Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 Menggunakan Model WRF

ANALISIS SIKLON TROPIS NARELLE 2013
MENGGUNAKAN MODEL WRF

FRINSA LINDIASFIKA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Siklon Tropis
Narelle 2013 menggunakan Model WRF adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Frinsa lindiasfika
NIM G24090039

ii

ABSTRAK
FRINSA LINDIASFIKA. Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 menggunakan
Model WRF. Dibimbing oleh AHMAD BEY dan YOPI ILHAMSYAH.
Siklon Narelle merupakan siklon tropis yang terjadi pada tanggal 8 hingga
14 Januari 2013 dan berlangsung di Samudra Hindia Selatan dekat perairan Nusa
Tenggara Timur (NTT) menuju perairan barat Australia. Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis keterkaitan fluks panas permukaan dengan siklon Narelle
2013. Kekuatan hubungan antara fluks panas permukaan dan parameter siklon
Narelle dievaluasi dengan menggunakan koefisien korelasi. Model WRF
digunakan untuk menghasilkan parameter meteorologi yang bertanggung jawab

dalam pembentukan siklon pada tahap awal. Parameter tersebut meliputi tekanan,
fluks panas sensibel permukaan, fluks panas laten permukaan, kecepatan angin,
dan SST. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks panas laten permukaan
sangat terkait dengan SST pada pembentukan siklon Narelle dengan koefisien
korelasi sebesar 0,89 dan fluks panas sensibel permukaan sangat terkait dengan
kecepatan angin dengan koefisien korelasi sebesar 0,88.
Kata kunci: Fluks Panas Permukaan, Siklon Tropis, WRF

ABSTRACT
FRINSA LINDIASFIKA. Understanding Tropical Cyclone Narelle 2013.
Supervised by AHMAD BEY dan YOPI ILHAMSYAH.
Narelle is a tropical cyclone which started on January 8 and decayed on
January 14 2013 and took place in the Southern Hindia Ocean near the Nusa
Tenggara Timur to the west of Australian coasts. The objective of this research is
to analyze the relationship of surface heat flux with a cyclones Narelle 2013. The
strength of relationship between surface heat flux and Narelle cyclone parameter
is evaluated using a correlation coefficient. WRF model is, then, utilized to
generate meteorological parameters which are responsible in the formation of the
cyclone at its earliest stage. The parameters include pressure, surface sensible heat
flux, surface latent heat flux, wind speed and SST. The result shows that surface

latent heat flux is related to SST in the formation of Narelle cyclone with
correlation coefficient of 0.89 and surface sensible heat flux is related to the wind
speed with a correlation coefficient of 0.88.
Keywords: Surface Heat Flux, Tropical Cyclones, WRF

iii

ANALISIS SIKLON TROPIS NARELLE 2013
MENGGUNAKAN MODEL WRF

FRINSA LINDIASFIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv

v

Judul Skripsi : Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 Menggunakan Model WRF
Nama
: Frinsa Lindiasfika
NIM
: G24090039

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ahmad Bey
Pembimbing I

Yopi Ilhamsyah, SSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
siklon tropis, dengan judul Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 Menggunakan
Model WRF.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut
peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Prof Dr Ir Ahmad Bey dan Yopi Ilhamsyah, SSi., selaku pembimbing

skripsi atas diskusi, dukungan, membimbing, motivasi, dan telah
meluangkan waktu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
2 Soni Setiawan, Ssi, Msi., selaku staf dosen meteorologi dan penguji sidang.
3 Mama, Papa, dan adikku Mentari Karina, Cindy Permata Dewi yang
penulis sangat sayangi atas dukungan, do‟a dan kasih sayang yang telah
diberikan selama ini.
4 Panji Dewantoro, SKom., yang terkasih terimakasih atas pengorbanan, do‟a
dan dukungan selama ini.
5 Sahabat terbaik Dwi regina kost b (Vasty Overbeek, Sheila Aldila, Rini
Mallynur, Aminah Balfas, Riesna Apramilda, Astrid Miradyas, lyan
Lavista) atas bantuan, dukungan, dan bersedia direpotkan selama ini.
6 Sahabat kecil Ani dan Siska di Jakarta terimakasih atas dukungan dan
kecerianannya selama ini.
7 Seluruh dosen GFM yang sudah memberikan ilmu dan wawasannya.
8 Seluruh staf GFM atas semua bantuannya. Pa Pono (terimakasih atas
pinjaman buku perpustakaan), Pa Aziz (terimakasih atas bantuan untuk
semua urusan administrasi).
9 Teman satu bimbingan skripsi (I Wayan Sumerta Yasa, Normi Ardiani,
Dwi Putra), terimakasih atas bantuan, diskusi, dan bersedia direpotkan serta
memberi motivasi selama ini. Seluruh angkatan GFM 46 atas segala

bantuannya (Nowa, Kresna, Dieni, Wengky, Hijjaz, Nurjaman, dan temanteman 46 yang lain).
10 Ka Putri, Kak Fela, terimakasih atas bantuan, nasehat, dukungan dan
bersedia direpotkan selama ini.
11 Indri dan Meta terimakasih atas kebersamaan dan keceriaanya selama di
asrama TPB A2 kamar 214.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Frinsa Lindiasfika

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar belakang

1

Tujuan penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2


Konsep dasar fluks panas permukaan pada pembentukan siklon tropis

2

Konsep dasar siklon tropis dan syarat pembentukannya

3

Penelitian mengenai pengaruh fluks panas permukaan serta
intensitas pembentukan siklon tropis
METODE

5
6

Bahan

6


Alat

6

Prosedur analisis data

6

Analisis pembentukan siklon tropis

6

Hubungan antara fluks panas permukaan dengan siklon tropis

7

Track dan status siklon Narelle menggunakan data observasi dan model

8


HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Gambaran umum wilayah kajian

10

Pembentukan siklon Narelle

10

Hubungan antara fluks panas permukaan dengan siklon Narelle

12

Perbandingan antara track dan status siklon Narelle data observasi dan
model

13

Koreksi model WRF untuk analisis siklon tropis

14

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

26

viii
vi

DAFTAR TABEL
1 Skala saffir-simpson
2 Nilai korelasi (r) fluks panas laten permukaan dengan tekanan,
kecepatan angin, dan SST
3 Nilai korelasi (r) fluks panas sensibel permukaan dengan tekanan,
kecepatan angin, dan SST
4 Parameter fisik yang digunakan pada model WRF

8
12
12
15

DAFTAR GAMBAR
Fluks yang mempengaruhi heat budget permukaan
Variasi diurnal dari heat budget permukaan
Diagram alir metode
Hasil keluaran model WRF pada pembentukan siklon Narelle
Data SST pada pembentukan siklon Narelle
Perbandingan track dan status kejadian siklon Narelle 8 – 14 Januari
2013
7 Perbandingan data kecepatan angin model dan observasi pada
pembentukan siklon Narelle 8 – 14 Januari 2013
1
2
3
4
5
6

