Analisis Potensi Ekonomi Sub Sektor Industri Pengolahan Kota Tangerang Periode 2005-2010
ANALISIS POTENSI EKONOMI SUB SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN KOTA TANGERANG PERIODE 2005-2010
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi syarat-syarat untuk meraih gelar sarjana ekonomi
Oleh :
Dimas Aditiya Susanto
NIM. 109084000039
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA 1434 H/2013 M
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : DIMAS ADITIYA SUSANTO
Nama Panggilan : DIMAS
NIM : 109084000039
Jurusan : ILMU EKONOMI DAN STUDI
PEMBANGUNAN
Tempat/Tanggal Lahir : TANGERANG, 25 OKTOBER 1991
Alamat : PERUM. BENUA INDAH JALAN BATARA
WISNU BLOK B5 NO. 14 RT. 004/ RW. 006, KELURAHAN PABURAN TUMPENG, KECAMATAN KARAWACI, KOTA TANGERANG – BANTEN.
Nama Ayah Kandung : ENDANG SUSANTO Nama Ibu Kandung : YUYUN MARYUNAH
Agama : ISLAM
No. Telepon : 021 55 19 246 / 021 998 53 729
RIWAYAT PENDIDIKAN :
Tahun 1996 – 1997 : TK AISYIYAH
Tahun 1997 – 2000 : SDN SUKASARI 5 TANGERANG
Tahun 2000 – 2003 : SDN PABUARAN TUMPENG I TANGERANG Tahun 2003 – 2006 : SMP NEGERI 2 TANGERANG
(7)
Tahun 2009 – 2013 : UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
RIWAYAT PENGALAMAN ORGANISASI
2004 - 2005 : Ketua ROHIS SMP Negeri 2 Tangerang 2008 - 2009 : Ketua MPK SMK Negeri 1 Tangerang
2008 – 2009 : Koordinator Bidang Muamalah RISMA SMK Negeri 1 Tangerang
2011 - 2012 : Anggota BEMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah (Bidang Keagamaan)
2012 - 2013 : Koordinator Bidang Humas dan Media HMJ IESP UIN
RIWAYAT PENGALAMAN KERJA 1. Staff pengajar di ISMI Learning Center
(8)
ABSTRACT
Indicators of regional economy the gross Regional domestic product (GRDP). GDP consists of nine of the sectors in which the city of Tangerang who contributed greatly to the sector of the economy is the sector of the processing industry. Tangerang is a city that has a thriving industries. Industrial activity is divided into nine sub sector of the industry. In this study intended to analyze the industrial sector where the sub base in Tangerang city and its development. The methods used in this study uses the Location Quotient, Shift Share, and SWOT.
The results of this research show that there are four Sub sectors of the processing industry which became the base. Sub industrial sector is industry's first other items with an average of 1,886 LQ. The second industry namely industrial transport equipment, machinery and equipment with an average of $ 1,558 LQ. The third and fourth industry namely industrial fertilizers, chemicals, and items of rubber; and the food industry, beverages and tobacco, with an average of 1,160 LQ and 1,117.
Results the next research use analysis shift share namely based on components proportional shift produced 7 industry who specializes and rapid growth if compare to the namely food industries drink, and tobacco; the textile industry, skins, tobacco; metal industry base, iron and steel; industry paper and printed materials; cement maker and goods excavation non metal; industry instrument transport, machinery and equipment; and goods industry other with average 379,051; 21,827; 587,006; 10,196; 7.631; 151,395; 91,337. Shift Differential components generate industries that have high competitiveness and the rapid growth of industrial fertilizers, chemicals and rubber goods; and basic metal industry, iron and steel with an average 3191,269 and 342,955. Components of the National Share industry which has resulted in the rapid growth of the provincial level compared to that of the food industry, beverages, and tobacco; industrial paper and printed matter; basic metal industry, iron and steel; as well as other goods industries with average 271,2; 2894,2; 351,4; 9.2.
Results of the study on SWOT to analyse a guidance from industry which is the base in the town of Tangerang which other goods industry; industrial tools, machinery and transport equipment; the fertilizer industry, chemical and rubber goods; as well as the food industry, beverages and tobacco. The results of the SWOT analysis showed that a fourth of the industry is a strong industry and a chance to develop.
Key Word : PDRB, Sector of the processing industry, Location Quotient, Shift Share, SWOT.
(9)
ABSTRAK
Indikator perekonomian daerah yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB terdiri dari sembilan sektor di mana Kota Tangerang sektor yang menyumbang besar terhadap perekonomian adalah Sektor Industri Pengolahan. Kota Tangerang merupakan Kota yang memiliki industri-industri yang berkembang. Kegiatan industri ini terbagi dalam sembilan sub sektor industri. Dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa sub sektor industri mana yang menjadi basis di Kota Tangerang dan pengembangannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Location Quotient, Shift Share, dan SWOT.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat Sub Sektor Industri Pengolahan yang menjadi basis. Sub sektor industri yang pertama adalah industri barang lainnya dengan rata-rata LQ sebesar 1,886. Industri yang kedua yaitu industri alat angkutan, mesin dan peralatan dengan rata-rata LQ sebesar 1,558. Industri yang ketiga dan keempat yaitu industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; dan industri makanan, minuman dan tembakau dengan rata-rata LQ sebesar 1,160 dan 1,117.
Hasil penelitian selanjutnya menggunakan analisa Shift Share yaitu berdasarkan komponen Proportional Shift dihasilkan 7 industri yang memiliki spesialisasi dan pertumbuhan yang cepat bila dibandingkan dengan Provinsi yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil, barang kulit dan tembakau; industri logam dasar, besi dan baja; industri kertas dan barang cetakan; industri semen dan barang galian non logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; serta industri barang lainnya dengan rata-rata 379,051; 21,827; 587,006; 10,196; 7.631; 151,395; 91,337. Komponen Differential Shift menghasilkan industri yang memiliki daya saing tinggi dan pertumbuhan yang cepat yaitu industri pupuk, kimia dan barang dari karet; dan industri logam dasar, besi dan baja dengan rata-rata 3191,269 dan 342,955. Komponen National Share menghasilkan industri yang memiliki pertumbuhan cepat dibandingkan dengan tingkat Provinsi yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau; industri kertas dan barang cetakan; industri logam dasar, besi dan baja; serta industri barang lainnya dengan rata-rata 271,2; 2894,2; 351,4; 9,2.
Hasil penelitian di atas menjadi petunjuk untuk menganalisa SWOT dari industri yang merupakan basis di Kota Tangerang yaitu industri barang lainnya; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; serta industri makanan, minuman dan tembakau. Hasil dari analisa SWOT menunjukkan bahwa keempat industri ini merupakan industri yang kuat dan berpeluang untuk dikembangkan.
Kata kunci : PDRB, Sektor Industri Pengolahan, Location Quotient, Shift Share, SWOT.
(10)
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah atas ke hadirat Allah SWT yang memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul : “ANALISIS POTENSI SUB SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN KOTA TANGERANG PERIODE 2005-2010”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat agar mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dalam penyelesaian penulisan skripsi ini mendapatkan banyak bantuan dari semua pihak, baik tenaga, waktu, semangat, informasi dan biaya yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis. Dengan ketulusan hati penulis, mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada :
1. Kedua Orang Tua penulis khususnya Ibu penulis yaitu Yuyun Maryunah, Ruhiat Susanto, S.Kom, M.Kom, Yuri Pebrianti, S.Pd, dan Taufik Rachman yang memberikan semangat kepada penulis. Sebagai orang tua dan saudara kandung penulis, yang senantiasa mendukung penulis agar mendapatkan hasil yang maksimal.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Pembimbing I, yang telah memberikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis serta meluangkan waktu untuk memberikan arahan dalam penulisan skripsi penulis.
3. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M.Sc, selaku Pembimbing II yang telah memberikan masukkan yang berarti dalam penulisan skripsi penulis serta meluangkan waktu untuk membimbing penulis.
4. Bapak Dr. Lukman, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Ekonomi dan studi Pembangunan yang memberikan pengetahuan dan pengalamannya dalam melakukan penelitian.
(11)
5. Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah penulis dalam akademik.
6. Ibu Fitri Amalia, S.Pd, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis sejak semester 1 sampai 5, yang memberikan nasihat kepada penulis dalam akademik di kampus.
7. Bapak dan Ibu Selaku Staf Badan Pusat Statistika Kota Tangerang dan Provinsi Banten yang telah membantu dalam fasilitas data-data yang terkait dengan penelitian penulis.
8. Bapak/Ibu Dinas Perindustrian Kota Tangerang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan wawancara untuk penyelesaian penelitian penulis.
9. Bapak Kepala KesBangLinMas dan Bapak Helly sebagai staffnya, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Dinas Perindustrian Kota Tangerang.
10.Bapak/Ibu pimpinan Industri yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan wawancara dan observasi lapangan.
