Riau Tahun 2006-2010. ... 8 Tabel 3. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama

di Kota Pekanbaru, 2010 dan 2011 ... 43 Tabel 4. PDRB dan PDRB per Kapita Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga

Konstan 2000 (dalam juta rupiah). ... 44 Tabel 5. Pertumbuhan PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Konstan

(ADHK) 2000 Tahun 2010. ... 46 Tabel 6. Hasil Penghitungan LQ dan Rata-rata LQ Kota Pekanbaru, Tahun

2004 – 2010. ... 48 Tabel 7. Indeks Location Quotient (LQ) Kota Pekanbaru menurut sektor

tahun 2010 ... 50 Tabel 8. Jaringan Persebaran Bank Umum di Provinsi Riau Tahun 2010. ... 52 Tabel 9. Hasil Pengukuran Rasio Pertumbuhan Provinsi Riau (RPr) dan

Rasio Pertumbuhan Kota Pekanbaru (RPs), Tahun 2004 – 2010 ... 54 Tabel 10. Indeks Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) Kota Pekanbaru

Tahun 2004 – 2010. ... 55 Tabel 11. Rata-rata kontribusi PDRB Kota Pekanbaru menurut sektor dan

subsektor tahun 2004-2010. ... 57 Tabel 12. Indeks Kontribusi PDRB Kota Pekanbaru 2004-2010 ... 58 Tabel 13. Indeks komposit sebagai penentu sektor unggulan Kota Pekanbaru .... 59 Tabel 14. Kontribusi Rata-rata Subsektor Sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran tahun 2004-2010... 60 Tabel 15. Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota dan Kabupaten


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000

(dalam juta rupiah). ... 6 Gambar 2. Model Analisis Porter’s Diamond. ... 27 Gambar 3. Kerangka Pemikiran. ... 31 Gambar 4. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru

(dalam ribu jiwa). ... 42

Gambar 5. Grafik Proporsi Pengeluaran Makanan dan Non makanan Masyarakat Kota Pekanbaru Tahun 2007-2010 ... 64

Gambar 6. Grafik Perkembangan Pengeluaran Perkapita Kota Pekanbaru (dalam Rupiah) Tahun 2007 -2010. ... 65 Gambar 7. Analisis Porter’s Diamond ... 72


(15)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000

(dalam juta rupiah)... 80

Lampiran 2. PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah)... 82

Lampiran 3. Hasil Analisis Location Quotient (LQ). ... 84

Lampiran 4. Hasil Analisis Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) ... 86

Lampiran 5. Hasil Analisis Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) ... 88


(16)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan adalah suatu proses yang multidimensional dan meliputi reorganisasi dan reorientasi sistem sosial ekonomi secara menyeluruh meliputi struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping penanganan ketimpangan pendapatan dan pengentasan kemiskinan dengan tetap mengejar percepatan pertumbuhan nasional. Pembangunan merupakan hal yang selalu dituntut oleh setiap bangsa dan merupakan tujuan yang dianggap benar oleh setiap individu (Todaro, 1984). Menurut Sukirno, pembangunan ekonomi juga merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat (Sukirno, 2011).

Pembangunan ekonomi memiliki tujuan utama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dengan pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada. Selain itu, menurut Todaro, pembangunan memiliki tiga tujuan yaitu (Todaro, 1984) :

1. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas penyebaran barang kebutuhan

pokok seperti makanan, tempat bernaung, kesehatan dan perlindungan bagi semua anggota masyarakat

2. Meningkatkan taraf hidup yang meliputi ketersediaan lebih banyak lapangan pekerjaan, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai dan budaya dan nilai manusiawi, dan


(17)

2

3. Memperluas raga pilihan ekonomi dan sosial bagi pribadi maupun bangsa dengan memerdekakan mereka dari perbudakan dan ketergantungan, tidak saja dalam hubungannya dengan orang dan bangsa asing, namun juga dari kebodohan dan kepapanan manusia

Pada tahun 1983/84, negara Indonesia mengalami penurunan pendapatan dari sektor minyak dan pajak minyak sebagai imbas terjadinya krisis perekonomian global di negara-negara industri maju. Hal tersebut berimplikasi langsung terhadap keadaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana penurunan pendapatan pajak tersebut menyebabkan jumlah anggaran pada tahun itu menurun. Penurunan jumlah anggaran menimbulkan kesadaran akan menurunnya kemampuan pemerintah pusat dalam memberikan subsidi kepada pemerintah daerah maupun dalam membiayai proyek-proyek pemerintah di daerah. Kemungkinan penurunan kemampuan dari pemerintah tersebut kemudian ditanggapi dengan tekad dari pemerintah untuk memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk berusaha dalam meningkatkan pendapatan asli daerah agar melemahnya subsidi dari pemerintah pusat tidak akan menganggu perkembangan ekonomi maupun jalannya pemerintahan di daerah.

Sejarah juga mencatatkan bahwa periode krisis terburuk di Indonesia terjadi pada tahun 1998. Krisis moneter yang terjadi di bulan Juli 1997 di negara Thailand tidak dipersiapkan secara benar oleh aparatur perekonomian negara, terutama pejabat di bidang moneter. Periode kepemimpinan Presiden Soeharto dinilai lebih banyak memfokuskan diri untuk pembangunan dalam negeri sehingga tidak memperhatikan


(18)

gejolak yang terjadi di sektor global, salah satunya adalah perekonomian1. Paradigma pemerintahan pada masa itu belum mempercayai pemberian kewenangan kepada pemerintahan daerah yang sebetulnya telah mampu untuk menangani urusan-urusan pemerintahan di level daerah. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya tindakan antisipatif pemerintah pusat terhadap kemungkinan krisis yang terjadi akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, sistem pemerintahan yang cenderung sentralistik ini menyebabkan ketidakmerataan pembangunan sehingga menimbulkan ketimpangan terutama antara Pulau Jawa dengan daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Abdullah menambahkan, jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk daerah-daerah di Indonesia masih relatif kecil dikarenakan sumber-sumber keuangan potensial masih dikuasai oleh pemerintah pusat namun tidak ada suatu perundang-undangan yang mengatur perimbangan pendanaan antara pusat dan daerah. Penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas di pusat juga terjadi karena selama ini pengangkatan, pembinaan dan pemindahan Pegawai Negeri Sipil sepenuhnya dikontrol oleh pemerintah pusat (Abdullah, 1983). Maka setelah rezim pemerintahan Soeharto berakhir, periode “reformasi” mulai meninggalkan sistem pemerintahan sentralistik tersebut dan beralih kepada konsep otonomi daerah.

Otonomi daerah bukan merupakan hal baru dalam catatan sejarah Republik Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda telah menerapkan konsep ini jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan. Pada masa penjajahan kolonial

1

Basri, Faisal. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek Perekonomian Indonesia. Prenada Media Group. Jakarta.


(19)

4

Belanda, otonomi dilaksanakan dengan berpedoman pada Regeering Reglement (RR)2

yaitu peraturan pemerintah Hindia Belanda dan menjadi semacam UUD negara pada masa itu. Dalam RR ini dijelaskan bahwa pemerintahan dijalankan dengan 2 sistem, yaitu indirect gebied (pemerintahan tidak langsung) dan direct gebied (pemerintahan langsung). Pada system indirect gebied, pemerintah pusat tidak secara langsung memerintah karena sudah ada sitem pemerintahan tersendiri di daerah tersebut. Daerah yang telah memiliki sistem pemerintahan ini biasanya berbentuk kerajaan yang sudah ada sebelum masa pendudukan Belanda seperti Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kesultanan Palembang, Kesultanan Deli, Kesultanan Aceh, Kesultanan Pontianak dan lain-lain (Nurcholis, 2005). Kerajaan-kerajaan ini sudah terikat perjanjian politik dengan pemerintah Belanda sehingga menjadi koloni dengan status semi merdeka di dalam lingkup pemerintahan Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda hanya menempatkan para pengawas di daerah tersebut dengan pangkat Asisten Residen, Residen atau Gubernur. Penempatan pengawas ini disesuaikan dengan tingkatan daerah yang dikelompokkan menurut tingkat kepentingan pemerintah Hindia Belanda3 (Wikipedia, 2012).

