EKSISTENSI ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION RESOLUSI DALAM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA DI INDONESIA

EKSISTENSI A LTE RNATIVE DI SPATE RE SOL A TI ON
RESOLUSI DALAM PROSES PENYELESAIAN
SENGKETA DI INDONESIA
Oleh Leli Joko Suryono. S.H.
Dosen Fakultas Hukum UMY

ABSTRACT
Some inconveniences are usually faced by people at the time they wenl
to the Court to sellle a dispute. The complex process of dispute sefile-

ment especially in trade, environmenl and labor has conlributed to the
emergence ofstrong motivationfrom the quarrelling parts lo choose an
arbiter other than the official institution. The choice lalls to the system
ol Alternative Dispule Resolution, whose erislence and implications in
seltling disputes become the object of this research.

In this library research, it can be infened that the existence ofAlternaIive Dispute Resolution (ADR) is not unusual for Indonesians. As il is
known, Ihe essence of the ADR is compromise through negolialion a
processlamiliar in the life oflndonesian society. However, allhough it is
culturally alive the ADR can not negale the function of olficial cowt of
justice. Just like lhe Court, the ADR is not a superior mechanism that is

capable lo resolve all conJlicts in the sociely.

A.

Latar Belakang Masalah

memerlukan waktu yang lama dan

Seiring dengan semakin kompleks-

biayanya sangat mahal serta hasilnya tidak
bisa diharapkan atau dipastikan meskipun

nya permasalahan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat Indonesia saat ini.
maka persoalan-persoalan sengketa atau
konfl ik-konflik yang berkaitan dengan

hubungan hukum antara satu anggota
masyarakat dengan anggota masyarakat


yang lain tidak semuanya

dapat
yang
pengadilan
tingkat
diselesaikan di
secara resmi diberi kewenangan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan atau
konfl ik-konfl ik tersebut.
Hal ini dikarenakan untuk
persoalan-persoalan atau konfl ik-konfl ik
yang berkaitan dengan hubungan hukum
yang bersifat perseorangan atau privat
seringkali apabila persoalan tersebut
dibawa ke pengadilan akan selalu
IDEA EOISI06 TAHUN 1420 H / 1999 M

salah satu pihak yang bersengketa telah

membawa bukti-bukti yang kuat, bahkan

nantinya apabila persoalan itu telah
diputus oleh hakim pengadilan dan
putusannya telah mempunyai kekuatan
yang tetap atau pasti, maka putusan
tersebut belum tentu dapat dilaksanakan
secara segera mengingat putusan itu ada
kemungkinan untuk dilakukan pen irjauan

kembali dan adanya perlawanau dari
pihak yang tereksekusi.

Tidak hanya itu. bagi para pihak
yang bersengketa atau berperkara apabila
perkaranya dibawa ke pengadilan, maka
kedua belah pihak akan selalu dihadapkan

pada persoalan "menang" atau "kalah"


1

yang berarti kedua belah pihak akan selalu

bersikap saling bermusuhan. Bahkan
seringkali terjadi, di lapangan perniagaan
atau bisnis kedua belah pihak tidak
melakukan hubungan bisnis lagi. Padahal
dalam dunia perniagaan atau bisnis selalu
mengharapkan dan menghendaki agar

setiap timbul persoalan yang terjadi
diantara rekanan bisnis, maka persoalan
tersebut dapat diselesaikan secara efektif
dan efisien dalam arti bahwa penyelesaian

dilakukal
tidak bersifat formalistik, tidak
bertele-tele, tidak membuang-buang


persoalan atau konflik tersebut

secara

waktu serta biaya yang tidak terlalu mahal
atau murah.