11.Teman-teman IESP angkatan 2009, yang telah memberikan semangat, dorongan, motivasi, dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kalian tak kan pernah terlupakan, kenal dengan kalian adalah suatu kebahagiaan buat penulis.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan segala kerendahan, mohon kritik dan saran yang membangun untuk sempurnanya skripsi ini. Penulis juga mohon ma’af bila dalam penulisan terdapat kesalahan kata, isi, dan penulisan yang kiranya menyinggung hati para pembaca. Akhirnya semoga skripsi ini dapat berguna bagi pendidikan di kampus penulis.
Wassalammu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Tangerang, 24 Juni 2013
(12)
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Pembimbing ... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii
Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ... iv
Daftar Riwayat Hidup ... v
Abstract ... vi
Abstrak ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xiv
Daftar Diagram ... xvi
Daftar Gambar ... xvii
Daftar Rumus ... xviii
Daftar Lampiran ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
(13)
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Teori Yang Berkenaan Dengan Variabel ... 10
1. Konsep Pembangunan Ekonomi ... 10
a. Tahap Pertumbuhan Ekonomi WW Rostow ... 10
b. Teori Malthus ... 13
c. Teori Arthur Lewis ... 14
2. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 15
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 16
a. Teori Simon Kuznet ………. 17
b. Teori Harrod Domar ………. 18
c. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ……… 18
4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 20
a. Model Basis Ekspor ……….. 21
b. Model Neo-Klasik ……… 22
c. Teori Harrod Domar Dalam Sistem Daerah ………… 23
d. Teori Basis Ekonomi ……… 23
5. Analisis Shift Share ……….. 26
6. Analisis SWOT ……… 27
7. Produk Domestik Regional Bruto ………... 31
(14)
B. Penelitian Terdahulu ... 33
C. Kerangka Pemikiran ... 39
BAB II METODE PENELITIAN ... 42
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 42
B. Metode Penentuan Sampel ... 42
C. Metode Pengumpulan Data ... 43
D. Metode Analisis ... 43
1. Analisis Location Quotient ……….. 43
2. Analisis Shift Share ………. 44
3. Analisis SWOT ……… 46
E. Operasional Variabel Penelitian... 50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 54
A. Sekilas Gambaran Umum Kota Tangerang ... 54
1. Keadaan Geografi ……….. 54
a. Letak Geografi ……….. 54
b. Keadaan Iklim ……….. 54
c. Jarak Kota Tangerang dengan Kota/Kabupaten lain … 55 2. Luas Kota Tangerang ……… 55
3. Demografi ………. 58
4. Pendidikan ……… 58
(15)
6. Pemerintahan ……… 60
7. Perekonomian Daerah ……….. 61
B. Analisis dan Pembahasan ... 63
1. Analisis Potensi Sub Sektor Industri Pengolahan Non Migas dan pengembangan Sub Sektor Unggulan ……… 63
a. Analisis Potensi Sub Sektor Industri ……… 64
b. Analisis Shift Share ………. 67
c. Pengembangan Sub Sektor Industri Pengolahan …… 76
d. Potensi Pengembangan Sub Sektor Industri Pengolahan Dengan Pendekatan SWOT ……….. 76
C. Pengembangan SWOT Dengan Pendekatan Kuantitatif ... 81
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 93
A. Kesimpulan ... 93
B. Implikasi ... ... 96
DAFTAR PUSTAKA ... 98
(16)
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan PDRB Sektor Industri Pengolahan Non Migas
Atas Harga Konstan menurut Kota/Kabupaten 2008-2010 ... 3
1.2 Banyaknya Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Sub Sektor Kegiatan di Kota Tangerang Tahun 2010 ……… 6
2.1 Matriks Penelitian Terdahulu ……….. 37
3.1 Faktor-faktor Strategis Internal Industri Kota Tangerang ……….. 47
3.2 Faktor-faktor Strategis Eksternal Industri Kota Tangerang ………. 47
3.3 Matriks SWOT Industri-industri Kota Tangerang ……… 48
3.4 Tabel Operasional Variabel Penelitian ………. 53
4.1 Jarak Kota Tangerang dengan Kota/Kab Lain ………. 55
4.2 Luas Kota/Kabupaten Provinsi Banten ……… 56
4.3 Luas Daerah menurut Kecamatan di Kota Tangerang ……… 56
4.4 Jumlah PNS di Lingkungan Pemerintahan Kota Tangerang ……... 60
4.5 Perolehan Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2005-2010 ……….. 61
4.6 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient di Kota Tangerang Tahun 2005-2010 ……….. 65
(17)
N o Keterangan Halaman 4.8 Komponen Proportional Shift Kota Tangerang Tahun 2005-2010 …. 70 4.9 Komponen Differential Shift Kota Tangerang Tahun 2005-2010 …. 71 4.10 Hasil Perhitungan Shift Share Kota Tangerang Tahun 2005-2010 … 73 4.11 Klasifikasi Industri Pengolahan Non Migas Kota Tangerang …….. 76 4.12 Analisis SWOT Industri Barang Lainnya ……….. 78 4.13 Analisis SWOT Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan …….. 78 4.14 Analisis SWOT Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet …… 79 4.15 Analisis SWOT Industri Makanan, Minuman dan Tembakau …….. 80 4.16 Matriks Strategi Internal dan Eksternal Industri Daur Ulang ……… 83 4.17 Matriks SWOT Industri Daur Ulang ……….. 84 4.18 Matriks Strategi Internal dan Eksternal Industri Peralatan ………… 85 4.19 Matriks SWOT Industri Peralatan Kantor ………. 87 4.20 Matriks Strategi Internal dan Eksternal Industri Cat Furniture …… 87 4.21 Matriks SWOT Industri Cat Furniture ……… 89 4.22 Matriks Strategi Internal dan Eksternal Industri Roti ……… 90 4.23 Matriks SWOT Industri Roti ………. 92
(18)
DAFTAR DIAGRAM
No Keterangan Halaman
1.1 Statistik Industri Besar dan Sedang Kota Tangerang ………. 4
1.2 Perolehan Tenaga Kerja IBS di Kota Tangerang ……… 5
4.1 Suhu Udara, Curah Hujan dan Kelembaban Udara ……… 54
4.2 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan ……….. 58
4.3 Jumlah Sekolah, Murid dan Ruang Kelas ………. 59
4.4 Jumlah Fasilitas Kesehatan menurut Kecamatan ……….. 59
(19)
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
2.1 Matriks SWOT Kearns ………. 28
(20)
DAFTAR RUMUS
No Keterangan Halaman
2.1 Model Pertumbuhan Solow……….………….. 19
2.2 Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi melalui PDB/PDRB………..….. 20
2.3 Model Formal Income menurut John. P Blair……….…. 21
2.4 Model Cobb Douglas……… 22
2.5 Model Harrod Domar Sistem Daerah……….….. 23
2.6 Pengganda Basis Lapangan……….….. 24
3.1 Perhitungan Location Quotitent……….…… 44
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
A. Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Pengolahan Provinsi Banten Tahun 2005-2010
B. Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Pengolahan Kota Tangerang Tahun 2005-2010
C. Perhitungan Location Quotient
D. Komponen Shift Share Kota Tangerang E. Komponen Share Kota Tangerang
F. Komponen Differential Shift Kota Tangerang G. Komponen Proportional Shitf Kota Tangerang H. Rata-rata komponen Shift Share Kota Tangerang
(22)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sejak Reformasi berlalu, pemerintahan Indonesia memperkenalkan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi atau disebut Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola dan mengatur sumber-sumber yang ada di daerahnya. Berdasarkan hal tersebut dikeluarkanlah UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dan UU No. 25 Tahun 1999 yang diganti menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Hal ini memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri
Menurut Syarifah Lies F.A dan M. Nasir A (2001:1), pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dan pembangunan daerah ini ditujukan pada urusan peningkatan kualitas masyarakat, pertambahan ekonomi dan pemerataan ekonomi yang optimal, perluasan tenaga kerja, peningkatan taraf hidup masyarakat. Pembangunan yang dilakukan akan berdampak pada tumbuhnya perekonomian dan segala bidang lainnya baik di pusat maupun di daerah dengan sektor-sektor ekonomi yang dimiliki. Pembangunan yang dilakukan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memasuki kegiatan-kegiatan ekonomi yang berdampak positif kepada keadaan keuangan mereka.
(23)
Pertumbuhan dan pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya perubahan keadaan ekonomi di masyarakat sehingga mereka dapat hidup dengan cukup. Menurut Tarigan (2005,55) pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di daerah tersebut dengan adanya kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi. Pendapatan daerah ini menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang berada di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu daerah juga ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di daerah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar daerah atau mendapat aliran dana dari luar daerah.
Untuk mengukur pertumbuhan dan pembangunan tersebut sebagai indikatornya dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto yang dihasilkan oleh setiap daerah baik Provinsi/Kota/Kabupaten. Masing-masing daerah memiliki hasil yang berbeda-beda terlihat dalam perolehan PDRB daerah tersebut. Sedangkan PDRB ini terdiri dari sembilan sektor ekonomi. Sembilan sektor ekonomi tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut berspesialisasi pada sektor tertentu yang memiliki keunggulan. Dalam kaitan penelitian ini Provinsi Banten ditunjukkan dengan perkembangan yang pesat dari sektor industri pengolahan. Di bawah ini disajikan tabel mengenai sektor industri pengolahan non migas di Provinsi Banten.
