Perkembangan Populasi Kepinding Tanah Scotinophara coarctata (Fabricius) (Hemiptera: Pentatomidae) pada Pertanaman Padi
PERKEMBANGAN POPULASI KEPINDING TANAH
Scotinophara coarctata (FABRICIUS) (HEMIPTERA:
PENTATOMIDAE) PADA PERTANAMAN PADI
ISMAWATI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
ISMAWATI.
Perkembangan Populasi Kepinding Tanah Scotinophara
coarctata (Fabricius) (Hemiptera: Pentatomidae) pada Pertanaman Padi. Di
bimbing oleh I WAYAN WINASA.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia,
karena sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai makanan
pokok.
Kepinding tanah (Scotinophara coarctata (F.)) (Hemiptera:
Pentatomidae) merupakan salah satu hama penting yang dapat menyebabkan
turunnya produksi padi. Serangan hama ini menyebabkan berkurangnya jumlah
anakan, pertumbuhan tanaman terhambat dan bulir padi kosong. Selain itu
kepinding tanah mampu berkembang biak cepat dan sulit dikendalikan karena
berada di antara batang pada bagian pangkal rumpun padi. Penelitian bertujuan
untuk mengetahui perkembangan populasi kepinding tanah dan musuh alaminya
pada pertanaman padi. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah
kepinding tanah pada fase telur, nimfa kecil, nimfa besar dan imago serta musuh
alami pada 200 rumpun tanaman contoh yang ditentukan secara acak sistematis
dari luas petak contoh sekitar 1000 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
imago kepinding tanah mulai ditemukan pada pertanaman padi setelah berumur
3 MST, telur setelah 4 MST, nimfa kecil setelah 5 MST dan nimfa besar setelah
6 MST. Kerapatan populasi kepinding tanah umumnya meningkat setelah
tanaman memasuki fase generatif mulai umur 9 MST. Perkembangan populasi
kepinding tanah di pertanaman padi berfluktuasi dan populasinya masih tetap
tinggi sampai menjelang panen. Musuh alami yang ditemukan adalah parasitoid
telur Telenomus spp. (Hymenoptera: Scelionidae) dengan rataan persentase butir
telur terparasit sebesar 24.99%. Selain itu ditemukan cendawan patogen
Metarhizium anisopliae dan predator terutama laba-laba.
Kata kunci: padi, Oryza sativa, kepinding tanah, Scotinophara coarctata, musuh
alami
PERKEMBANGAN POPULASI KEPINDING TANAH
Scotinophara coarctata (FABRICIUS) (HEMIPTERA:
PENTATOMIDAE) PADA PERTANAMAN PADI
ISMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi
: Perkembangan Populasi Kepinding Tanah
Scotinophara coarctata (Fabricius) (Hemiptera:
Pentatomidae) pada Pertanaman Padi
Nama Mahasiswa
: Ismawati
NRP
: A34080080
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si
NIP 19611210 198703 1 003
Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 September 1989 di Bandung, Jawa
Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak
Darmanto dan Ibu Dede Setiawati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun
2002 di SD Negeri Ciroyom Kota Bandung, Jawa Barat. Pendidikan lanjutan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 41 Bandung
dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA
Islam Cipasung Tasikmalaya. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada
Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama (BUD KEMENAG)
pada tahun 2008. Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan skripsi berjudul
Perkembangan Populasi Kepinding Tanah Scotinophara coarctata (Fabricius)
(Hemiptera: Pentatomidae) pada Pertanaman Padi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Vertebrata Hama pada tahun ajaran 2010/2011, Pengelolaan Benih dan Hama
Pascapanen pada tahun ajaran 2010/2011, dan Dasar-dasar proteksi tanaman
pada tahun ajaran 2011/2012. Pada tahun 2011 penulis memenangi Lomba
Presentasi KKP tingkat IPB sebagai juara I dan menjadi ketua pelaksana
program kreativitas mahasiswa dalam bidang penelitian dengan judul
“Pemanfaatan Cangkang Telur sebagai Penginduksi Ketahanan Tanaman Tomat
terhadap Penyakit Layu Bakteri Ralstonia solanacearum dan Bercak Coklat
Alternaria solani yang didanai Dikti pada tahun 2012, serta PKMK (Program
Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan) pada tahun 2012.
Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi yang ada dikampus.
Organisasi yang diikuti diantaranya adalah staf pada Divisi Infokom CSS MoRa
IPB, staf kewirausahaan pada Divisi Minat dan Bakat CSS MoRa IPB, staf pada
Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA),
anggota Entomology Club (E-Club), serta kepanitiaan di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala berkah, rahmat, dan hidayahNya yang telah diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Perkembangan Populasi
Kepinding Tanah Scotinophara coarctata (Fabricius) (Hemiptera: Pentatomidae)
pada Pertanaman Padi. Shalawat serta salam untuk junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si
selaku dosen pembimbing dan Dr. Ir. Widodo, MS selaku dosen penguji yang
telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan nasehat dalam penyusunan
skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Andi, Umi, Teh
Euis, Pak Wawan, Pak Yuda, atas informasi, nasehat, dan saran selama kegiatan
penelitian di Desa Situgede. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ayah dan Ibu tercinta, ka Habib dan Keluarga besar penulis atas motivasi,
bimbingan, doa, dan hal-hal yang tidak bisa terbalaskan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan Kepada Nurul, Tia, Rini,
Fitrah, Adnan, Mey, Eka, Uun, Luvi, Ria, Nisa, teman-teman PTN angkatan 45,
teman-teman CSS MoRa IPB 45, serta kepada semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan namanya satu-persatu atas kebersamaan, nasihat, dukungan,
motivasi, dan pengalaman terindah yang tidak akan pernah penulis lupakan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun
demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.
Bogor, Juli 2012
Ismawati
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
4
Tanaman Padi ...........................................................................................
Syarat Tumbuh .....................................................................................
4
5
Kepinding Tanah Scotinophara coarctata ...............................................
Biologi dan Morfologi Kepinding Tanah ...........................................
Gejala Kerusakan ................................................................................
Pengendalian Kepinding Tanah ..........................................................
5
5
7
7
Musuh Alami Kepinding Tanah ...............................................................
Parasitoid Telur ....................................................................................
Predator ................................................................................................
Patogen Serangga ................................................................................
8
8
9
11
BAHAN DAN METODE .............................................................................
12
Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................
Metode Penelitian .....................................................................................
Budidaya Padi ......................................................................................
Pengamatan Kepinding Tanah .............................................................
Pengamatan Musuh Alami ...................................................................
Pengolahan Data ..................................................................................
12
12
12
13
13
14
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
15
Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ...............................................
Telur Kepinding Tanah .......................................................................
Nimfa Kepinding Tanah .....................................................................
Imago Kepinding Tanah .....................................................................
15
17
19
21
Musuh Alami Kepinding Tanah ...............................................................
Parasitoid Telur ....................................................................................
Populasi Predator .................................................................................
Patogen Serangga .................................................................................
23
23
25
27
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
28
Kesimpulan .............................................................................................
Saran ........................................................................................................
28
28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
29
LAMPIRAN .................................................................................................
32
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Perkembangan populasi kepinding tanah pada pertanaman padi ............
16
2
Proporsi nimfa kecil, nimfa besar, dan imago pada pertanaman padi ....
17
3
Tingkat parasitisasi kelompok telur kepinding tanah ..............................
23
4
Tingkat parasitisasi telur kepinding tanah dan banyaknya kepinding
tanah yang muncul perkelompok telur ....................................................
24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kelompok telur kepinding tanah (a), imago dan kelompok telur
kepinding tanah (b) ...............................................................................
18
Perkembangan populasi kelompok telur kepinding tanah di
pertanaman padi ....................................................................................
18
3
Nimfa kecil instar 1 sampai 2 (a), nimfa besar instar 3 sampai 5 (b) .....
19
4
Perkembangan populasi nimfa kepinding tanah di pertanaman padi .....
20
5
Imago kepinding tanah di pertanaman padi ..........................................
21
6
Perkembangan populasi imago kepinding tanah di pertanaman padi ....
22
7
Kelompok telur yang terparasit (a), butir telur menetas yang terparasit
(b), imago Telenomus spp. (c) ..............................................................
24
Kelompok telur yang tidak menetas (a), bakal nimfa kepinding tanah
yang tidak sempurna (b) .........................................................................
25
Laba-laba famili Tetragnathidae (a), Salticidae (b), Oxyopidae (c), dan
Lycosidae (d) ..........................................................................................
26
10 Perkembangan populasi laba-laba (Araneae) di pertanaman padi ........
26
11 Imago kepinding tanah yang terserang cendawan M. anisopliae .........
27
2
8
9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Keadaan lahan pengamatan ...................................................................
33
2
Imago Telenomus spp. yang muncul dari telur kepinding tanah
terparasit ...............................................................................................
33
Nimfa kepinding tanah yang menetas pada saat pengamatan di
laboratorium ..........................................................................................
34
4
Oxyopidae yang memangsa imago kepinding tanah .............................
34
5
Imago kepinding tanah yang terserang patogen serangga pada
pertanaman padi ....................................................................................
34
3
.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia,
karena sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai makanan
pokok. Ketergantungan pada beras tidak hanya dimiliki penduduk Indonesia,
melainkan sebagian penduduk Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Berdasarkan data
dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi di Indonesia pada tahun 2011
sebesar 65.39 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami penurunan
sebanyak 1.08 juta ton (1.63 %) dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi
padi terjadi karena adanya beberapa kendala diantaranya adalah iklim atau cuaca
yang tidak menentu, lahan pertanian yang semakin sempit, tenaga kerja ahli
semakin berkurang, teknologi dalam budidaya belum berkembang, dan adanya
gangguan hama dan penyakit (Prasetiyo 2002).
Hama
tanaman
merupakan
kendala
dalam
mempertahankan
meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman padi.
dan
Salah satu hama
penting pada pertanaman padi adalah kepinding tanah Scotinophara coarctata (F.)
(Barrion dan Litsinger 1987). Hama ini juga merupakan hama penting pada
pertanaman padi terutama di negara-negara Asia (Kalshoven 1981).
Daerah
persebaran kepinding tanah meliputi Bangladesh, Myanmar, India, Indonesia,
Jepang, Kamboja, China, Malaysia, Nepal, Pakistan, Filipina, Srilangka, Thailand,
dan Vietnam. Hama ini pertama kali dilaporkan menyerang tanaman padi di
Indonesia pada tahun 1903 dan selanjutnya di Malaysia pada tahun 1918
(Magsino 2009).
Siklus hidup kepinding tanah sekitar 32-35 hari (Kalshoven 1981). Imago
mampu hidup sampai 7 bulan dan mampu dorman dengan bersembunyi di
rekahan tanah.
Selama hidupnya kepinding tanah mampu menghasilkan
keturunan 2-3 generasi (Magsino 2009). Kepinding tanah bersembunyi di antara
batang pada bagian pangkal batang padi pada siang hari dan aktif ke bagian atas
tanaman pada malam hari. Baik nimfa maupun imago melakukan sebagian besar
kegiatan makan (menghisap cairan tanaman) pada malam hari (Gallagher 1991).
2
Imago tertarik cahaya dan dapat melakukan aktivitas terbang pada malam hari
(Kalshoven 1981).
Nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada bagian batang dan
mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang berwarna coklat
kemerahan atau kuning (Reissig et al. 1985). Serangan kepinding tanah pada
awal musim menyebabkan pengurangan jumlah anakan dan tanaman menjadi
kerdil.
Kepinding tanah yang menyerang malai mengakibatkan malai tidak
berkembang sempurna dan bulir kosong (Suharto 2007). Pada populasi tinggi,
dapat menyebabkan pertanaman mati, diawali dengan perubahan warna kuning
kemerahan dan akhirnya menjadi coklat (Gallagher 1991).
Kompasiana (14 Agustus 2010) melaporkan bahwa Kecamatan Lolayan
(Sulut) mengalami penurunan produksi padi hingga mencapai 90% akibat adanya
serangan kepinding tanah. Menurut beberapa petani serangan hama ini dimulai
sejak tanaman berumur satu bulan yang awal keberadaannya tidak terdeteksi.
Namun tiba-tiba tanaman muda menjadi layu. Akibat serangan hama ini, tanaman
padi tidak bisa berkembang sempurna dan anakan hanya sedikit. Ketika berbuah
tidak serempak dan saat panen banyak bulir padi yang kosong. Hama ini cepat
berkembang biak, selain itu sulit dikendalikan karena berada di dalam tanah dan
berlindung di antara celah pangkal batang padi.
Pencegahan kehilangan hasil akibat serangan kepinding tanah dapat
dilakukan melalui beberapa cara pengendalian di antaranya dengan kultur teknis,
pemanfaatan musuh alami, dan penggunaan insektisida yang tepat (Suharto 2007).
