BAB IX pnatalaksanaan prin tindk medis dita 215

(1)

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penyakit Graves mencakup beberapa metode. Pasien dapat diterapi menggunakan pengobatan jangka panjang dengan obat-obatan antitiroid seperti methimazole atau propylthyouracil (PTU). Pasien juga dapat menjalani subtotal thyroidectomy, biasanya diindikasikan pada pasien dengan kelenjar tiroid yang sangat besar atau multinodular.

Pemberian obat lainnya Obat-obatan penyekat beta misalnya propranolol juga efektif digunakan sebagai terapi tambahan pada manajemen tirotoksikosis, dimana banyak gejala tirotoksikosis menyerupai tanda stimulasi saraf simpatis. Dapat pula sebagai obat pembantu OAT oleh karena juga menghambat konversi T4 ke T3. Atau dapat juga dengan pemberian barbiturate misalnya phenobarbital. Phenobarbital digunakan sebagai obat penenang (sedataif) dan juga dapat mempercepat metabolisme T4 sehingga dapat menurunkan kadar T4 dalam darah.

Selain itu bisa dengan pembedahan tiroidektomi subtotal, sesudah terapi propiltiourazil prabedah. Biasanya dilakukan subtotal tiroidektomi dan merupakan pilihan untuk penderita dengan pembesaran kelenjar gondok yang sangat besar atau multinoduler. Operasi hanya dilakukan setelah penderita euthyroid (biasanya setelah 6 minggu setelah pemberian OAT) dan dua minggu sebelumnya harus dipersiapkan dengan pemberian larutan kalium yodida (lugol) 5 tetes 2 kali sehari (dianggap dapat mengurangi vaskularisasi sehingga mempermudah operasi).

Terapi utama lainnya adalah dengan menggunakan sodium iodida-131 sebagai agen RAI. Terapi ini kebanyakan dilakukan pada orang dewasa penderita Graves. Biasanya tidak dianjurkan (kontraindikasi) untuk anak-anak dan wanita hamil. Pada kasus goiter. Kelebihan terapi ini adalah cara pemberian yang sederhana, efektif, murah, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.


(2)

9.2 PRINSIP TINDAKAN MEDIS

Penyakit Graves adalah penyakit otoimun yang terkait dengan lebih dari 80% penyebab hipertiroidisme. Pada Graves ditemukan antibodi terhadap reseptor tirotropin pada sel folikuler tiroid mengakibatkan stimulasi pada reseptor, dinamakan sebagai thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) atau TSH receptor antibody. Derajat berat hipertiroidisme terkait dengan kadar TSI. Faktor penyebab peningkatan TSI tidak diketahui, Antibodi terhadap struktur tiroid lainnya juga bisa terbentuk, khususnya antiperoxidase antibody. Graves sifatnya menurun atau familial. Pada populasi kulit putih terkait dengan HLA-B8,dan pada populasi Asia terkait dengan HLA-BW35. Klasifikasi etiologi tirotoksikosis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penyebab Thyrotoxicosis (Davies & Larson, 2008)

SUSTAINED HORMONE OVERPRODUCTION (HYPERTHYROIDISM)

Low TSH High RAIU

Graves disease (von Basedow’s disease) Toxic multinoduler goiter

Toxic adenoma

Chorionic gonadotropin-induced Gestational hyperthyroidism

Physiologic hyperthyroidism of pregnancy

Familial gestational hyperthyroidism due to TSH receptor mutaions Trophoblastic tumors

Inherited nonimmune hyperthyroidism associated with TSH receptor or G protein Mutations


(3)

Iodide-induced hyperthyroidism (Jod Basedow)

Amiodarone-associated hyperthyroidism due to iodide release Struma Ovarii

Metastatic functioning thyroid carcinoma Normal or elevated TSH

TSH-secreting pituitary tumors

Thyroid hormone resistance with pituitary predominance

TRANSIENT HORMONE EXCESS (THYROTOXICOSIS)

Low TSH, Low RAIU Thyroiditis

Autoimmune

Lymphocytic thyroiditis (silent thyroiditis, painless thyroiditis, post partum thyroiditis)

Acute excacerbation of Hashimoto’s disease Viral or postviral

Subacute (granulomatous, painful, postviral) thyroiditis Drug-induced or associated thyroiditis

Amiodarone

Lithium, interferron-α, interleukin-2, GM-CSF Infectious thyroiditis


(4)

Iatrogenic overreplacement Thyrotoxicosis factitia

Ingestion of natural products containing thyroid hormone “Hamburger” thyrotoxicosis

Natural foodstuffs

Thyromimetic compounds (e.g. Tiracol)

Occupational exposure to thyroid hormone (e.g. pill manufacturing, veterinary Occupations

GM-CFS, Granulocyte-macrophage colony stimulating factor; RAIU, radioactive iodine uptake; TSH, thyroid-stimulating hormone.