(24)
Tabel 1.1
Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Berdasarkan Sektor Industri Pengolahan Non Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Menurut Kota/Kabupaten Tahun 2008-2010 (Jutaan Rupiah) PDRB
Kota/Kabupaten 2008 2009 2010
Kota Tangerang 13.229.930 13.502.460 13.985.850
Kota Serang 137.918,16 137.918,16 140.690,31
Kota Cilegon 6.848.341,04 11.814.829,89 12.399.688,73 Kota Tangerang Selatan 822.793,85 836.534,51 850.893,62 Kabupaten Tangerang 10.082.057 10.297.265 10.675.857 Kabupaten Serang 6.619.873.36 6.958.942.30 4.371.008,99
Kabupaten Lebak 354.578 360.131 368.468
Kabupaten Pandeglang 438.456,66 456.270,83 473.163,81 Sumber : Badan Pusat Statistik - 2011 (diolah kembali)
Berdasarkan tabel 1.1 di atas Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan sektor industri pengolahan non migas atas dasar harga konstan menurut Kota dan Kabupaten di wilayah Provinsi Banten. Tabel di atas dapat menjelaskan mengenai sektor industri pengolahan non migas yang berada diperoleh Kota/Kabupaten dalam wilayah Provinsi Banten dari tahun 2009-2010. Hasilnya menunjukkan bahwa Sektor Industri Pengolahan Non Migas Kota Tangerang lebih besar dibandingkan dengan Sektor Industri yang dihasilkan oleh Kota/Kabupaten yang lain di wilayah Provinsi Banten.
Pada tahun 2009-2010, kegiatan Sektor Industri Pengolahan Non Migas Kota Tangerang lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan sektor Industri Pengolahan Non Migas di Kota/Kabupaten lainnya. Urutan kedua dari kegiatan sektor Industri Pengolahan Non Migas yang maju yaitu Kabupaten Tangerang selanjutnya Kota Cilegon dan Kabupaten Serang. Urutan empat terbawah dengan kegiatan sektor Industri Pengolahan Non Migas yaitu Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kota
(25)
Serang. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan sektor Industri Pengolahan Non Migas yang berada di Provinsi Banten tidak hanya mendominasi di daerah Kota tetapi daerah Kabupaten pun memiliki kompetitif yang baik dan tinggi.
Berdasarkan pemaparan di atas bahwa terlihat di mana kegiatan sektor Industri Pengolahan Non Migas sangat dominan di Provinsi Banten. Kegiatan sektor ini didominasi oleh kegiatan yang berlangsung di Kota Tangerang. Kota Tangerang yang paling maju dalam kegiatan sektor Industri Pengolahan Non Migas dibandingkan dengan daerah lainnya. Kegiatan sektor Industri Pengolahan ini didukung oleh kegiatan industri-industri yang berada di dalam daerah. Industri-industri yang memadai di Kota Tangerang memberikan sumbangan bagi kemajuan industri di Kota Tangerang. Kegiatan sektor ini berkorelasi dengan terserapnya sumber daya manusia yang sangat banyak. Di tambah dengan kegiatan sektor industri pengolahan non migas di Kota Tangerang sangat didominasi dengan kegiatan yang berskala menengah dan besar. Oleh karena itu, kegiatan industri Kota Tangerang sangat maju dan berkembang serta dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Diagram 1.1
Statistik Industri Besar dan Sedang Kota Tangerang tahun 2008-2010 (unit usaha)
(26)
Berdasarkan tabel di atas, menjelaskan bagaimana keadaan sektor industri pengolahan non migas di Kota Tangerang. Industri-industri pengolahan banyak berdiri di Kota Tangerang. Sejak 2008-2011, Industri Besar berdiri di Kota Tangerang mengalami fluktuasi. Di mana pada tahun 2008-2009 mengalami peningkatan sebesar 18.5 %. Sedangkan pada tahun 2009-2010 mengalami penurunan sebesar 18.9 %. Selanjutnya Industri sedang yang berdiri pada tahun 2008-2011 mengalami penurunan. Di mana pada tahun 2008-2009 mengalami penurunan sebesar 22.2 % dan tahun 2009-2010 sebesar 0.3 %.
Diagram 1.2
Perolehan Tenaga Kerja IBS Kota Tangerang
Sumber : BPS Kota Tangerang 2011 (diolah kembali)
Meskipun jumlah IBS di Kota Tangerang menurun, tetapi penyerapan tenaga kerja mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2008-2011. Pada tahun 2008-2009 penyerapan tenaga kerja melalui IBS sebanyak 173.265 orang meningkat sebesar 5.61 % yaitu sebanyak 182.997 orang. Sedangkan pada tahun 2010 menurun sebesar 2 % sebanyak 179.439 orang yang terserap dalam IBS Kota Tangerang.
(27)
Keadaan IBS tersebut terbagi atas beberapa perusahaan menurut sub sektor Industri Pengolahan Non Migas. Sub sektor Industri Pengolahan tersebut terbagi menjadi 9 sub sektor yaitu di bawah ini :
Tabel 1.2
Banyaknya Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Sub Sektor Kegiatan di Kota Tangerang Tahun 2010
No Sub Sektor Kegiatan Perusahaan Total Perusahaan
Total Tenaga Kerja
1 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
70 12693
2 Industri Tekstil, Barang Kulit dan Tembakau
129 53997
3 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
53 9232
4 Industri Kertas, dan Barang Cetakan 47 6121 5 Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari
Karet
138 56704
6 Industri Semen dan Barang Galian Non Logam
17 4552
7 Industri Logam Dasar, Besi dan Baja 60 11414 8 Industri Alat Angkutan, Mesin dan
Peralatan
95 24631
9 Industri Barang Lainnya 2 95
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka (diolah kembali)
Berdasarkan tabel di atas, memberikan kondisi dan gambaran dari sub sektor industri pengolahan yang berada di Kota Tangerang pada tahun 2010. Jumlah perusahaan masing-masing sub sektor dapat dilihat banyak berdiri Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet sebanyak 138 perusahaan, sedangkan jumlah perusahaan yang sedikit berdiri di Kota Tangerang yaitu Industri Barang Lainnya sebanyak 2 perusahaan. Sedangkan penyerapan tenaga kerja banyak dilakukan akibat banyak berdirinya perusahaan industri-industri sub sektor di Kota Tangerang. Jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sub sektor industri paling banyak di Kota Tangerang yaitu berasal dari
(28)
Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet sebanyak 56704 orang, dan paling sedikit yang terserap dalam Industri Barang Lainnya sebanyak 95 orang.
Bagaimana ingin mengembangkan industri tersebut bilamana tenaga kerja yang terserap tidak sebanding dengan jumlah usaha yang berdiri. Sehingga akhirnya akan menghambat perekonomian daerah tersebut. Oleh karena itu, judul dari penelitian ini adalah “Analisis Potensi Ekonomi Sub
Sektor Industri Pengolahan Kota Tangerang Periode 2005-2010”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas memberikan gambaran keadaan Kota Tangerang yang lebih maju dibandingkan dengan Kota/Kabupaten di Provinsi Banten. Kemajuan yang diperoleh oleh Kota Tangerang dikarenakan sektor Industri Pengolahan Non Migas yang maju pesat dan keadaan industri di Kota Tangerang pun menggambarkan keadaan yang positif meningkat. Keadaan industri di Kota Tangerang sendiri didominasi oleh industri besar dan sedang oleh karena itu industri Kota Tangerang maju dengan pesat.
Keadaan geografi Kota Tangerang yang merupakan daerah perluasan administrasi dari Kabupaten Tangerang, dan merupakan Kota yang terkecil kedua setelah Kota Tangerang Selatan. Keadaan geografis yang lebih kecil dibanding dengan Kota dan Kabupaten lain memberikan gambaran bahwa dengan daerah yang kecil ini Kota Tangerang dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat. Keterkaitannya dengan daerah di sekitar Kota Tangerang
(29)
memberikan masukan yang baik kepada Kota untuk perolehan sektor-sektor yang berkembang di Kota Tangerang.
Industri yang berdiri dan berkembang di Kota Tangerang banyak ragam dan jenisnya. Sehingga memberikan kesempatan masyarakat untuk memasuki dunia industri kemudian masyarakat di daerah lain pun banyak yang memasuki dunia ini. Tenaga yang terserap memberikan produktifitas untuk komoditas yang dihasilkan pun memiliki hasil yang berbeda pula. Ini menyebabkan penulis ingin mengetahui sub sektor yang berpotensi di Kota Tangerang dalam menyumbang nilai perolehan PDRB Kota Tangerang. Berdasarkan paparan di atas dapat dirincikan rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sub Sektor Industri manakah yang merupakan basis dan non basis di Kota Tangerang sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi;
2. Bagaimana struktur ekonomi dari Sub Sektor Industri Pengolahan Non Migas Kota Tangerang;
3. Apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, dan peluang dari masing-masing industri yang berada di Kota Tangerang serta hambatan yang dihadapi;
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis :
1. Untuk mengetahui jenis industri yang basis dan non basis di Kota Tangerang.
2. Untuk menganalisis struktur dari sub sektor Industri Pengolahan Non Migas di Kota Tangerang.
(30)
3. Untuk menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan dari sub sektor industri pengolahan unggulan yang berada di Kota Tangerang.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat bagi Pemerintah Daerah
Kegiatan penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah sebagai bahan acuan, petunjuk, dan masukkan untuk menjalankan perekonomian dan pengambil kebijakan sehingga dapat mengembangkan daerahnya. Serta khususnya dalam pengembangan sub sektor industri pengolahan non migas.