Namun, penggunaan insektisida sintetik secara tidak bijaksana dan berlebihan
dapat menimbulkan beberapa masalah seperti pencemaran lingkungan, hama
menjadi resistensi dan terjadi resurjensi hama, serta terbunuhnya serangga yang
bermanfaat (Oka 1995). Serambi news, (23 Desember 2010) melaporkan bahwa
hama kepinding tanah sangat sulit dikendalikan karena bersembunyi di pangkal
batang tanaman padi. Meski disemprot dengan insektisida tetap tidak efektif,
karena semprotan tidak dapat menjangkau lokasi persembunyian hama tersebut.
Ketika disemprot saat sawah dikeringkan, hama tersebut tetap tidak mati karena
bersembunyi di pangkal batang padi, sehingga penyemprotan harus diulangi dan
3
hal ini dapat menyebabkan terbunuhnya serangga bermanfaat yang ada di
pertanaman padi akibat penyemprotan insektisida terlalu intensif.
Pengendalian kepinding tanah secara alami dapat dilakukan dengan
memanfaatkan musuh alami yang telah ada di pertanaman padi.
Menurut
Gallagher (1991) kelimpahan musuh alami sangat penting dalam menekan
populasi kepinding tanah. Musuh alami yang dapat ditemukan di pertanaman padi
yang dapat berperan sebagai predator kepinding tanah di antaranya adalah
Agonium daimio (Coleoptera: Carabidae), Stenonabis tagalicus (Hemiptera:
Nabidae), Rana sp. (Ranidae).
Musuh alami lainnya sebagai parasitoid telur
adalah Telenomus cyrus, dan T. triptus (Hymenoptera: Scelionidae), serta patogen
Metarhizium anisoplae (Reissig et al. 1985).
Mengingat pentingnya peran kepinding tanah pada pertanaman padi dan
sulitnya pengendalian, maka untuk dapat menentukan strategi pengendalian yang
lebih tepat perlu diketahui perkembangan populasinya dan jenis-jenis musuh
alami yang potensial untuk mengendalikan hama tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui perkembangan populasi kepinding tanah
dan musuh alaminya, serta mengamati jenis-jenis musuh alami yang berada pada
pertanaman padi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai
perkembangan populasi kepinding tanah Scotinophara coarctata dan musuh
alaminya pada pertanaman padi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan pengendalian hama di lapangan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang dihasilkan dalam
jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar di wilayah tropika
(Sanchez 1992). Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang termasuk
golongan rumput-rumputan (Gramineae). Adapun taksonomi tanaman padi yakni
diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophytae dengan subdivisi Angiospermae,
digolongkan ke dalam kelas Monocotyledoneae, termasuk ordo Poales dengan
famili Gramineae (Poaceae) serta genus Oryza dan dengan nama spesies Oryza
sativa L. (Utomo dan Naza 2003).
Sistem budidaya tanaman padi di Indonesia secara garis besar
dikelompokkan menjadi dua yaitu padi sawah dan padi gogo (padi huma, padi
ladang).
Pada sistem padi sawah, tanaman padi sebagian besar dari lama
hidupnya dalam keadaan tergenang air. Sebaliknya, pada sistem padi gogo,
tanaman padi ditumbuhkan tidak dalam kondisi tergenang. Kombinasi kedua
sistem ini dikenal sebagai gogo rancah, yaitu padi ditanam disaat awal musim
hujan pada petakan sawah, kemudian secara perlahan digenangi dengan air hujan
seiring dengan makin bertambahnya curah hujan (Purwono dan Purnawati 2007).
Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase: (1) vegetatif (awal
pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordia); (2) reproduktif
(primordia sampai pembungaan); (3) pematangan (pembungaan sampai gabah
matang) (Ismunadji dan Manurung 1988).
Fase vegetatif merupakan fase
pertumbuhan organ-organ vegetatif seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi
tanaman, jumlah bobot, dan luas daun.
Lama fase ini beragam yang
menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman (Yoshida 1981). Fase reproduktif
ditandai dengan: (a) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; (b)
berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak produktif); (c) munculnya
daun bendera; (d) bunting, dan (e) pembungaan (Makarim dan Suhartatik 2008).
5
Syarat Tumbuh Padi
Padi memerlukan hara, air dan energi untuk pertumbuhannya. Hara dan
air diperoleh padi dari tanah. Tanah merupakan salah satu faktor produksi dalam
usahatani padi. Sifat fisik, kimia dan biologi tanah akan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi padi. Sifat fisik tanah yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi padi antara lain tekstur tanah, daya pegang air dan
kandungan mineral liat. Sifat biologi tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman padi antara lain kapasitas tukar kation, reaksi tanah,
ketersediaan hara dan bahan organik tanah (Fagi dan Lass 1998).
Unsur cuaca juga menentukan pertumbuhan tanaman padi antara lain: (1)
curah hujan; (2) intensitas cahaya matahari; (3) suhu udara; (4) kelembaban
relatif; dan (5) angin (Fagi dan Lass 1998). Padi membutuhkan curah hujan
pertahun ± 200 mm/bulan, dengan distribusi selama empat bulan atau 1500 - 2000
mm. Padi dapat tumbuh baik pada suhu di atas 23˚C. Pada ketinggian 0 - 65 m
dpl, dengan suhu 22.5˚C sampai 26.5˚C.
Tanaman padi memerlukan sinar
matahari untuk proses fotosintesis, terutama pada saat berbunga sampai proses
pemasakan.
Selain itu, tanaman padi memerlukan tekstur tanah yang
mengandung lumpur dan dapat tumbuh baik pada tanah dengan ketebalan antara
18 - 22 cm, terutama pada tanah yang memiliki pH 4 - 7 (Prihatman 2000).
Kepinding Tanah Scotinophara coarctata (F.) (Hemiptera: Pentatomidae)
Kepinding tanah merupakan hama penting pada pertanaman padi terutama
di negara-negara Asia (Kalshoven 1981). Daerah persebaran kepinding tanah
meliputi Bangladesh, Myanmar, India, Indonesia, Jepang, Kamboja, China,
Malaysia, Nepal, Pakistan, Filipina, Srilangka, Thailand, dan Vietnam. Hama ini
pertama kali dilaporkan menyerang tanaman padi di Indonesia pada tahun 1903
dan selanjutnya di Malaysia pada tahun 1918 (Magsino 2009).
Biologi dan Morfologi Kepinding Tanah
Siklus perkembangan kepinding tanah merupakan tipe metamorfosis
bertahap (paurometabola), yakni terdiri dari tiga stadia pertumbuhan, yaitu stadia
telur, nimfa, dan imago.
Siklus hidup kepinding tanah sekitar 32-35 hari
6
(Kalshoven 1981). Kepinding tanah betina dapat menghasilkan 200 butir telur
selama hidupnya. Telur diletakkan berderet dua atau empat baris dengan panjang
telur sekitar 1 mm dan berwarna putih yang kemudian akan berubah menjadi
jingga saat akan menetas. Telur diletakkan pada permukaan daun 12-17 hari
setelah kopulasi dan akan menetas setelah 4-7 hari. Telur-telur tersebut biasanya
dilindungi oleh induk kepinding tanah sampai telur menetas (Gallagher 1991).
Nimfa kepinding tanah berwarna coklat muda dan kuning dengan bercak
hitam. Nimfa berada di antara celah pada pangkal tanaman padi pada siang hari
dan aktif pada malam hari. Stadia nimfa 25 sampai 30 hari dengan empat atau
lima instar dan nimfa mengalami pergantian kulit setelah 4 sampai 7 hari (Suharto
2001). Imago berwarna coklat atau hitam dengan bercak kuning pada bagian
toraks, panjangnya 8-9 mm (Hills 1983). Imago mampu hidup sampai tujuh bulan
dan mampu dorman dengan bersembunyi di rekahan tanah. Selama hidupnya
kepinding tanah mampu menghasilkan keturunan 2 hingga 3 generasi (Magsino
2009). Nimfa dan imago bersembunyi di antara pangkal batang padi dekat
permukaan air pada siang hari dan aktif naik ke bagian atas pada malam hari
(Reissig et al.). Baik nimfa maupun imago melakukan sebagian besar kegiatan
makan (menghisap cairan tanaman) pada malam hari (Gallagher 1991). Imago
tertarik cahaya dan dapat melakukan aktivitas terbang pada malam hari
(Kalshoven 1981).
Selama bulan purnama, beribu-ribu imago kepinding tanah dapat
beterbangan dan tertarik dengan cahaya lampu.
Tumpukan kepinding tanah
setinggi 1 meter dapat kita temukan di bawah cahaya lampu yang terang terutama
di tempat dimana kepinding tanah banyak dijumpai (Reissig et al. 1985).
Kepinding tanah dapat makan banyak jenis tanaman lain dan sering bermigrasi ke
areal pertanaman padi lain dalam jumlah yang besar. Pada pertanaman padi
beberapa generasi kepinding tanah dapat dijumpai sekaligus dan dapat
menimbulkan jumlah kerusakan yang besar (Gallagher 1991).
7
Gejala Kerusakan
Nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada batang yang
mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang berwarna coklat
kemerahan atau kuning (Reissig et al. 1985). Kepinding tanah ini menghisap
cairan tanaman yang menyebabkan pengurangan energi dan unsur hara, yang
seharusnya berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut
Reissig et al. (1985) nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada batang
yang mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang berwarna
coklat kemerahan atau kuning. Serangan pada awal musim atau fase vegetatif
menyebabkan pengurangan jumlah anakan dan rumpun menjadi kerdil. Menurut
Gallagher (1991) kepinding tanah yang menyerang pada fase generatif
mengakibatkan malai tidak berkembang sempurna dan bulir kosong (berwarna
putih). Pada populasi yang tinggi tanaman yang terserang hama ini dapat mati
atau mengalami bugburn, dengan gejala seperti hopperburn yang diakibatkan oleh
wereng coklat (Syam et al. 2011).
Pengendalian Kepinding Tanah
Pengendalian kepinding tanah dapat dilakukan dengan kultur teknis,
penggunaan lampu perangkap (light trap), manajemen pengairan, pemanfaatan
musuh alami, dan penggunaan insektisida (Reissig et al. 1985). Pengendalian
secara kultur teknis dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman padi secara
serentak serta mengatur jarak tanam. Hal ini bertujuan agar cahaya matahari
dapat menjangkau tempat persembunyian kepinding tanah di antara celah pangkal
batang padi (Reissig et al. 1985).
Pengendalian dengan menggunakan lampu perangkap dilakukan pada saat
bulan purnama. Lampu perangkap digunakan dua hari sebelum bulan purnama
hingga tiga hari setelah bulan purnama. Lampu yang digunakan berkisar antara
20 hingga 200 watt dengan lama penggunaan selama 12 jam (jam 6 sore hingga
jam 6 pagi) (Hilario et al. 1995). Pengendalian dengan lampu perangkap yang
dilakukan di Filipina mampu mengumpulkan 9 kantong kepinding tanah (Magsino
2009).
8
Kepinding tanah tidak menyukai lahan tanaman padi yang tergenang,
sehingga manajemen pengairan di lahan sangat diperlukan untuk menurunkan
populasi kepinding tanah.
Pengairan yang dilakukan dengan menggunakan
metode pengairan berselang (intermittent) yakni pengaturan kondisi sawah dalam
kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Lahan yang terserang kepinding
tanah dengan menggunakan pengairan 10 cm lebih baik dibandingkan dengan
pengairan 2 cm. Pengairan 10 cm dapat menghasilkan produksi padi 2.31 ton/ha
sedangkan dengan pengairan 2 cm hanya 1.7 ton/ha (Tadle et al. 2002).
Penggunaan musuh alami yang efektif yakni Telenomus triptus dan T. cyrus
serta candawan patogen Metarhizium anisopliae.
Cendawan patogen M.
anisopliae diaplikasikan di lahan dengan cara disemprot ke bagian dasar pangkal
batang padi per rumpun (Magsino 2009). Aplikasi insektisida dilakukan jika
populasi kepinding tanah sudah melebihi ambang ekonomi (Reissig et al. 1985).
Heinrichs et al. (1986) menyatakan bahwa kerapatan populasi imago kepinding
tanah, rata-rata 6 ekor/rumpun sudah mencapai ambang ekonomi (economic
threshold).
Musuh Alami Kepinding Tanah
Kepinding tanah memiliki banyak musuh alami. Musuh alami yang dapat
ditemukan di pertanaman padi yang dapat berperan sebagai predator kepinding
tanah di antaranya adalah Agonium daimio (Coleoptera: Carabidae), Stenonabis
tagalicus (Hemiptera: Nabidae), Rana sp. (Ranidae).
Musuh alami lainnya
sebagai parasitoid telur adalah Telenomus cyrus, dan T. triptus (Hymenoptera:
Scelionidae), serta patogen Metarhizium anisoplae (Reissig et al. 1985).
