BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terwujudnya Good Governance merupakan tuntutan bagi terlaksananya reformasi di bidang manajemen pemerintahan dan pembangunan untuk
meningkatkan kualitas yang berdaya guna dan berhasil guna serta bebas dari Korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN. Hal tersebut diwujudkan antara lain dengan
ditetapkannya TAP MPR RI Nomor XIMPR1999 dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme yang menegaskan tekad Bangsa Indonesia untuk senantiasa bersungguh-sungguh mewujudkan Kepemerintahan yang baik dengan menerapkan
prinsip-prinsip Good Governance antara lain : 1. Partisipasi, yaitu memberdayakan setiap warga untuk mempergunakan hak dan
menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Penegakan Hukum, yaitu mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 3. Transparansi, yaitu menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat, melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akuran dan memadai.
4. Kesetaraan, yaitu memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
5. Daya Tangggap, yaitu meningkatkan kepekaan kepedulian para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.
6. Wawasan Kedepan, yaitu membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga
warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.
7. Akuntabilitas, yaitu meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Rencana Stratejik Kecamatan Salimpaung Tahun 2016-2021
8. Pengawasan, yaitu meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan
masyarakat luas. 9. Efisiensi dan efektifitas, yaitu menjamin terselenggaranya pelayanan kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
10. Profesionalisme, yaitu meningkatkan kemampuan dan akhlak penyelenggara pemerintahan, agar mampu memberikan pelayanan yang mudah, cepat, tepat
dengan biaya terjangkau. Sebagai langkah tindak lanjut TAP MPR RI Nomor XIMPR1999 dan
UU No.28 Tahun 1999 tersebut Pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah AKIP. Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mencakup siklus yang terintegrasi diawali dengan disusunnya Rencana Stratejik yang beraorientasi pada hasil yang ingin
dicapai selama kurun waktu 1 sampai 5 tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang mungkin timbul. Kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan Rencana Kinerja Tahunan, pelaksanaan program dan kegiatan, Pengukuran Kinerja Pelaporan Kinerja serta Evaluasi Kinerja.
Dari siklus AKIP tersebut dapat dilihat bahwa Penyusunan Rencana Kinerja merupakan fase awal dalam sistem AKIP. Untuk melaksanakan
Akuntabilitas Kinerja di lingkungan Pemerintah Daerah, maka setiap unit kerja juga menyusun rencana stratejik. Rencana Stratejik yang disusun oleh Satuan Kerja harus
mempedomani Rencana Stratejik Pemerintah Daerah yang pada dasarnya merupakan suatu keselarasan Rencana Stratejik dalam lingkungan Pemerintah
Daerah itu sendiri.
1.2 Landasan Hukum