2. Manfaat bagi Akademisi
Kegiatan penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi akademisi sebagai bahan rujukan, referensi, dan bacaan yang berguna bagi kegiatan pembelajaran. Dan akhirnya penelitian ini juga dapat mengembangkan kemampuan analisis dan berpikir kritis mengenai permasalahan ekonomi khususnya ekonomi daerah.
3. Manfaat bagi peneliti sendiri
Kegiatan penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti dapat memberikan banyak pengetahuan dan pembelajaran. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pengembangan skill dan kemahiran peneliti dalam menganalisis keadaan ekonomi daerah selanjutnya.
(31)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel 1. Konsep Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi berarti proses yang dilakukan oleh pemerintah sehingga maksud dari pembangunan ini baik itu perubahan struktur ekonomi dan penambahan pendapatan secara jangka panjang dapat tercapai. Kemudian kemajuan ekonomi bukan satu-satunya komponen dalam proses pembangunan ekonomi (Todaro:2009,100). Sehingga dengan demikian maksud dan tujuan dari pembangunan ekonomi sangat luas dan dalam kurun waktu yang lama. Konsep-konsep pembangunan ekonomi banyak dikembangkan oleh para ahli yaitu di antaranya:
a. Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi menurut W.W Rostow
Rostow memakai pendekatan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Rostow membedakan adanya lima tahap pertumbuhan ekonomi yaitu:
1) Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional diartikan sebagai suatu masyarakat yang strukturnya berkembang di sepanjang fungsi produksi berdasarkan ilmu dan teknologi pra-Newton dan sebagai hasil pandangan pra-Newton terhadap dunia fisika. Ini berarti bahwa dalam masyarakat seperti itu sama sekali tidak terjadi perubahan
(32)
ekonomi. Sebenarnya, banyak tanah dapat digarap, skala dan pola perdagangan dapat diperluas, manufaktur dapat dibangun dan produktifitas pertanian dapat ditingkatkan sejalan dengan peningkatan penduduk dan pendapatan nyata.
Fakta menunjukkan bahwa keinginan untuk menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern secara teratur dan sistematis tertahan pada adanya suatu batas yaitu tingkat output per kapita yang dapat dicapai. Sedangkan bukan tidak ada daya cipta dan pembaruan tetapi karena tidak ada sarana yang mendukung. Pada tahap ini seluruh sistem yang berjalan masih sangat terbatas, sehingga pencapaian produktifitasnya pun masih terbatas (Jhingan:2010,143).
2) Pra Syarat Tinggal Landas
Tahap kedua ini merupakan masa transisi di mana prasyarat-prasyarat pertumbuhan swadaya dibangun atau diciptakan. Pada mulanya berkembang suatu gagasan bahwa kemajuan ekonomi bukanlah sesuatu yang mustahil dan merupakan satu syarat penting bagi tujuan lain yang dianggap terbaik baik itu berupa kebanggaan nasional, keuntungan pribadi, kesejahteraan umum atau kehidupan yang lebih baik bagi anak cucu.
Prasyarat yang diperlukan untuk mempertahankan industrialisasi menurut Rostow biasanya memerlukan perubahan radikal pada tiga sektor non industry yaitu pertama perluasan
(33)
modal overhead sosial. Kedua, revolusi teknologi di bidang pertanian, sehingga produktifitas pertanian meningkat untuk memenuhi permintaan penduduk kota. Ketiga, perluasan impor termasuk impor modal (Jhingan:2010,144).
3) Tinggal Landas
Tahap tinggal landas merupakan titik yang menentukan di dalam kehidupan suatu masyarakat. Rostow mendefinisikan tinggal landas sebagai revolusi industri yang bertalian secara langsung dengan perubahan radikal di dalam metode produksi yang dalam jangka waktu relatif singkat menimbulkan konsekuensi yang menentukan. Syarat tinggal landas menurut Rostow yaitu sebagai berikut :
1) Kenaikan laju investasi produktif
2) Perkembangan salah satu atau beberapa sektor manufaktur penting dengan laju pertumbuhan yang tinggi
3) Hadirnya secara cepat kerangka politik, sosial, dan organisasi yang menampung hasrat ekspansi di sektor modern dan memberikan daya dorong pada pertumbuhan (Jhingan: 2010,145)
4) Dorongan Menuju Kedewasaan
Rostow mendefinisikannya sebagai tahap ketika masyarakat telah dengan efektif menerapkan serentetan teknologi modern terhadap keseluruhan sumber daya mereka. Ini merupakan tahap
(34)
pertumbuhan swadaya jangka panjang yang merentang melebihi masa empat dasawarsa. Teknik produksi menggantikan teknik yang lama. Berbagai sektor penting baru tercipta. Tingkat investasi netto lebih dari 10 persen dari pendapatan nasional. Dan perekonomian dapat menahan segala goncangan yang tak terduga (Jhingan: 2010,148).
5) Era Konsumsi Massa Besar-besaran
Abad konsumsi massa besar-besaran ditandai dengan migrasi ke pinggiran kota, pemakaian mobil secara luas, barang-barang konsumen dan peralatan rumah tangga yang tahan lama. Keseimbangan perhatian masyrakat beralih dari penawaran ke permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi dan kesejahteraan dalam arti luas. Kecenderungan kepada konsumsi besar-besaran barang yang tahan lama, ketiadaan pengangguran dan peningkatan kesadaran akan jaminan sosial, membawa kepada laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi (Jhingan: 2010,149).
b. Teori Malthus
Konsep pembangunan menurut Malthus dalam (Jhingan: 2010,97) tidak menganggap proses pembangunan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Malahan proses pembangunan ekonomi memerlukan berbagai usaha yang konsisten di pihak rakyat. Jadi menurut Malthus proses pembangunan adalah suatu proses naik
(35)
turunnya aktifitas ekonomi lebih dari pada sekedar lancar tidaknya aktifitas ekonomi.
Malthus menitikberatkan perhatiannya kepada perkembangan kesejahteraan suatu Negara yaitu pembangunan ekonomi yang dapat dicapai dengan meningkatkan kesejahteraan suatu Negara. Kesejahteraan ini bergantung kepada kuantitas produk yang dihasilkan oleh tenaga kerjanya, dan sebagian lainnya dihasilakan atas nilai produk tersebut. Menurut Malthus, faktor-faktor dalam pembangunan ekonomi yaitu Gross National Product (GNP). GNP ini menurut Malthus dibagi 2 yaitu GNP Potensial dan GNP aktual. GNP potensial tergantung pada tanah, tenaga kerja, modal dan organisasi. Bila keempat faktor tersebut dipakai dalam proporsi yang benar maka akan memaksimasi produksi di dua sektor yaitu industri dan pertanian.
c. Teori Arthur Lewis
Salah satu model teoritis tentang pembangunan yang paling terkenal, yang memusatkan pada transformasi structural (structural transformation) suatu perekonomian subsisten, mula-mula dirumuskan oleh W. Arthur Lewis, salah satu ekonom besar dan penerima Hadiah Nobel pada pertengahan decade 1950-an. Menurut model pembangunan yang diajukan oleh Lewis, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor yakni sektor tradisional dan sektor industri perkotaan (Todaro,1998:89).
Profesor W. Arthur Lewis dalam Jhingan (2010:156) membangun teori yang sangat sistematis mengenai pembangunan
(36)
ekonomi dengan penawaran buruh yang tidak terbatas. Lewis percaya bahwa di banyak Negara terbelakang tersedia buruh dalam jumlah yang tak terbatas dan dengan upah sekedar cukup untuk hidup (subsistem). Pembangunan ekonomi berlangsung apabila modal terakumulasi sebagai akibat peralihan buruh surplus dan sektor subsisten ke sektor kapitalis.
Perhatian utama dari model ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern/sektor kapitalis. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan tenaga kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut. Adapun laju atau kecepatan terjadinya perluasan tersebut ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern.
2. Pembangunan Ekonomi Daerah
Arsyad (1999:108) dalam Lina Suherty (2011) menjelaskan pembangunan ekonomi daerah merupakan proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah juga berdasarkan pada (Lia:2007): 1. Prinsip-prinsip renovasi
(37)
3. Perhitungan efek multiplier
4. Hubungan dan kaitan yang dapat diharapkan akan timbul
Dalam membangun daerah diperlukan kebijakan yang mengatur. Kebijakan pembangunan ekonomi daerah adalah penggunaan secara sadar berbagai macam pendapatan untuk merealisasikan tujuan-tujuan daerah yang tanpa adanya usaha yang sengaja tersebut tidak dapat tercapai (Lia: 2007). Tujuan utama pembangunan regional menurut Syarijudin (1997) dalam Siti Rukhmi Fuadati (2008) sebenarnya diarahkan kepada pengurangan ketimpangan pendapatan yang terlalu mencolok, dan pemberian pelayanan sosial yang lebih baik.