Parasitioid Telur
Scelionidae merupakan parasit telur pada hama-hama tanaman padi salah
satunya yakni hama kepinding tanah (Kalshoven 1981). Salah satu parasitoid
telur kepinding tanah dari famili Scelionidae yakni spesies Telenomus spp..
Spesies Telenomus spp. merupakan parasitoid yang potensial secara ekonomi
dalam menekan populasi hama secara alami (Shepard et al. 2011). Inang dari
Telenomus spp. kebanyakan adalah dari famili Hemiptera dan Lepidoptera
9
(Johnson 1984). T. triptus
dan T. cyrus
adalah dua spesies yang diketahui
berperan dalam menekan telur kepinding tanah di Jawa dan di Malaysia (Nixon
1983).
Telenomus spp. tersebar luas di wilayah Indonesia terutama di pulau Jawa
dan Bangka. Imago Telenomus spp. merupakan tabuhan kecil yang kebanyakan
berwarna hitam, dan memiliki panjang ± 1 mm (Kalshovan 1981). Kepala lebih
lebar daripada torak, mata besar.
Torak sedikit lebih panjang dari lebarnya.
Sayap lebar dengan stigma yang panjang. Mesonotum sedikit mengkilat. Tibia
belakang kurang 3 kali segmen berikutnya. Antena berwarna kehitaman (gelap)
kecuali skapus lebih berwarna pucat. Gada pada antena betina berwarna lebih
gelap dibanding ruas lainnya. Tiap ruas gada berukuran sama atau sedikit lebih
panjang dari lebarnya. Sayap dengan rumbai yang panjang (Yuliarti 2002).
Telenomus spp. sangat agresif dan akan memparasit telur kepinding tanah
walaupun kelompok telur tersebut dijaga oleh induknya.
Tabuhan yang
memparasit telur meninggalkan bau yang dapat dikenali oleh parasit lain. Bau ini
digunakan untuk mencegah tabuhan lain memparasit telur yang sama. Tabuhan
dewasa hidup beberapa hari sampai satu minggu atau lebih lama (Shepard et al.
2011). Biasanya satu imago betina mampu memarasit 30 sampai 50 telur.
Perkembangan Telenomus spp. sekitar 8-14 hari. Hanya 3%-10% dari telur yang
dihasilkan adalah jantan.
Jika betina tidak melakukan perkawinan maka
keturunanya jantan, sedangkan jika dilakukan perkawinan jantan dan betina maka
keturunan yang dihasilkan adalah betina (Kalshoven 1981). Parasitoid ini juga
banyak digunakan untuk mencegah perkembangan hama lain seperti Scirpophaga
innotata pada padi (Kalshoven 1981).
Predator Golongan Laba-laba
Laba-laba berperan aktif dalam menekan perkembangan populasi hama di
lahan padi. Laba-laba Serigala (Araneae: Lycosidae) atau sering dikenal sebagai
wolf spider, merupakan laba-laba yang umum dijumpai di areal persawahan atau
padang rumput. Famili ini merupakan kelompok pemburu dan pengembara yang
aktif memburu dan mengejar mangsa. Biasanya mangsa mereka adalah serangga
seperti belalang, jangkerik, kepik, maupun wereng. Sebagai pemburu aktif yang
umum hidup di persawahan, jenis-jenis wolf spider memiliki peranan yang baik
10
dalam menjaga keseimbangan ekosistem persawahan. Laba-laba ini memiliki
depalan mata yang tajam dengan dua mata berukuran lebih besar. Laba-laba ini
sering berpindah-pindah dan berkoloni pada lahan padi sawah atau padi kering
yang baru saja dipersiapkan. Laba-laba betina dapat meletakkan telur sebanyak
200-400 dalam waktu 3-4 bulan (selama hidupnya) (Shepard et al. 2011). Labalaba ini banyak dijumpai di sekitar pangkal batang padi kemudian akan berpindah
melalui permukaan air apabila diganggu.
Laba-laba bermata tajam (Araneae: Oxyopidae) hidup di antara celah tajuk
daun padi dan lebih menyukai habitat kering, dan mulai membuat koloni di lahan
padi setelah tajuk daun padi terbentuk.
Laba-laba sebagai pemburu tidak
membuat jaring tapi langsung menerkam mangsanya.
Aktif sepanjang hari
menunggu mangsanya lewat atau berpatroli di tanaman untuk mencari mangsa.
Laba-laba ini bermata enam, terletak pada segi enam yang menonjol di atas
kepalanya, dua menetap ke depan, dua ke samping, dua ke atas (Barrion dan
Litsinger 1995). Tungkainya berduri panjang. Sutera digunakan untuk menenun
tali pengaman yang berguna mencegahnya jatuh ke tanah.
Laba-laba pembuat jaring (Araneae: Tetragnathidae) dapat menangkap
mangsa yang lebih besar dari ukuran tubuhnya, seperti ngengat dan kepik
(Shepard et al. 2011). Melumpuhkan mangsa dengan cara memasukkan racun,
kemudian menghisap cairannya (Barrion dan Litsinger 1995). Ada banyak jenis
laba-laba yang membuat jaring. Pada umumnya mata dan tungkai laba-laba ini
lemah sehingga tidak mampu menangkap mangsa tanpa bantuan jaringnya. Labalaba menunggu dengan sabar pada jaring, bila ada serangga yang tertangkap ia
akan langsung menggigit dan melumpuhkannya (Shepard et al. 2011). Biasanya
ia akan langsung mengisap cairan tubuh mangsa atau bisa langsung membungkus
mangsa dengan sutera untuk dimakan kemudian.
Laba-laba lompat (Araneae: Salticidae) lompat tergolong laba-laba pemburu
tidak membuat jaring tapi langsung menerkam mangsanya. Aktif sepanjang hari
berpatroli di tanaman-tanaman untuk mencari mangsa. Tungkai depannya kuat
dan panjang. Laba-laba ini bermata delapan, dua mata besar menghadap ke depan,
dan mata lainnya kecil (Barrion dan Litsinger 1995). Tungkai depan yang kuat
dan panjang membuat laba-laba ini dapat bergerak sangat cepat, bahkan dapat
11
menangkap lalat yang sedang terbang. Laba-laba lompat memiliki kemampuan
melompat jauh, dengan meninggalkan benang sutera supaya tidak jatuh ke tanah
(Barrion dan Litsinger 1995). Laba-laba ini lebih menyukai kondisi yang kering
(lahan kering) dan berada di daun padi.
Patogen Serangga
Beberapa jenis cendawan patogen yang mampu menyerang serangga
kepinding tanah yakni Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, dan
Verticillium lecanii (Susilo et al. 2005).
Cendawan entomopatogen Genus
Metarhizium merupakan cendawan tanah dan hidup sebagai cendawan saprofit.
Walaupun demikian dalam kondisi tertentu memiliki kemampuan menjadi
patogen pada beberapa anggota ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hymenoptera,
Orthoptera, dan Hemiptera termasuk nimfa dan imago kepinding tanah.
Cendawan Metarhizium sp. menginfeksi inang melalui empat tahap yakni
inokulasi, penempelan, penetrasi, dan destruksi (Ferron 1985). Gejala awal
serangan yakni tumbuhnya hifa berwarna putih yang memenuhi permukaan tubuh
serangga, kemudian hifa berangsur-angsur menjadi hijau gelap bersamaan dengan
matangnya konidia yang juga berwarna hijau. Sehingga dikenal dengan nama
umum green muscardin fungus. Cendawan ini tumbuh di dalam tubuh serangga
inang. Spora yang berkembang dari inang yang mati akan tersebar ke inang
laiinya yang masih hidup dengan bantuan angin atau air.
12
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pertanaman padi Desa Situgede, Kecamatan
Bogor Barat, Kota Bogor.
Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium
Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan Oktober 2011 sampai bulan Maret
2012.
Metode Penelitian
Budidaya Padi
Penelitian dilaksanakan pada lahan petani milik Pak Abas. Lahan yang
digunakan dengan luas ± 1000 m2.
Varietas yang digunakan adalah pandan
wangi. Padi ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Budidaya tanaman
yang dilakukan meliputi pembajakan lahan, persemaian, penanaman, penyulaman,
pengairan, penyiangan, pemupukan, dan penggunaan insektisida. Pembajakan
dilakukan dengan menggunakan kerbau sebanyak dua kali. Persemaian benih
padi dilakukan pada areal dengan luas 10 m x 2 m. Setelah bibit berumur dua
minggu dipindah ke lahan untuk ditanam. Jumlah bibit padi per lubang tanam
sebanyak 4-5 bibit. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak 3 kali, pupuk dasar
menggunakan pupuk kandang dari kotoran kambing dengan dosis 300 kg/ha
diberikan sebelum tanam, pupuk Urea dengan dosis 250 kg/ha diberikan pada saat
tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).
Selanjutnya dilakukan
pemupukan ketiga pada saat tanaman berumur 5 MST menggunakan Urea dosis
50 kg/ha dan Ponska dosis 200 kg/ha.
Tindakan pengendalian hama yang
dilakukan oleh petani dengan melakukan penyemprotan insektisida Top Dor 10
WP (bahan aktif imidakloprid 10%) dengan dosis formulasi 0.25 kg/ha pada umur
tanaman 7 MST, dan melakukan pencegahan serangan burung secara manual
dengan menggunakan alat pengusir burung pada saat tanaman mulai keluar malai.
13
Pengamatan Kepinding tanah
Penentuan tanaman contoh.
Tanaman contoh ditentukan secara acak
sistematis dan letaknya menyebar di dalam petak pertanaman yang diamati.
Jumlah tanaman contoh yang diamati sebanyak 200 rumpun tanaman.
Pengamatan hama.
Pengamatan kepinding tanah dilakukan secara
langsung pada rumpun tanaman contoh dengan cara menghitung jumlah
kelompok telur, nimfa dan imago kepinding tanah. Nimfa dibagi menjadi dua
kategori yakni nimfa kecil (instar 1-2) dan nimfa besar (instar 3-5).
Pengamatan Musuh alami
Pengamatan Predator. Pengamatan dilakukan secara langsung pada tiap
rumpun tanaman contoh. Predator yang diamati yakni laba-laba jaring, laba-laba
lompat, laba-laba bermata tajam, dan laba-laba srigala.
Untuk memudahkan
menghitung populasinya digunakan alat bantu hand-counter. Selain itu beberapa
predator yang belum diketahui jenisnya dibawa ke laboratorium untuk
diidentifikasi.
Pengamatan
Parasitoid.
Pengamatan
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan 20 kelompok telur dari tiap-tiap fase perkembangan tanaman padi
yang dikelompokkan menjadi tiga fase, yakni fase vegetatif awal (1-4 MST),
vegetatif akhir (5-7 MST), generatif (8-12 MST).
Kelompok telur diambil
bersama helai daun atau pelepah sepanjang sekitar 2 cm kemudian dimasukkan ke
dalam tabung bekas film secara terpisah per kelompok telur dan diberi label.
Selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diinkubasikan sampai nimfa kepinding
tanah atau imago parasitoid keluar. Pengamatan meliputi jenis parasitoid yang
muncul, banyaknya kelompok telur yang terparasit, banyaknya nimfa kepinding
tanah dan imago parasitoid yang muncul. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung persen kelompok telur dan butir telur terparasit adalah sebagai
berikut:
% kelompok telur terparasit =
14
% butir telur terparasit =
Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan tiap minggu di rata-ratakan dan
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata)
Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah
terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur
tanaman.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepinding tanah mulai
ditemukan pada tanaman padi pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST)
dengan kerapatan populasi 21 ekor per 200 rumpun atau 0.11 ekor per rumpun.
Pada umur tanaman 4 MST mulai ditemukan telur dengan kerapatan 5 kelompok
telur per 200 rumpun tanaman atau 0.03 kelompok telur per rumpun, selanjutnya
pada umur tanaman 5 MST mulai ditemukan nimfa kecil dengan kerapatan
populasi 34 ekor per 200 rumpun tanaman atau 0.17 ekor per rumpun dan umur
tanaman 6 MST mulai ditemukan nimfa besar dengan kerapatan populasi 13 ekor
per 200 rumpun tanaman atau 0.07 ekor per rumpun (Tabel 1).