Selain itu di dalam dunia
perniagaan atau bisnis juga menuntut
penyelesaian persoalan dapat dilakukan
dengan mengarahkan pada "langkah ke
depan" bukan memperdebatkan pada
"masa lalu". Penyelesaian konflik harus
dapat membina hubungan yang lebih baik
antara para pihak yang berperkara, agar
dapat terjalin hubungan perniagaan atau
bisnis yang saling menguntungkan.
Penyelesaian persoalan dalam
lapangan perniagaan atau bisnis bukan
bertujuan menempatkan para pihak pada

dua ujung yang saling berlawanan yaitu
pada posisi sebagai pihak yang "menang"
atau "kalah", tetapi yang diinginkan dan
d iharapkan adalah pemecahan masalah
yang dapat memberikan kepuasan kepada

para pihak yang berperkara

atau
jawanya
berkonflik, atau dalam bahasa

dikatakan sebagai "menang tanpo
ngasorake" yang artinya bila para pihak
yang berperkara tersebut terdapat pihak

yang merasa dimenangkan

maka
kemenangannya itu didapatkan tanpa

harus mengalahkan atau merendahkan
pihak lainnya. Penyelesaian suatu persoalan diupayakan dicapai dan dilakukan
secara bersama-sama atas dasar saling

2

pengertian dan saling sepakat.
Sistem penyelesaian sengketa yang

demikian ini sulit untuk dicapai bila hanya

mengandalkan pada penegakan hukum
semata. Dengan kata lain perlu adanya

hubungan atau relevansi penyelesaian
persoalan atau konflik yang lebih luas dan

yang dapat rnenjanjikan harapan atas
penyelesaian yang tidak mematikan
kegiatan perniagaan atau bisnis yang

terjadi diantara para pihak yang berselisih
berperkara (M. Yahya Harahap,
SH. 1997 : hal. 167).
d isad ar i,
Selanjutnya

atau

juga

meskipun sebenarnya pada saat
pembuatan transaksi b isn is telah
diupayakan secara terencana dengan baik
berdasarkan sistem analisa dan kehatihatian yang seksam4 bukan merupakan

jaminan yang mutlak untuk tidak
terjadinya konflik dan sengketa di
kemudian hari. Bagaimanapun jelinya
menyusun suatu rumusan perjanj ian,
konflik dan sengketa tidak mungkin dapat

dihindarkan sepenuhnya (M. Yahya
Harahap, SH. 1997 : hal. 167).
Sebenarnya sistem penyelesaian
sengketa yang dilakukan secara
sederhana, cepat dan biaya yang ringan
telah diatur dalam peraturan perundangundangan di Indonesia. Secara formal hal
tersebut sudah merupakan asas dalam
peradilan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat
dalam ketentuan yang terdapat pada Pasal
4 ayat (2) Undang-Undang No. l4 tahun

1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman, adapun bunyi dari Pasal 4
ayat (2) Undang-Undang No. l4 tahun
1970 adalah sebagai berikut: "Peradilan
dilakukan secara sederhana, cepat dan
biaya ringan".
Sedangkan penjelasan dari Pasal 4

ayat (2)


tersebut

mengatakan: "Per-

adilan harus memenuhi harapan dari pada
pencari keadilan yang selalu menghendaki

IDEA EDISI06 TAHUN 1420 H / 1999 M

peradilan yang cepat, tepat, adil dan biaya
ringan, tidak diperlukan pemeriksaan dan

acara yang berbelit-belit yang dapat
menyebabkan proses sampai bertahuntahun, bahkan kadang-kadang harus
dilanjutkan oleh para ahli waris pencari
keadilan. Biaya ringan artinya biaya yang

akan dituangkan dalam suatu akta
perdamaian yang mempunyai kekuatan

mengikat sebagaimana putusan pengadilan dan tidak dapat dimintakan banding (aha van dading) .

Namun lembaga dading ini tidak
dapat memenu h i kebutuhan pada

serendah mungkin sehingga dapat terpikul

masyarakat perniagaan atau bisnis, karena

oleh rakyat. Ini semua dengan tanpa

di dalam prakteknya hakim pengadilan

mengorbankan ketelitian untuk mencari

hanya bersikap pasif, artinyahakim hanya

keadilan dan kebenaran".
Jadi, berdasarkan ketenoan di atas
dapatlah dikatakan bahwa secara teoritisyuridis tuntutan penyelesaian konflik atau
sengketa dalam bidang pemiagaan atau
bisnis yang menghendaki penyelesaian
sengketa secara sederhana, cepat dan