2
3
9
11
11
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data hasil keluaran model WRF pada pembentukan siklon Narelle
2 Perbandingan data kecepatan angin dan status siklon Narelle dari model
dan observasi
3 Simulasi fluks panas laten permukaan pada pembentukan siklon Narelle
berdasarkan hasil keluaran model WRF menggunakan perangkat lunak
VAPOR

19
20

21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fluks panas merupakan transfer banyaknya panas persatuan luas per satuan
waktu yang dipengaruhi oleh suhu udara, suhu permukaan, dan tahanan
aerodinamik (Davies 2010). Pertukaran panas antara laut dan atmosfer di tandai
dengan perpindahan panas sensibel dan panas laten. Fluks panas sensibel biasanya
memberikan kontribusi pada peningkatan atau penurunan suhu atmosfer. Fluks
panas laten dari penguapan menjadi sumber energi utama untuk menggerakkan
intensitas siklon tropis di laut yang diikuti dengan angin kencang dan penurunan
tekanan permukaan (Sumber energi ini dimanfaatkan untuk kondensasi dan
penggabungan awan konvektif yang terkonsentrasi di dekat pusat siklon atau inti
hangat) (Raharjo et al 2010). Siklon tropis hanya dapat tumbuh dan berkembang
di perairan tropis dan sub tropis yang hangat dengan kelembaban udara yang
tinggi.
Daerah tropika merupakan daerah yang lebih intensif menerima radiasi
matahari dan menerima dua kali penyinaran tegak lurus dalam setahun, perbedaan
penyinaran radiasi tersebut menyebabkan suhu permukan laut menjadi naik
sehingga terbentuk pusat tekanan rendah yang dapat memicu terjadinya siklon
tropis yang dimulai dengan gangguan tropis seperti, depresi tropis, badai tropis,
dan siklon tropis. Siklon tropis yang terjadi pada masing-masing samudra sangat
bervariasi. Lebih dari dua pertiga dari total siklon terjadi di Belahan Bumi Utara
(BBU), sekitar setengah dari jumlah tersebut terjadi di atas lautan Pasifik Utara
bagian barat, sekitar seperempat di atas lautan Pasifik Utara bagian timur,
seperenam di atas lautan Atlantik Utara, dan sekitar seperdelapan di atas lautan
Hindia Utara. Di antara siklon yang terjadi di Belahan Bumi Selatan (BBS),
hampir setengahnya terbentuk di atas perairan di sebelah utara Australia, sepertiga
di atas lautan Indonesia Selatan dan seperempat di atas lautan Pasifik Selatan
(Neiburger 1995).
Penelitian mengenai pengaruh fluks panas permukaan dan karakteristik
pembentukan siklon tropis telah dilakukan beberapa peneliti, Gao dan Chiu
(2010) yang meneliti fluks panas laten permukaan dan curah hujan terkait dengan
prediksi kecepatan intensitas siklon tropis di Pasifik Barat Laut. Gao dan Chiu
(2010) mendapatkan bahwa dengan model regresi linier dari sistem prediksi
intensitas siklon tropis (STIPER) dari Badan Meteorologi Jepang dengan
memasukkan parameter fluks panas laten sangat berpengaruh terhadap intensitas
siklon dan menunjukkan analisis yang cukup baik untuk menganalisis prakiraan
intensitas siklon tropis. Asrianti (2012) meneliti kajian beberapa siklon tropis
khususnya di daerah samudra pasifik barat dan mendapatkan frekuensi kejadian
siklon tropis di BBU yaitu sekitar 320 siklon tropis lebih besar daripada frekuensi
kejadian siklon tropis di BBS sekitar 132 siklon tropis. Oleh karena itu, perlu
dilakukan kajian mengenai keterkaitan fluks panas dengan intensitas siklon tropis
yang terjadi pada awal Januari 2013 di Samudra Hindia bagian Selatan sehingga
dapat diketahui seberapa besar pengaruhnya di wilayah kajian tersebut.

2

Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pembentukan siklon Narelle 2013 di Samudra Hindia
bagian Selatan menggunakan model WRF
2. Mendapatkan hubungan fluks panas permukaan dengan siklon Narelle
2013
3. Mendapatkan track dan status siklon Narelle menggunakan observasi dan
model

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Fluks Panas Permukaan pada Pembentukan Siklon
Tropis
Menurut Davies (2010), fluks panas diukur dengan perubahan dalam suhu
yang membawa efek pada sensor dari daerah kajian. Insiden fluks panas dapat
mengatur suhu, baik bidang stabil atau bidang temperatur transien dalam sensor.
Berdasarkan Stull (2000) pada siang hari, radiasi netto menghantarkan
panas ke permukaan bumi melalui fluks yang merupakan keseimbangan dari tiga
flux permukaan. Transportasi turbulent sensible heat ke udara (sensible heat flux
(TH) disebut dengan fluks panas), transportasi turbulent latent heat flux ke udara
(latent heat flux (TE) biasa disebut sebagai penguapan dari permukaan), molecular
conduction flux dalam tanah (TG). Pada malam hari terjadi sebaliknya, radiasi
netto melepaskan panas dari permukaan bumi ke atmosfer.

Gambar 1 Fluks yang mempengaruhi heat budget permukaan. (a) Saat siang
hari pada permukaan vegetasi. (b) Malam hari pada permukaan
vegetasi. (c) Efek oasis hangat, adveksi udara kering lebih dingin,
permukaan lembab. (d) Siang hari di atas sebuah gurun. Sumber :
Stull (2010)
Pada gambar 1 diterangkan, bahwa ketiga fluks tersebut harus
menyeimbangkan fluks dari permukaan. Secara matematis Stull (2010)
menjelaskan keseimbangan tersebut :
.................. (1)

3

atau secara kinematis :
.................. (2)
dengan satuan unit Wm-2 pada rumus pertama dan satuan unit Kms-1 pada rumus
kedua. Selanjutnya diterangkan pada gambar 2 mengenai variasi harian dari heat
budget permukaan ketiga fluks tersebut.

Gambar 2 Variasi diurnal dari heat budget permukaan. Sumber : Stull (2010)
Pada pendekatan yang lebih baik, fluks permukaan tanah sebanding dengan
fluks radiasi netto, dalam bentuk dinamik dan kinematik :
.................. (3)
................... (4)
X = 0.1 selama siang hari dan X = 0.5 pada malam hari.
Siklon tropis terbentuk secara ekslusif di atas lautan tropis dan hilang ketika
melewati daratan. Hal ini dikarenakan berkurangnya fluks panas permukaan di
atas tanah. Karena puncak fluks panas permukaan hanya terjadi di luar dan di
bawah “mata siklon”, ketika bergerak menuju daratan intensitas badai cukup
tinggi meskipun sebagian besar hilang ketika sampai ke daratan. Fluks panas
permukaan berperan sebagai sumber energi bagi siklon tropis. Pada model
numerik siklon tropis, biasanya suhu permukaan laut diperlukan sebagai kondisi
batas dan intenstitas besaran siklon tropis, dan juga angin berpengaruh terhadap
intensitas siklon. Kedua pendekatan parameter tersebut biasa digunakan untuk
analisis model numerik karena paling berpengaruh terhadap pembentukan siklon
tropis (Schade & Emanuel 1999).
Pada penelitian Raharjo et al. (2008) juga menjelaskan bahwa fluks panas
permukaan menjadi sumber energi utama siklon tropis dari laut yang diikuti
dengan angin kencang dan penurunan tekanan permukaan. Sumber energi ini
dimanfaatkan untuk kondensasi dan penggabungan awan konvektif yang
terkonsentrasi di dekat pusat siklon atau inti hangat.
Konsep Dasar Siklon Tropis dan Syarat Pembentukannya
Siklon tropis adalah sistem tekanan udara rendah yang berskala sinoptik
yang terbentuk di daerah tropis dan dipicu oleh pergerakan panas dari Samudra
dengan wilayah perawanan konvektif dan kecepatan angin maksimum setidaknya