Kebijakan muncul akibat dari adanya perencanaan yang tepat. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang tersedia di daerah dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam rangka menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab. Dengan demikian diharapkan perekonomian wilayah dapat mencapai keadaan perekonomian yang lebih baik pada masa dating disbanding dengan keadaan sekarang ini, atau minimal sama dengan keadaan ekonomi sekarang. (Arief Daryanto, 2010:1)
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sukirno (2004, 200) dalam kegiatan perekonomian, di mana pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fiskal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu Negara seperti penambahan dan jumlah
(38)
produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, penambahan sektor jasa dan penambahan barang modal.
Dari penjelasan di atas berikut akan disajikan model-model pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh ahli ekonom dunia, yaitu sebagai berikut :
a. Teori Simon Kuznets
Prof. Simon Kuznets dalam Jhingan (2010:57) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Definisi ini memiliki tiga komponen yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang.
Kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk. Ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan ideology sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Prof. Simon Kuznets menunjukkan enam ciri-ciri pertumbuhan ekonomi modern yaitu laju pertumbuhan penduduk dan produk per kapita, peningkatan produktifitas, laju perubahan struktural
(39)
yang tinggi, urbanisasi, ekspansi Negara maju, dan arus barang, modal, dan orang antar bangsa.
b. Teori Harrod-Domar
Model pertumbuhan ekonomi Harrod Domar dalam Jhingan (2010: 229) dibangun berdasarkan pengalaman Negara maju. Ke semuanya terutama dialamatkan kepada perekonomian kapitalis maju dan mencoba menelaah persyaratan pertumbuhan mantap (steady growth) dalam perekonomian. Baik Harrod dan Domar tertarik untuk mencari tingkat pertumbuhan pendapatan yang diperlukan bagi kehidupan perekonomian yang berjalan mulus dan tersendat-sendat. Kendati model mereka berbeda dalam rincian, namun keduanya nyaris sampai pada kesimpulan yang sama.
Harrod Domar memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama ia menciptakan pendapatan, dan kedua ia memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama dapat disebut sebagai dampak permintaan, dan yang kedua disebut dampak penawaran investasi.
c. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramovits dan Solow dikenal dengan model pertumbuhan Solow
(40)
(Solow Growth Model). Pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pengembangan faktor-faktor produksi. Pandangan ini dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
(2.1) Di mana :
adalah tingkat pertumbuhan ekonomi. adalah tingkat pertumbuhan modal.
adalah tingkat pertumbuhan penduduk/tenaga kerja. adalah tingkat pertumbuhan teknologi.
Faktor terpenting yang mewujudkan pertumbuhan ekonomi bukanlah pertambahan modal dan pertambahan tenaga kerja. Tetapi faktor yang paling penting adalah kemajuan teknologi dan pertambahan kemahiran dan kepakaran tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan dalam proses pertumbuhan ekonomi diperlukan keahlian dari tenaga kerja dalam menggunakan teknologi yang tersedia. Sedangkan faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :
a. Tanah dan kekayaan alam lainnya
b. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja c. Barang-barang modal dan tingkat teknologi d. Sistem sosial dan sikap masyarakat
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai pertumbuhan yang mana sebuah proses penambahan dari output yang dihasilkan oleh suatu daerah.
(41)
Sedangkan sering kita mendengar mengenai laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Laju pertumbuhan ini dapat diukur melalui indikator perkembangan PDB dari tahun ke tahun untuk tingkat nasional sedangkan indikator yang digunakan dalam perkembangan ekonomi di daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perhitungan pertumbuhan ekonomi melalui PDB/PDRB ini dapat dilakukan dalam jangka waktu triwulan dan tahunan. Maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
% 100 ) (
1 1
t t t
t
PDBR PDBR PDBR
G (2.2)
Dimana: Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan atau tahunan).
PDBRt = Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga konstan).
PDBRt-1 = Produk Domestik Bruto Riil satu periode sebelumnya.
4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Menurut Tarigan (2005,80) Pertumbuhan ekonomi wilayah/daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Penjelasan lain menurut Sjahrizal (2008,90), teori pertumbuhan ekonomi daerah ini merupakan bagian penting dalam analisa ekonomi regional karena pertumbuhan merupakan unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas. Adapun teori-teori pertumbuhan ekonomi daerah yang dikembangkan antara lain :
(42)
a. Model Basis Ekspor (Ekspor Base Model)
Model ini mula-mula diperkenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan (Sjafrizal : 2008,87). Hal ini akan terjadi karena peningkatan ekspor tersebut akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) kepada perekonomian daerah.
Sebagaimana dikemukakan oleh John P. Blair dalam Sjafrizal (2007:87) model basis ekspor ini dapat diformulasikan dengan menggunakan apa yang disebut sebagai Formal Income Model. Dalam model ini, Pendapatan Regional (PDRB) suatu daerah dapat diungkapkan sebagai berikut :
Y = C + MI – MO (2.3)
Di mana Y adalah pendapatan regional, C adalah konsumsi, MI menunjukkan arus uang masuk karena adanya ekspor dan MO adalh arus uang keluar karena adanya impor. Model basis ekspor dapat pula diformulasikan dengan model basis ekonomi (Economic Base Model) dengan hasil yang sangat bersamaan. Dalam hal ini, perekonomian suatu daerah (Y) dibagi atas 2 kelompok sektor utama yaitu sektor
(43)
basis (B) dan sektor non basis (S). Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebgai penunjang sektor basis atau dapat dikatakan service industries (Sjafrizal: 2005,89).
b. Model Neo-Klasik
Model Neo Klasik dalam Sjafrizal (2008:95) dipelopori oleh George H. Bort (1960) dengan mendasarkan analisanya pada Teori Ekonomi Neo-Klasik. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah.
Karena kunci utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah peningkatan kegiatan produksi, maka mengikuti Richardson (1978) dalam Sjafrizal (2008:95) model Neo-Klasik ini dapat diformulasikan mulai dari fungsi produksi. Dengan menganggap bahwa fungsi produksi adalah adalam bentuk Cobb-Douglas, maka dapat ditulis :
Y = A Kα Lβ, α + β = 1 (2.4)
Di mana Y melambangkan PDRB, K dan L masing-masingnya adalah modal dan tenaga kerja. Karena analisa menyangkut
(44)
pertumbuhan maka semua variabel dianggap adalah fungsi waktu (t). Selanjutnya Model Neo-Klasik yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu kemajuan teknologi (a), penambahan modal atau investasi (k), dan peningkatan jumlah dan kualitas tenaga kerja (l).
c. Teori Harrod Domar dalam sistem daerah
Teori Harrod Domar sangat diperhatikan bagi wilayah yang masih terbelakang dan terpencil atau hubungan keluarnya sangat sulit. Atas dasar asumsi tersebut Harrod Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :
g = k = n (2.5)
di mana: g : Growth (tingkat pertumbuhan output) k : Capital (tingkat pertumbuhan modal) n : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Agar dapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = rasio modal output).
d. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi (economic base theory) dalam Tarigan (2005,28) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
(45)
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah/daerah.
Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja yaitu dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis. Dan apabila kedua angka itu dapat dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio basis (ratio base) dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis. Nilai pengganda basis lapangan kerja dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Pengganda basis = total lapangan kerja (2.6)
lapangan kerja basis
Hal yang sama dapat juga dilakukan dengan menggunakan ukuran lain, misalnya pendapatan. Dalam menggunakan ukuran pendapatan, nilai pengganda basis adalah besarnya kenaikan pendapatan seluruh masyarakat setiap satu unit kenaikan pendapatan di sektor basis. Dalam hal pendapatan, nilai pengganda basis yang diperoleh dinamakan pengganda basis pendapatan (income base multiplier).
Peningkatan pendapatan di sektor basis akan mendorong kenaikan pendapatan di sektor non basis dalam bentuk korelasi yang lebih ketat dibandingkan dengan menggunakan variabel lapangan
(46)
kerja. Berikut beberapa metode untuk memilah antara kegiatan basis dan kegiatan non basis adalah sebagai berikut :
a. Metode Langsung
Metode langsung dapat dilakukan dengan survei langsung kepada usaha ke mana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut.
b. Metode Tidak Langsung
Mengingat rumitnya melakukan survei langsung ditinjau dari sudut waktu dan biaya, banyak juga dipakai metode tidak langsung dalam mengukur kegiatan basis dan non basis. Salah satu metode tidak langsung adalah dengan menggunakan asumsi atau disebut metode asumsi. Dalam metode asumsi, berdasarkan kondisi wilayah/daerah tersebut (berdasarkan data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan non basis.
c. Metode Campuran
Suatu wilayah/daerah yang sudah berkembang, cukup banyak usaha yang tercampur antara kegiatan basis dan non basis. Penggunaan metode asumsi murni akan memberikan kesalahan yang besar. Akan tetapi, penggunaan metode langsung yang murni juga cukup berat. Yang sering dilakukan orang adalah gabungan antara metode asumsi dengan metode langsung yang disebut
(47)
metode campuran. Dalam metode campuran diadakan survei pendahuluan, yaitu pengumpulan data seperti BPS. Dari data sekunder berdasarkan analisis kegiatan mana yang dianggap basis dan non basis.
d. Metode Location Quotient
Metode lain yang tidak langsung adalah dengan menggunakan location quotient (metode LQ). Metode LQ membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah/daerah kita, dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional.