Penerapan otonomi daerah di Indonesia berdampak pada segi pemerintahan terutama pemerintahan di daerah. Sejak diberlakukannya kebijakan ini, masing-masing daerah diberikan kebebasan untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan kebijakan masing-masing kepala daerah. Namun kebebasan yang diberikan tetap bertanggung jawab kepada daerah serta diwujudkan dengan pengaturan, pembagian

2

Nurcholis, Hanif. “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo. 2005 3


(20)

dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah. Kebebasan ini termasuk juga dalam hal pengembangan sektor ekonomi. Masing-masing daerah memiliki perbedaan kondisi, baik dari segi ketersediaan sumber daya alam maupun kondisi sosial budayanya. Ada daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan ada juga daerah yang berkebalikan kondisi sumber dayanya. Perbedaan kelimpahan tersebut membuat masing-masing daerah memiliki sektor ekonomi potensial yang berbeda pula.

Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh masing-masing kepala daerah akan berbeda satu sama lainnya mengingat adanya perbedaan kelimpahan sumber daya maupun kondisi sosial secara umum. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah satu, belum tentu cocok untuk diterapkan di daerah lainnya. Otonomi daerah menuntut kecakapan dari kepala pemerintahan daerah untuk mengambil kebijakan sesuai dengan situasi daerah sendiri.

Kebijakan otonomisasi merupakan bagian dari tujuan pembangunan bangsa yang pada hakikatnya diambil untuk memacu kemajuan daerah serta kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran tersebut, diperlukan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Secara awam, dapat dikatakan bahwa perlu adanya peningkatan pendapatan yang tinggi untuk mencapai kesejahteraan atau meningkatkan standar kualitas hidup masyarakat yang jumlahnya meningkat.

Salah satu cara untuk menilai prestasi suatu perekonomian adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB Indonesia mengalami


(21)

6

kenaikan dari tahun ke tahun terhitung sejak sebelum dan setelah penerapan otonomi daerah, yang menandakan bahwa otonomi daerah ini tetap memberikan dampak yang positif terhadap kondisi perekonomian Indonesia secara umum. Berikut adalah gambar perkembangan PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 tahun 2001-2010.

Sumber: Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2005-2011.BPS, diolah. Gambar 1. Grafik nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 (dalam

juta rupiah).

Perkembangan positif yang terjadi di dalam perekonomian tersebut secara umum dipengaruhi oleh kontribusi provinsi-provinsi yang ada di Indonesia. Pembentukan PDB Indonesia tidak lepas dari perkembangan perekonomian di daerah. Perkembangan perekonomian daerah dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDB Indonesia secara umum merupakan gabungan dari PDRB masing-masing provinsi.

Sejak periode 2006 hingga 2010, posisi PDRB Provinsi Riau selalu berada di posisi 8 teratas PDRB (dengan migas) terbesar dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan perekonomian

1442984.6

1506124.4

1579559

1660578.7

1750815.2 1847292.9

1963974.3 2082456.1

2177741.7

2310689.8


(22)

Provinsi Riau memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional. Peringkat kontribusi PDRB dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Peringkat 8 Teratas PDRB dengan Migas Provinsi Indonesia AtasDasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah)

Sumber: Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2007-2011.BPS, diolah.

Provinsi Riau menduduki peringkat kedua terbesar kontribusinya terhadap PDB Indonesia setelah Provinsi Sumatera Utara untuk kawasan Sumatera. Dengan perkembangan PDRB yang cenderung meningkat tiap tahunnya, dapat dikatakan bahwa peran Provinsi Riau di dalam perekonomian nasional maupun regional Sumatera semakin penting. Untuk mempertahankan prestasi tersebut, baik kota maupun kabupaten yang ada di Provinsi Riau perlu diperhatikan kinerja perekonomiannya.

Sebagai ibukota provinsi, Kota Pekanbaru memegang peranan penting di dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Pada periode tahun 2006-2010, Kota Pekanbaru memberikan kontribusi rata-rata paling besar dalam pembentukan PDRB Provinsi Riau atas dasar harga konstan 2000 tanpa migas jika dibandingkan dengan

Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010

DKI Jakarta 312826713 332971255 353723391 371469499 395664498

Jawa Timur 271249317 287814184 305538687 320861169 342280766

Jawa Barat 257499446 274180308 291205837 303405251 321875841

Jawa Tengah 150682655 159110254 168034483 176673457 186995481

Kalimantan

Timur 96612841.6 98386381.5 103206871 105368811 110579888

Sumatera

Utara 93347404.4 99792273.3 106172360 111559225 118640903

Riau 83370867.3 86213259.5 91085381.8 93786236.6 97701683.2


(23)

8

kota/kabupaten lainnya yaitu sebesar 17.48 persen. Perbandingan kontribusi antar kabupaten dan kota di Provinsi Riau dijelaskan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Rata-Rata Kontribusi Kota/Kabupaten terhadap PDRB Tanpa Migas Provinsi Riau Tahun 2006-2010.

Kota/Kabupaten Kontribusi (%)

Pekanbaru 17.48

Indragiri Hilir 11.98

Siak 10.36

Rokan Hilir 8.37

Pelalawan 8,36

Indragiri Hulu 8.15

Kampar 7.92

Bengkalis 7.64

Kuantan Singingi 6.87

Rokan Hulu 5.96

Dumai 3.03

Kepulauan Meranti 2.90

Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah. 1.2. Perumusan Masalah

Melalui pemberian otonomi yang besar pada daerah, maka saat ini dan masa

mendatang keberhasilan pengembangan wilayah sangat tergantung pada

kebijaksanaan pemerintah daerah terutama dalam menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, setiap pemerintah daerah harus mampu mengembangkan visi pengembangan wilayahnya masing-masing sesuai dengan nilai,


(24)

arah dan tujuan yang akan mengarahkan masa depan wilayah yang bersangkutan (Daryanto dan Hafizrianda, 2010).

Perbedaan kelimpahan sumberdaya di masing-masing daerah di Indonesia memberikan keragaman pada sektor ekonomi unggulannya. Perubahan kinerja perekonomian, pola struktur pertumbuhan ekonomi serta indikator ekonomi lainnya merupakan faktor-faktor yang mencerminkan adanya proses pembangunan ekonomi di suatu daerah. Penetapan prioritas pembangunan harusnya didasari oleh analisis tentang sektor dan subsektor mana yang menjadi unggulan dan memiliki potensi ke depan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

Sebagai provinsi dengan kontribusi PDRB yang cukup besar terhadap PDB Indonesia, maka pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Provinsi Riau dikenal sebagai daerah penghasil migas. Ketergantungan terhadap sektor migas sebagai sektor ekonomi utama sangat tidak ideal untuk perencanaan pembangunan jangka panjang. Hal itu disebabkan sebagai sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, cadangan migas cenderung memiliki trend yang negatif dari tahun ke tahun. Oleh karena itulah dibutuhkan identifikasi sektor ekonomi unggulan baru yang berasal dari kelompok non migas.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tentu tidak lepas dari pengaruh pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi yang juga merupakan pusat perekonomian provinsi. Dengan mengetahui sektor dan subsektor mana yang menjadi unggulan, maka diharapkan perencanaan pembangunan Kota Pekanbaru akan menjadi semakin terarah dan mampu mendukung terciptanya


(25)

10

pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang menjadi objek penelitian ini, yaitu:

1. Sektor/subsektor manakah yang berpotensi di Kota Pekanbaru untuk menjadi

sektor/subsektor unggulan wilayah?

2. Bagaimana kondisi dayasaing dari sektor/subsektor tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis sektor/subsektor unggulan di Kota

Pekanbaru.

2. Menganalisis dayasaingdan strategi pengembangan subsektor unggulan Kota Pekanbaru.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Sebagai masukan untuk pengambil kebijakan dan instansi-instansi terkait dalam perumusan kebijakan perekonomian Kota Pekanbaru.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya ataupun penelitian sejenis.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Pembahasan skripsi ini dibatasi pada identifikasi sektor unggulan berdasarkan kontribusinya terhadap PDRB tanpa migas Kota Pekanbaru. Rentang waktu


(26)

penelitian ini adalah dari tahun 2004 hingga 2010. Pemilihan rentang waktu disesuaikan dengan implementasi UU Otonomi Daerah di Indonesia. Penelitian ini juga hanya difokuskan pada pendekatan secara sektoral dengan menggunakan data PDRB Menurut Lapangan Usaha.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang amat luas. Pemikiran lama mengkaitkan pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan perekonomian. Pada pemikiran klasik, pembangunan ekonomi mengandung arti kapasitas dari perekonomian nasional yang pada awalnya statis untuk menciptakan dan mencapai kenaikkan PDB. Pada masa ini, pembangunan umumnya difokuskan pada percepatan pertumbuhan PDB dan PDB per kapita yang diharapkan dapat memberikan efek menetes ke bawah (trickle down effect) di mana kenaikan PDB/PDB per kapita dapat memberikan manfaat pada masyarakat dalam bentuk kesempatan ekonomi.Paradigma yang salah di dalam pendefinisian pembangunan ekonomi ini kemudian melahirkan

ketimpangan di dalam perekonomian. Seers dalam Todaro (1984) menyatakan bahwa

pembangunan tidak hanya untuk mengejar pertumbuhan PDB/PDB per kapita, melainkan kondisi sosial lainnya. Maka pembangunan ekonomipun dirumuskan ulang dengan lebih ringkas, yaitu pembangunan untuk mengurangi atau menghilangkan kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran di dalam konteks suatu pertumbuhan ekonomi.