menganjurkan pata pihak yang
bersengketa untuk berdamai dengan
memberikan batas waktu tertentu dan
biasanya untuk hal tersebut sidang
ditunda. Sedangkan bagaimana upayaupaya yang harus dilakukan oleh para
pihak yang berselisih untuk melakukan

biaya ringan sudah tertampung dalam

perdamaian bukan merupakan urusan dari

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun dalam kenyataannya asas ini

hakim pengadilan. Hal inilah yang
menyebabkan para pihak yang
bersengketa kadang-kadang sulit untuk

mengandung persoalan yang bersifat
dilematis, yaitu asas tersebut selalu
berhadapan dengan sistem upaya hukum
dalam berbagai bentuknya seperti adanya

lembaga banding, kasasi, penunjauan
kembali dan perlawanan terhadap pihak
ketiga (derden vervetl. Akibatnya asas
yang terdapat dalam ketentuan Pasal 4
ayat (2) Undang-Undang No. l4 tahun
1970 menjadi buyar dan berantakan
karena penyelesaian sengketa menjadi
sangat formalistik, panjang dan sangat
berbelit-belit serta memerlukan waktu
bertahun-tahun dan biaya yang sangat
mahal.

Di samping itu di lndonesia juga
dikenal adanya suatu lembaga dading
yang diatur dalam Pasal 130 HlR, dalam
ketentuan tersebut memberikan kewaj iban

kepada hakim dalam melakukan
pemeriksaan terhadap perkara-perkara

perdata untuk selalu

berusaha
yang
pihak
mendamaikan kedua belah
berselisih atau berperkara, dan apabila
tercapai perdamaian maka perdamaian itu

IDEA EDISI06 TAHUN 1420 H / 1999 M

mencapai kesepakatan penyelesaian
bahkan kadang-kadang jika dicampuri
oleh seorang kuasa hukum, persoalan atau
konfl ik tersebut bertambah menjadi rumit,

karena secara financial akan lebih
menguntungkan si kuasa hukum untuk
melanj utkan berperkara

di

pengadilan

bila dibandingkan apabila
selesainya

perkara

dengan

tersebut pada tingkat

persidangan pertama atau tercapainya
banding.
Oleh karena itu padaakhir-akhir ini
di kalangan para praktis dan pakar hukum

berkembang pemikiran tentang upaya
penyelesaian konflik atau persoalan yang
dapat dilakukan secara sederhana, cepat
dan biaya ringan serta penyelesaiannya
tersebut tetap dilakukan pada jalur yang
secara formal dan resmi dapat dibenarkan
oleh hukum. Bukan penyelesaian perkara
atau konflik atau sengketa yang
menghalalkan segala cara demi
tercapainya tujuan, seperti debt coleckv
yang sering dilakukan oleh para mafia.

Para pakar dan praktisi hukurn
tersebut mengemukakan cara penyelesaian konflik atau sengketa yang dapat
dilakukan diluar pengadilan (penyelesaian
sengketa di luar cara-cara litigasi) yang
sudah banyak dilakukan oleh para praktisi

hukum dari berbagai negara. Cara
penyelesaian tersebut di Amerika dan
Australia dikerral sebagai Alternatif Dispute Resolution (ADR), di Singapura
dikenal dengan Court Dispute Resolution
(CDR) dan di negara Cina dikenal dengan
dua nama yaitu People's Mediation dan
Adminis trat ive Me di at i on.
Cara A ernative Dispute Resolu-

tion inilah yang saat ini paling banyak

sehari-hari seringkali dapat dijumpai,

misalnya yang terdapat di dalarr
perjanjian yang dibuat dengan akta
notaris, biasanya terdapat klausul yang

mengatakan para pihak sepakat
menyelesaikan persoalan atau konflik atau
sengketa yang mungkin akan timbul
melalui pengadilan. Mengapa notaris
tidak menyarankan atair menganjurkan
kepada para pihak dan kemudian

mencantumkan dalam akta perjanj iannya

cara musyawarah atau arbritase untuk
menyelesaikan konfl ik atau sengketa yang

kemudian hari akan muncul, dan
penyelesaian konflik dengan cara litigasi
atau pengadilan hanyalah merupakan cara