5. Analisis Shift Share
Lina Suherty (2008) menjelaskan analisis Shift Share sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tarigan (2005,145) analisis ini lebih tajam dibandingkan dengan analisis LQ. Metode LQ tidak memberikan penjelasan atas faktor penyebab perubahan sedangkan metode Shift Share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel.
Arief Daryanto (2010:25) Analisis Shift Share mengakui adanya perbedaan dan kesamaan antar wilayah. Analisis ini mengasumsikan bahwa perubahan pendapatan, produksi atau tenaga kerja suatu wilayah dapat dibagi dalam tiga komponen yaitu komponen pertumbuhan regional (regional growth component atau komponen national shift), komponen
(48)
pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growth component atau proportional shift) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional share growth component atau differential shift).
Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar. Arsyard dalam Lina Suherty (2008) analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam tiga bidang yang meliputi pertumbuhan ekonomi daerah, pergeseran proportional dan pergeseran diferensial.
6. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu organisasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis internal ini meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan (Strenght) dan kelemahan (Weakness). Sementara analisis eksternal mencakup faktor peluang (Opportunity) dan tantangan (Threaths) (BPS:2011,10). Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT adalah :
a. Pendekatan kualitatif matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (peluang dan tantangan) sedangkan dua kota sebelah kiri adalah faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis
(49)
yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal.
Gambar 2.1 Matriks SWOT Kearns
Eksternal Internal
OPPORTUNITY THREATHS
STRENGTH Comparative Advantage Mobilization WEAKNESS Divestment/Investment Damage Control
Sumber : Hisyam (1998) dalam BPS
Comparative advantages merupakan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih cepat. Mobilization merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian mengubah ancaman itu menjadi peluang.
Divestment/Investment merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain atau memaksakan menggarap peluang itu.
Damage Control merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi
(50)
dengan ancaman dari luar dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah damage control (mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.
b. Pendekatan kuantitatif analisis SWOT
Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitatif melalui perhitungan analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1998) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu :
1) Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor serta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T.
2) Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O dengan T (e); perolehan angka d = x selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y.
3) Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT, yaitu :
a) Kuadran I (positif, positif), posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.
(51)
b) Kuadran II (positif, negatif), posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karena itu, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.
c) Kuadran III (negatif, positif), posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
d) Kuadran IV (negatif, negatif), posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk menggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
(52)
7. Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Bruto adalah total nilai atau harga pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam suatu negara dalam kurun satu tahun. Sedangkan pada daerah dapat dihitung dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk menghitung PDRB yang didapat dari suatu daerah, ada 3 pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:
a. Pendekatan Produksi adalah menghitung nilai tambah dari suatu barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah, dengan cara mengurangkan biaya dari masing-masing total produksi produk bruto dari tiap-tiap kegiatan, sub sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
b. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud yaitu gaji dan upah, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainya.
c. Menurut Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir seperti:
1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung.
(53)
3) Pembentukan modal tetap domestik bruto. 4) Perubahan stock.
5) Ekspor netto. Dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Ekspor netto merupakan ekspor dikurangi impor.
8. Pengembangan Sub Sektor Industri Potensial
Chenery dalam Sukirno (2007,250) mengenai corak perubahan struktur sektor industri dalam proses pembangunan. Dalam analisis Chenery yaitu menganalisis perubahan peranan industri-industri yang tergolong dalam sub sektor industri pengolahan dalam menciptakan produk nasional.
Pola ekonomi yang bergeser menjadi sektor industri yang dulunya sektor pertanian menyebabkan masyarakat terjun dalam sektor ini. Ditambah sektor industri yang menjadi penyumbang dalam perekonomian suatu Negara dan daerah. Kemudian sektor industri itu banyak jenisnya baik yang migas dan non migas. Sektor non migas pun banyak jenisnya sehingga menjadikan banyak pilihan bagi masyarakat. Hal demikian menunjukkan bahwa dalam pengembangan sub sektor industri harus disiapkan dengan perencanaan yang matang agar tujuannya dalam memajukan masyarakat dapat tercapai.
Sedangkan dikenal pula istilah mengenai competitive advantage (keunggulan kompetitif) di mana keunggulan ini diperoleh melalui usaha, kerja, karya dan cipta suatu daerah dengan menciptakan karya baru yang memberikan pengaruh kepada daerah ditambah dengan daerah tersebut
(54)
memiliki potensi dari kekayaan alamnya. Kegiatan perekonomian yang berada di daerah akan berpengaruh kepada suatu kegiatan tersebut dapat dikatakan maju atau tidak.
Perubahan struktur yang dikemukakan oleh Chenery menunjukkan kegiatan ekonomi yang makin beragam ditambah dengan keunggulan yang dihasilkan tiap daerah dengan mengolah sumber daya masing-masing sehingga timbullah pengembangan dari sub sektor yang ada. Kaitan hal tersebut untuk keberlanjutan dari kegiatan produksi suatu daerah dengan potensi yang dimiliki sehingga akhirnya masyarakat akan maju dan sejahtera.
B. Penelitian Terdahulu
Kartika Hendra Titi Sari (2010) dengan judul penelitian Indentifikasi Potensi Ekonomi Daerah Boyolali, Karanganyar dan Sragen tahun 1993-2003. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Analisis Tipologi Klasen dan Analisis Location Quotient (LQ). Variabel-variabel yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto. Objek penelitian ini berada pada daerah Boyolali, Karanganyar, dan Sragen. Hasil penelitian ini adalah sektor pertanian, perdagangan dan industri menduduki urutan pertama sektor yang basis di Boyolali. Sektor industri dan perdagangan menduduki urutan pertama sektor yang basis di Karanganyar. Sektor jasa menduduki urutan pertama yang menjadi sektor basis di Sragen.
Lina Suherty (2011) dengan judul penelitian Analisis Pengembangan Sektor Ekonomi Potensial Kabupaten Barito Kuala periode 2005-2009.
(55)
Variabel-variabel yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), laju pertumbuhan ekonomi, sektor-sektor ekonomi, pertumbuhan sektor ekonomi, perkembangan sektor ekonomi potensial, komponen share, komponen net shift, differential shift dan proportional shift. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Location Quoteient, analisis Shift Share dan Tipologi Sektoral. Hasil dari penelitian ini terdapat 3 sektor yang basis di Kabupaten Barito Kuala yaitu Sektor pertanian, Sektor industri pengolahan, dan Sektor bangunan. Sedangkan sisanya termasuk sektor yang non basis.
Syarifah Lies Fuaidah Azhar dan M. Nassir Abdussamad (2006) dengan judul penelitian Analisis sector basis dan non basis di provinsi Nangroe Aceh Darussalam periode 1992-2001. Variabel yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah PNB (Produk Nasional Bruto) dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) NAD. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Location Quotient (LQ). Hasil dari penelitian ini adalah diperoleh bahwa sektor yang menjadi basis di NAD adalah sektor pertanian, industry pengolahan dan pertambangan dan penggalian kemudian sektor lainnya merupakan sektor non basis.
Galih Permatasari (2012) dengan judul Strategi pengembangan wilayah melalui analisis sektor basis terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sragen. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Location Quotient, Analisis Shift Share dan Analisis SWOT. Variabel yang digunakan PDRB Kabupaten Sragen, Laju Pertumbuhan. Hasil penelitian ini adalah Kabupaten Sragen memiliki empat sektor basis yaitu, sektor pertanian, listrik,
(56)
gas dan air, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, jasa-jasa. Sedangkan analisis shift share sektor pertambangan, industri, listrik, bangunan, perdagangan, angkutan dan sektor bank adalah sektor yang berspesialisasi pada sektor yang di tingkat provinsi tumbuh lebih cepat dan sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor bank, sektor jasa-jasa adalah sektor yang pertumbuhannya lebih cepat dari pada propinsi. Strategi pengembangan sektor potensial di Kabupaten Sragen adalah melakukan penyuluhan dan pemeliharaan terhadap sektor pertanian, memanfaatkan teknologi dan menaikkan kualitas produk agar kesempatan ekspor semakin luas, memperbaiki infrastruktur daerah, masyarakat dan pemerintah saling bekerja sama untuk mewujudkan visi misi daerah.