Di dalam pemikiran yang lebih luas, pembangunan ekonomi adalah perubahan total dari suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun


(28)

kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kehidupan yang serba lebih baik secara material ataupun spiritual. Pandangan yang luas ini kemudian membuat pengukuran pembangunan ekonomi tidak hanya sebatas diukur dari segi pertumbuhan PDRB ataupun PDRB perkapita, tetapi mencakup sektor-sektor yang lebih luas lagi (Todaro, 1984).

2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang secara keseluruhan terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan, 2005). Boediono dalam Tarigan (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Presentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari presentase pertambahan jumlah penduduk sehingga dalam jangka panjang pertumbuhan tersebut akan terus berlanjut.

Menurut Lewis dalam Todaro (1984), pertumbuhan ekonomi memiliki

keuntungan yaitu pertumbuhan ekonomi menguntungkan masyarakat, bukan karena kekayaan meningkatkan kebahagiaan, tetapi karena pertumbuhan ini meningkatkan medan pilihan manusia (range of human choice). Pertumbuhan ekonomi yang menyebar luas memberikan kebebasan memilih kesenangan dan barang-barang sesuai selera serta menjamin tersedianya fasilitas jasa. Selain itu, pertumbuhan ekonomi memudahkan kita terhindar dari bahaya kelaparan, wabah penyakit, mengurangi angka kematian serta memungkinkan penyebaran aktivitas dan badan-badan yang bersifat kemanusiaan.


(29)

34

Secara umum, para ekonom klasik menganggap hanya ada satu mekanisme di dalam pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi modal. Di masa modern, pertumbuhan ekonomi tidak hanya berasal dari satu sumber saja. Pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan oleh beberapa faktor dimana diantara faktor-faktor tersebut tidak ada yang dominan, faktor-faktor tersebut antara lain: (1) Jumlah modal per tenaga kerja (2) Kualitas modal (3) Kualitas tenaga kerja (4) Kuantitas tenaga kerja (5) Perubahan struktural, dan (6) Pertimbangan institusional.

Ada beberapa teori di dalam pembahasan pertumbuhan ekonomi wilayah ini antara lain:

a. Teori Fredrich List

Dalam teori ini, perkembangan ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan masyarakat. Perkembangan ekonomi akan terjadi apabila dalam masyarakat mempunyai kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perkembangan perorangan melalui lima fase yaitu: fase primitif, beternak, pertanian, industri pengolahan dan perdagangan.

b. W.W. Rostow

Dalam dimensi ekonomi menurut Rostow, semua masyarakat dapat digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu:

1. Masyarakat Tradisional

Merupakan masyarakat yang strukturnya dibangun di dalam fungsi produksi terbatas berdasarkan IPTEK pra-Newton. Secara umum


(30)

masyarakatnya menggunakan sebagian besar sumber produksinya di sektor pertanian.

2. Prasyarat lepas landas

Merupakan masa peralihan di mana sudah mulai adanya perluasan pendidikan serta munculnya tipikal manusia baru yang berprakarsa dalam perekonomian swasta, dalam pemerintahan atau kedua-duanya yang mau memobilisasi tabungan dan mengambil risiko dalam mengejar keuntungan atau dalam melaksanakan modernisasi.

3. Lepas landas (take-off)

Fase ini adalah masa antara waktu halangan-halangan dan rintangan-rintangan lama terhadap pertumbuhan yang terus-menerus pada akhirnya dapat diatasi.Pertumbuhan sudah merupakan hal yang normal.

4. Gerak menuju kematangan (drive to maturity)

Merupakan tahap pada saat perekonomian memperlihatkan kesanggupannya untuk melampaui industri permulaan yang menggerakkan takeoff-nya dan untuk menyerap hasil-hasil teknologi modern yang paling maju serta menerapkannya secara efisien pada sebagian besar sumber-sumber yang dimiliki.

5. Zaman konsumsi tinggi (high mass-consumption)

Pada masa ini masyarakat memilih untuk memperbesar alokasi sumberdaya produksinya untuk kesejahteraan dan jaminan sosial.Hal tersebut menimbulkan negara kesejahteraan (welfare state) yang merupakan manifestasi dari gerak masyarakat di mana terdapat kecenderungan untuk


(31)

36

memperbesar sumber-sumber produksinya yang digunakan untuk

menghasilkan barang-barang konsumsi tahan lama dan untuk menawarkan jasa-jasa kepada masyarakat.

c. Teori Ekonomi Klasik

Teori ekonomi klasik ini diprkarsai oleh Adam Smith di dalam bukunya yang berjudul “An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations” (1776). Menurut Adam Smith, untuk berlangsungnya perkembangan ekonomi diperlukan adanya spesialisasi atau pembagian kerja agar produktivitas tenaga kerja dapat bertambah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga menuntut adanya akumulasi capital yang berasal dari investasi dan tabungan. Pertumbuhan ekonomi bersifat kumulatif. Artinya, jika ada pasar yang cukup dan akumulasi capital (modal), maka akan ada pembagian kerja dengan produktivitas tenaga kerja menaik.

d. Teori Solow-Swan

Asumsi yang digunakan di dalam teori ini adalah:

1. Tenaga kerja (L) tumbuh dengan laju pertumbuhan tertentu, misalnya

P pertahun

2. Adanya fungsi produksi = f(K,L) yang berlaku setiap periode

3. Adanya kecendrungan menabung (propensity to save) oleh masyarakat

yang dinyatakan sebagai proporsi (S) tertentu dari output (Q)

4. Semua tabungan masyarakat diinvestasikan, sehingga S= I= K.

Dari asumsi-asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses pertumbuhan dalam model neo-klasik selalu memenuhi syarat warranted rate of growth, yaitu adanya keseimbangan di pasar barang.


(32)

e. Teori Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang panjang. Pemikiran utamanya adalah bahwa setiap upaya untuk tinggal landas mengharuskan adanya mobilisasi tabungan dalam dan luar negeri dengan maksud untuk menciptakan investasi yang cukup untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Asumsi yang digunakan di dalam teori ini adalah:

1. Perekonomian berada dalam keadaan full employment dan barang-barang modal yang diproduksi dalam masyarakat digunakan secara penuh.

2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan perusahaan.

3. Besarnya tabungan masyarakat proporsional dengan besarnya pendapatan

nasional.

4. Ada hubungan ekonomi langsung antara besarnya stok capital

keseluruhan (K) dengan GNP (Y). Ini berarti bahwa dalam setiap tambahan netto terhadap stok capital dalam Y/Y merupakan tingkat pertumbuhan GNP (yaitu, presentase pertumbuhan GNP).

f. Teori Pertumbuhan Schumpeter

Menurut Schumpeter, faktor utama perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dengan para wiraswastawan sebagai pelakunya. Perkembangan ekonomi berawal pada suatu lingkungan sosial, politik dan teknologi yang menunjang kreativitas para wiraswasta. Dengan demikian akan timbul beberapa wiraswasta yang menjadi pelopor dalam mencoba menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi.


(33)

38

Mereka yang berhasil melakukan inovasi akan menimbulkan efek monopoli pada pencetusnya karena merupakan penerapan hal-hal yang baru.

g. Teori Kuznet.

Menurut Kuznet, untuk mencapai kematangan ekonomi, diperlukan peningkatan output nasional secara terus-menerus, dan dapat dipertahankan. Untuk mempertahankan pertumbuhan output diperlukan kemajuan tekonologi. Namun kemajuan teknologi ini juga harus dibarengi dengan perubahan perilaku, persepsi sosial dan diikuti dengan penyesuaian ideologi.