4

mencapai 34 knot pada lebih dari setengah wilayah yang melingkari pusatnya,
serta bertahan setidaknya enam jam. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas
yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26,5 °C.
Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih
dari 63 km/jam.
Tjasyono (2000) menjelaskan awal mula muncul siklon tropis adalah
sebagai gangguan tropis, apabila kecepatan angin meningkat menjadi sekitar 20
knot dan terdapat satu isobar tertutup atau lebih maka gangguan tropis berubah
menjadi depresi tropis, sedangkan apabila kecepatan angin mengingkat antara 34
knot dan 64 knot dan terdapat beberapa isobar tertutup di sekitar mata maka
depresi tropis berubah menjadi badai tropis. Kemudian apabila kecepatan angin
melebihi 64 knot maka badai meningkat menjadi siklon tropis.
Penamaan siklon tropis berbeda pada setiap wilayah di dunia. Menurut
Lynch dan Cassano (2006) di Samudera Pasifik bagian Timur dan Samudera
Atlantik bagian Utara disebut Hurricane. Sedangkan menurut Ahrens (2009) di
Samudera Hindia disebut Cyclone dan di Australia disebut Tropical cyclone dan
di Pasifik Barat Laut disebut Typhoon. Badai dewasa memiliki diameter berkisar
dari 100 km sampai 1500 km. Biasanya bertekanan kurang dari 970 mb dengan
kecepatan meningkat antara 50 sampai 100 m/s pada dekat pusatnya. Pada daerah
pusat itu sendiri anginnya lemah yaitu sekitar 5 m/s atau bahkan kurang
(Neiburger 1995). Pusat siklon terdapat inti panas yang disebut mata siklon. Mata
siklon memiliki diameter antara 10 hingga 100 km. Mata siklon merupakan
daerah bebas awan (Tjasyono 1999).
Siklon tropis mengalami perkembangan sampai menjadi topan dalam waktu
beberapa hari. Siklon tropis dapat terus menjadi topan dewasa selama jangka
waktu dua minggu atau lebih, sampai siklon tersebut bergerak ke atas daratan atau
keluar daerah lintang tropika (Neiburger 1995).
Gray (1975) menjelaskan terdapat beberapa parameter yang memicu terjadi
nya pembentukan siklon. Di antaranya :
1. Terdapat air laut yang hangat dengan temperatur sekitar 26,5 oC hingga
kedalaman tertentu (sekitar 50 meter). Air hangat inilah yang berperan
sebagai „bahan bakar‟ bagi mesin pembangkit energi panas siklon tropis.
2. Vortisitas yang besar pada troposfer bawah. Vortisitas ditimbulkan oleh
konvergensi yang berperan sebagai „pompa primer‟ untuk menyediakan
massa, momentum dan uap air pada lapisan troposfer bawah untuk
membentuk awan cumulus. Jadi siklon tropis hanya terbentuk pada
wilayah luas yang terjadi vortisitas di troposfer bawah.
3. Peranan rotasi bumi (gaya coriolis). Gaya coriolis merupakan gaya semu
yang terjadi akibat rotasi bumi. Hal ini karena dalam pembentukan siklon,
diperlukan gaya semu coriolis untuk mengimbangi gradien tekanan. Tanpa
adanya gaya coriolis, daerah tekanan rendah tidak akan dapat terus
dipertahankan. Secara matematis :
C = 2Vω sin ɵ .................. (5)
C = gaya coriolis;
V = kecepatan partikel udara relatif terhadap bumi
(kecepatan angin);
ω = laju rotasi bumi (2 Π rad / 24 jam);
ɵ = lintang tempat;

5

2ω sin ɵ disebut sebagai parameter coriolis yang menunjukan bahwa
ketika lintang tempat semakin tinggi maka nilainya semakin besar.
Sehingga di ekuator parameter coriolis bernilai nol. Jadi siklon tropis tidak
terbentuk pada lintang 4o - 5o dari ekuator.
4. Peranan Shear angin vertikal yang rendah di antara permukaan dan bagian
atas troposfer. Siklon tidak terbentuk jika pada lapisan 950 mb dan 200 mb
terjadi shear vertikal yang lebih besar dari 10 m/s atau ketika pada lapisan
200-500 mb terjadi kecepatan relatif untuk pergerakan kumpulan awan
yang lebih besar dari 5 m/s. Shear angin vertikal yang besar akan
mengacaukan atau mengganggu siklon tropis yang baru saja terbentuk
atau mencegah terjadinya pembentukan siklon tropis. Jika siklon tropis
telah terbentuk, shear angin vertikal akan memperlemah atau
menghancurkan siklon tropis tersebut dengan mengganggu konveksi yang
terjadi di pusat siklon.
5. Pengaruh permukaan hingga suhu potensial ekivalen di lapisan troposfer
bagian tengah. Pembentukan siklon terkait dengan moist bouyancy
potential atau besarnya lapisan perbatas atmosfer hingga troposfer tengah.
Bouyancy yang representatif yaitu perbedaan antara permukaan dan
lapisan 500 mb.
6. Peranan kelembaban pada troposfer tengah. Parameter kelembaban
bervariasi dari 0 hingga 1. Perkembangan siklon tidak terjadi jika
kelembaban pada lapisan 500- 700 mb kurang dari 40%. Faktor ini
meningkat secara linear hingga 1 pada kelembaban antara lapisan 700-500
mb mencapai 100% atau parameter kelembaban = jika RH adalah antara
40% dan 70%. Jadi siklon tropis hanya terbentuk dalam wilayah dengan
kelembaban (RH) relatif tinggi pada troposfer tengah.
Penelitian Mengenai Pengaruh Fluks Panas Permukaan serta
Intenstitas Pembentukan Siklon Tropis
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan pembentukan dan
intensitas siklon tropis. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Gao dan Chiu
(2010) yang meneliti fluks panas laten permukaan dan curah hujan terkait dengan
prediksi kecepatan intensitas siklon tropis di Pasifik Barat Laut. Gao dan Chiu
(2010) mendapatkan bahwa dengan model regresi linier dari sistem prediksi
intensitas siklon tropis dari Badan Meteorologi Jepang dengan memasukkan
parameter fluks panas laten sangat berpengaruh terhadap intensitas siklon dan
menunjukkan analisis yang cukup baik untuk menganalisis prakiraan intensitas
siklon tropis.
Emanuel (2004) mengenai energetik dan struktur dari siklon tropis,
menjelaskan bahwa siklus energi sangat mempengaruhi peningkatan suhu air laut
yang terjadi pada inti pusat siklon atau biasa disebut dengan “eyewalls” dan
besaran nya menurun saat melewati daratan. Pada inti pusat siklon atau “eyewalls”
dijelaskan bahwa fluks panas juga mempengaruhi intensitas siklon, tekanan dan
kecepatan angin yang berpengaruh terhadap besarnya fluks tersebut. Diluar
“eyewalls” angin permukaan juga mengontrol fluks permukaan yang keluar
menuju lapisan perbatas dan menyeimbangkan gerakan dengan pendingan
adiabatik, sejumlah konvektif panas, dan pendingan radiasi.