Populasi kelompok telur pada umur tanaman 6 MST dengan kerapatan 16
kelompok telur per 200 rumpun dan meningkat menjadi 21 kelompok telur per
200 rumpun pada umur tanaman 9 MST. Populasi nimfa kecil mencapai puncak
pada umur tanaman 9 MST dengan kerapatan 83 ekor per 200 rumpun, dan nimfa
besar mencapai puncak pada umur tanaman 10 MST. Secara umum populasi
kepinding tanah mencapai puncak pada saat tanaman berumur 9 MST, yaitu
setelah tanaman memasuki fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga
dan terbentuknya malai. Kerapatan populasi kepinding tanah pada umur tanaman
9 MST mulai telur, nimfa kecil, nimfa besar, dan imago secara berturut-turut
adalah 21, 83, 28, dan 77 ekor per 200 rumpun. Menurut Torres et al. (2010)
populasi kepinding tanah lebih banyak ditemukan pada tanaman padi yang sudah
bermalai dan masih banyak ditemukan pada jerami setelah padi dipanen.
16
Tabel 1 Perkembangan populasi kepinding tanah pada pertanaman padi
Umur
tanaman
(MST)
Telur
Nimfa kecil
Nimfa besar
Imago
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
0
0
0
5 (0.03)
4 (0.02)
16 (0.08)
11 (0.06)
9 (0.05)
21 (0.11)
9 (0.05)
21 (0.11)
0
0
0
0
34 (0.17)
33 (0.17)
43 (0.22)
32 (0.16)
83 (0.42)
67 (0.34)
76 (0.38)
0
0
0
0
0
13 (0.07)
16 (0.08)
29 (0.15)
28 (0.14)
57 (0.29)
38 (0.19)
0
0
21 (0.11)*
23 (0.12)
31 (0.16)
49 (0.25)
58 (0.29)
59 (0.30)
77 (0.39)
60 (0.30)
77 (0.39)
Populasi kepinding tanah (ekor/200 rumpun)
*Angka dalam kurung menunjukkan rataan populasi per rumpun
Tabel 2 menyajikan proporsi kelimpahan populasi kepinding tanah di
lahan pertanaman padi. Pada umur tanaman 3 dan 4 MST kepinding tanah yang
ditemukan seluruhnya imago atau 100% imago, hal ini menunjukkan bahwa pada
minggu tersebut baru mulai terjadi migrasi imago ke pertanaman padi.
Selanjutnya imago tersebut bertelur dan telur mulai ditemukan pada umur
tanaman 4 MST (Tabel 1). Saat tanaman berumur 5 MST nimfa kecil sudah
ditemukan dengan proporsi 52%. Selanjutnya pada minggu ke-6 persebaran fase
perkembangan dari kepinding tanah (nimfa kecil, nimfa besar, dan imago) sudah
dapat ditemukan di lahan, dengan proporsi masing-masing sebesar 35%, 14%,
52%. Persebaran populasi kepinding tanah yang seimbang antara nimfa kecil,
nimfa besar, dan imago terjadi pada saat tanaman berumur 10 MST, dengan
proporsi sebesar 36%, 31%, 33%. Pada saat tanaman berumur 11 MST nimfa
kecil masih ditemukan di lahan dengan proporsi 40%. Hal ini menunjukkan
bahwa menjelang tanaman akan dipanen, masih banyak populasi nimfa kepinding
tanah ditemukan di lahan.
17
Tabel 2 Proporsi nimfa kecil, nimfa besar, dan imago pada pertanaman padi
Umur tanaman
(MST)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Proporsi populasi kepinding tanah (%)
Nimfa kecil
Nimfa besar
Imago
0
0
0
0
0
0
0
0
100
0
0
100
52
0
48
35
14
52
37
14
50
27
24
49
44
15
41
36
31
33
40
20
40
Berdasarkan data kerapatan populasi kepinding tanah pada tanaman padi
(Tabel 1), maka rataan kelimpahan populasi kepinding tanah yang terdapat di
lahan masih tergolong rendah.
Heinrichs et al. (1986) menyatakan bahwa
kerapatan populasi imago kepinding tanah, rata-rata 6 ekor/rumpun sudah
mencapai ambang ekonomi (economic threshold) dan populasi 10 ekor
imago/rumpun dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 35%.
Telur Kepinding Tanah
Telur kepinding tanah mulai ditemukan di lahan pada saat tanaman berumur
4 MST. Telur kepinding tanah yang ditemukan diletakkan secara berkelompok
(Gambar 1a). Kelompok telur ini diletakkan pada bagian pangkal tanaman padi
dekat dengan permukaan air. Bentuk telur seperti tong kecil dengan tinggi sekitar
1 mm tersusun rapi dalam barisan. Rata-rata jumlah butir telur per kelompok
yang ditemukan di lahan pertanaman padi berkisar antara 20 sampai 70 butir.
Kadang-kadang kelompok telur tersebut dilindungi oleh induk kepinding tanah
sampai telur menetas (Gambar 1b).
18
a
b
Gambar 1 Kelompok telur kepinding tanah (a), imago dan kelompok telur
kepinding tanah (b)
Perkembangan populasi kelompok telur kepinding tanah (Gambar 2)
menunjukkan fluktuasi, tetapi secara umum meningkat setelah rumpun tanaman
mulai rimbun.
Puncak populasi kelompok telur terjadi pada 9 MST dimana
kerapatan kelompok telur mencapai 21 kelompok telur per 200 tanaman. Sampai
tanaman berumur 11 MST jumlah kelompok telur masih tinggi, hal ini
menunjukkan bahwa tanaman padi fase generatif akhir masih sesuai untuk tempat
perkembangbiakan kepinding tanah.
Populasi telur (kelompok
telur/200 rumpun)
40
Telur
30
20
10
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Umur tanaman (MST)
Gambar 2 Perkembangan populasi kelompok telur kepinding tanah di pertanaman
padi
19
Nimfa Kepinding Tanah
Nimfa kepinding tanah mulai ditemukan di lahan, pada saat tanaman
berumur 5 MST yang merupakan fase nimfa kecil (Gambar 3a). Selanjutnya pada
umur tanaman 6 MST mulai ditemukan nimfa besar (Gambar 3b). Nimfa kecil
muncul seminggu setelah munculnya telur di lahan, menurut Suharto (2007) telur
kepinding tanah menetas setelah 4 sampai 7 hari, sehingga dapat dipastikan nimfa
yang muncul merupakan nimfa yang menetas dari telur yang ditemukan pada
pengamatan sebelumnya.
Nimfa kecil memiliki ciri-ciri berwarna oranye
kecoklatan dengan ukuran panjang ± 1 sampai 2 mm dan memiliki sifat
berkelompok bahkan kadang-kadang masih dilindungi oleh induknya, sedangkan
nimfa besar memiliki ciri-ciri berwarna coklat muda dengan bercak hitam, dengan
ukuran tubuh ± 4 sampai 6 mm, dan biasanya sudah tidak berkelompok lagi.
± 1-2 mm
(a)
± 4-6 mm
(b)
Gambar 3 Nimfa kecil instar 1 sampai 2 (a), nimfa besar instar 3 sampai 5 (b)
20
90
Populasi Nimfa
(ekor/200 rumpun)
80
Nimfa kecil
70
60
Nimfa besar
50
40
30
20
10
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Umur tanaman (MST)
Gambar 4 Perkembangan populasi nimfa kepinding tanah di pertanaman padi
Perkembangan populasi nimfa, nimfa kecil dan nimfa besar tampak
berfluktuasi setiap minggu (Gambar 4). Nimfa kecil yang terdapat di lahan pada
umur tanaman 5 MST memiliki kerapatan populasi 34 ekor per 200 rumpun,
sedangkan nimfa besar muncul setelah tanaman berumur 6 MST dengan kerapatan
populasi 13 ekor per 200 rumpun. Puncak populasi dari nimfa kecil terjadi pada
umur tanaman 9 MST dengan kerapatan mencapai 83 ekor per 200 rumpun.
Sedangkan nimfa besar mengalami puncaknya pada umur tanaman 10 MST
dengan kerapatan 57 ekor per 200 rumpun tanaman. Nimfa kecil yang ditemukan
umumnya masih berkelompok, sehingga jumlah nimfa kecil per rumpun tanaman
relatif lebih tinggi dari populasi nimfa besar.
Hal ini juga dipengaruhi oleh
perilaku nimfa besar yang lebih aktif dan mampu untuk berpindah ke rumpun
tanaman lain di sekitarnya sehingga tidak hidup berkelompok lagi (Syam et al.
2011).
21
Imago Kepinding Tanah
Hasil pengamatan perkembangan populasi imago (Gambar 5) menunjukkan
bahwa kepinding tanah mulai menyerang tanaman padi setelah berumur 3 MST.
Kepinding tanah yang menyerang pada 3 MST adalah fase imago. Imago ini
diduga berasal dari tanaman padi di sekitarnya. Selain tanaman padi sebagai
inang utama, kepinding tanah juga memiliki beberapa inang alternatif seperti
jagung, gandum, tebu (Reissig et al 1985) dan beberapa jenis tanaman lain yakni
Colocasia esculenta, Hibiscus esculentus, dan Scleria sumatrensis (Suharto
2007). Imago kepinding tanah yang ditemukan di lahan memiliki ciri berwarna
coklat atau hitam dengan bercak kuning pada bagian toraks, panjangnya sekitar 89 mm. Imago umumnya berada pada bagian pangkal tanaman dekat permukaan
air dan aktif pada malam hari.
Gambar 5 Imago kepinding tanah pada petanaman padi
Imago yang ditemukan pada 3 MST memiliki kerapatan populasi masih
rendah yaitu 21 ekor per 200 rumpun tanaman (Gambar 6). Selanjutnya populasi
imago di lahan terus meningkat sampai mencapai puncak pada 9 MST dengan
kerapatan 77 ekor per 200 rumpun tanaman. Populasi kepinding tanah masih
ditemukan sampai menjelang panen. Setelah padi dipanen imago dapat kembali
ke fase dormannya atau berpindah ke pertanaman lain karena makanan tidak
tersedia (Syam et al. 2011).
22
90
Populasi Imago (ekor/200
rumpun)
80
70
60
50
40
Imago
30
20
10
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Umur tanaman (MST)
Gambar 6 Perkembangan populasi imago kepinding tanah di pertanaman padi
Berdasarkan hasil pengamatan di lahan ditemukan gejala serangan pada
tanaman padi yang disebabkan oleh kepinding tanah. Tanaman yang diserang
oleh kepinding tanah menjadi berwarna kuning kecoklatan.
Kepinding ini
menghisap cairan tanaman yang mengakibatkan terjadinya pengurangan cairan
sari makanan dari tanaman. Hal ini dapat mengurangi energi dan unsur hara yang
seharusnya
berguna
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman.
Menurut Reissig et al. (1985) nimfa dan imago menghisap cairan tanaman
pada batang yang mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang
berwarna coklat kemerahan atau kuning. Serangan pada awal musim atau fase
vegetatif menyebabkan pengurangan jumlah anakan dan rumpun yang menjadi
kerdil. Menurut Gallagher (1991) kepinding tanah yang menyerang pada fase
generatif mengakibatkan malai tidak berkembang sempurna dan bulir kosong
(berwarna putih). Pada populasi yang tinggi tanaman yang terserang hama ini
dapat mati atau mengalami bugburn, dengan gejala seperti hopperburn yang
diakibatkan oleh wereng coklat (Syam et al. 2011).
Strategi pengendalian yang sudah dilakukan yakni pergiliran tanaman,
penanaman serempak, penggunaan perangkap cahaya, manajemen pengairan,
penggunaan musuh alami, dan penggunaan insektisida (Reissig et al. 1985).
Pengendalian yang sering dilakukan di Filipina yakni dengan menggunakan
23
perangkap cahaya (Magsino 2009).
Pengendalian menggunakan perangkap
cahaya pada saat bulan purnama di Calamba Filipina mampu mengumpulkan 29
kantong kepinding tanah (Magsino 2009). Penggunaan bebek juga sebagai salah
satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT) di Vietnam dan Cina.
Bebek berperan sebagai pengendali populasi kepinding tanah di sawah, dalam
satu jam mampu memakan lebih dari 100 ekor (Zahirul 2006).
Musuh Alami Kepinding Tanah
Parasitoid Telur
Hasil pengamatan parasitoid telur kepinding tanah yang dilakukan pada
tiga fase (vegetatif awal, vegetatif akhir, dan generatif ) menunjukkan bahwa
rataan tingkat parasitisasi kelompok telur kepinding tanah berturut-turut adalah
15%, 5%, dan 30%.
Tingkat parasitisasi tertinggi terdapat pada fase
perkembangan generatif dengan persentase parasitisasi sebesar 30% (Tabel 3).
Tabel 3 Tingkat parasitisasi kelompok telur kepinding tanah
Fase Perkembangan
tanaman
Banyaknya kelompok
telur yang dikumpulkan
% Kelompok telur
terparasit
Vegetatif awal
Vegetatif akhir
Generatif
20
20
20
15
5
30
Tabel 4 menyajikan analisis parasitisasi berdasarkan butir telur yang
terparasit, banyaknya imago parasitoid yang muncul per kelompok telur, serta
banyaknya nimfa kepinding tanah yang berhasil muncul dari kelompok telur yang
terparasit. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tingkat parasit
Scotinophara coarctata (FABRICIUS) (HEMIPTERA:
PENTATOMIDAE) PADA PERTANAMAN PADI
ISMAWATI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
ISMAWATI.