2.1.3. Otonomi Daerah

Menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangan. Otonomi daerah merupakan alternatif

pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks

pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini hanya dipandang sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Perkembangan konsep tentang pemerintahan daerah dimulai sejak orde lama, yaitu pada tahun 1945. Kebijakan otonomi daerah pada masa itu lebih menitikberatkan pada dekosentrasi dimana kepala daerah hanyalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Kemudian pada tahun 1999, berawal dari dikeluarkannya Undang-Undang nomor 22 tentang Otonomi Daerah, maka konsep desentralisasi mulai diperkenalkan. Namun, kebijakan otonomi daerah pada masa ini


(34)

masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih sebagai alat pemerintahan pusat. Mulai tahun 2004,

Indonesia menggunakan Undang-Undang nomor 32 sebagai landasan

penyelenggaraan otonomi daerah.

Menurut UU nomor 32 tahun 2004, ada tiga prinsip pelaksanaan otonomi daerah, yaitu:

1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari

pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada

gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah.

3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala

daerah dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasaran, serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawabannya kepada yang menugaskan.

2.1.4. Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan semua nilai tambah bruto (gross value added) barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik (Indonesia) tanpa memperhatikan asal dari faktor produksinya apakah berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut. Selain itu, PDB juga didefinisikan sebagai total pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor


(35)

40

produksi dalam kegiatan proses produksi di suatu negara selama satu periode (setahun) (BPS, 2012).

Hubbard dan O’Brien (2009) menjelaskan bahwa PDB merupakan konsep sentral di dalam makroekonomi sehingga butuh pendefinisian yang tepat. Berikut adalah karakteristik dari PDB:

1. PDB dihitung menggunakan harga pasar yang berlaku, bukan jumlah produksi. Hal tersebut dilakukan karena di dalam suatu perekonomian, terdapat banyak produk yang dihasilkan oleh produsen-produsen di dalam negeri. Jika perhitungan PDB menggunakan satuan jumlah barang, maka hasil yang didapatkan akan tidak dapat diinterpretasikan sehingga dalam perhitungannya, PDB menggunakan satuan harga agar lebih mudah untuk disajikan.

2. PDB hanya memasukkan nilai harga produk akhir dari suatu produksi. Maksud dari nilai harga produk akhir ini adalah harga yang diterima oleh konsumen akhir dimana produk tersebut tidak akan dimasukkan kembali ke dalam proses produksi lainnya. Produk akhir dari suatu proses produksi dipakai sebagai instrumen perhitungan dari PDB agar tidak menimbulkan double counting (perhitungan ganda).

3. PDB hanya mencakup produksi saat ini. Maksudnya, perhitungan PDB hanya mencakup proses produksi yang terjadi pada satu periode waktu saja. Misalnya perhitungan PDB pada tahun 2010 hanya mencakup barang dan jasa yang diproduksi pada tahun 2010 saja. Selain itu, dalam perhitungannya PDB tidak memasukkan nilai dari barang bekas. Jika


(36)

suatu barang dibeli pada tahun 2010 (contoh: mobil) dan kemudian barang tersebut dijual lagi pada tahun yang sama, maka nilai dari barang tersebut tidak akan dimasukkan ke dalam perhitungan PDB.

PDB digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi karena:

1. PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktifitas produksi di dalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDB juga mencerminkan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktifitas produksi tersebut.

2. PDB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya perhitungan PDB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran guna menghitung PDB yakni untuk membandingkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan pada tahun ini dengan tahun sebelumnya.

3. Batas wilayah perhitungan PDB adalah negara (wilayah domestik). Hal ini memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu mendorong aktivitas perekonomian domestik.

2.1.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang


(37)

42

dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di dalam suatu provinsi atau daerah kabupaten/kota (BPS, 2012).

Ada 2 pendekatan yang digunakan di dalam perhitungan PDB/PDRB (Colander, 2001) :

1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Pendekatan pengeluaran menghitung PDB/PDRB sebagai nilai pasar barang jadi dengan cara menjumlahkan pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan untuk membeli barang jadi tersebut. Pengeluaran total untuk barang jadi merupakan jumlah dari pengeluaran untuk empat kelompok besar: konsumsi, investasi, pemerintah dan ekspor netto.

a. Pengeluaran Konsumsi

Pengeluaran konsumsi meliputi pengeluaran untuk semua barang dan jasa yang diproduksi dan dijual kepada rumah tangga selama satu tahun (kecuali pengeluaran untuk perumahan tempat tinggal yang digolongkan sebagai investasi.).Pengeluaran tersebut termasuk pengeluaran untuk jasa-jasa seperti perawatan kesehatan, biaya pengacara hingga barang-barang tahan lama seperti kendaraan bermotor.

b. Pengeluaran Investasi

Pengeluaran investasi adalah pengeluaran untuk produksi barang yang tidak dikonsumsi saat ini, termasuk pengeluaran untuk persediaan, barang modal seperti pabrik dan peralatannya, dan pengeluaran untuk perumahan tempat tinggal. Persediaan merupakan


(38)

bahan baku produksi maupun barang jadi yang belum terjual. Bagi perusahaan, akumulasi persediaan termasuk kedalam kategori investasi lancar karena barang tersebut merupakan barang yang diproduksi dan tidak digunakan untuk konsumsi saat ini.Perusahaan memerlukan barang modal seperti peralatan pabrik, mesin dan bangunan pabrik.Penciptaan barang-barang modal barumerupakan tindakan investasi yang biasa disebut investasi tetap.Perumahan menghasilkan maanfaat untuk waktu yang lama sehingga dikategorikan sebagai investasi bukan konsumsi.

c. Pengeluaran Pemerintah untuk Barang dan Jasa

Pengeluaran pemerintah didapat dengan cara menghitung jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk membiayai

pengeluarannya termasuk kegiatan investasi yang dilakukan

pemerintah hingga pembayaran gaji pegawai. Tidak semua

pengeluaran pemerintah dimasukkan ke dalam perhitungan

PDB/PDRB ini. Hanya pengeluaran yang menghasilkan manfaat berupa jasa ataupun barang saja yang dimasukkan ke dalam perhitungan (contoh: biaya pensiun tidak dimasukkan ke dalam perhitungan) (Lipsey, et al, 1992).

d. Ekspor Netto

Ekspor netto adalah pengurangan langsung total ekspor dengan total impor yang terjadi pada satu periode (O’Sullivan, et al, 2010).


(39)

44

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Pendekatan pendapatan menghitung nilai seluruh pendapatan yang diperoleh dari proses produksi. Ada 4 variabel yang digunakan yaitu:

a. Kompensasi Karyawan.

Komponen ini terdiri dari upah dan gaji yang dibayarkan kepada karyawan atas jasa yang diberikan. Yang dimaksud upah termasuk penghasilan bersih (take-home pay), pajak penghasilan, jaminan sosial, dana pensiun dan tunjangan tambahan lainnya (Lipsey, et al, 1992).

b. Sewa.

Sewa merupakan pembayaran atas jasa penggunaan tanah atau faktor produksi lainnya yang disewakan.Yang termasuk sewa adalah sewa rumah dan sewa yang diperhitungkan atas penggunaan rumah yang ditempati pemiliknya sendiri.

c. Bunga.

Yang termasuk bunga adalah bunga yang diperoleh dari deposito di bank, bunga yang diperoleh dari pinjaman kepada perusahaan dan pendapatan atas investasi lainnya.

d. Laba.

Laba adalah bagian yang tersisa setelah pembayaran upah dan gaji karyawan, sewa serta bunga.Laba pada perusahaan terbagi


(40)

menjadi dua yaitu laba yang dibagikan kepada pemilik perusahaan dan laba yang ditahan untuk kegiatan perusahaan.

2.1.6. Teori Basis Ekonomi dan Sektor Potensial

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non-basis. Hanya kegiatan basis yang dapata mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.