6

Penelitian yang dilakukan oleh Schade dan Emanuel (1999) mengenai efek
lautan pada intensitas siklon tropis, penggabungan model badai tropis yang
dibangun dengan mengunakan model axisymmetrik dan model tiga lapisan laut.
Apabila intensitas siklon bergerak secara konstan dalam keadan statis di laut,
maka dapat digunakan sebagai analisis intensitas siklon yang berpengaruh
terhadap interaksi lautan. Digambarkan dengan interaksi feedback dari suhu muka
laut, dapat mengurangi intensitas siklon tropis sebesar 50%. Hasil tersebut
merupakan cara baru mengenai peran lautan untuk membatasi intensitas siklon
tropis.

METODE
Bahan
Bahan
yang
dibutuhkan
adalah
data
dari
situs
http://weather.unisys.com/hurricane/index.php berupa data kejadian siklon tropis
per-enam jam dari tangal 8 Januari 2013 jam 00.00 UTC sampai tanggal 14
Januari 2013 jam 18.00 UTC dengan resolusi spasial 10 x 10 km, data NCEP
Final Analysis (FNL) dengan 1˚ latitude x 1˚ longitude grids dengan format grib2
dari situs http://Rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/ berupa data global untuk penelitian
atmosferik dan geosains bulan Januari 2013, serta data dari situs
http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/NOAA/.NCDC/.ERSST/.version3b/.sst/
dataselection.html berupa data harian Sea Surface Temperature (SST) dari tanggal
8 Januari hingga 14 Januari 2013.
Alat
Alat yang diperlukan adalah personal komputer yang disertai dengan
perangkat lunak model WRF ARW versi 3.3, VAPOR User Interfae – [Visualizer
No. 0], microsoft word, microsoft excel, dan minitab 15.

Prosedur Analisis Data
Prosedur analisis data pada penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian.
Pertama analisis pembentukkan siklon Narelle 2013, kedua mendapatkan
hubungan antara fluks panas permukaan dengan pembentukan siklon tropis
dengan parameter cuaca seperti tekanan, kecepatan angin, dan SST, dan ketiga
mendapatkan track dan status siklon Narelle dari observasi dan model.
Analisis Pembentukan Siklon Tropis
Pada prosedur analisis data ini, digunakan model WRF dalam menganalisis
pembentukan siklon tropis. Weather Research and Forecasting (WRF)
merupakan model yang diperlukan untuk prakiraan cuaca yang memberikan
solusi yang cukup baik. Di antara parameter-parameter data cuaca dan iklim yang
dapat diprakirakan, parameter curah hujan merupakan parameter yang paling

7

sukar diprakirakan, karena curah hujan melibatkan berbagai parameter data cuaca
lainnya seperti suhu, kecepatan angin, tekanan, kelembaban. Untuk prakiraan
keadaan masa datang sirkulasi cuaca dari pengetahuan keadaan saat ini yaitu
dengan menggunakan persamaan-persamaan dinamik baik terhadap ruang maupun
waktu. Kemudian dilengkapi dengan beberapa komponen seperti keadaan awal
cuaca dan syarat batas, sekumpulan persamaan-persamaan prediksi yang saling
terkait yang menghubungkan variabel-variabel medan, suatu metode integrasi
persamaan-persamaan tersebut dalam waktu untuk memperoleh keadaan masa
datang dari variabel-variabelnya (Subarna 2008). Berikut adalah langkah dari
analisis ini :
1. Pengumpulan dan penyusunan data
Mengunduh data kejadian siklon Narelle 2013 di kawasan Samudra Hindia
bagian Selatan dari situs http://weather.unisys.com/hurricane/index.php, data
kejadian siklon digunakan sebagai acuan untuk mengunduh data dari situs
http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/ yang merupakan data global NCEP Final
Analysis (FNL) untuk penelitian atmosferik dan geosains. Selanjutnya, data
tersebut diolah dengan perangkat lunak model WRF ARW versi 3.3.
2. Pengelompokkan Data
Data kejadian siklon tropis per-enam jam pada tanggal 8 Januari jam 00.00
UTC sampai 14 Januari jam 18.00 UTC tahun 2013 disusun berdasarkan nama
siklon dan waktu kejadiannya serta lokasi tempat terjadinya siklon berdasarkan
wilayah Samudra, sehingga setiap siklon dapat diketahui posisi bujur dan lintang
waktu terjadinya siklon tropis.
3. Pengolahan Data
Data diolah dengan perangkat lunak model WRF ARW versi 3.3 dengan
melakukan pemotongan domain wilayah kajian dari data global NCEP Final
Analysis (FNL) yang diunduh dari situs http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/
setelah data dibandingkan dengan kejadian siklon yang ingin dikaji. Dalam
penelitian ini digunakan 1 domain dengan ukuran 1o x 1o, lalu cropping wilayah
kajian. Data analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah data siklon
Narelle yang terjadi di Samudra Hindia bagian Selatan pada tanggal 8 Januari
sampai 14 Januari 2013. Hasil keluaran model WRF kemudian diolah dengan
menggunakan perangkat lunak VAPOR User Interface – [Visualizer No. 0]
sehingga didapat profil dua dimensi kejadian siklon Narelle 2013 di wilayah
kajian tersebut.
Hubungan antara Fluks Panas Permukaan dengan Siklon Tropis
Pada prosedur analisis untuk mengetahui hubungan antara fluks panas
permukaan dengan siklon Narelle digunakan analisis korelasi pada minitab 15,
yaitu antara fluks panas permukaan sebagai variabel (Y) dan parameter
meteorologi pembentuk siklon Narelle sebagai variabel (X), sehingga dapat
diketahui keeratan hubungan di antara kedua variabel tersebut.
Koefisien korelasi sederhana (r) adalah suatu ukuran arah dan kekuatan
hubungan linier antara dua variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y), dengan
ketentuan nilai r berkisar dari harga (-1≤ r ≤ +1) (Walpole 1995). Apabila nilai r =
-1 artinya korelasinya negatif sempurna (menyatakan arah hubungan antara
parameter meteorologi pembentuk siklon tropis (X) dan fluks panas permukaan