Perkembangan Populasi Kepinding Tanah Scotinophara
coarctata (Fabricius) (Hemiptera: Pentatomidae) pada Pertanaman Padi. Di
bimbing oleh I WAYAN WINASA.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia,
karena sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai makanan
pokok.
Kepinding tanah (Scotinophara coarctata (F.)) (Hemiptera:
Pentatomidae) merupakan salah satu hama penting yang dapat menyebabkan
turunnya produksi padi. Serangan hama ini menyebabkan berkurangnya jumlah
anakan, pertumbuhan tanaman terhambat dan bulir padi kosong. Selain itu
kepinding tanah mampu berkembang biak cepat dan sulit dikendalikan karena
berada di antara batang pada bagian pangkal rumpun padi. Penelitian bertujuan
untuk mengetahui perkembangan populasi kepinding tanah dan musuh alaminya
pada pertanaman padi. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah
kepinding tanah pada fase telur, nimfa kecil, nimfa besar dan imago serta musuh
alami pada 200 rumpun tanaman contoh yang ditentukan secara acak sistematis
dari luas petak contoh sekitar 1000 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
imago kepinding tanah mulai ditemukan pada pertanaman padi setelah berumur
3 MST, telur setelah 4 MST, nimfa kecil setelah 5 MST dan nimfa besar setelah
6 MST. Kerapatan populasi kepinding tanah umumnya meningkat setelah
tanaman memasuki fase generatif mulai umur 9 MST. Perkembangan populasi
kepinding tanah di pertanaman padi berfluktuasi dan populasinya masih tetap
tinggi sampai menjelang panen. Musuh alami yang ditemukan adalah parasitoid
telur Telenomus spp. (Hymenoptera: Scelionidae) dengan rataan persentase butir
telur terparasit sebesar 24.99%. Selain itu ditemukan cendawan patogen
Metarhizium anisopliae dan predator terutama laba-laba.
Kata kunci: padi, Oryza sativa, kepinding tanah, Scotinophara coarctata, musuh
alami
PERKEMBANGAN POPULASI KEPINDING TANAH
Scotinophara coarctata (FABRICIUS) (HEMIPTERA:
PENTATOMIDAE) PADA PERTANAMAN PADI
ISMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi
: Perkembangan Populasi Kepinding Tanah
Scotinophara coarctata (Fabricius) (Hemiptera:
Pentatomidae) pada Pertanaman Padi
Nama Mahasiswa
: Ismawati
NRP
: A34080080
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si
NIP 19611210 198703 1 003
Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 September 1989 di Bandung, Jawa
Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak
Darmanto dan Ibu Dede Setiawati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun
2002 di SD Negeri Ciroyom Kota Bandung, Jawa Barat. Pendidikan lanjutan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 41 Bandung
dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA
Islam Cipasung Tasikmalaya. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada
Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama (BUD KEMENAG)
pada tahun 2008. Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan skripsi berjudul
Perkembangan Populasi Kepinding Tanah Scotinophara coarctata (Fabricius)
(Hemiptera: Pentatomidae) pada Pertanaman Padi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Vertebrata Hama pada tahun ajaran 2010/2011, Pengelolaan Benih dan Hama
Pascapanen pada tahun ajaran 2010/2011, dan Dasar-dasar proteksi tanaman
pada tahun ajaran 2011/2012. Pada tahun 2011 penulis memenangi Lomba
Presentasi KKP tingkat IPB sebagai juara I dan menjadi ketua pelaksana
program kreativitas mahasiswa dalam bidang penelitian dengan judul
“Pemanfaatan Cangkang Telur sebagai Penginduksi Ketahanan Tanaman Tomat
terhadap Penyakit Layu Bakteri Ralstonia solanacearum dan Bercak Coklat
Alternaria solani yang didanai Dikti pada tahun 2012, serta PKMK (Program
Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan) pada tahun 2012.
Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi yang ada dikampus.
Organisasi yang diikuti diantaranya adalah staf pada Divisi Infokom CSS MoRa
IPB, staf kewirausahaan pada Divisi Minat dan Bakat CSS MoRa IPB, staf pada
Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA),
anggota Entomology Club (E-Club), serta kepanitiaan di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala berkah, rahmat, dan hidayahNya yang telah diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Perkembangan Populasi
Kepinding Tanah Scotinophara coarctata (Fabricius) (Hemiptera: Pentatomidae)
pada Pertanaman Padi. Shalawat serta salam untuk junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si
selaku dosen pembimbing dan Dr. Ir. Widodo, MS selaku dosen penguji yang
telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan nasehat dalam penyusunan
skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Andi, Umi, Teh
Euis, Pak Wawan, Pak Yuda, atas informasi, nasehat, dan saran selama kegiatan
penelitian di Desa Situgede. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ayah dan Ibu tercinta, ka Habib dan Keluarga besar penulis atas motivasi,
bimbingan, doa, dan hal-hal yang tidak bisa terbalaskan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan Kepada Nurul, Tia, Rini,
Fitrah, Adnan, Mey, Eka, Uun, Luvi, Ria, Nisa, teman-teman PTN angkatan 45,
teman-teman CSS MoRa IPB 45, serta kepada semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan namanya satu-persatu atas kebersamaan, nasihat, dukungan,
motivasi, dan pengalaman terindah yang tidak akan pernah penulis lupakan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun
demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.
Bogor, Juli 2012
Ismawati
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
4
Tanaman Padi ...........................................................................................
Syarat Tumbuh .....................................................................................
4
5
Kepinding Tanah Scotinophara coarctata ...............................................
Biologi dan Morfologi Kepinding Tanah ...........................................
Gejala Kerusakan ................................................................................
Pengendalian Kepinding Tanah ..........................................................
5
5
7
7
Musuh Alami Kepinding Tanah ...............................................................
Parasitoid Telur ....................................................................................
Predator ................................................................................................
Patogen Serangga ................................................................................
8
8
9
11
BAHAN DAN METODE .............................................................................
12
Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................
Metode Penelitian .....................................................................................
Budidaya Padi ......................................................................................
Pengamatan Kepinding Tanah .............................................................
Pengamatan Musuh Alami ...................................................................
Pengolahan Data ..................................................................................
12
12
12
13
13
14
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
15
Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ...............................................
Telur Kepinding Tanah .......................................................................
Nimfa Kepinding Tanah .....................................................................
Imago Kepinding Tanah .....................................................................
15
17
19
21
Musuh Alami Kepinding Tanah ...............................................................
Parasitoid Telur ....................................................................................
Populasi Predator .................................................................................
Patogen Serangga .................................................................................
23
23
25
27
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
28
Kesimpulan .............................................................................................
Saran ........................................................................................................
28
28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
29
LAMPIRAN .................................................................................................
32
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Perkembangan populasi kepinding tanah pada pertanaman padi ............
16
2
Proporsi nimfa kecil, nimfa besar, dan imago pada pertanaman padi ....
17
3
Tingkat parasitisasi kelompok telur kepinding tanah ..............................
23
4
Tingkat parasitisasi telur kepinding tanah dan banyaknya kepinding
tanah yang muncul perkelompok telur ....................................................
24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kelompok telur kepinding tanah (a), imago dan kelompok telur
kepinding tanah (b) ...............................................................................
18
Perkembangan populasi kelompok telur kepinding tanah di
pertanaman padi ....................................................................................
18
3
Nimfa kecil instar 1 sampai 2 (a), nimfa besar instar 3 sampai 5 (b) .....
19
4
Perkembangan populasi nimfa kepinding tanah di pertanaman padi .....
20
5
Imago kepinding tanah di pertanaman padi ..........................................
21
6
Perkembangan populasi imago kepinding tanah di pertanaman padi ....
22
7
Kelompok telur yang terparasit (a), butir telur menetas yang terparasit
(b), imago Telenomus spp. (c) ..............................................................
24
Kelompok telur yang tidak menetas (a), bakal nimfa kepinding tanah
yang tidak sempurna (b) .........................................................................
25
Laba-laba famili Tetragnathidae (a), Salticidae (b), Oxyopidae (c), dan
Lycosidae (d) ..........................................................................................
26
10 Perkembangan populasi laba-laba (Araneae) di pertanaman padi ........
26
11 Imago kepinding tanah yang terserang cendawan M. anisopliae .........
27
2
8
9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Keadaan lahan pengamatan ...................................................................
33
2
Imago Telenomus spp. yang muncul dari telur kepinding tanah
terparasit ...............................................................................................
33
Nimfa kepinding tanah yang menetas pada saat pengamatan di
laboratorium ..........................................................................................
34
4
Oxyopidae yang memangsa imago kepinding tanah .............................
34
5
Imago kepinding tanah yang terserang patogen serangga pada
pertanaman padi ....................................................................................
34
3
.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia,
karena sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai makanan
pokok. Ketergantungan pada beras tidak hanya dimiliki penduduk Indonesia,
melainkan sebagian penduduk Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Berdasarkan data
dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi di Indonesia pada tahun 2011
sebesar 65.39 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami penurunan
sebanyak 1.08 juta ton (1.63 %) dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi
padi terjadi karena adanya beberapa kendala diantaranya adalah iklim atau cuaca
yang tidak menentu, lahan pertanian yang semakin sempit, tenaga kerja ahli
semakin berkurang, teknologi dalam budidaya belum berkembang, dan adanya
gangguan hama dan penyakit (Prasetiyo 2002).
Hama
tanaman
merupakan
kendala
dalam
mempertahankan
meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman padi.
dan
Salah satu hama
penting pada pertanaman padi adalah kepinding tanah Scotinophara coarctata (F.)
(Barrion dan Litsinger 1987). Hama ini juga merupakan hama penting pada
pertanaman padi terutama di negara-negara Asia (Kalshoven 1981).
Daerah
persebaran kepinding tanah meliputi Bangladesh, Myanmar, India, Indonesia,
Jepang, Kamboja, China, Malaysia, Nepal, Pakistan, Filipina, Srilangka, Thailand,
dan Vietnam. Hama ini pertama kali dilaporkan menyerang tanaman padi di
Indonesia pada tahun 1903 dan selanjutnya di Malaysia pada tahun 1918
(Magsino 2009).
Siklus hidup kepinding tanah sekitar 32-35 hari (Kalshoven 1981). Imago
mampu hidup sampai 7 bulan dan mampu dorman dengan bersembunyi di
rekahan tanah.
Selama hidupnya kepinding tanah mampu menghasilkan
keturunan 2-3 generasi (Magsino 2009). Kepinding tanah bersembunyi di antara
batang pada bagian pangkal batang padi pada siang hari dan aktif ke bagian atas
tanaman pada malam hari. Baik nimfa maupun imago melakukan sebagian besar
kegiatan makan (menghisap cairan tanaman) pada malam hari (Gallagher 1991).
2
Imago tertarik cahaya dan dapat melakukan aktivitas terbang pada malam hari
(Kalshoven 1981).
Nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada bagian batang dan
mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang berwarna coklat
kemerahan atau kuning (Reissig et al. 1985). Serangan kepinding tanah pada
awal musim menyebabkan pengurangan jumlah anakan dan tanaman menjadi
kerdil.
Kepinding tanah yang menyerang malai mengakibatkan malai tidak
berkembang sempurna dan bulir kosong (Suharto 2007). Pada populasi tinggi,
dapat menyebabkan pertanaman mati, diawali dengan perubahan warna kuning
kemerahan dan akhirnya menjadi coklat (Gallagher 1991).
Kompasiana (14 Agustus 2010) melaporkan bahwa Kecamatan Lolayan
(Sulut) mengalami penurunan produksi padi hingga mencapai 90% akibat adanya
serangan kepinding tanah. Menurut beberapa petani serangan hama ini dimulai
sejak tanaman berumur satu bulan yang awal keberadaannya tidak terdeteksi.
Namun tiba-tiba tanaman muda menjadi layu. Akibat serangan hama ini, tanaman
padi tidak bisa berkembang sempurna dan anakan hanya sedikit. Ketika berbuah
tidak serempak dan saat panen banyak bulir padi yang kosong. Hama ini cepat
berkembang biak, selain itu sulit dikendalikan karena berada di dalam tanah dan
berlindung di antara celah pangkal batang padi.
Pencegahan kehilangan hasil akibat serangan kepinding tanah dapat
dilakukan melalui beberapa cara pengendalian di antaranya dengan kultur teknis,
pemanfaatan musuh alami, dan penggunaan insektisida yang tepat (Suharto 2007).