PENGOBATAN

Prinsip pengobatan: tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien (misalnya: apakah ia ingin punya anak dalam waktu singkat?), risiko pengobatan dan sebagainya. Perlu diskusi mendalam dengan pasien tentang cara pengobatan yang dianjurkan. Pengobatan tirotoksikosis dapat dikelompokkan dalam: a). Tirostatika, b). Tiroidektomi, c). Yodium radioaktif.

Tirostatika (OAT – obat anti tiroid)

Terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun, tetapi PTU masih ada efek tambahan yaitu menghambat konversi T4àT3 di perifer. CBZ dalam tubuh cepat diubah menjadi MTZ. Waktu paruh MTZ 4-6 jam dan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel ± 20 jam, PTU lebih pendek. Tirostatika dapat lewat sawar plasenta dari air susu ibu. Dibanding MTZ, kadar PTU 10x lebih rendah dalam air susu. Dengan propanolol dan tiamazol aktivasi endotel pulih menjadi normal,


(5)

OAT juga menghambat ekspresi HLA-DR di sel folikel sehingga imunologis membaik (lihat penggunaannya dalam metoda blok-suplemen di bawah ini). Pemakaian teratur dan lama dosis besar tionamid berefek imunosupresif intratiroidal. Dosis dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400 mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respons klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi (Tabel 2).

Tabel 2. Efek Berbagai Obat yang Digunakan dalam Pengelolaan Tirotoksikosis

Kelompok obat Efeknya Indikasi

Obat Anti Tiroid Propiltiourasi (PTU) Metimazol (MMI) Karbimazol (CMZ → MMI)

Antagonis adrenergik-β

 Menghambat sintesis hormon

tiroid dan berefek

imunosupresif (PTU juga menghambat konversi T4 → T3)

 Pengobatan ini pertama pada Graves

 Obat jangka pendek prabedah / pra-RAI

B-adrenergic-antagonis Propranolol Metoprolol Atenolol Nadolol

 Mengurangi dampak

hormon tiroid pada jaringan

 Obat tambahan, kadang sebagai obat tunggal pada tiroiditis


(6)

Bahan mengandung Iodine

Kalium Iodida Solusi Lugol Natrium Ipodat Asam Iopanoat

 Menghambat keluarnya T4 dan T3

 Menghambat T4 dan T3 serta produksi T3 ekstratiroidal

 Persiapan tiroidektomi

 Pada krisis tiroid, bukan untuk penggunaan rutin

Obat lainnya Kalium perklorat Litium karbonat Glukokortikoids

 Menghambat transpor yodium, sintesis dan keluarnya hormon

 Memperbaiki efek hormon di jaringan dan sifat imunologis

 Bukan indikasi rutin pada subakut tiroiditis berat dan krisis tiroid

Ada dua metoda yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini. Pertama berdasarkan titrasi: mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/labotaroris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah di mana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme. Kedua disebut sebagai blok-substitusi, dalam metoda ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan pabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga menjadi eutiroidisme pulih kembali. Rasional cara kedua ini yaitu bahwa dosis tinggi dalam lama memberi kemungkinan perbaikan proses imunologik yang mendasari proses penyakit Graves.

Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan artralgia, yang jarang keluhan gastrointestinal, perubahan rasa dan kecap, artritis dan yang paling ditakuti yaitu agranulositosis. Yang terakhir ini kalau terjadi hampir selalu pada 3 bulan pertama penggunaan obat. Yang amat jarang trombositopenia, anemia aplastik, hepatitis, vaskulitis, hipoglikemia (insulin autoimmune syndrome). Untuk evaluasi gunakan gambaran klinis, dengan misalnya indeks Wayne atau indeks New Castle (termasuk lingkar leher) dan kadang-kadang diperlukan pemeriksaan T4/FT4.


(7)

Tiroidektomi

Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif, dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun, meskipun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas. Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus operasi, 91% mengalami tiroidektomi subtotal dan disisakan 2 gram jaringan, 9% tiroidektomi total, hipokalsemia berkepanjangan 3,1% dan hipoparatiroid permanen 1%, serta mortalitas 0%.