penyelesaian konfl ik yang dilakukan
sebagai upaya paling akhir saja.
Melalui cara musyawarah seperti
yang terdapat dalam sistem Alternalive
yang sudah maju seperti di negara Dispute Resolulion pada dasarnya dalam
Amerika, Jepang dan S ingapu ra suatu sengketa tidak ada pihak yang akan
menempatkan l/ternative Dispute Reso- ditempatkan sebagai pihak yang "kalah"
lution ini sebagai the firs resot (upaya, atau sebagai pihak yang dinyatakan
digunakan dalam penyelesaian sengketa
khususnya bila sengketa perniagaan atau
bisnis tersebut bersifat regional dan
internasional, bahkan di berbagai negara

pertama) sedangkan penyelesaian dengan
cara litigasi atau pengadilan hanya sebagai
the last resort (upaya terakhir) saja.
Penempatan Alternative Dispute

Resolulion sebagai yang pertama dalam
proses penyelesaian konflik atau
sengketa pemiagaan atau bisnis di Indo-

sebagai pihak yang "menang", dan apabila

ada pihak yang merasa dimenangkan
maka kemenangannya tersebut diperoleh
tanpa harus mengalahkan dan
merendahkan pihak lainnya, karena
penyelesaiannya tersebut dicapai bersama

atas dasar saling sepakat, saling

nesia "seharusnya" bukan merupakan hal

pengertian dan saling menguntungkan.

yang baru lagi, mengingat pada dasarnya

B.

atau prinsipnya Alternative Dispute Reso-

lution tetsebut merupakan

sistem

penyelesaian konflik atau sengketa yang

dilakukan di luar cara-cara Iitigasi
(pengadilan) dan selalu rnengutamakan

Berdasarkan pada latar belakang
masalah di atas dapatlah dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :

l.

prinsip musyawarah untuk mufakat.
Sehingga upaya penyelesaian secara
litigasi di pengadilan hanya akan
digunakan apabila cara penyelesaian
konflik atau sengketa secara musyawarah
untuk mufakat tidak tercapai atau gagal.
Namun ironisnya di dalam praktek

Perumusan Masalah

2.

Bagaimanakaheksistensil/terzative Dispute Resolution dalam
menyelesaikan konfl ik-konfl ik atau
sengketa yang terjadi di dalam
masyarakat ?
Apakah den gan penggtnaznAlter-

native l)ispute Resolution dapat
menghilangkan eksistensi dari
lembaga peradilan resmi ?

4

toEA EDIS| 06 TAHUN 1420 H / 199e M

TINJAUAN PUSTAKA

:

A.

penyelesaian sengketa yang dilakukan

hal

264).

Pencarian fakta adalah upaya
Pengertian Umum Alternative
Dispute Resolution
Menurut paudangan dari para pakar

hukum pada umumnya penyelesaian
konflik yang terjadi di dalam masyarakat
deganm p]"'lni cora-c'ra I Itelnative Dispute Resolulion dikenal dalam berbagai
bentuk penyelesaian konflik selain dengan
cara litigasi atau pengadilan. Bentukbentuk Alternative Dispute Resolution
tersebut yang dikenal selama ini adalah
antara lain sebagai berikut: negoisasi,
mediasi, pencarian fakta, konsiliasi,
penyelidikan, dan arbitrease.
Nego isasi adalah suatu cara
penyelesaian konfl ik rnelalui perundingan
langsung antara para pihak tanpa harus
rnelalui pihak ketiga untuk mencari dan

rnenemukan bentuk-bentuk penyelesaian

yang dapat mereka sepakati bersama
(Takdir Rahmadi, 1996 : hal 264).
Mediasi adalah upaya penyelesaian
sengketa yang dilakukan oleh para pihak
yang berselisih atau bersengketa melalui
perundingan dengan bantuan pihak lain
atau pihak ketiga yang netral (pihak ketiga
ini disebut sebagai "Mediator"), guna
rnencari dan menemukan bentuk-bentuk