Ada beberapa cara dalam menilai suatu sektor dapat dikatakan sebagai sektor basis atau non-basis, antara lain:

a. Metode Langsung

Metode ini dilakukan dengan cara melakukan survey secara langsung kepada pelaku usaha ke mana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka memebeli bahan-bahan yang dibutuhkan di dalam proses produksi.

b. Metode Tidak Langsung

Mengingat begitu rumitnya proses penilaian dengan metode langsung, maka metode tidak langsung dapat dipakai untuk mengukur suatu kegiatan dapat dikategorikan basis atau non-basis. Salah metode tidak langsung tersebut adalah metode asumsi.Dalam metode ini berdasarkan kondisi wilayah tertentu, ada kegiatan-kegiatan tertentu yang diasumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan non-basis.Kegiatan yang


(41)

46

mayoritas produknya dijual ke luar wilayah atau mayoritas uang masuknya berasal dari luar wilayah langsung dianggap basis, sedangkan yang mayoritas produknya dipasarkan lokal dianggap non-basis.

c. Metode Campuran

Di dalam kondisi yang sudah berkembang di mana banyak usaha yang tercampur antara yang basis dan non-basis, peniliaian suatu sektor menggunakan metode asumsi murni akan memberikan kesalahan yang besar dan jika dilakukan dengan metode langsung murni akan dirasa cukup berat. Dengan kondisi tersebut, maka akan lebih mudah jika dilakukan penilaian dengan menggunakan metode campuran yaitu metode yang menggabungkan metode asumsi dengan metode langsung.

d. Metode Location Quotient (LQ)

Metode ini adalah salah satu metode tidak langsung yang dilakukan dengan cara membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah suatu sektor tertentu di wilayah kita dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional.

2.1.7 Analisis Porter’s Diamond

Porter (1990), menjelaskan bahwa faktor penentu dayasaing wilayah ditentukan oleh empat faktor pokok dan dua faktor penunjang. Ilustrasi metode ini ditunjukkan pada Gambar 2.


(42)

Sumber: Analysis of Competitiveness of Greek’s Olive Oil Sector Using Porter’s Diamond Model, George dan Manasis, 2011, diolah.

Gambar 2.Model Analisis Porter’s Diamond.

Penjelasan Gambar 2:

1. Kondisi faktor merupakan keadaan faktor-faktor produksi seperti sumberdaya

alam, sumberdaya manusia, modal, infrastruktur dan teknologi yang tersedia di suatu wilayah

2. Kondisi permintaan menggambarkan komposisi permintaan pasar domestik,

ukuran dan pola pertumbuhan permintaan pasar domestik serta

internasionalisasi permintaan pasar domestik.

3. Industri pendukung dan terkait menggambarkan tentang industri-industri pemasok bahan baku dan industri pendukung lainnya yang saling terkait di suatu wilayah.

4. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik dan internasional.

Strategi Perusahaan, Struktur dan

Persaingan

Kondisi Faktor Kondisi Permintaan

Industri Pendukung dan Industri Terkait Peran

Pemerinta

Peran Kesempata


(43)

48

5. Peran pemerintah lebih kepada bagaimana pemerintah memberikan pengaruh

lewat kebijakan-kebijakan baik fiskal maupun moneter terhadap kondisi faktor produksi, kondisi permintaan pasar dan mengatur perdagangan.

6. Peran kesempatan merupakan faktor yang tidak bisa dipengaruhi oleh

pemerintah maupun perusahaan. Kesempatan akan menciptakan lingkungan bersaing dan mempengaruhi tingkat dayasaing seperti penemuan baru, terobosan teknologi dasar, perkembangan politik eksternal dan perubahan besar dalam permintaan pasar asing. Kesempatan ini akan menciptakan atau memberikan kekayaan tambahan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Sondari (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Wilayah Provinsi Jawa Barat” dengan menggunakan data tahun 2001-2005. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis LQ, pengganda pendapatan serta analisis Shift Share. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pada kurun waktu 2001-2005 sektor perekonomian yang menjadi unggulan Provinsi Jawa Barat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Di antara beberapa sektor tersebut, industri pengolahan memiliki dampak pengganda terbesar.Secara umum, pergeseran bersih perekonomian di Provinsi Jawa Barat tergolong ke dalam kelompok lambat.

Sabuna (2010) melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Sektor-sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara


(44)

Timur (periode 2000-2008)”. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis Shift Share, LQ, MRP, Klassen Typologi dan analisis overlay. Analisis overlay merupakan alat analisis yang berfungsi untuk menggabungkan hasil dari analisis LQ dan MRP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daerah Timor Tengah Selatan tidak memiliki sektor unggulan.

Anggriyanti (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor Perekonomian Unggulan Provinsi Sumatera Utara (2001-2009)”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quotient (LQ) dan Shift Share. Dari penelitian ini didapat kesimpulan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor yang memiliki keunggulan relatif dengan nasional. Sektor bangunan, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa merupakan sektor-sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat serta mampu bersaing dengan sektor-sektor ekonomi yang sama di wilayah lain. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan sektor yang pertumbuhannya lambat namun tetap mampu bersaing dengan wilayah lain.

Tambunan (2010) melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Sektor Unggulan di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010”. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), indeks kontribusi PDRB, Indeks komposit dan analisis Porter’s Diamond. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa sektor ekonomi unggulan Kota Dumai untuk periode 2000-2010 adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dengan subsektor


(45)

50

pengangkutan sebagai subsektor unggulannya. Dari analisis Porter’s Diamond, subsekstor ini menunjukkan kondisi yang berdayasaing.

Pragari (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Dayasaing

Pariwisata Kabupaten Kuningan: Pendekatan Porter’s Diamond”. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Shift Share, indeks komposit, analisis kuadran dan analisis Porter’s Diamond. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dayasaing pariwisata Kabupaten Kuningan berada pada posisi dua belas dari 26 kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat. Faktor yang menentukan dayasaing pariwisata Kabupaten Kuningan adalah kondisi faktor yang terdiri dari jumlah objek wisata dan jumlah tenaga kerja pariwisata yang ada saat ini. Kabupaten Kuningan memiliki keterbatasan yaitu terbatasnya anggaran dan kurangnya pemasaran/sosialisai mengenai pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kuningan.

Pada penelitian ini setelah didapatkan hasil analisis indeks komposit, sektor yang dikategorikan unggulan kemudian dianalisis kembali untuk mendapatkan subsektor unggulan. Subsektor yang memenuhi kriteria dari ketiga alat analisis yang digunakan dapat disimpulkan sebagai subsektor ekonomi unggulan Kota Pekanbaru untuk kemudian dianalisis keadaan dayasaingnya.

2.3. Kerangka Pemikiran

Kota Pekanbaru merupakan ibukota dari Provinsi Riau. Sebagai ibukotaprovinsi, maka kota ini selayaknya menjadi pusat dari perekonomian serta penentu dari pertumbuhan ekonomiProvinsi Riau secara umum. Oleh karena itu akan diteliti sektor ekonomi yang menjadi unggulan berdasarkan koefisien LQ, koefisien


(46)

MRP dan kontribusi PDRB. Hasil dari ketiga alat analisis tersebut kemudia dianalisis lagi untuk melihat subsektor mana yang menjadi unggulan. Setelah didapat subsektor

unggulan, kemudian dianalisis bagaimana keadaan dayasaingnya dengan

menggunakan analisis Porter’s Diamond.Secara ringkas, kerangka pemikiran

digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3.Kerangka Pemikiran

Penerapan UU Otonomi Daerah tahun 2004

PDRB Kota Pekanbaru periode 2004-2011

Sektor Perekonomian Menurut Lapangan Usaha adhk tahun 2000 Pekanbaru sebagai Ibukota dan Pusat

Perekonomian Provinsi Riau

Analisis MRP

Analisis LQ Kontribusi Sektor

terhadap PDRB

Analisa Indeks Komposit

Analisis Daya Saing Poter’s Diamond

Sektor/Subsektor Unggulan


(47)

32

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Pekanbaru (tahun 2004 – 2010) dan PDRB kabupaten/kota Provinsi Riau (tahun 2004 – 2010) menurut lapangan usaha berdasarkan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000; (2) Jumlah penduduk Kota Pekanbaru tahun (2010 dan 2011); (3) Keadaan Angkatan Kerja Kota Pekanbaru tahun (2010 dan 2011) menurut jenis kegiatan usaha; (4) Data sekunder mengenai karakteristik wilayah, seperti kondisi geografis, pertumbuhan ekonomi dan data penunjang lainnya. Seluruh data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru dalam bentuk publikasi maupun data hasil kompilasi yang dikumpulkan oleh BPS Pusat dan BPS Provinsi Riau serta instansi terkait lainnya.

3.2. Metode Analisis Data

Secara umum, metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan beberapa alat analisis lain seperti: analisis Location Quotient (LQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang terdiri atas rasio pertumbuhan wilayah studi (Rps) dan rasio pertumbuhan wilayah referensi (Rpr), Indeks Komposit serta analisis Porter’s Diamond.