8

(Y) adalah negatif dan sangat kuat), r = 0 artinya tidak ada korelasi, r = 1 berarti
korelasinya sangat kuat dengan arah yang positif.
Track dan Status Siklon Narelle Mengunakan Data Observasi dan Model
Prosedur untuk mengetahui hasil track siklon Narelle dari model
mengunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3 dari letak koordinat terjadinya siklon
tersebut. Menggunakan Unisys Weather (2013) didapatkan hasil track siklon
Narelle dari observasi, sehingga akan terlihat perbandingan track diantara
keduanya. Perbandingan status siklon Narelle observasi dengan model, mengacu
pada intensitas siklon tropis berdasarkan skala saffir-simpson yang menggunakan
pendekatan nilai kecepatan angin.
Tabel 1 Skala Saffir-Simpson. Sumber : Unisys Weather (2013)
Tipe

Kategori

Tekanan (Mb)

Kec. Angin
(Knot)

Kec. Angin
(m/s)

Kec. Angin
(mph)

Tropical
Depression

TD

----

135

9

Diagram Metode
Mulai

Data Kejadian Siklon
dari situs http://

weather.unisys.com/
hurricane/index.php

Bandingkan dengan
data global dari situs

http://Rda.ucar.edu/
datasets/ds083.2/

Kelompokkan data berdasarkan

nama siklon dan waktu
kejadiannya

Pengolahan data dengan perangkat
lunak VMware Player Fedora 14

untuk Weather Research and
Forecasting (WRF)
tidak

Data selesai di
running

ya

Pengolahan data dengan
perangkat lunak VAPOR

Analisis korelasi antara fluks
panas permukaan dengan
Parameter Pembentuk Siklon
Narelle

Analisis perbandingan track dan
status siklon Narelle mengunakan
data observasi dan model

Selesai

Gambar 3 Diagram alir metode

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilyah Kajian
Siklon Narelle merupakan badai tropis yang terjadi di Samudera Hindia
Selatan dekat perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju perairan barat
Australia yang berlangsung pada tanggal 8 hingga 14 Januari 2013. Secara
geografis yang diamati pada penelitian ini yaitu 110 - 120 0BT, dan 11-30 0LS.
Data Kejadian siklon tropis pada penelitian ini adalah hasil data keluaran model
WRF yaitu data 6 jam-an yang terjadi pada tanggal 8 Januari jam 00.00 UTC
hingga 14 Januari 2013 jam 18.00 UTC pada wilayah Samudra Hindia Selatan.
Pembentukan Siklon Narelle
Siklon Narelle terjadi pada tanggal 8 Januari hingga 14 Januari 2013.
Penamaan dari Siklon Narelle mengikuti tempat terjadinya kejadian siklon
tersebut yaitu pada bagian barat perairan australia (Ahrens 2009). Siklon Narelle
mengalami perkembangan sampai menjadi topan dewasa dalam waktu kurang
lebih 7 hari hingga bergerak keluar lintang tropika.
Berdasarkan hasil data yang didapatkan dari keluaran model WRF dengan
parameter cuaca dan parameter fisik untuk melihat terbentuknya siklon tropis,
bahwa nilai parameter meteorologi yang terjadi pada pembentukan siklon berubah
besarannya mengikuti waktu kejadian siklon Narelle. Pada gambar 4, dijelaskan
bahwa pada tanggal 8 Januari jam 00.00 UTC awal terbentuknya depresi hingga
menjadi badai tropis pada nilai fluks panas laten permukaan, fluks panas sensibel
permukaan, dan kecepatan angin terus meningkat hingga terjadinya siklon tropis
kemudian melemah kembali menjadi badai tropis sampai berubah menjadi depresi
tropis pada tanggal 14 januari 2013 jam 18.00 UTC.
Pada gambar 4 juga terlihat bahwa nilai fluks panas laten lebih besar
dibandingkan nilai fluks panas sensibel. Hal ini dikarenakan fluks panas laten
permukaan bercampur dengan penguapan untuk kondensasi dan penggabungan
awan konvektif yang terkonsentrasi di dekat pusat siklon atau inti hangat sebagai
sumber penggerak intensitas siklon Narelle. Seperti halnya nilai fluks panas, awal
pembentukan siklon Narelle, nilai kecepatan angin juga meningkat hingga
perubahan status dari siklon tropis menjadi badai tropis menurun sampai
pembentukan siklon Narelle berakhir pada tanggal 14 Januari 2013 jam 18.00
UTC.
Berbeda dengan nilai tekanan pada siklon Narelle terjadi sebaliknya, yaitu
pada tanggal 8 Januari awal pembentukan depresi tropis sampai menjadi badai
tropis menurun, hingga pada saat siklon tropis mulai berubah menjadi badai tropis
pada tanggal 12 Januari, nilai tekanan meningkat sampai berakhir terjadinya
depresi tropis pada tanggal 14 Januari jam 18.00 UTC. Merujuk pada Raharjo et
al. (2008) mengatakan bahwa pada saat terjadi siklon tropis akan terjadi
penurunan tekanan permukaan pada siklon tropis diikuti dengan peningkatan
kecepatan angin. Pada awal pembentukan siklon Narelle nilai kecepatan angin
meningkat tetapi nilai tekanan pada siklon tersebut menurun hingga siklon

11

(Wm-2)

berubah status menjadi badai tropis, menuju status depresi tropis yang terjadi
sebaliknya nilai kecepatan angin menurun tetapi nilai tekanan meningkat.
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
0

12

0

12

0

12

0

12

0

12

0

12

0

12

60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10

1100
1080
1060
1040
1020
1000
980
960
940
920
900
0

12

0

12

0

12

0

12

0

12

8-Jan-13 9-Jan-13 10-Jan- 11-Jan- 12-Jan13
13
13
Time (UTC)
Kecepatan Angin

0

12

0

13-Jan13

12

14-Jan13

Pressure

Gambar 4 Hasil keluaran model WRF pada siklon Narelle 2013
30

SST (oC)

29
28
27
26
25
8-Jan-13 9-Jan-13 10-Jan-13 11-Jan-13 12-Jan-13 13-Jan-13 14-Jan-13
Time (UTC)

Gambar 5 Data SST pada pembentukan siklon Narelle 2013

P (mb)

M (m/s)

8-Jan-13 9-Jan-13 10-Jan- 11-Jan- 12-Jan- 13-Jan- 14-Jan13
13
13
13
13
Time (UTC)
Surface Latent Heat Flux
Surface Sensible Heat Flux