Namun, penggunaan insektisida sintetik secara tidak bijaksana dan berlebihan
dapat menimbulkan beberapa masalah seperti pencemaran lingkungan, hama
menjadi resistensi dan terjadi resurjensi hama, serta terbunuhnya serangga yang
bermanfaat (Oka 1995). Serambi news, (23 Desember 2010) melaporkan bahwa
hama kepinding tanah sangat sulit dikendalikan karena bersembunyi di pangkal
batang tanaman padi. Meski disemprot dengan insektisida tetap tidak efektif,
karena semprotan tidak dapat menjangkau lokasi persembunyian hama tersebut.
Ketika disemprot saat sawah dikeringkan, hama tersebut tetap tidak mati karena
bersembunyi di pangkal batang padi, sehingga penyemprotan harus diulangi dan
3
hal ini dapat menyebabkan terbunuhnya serangga bermanfaat yang ada di
pertanaman padi akibat penyemprotan insektisida terlalu intensif.
Pengendalian kepinding tanah secara alami dapat dilakukan dengan
memanfaatkan musuh alami yang telah ada di pertanaman padi.
Menurut
Gallagher (1991) kelimpahan musuh alami sangat penting dalam menekan
populasi kepinding tanah. Musuh alami yang dapat ditemukan di pertanaman padi
yang dapat berperan sebagai predator kepinding tanah di antaranya adalah
Agonium daimio (Coleoptera: Carabidae), Stenonabis tagalicus (Hemiptera:
Nabidae), Rana sp. (Ranidae).
Musuh alami lainnya sebagai parasitoid telur
adalah Telenomus cyrus, dan T. triptus (Hymenoptera: Scelionidae), serta patogen
Metarhizium anisoplae (Reissig et al. 1985).
Mengingat pentingnya peran kepinding tanah pada pertanaman padi dan
sulitnya pengendalian, maka untuk dapat menentukan strategi pengendalian yang
lebih tepat perlu diketahui perkembangan populasinya dan jenis-jenis musuh
alami yang potensial untuk mengendalikan hama tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui perkembangan populasi kepinding tanah
dan musuh alaminya, serta mengamati jenis-jenis musuh alami yang berada pada
pertanaman padi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai
perkembangan populasi kepinding tanah Scotinophara coarctata dan musuh
alaminya pada pertanaman padi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan pengendalian hama di lapangan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang dihasilkan dalam
jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar di wilayah tropika
(Sanchez 1992). Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang termasuk
golongan rumput-rumputan (Gramineae). Adapun taksonomi tanaman padi yakni
diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophytae dengan subdivisi Angiospermae,
digolongkan ke dalam kelas Monocotyledoneae, termasuk ordo Poales dengan
famili Gramineae (Poaceae) serta genus Oryza dan dengan nama spesies Oryza
sativa L. (Utomo dan Naza 2003).
Sistem budidaya tanaman padi di Indonesia secara garis besar
dikelompokkan menjadi dua yaitu padi sawah dan padi gogo (padi huma, padi
ladang).
Pada sistem padi sawah, tanaman padi sebagian besar dari lama
hidupnya dalam keadaan tergenang air. Sebaliknya, pada sistem padi gogo,
tanaman padi ditumbuhkan tidak dalam kondisi tergenang. Kombinasi kedua
sistem ini dikenal sebagai gogo rancah, yaitu padi ditanam disaat awal musim
hujan pada petakan sawah, kemudian secara perlahan digenangi dengan air hujan
seiring dengan makin bertambahnya curah hujan (Purwono dan Purnawati 2007).
Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase: (1) vegetatif (awal
pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordia); (2) reproduktif
(primordia sampai pembungaan); (3) pematangan (pembungaan sampai gabah
matang) (Ismunadji dan Manurung 1988).
Fase vegetatif merupakan fase
pertumbuhan organ-organ vegetatif seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi
tanaman, jumlah bobot, dan luas daun.
Lama fase ini beragam yang
menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman (Yoshida 1981). Fase reproduktif
ditandai dengan: (a) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; (b)
berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak produktif); (c) munculnya
daun bendera; (d) bunting, dan (e) pembungaan (Makarim dan Suhartatik 2008).
5
Syarat Tumbuh Padi
Padi memerlukan hara, air dan energi untuk pertumbuhannya. Hara dan
air diperoleh padi dari tanah. Tanah merupakan salah satu faktor produksi dalam
usahatani padi. Sifat fisik, kimia dan biologi tanah akan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi padi. Sifat fisik tanah yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi padi antara lain tekstur tanah, daya pegang air dan
kandungan mineral liat. Sifat biologi tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman padi antara lain kapasitas tukar kation, reaksi tanah,
ketersediaan hara dan bahan organik tanah (Fagi dan Lass 1998).
Unsur cuaca juga menentukan pertumbuhan tanaman padi antara lain: (1)
curah hujan; (2) intensitas cahaya matahari; (3) suhu udara; (4) kelembaban
relatif; dan (5) angin (Fagi dan Lass 1998). Padi membutuhkan curah hujan
pertahun ± 200 mm/bulan, dengan distribusi selama empat bulan atau 1500 - 2000
mm. Padi dapat tumbuh baik pada suhu di atas 23˚C. Pada ketinggian 0 - 65 m
dpl, dengan suhu 22.5˚C sampai 26.5˚C.
Tanaman padi memerlukan sinar
matahari untuk proses fotosintesis, terutama pada saat berbunga sampai proses
pemasakan.
Selain itu, tanaman padi memerlukan tekstur tanah yang
mengandung lumpur dan dapat tumbuh baik pada tanah dengan ketebalan antara
18 - 22 cm, terutama pada tanah yang memiliki pH 4 - 7 (Prihatman 2000).
Kepinding Tanah Scotinophara coarctata (F.) (Hemiptera: Pentatomidae)
Kepinding tanah merupakan hama penting pada pertanaman padi terutama
di negara-negara Asia (Kalshoven 1981). Daerah persebaran kepinding tanah
meliputi Bangladesh, Myanmar, India, Indonesia, Jepang, Kamboja, China,
Malaysia, Nepal, Pakistan, Filipina, Srilangka, Thailand, dan Vietnam. Hama ini
pertama kali dilaporkan menyerang tanaman padi di Indonesia pada tahun 1903
dan selanjutnya di Malaysia pada tahun 1918 (Magsino 2009).
Biologi dan Morfologi Kepinding Tanah
Siklus perkembangan kepinding tanah merupakan tipe metamorfosis
bertahap (paurometabola), yakni terdiri dari tiga stadia pertumbuhan, yaitu stadia
telur, nimfa, dan imago.
Siklus hidup kepinding tanah sekitar 32-35 hari
6
(Kalshoven 1981). Kepinding tanah betina dapat menghasilkan 200 butir telur
selama hidupnya. Telur diletakkan berderet dua atau empat baris dengan panjang
telur sekitar 1 mm dan berwarna putih yang kemudian akan berubah menjadi
jingga saat akan menetas. Telur diletakkan pada permukaan daun 12-17 hari
setelah kopulasi dan akan menetas setelah 4-7 hari. Telur-telur tersebut biasanya
dilindungi oleh induk kepinding tanah sampai telur menetas (Gallagher 1991).
Nimfa kepinding tanah berwarna coklat muda dan kuning dengan bercak
hitam. Nimfa berada di antara celah pada pangkal tanaman padi pada siang hari
dan aktif pada malam hari. Stadia nimfa 25 sampai 30 hari dengan empat atau
lima instar dan nimfa mengalami pergantian kulit setelah 4 sampai 7 hari (Suharto
2001). Imago berwarna coklat atau hitam dengan bercak kuning pada bagian
toraks, panjangnya 8-9 mm (Hills 1983). Imago mampu hidup sampai tujuh bulan
dan mampu dorman dengan bersembunyi di rekahan tanah. Selama hidupnya
kepinding tanah mampu menghasilkan keturunan 2 hingga 3 generasi (Magsino
2009). Nimfa dan imago bersembunyi di antara pangkal batang padi dekat
permukaan air pada siang hari dan aktif naik ke bagian atas pada malam hari
(Reissig et al.). Baik nimfa maupun imago melakukan sebagian besar kegiatan
makan (menghisap cairan tanaman) pada malam hari (Gallagher 1991). Imago
tertarik cahaya dan dapat melakukan aktivitas terbang pada malam hari
(Kalshoven 1981).
Selama bulan purnama, beribu-ribu imago kepinding tanah dapat
beterbangan dan tertarik dengan cahaya lampu.
Tumpukan kepinding tanah
setinggi 1 meter dapat kita temukan di bawah cahaya lampu yang terang terutama
di tempat dimana kepinding tanah banyak dijumpai (Reissig et al. 1985).
Kepinding tanah dapat makan banyak jenis tanaman lain dan sering bermigrasi ke
areal pertanaman padi lain dalam jumlah yang besar. Pada pertanaman padi
beberapa generasi kepinding tanah dapat dijumpai sekaligus dan dapat
menimbulkan jumlah kerusakan yang besar (Gallagher 1991).
7
Gejala Kerusakan
Nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada batang yang
mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang berwarna coklat
kemerahan atau kuning (Reissig et al. 1985). Kepinding tanah ini menghisap
cairan tanaman yang menyebabkan pengurangan energi dan unsur hara, yang
seharusnya berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut
Reissig et al. (1985) nimfa dan imago menghisap cairan tanaman pada batang
yang mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang berwarna
coklat kemerahan atau kuning. Serangan pada awal musim atau fase vegetatif
menyebabkan pengurangan jumlah anakan dan rumpun menjadi kerdil. Menurut
Gallagher (1991) kepinding tanah yang menyerang pada fase generatif
mengakibatkan malai tidak berkembang sempurna dan bulir kosong (berwarna
putih). Pada populasi yang tinggi tanaman yang terserang hama ini dapat mati
atau mengalami bugburn, dengan gejala seperti hopperburn yang diakibatkan oleh
wereng coklat (Syam et al. 2011).
Pengendalian Kepinding Tanah
Pengendalian kepinding tanah dapat dilakukan dengan kultur teknis,
penggunaan lampu perangkap (light trap), manajemen pengairan, pemanfaatan
musuh alami, dan penggunaan insektisida (Reissig et al. 1985). Pengendalian
secara kultur teknis dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman padi secara
serentak serta mengatur jarak tanam. Hal ini bertujuan agar cahaya matahari
dapat menjangkau tempat persembunyian kepinding tanah di antara celah pangkal
batang padi (Reissig et al. 1985).
Pengendalian dengan menggunakan lampu perangkap dilakukan pada saat
bulan purnama. Lampu perangkap digunakan dua hari sebelum bulan purnama
hingga tiga hari setelah bulan purnama. Lampu yang digunakan berkisar antara
20 hingga 200 watt dengan lama penggunaan selama 12 jam (jam 6 sore hingga
jam 6 pagi) (Hilario et al. 1995). Pengendalian dengan lampu perangkap yang
dilakukan di Filipina mampu mengumpulkan 9 kantong kepinding tanah (Magsino
2009).
8
Kepinding tanah tidak menyukai lahan tanaman padi yang tergenang,
sehingga manajemen pengairan di lahan sangat diperlukan untuk menurunkan
populasi kepinding tanah.
Pengairan yang dilakukan dengan menggunakan
metode pengairan berselang (intermittent) yakni pengaturan kondisi sawah dalam
kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Lahan yang terserang kepinding
tanah dengan menggunakan pengairan 10 cm lebih baik dibandingkan dengan
pengairan 2 cm. Pengairan 10 cm dapat menghasilkan produksi padi 2.31 ton/ha
sedangkan dengan pengairan 2 cm hanya 1.7 ton/ha (Tadle et al. 2002).
Penggunaan musuh alami yang efektif yakni Telenomus triptus dan T. cyrus
serta candawan patogen Metarhizium anisopliae.
Cendawan patogen M.
anisopliae diaplikasikan di lahan dengan cara disemprot ke bagian dasar pangkal
batang padi per rumpun (Magsino 2009). Aplikasi insektisida dilakukan jika
populasi kepinding tanah sudah melebihi ambang ekonomi (Reissig et al. 1985).
Heinrichs et al. (1986) menyatakan bahwa kerapatan populasi imago kepinding
tanah, rata-rata 6 ekor/rumpun sudah mencapai ambang ekonomi (economic
threshold).
Musuh Alami Kepinding Tanah
Kepinding tanah memiliki banyak musuh alami. Musuh alami yang dapat
ditemukan di pertanaman padi yang dapat berperan sebagai predator kepinding
tanah di antaranya adalah Agonium daimio (Coleoptera: Carabidae), Stenonabis
tagalicus (Hemiptera: Nabidae), Rana sp. (Ranidae).
Musuh alami lainnya
sebagai parasitoid telur adalah Telenomus cyrus, dan T. triptus (Hymenoptera:
Scelionidae), serta patogen Metarhizium anisoplae (Reissig et al. 1985).