(48)

3.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman tentang gambaran perekonomian Kota Pekanbaru dengan menyajikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik serta diagram. Analisis deskriptif mengenai gambaran perekonomian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah struktur ekonomi serta pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru.

3.2.2. Metode Location Quotient (LQ)

Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk menganalisis sektor

perekonomian mana yang dapat dijadikan sebagai sektor basis di kota Pekanbaru. Secara matematis, metode ini dinyatakan sebagai:

LQ = X

RV X

RV

atau LQ = X

X RV

RV

………. ( 3.1)

Keterangan:

= Indeks/koefisien Location Quotient sektor i di kabupaten/kota j = PDRB adhk sektor i di kabupaten/kota j

= PDRB adhk sektor i di Provinsi = Total PDRB adhkkabupaten/kota j = Total PDRB adhk Provinsi


(49)

34

Dari hasil analisis Location Quotient (LQ), didapat kesimpulan:

1. Jika nilai LQ> 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor potensial yang menunjukkan sektor tersebut mampu melayani pasar baik di dalam maupun di luar kabupaten/kota

2. Jika nilai LQ< 1, berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor potensial yang menunjukkan sektor tersebut belum mampu melayani pasar di dalam wilayah kabupaten/kota;

3. Jika LQ= 1, berarti suatu sektor hanya mampu melayani pasar di dalam wilayah kabupaten/kota saja atau belum dapat memasarkan hasil dari sektor tersebut ke luar daerah lain.

3.2.3. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Analisis MRP dapat digunakan untuk menganalisis sektor dan subsektor ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB. MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Dalam analisis MRP, terdapat dua macam rasio pertumbuhan, yaitu:

1. Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) yaitu merupakan perbandingan antara pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi dengan pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah referensi dengan formulasi:

=


(50)

2. Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) yaitu perbandingan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) di wilayah referensi dengan formulasi:

=

∆ ……… ( 3.3)

dimana:

∆ = ∆ . − ………. ………. …… ( 3.4)

∆ = ∆ . − …. ……… ( 3.5)

∆ = . − ………. ( 3.6)

Keterangan:

∆ : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j

: PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j pada tahun dasar

. : PDRB sektor/subsektor i di wilayah j pada tahun akhir

analisis

∆ : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi

: PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi pada tahun akhir dasar

. : PDRB sektor/subsektor i di provinsi/nasional pada tahun

akhir analisis

∆ : Perubahan PDB/PDRB

: Total PDB/PDRB pada tahun dasar


(51)

36

3.2.4. Koefisien Kontribusi terhadap PDRB

Nilai tambah yang terbentuk di masing-masing sektor nilai tambah total yang tercipta dalam perekonomian dapat dirumuskan dengan:

= ⁄ ………. …( 3.7)

Setelah nilai masing-masing indikator tersebut diperoleh, kemudian dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing indikator. Untuk lebih menyederhanakan, nilai koefisien sektor dan subsektor setiap indikator yang memiliki nilai koefisien terendah diberi indeks 1, tertinggi diberi indeks 5 dan yang nilainya berada di anatara terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus:

= −( − ) × ( − )

− ………( 3.8)

dimana: = Indeks sektor dan subsektor ke-j

= indeks tertinggi (=5) = indeks terendah (=1)

= nilai koefisien sektor tertinggi indikator i = nilai koefisien sektor terendah indikator i = nilai koefisien sektor ke-j

Apabila indeks masing-masing indikator telah didapat, maka hasil indeks seluruh indikator untuk tiap sektor ditambahkan, kemudian dirata-ratakan. Sektor yang memiliki rata-rata indeks tersbesar disimpulkan sebagai sektor unggulan.


(52)

3.2.5. Analisis Porter’s Diamond

Analisis Porter’s Diamond digunakan untuk menganalisis kondisi dayasaing sektor unggulan kota Pekanbaru. Analisis ini berupa analisis secara deskriptif berdasarkan empat elemen utama yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan dan pesaing dan terakhir adalah industri pendukung dan industri terkait. Selain empat elemen utama tersebut, terdapat dua komponen pendukung didalam penyusunan analisis ini yaitu peran pemerintah daerah dan peran kesempatan.

3.3. Definisi Operasional Variabel

Berikut adalah konsep serta definisi variabel-variabel yang digunakan di dalam penelitian ini:

1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun

Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu kurun waktu tertentu yang dihasilkan suatu daerah. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Dinamakan domestik karena menyangkut batas wilayah daerah. Disebut konstan karena harga digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000) dan dinamakan berlaku karena menggunakan harga pada tahun berjalan (tahun sesuai dengan periode perhitungan PDRB). PDRB juga sering disebut dengan NTB (Nilai Tambah Bruto).

2. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan dari nilai PDRB atas dasar harga

konstan pada suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan pada tahun sebelumnya.


(53)

38

3. Sektor ekonomi menyatakan lapangan usaha pembentuk PDRB sektoral di suatu wilayah. Sektor atau lapangan usaha pada ini sama dengan konsep yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang terdiri dari sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan perbankan serta yang terakhir adalah sektor jasa-jasa.

4. Sektor dan subsektor ekonomi potensial merupakan sektor dan subsektor ekonomi yang memiliki satu atau gabungan kriteria seperti keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif dan spesialisasi jika dibandingkan dengan sektor dan subsektor ekonomi yang sama pada wilayah lainnya.

5. Kontribusi sektor adalah sumbangan (share) atau presentase dari nilai tambah tiap sektor terhadap total PDRB pada suatu periode waktu tertentu.

6. Keunggulan kompetitif berarti kemampuan dayasaing kegiatan ekonomi yang

lebih besar pada suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah lainnya. Keunggulan kompetitif juga merupakan cerminan dari keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya yang dijadikan tolak ukur.

7. Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian daerah tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan kontribusi nilai tambah bruto suatu sektor/subsektor ekonomi suatu daerah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya.


(54)

4.1.Wilayah Geografis a. Letak dan Luas

Kota Pekanbaru terletak antara 101°14' - 101°34' Bujur Timur dan 0°25' - 0°45' Lintang Utara dengan ketinggian berkisar 5 – 50 meter dari permukaan laut. Permukaan wilayah bagian utara landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 5 - 11 meter. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1987 tanggal 7 September 1987, daerah Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62.96 Km² menjadi ± 446.50 Km² yang terdiri dari 8 kecamatan dan 45 kelurahan/desa. Dari hasil pengukuran di lapangan oleh BPN tingkat I Riau, ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632.26 Km².

Kota Pekanbaru umumnya merupakan daerah datar dengan struktur tanah terdiri dari jenis aluvial dengan pasir. Untuk daerah pinggiran kota, pada umumnya terdiri dari jenis tanah organosol dan humus yang merupakan rawa-rawa dan bersifat asam sehingga sangat kerosif untuk besi. Dilihat dari komposisi penggunaan lahan, sekitar 52.51% luas lahan yang ada di Kota Pekanbaru digunakan untuk lahan bukan pertanian.

Terjadinya peningkatan kegiatan pembangunan menyebabkan peningkatan pada sektor kegiatan penduduk di segala bidang yang pada akhirnya meningkatkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan lainnya. Demi menciptakan ketertiban di dalam


(55)

40

pemerintahan dan pembinaan wilayah yang luas, maka dibentuklah kecamatan-kecamatan baru sejalan dengan dikeluarkannya Perda (Peraturan Daerah) Kota Pekanbaru nomor 4 tahun 2003. Pemberlakuan Perda tersebut berimbas pada satuan administratif baru Kota Pekanbaru yang awalnya terdiri dari 8 kecamatan dan 45 kelurahan/desa menjadi 12 kecamatan dan 58 kelurahan/desa.

b. Batas

Kota Pekanbaru berbatasan dengan daerah Kabupaten/Kota :

 Sebelah Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

 Sebelah Selatan : Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan

 Sebelah Timur : Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan

 Sebelah Barat : Kabupaten Kampar

c. Sungai

Kota Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur. Memiliki beberapa anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Air Hitam, Siban, Setukul, Pengambang, Ukui, Sago, Senapelan, Limau, Tampan dan Sail. Sungai Siak merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya.

d. Iklim

Kota Pekanbaru umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34.1º C – 35.6º C dan suhu minimum antara 20.2º C – 23.0º C dengan curah hujan antara 38.6 – 435.0 mm/tahun. Curah hujan tertinggi tercatat pada bulan


(56)

September 2010 yaitu 466.6 mm dan yang terendah pada bulan Oktober 2010 yaitu 120.7 mm. Kelembapan udara rata-rata berkisar antara 69% – 78%. Berikut adalah keadaan musim di Kota Pekanbaru:

a) Musim hujan jatuh pada bulan Januari hingga April dan September hingga Desember.

b) Musim kemarau jatuh pada bulan Mei hingga Agustus.