Yodium radioaktif (radio active iodium – RAI)

Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis Rai berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak terbukti. Dan satu-satunya kontra indikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas. Di USA usia bukan merupakan masalah lagi, malahan cut off-nya 17-20 tahun. 80% Graves diberi radioaktif, 70% sebagai pilihan pertama dan 10% karena gagal dengan cara lain. Mengenai efek terhadap optalmopati dikatakan masih kontroversial. Meskipun radioterapi berhasil tugas kita belum selesai, sebab kita masih harus memantau efek jangka panjangnya yaitu hipotiroidisme. Dalam observasi selama 3 tahun pasca-RAI, tidak ditemukan perburukan optalmopati (berdasarkan skor Herthel, OI, MRI, total muscle volumes [TMV]).


(8)

Namun disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6 bulan pascaradiasi. Setiap kasus RAI perlu dipantau kapan terjadinya hipotiroidisme (dengan TSH dan klinis).

Titik tangkap berbagai obat yang digunakan dalam pengobatan hipertiroidisme dapat dilihat dalam skema ini. Jelas bahwa untuk menurunkan secara cepat, maka kran pelepasan hormon perlu ditutup segera dengan yodium dosis tinggi atau litium. Untung rugi dari masing-masing modus pengobatan dapat dilihat dalam Tabel 3 dan titik tangkap dari masing-masing-masing-masing pengobatan ditunjukkan dalam Gambar 1.

Tabel 3. Untung Rugi Berbagai Pengobatan Hipertiroidisme Graves

Cara

Pengobatan

Keuntungan Kerugian

Tirostatika (OAT) Tiroidektomi

Yodium Radioaktif

 Kemungkinan remisi jangka panjang tanpa hipotiroidisme

 Cukup banyak menjadi eutiroid

 Relatif cepat

 Relatif jarang residif

 Angka residif cukup tinggi

 Pengobatan jangka panjang dengan kontrol yang sering

 Dibutuhkan ketrampilan bedah


(9)

(I131) Sederhana

 Jarang residif (tergantung dosis)

 40% hipotiroid dalam 10 tahun

 Daya kerja obat lambat

 50% hipotiroid pasca radiasi

Sumber :

http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Management%20Hyperthyroid%20and %20Hypothyroid_3415_1107

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3436/1/09E01858.pdf http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82613&val=970

http://freemedicarticles.blogspot.com/2008/04/graves-disease-pendahuluan-graves.html http://www.news-medical.net/health/Treatment-of-Gravese28099-disease-%28Indonesian %29.aspx


(1)

Iatrogenic overreplacement Thyrotoxicosis factitia

Ingestion of natural products containing thyroid hormone “Hamburger” thyrotoxicosis

Natural foodstuffs

Thyromimetic compounds (e.g. Tiracol)

Occupational exposure to thyroid hormone (e.g. pill manufacturing, veterinary Occupations

GM-CFS, Granulocyte-macrophage colony stimulating factor; RAIU, radioactive iodine uptake; TSH, thyroid-stimulating hormone.

PENGOBATAN

Prinsip pengobatan: tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien (misalnya: apakah ia ingin punya anak dalam waktu singkat?), risiko pengobatan dan sebagainya. Perlu diskusi mendalam dengan pasien tentang cara pengobatan yang dianjurkan. Pengobatan tirotoksikosis dapat dikelompokkan dalam: a). Tirostatika, b). Tiroidektomi, c). Yodium radioaktif.

Tirostatika (OAT – obat anti tiroid)

Terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun, tetapi PTU masih ada efek tambahan yaitu menghambat konversi T4àT3 di perifer. CBZ dalam tubuh cepat diubah menjadi MTZ. Waktu paruh MTZ 4-6 jam dan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel ± 20 jam, PTU lebih pendek. Tirostatika dapat lewat sawar plasenta dari air susu ibu. Dibanding MTZ, kadar PTU 10x lebih rendah dalam air susu. Dengan propanolol dan tiamazol aktivasi endotel pulih menjadi normal,


(2)

OAT juga menghambat ekspresi HLA-DR di sel folikel sehingga imunologis membaik (lihat penggunaannya dalam metoda blok-suplemen di bawah ini). Pemakaian teratur dan lama dosis besar tionamid berefek imunosupresif intratiroidal. Dosis dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400 mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respons klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi (Tabel 2).