Parasitioid Telur
Scelionidae merupakan parasit telur pada hama-hama tanaman padi salah
satunya yakni hama kepinding tanah (Kalshoven 1981). Salah satu parasitoid
telur kepinding tanah dari famili Scelionidae yakni spesies Telenomus spp..
Spesies Telenomus spp. merupakan parasitoid yang potensial secara ekonomi
dalam menekan populasi hama secara alami (Shepard et al. 2011). Inang dari
Telenomus spp. kebanyakan adalah dari famili Hemiptera dan Lepidoptera
9
(Johnson 1984). T. triptus
dan T. cyrus
adalah dua spesies yang diketahui
berperan dalam menekan telur kepinding tanah di Jawa dan di Malaysia (Nixon
1983).
Telenomus spp. tersebar luas di wilayah Indonesia terutama di pulau Jawa
dan Bangka. Imago Telenomus spp. merupakan tabuhan kecil yang kebanyakan
berwarna hitam, dan memiliki panjang ± 1 mm (Kalshovan 1981). Kepala lebih
lebar daripada torak, mata besar.
Torak sedikit lebih panjang dari lebarnya.
Sayap lebar dengan stigma yang panjang. Mesonotum sedikit mengkilat. Tibia
belakang kurang 3 kali segmen berikutnya. Antena berwarna kehitaman (gelap)
kecuali skapus lebih berwarna pucat. Gada pada antena betina berwarna lebih
gelap dibanding ruas lainnya. Tiap ruas gada berukuran sama atau sedikit lebih
panjang dari lebarnya. Sayap dengan rumbai yang panjang (Yuliarti 2002).
Telenomus spp. sangat agresif dan akan memparasit telur kepinding tanah
walaupun kelompok telur tersebut dijaga oleh induknya.
Tabuhan yang
memparasit telur meninggalkan bau yang dapat dikenali oleh parasit lain. Bau ini
digunakan untuk mencegah tabuhan lain memparasit telur yang sama. Tabuhan
dewasa hidup beberapa hari sampai satu minggu atau lebih lama (Shepard et al.
2011). Biasanya satu imago betina mampu memarasit 30 sampai 50 telur.
Perkembangan Telenomus spp. sekitar 8-14 hari. Hanya 3%-10% dari telur yang
dihasilkan adalah jantan.
Jika betina tidak melakukan perkawinan maka
keturunanya jantan, sedangkan jika dilakukan perkawinan jantan dan betina maka
keturunan yang dihasilkan adalah betina (Kalshoven 1981). Parasitoid ini juga
banyak digunakan untuk mencegah perkembangan hama lain seperti Scirpophaga
innotata pada padi (Kalshoven 1981).
Predator Golongan Laba-laba
Laba-laba berperan aktif dalam menekan perkembangan populasi hama di
lahan padi. Laba-laba Serigala (Araneae: Lycosidae) atau sering dikenal sebagai
wolf spider, merupakan laba-laba yang umum dijumpai di areal persawahan atau
padang rumput. Famili ini merupakan kelompok pemburu dan pengembara yang
aktif memburu dan mengejar mangsa. Biasanya mangsa mereka adalah serangga
seperti belalang, jangkerik, kepik, maupun wereng. Sebagai pemburu aktif yang
umum hidup di persawahan, jenis-jenis wolf spider memiliki peranan yang baik
10
dalam menjaga keseimbangan ekosistem persawahan. Laba-laba ini memiliki
depalan mata yang tajam dengan dua mata berukuran lebih besar. Laba-laba ini
sering berpindah-pindah dan berkoloni pada lahan padi sawah atau padi kering
yang baru saja dipersiapkan. Laba-laba betina dapat meletakkan telur sebanyak
200-400 dalam waktu 3-4 bulan (selama hidupnya) (Shepard et al. 2011). Labalaba ini banyak dijumpai di sekitar pangkal batang padi kemudian akan berpindah
melalui permukaan air apabila diganggu.
Laba-laba bermata tajam (Araneae: Oxyopidae) hidup di antara celah tajuk
daun padi dan lebih menyukai habitat kering, dan mulai membuat koloni di lahan
padi setelah tajuk daun padi terbentuk.
Laba-laba sebagai pemburu tidak
membuat jaring tapi langsung menerkam mangsanya.
Aktif sepanjang hari
menunggu mangsanya lewat atau berpatroli di tanaman untuk mencari mangsa.
Laba-laba ini bermata enam, terletak pada segi enam yang menonjol di atas
kepalanya, dua menetap ke depan, dua ke samping, dua ke atas (Barrion dan
Litsinger 1995). Tungkainya berduri panjang. Sutera digunakan untuk menenun
tali pengaman yang berguna mencegahnya jatuh ke tanah.
Laba-laba pembuat jaring (Araneae: Tetragnathidae) dapat menangkap
mangsa yang lebih besar dari ukuran tubuhnya, seperti ngengat dan kepik
(Shepard et al. 2011). Melumpuhkan mangsa dengan cara memasukkan racun,
kemudian menghisap cairannya (Barrion dan Litsinger 1995). Ada banyak jenis
laba-laba yang membuat jaring. Pada umumnya mata dan tungkai laba-laba ini
lemah sehingga tidak mampu menangkap mangsa tanpa bantuan jaringnya. Labalaba menunggu dengan sabar pada jaring, bila ada serangga yang tertangkap ia
akan langsung menggigit dan melumpuhkannya (Shepard et al. 2011). Biasanya
ia akan langsung mengisap cairan tubuh mangsa atau bisa langsung membungkus
mangsa dengan sutera untuk dimakan kemudian.
Laba-laba lompat (Araneae: Salticidae) lompat tergolong laba-laba pemburu
tidak membuat jaring tapi langsung menerkam mangsanya. Aktif sepanjang hari
berpatroli di tanaman-tanaman untuk mencari mangsa. Tungkai depannya kuat
dan panjang. Laba-laba ini bermata delapan, dua mata besar menghadap ke depan,
dan mata lainnya kecil (Barrion dan Litsinger 1995). Tungkai depan yang kuat
dan panjang membuat laba-laba ini dapat bergerak sangat cepat, bahkan dapat
11
menangkap lalat yang sedang terbang. Laba-laba lompat memiliki kemampuan
melompat jauh, dengan meninggalkan benang sutera supaya tidak jatuh ke tanah
(Barrion dan Litsinger 1995). Laba-laba ini lebih menyukai kondisi yang kering
(lahan kering) dan berada di daun padi.
Patogen Serangga
Beberapa jenis cendawan patogen yang mampu menyerang serangga
kepinding tanah yakni Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, dan
Verticillium lecanii (Susilo et al. 2005).
Cendawan entomopatogen Genus
Metarhizium merupakan cendawan tanah dan hidup sebagai cendawan saprofit.
Walaupun demikian dalam kondisi tertentu memiliki kemampuan menjadi
patogen pada beberapa anggota ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hymenoptera,
Orthoptera, dan Hemiptera termasuk nimfa dan imago kepinding tanah.
Cendawan Metarhizium sp. menginfeksi inang melalui empat tahap yakni
inokulasi, penempelan, penetrasi, dan destruksi (Ferron 1985). Gejala awal
serangan yakni tumbuhnya hifa berwarna putih yang memenuhi permukaan tubuh
serangga, kemudian hifa berangsur-angsur menjadi hijau gelap bersamaan dengan
matangnya konidia yang juga berwarna hijau. Sehingga dikenal dengan nama
umum green muscardin fungus. Cendawan ini tumbuh di dalam tubuh serangga
inang. Spora yang berkembang dari inang yang mati akan tersebar ke inang
laiinya yang masih hidup dengan bantuan angin atau air.
12
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pertanaman padi Desa Situgede, Kecamatan
Bogor Barat, Kota Bogor.
Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium
Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan Oktober 2011 sampai bulan Maret
2012.
Metode Penelitian
Budidaya Padi
Penelitian dilaksanakan pada lahan petani milik Pak Abas. Lahan yang
digunakan dengan luas ± 1000 m2.
Varietas yang digunakan adalah pandan
wangi. Padi ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Budidaya tanaman
yang dilakukan meliputi pembajakan lahan, persemaian, penanaman, penyulaman,
pengairan, penyiangan, pemupukan, dan penggunaan insektisida. Pembajakan
dilakukan dengan menggunakan kerbau sebanyak dua kali. Persemaian benih
padi dilakukan pada areal dengan luas 10 m x 2 m. Setelah bibit berumur dua
minggu dipindah ke lahan untuk ditanam. Jumlah bibit padi per lubang tanam
sebanyak 4-5 bibit. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak 3 kali, pupuk dasar
menggunakan pupuk kandang dari kotoran kambing dengan dosis 300 kg/ha
diberikan sebelum tanam, pupuk Urea dengan dosis 250 kg/ha diberikan pada saat
tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).
Selanjutnya dilakukan
pemupukan ketiga pada saat tanaman berumur 5 MST menggunakan Urea dosis
50 kg/ha dan Ponska dosis 200 kg/ha.
Tindakan pengendalian hama yang
dilakukan oleh petani dengan melakukan penyemprotan insektisida Top Dor 10
WP (bahan aktif imidakloprid 10%) dengan dosis formulasi 0.25 kg/ha pada umur
tanaman 7 MST, dan melakukan pencegahan serangan burung secara manual
dengan menggunakan alat pengusir burung pada saat tanaman mulai keluar malai.
13
Pengamatan Kepinding tanah
Penentuan tanaman contoh.
Tanaman contoh ditentukan secara acak
sistematis dan letaknya menyebar di dalam petak pertanaman yang diamati.
Jumlah tanaman contoh yang diamati sebanyak 200 rumpun tanaman.
Pengamatan hama.
Pengamatan kepinding tanah dilakukan secara
langsung pada rumpun tanaman contoh dengan cara menghitung jumlah
kelompok telur, nimfa dan imago kepinding tanah. Nimfa dibagi menjadi dua
kategori yakni nimfa kecil (instar 1-2) dan nimfa besar (instar 3-5).
Pengamatan Musuh alami
Pengamatan Predator. Pengamatan dilakukan secara langsung pada tiap
rumpun tanaman contoh. Predator yang diamati yakni laba-laba jaring, laba-laba
lompat, laba-laba bermata tajam, dan laba-laba srigala.
Untuk memudahkan
menghitung populasinya digunakan alat bantu hand-counter. Selain itu beberapa
predator yang belum diketahui jenisnya dibawa ke laboratorium untuk
diidentifikasi.
Pengamatan
Parasitoid.
Pengamatan
dilakukan
dengan
cara
mengumpulkan 20 kelompok telur dari tiap-tiap fase perkembangan tanaman padi
yang dikelompokkan menjadi tiga fase, yakni fase vegetatif awal (1-4 MST),
vegetatif akhir (5-7 MST), generatif (8-12 MST).
Kelompok telur diambil
bersama helai daun atau pelepah sepanjang sekitar 2 cm kemudian dimasukkan ke
dalam tabung bekas film secara terpisah per kelompok telur dan diberi label.
Selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diinkubasikan sampai nimfa kepinding
tanah atau imago parasitoid keluar. Pengamatan meliputi jenis parasitoid yang
muncul, banyaknya kelompok telur yang terparasit, banyaknya nimfa kepinding
tanah dan imago parasitoid yang muncul. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung persen kelompok telur dan butir telur terparasit adalah sebagai
berikut:
% kelompok telur terparasit =
14
% butir telur terparasit =
Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan tiap minggu di rata-ratakan dan
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata)
Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah
terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur
tanaman.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepinding tanah mulai
ditemukan pada tanaman padi pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST)
dengan kerapatan populasi 21 ekor per 200 rumpun atau 0.11 ekor per rumpun.
Pada umur tanaman 4 MST mulai ditemukan telur dengan kerapatan 5 kelompok
telur per 200 rumpun tanaman atau 0.03 kelompok telur per rumpun, selanjutnya
pada umur tanaman 5 MST mulai ditemukan nimfa kecil dengan kerapatan
populasi 34 ekor per 200 rumpun tanaman atau 0.17 ekor per rumpun dan umur
tanaman 6 MST mulai ditemukan nimfa besar dengan kerapatan populasi 13 ekor
per 200 rumpun tanaman atau 0.07 ekor per rumpun (Tabel 1).
Populasi kelompok telur pada umur tanaman 6 MST dengan kerapatan 16
kelompok telur per 200 rumpun dan meningkat menjadi 21 kelompok telur per
200 rumpun pada umur tanaman 9 MST. Populasi nimfa kecil mencapai puncak
pada umur tanaman 9 MST dengan kerapatan 83 ekor per 200 rumpun, dan nimfa
besar mencapai puncak pada umur tanaman 10 MST. Secara umum populasi
kepinding tanah mencapai puncak pada saat tanaman berumur 9 MST, yaitu
setelah tanaman memasuki fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga
dan terbentuknya malai. Kerapatan populasi kepinding tanah pada umur tanaman
9 MST mulai telur, nimfa kecil, nimfa besar, dan imago secara berturut-turut
adalah 21, 83, 28, dan 77 ekor per 200 rumpun. Menurut Torres et al. (2010)
populasi kepinding tanah lebih banyak ditemukan pada tanaman padi yang sudah
bermalai dan masih banyak ditemukan pada jerami setelah padi dipanen.