4.2.Kependudukan

Berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) 2010, jumlah sementara penduduk Kota Pekanbaru adalah 903.9 ribu jiwa yang terdiri dari 459.5 ribu penduduk laki-laki dan 444.4 ribu penduduk perempuan. Dari segi persebaran, terdapat 3 kecamatan dengan persebaran penduduk yang tinggi yaitu Kecamatan Tampan 173.2 ribu jiwa (19.16%), Kecamatan Marpoyan Damai dengan 125.3 ribu jiwa (13.87%) dan Kecamatan Tenayan Raya dengan 123.3 ribu jiwa (13.64%). Kecamatan Sail dan Pekanbaru Kota merupakan dua kecamatan dengan jumlah penyebaran penduduk terkecil yaitu masing-masing sebesar 21 ribu jiwa (2.33 %) dan 25 ribu jiwa (2.77 %). Sedangkan untuk kecamatan lainnya, besar penyebaran penduduk berada pada kisaran empat hingga sepuluh persen.

Dengan luas teritorial 632.6 Km2, maka kepadatan penduduk rata-rata Kota Pekanbaru adalah sebesar 1400 jiwa per-km2 dengan Kecamatan Sukajadi sebagai kecamatan terpadat dengan 12700 jiwa per-km2 dan yang terendah adalah Kecamatan Rumbai Pesisir dengan 410 jiwa per-km2. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota


(57)

42

Pekanbaru semenjak sensus pertama pada tahun 1961 hingga yang terakhir pada tahun 2010 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan (BPS, 2010).

Gambar 4. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru (dalam ribu jiwa).

Sumber: Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 Kota Pekanbaru. BPS Kota Pekanbaru, diolah. 4.3.Ketenagakerjaan

Masalah ketenagakerjaan merupakan hal yang krusial sebagai penggerak di dalam suatu roda perekonomian. Komposisi tenaga kerja di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh proses demografi. Penduduk usia kerja di Kota Pekanbaru mengalami peningkatan sebesar 2.09 persen pada tahun 2011. Pada tahun 2010, tercatat jumlah penduduk usia kerja sebesar 643,473 jiwa dan pada tahun 2011 meningkat sebanyak 2 persen atau 13,480 jiwa menjadi 656,953 jiwa. Namun demikian, peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut tidak diikuti dengan peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerjanya (TPAK). Pada tahun 2011, terjadi penurunan TPAK yang awalnya pada tahun 2010 tercatat sebesar 67.7 persen menjadi

104.7 144.8

186.2

398.6

609.2

903.9

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000


(58)

64.16 persen. Penurunan TPAK ini terjadi karena peningkatan penduduk usia kerja ternyata lebih besar kepada bukan angkatan kerja. Berikut adalah perbandingan jumlah penduduk usia kerja Kota Pekanbaru tahun 2010 dan 2011.

Tabel 3. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama di Kota Pekanbaru, 2010 dan 2011

Jenis Kegiatan Utama 2010 2011

I. Angkatan Kerja

1. Bekerja

2. Pengangguran

II.Bukan Angkatan Kerja

1. Sekolah

2. Mengurus Rumah Tangga

435,603 391,047 44,556 207,870

89,513 102,556

421,532 382,185 39,347 235,421

81,504 128,169

Jumlah 643,743 656,943

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 67.70 64.16

Tingkat Pengangguran (%) 10.23 9.33

Sumber: Info Eksekutif Kota Pekanbaru 2011. BPS Kota Pekanbaru, diolah. 4.4.Sekilas Perekonomian Kota Pekanbaru

Secara umum, Kota Pekanbaru merupakan satu dari dua kota yang memiliki potensi perekonomian menjanjikan bersama Kota Dumai. Kedua kota tersebut memiliki potensi perekonomian, baik dari segi kekayaan sumberdaya, maupun letak wilayah yang sangat strategis karena berdekatan dengan salah satu pusat perekonomian Asia Tenggara yaitu Singapura. Berdasarkan dua pertimbangan


(59)

44

tersebut, maka kedua kota ini ditetapkan sebagai titik pertumbuhan ekonomi skala nasional (BPS, 2011).

Perekonomian Kota Pekanbaru memiliki perkembangan yang cukup baik jika dilihat dari PDRB dan PDRB per kapita berdasarkan harga konstan tahun 2000. Terhitung sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah pada tahun 2004, Kota Pekanbaru cenderung memiliki trend menanjak. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. PDRB dan PDRB per Kapita Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah).

Tahun PDRB PDRB

Per Kapita

2004 5,004,326.22 7,154,004.37

2005 5,450,933.15 7,358,637.96

2006 6,367,596.81 8,439,861.26

2007 6,997,154.88 8,971,873.12

2008 7,630,442.50 9,715,580.36

2009 8,302,631.95 10,342,247.20

2010 9,047,929.45 10,078,249.00*

Keterangan: *) angka sementara

Sumber: Pekanbaru Dalam Angka 2007 – 2011. BPS, diolah.

Perkembangan perekonomian Kota Pekanbaru sangat dipengaruhi oleh kehadiran perusahaan minyak, pabrik pulp dan kertas, serta perkebunan kelapa sawit beserta pabrik pengolahannya. Kota Pekanbaru pada triwulan I 2010 mengalami peningkatan inflasi sebesar 0.79 persen, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0.30 persen. Berdasarkan kelompoknya, inflasi terjadi hampir pada


(1)

HASIL PENGOLAHAN RASIO PERTUMBUHAN WILAYAH STUDI (RPS)

Sektor/Subsektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

RPS 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 0.74 0.62 0.75 0.87 0.84 1.06 0.96 0.84 a. Tanaman Bahan Makanan (0.01) 1.78 0.86 0.79 1.09 1.58 0.59 0.96

b. Tanaman Perkebunan - - - -

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.15 0.59 0.67 0.59 0.51 0.62 0.73 0.69

d. Kehutanan - - - -

e. Perikanan 0.34 0.37 0.68 0.73 0.62 1.25 0.72 0.67

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.44 0.24 0.25 0.20 0.23 0.29 0.36 0.29

a. Pertambangan - - - -

b. Penggalian 1.24 0.88 0.60 0.43 0.47 0.46 0.33 0.63

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.03 0.87 0.77 0.59 0.70 0.96 0.78 0.81

a. Industri Pengolahan Migas - - - -

b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 1.03 0.87 0.77 0.59 0.70 0.96 0.78 0.81

4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM 0.43 0.42 1.05 0.83 0.99 1.74 1.00 0.92

a. Listrik 0.40 0.37 1.01 0.75 0.94 1.71 0.93 0.87

b. Air Minum 0.88 1.15 1.54 1.64 1.50 1.90 1.58 1.46

5. BANGUNAN 1.24 1.21 1.06 0.77 0.80 1.01 1.01 1.02

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 1.137 1.164 0.917 1.289 0.992 1.089 0.967 1.079 a. Perdagangan Besar dan Eceran 1.14 1.13 0.91 1.31 1.00 1.09 0.96 1.08

b. Hotel 1.09 1.45 0.92 0.87 0.72 0.76 0.81 0.95

c. Restoran 1.10 1.82 1.17 1.16 1.08 1.51 1.51 1.34

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 1.178 0.852 1.057 1.316 0.997 1.135 1.043 1.082

a. Pengangkutan 1.15 0.85 1.06 1.38 0.91 1.03 0.92 1.04


(2)

