Ekologi Lanskap Pekarangan Khas Perdesaan di Das Cianjur, Jawa Barat

RINGKASAN
Merry Hexa Octavia. Ekologi Lanskap Pekarangan Khas Perdesaan di DAS
Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan HAD1 SUSILO ARIFIh' dan ARIS
MUNANDAR.
Pekarangan merupakan salah satu ruang terbuka di daerah perdesaan
berupa lahan terbatas di sekeliling rumah. Sebagai salah satu penerapan sistem
agroforestri pekarangan yang merupakan integrasi manusia, ternak dan tumbuhan
dalam satu sistem daur ulang selain mempertahankan stabilitas lingkungan secara
berkelanjutan juga memberikan kontribusi ekonomi hanya dengan sedikit input.
Penelitian dilaksanakan di DAS Cianjur, mengambil tiga lokasi yang
memiliki kondisi bio-klimat berbeda akibat perbedaan ketinggian dari permukaan
laut. Ketiga lokasi yang terletak pada satu gradien lereng linier dari Gunung Gede
adalah Kampung Galudra 2 dengan ketinggian 2 1300 m dpl, Kampung
Burangkeng pada 2 950 m dpl dan Kampung Cibakung di 2 300 m dpl. Penelitian
dilakukan pada bulan Februari hingga Oktober 1999 dengan tujuan mempelajari
sistem pengelolaan pekarangan terutama menilik pada sistem daur ulang yang
terdapat pada pekarangan.
Ketiga lokasi secara umum memiliki kondisi iklim tropis basah dengan
kelembaban tinggi dan variasi suhu tahunan yang kecil. Kampung Galudra dan
Burangkeng memiliki tipe tanah andosol dan regosol, topografi yang berbukit, jauh
dari air tanah dan tata guna lahannya didominasi oleh tegalan yang memproduksi


datar, pendistribusian air yang mudah dan tata guna lahannya didominasi oleh
sawah.
Kondisi fisik pekarangan sangat mempengaruhi luas ruang terbuka yang
secara langsung juga memberi dampak pada jumlah spesies dan individu yang
dijumpai di lokasi. Bentukan ruang terbuka maupun pekarangan seluruhnya
dipengaruhi oleh kondisi topografi lahan. Di Galudra dan Burangkeng yang
memiliki topografi berbukit cenderung memiliki lahan pekarangan yang terkotakkotak dan luasan yang kecil. Sementara di Cibakung lahan yang datar
mengakibatkan warga cenderung memiliki lahan pekarangan yang tidak beraturan

dan luas. Elemen keras maupun lunak di pekarangan juga dipengaruhi oleh kondisi
fisik dan lingkungan selain merupakan ekspresi dari kebutuhan pemilik. Untuk
elemen lunak preferensi warga terlihat dari dominasi suatu spesies tertentu yang
mempengaruhi jurnlah individu spesies tersebut.
Pola pengelolaan pekarangan yang diulas pada pembahasan antara lain
adalah elemen kolam, ternak dan sampah. Dari ketiga ha1 tersebut pola daur ulang
yang terdapat dalam masing-masing pekarangan secara umum dapat terbaca, selain
dilihat dari elemen-elemen yang dipilih pemilik pekarangan. Pengelolaan
pekarangan di dua lokasi yang terletak di dataran tinggi yaitu Galudra dan
Mangunkerta dinilai kurang efektif, karena pemanfaatan energi belum berlangsung

secara optimal. Kondisi lingkungan mengakibatkan energi yang masuk ke dalam
pekarangan mengalir begitu saja. Kurangnya keragaman strata tanaman yang dapat
digunakan untuk memanfaatkan energi matahari lebih lanjut juga mengakibatkan
tanah lebih rentan terhadap erosi akibat energi dari air hujan. Tidak ditanamnya
ikan dalam kolam juga mengakibatkan energi dan ruang tidak dimanfaatkan secara
lebih optimal. Selain itu pengelolaan sampah juga dinilai kurang, karena warga
hanya membuang sampah yang sebenarnya dapat dianggap produk sisa dan dapat
digunakan sebagai input dengan pengelolaan lebih lanjut. Pengelolaan lahan secara
umum di kedua lokasi di daerah dataran tinggi ini menitikberatkan pada pemenuhan
kebutuhan ekonomi, tetapi pengelolaan pekarangan yang minim mengakibatkan
pekarangan baru dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan
hampir tidak bernilai ekonomi. Pengelolaan pekarangan di Cibakung sangat efektif.
Warga telah dapat memanfaatkan ruang pekarangan secara maksimal Penanaman
berbagai spesies tanaman yang mengakibatkan keragaman strata yang cukup tinggi
dan pemanfaatan kolam sebagai tempat pemeliharaan ataupun pembesaran ikan
dapat menyerap energi yang masuk ke dalam pekarangan dan mengolahnya
menjadi energi yang nantinya akan dapat bernilai ekonomi. Sarnpah di lokasi ini
pun telah diolah lebih lanjut menjadi kompos yang merupakan produk nyata hasil
pendaur-ulangan sampah yang nantinya dapat di jual ke pasar.
Kontribusi pekarangan bagi perekonomian keluarga tergantung pada jenis

tanaman yang terdapat di dalamnya dan penggunaannya oleh pemilik. Tanaman