penyelesaian yang dapat

d

isepakati

bersama oleh para pihak. Peran mediator

adalah rnenrbantu para pihak untuk
mencapai kesepakatan, antara lain dengan

cara penyampaian saran-saran substantif

tentang pokok-pokok sengketa dan
menjalankan fungsi-fungsi prosedural.
Med iator tidak rnernpunyai kewenangan
memutus atau mernaksakan suatu bentuk
penyelesaian sengketa. Keputusan tentang
berbagai masalalr selama perund ingan

sepenuhnya diserahkan pada para pihak

yang berselisih atau bersengketa dan
dilakukan berdasarkan asas kesepakatan
antara para pihak fTakrlir Rahmadi, 1996
IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

oleh para pihak yang bersengketa dengan

cara menunjuk pihak ketiga untuk
mengevaluasi, menganalisa dan
memperjelas berbagai masalah ya ng
menimbulkan berbagai perbedaan
interprestasi antara kedua belah pihak
yang berselisih. Hasil dari evaluasi,
analisa dan penjelasan dari tim pencari
fakta (pihak ketiga) disertai dengan
rekomendasi peme cahrn masalah (Takdir
Rahmadi, 1996 : hal 264).
Konsiliasi adalah suatu bentu k
penyelesaian sengketa yarrg dapat diarnbil
oleh para pihak yang bersengketa di rnana
para pihak yang bersengketa membentuk
suatu team penyelesaian sengketa yang

tidak memihak atau netral yang disebut
sebagai "komisi" baik yang bersifat tetap
ataupun ad hoc. Adapun tugas dari komisi
ini adalah memberikan pandanganpandangan atau pendapat atau saran-saran mengenaicara-carapenyelesaian
sengketa dan berusaha untuk menentukan

batas-batas penyelesaian yang dapat
dilakukan oleh para pihak yang
bersengketa (J G. Mcnills, 1986 : hal 54).
Arb itrase adalah u paya
penyelesaian sengketa yang d ilakukan
oleh para pihak dengan menyerahkan
penyelesaian sengketa pada pihak lain
yang tidak memihak atau netral yang
mempunyai kewenangan untuk memutus
dan memaksakan putusan tersebut kepada

salah satu pihak sebagai suatu bentuk
penyelesaian dari sengketa tersebu t
(TaMir Rahmadi. 1996 : haL 265).
Berbeda dengan bentuk- bentu k
Alternative Dispute Resolution yang lain
seperti negosiasi dan mediasi, maka
penyelesaian sengketa melalui arbritasi
lebih bercorak adversarial atau pertikaian
yang menyerupai proses ajudikatif

5

(

pengad ilan). Karena bersifat adversarial

banyak nilai uang dan rasa lrarga diri yang

ipertaruhkan kadang-kadang dapat
para pihak yang

tersebut maka pengcunaan arbritasi dalam

d

menyelesaikan sengketa yang terjadi di
masyarakat kadang-kadang kalah populer
jika dibandingkan dengan cara negosiasi
atau rnediasi yang sangat menekankan
aspek konsensus atau kolaboratif (Takdir
Rahmadi, 1996: hal. 265).

menyebabkan

B.

rnenjauh dan tidak ada kepentingan
bersama untu menjembatani j u rang

L

Bentuk-bentukAlternative
Dispute Resolution
Negosiasi
Negos ias i

pada

hakekatnya

merupakan suatu proses konsensus yang
digunakan oleh para pihak yang sedang

guna mendapatkan
kesepakatan diantara mereka.
bersengketa

Kesepakatan

ini diperoleh tanpa

harus

melibatkan pihak ketiga untuk
menjembatani penyelesaian sengketa
yang terjadi diantara para pihak tersebut.
Karena sistem pe nye lesaian

sengketa melalui negosiasi

ini bersifat

langsung, maka dalam praktek
kenyataannya negoisasi sering digunakan

oleh para pihak yang sedang bersengketa
untuk menyelesaikan sengketa tersebut,
hal ini dikarenakan biasanya penyelesaian
sengketa melalui negoisasi lebih bersifat
efektifdan kedua belah pihak lebih cepat

bisamenyelesaikan perselisihanyang
terjadi, dengan syarat apabila kedua belah
pihak ada saling percaya dan masih saling
berhubungan antara yang satu dengan

yang lainnya.
Sebab sebagaimana dikatakan oleh

J.C. Merrills di dalarn bukunya yang
berj ud u I

Penyclesaian Scngketa

onal menyatakan, sebenarnya
negoisasi tidak mungkin dilakukan jika
para pihak yang bersengketa menolak
untuk berhubungan satu sama lainnya
0.G. Manills. 1986 : hal. 11./. Sengketa
yang besar dalam arti yarrg inelibatkan
In t ernas

6

i

bersengketa akan rnemutuskan hubungan
atau tidak saling menyapa bahkan saling

dendam.