Muzafar Shah Habibullah dan Alias Radam (2009) dengan judul Industry Concentration in Rich and Poor State in Malaysia: Location Quotient and Shift Share Analyses. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah Gross Domestic Product (GDP) tahun 1997 dan 2000. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Location Quotient dan Shift Share. Hasil penelitian ini adalah sektor pertanian menjadi basis pada wilayah Kedah dan Perlis. Untuk wilayah Kelantan yang menjadi basis adalah sektor pertanian dan jasa. Wilayah Penang yang menjadi basis adalah sektor industri dan jasa. Untuk wilayah Selangor yang menjadi basis adalah sektor industri, konstruksi dan jasa.
Larisa Bugaian, Maria Gheorghita, dan Doina Nistor (2010) dengan judul Analysis of Industry Potential in Republic of Moldova. Variabel yang
(57)
digunakan adalah Gross Domestic Bruto (GDP) 2000-2008. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah sektor inudstri : anggur; Tekstil dan pakaian; teknologi informasi dan komunikasi; alas kaki; bahan konstruksi dan perabot telah yang paling potensial untuk berkontribusi terhadap transformasi pertumbuhan perekonomian Republik Moldova.
Untuk lebih lengkapnya, penulis akan menyajikan penelitian-penelitian di atas dalam bentuk sebagai berikut :
(58)
Tabel 2.1
Matrik Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian
1. Kartika Hendra Titi Sari (2010)
Indentifikasi Potensi Ekonomi Daerah Boyolali, Karanganyar dan Sragen tahun 1993-2003
Produk Domestik Regional Bruto
Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis Tipologi Klasen, dan analisis Location Quotient
sektor pertanian, perdagangan dan industri menduduki urutan pertama sektor yang basis di Boyolali. Sektor industri dan perdagangan menduduki urutan pertama sektor yang basis di Karanganyar. Sektor jasa menduduki urutan pertama yang menjadi sektor basis di Sragen
2. Lina Suherty (2011)
Analisis Pengembangan Sektor Ekonomi Potensial Kabupaten Barito Kuala
PDRB, laju
pertumbuhan
ekonomi, sektor-sektor ekonomi,
pertumbuhan sektor ekonomi,
Analisis Location Quoteient, analisis Shift Share dan Tipologi Sektoral
Terdapat 3 sektor yang basis di Kabupaten Barito Kuala yaitu Sektor pertanian, Sektor industri pengolahan, dan Sektor bangunan. Sedangkan sisanya termasuk sektor yang non basis.
3. Syarifah Lies Fuaidah Azhar dan
M. Nassir
Abdussamad (2006)
Analisis sector basis dan non basis di provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
PNB (Produk Nasional Bruto) dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) NAD
Analisis Location Quotient (LQ)
Sektor yang menjadi basis di NAD adalah sektor pertanian, industry pengolahan dan pertambangan dan penggalian. Dan sisanya sektor non basis.
4. Galih Permatasari (2012)
Strategi pengembangan wilayah melalui analisis sektor basis terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sragen
PDRB Kabupaten
Sragen, Laju
Pertumbuhan Ekonomi
Analisis Location Quotient, Analisis Shift Share dan Analisis SWOT
Kabupaten Sragen memiliki empat sektor basis yaitu, sektor pertanian, listrik, gas dan air, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, jasa-jasa
(59)
5. Muzafar Shah Habibullah dan Alias Radam (2009)
Industry Concentration in Rich and Poor State in Malaysia: Location Quotient and Shift Share Analyses
Gross Domestic Product (GDP) tahun 1997 dan 2000
Analisis Location Quotient dan Shift Share
sektor pertanian menjadi basis pada wilayah Kedah dan Perlis. Untuk wilayah Kelantan yang menjadi basis adalah sektor pertanian dan jasa. Wilayah Penang yang menjadi basis adalah sektor industri dan jasa. Untuk wilayah Selangor yang menjadi basis adalah sektor industri, konstruksi dan jasa.
6. Larisa Bugaian, Maria Gheorghita, dan Doina Nistor (2010)
Analysis of Industry Potential in Republic of Moldova
Gross Domestic Bruto (GDP) 2000-2008
Analisis kuantitatif dan kualitatif
sektor inudstri : anggur; Tekstil dan pakaian; teknologi informasi dan komunikasi; alas kaki; bahan konstruksi dan perabot telah yang paling potensial untuk berkontribusi terhadap transformasi pertumbuhan perekonomian Republik Moldova.
(60)
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Pengolahan Non Migas Kota Tangerang
Tenaga Kerja Sub Sektor Industri Pengolahan Non Migas Provinsi Banten
1. Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Tekstil, Barang Kulit dan Tembakau 3. Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan
5. Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet 6. Semen dan Barang Galian non Logam 7. Logam Dasar, Besi, dan Baja
8. Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan 9. Barang Lainnya.
1. Sub sektor basis dan non basis 2. Komponen Share : Komponen Share,
Differential Shift, dan Proportional Shift.
3. Faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan dari sub sektor industri pengolahan unggulan.
Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Analisis Data :
Location Quotient, Shift Share, dan SWOT
(61)
Berdasarkan gambar di atas menjelaskan bahwa dengan menggunakan tenaga kerja yang berada dalam sub sektor industri dapat digunakan untuk perhitungan kegiatan sub sektor industri yang menjadi unggulan bagi Kota Tangerang. Tenaga kerja ini diambil dari jumlah tenaga kerja yang berada dalam masing-masing jenis industri dan dibandingkan dengan daerah di atas Kota Tangerang yaitu Provinsi Banten. Sehingga pada akhirnya dimaksudkan untuk mengetahui keadaan industri baik di Kota Tangerang maupun daerah di atasnya yaitu Provinsi Banten.
Selanjutnya dalam identifikasi masalah telah ditetapkan akan dikaji sub sektor industri pengolahan yang menjadi basis di Kota Tangerang sejak 2005-2010. Berdasarkan peneliti sebelumnya yaitu Lina Suherty (2011) di mana dalam mengetahui sektor yang basis di daerah dengan menggunakan Location Quotient. Sedangkan perubahan struktur dalam ekonomi daerah dilihat bagaimana share PDRB terhadap sektor-sektor ekonomi. Dan penulis ingin mengembangkan bila mana metode tersebut ingin disajikan untuk melihat sub sektor yang basis di daerah dan bagaimana share sub sektor tersebut terhadap PDRB dan sub sektor lainnya.
Kemudian dalam penelitian Siti Ruchmi F (2008) di mana beliau meneliti pengembangan untuk sub sektor yang unggul dan potensial di Kabupaten Blitar. Pengembangan ini dilakukan dengan metode SWOT. Kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dimiliki oleh sub sektor itu dianalisa sehingga dapat memberikan masukan ke depannya. Sehingga pemerintah pun ikut menstimulus terhadap perkembangan industri. Kemudian
(62)
penulis ingin mengembangkan konsep SWOT ini dalam penelitian ini. Dalam kaitannya penelitian ini dengan kegiatan yang menjadi unggulan di Kota Tangerang dianalisa faktor-faktor pendukung dan penghambat dari industri sehingga menjadi bahan pedoman bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan regional untuk masing-masing industri. Yang pada akhirnya kegiatan industri akan tumbuh dan berkembang untuk menunjang perekonomian daerah.
(63)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dan data yang digunakan adalah data time series (runtun waktu) dari tahun 2005 sampai 2010. Penelitian ini dilakukan dengan objek penelitian yaitu Kota Tangerang dengan membandingkan keadaan perekonomian di Provinsi Banten. Data yang digunakan berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan dengan melihat Sub Sektor Industri Pengolahan Non Migas yaitu terdiri dari sembilan sub sektor. Sub sektor industri pengolahan yang diperoleh dari Kota Tangerang dan Provinsi Banten.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini tidak memerlukan sampel karena seluruh populasi dapat dijangkau oleh penulis. Tetapi dalam penentuan objek penelitian penulis menentukan sub sektor industri pengolahan untuk dianalisa sebagai penelitian karena Kota Tangerang merupakan wilayah maju di Provinsi Banten dengan sektor industri yang berkembang. Oleh karena itu penulis menganalisa sub sektor industri pengolahan Kota tangerang yang menjadi potensi bagi daerah dari tahun 2005-2010 dikarenakan pada tahun ini perkembangan Kota Tangerang semakin baik dibandingkan tahun sebelumnya.
(64)
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah menggunakan data sekunder. Data sekunder ini merupakan data yang diambil dari instansi-instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Pusat Statistik Kota Tangerang. Data yang digunakan berupa PDRB sub sektor industri pengolahan yang terdiri dari sembilan jenis industri periode 2005-2010 dan jumlah tenaga kerja dari masing-masing jenis industri dalam sektor industri pengolahan di Kota Tangerang.