16
Tabel 1 Perkembangan populasi kepinding tanah pada pertanaman padi
Umur
tanaman
(MST)
Telur
Nimfa kecil
Nimfa besar
Imago
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
0
0
0
5 (0.03)
4 (0.02)
16 (0.08)
11 (0.06)
9 (0.05)
21 (0.11)
9 (0.05)
21 (0.11)
0
0
0
0
34 (0.17)
33 (0.17)
43 (0.22)
32 (0.16)
83 (0.42)
67 (0.34)
76 (0.38)
0
0
0
0
0
13 (0.07)
16 (0.08)
29 (0.15)
28 (0.14)
57 (0.29)
38 (0.19)
0
0
21 (0.11)*
23 (0.12)
31 (0.16)
49 (0.25)
58 (0.29)
59 (0.30)
77 (0.39)
60 (0.30)
77 (0.39)
Populasi kepinding tanah (ekor/200 rumpun)
*Angka dalam kurung menunjukkan rataan populasi per rumpun
Tabel 2 menyajikan proporsi kelimpahan populasi kepinding tanah di
lahan pertanaman padi. Pada umur tanaman 3 dan 4 MST kepinding tanah yang
ditemukan seluruhnya imago atau 100% imago, hal ini menunjukkan bahwa pada
minggu tersebut baru mulai terjadi migrasi imago ke pertanaman padi.
Selanjutnya imago tersebut bertelur dan telur mulai ditemukan pada umur
tanaman 4 MST (Tabel 1). Saat tanaman berumur 5 MST nimfa kecil sudah
ditemukan dengan proporsi 52%. Selanjutnya pada minggu ke-6 persebaran fase
perkembangan dari kepinding tanah (nimfa kecil, nimfa besar, dan imago) sudah
dapat ditemukan di lahan, dengan proporsi masing-masing sebesar 35%, 14%,
52%. Persebaran populasi kepinding tanah yang seimbang antara nimfa kecil,
nimfa besar, dan imago terjadi pada saat tanaman berumur 10 MST, dengan
proporsi sebesar 36%, 31%, 33%. Pada saat tanaman berumur 11 MST nimfa
kecil masih ditemukan di lahan dengan proporsi 40%. Hal ini menunjukkan
bahwa menjelang tanaman akan dipanen, masih banyak populasi nimfa kepinding
tanah ditemukan di lahan.
17
Tabel 2 Proporsi nimfa kecil, nimfa besar, dan imago pada pertanaman padi
Umur tanaman
(MST)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Proporsi populasi kepinding tanah (%)
Nimfa kecil
Nimfa besar
Imago
0
0
0
0
0
0
0
0
100
0
0
100
52
0
48
35
14
52
37
14
50
27
24
49
44
15
41
36
31
33
40
20
40
Berdasarkan data kerapatan populasi kepinding tanah pada tanaman padi
(Tabel 1), maka rataan kelimpahan populasi kepinding tanah yang terdapat di
lahan masih tergolong rendah.
Heinrichs et al. (1986) menyatakan bahwa
kerapatan populasi imago kepinding tanah, rata-rata 6 ekor/rumpun sudah
mencapai ambang ekonomi (economic threshold) dan populasi 10 ekor
imago/rumpun dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 35%.
Telur Kepinding Tanah
Telur kepinding tanah mulai ditemukan di lahan pada saat tanaman berumur
4 MST. Telur kepinding tanah yang ditemukan diletakkan secara berkelompok
(Gambar 1a). Kelompok telur ini diletakkan pada bagian pangkal tanaman padi
dekat dengan permukaan air. Bentuk telur seperti tong kecil dengan tinggi sekitar
1 mm tersusun rapi dalam barisan. Rata-rata jumlah butir telur per kelompok
yang ditemukan di lahan pertanaman padi berkisar antara 20 sampai 70 butir.
Kadang-kadang kelompok telur tersebut dilindungi oleh induk kepinding tanah
sampai telur menetas (Gambar 1b).
18
a
b
Gambar 1 Kelompok telur kepinding tanah (a), imago dan kelompok telur
kepinding tanah (b)
Perkembangan populasi kelompok telur kepinding tanah (Gambar 2)
menunjukkan fluktuasi, tetapi secara umum meningkat setelah rumpun tanaman
mulai rimbun.
Puncak populasi kelompok telur terjadi pada 9 MST dimana
kerapatan kelompok telur mencapai 21 kelompok telur per 200 tanaman. Sampai
tanaman berumur 11 MST jumlah kelompok telur masih tinggi, hal ini
menunjukkan bahwa tanaman padi fase generatif akhir masih sesuai untuk tempat
perkembangbiakan kepinding tanah.
Populasi telur (kelompok
telur/200 rumpun)
40
Telur
30
20
10
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Umur tanaman (MST)
Gambar 2 Perkembangan populasi kelompok telur kepinding tanah di pertanaman
padi
19
Nimfa Kepinding Tanah
Nimfa kepinding tanah mulai ditemukan di lahan, pada saat tanaman
berumur 5 MST yang merupakan fase nimfa kecil (Gambar 3a). Selanjutnya pada
umur tanaman 6 MST mulai ditemukan nimfa besar (Gambar 3b). Nimfa kecil
muncul seminggu setelah munculnya telur di lahan, menurut Suharto (2007) telur
kepinding tanah menetas setelah 4 sampai 7 hari, sehingga dapat dipastikan nimfa
yang muncul merupakan nimfa yang menetas dari telur yang ditemukan pada
pengamatan sebelumnya.
Nimfa kecil memiliki ciri-ciri berwarna oranye
kecoklatan dengan ukuran panjang ± 1 sampai 2 mm dan memiliki sifat
berkelompok bahkan kadang-kadang masih dilindungi oleh induknya, sedangkan
nimfa besar memiliki ciri-ciri berwarna coklat muda dengan bercak hitam, dengan
ukuran tubuh ± 4 sampai 6 mm, dan biasanya sudah tidak berkelompok lagi.
± 1-2 mm
(a)
± 4-6 mm
(b)
Gambar 3 Nimfa kecil instar 1 sampai 2 (a), nimfa besar instar 3 sampai 5 (b)
20
90
Populasi Nimfa
(ekor/200 rumpun)
80
Nimfa kecil
70
60
Nimfa besar
50
40
30
20
10
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Umur tanaman (MST)
Gambar 4 Perkembangan populasi nimfa kepinding tanah di pertanaman padi
Perkembangan populasi nimfa, nimfa kecil dan nimfa besar tampak
berfluktuasi setiap minggu (Gambar 4). Nimfa kecil yang terdapat di lahan pada
umur tanaman 5 MST memiliki kerapatan populasi 34 ekor per 200 rumpun,
sedangkan nimfa besar muncul setelah tanaman berumur 6 MST dengan kerapatan
populasi 13 ekor per 200 rumpun. Puncak populasi dari nimfa kecil terjadi pada
umur tanaman 9 MST dengan kerapatan mencapai 83 ekor per 200 rumpun.
Sedangkan nimfa besar mengalami puncaknya pada umur tanaman 10 MST
dengan kerapatan 57 ekor per 200 rumpun tanaman. Nimfa kecil yang ditemukan
umumnya masih berkelompok, sehingga jumlah nimfa kecil per rumpun tanaman
relatif lebih tinggi dari populasi nimfa besar.
Hal ini juga dipengaruhi oleh
perilaku nimfa besar yang lebih aktif dan mampu untuk berpindah ke rumpun
tanaman lain di sekitarnya sehingga tidak hidup berkelompok lagi (Syam et al.
2011).
21
Imago Kepinding Tanah
Hasil pengamatan perkembangan populasi imago (Gambar 5) menunjukkan
bahwa kepinding tanah mulai menyerang tanaman padi setelah berumur 3 MST.
Kepinding tanah yang menyerang pada 3 MST adalah fase imago. Imago ini
diduga berasal dari tanaman padi di sekitarnya. Selain tanaman padi sebagai
inang utama, kepinding tanah juga memiliki beberapa inang alternatif seperti
jagung, gandum, tebu (Reissig et al 1985) dan beberapa jenis tanaman lain yakni
Colocasia esculenta, Hibiscus esculentus, dan Scleria sumatrensis (Suharto
2007). Imago kepinding tanah yang ditemukan di lahan memiliki ciri berwarna
coklat atau hitam dengan bercak kuning pada bagian toraks, panjangnya sekitar 89 mm. Imago umumnya berada pada bagian pangkal tanaman dekat permukaan
air dan aktif pada malam hari.
Gambar 5 Imago kepinding tanah pada petanaman padi
Imago yang ditemukan pada 3 MST memiliki kerapatan populasi masih
rendah yaitu 21 ekor per 200 rumpun tanaman (Gambar 6). Selanjutnya populasi
imago di lahan terus meningkat sampai mencapai puncak pada 9 MST dengan
kerapatan 77 ekor per 200 rumpun tanaman. Populasi kepinding tanah masih
ditemukan sampai menjelang panen. Setelah padi dipanen imago dapat kembali
ke fase dormannya atau berpindah ke pertanaman lain karena makanan tidak
tersedia (Syam et al. 2011).
22
90
Populasi Imago (ekor/200
rumpun)
80
70
60
50
40
Imago
30
20
10
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Umur tanaman (MST)
Gambar 6 Perkembangan populasi imago kepinding tanah di pertanaman padi
Berdasarkan hasil pengamatan di lahan ditemukan gejala serangan pada
tanaman padi yang disebabkan oleh kepinding tanah. Tanaman yang diserang
oleh kepinding tanah menjadi berwarna kuning kecoklatan.
Kepinding ini
menghisap cairan tanaman yang mengakibatkan terjadinya pengurangan cairan
sari makanan dari tanaman. Hal ini dapat mengurangi energi dan unsur hara yang
seharusnya
berguna
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman.
Menurut Reissig et al. (1985) nimfa dan imago menghisap cairan tanaman
pada batang yang mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dengan daun-daun yang
berwarna coklat kemerahan atau kuning. Serangan pada awal musim atau fase
vegetatif menyebabkan pengurangan jumlah anakan dan rumpun yang menjadi
kerdil. Menurut Gallagher (1991) kepinding tanah yang menyerang pada fase
generatif mengakibatkan malai tidak berkembang sempurna dan bulir kosong
(berwarna putih). Pada populasi yang tinggi tanaman yang terserang hama ini
dapat mati atau mengalami bugburn, dengan gejala seperti hopperburn yang
diakibatkan oleh wereng coklat (Syam et al. 2011).
Strategi pengendalian yang sudah dilakukan yakni pergiliran tanaman,
penanaman serempak, penggunaan perangkap cahaya, manajemen pengairan,
penggunaan musuh alami, dan penggunaan insektisida (Reissig et al. 1985).
Pengendalian yang sering dilakukan di Filipina yakni dengan menggunakan
23
perangkap cahaya (Magsino 2009).
Pengendalian menggunakan perangkap
cahaya pada saat bulan purnama di Calamba Filipina mampu mengumpulkan 29
kantong kepinding tanah (Magsino 2009). Penggunaan bebek juga sebagai salah
satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT) di Vietnam dan Cina.
Bebek berperan sebagai pengendali populasi kepinding tanah di sawah, dalam
satu jam mampu memakan lebih dari 100 ekor (Zahirul 2006).
Musuh Alami Kepinding Tanah
Parasitoid Telur
Hasil pengamatan parasitoid telur kepinding tanah yang dilakukan pada
tiga fase (vegetatif awal, vegetatif akhir, dan generatif ) menunjukkan bahwa
rataan tingkat parasitisasi kelompok telur kepinding tanah berturut-turut adalah
15%, 5%, dan 30%.
Tingkat parasitisasi tertinggi terdapat pada fase
perkembangan generatif dengan persentase parasitisasi sebesar 30% (Tabel 3).
Tabel 3 Tingkat parasitisasi kelompok telur kepinding tanah
Fase Perkembangan
tanaman
Banyaknya kelompok
telur yang dikumpulkan
% Kelompok telur
terparasit
Vegetatif awal
Vegetatif akhir
Generatif
20
20
20
15
5
30
Tabel 4 menyajikan analisis parasitisasi berdasarkan butir telur yang
terparasit, banyaknya imago parasitoid yang muncul per kelompok telur, serta
banyaknya nimfa kepinding tanah yang berhasil muncul dari kelompok telur yang
terparasit. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tingkat parasit