12

Pada gambar 5, dijelaskan nilai SST pada awal pembentukan siklon Narelle
melebihi suhu diatas 26oC yaitu memenuhi syarat terbentuknya siklon tropis.
Menurut Gray (1968) bahwa pembentukan siklon tropis akan dihasilkan pada
perairan yang memiliki suhu diatas 26oC pada permukaan. Selanjutnya nilai SST
menurun mengikuti perubahan status siklon Narelle hingga berakhirnya
pembentukan siklon Narelle pada tanggal 14 Januari jam 18.00 UTC.
Hubungan antara Fluks Panas Permukaan dengan Siklon Narelle
Pada analisis penelitian ini, untuk melihat hubungan antara fluks panas
permukaan dengan parameter meteorologi pembentuk siklon Narelle 2013 yaitu
menggunakan pendekatan analisis korelasi. Terdapat dua fluks panas untuk
melihat keterkaitannya dengan siklon Narelle yaitu fluks panas laten permukaan
dan fluks panas sensibel permukaan. Kedua fluks tersebut akan dianalisis besaran
korelasinya dengan parameter pembentuk Siklon Narelle. Pada Raharjo et al.
(2008) dijelaskan bahwa fluks panas menjadi sumber energi utama untuk
menggerakkan siklon tropis dari laut yang diikuti dengan angin kencang, suhu
yang meningkat, dan penurunan tekanan permukaan.
Tabel 2 Nilai korelasi (r) fluks panas laten permukaan dengan tekanan,
kecepatan angin, dan SST
Parameter
Tekanan (mb)
Kecepatan Angin (m/s)
o

SST ( C)

Fluks Panas Laten Permukaan
-0,466
0,842
0,886

Bahwa tekanan mempunyai korelasi negatif yang kurang kuat dengan fluks
panas laten permukaan, sedangkan kecepatan angin, dan SST mempunyai korelasi
positif yang kuat dengan fluks panas laten permukaan. Kemudian yang paling
berkorelasi dengan fluks panas laten permukaan adalah SST, artinya yang paling
terkait dengan fluks panas laten permukaan sebagai sumber energi untuk
menggerakan intensitas siklon Narelle yaitu SST. Hubungan antara fluks panas
sensibel permukaan dengan tekanan, kecepatan angin, dan SST dijelaskan pada
Tabel 3 :
Tabel 3 Nilai korelasi (r) fluks panas sensibel permukaan dengan tekanan,
kecepatan angin, dan SST
Parameter
Tekanan (mb)
Kecepatan Angin (m/s)
o

SST ( C)

Fluks Panas Sensibel Permukaan
-0,486
0,876
0,854

Fluks panas sensibel permukaan mempunyai korelasi negatif yang kurang
kuat dengan tekanan tetapi mempunyai korelasi positif yang kuat dengan
kecepatan angin dan SST, kemudian yang paling berkorelasi diantara ketiga

13

variabel tersebut adalah kecepatan angin, dijelaskan bahwa variabel tersebut
sangat terkait dengan fluks panas sensibel permukaan untuk memberikan
kontribusi pada peningkatan atau penurunan suhu atmosfer yang membantu
pembentukan siklon Narelle.
Berdasarkan analisis penelitian ini, dijelaskan bahwa yang sangat
berhubungan dengan fluks panas permukaan untuk membantu pembentukan
siklon Narelle adalah kecepatan angin dan SST. Hal ini juga diperkuat Gray
(1968), mengungkapkan bahwa energi panas yang ideal untuk membentuk siklon
tropis akan dihasilkan pada perairan yang memiliki suhu diatas 26oC pada
permukaan hingga kedalaman 60 meter. Emanuel (1988) mengungkapkan bahwa
peningkatan kekuatan siklon tropis seiring dengan meningkatnya suhu muka laut.
Meskipun suhu muka laut berperan penting dalam pembentukan siklon tropis,
Evans (1991) mengungkapkan bahwa jika hanya variabel suhu muka laut maka
belum cukup kuat untuk mempengaruhi intensitas dan frekuensi pertumbuhan
siklon tropis, diperlukan variabel-variabel atmosfer dinamis seperti kecepatan
angin dan tekanan yang mempengaruhi.
Perbandingan antara Track dan Status Siklon Narelle Data Observasi
dan Model
Perbandingan antara track dan status siklon Narelle data observasi dan
model dapat dilihat pada gambar 6, track dan status siklon model menunjukan
kemiripan dengan track dan status siklon data observasi yang berlangsung pada
tanggal 8 sampai 14 Januari 2013. Hal ini dikarenakan letak koordinat terjadinya
siklon Narelle observasi berdekatan dengan koordinat terjadinya siklon Narelle
model. Pada awal pembentukan siklon Narelle status antara model dan observasi
memiliki perbedaan yaitu status siklon model adalah depresi tropis sedangkan
status siklon Narelle observasi adalah badai tropis. Tetapi perubahan badai tropis
menjadi siklon tropis terjadi pada waktu yang sama yaitu tanggal 9 Januari jam
06.00 UTC. Perubahan status siklon menjadi badai tropis antara model dengan
observasi terjadi pada waktu yang berbeda dan observasi menunjukkan perubahan
status yang lebih cepat dari model, tetapi berakhir dengan status observasi
intensitas siklon tropis yang sama dengan model yaitu menjadi depresi tropis
pada tanggal 14 Januari jam 18.00 UTC.

Gambar 6 Perbandingan track dan status kejadian siklon Narelle 8 – 14
Januari 2013.

Kecepatan Angin (m/dt)

14

60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
0

12

0

12

0

12

0

12

0

12

0

12

0

12

8-Jan-13 9-Jan-13 10-Jan-1311-Jan-1312-Jan-1313-Jan-1314-Jan-13
Time (UTC)
Observasi

Model

Gambar 7 Perbandingan data kecepatan angin model dan observasi pada
pembentukan siklon Narelle 8 – 14 Januari 2013
Berdasarkan Unisys Weather (2013), perbandingan status intensitas siklon
mengacu pada skala saffir-simpson menggunakan pendekatan nilai kecepatan
angin model dan observasi seperti ditunjukan pada gambar 7. Pada gambar 7
terlihat bahwa hasil data kecepatan angin model mendekati dengan hasil data
kecepatan angin observasi, dapat dijelaskan dari awal-awal pembentukan dan
akhir pembentukan yang memiliki nilai kecepatan angin yang saling mendekati
diantara keduanya sehingga memiliki status pembentukan yang sama yaitu depresi
tropis. Perbedaannya terjadi pada puncak pembentukan siklon Narelle yaitu
puncak nilai kecepatan angin model lebih cepat terjadi dibandingkan dengan
puncak terjadinya siklon Narelle observasi.
Koreksi Model WRF untuk Analisis Siklon Tropis
Pada dasarnya model WRF diperuntukan untuk lingkungan riset dan
operasional yang dilengkapi dengan studi dinamika secara ideal, prediksi cuaca
numerik dengan fisis secara penuh, simulasi kualitas udara dan iklim regional. Di
Indonesia sendiri WRF banyak di digunakan untuk keperluan prakiraan cuaca
oleh instansi terkait seperti BMKG dan LAPAN dengan komputer berkelompok
secara sistem kluster dan paralel. Selain itu, BMKG telah melakukan
perkembangan dengan menggunakan perangkat lunak model WRF ARW versi 3.3
yang telah dikembangkan oleh National Cooperation Atmospheric Research
(NCAR) sehingga dapat digunakan oleh personal komputer.
Pada penelitian ini, untuk melakukan analisis siklon Narelle menggunakan
model WRF diperlukan suatu proses pengelohan data dengan melibatkan
komputasi parameter WRF yang difokuskan pada bagian fisik. Pemanggilan
fungsi persamaan bertujuan untuk merepresentasikan kategori yang dipilih pada
parameter WRF. Hal tersebut mempermudah melakukan penggambaran kondisi
atmosfer yang sangat dinamis. Seperti pada tabel 4 yang menjelaskan komponen
parameter fisik yang digunakan untuk menganalisis siklon Narelle.