Negosiasi tidak akan efektif j ika
posisi para pihak yang bersengketa saling

tersebut. Banyak cara untuk mengadakan
persetujuan untuk mernuaskan bagi kedua
belah pihak yang saling bersengketa.
Namun harus diakui bahwa dalam banyak

hal tidak ada suatu perjanjian yang
bagaimanapun baiknya dapat memenuh i

pemuasan para pihak tersebut. Dalam
suatu sengketa jika salah satu pihak
menuntut atas haknya, sernentara pihak
lain, yang mengakui kelemahan atas kasus

hukumnya, berusaha untuk mencari
penyelesaian berdasarkan equily, ada
sedikit kesempatan untuk d iada kan
persetujuan tentang masalah yang
mendasar, dan bahkan persetuj ua n
prosedural, untuk menyerahkan sengketa
tersebut pada lernbaga arbritase, misalnya
mungkin sulit untu mengadakan negoisasi
tanpa untuk merugikan satu pihak atau
satu pihak lainnya. (J.G. Merrills, 1986:
hal. 16).

Menurut Stephen P. Robbins dalarn
bukunya yang berj ldul Organization Beftavior,mengatakandalam melakukau
negoisasi ada dua strategi pendekatau

(bargaining strategis) yang d apat
digunakan yaitu

a.

:

Distribuivc bargaining, yaitu
teknik negoisasi yang mencoba
untuk mencari atau menetaPkan
suatu kepastiau. Dalam negoisasi
irr

i

situasi

yang

diharapkan

biasanya menetapkan para pihak
pada posisi menang dan kalah /a
win - lose siluasion).

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

b.

alternative-alternative cara

pribadinya (Stephen P. Robbins. 1993:
hal. 461).
Oleh karena hal tersebut, maka

penyelesaian sengketa yang dapat

sangat dianjurkan apabila para pihak yang

rnenciptakan suatu situasi yang
saling mel|guutungkan b win-win
solution) (Stephen P. Robbins,
1993 : hal.45lt).
Terhadap dua pendekatan yang
dapat digunakan dalarn melakukan
negoissasi ini tentunya yarrg diharapkan
di dalam penyelesaian sengketa dengan
sitem Alternative D ispute Resolution
adalah cara yang kedua yaitu secara lnlegrulivc bur4uining. sebab cara ini yang

bersengketa dirasa tidak sebagai orang
yang dapat rnenjadi negoisator yang baik

Intregative bqrgaining, yaitu teknik
negosiasi yang rnencoba mencari

merrempatkan pada posisi yang saling atau

sarna-sama meflguntungkan (a win-win

solution).
Untuk mencapai c aft-catu win-win
solution ini memang tidaklah mudah
untuk dilakukan, mengingat tidak semua

pihak yanB saling

rsengketa
rnempunyai ketrampilan untuk menjadi
negosiator yang baik, bahkan kadangkadang ada sedikit kesalahan dalam
rnelakukan komunikasi atau sikap atau
persepsi antara satu pihak dengan pihak
lain dapat nrenyebabkan suatu persoalan
atau konflik menjadi lebih luas bahkan
menjad i semakin rumit untuk

dapat meminta jasa pihak ketiga yang

telah

berpengalaman untuk melakukan
negoisasi (th ird-party ne gotiut ions ).
Di dalam t hird-party ne glot iat ions

ini

diharapkan pihak ketiga dapat
membantu menemukan pemecalran

masalahnya. Ada empat peranan dasar
yang dapat dilakukan pihak ketiga untuk
melakukan negoisasi, yaitu :
Ma