Tabel 2. Efek Berbagai Obat yang Digunakan dalam Pengelolaan Tirotoksikosis

Kelompok obat Efeknya Indikasi

Obat Anti Tiroid

Propiltiourasi (PTU) Metimazol (MMI) Karbimazol (CMZ → MMI)

Antagonis adrenergik-β

 Menghambat sintesis hormon

tiroid dan berefek

imunosupresif (PTU juga menghambat konversi T4 → T3)

 Pengobatan ini pertama pada Graves

 Obat jangka pendek prabedah / pra-RAI

B-adrenergic-antagonis Propranolol Metoprolol Atenolol Nadolol

 Mengurangi dampak

hormon tiroid pada jaringan

 Obat tambahan, kadang sebagai obat tunggal pada tiroiditis


(3)

Bahan mengandung Iodine

Kalium Iodida Solusi Lugol Natrium Ipodat Asam Iopanoat

 Menghambat keluarnya T4 dan T3

 Menghambat T4 dan T3 serta produksi T3 ekstratiroidal

 Persiapan tiroidektomi  Pada krisis tiroid, bukan

untuk penggunaan rutin

Obat lainnya Kalium perklorat Litium karbonat Glukokortikoids

 Menghambat transpor yodium, sintesis dan keluarnya hormon  Memperbaiki efek hormon

di jaringan dan sifat imunologis

 Bukan indikasi rutin pada subakut tiroiditis berat dan krisis tiroid

Ada dua metoda yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini. Pertama berdasarkan titrasi: mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/labotaroris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah di mana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme. Kedua disebut sebagai blok-substitusi, dalam metoda ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan pabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga menjadi eutiroidisme pulih kembali. Rasional cara kedua ini yaitu bahwa dosis tinggi dalam lama memberi kemungkinan perbaikan proses imunologik yang mendasari proses penyakit Graves.

Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan artralgia, yang jarang keluhan gastrointestinal, perubahan rasa dan kecap, artritis dan yang paling ditakuti yaitu agranulositosis. Yang terakhir ini kalau terjadi hampir selalu pada 3 bulan pertama penggunaan obat. Yang amat jarang trombositopenia, anemia aplastik, hepatitis, vaskulitis, hipoglikemia (insulin autoimmune syndrome). Untuk evaluasi gunakan gambaran klinis, dengan misalnya indeks Wayne atau indeks New Castle (termasuk lingkar leher) dan kadang-kadang diperlukan pemeriksaan T4/FT4.


(4)

Tiroidektomi

Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif, dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun, meskipun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas. Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus operasi, 91% mengalami tiroidektomi subtotal dan disisakan 2 gram jaringan, 9% tiroidektomi total, hipokalsemia berkepanjangan 3,1% dan hipoparatiroid permanen 1%, serta mortalitas 0%.

Yodium radioaktif (radio active iodium – RAI)

Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis Rai berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak terbukti. Dan satu-satunya kontra indikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas. Di USA usia bukan merupakan masalah lagi, malahan cut off-nya 17-20 tahun. 80% Graves diberi radioaktif, 70% sebagai pilihan pertama dan 10% karena gagal dengan cara lain. Mengenai efek terhadap optalmopati dikatakan masih kontroversial. Meskipun radioterapi berhasil tugas kita belum selesai, sebab kita masih harus memantau efek jangka panjangnya yaitu hipotiroidisme. Dalam observasi selama 3 tahun pasca-RAI, tidak ditemukan perburukan optalmopati (berdasarkan skor Herthel, OI, MRI, total muscle volumes [TMV]).


(5)

Namun disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6 bulan pascaradiasi. Setiap kasus RAI perlu dipantau kapan terjadinya hipotiroidisme (dengan TSH dan klinis).

Titik tangkap berbagai obat yang digunakan dalam pengobatan hipertiroidisme dapat dilihat dalam skema ini. Jelas bahwa untuk menurunkan secara cepat, maka kran pelepasan hormon perlu ditutup segera dengan yodium dosis tinggi atau litium. Untung rugi dari masing-masing modus pengobatan dapat dilihat dalam Tabel 3 dan titik tangkap dari masing-masing-masing-masing pengobatan ditunjukkan dalam Gambar 1.

Tabel 3. Untung Rugi Berbagai Pengobatan Hipertiroidisme Graves

Cara

Pengobatan

Keuntungan Kerugian

Tirostatika (OAT) Tiroidektomi

Yodium Radioaktif

 Kemungkinan remisi jangka panjang tanpa hipotiroidisme  Cukup banyak menjadi eutiroid  Relatif cepat

 Relatif jarang residif

 Angka residif cukup tinggi  Pengobatan jangka panjang

dengan kontrol yang sering  Dibutuhkan ketrampilan bedah  Masih ada morbiditas


(6)

(I131) Sederhana

 Jarang residif (tergantung dosis)

 40% hipotiroid dalam 10 tahun  Daya kerja obat lambat

 50% hipotiroid pasca radiasi

Sumber :

http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_Management%20Hyperthyroid%20and %20Hypothyroid_3415_1107

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3436/1/09E01858.pdf http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82613&val=970

http://freemedicarticles.blogspot.com/2008/04/graves-disease-pendahuluan-graves.html http://www.news-medical.net/health/Treatment-of-Gravese28099-disease-%28Indonesian %29.aspx