15

Tabel 4 Parameter Fisik yang digunakan pada Model WRF
Kode
pada
Parameter fisik
Keterangan
model
WRF
mp_physic1
3
WRF single Moment (WSM) 3-class
2
cu_physics
1
kain-fritsch
sf_sfclay_physics3
1
MM5 similarity
sf_surface_physics3
2
NOAH
bl_pbl_physics4
1
YSU
5
ra_lw_physics
1
Rapid Radiative Transfer
ra_sw_physics5
1
Dudhia
1 Microphysics; 2 Cumulus parameterizations; 3 Surface physics; 4 Planetary boundary layer
physics; 5 Atmospheric radiation physics

Terdapat 5 parameter fisik pada model WRF meliputi microphysics,
cumulus parameterizations, surface physics, planetary boundary layer physics,
dan atmospheric radiation physics. Microphysics merupakan skema fisik yang
menunjukkan proses fase pencampuran. Pada analisis tersebut dipilih parameter
WSM 3 yang menjelaskan skema sederhana dari fase pembentukan es dan fase
campuran sehingga variabel yang terlibat meliputi es dan salju (Skamarock et al
2008). Cumulus parameterizations merupakan skema fluks massa untuk
pemodelan skala meso. Berdasarkan Rizkiana et al. (tanpa tahun) pemilihan
parameter kain-fritsch yang merupakan skema yang dirancang bertujuan
menyusun ulang massa udara sehingga CAPE dapat digunakan. Model awan
diformulasikan menjadi dettrainment-entrainment dengan parsel bouyancy yang
dihitung sebagai fungsi dari parsel yang tercampur dengan lateral antara
lingkungan dan updraft. Skema ini memuat proses fisik awan yang sangat lengkap
dalam parameterisasi konvektif dan memiliki parameter downdraft sehingga
memungkinkan simulasi lebih baik untuk respon skala meso dan memungkinkan
untuk sebagian besar skema.
Surface physics merupakan model yang menggambarkan kondisi teresterial
yang melibatkan model permukaan lahan multi-layer yang terdiri dari model
termal dan model kelembaban vegetasi serta tanah termasuk didalamnya salju dan
es di lautan. Termasuk dalam sub parameter surface physics meliputi NOAH dan
MM5 similarity. NOAH merupakan skema kelembaban dan penutupan kanopi
tanah hingga 4 layer sedangkan MM5 similarity merupakan skema yang
ditekankan pada fungsi stabilitas untuk menghitung koefisien pertukaran untuk
panas, kelembaban, dan momentum (Skamarock et al 2008). Planetary boundary
layer physics yang menggunakan parameter YSU yang merupakan skema yang
menekankan pada skema K non lokal dengan lapisan eksplisit entraintment.
Atmospheric radiation physics merupakan model radiasi yang terjadi di atmosfer
meliputi radiasi gelombang panjang dan radiasi gelombang pendek. Parameter
Rapid Radiative Transfer merupakan parameter fisik dari radiasi gelombang
panjang yang melibatkan pengaruh uap air, ozon, CO2, dan gas serta kedalaman
awan. Dudhia merupakan parameter fisik dari radiasi gelombang pendek yang
menggambarkan keterkaitan radiasi yang jatuh dengan fluks panas, hamburan
udara, absorbsi uap air dan albedo awan.

16

Kelebihan dari model WRF adalah dapat membangkitkan data dengan
menghasilkan keluaran data dengan rentang waktu yang sangat rapat atau sesuai
dengan kebutuhan yang digunakan untuk memprakirakan cuaca. Selain itu,
kelebihan dari model WRF ini juga dapat digunakan untuk analisis pembentukan
siklon tropis, data estimasi yang di bangkitkan menggunakan model WRF cukup
baik untuk digunakan. Hasil keluaran data model WRF tersebut digunakan untuk
simulasi pembentukkan siklon tropis dengan data keluaran parameter fisik dan
cuaca yang ingin dikaji.
Di antara parameter-parameter data cuaca dan iklim yang dapat
diprakirakan meliputi suhu, kecepatan angin, tekanan, kelembaban dan parameter
fisika seperti data fluks panas laten dan vortisitas. Kekurangan dari model WRF
adalah membutuhkan waktu yang cukup lama dalam memproses data sehingga
membutuhkan personal komputer yang mempunyai memori yang cukup besar.
Selain itu, karena keterbatasan kemampuan komputasi menyebabkan masalahmasalah fisika cuaca tidak semua tersedia, maka tidak mungkin menggunakan
hanya satu tipe model yang dapat menangkap cukup fenomena pada semua skala.
Seperti data SST yang digunakan dalam analisis penelitian ini yang tidak tersedia
dalam model, sehingga harus mengunduh data observasi dari NOAA pada waktu
kejadian siklon yang sama sesuai dengan wilayah kajian tersebut. Kemudian
diperlukan suatu keahlian dalam menggunakan perangkat lunak LINUX
dikarenakan model WRF ini dijalankan menggunakan perangkat lunak tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fluks panas sensibel maupun fluks panas laten permukaan sangat terkait
dengan siklon Narelle 2013. Hal ini ditunjukkkam oleh analisis korelasi antara
fluks panas sensibel maupun fluks panas laten permukaan dengan parameter
meteorologi yaitu tekanan, kecepatan angin, dan SST. Parameter tersebut
dibangkitkan menggunakan model WRF pada waktu kejadian siklon Narelle dari
tanggal 8 hingga 14 Januari 2013, sehingga diketahui dari analisis korelasi
tersebut bahwa yang paling terkait dengan fluks panas permukaan dan siklon
Narelle adalah kecepatan angin dan SST. Kedua Fluks tersebut digunakan sebagai
sumber energi untuk menggerakkan intensitas siklon Narelle 2013 di laut dengan
kondensasi dan penggabungan awan konvektif yang terkonsentrasi di dekat pusat
siklon atau inti hangat.
Perbandingan track siklon model dengan observasi memiliki kemiripan, hal
ini dikarenakan letak koordinat di antara keduanya berdekatan. Status siklon
observasi dengan model memiliki perbedaan status di awal pembentukan tetapi
perubahan dari badai tropis menjadi siklon tropis memiliki waktu yang sama dan
juga pada akhir pembentukan siklon tropis yaitu sama-sama berakhir dengan
status depresi tropis.

17

Saran
Siklon tropis yang digunakan untuk analisis sebaiknya menggunakan lebih
dari satu siklon tropis wilayah kajian dan waktu yang lebih lama, agar data yang
didapat bervariatif. Diperlukan komputer cluster maupun personal komputer yang
mempunyai memori yang besar agar tidak membutuhkan waktu yang lama dalam
me-running model.