D. Metode Analisis
Analisis data yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan Analisis Kuantitatif yang merupakan suatu metode analisis yang bersifat hitungan dengan mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data yang berbentuk angka. Dalam penelitian ini juga menggunakan analisis Kualitatif dengan mengadakan wawancara dan observasi terhadap objek penelitiannya. Data yang digunakan yaitu PDRB sub sektor industri pengolahan Kota Tangerang atas dasar harga konstan periode tahun 2005-2010 dan tenaga kerja dalam sembilan jenis industri. Dengan judul penelitian “Analisis Potensi Ekonomi Sub Sektor Industri Pengolahan Kota Tangerang Periode 2005-2010”. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis ini merupakan perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah/kota terhadap besarmya peranan suatu sektor/industri tersebut secara provinsi (Tarigan:2005,80). Ada dua cara untuk mengukur LQ dari suatu sektor dalam suatu perekonomian wilayah
(65)
yakni melalui pendekatan nilai tambah atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan tenaga kerja (Arief Daryanto,2010:20). Berdasarkan penelitian ini adalah membandingkan sub sektor industri pengolahan Kota Tangerang dengan Provinsi Banten dengan pendekatan tenaga kerja. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sub sektor yang basis dan non basis di Kota Tangerang. Rumusnya adalah sebagai berikut (Arief Daryanto,2010:21) :
(3.1) Di mana : Li : Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor i di Kota Tangerang
Lt : Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor di Kota Tangerang Ni : Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor di Provinsi Banten Nt : Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor di Provinsi Banten Hasil dari analisis ini adalah apabila LQ > 1 artinya peranan sektor tersebut di daerah itu lebih menonjol dari pada sektor lain di daerah tersebut (Sektor Basis Ekonomi) dan sektor ini menjadi kekuatan daerah untuk mengekspor produksnya ke luar daerah. Sebaliknya, apabila LQ < 1 maka peranan sektor tersebut di daerah itu lebih kecil dari pada sektor lain (Sektor Non Basis Ekonomi) dan sektor ini hanya menjadi pengimpor dari luar daerah.
2. Analisis Shift Share
Berdasarkan Lina Suherty (2008) analisis Shift Share digunakan untuk menentukan kinerja/produktifitas suatu daerah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi sektor-sektor ekonomi
(66)
potensial suatu daerah, kemudian membandingkananya dengan daerah yang lebih besar (regional/daerah). Rumus analisis Shift Share dalam Lina Suherty (Glasson, 1990:95-96) adalah sebagai berikut :
Gj = Yjt - Yjo = Nj + Pj + Dj
Nj = [Yjo (Yt/Yo)] - Yjo (P+D)j = Yjt - [(Yt/Yo) Yjo]
= (Gj - Nj)
Pj = [(Yit/Yio) - (Yt/Yo)] Yijo Dj = Yijt - [(Yit/Yio)Yijo]
= (P+D)j - Pj (3.2)
Keterangan :
Gj : Pertumbuhan PDRB Total Kota Tangerang Nj : Komponen Share Kota Tangerang
(P+D)j : Komponen Net Shift Kota Tangerang Pj : Proportional Shift Kota Tangerang Dj : Differential Shift Kota Tangerang Yj : PDRB Sektor Total Kota Tangerang Y : PDRB Sektor Total Provinsi Banten
o,t : periode awal dan periode akhir perhitungan i : sub sektor pada PDRB
Jika Dj > 0, maka pertumbuhan sub sektor i di Kota Tangerang lebih cepat dari pertumbuhan sub sektor yang sama di Provinsi Banten.
(1)
1
3
4
Permintaan yang banyak
memberikan peluang menciptakan penawaran itu sendiri.
Persaingan dalam industri produk ini sangat maju dan pesat.
Kurangnya inovasi dan kreatifitas dalam menghasilkan produk.
Pengelolaan yang bebas dari sifat keluarga sehingga
perusahaan pun akan maju dengan pesat.
Banyaknya tenaga kerja yang keluar akibat banyak industri produk yang serupa.
Jumlah 1.00
(2)
1
3
5
3. Faktor Kekuatan dan Peluang (Strenght dan Opportunity)
Faktor-faktor Strategis Rating
1 2 3 4 Produknya memiliki keunggulan dari rasa, bebas dari bahan pengawet, tahan lama, bebas
jamur dan harga bersaing.
Teknologi sudah banyak digunakan dalam proses produksi. Memiliki konsumen yang setia terhadap produk ini. Ketersediaan bahan baku dalam proses produksi.
Resep buatan produk sudah teruji. Adanya dukungan dari pemerintah berupa pemberian pelatihan kepada tenaga kerja untuk
membuat produk yang inovatif.
Konsumen yang paling besar berasal dari kalangan pemerintahan dan sekolah.
Memiliki beberapa varian yang disukai oleh konsumen. Produk yang dihasilkan dekat dengan masyarakat dan pusat industri pun dekat pula dengan
masyarakat.
Permintaan yang banyak memberikan peluang menciptakan penawaran itu sendiri. 4. Faktor Kelemahan dan Hambatan (Weakness dan Threaths)
Faktor-faktor Strategis Rating
1 2 3 4 SDM tidak memiliki pendidikan tinggi hanya sampai jenjang SMP.
Pengelolaan industri masih bersifat keluarga. Gaji/upah masih bersifat upah harian dan tergantung penjualan yang habis.
Komunikasi yang sulit untuk konsumen melakukan permintaan besar. Kegiatan pemasaran hanya lewat konsumen setia dan gerobak-gerobak yang digunakan
berjualan.
Persaingan dalam industri produk ini sangat maju dan pesat. Kurangnya inovasi dan kreatifitas dalam menghasilkan produk.
Pengelolaan yang bebas dari sifat keluarga sehingga perusahaan pun akan maju dengan pesat.
Banyaknya tenaga kerja yang keluar akibat banyak industri produk yang serupa.
Keterangan : 1 (kecil)
2 (hampir kecil) 3 (besar)
4 (sangat besar)
Keterangan : 1 (sangat besar) 2 (besar)
3 (hamper kecil) 4 (kecil)
(3)
1
3
6
BAGIAN D : INDUSTRI PERALATAN
1. Faktor Kekuatan dan Kelemahan (Strenght dan Weakness) Faktor-faktor
Strategis Internal
Bobot
0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 1 Produk yang
inovatif
dihasilkan dari perusahaan.
Harga yang terjangkau bagi konsumen
Produk yang dihasilkan
memiliki kualitas yang baik dan tahan lama.
Ketersediaan SDM dalam mengerjakan produk.
Terjalinnya hubungan baik dengan para konsumen sehingga kegiatan pemasaran produk pun dapat dilakukan.
(4)
1
3
7
Manajemen perusahaan yang tidak berjalan dengan sehat.
Pendidikan SDM yang kurang memadai.
Proses
perekrutan SDM masih bersifat kekeluargaan.
Belum adanya dukungan dari pemerintah karena adanya kekurangan dari internal industri.
Gaji tidak berdasarkan UMR tetapi berdasarkan lama kerja dan tingkat kesulitan
pekerjaan dan loyalitas. Serta upah masih bersifat borongan.
Jumlah 1.00
(5)
1
3
8
2. Faktor Peluang dan Hambatan (Opportunity dan Threaths) Faktor-faktor
Strategis Eksternal
Bobot
0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 1 Pengelolaan
yang baik dan transparan
memberikan perubahan bagi perkembangan industri.
Pengelolaan dan pemanfaatan limbah dari sisa-sisa produksi
Persaingan yang berasal dari perusahaan yang sejenis.
Kenaikan harga
bahan produksi sehingga akan menaikkan harga jual produk.
Industri akan tidak berjalan dengan baik bila masih
melakukan proses yang tidak sehat.
Jumlah 1.00
(6)
1
3
9
3. Faktor Kekuatan dan Peluang (Strenght dan Opportunity)
Faktor-faktor Strategis Rating
1 2 3 4 Produk yang inovatif dihasilkan dari perusahaan.
Harga yang terjangkau bagi konsumen Produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan tahan lama. Ketersediaan SDM dalam mengerjakan produk. Terjalinnya hubungan baik dengan para konsumen sehingga kegiatan pemasaran produk pun
dapat dilakukan.
Pengelolaan yang baik dan transparan memberikan perubahan bagi perkembangan industri.
Pengelolaan limbah yang sudah baik. Pemanfaatan limbah kembali oleh perusahaan sehingga tidak mencemari lingkungan
masyarakat.
4. Faktor Kelemahan dan Hambatan (Weakness dan Threaths)
Faktor-faktor Strategis Rating
1 2 3 4 Manajemen perusahaan yang tidak berjalan dengan sehat.
Pendidikan SDM yang kurang memadai.
Proses perekrutan SDM masih bersifat kekeluargaan.
Belum adanya dukungan dari pemerintah karena adanya kekurangan dari internal industri. Gaji tidak berdasarkan UMR tetapi berdasarkan lama kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan dan
loyalitas. Serta upah masih bersifat borongan.
Persaingan yang berasal dari perusahaan yang sejenis.
Kenaikan harga bahan produksi sehingga akan menaikkan harga jual produk. Industri akan tidak berjalan dengan baik bila masih melakukan proses yang tidak sehat.
Keterangan : 1 (kecil)
2 (hampir kecil) 3 (besar)
4 (sangat besar)
Keterangan : 1 (sangat besar) 2 (besar)
3 (hamper kecil) 4 (kecil)