2. Angkutan Laut 0.97 1.84 1.27 1.05 0.68 1.09 0.81 1.10 3. Angkutan Udara 1.00 1.03 1.33 1.37 1.06 1.08 1.00 1.12 4. Jasa Penunjang Angkutan 1.24 0.43 0.75 0.75 0.69 0.98 0.84 0.81

b. Komunikasi 1.01 0.64 0.78 0.87 0.96 0.99 0.95 0.89

8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 1.44 1.37 1.39 1.09 0.75 1.03 1.13 1.17

a. Bank 1.06 1.01 1.01 0.96 0.55 0.81 1.03 0.92

b. Lembaga Keuangan Non Bank 1.03 0.53 0.88 0.75 0.80 1.21 1.01 0.89

c. Sewa Bangunan 1.06 0.67 0.79 0.71 0.82 1.09 1.03 0.88

d. Jasa Perusahaan 0.92 0.96 1.01 0.58 0.66 0.81 0.85 0.83

9. JASA-JASA 0.93 0.95 1.02 0.96 0.96 0.98 0.99 0.97

a. Pemerintahan Umum 0.85 1.11 1.09 1.07 1.02 1.06 1.11 1.04

b. Swasta 1.06 0.64 0.87 0.72 0.82 0.81 0.72 0.80

1. Sosial Kemasyarakatan 1.05 0.85 0.98 0.83 0.84 0.56 0.61 0.82 2. Hiburan dan Rekreasi 1.07 0.46 0.57 0.73 0.80 0.55 0.61 0.68 3. Perorangan dan Rumahtangga 1.05 0.64 0.91 0.71 0.82 0.89 0.75 0.82


(3)

HASIL ANALISIS RASIO PERTUMBUHAN WILAYAH REFERENSI (RPR)

Sektor/Subsektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

RPr 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN

PERIKANAN 0.78 0.79 0.69 0.59 0.59 0.57 0.55 0.65

a. Tanaman Bahan Makanan 0.38 0.28 0.24 0.31 0.29 0.23 0.51 0.32 b. Tanaman Perkebunan 0.80 1.13 1.11 0.85 0.99 0.93 1.03 0.98 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.56 0.84 0.82 0.91 1.02 0.99 0.75 0.84 d. Kehutanan 0.92 0.60 0.36 0.27 0.11 0.20 0.14 0.33 e. Perikanan 0.81 0.98 0.92 0.94 0.95 0.57 0.84 0.86

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3.78 3.19 3.31 2.98 2.25 2.02 1.36 2.70

a. Pertambangan 27.87 10.49 6.79 4.94 3.41 2.64 1.27 8.20 b. Penggalian 1.34 0.87 1.35 1.42 1.09 1.28 1.47 1.26

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.12 1.06 1.05 1.38 1.11 0.97 1.07 1.11

a. Industri Pengolahan Migas - - - -

b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 1.12 1.06 1.05 1.38 1.11 0.97 1.07 1.11

4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM 1.16 1.08 0.68 0.68 0.85 0.48 0.78 0.82

a. Listrik 1.29 1.22 0.73 0.73 0.91 0.49 0.83 0.88 b. Air Minum 0.52 0.37 0.40 0.39 0.52 0.46 0.51 0.46

5. BANGUNAN 1.01 0.84 0.96 1.41 1.38 1.34 1.23 1.17

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 1.04 1.19 1.30 1.08 1.21 1.35 1.42 1.23

a. Perdagangan Besar dan Eceran 1.04 1.19 1.31 1.08 1.20 1.36 1.43 1.23

b. Hotel 1.04 1.19 1.17 1.10 1.19 1.25 1.10 1.15

c. Restoran 1.00 1.30 1.17 1.25 1.38 1.26 1.17 1.22

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 1.32 1.23 1.11 0.88 1.30 1.26 1.32 1.20


(4)

1. Angkutan Darat 1.02 1.11 1.00 0.50 1.06 1.00 1.01 0.96 2. Angkutan Laut 1.17 0.60 0.62 0.87 1.07 0.79 0.99 0.87 3. Angkutan Udara 2.90 1.97 1.20 1.24 1.84 1.27 1.28 1.67 4. Jasa Penunjang Angkutan 1.99 1.30 1.04 1.15 1.30 1.06 1.15 1.28 b. Komunikasi 2.16 2.46 2.39 2.42 2.28 2.81 2.77 2.47 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 2.10 2.13 1.81 1.62 1.69 1.55 1.34 1.75

a. Bank 5.86 5.83 4.19 2.56 2.74 2.33 1.74 3.61

b. Lembaga Keuangan Non Bank 0.96 0.99 0.93 1.21 1.22 1.01 1.13 1.07 c. Sewa Bangunan 1.49 1.25 1.03 1.18 1.20 1.14 1.12 1.20 d. Jasa Perusahaan 1.32 1.15 0.95 1.56 1.25 1.28 1.13 1.23

9. JASA-JASA 1.01 0.93 1.15 1.18 1.15 1.30 1.18 1.13

a. Pemerintahan Umum 0.98 0.82 1.16 1.14 1.14 1.32 1.15 1.10 b. Swasta 1.08 1.28 1.12 1.31 1.17 1.23 1.29 1.21 1. Sosial Kemasyarakatan 1.51 1.13 1.04 1.12 1.11 1.52 1.32 1.25 2. Hiburan dan Rekreasi 0.83 1.14 1.36 1.29 1.21 1.57 1.35 1.25 3. Perorangan dan Rumahtangga 1.08 1.31 1.10 1.33 1.17 1.15 1.28 1.20


(5)

HASIL ANALISIS INDEKS KONTRIBUSI PDRB (IKP)

Sektor/Subsektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rata-rata IKP 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 1.982 1.872 1.773 1.682 1.595 1.522 1.454 1.697 a. Tanaman Bahan Makanan 0.181 0.163 0.154 0.143 0.132 0.124 0.117 0.145 b. Tanaman Perkebunan 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.729 1.643 1.557 1.480 1.406 1.343 1.284 1.492

d. Kehutanan - - - -

e. Perikanan 0.072 0.066 0.062 0.059 0.057 0.055 0.053 0.060 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.032 0.033 0.032 0.031 0.030 0.028 0.027 0.031

a. Pertambangan - - - -

b. Penggalian 0.032 0.033 0.032 0.031 0.030 0.028 0.027 0.031 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 11.637 11.538 11.312 10.991 10.670 10.396 10.140 10.955

a. Industri Pengolahan Migas - - - -

b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 11.637 11.538 11.312 10.991 10.670 10.396 10.140 10.955 4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM 1.492 1.401 1.322 1.274 1.213 1.188 1.152 1.292 a. Listrik 1.232 1.157 1.092 1.055 1.003 0.983 0.953 1.068 b. Air Minum 0.260 0.244 0.229 0.219 0.210 0.205 0.199 0.224

5. BANGUNAN 17.334 17.325 17.103 16.891 16.758 16.742 16.748 16.986

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 30.460 30.269 30.752 30.809 31.269 31.437 31.683 30.954 a. Perdagangan Besar dan Eceran 28.660 28.489 28.859 28.910 29.372 29.535 29.774 29.086 b. Hotel 1.004 0.993 1.035 1.027 1.008 0.988 0.965 1.003 c. Restoran 0.796 0.786 0.858 0.872 0.889 0.913 0.944 0.866 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 14.429 14.767 14.613 14.616 14.575 14.758 14.834 14.656 a. Pengangkutan 11.871 12.016 11.779 11.628 11.384 11.316 11.094 11.584 1. Angkutan Darat 9.127 8.951 8.640 8.453 8.155 7.968 7.760 8.436


(6)

2. Angkutan Laut 0.063 0.062 0.062 0.060 0.059 0.057 0.055 0.060 3. Angkutan Udara 1.712 1.937 2.064 2.132 2.213 2.349 2.353 2.108 4. Jasa Penunjang Angkutan 0.970 1.065 1.014 0.983 0.958 0.942 0.925 0.980 b. Komunikasi 2.558 2.751 2.834 2.988 3.191 3.441 3.741 3.072 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 4.526 5.169 5.870 6.490 6.760 6.833 6.939 6.084

a. Bank 1.515 2.124 2.902 3.597 3.941 4.050 4.181 3.187

b. Lembaga Keuangan Non Bank 0.463 0.453 0.430 0.418 0.409 0.404 0.401 0.425 c. Sewa Bangunan 1.875 1.921 1.871 1.818 1.769 1.750 1.739 1.820 d. Jasa Perusahaan 0.674 0.672 0.668 0.657 0.642 0.628 0.617 0.651

9. JASA-JASA 18.106 17.626 17.222 17.216 17.129 17.096 17.022 17.345

a. Pemerintahan Umum 12.271 11.845 11.604 11.683 11.701 11.737 11.777 11.803 b. Swasta 5.834 5.781 5.618 5.533 5.427 5.359 5.244 5.542 1. Sosial Kemasyarakatan 0.470 0.483 0.475 0.469 0.460 0.453 0.440 0.464 2. Hiburan dan Rekreasi 0.659 0.639 0.607 0.588 0.576 0.570 0.553 0.599 3. Perorangan dan Rumah tangga 0.047 4.658 4.536 4.476 4.391 4.336 4.251 3.814