DAFTAR PUSTAKA
Ahrens CD. 2009. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and
the Environment ninth edition. US : Brooks Cole.
Asrianti P. 2012. Kajian beberapa karakteristik siklon tropis [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Davies JH. 2010. Earth‟s surface heat flux. Solid Earth. 1:5-24.
Emanuel KA. 1988. The maximum intensity of hurricanes. Atmospheric Science.
45(7):1143-1155.
Emanuel K. 2004. Tropical cyclone energetics and structure. In Atmospheric
Turbulence and Mesoscale Meteorology. UK : Cambridge University.
Evans JL. 1993. Sensitivity of tropical cyclone intensity to sea surface
temperature. Journal of Climate. 6(6):1133-1140. doi:10.1175/1520-0442.
Gao S, Chiu LS. 2010. Surface latent heat flux and inner-core rainfall associated
with rapidly intensifying tropical cyclone intensity prediction over Western
North Pasific. International Archives of the Photogrammetry, Remote
Sensing and Spatial Information Science. 38(8):981-984.
Gray WM. 1968. Global view of the origin of the tropical disturbance and storms.
Monthly Weather Review. 96(10):669-700.
Gray WM. 1975. Tropical cyclone genesis. Atmospheric Science Paper no. 234 .
Colorado (US) : Colorado State University.
[IRI] International Research Institute. 2013. Climate data library [internet]. [diacu
2013
Februari
4].
Tersedia
pada:
http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/NOAA/.NCDC/.ERSST/.version3
b/.sst/dataselection.html.
Lynch AH, Cassano JJ. 2006. Applied Atmospheric Dynamics. US : John Wiley &
Sons Inc.
Neiburger. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Volume ke-2. Purbo,
Ardina, penerjemah. Bandung (ID): ITP Pr. Terjemahan dari:
Understanding our atmospheric environment.
Radjab AF. 2011. Kolam hangat di samudera Pasifik bagian Barat dan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan siklon tropis [tesis]. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia.
Raharjo A, Radjawane IM, Setiawan A. 2010. Variabilitas kejadian siklon tropis
di samudra Hindia bagian Selatan. Ilmu Kelautan. 1:1-8.
Rizkiana D, Josephine, Syahidah M, Ameldam P, Arida V. tanpa tahun.
Perbandingan skema parameterisasi dalam simulasi cuaca numerik
menggunakan model ARW-WRF studi kasus hujan ekstrim di Balikpapan 5

18

Juli 2008 [internet]. [diacu 2013 Juli 7]. Tersedia pada:
http://weather.meteo.itb.ac.id/content/paper.php.
[RDA] Research Data Archive. 2013. Data for atmospheric and geosciences
research [internet]. [diacu 2013 Februari 1]. Tersedia pada:
http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/.
Schade LR, Emanuel KA. 1999. The ocean‟s effect on the intensity of tropical
cyclones: results from a simple coupled atmosphere–ocean model.
Atmospheric Sciences. 56: 642-651.
Skamarock WC, Klemp JB, Dudhia J, Gill DO, Barker DM, Duda MG, Huang
XY, Wei W, Power JG. 2008. A Description of the Advanced Research
WRF Version 3. Colorado (US) : National Center for Atmospheric Research
Mesoscale dan Microscale Meteorology Division.
Subarna D. 2008. Simulasi cuaca daerah Padang. Berita Dirgantara. 9(3) : 61-65.
Tjasyono B. 1999. The impact of tropical storms on the weather over Indonesia.
Conference Proceedings. Weather Modification Technical Service Unit.
Jakarta (ID) : Agency for Assesment and Aplication of Technology.
Tjasyono B. 2000. Pengantar Geosains. Bandung (ID) : Penerbit ITB.
Walpole ER. 1995. Pengantar Statistika. Edisi 3. Jakarta (ID) : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Weather Unisys. 2013. Huricane data [internet]. [diacu 2013 Februari 1]. Tersedia
pada: http://weather.unisys.com/hurricane/index.php.

19

LAMPIRAN
Lampiran 1 Data hasil keluaran model WRF pada pembentukan siklon Narelle
Tanggal

Waktu

Fluks Panas
Laten
Permukaan
(Wm-2)

08-Jan-13

0

548

202

1100

10

10.3

6

677

172

1010

15.7

10.9

12

900

213

999

16.5

12.7

18

1100

316

988

16.8

18.6

0

1240

386

978

19.5

21.2

6

1290

433

976

24.3

27.8

12

1450

447

965

29

28.2

18

1490

490

953

33.2

28.8

0

1500

458

943

38.9

31.3

09-Jan-13

10-Jan-13

11-Jan-13

12-Jan-13

13-Jan-13

14-Jan-13

Fluks Panas
Sensibel
Permukaan
(Wm-2)

Tekanan
(mb)

Angin
Zonal
(m/s)

Angin
Meridional
(m/s)

Kec.
Angin
Model
(m/s)

6

1350

496

942

39.6

32.2

12

1190

378

942

41.3

38.3

18

1333

457

931

43.1

38.3

0

1120

364

933

41.1

28.3

6

1010

453

931

40.7

21.3

12

945

349

944

39.5

20.9

18

885

264

955

37.3

17.6

0

856

244

956

29.6

16

6

703

166

967

26.9

15

12

694

153

956

24.8

10

18

501

112

956

24.4

4.42

0

330

99

967

21.2

4.64

6

155

87,3

966

18.2

4.42

12

143

35,2

976

16.1

4.91

18

89.4

14,6

986

10.7

9.81

0

75.2

11,6

987

7.25

13.2

6

43.5

8,24

996

5.11

15.2

12

39.9

5,24

997

2.07

11.4

14
19
21
25
29
37
40
44
50
51
56
58
50
46
45
41
34
31
27
25
22
19
17
15
15
16
12

18

0.02

0,05

1010

1.56

12

12

Contoh perhitungan :
Pada tanggal 8 Januari jam 00.00 UTC :
=√
Kecepatan Angin = √
Keterangan : u = angin zonal (m/s)
V = angin meridional (m/s)

= 14.36 m/s = 14 m/s

SST
(oC)
29.82

29.77

29.72

28.96

27.6

26.72

25.07

20

Lampiran 2 Perbandingan data kecepatan angin dan status siklon Narelle dari
model dan observasi

LAT

LON

LAT

LON

Kec.
Angin
Observasi
(m/s)

Observasi
NO

Model

Time

Kec.
Angin
Model
(m/s)

Status (Obsv)

TROPICAL
STORM
TROPICAL
STORM
TROPICAL
STORM
TROPICAL
STORM
TROPICAL
STORM

Status (Model)

1

08-01-00Z

-11.8

119.9

-11.5

119

18

14

2

08-01-06Z

-12

119

-12

119.1

18

19

3

08-01-12Z

-12.4

118.4

-13.5

118.3

23

21

4

08-01-18Z

-12.7

117.5

-14

117

28

25

5

09-01-00Z

-12.5

117

-14.5

116.9

31

29

6

09-01-06Z

-12.6

116.5

-14.7

116

33