Persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor

 
 

PERSEP
PSI, PENG
GETAHU
UAN, DAN
N PERILA
AKU
MENO
ONTON FILM LA
AYAR LEB
BAR PAD
DA
SISW
WA SMA NEGERII 3 KOTA
A BOGOR
R

WI ARI SU
USANTO

DW

DEPARTE
EMEN ILM
MU KELUA
ARGA DA
AN KONSU
UMEN
FAKULTA
AS EKOLO
OGI MANUSIA
INSTITU
UT PERTA
ANIAN BOG
GOR
BOGO
OR
2013
3


 
 

iv 
 

 
 


 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Persepsi, Pengetahuan, dan
Perilaku Menonton Film Layar Lebar Pada Siswa SMAN 3 Bogor adalah karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Dwi Ari Susanto
NIM I24080053

 
 

vi 
 

 
 

vii 
 

ABSTRACT

DWI ARI SUSANTO. Perception, Knowledge, and Behavior on Watching a
Movie from High School Students in School 3 Bogor. Supervised by Moh.
Djemdjem Djamaludin.
The rapid development of movie industries over the past years makes producers
compete in making more movies. Facts shows that Indonesian movie produces
only think of profits alone, without regarding to the benefits and impact of a
movie. This study aims to analyze the perceptions, knowledge, and behaviors on
SMA 3 Bogor high school students towards watching movies.Respondents are
SMA 3 Bogor students who had watched a movie in the past year.The study
involved 100 students were selected conveniently. Data is collected through
interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed using
descriptive and inference statistics. Results showed that students had a perception
less amenable towards the movies with the level of knowledge in the middle
category. In the meantime, the watching behavior of students are in the low
category. Pearson correlation test results shows that the amount of students pocket
money alone have a significant relationship towards the behavior of watching a
movie.
Keywords: movies, science, buying behavior, perception.

ABSTRAK

DWI ARI SUSANTO. Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton Film Layar
Lebar pada Siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor. Dibimbing oleh Moh. Djemdjem
Djamaludin.
Pesatnya perkembangan film layar lebar dari tahun ke tahun menjadikan para
produser berlomba-lomba dalam membuat sebuah karya film. Faktanya masih
banyak produser film Indonesia yang hanya memikirkan keuntungan saja, tanpa
memperhatikan manfaat dan dampak dari suatu film layar lebar tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi, pengetahuan, dan perilaku
menonton film layar lebar pada siswa SMA Negeri 3 Bogor. Contoh penelitian
adalah siswa SMA Negeri 3 Bogor yang dalam satu tahun terakhir pernah
menonton film layar lebar di bioskop. Penelitian ini melibatkan 100 siswa yang
dipilih secara convenience. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian
kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan
inferensia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa memiliki persepsi
mengenai harga, kualitas, dan manfaat film layar lebar Indonesia masih kurang
baik dan dengan tingkat pengetahuan berada pada kategori sedang. Sementara itu,
perilaku menonton siswa berada pada kategori rendah. Hasil uji korelasi Pearson
didapatkan hasil bahwa besar uamg saku sajalah yang memiliki hubungan
signifikan dengan perilaku menonton film layar lebar.
Kata kunci: film layar lebar, pengetahuan, perilaku pembelian, persepsi.


 
 

viii 
 

 
 

ix 
 

RINGKASAN
DWI ARI SUSANTO. Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton Film Layar
Lebar Pada Siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor. Dibimbing oleh M. D.
DJAMALUDIN.
Film layar lebar yang saat ini diputar dibioskop XXI terdiri dari film luar
negeri dan dalam negeri. Berdasarkan Data Lembaga Sensor Film (LSF), film luar
negeri atau yang biasa disebut dengan istilah film impor sangat banyak jumlahnya

dibandingkan dengan film nasional. Jumlah film impor pada tahun 2007 sejumlah
272 judul, 2008 sejumlah 174 judul, 2009 sejumlah 199 judul. Film impor terus
mengalami peningkatan produksi dan dalam jumlah besar. Sementara, jumlah dari
film nasional pada tahun 2007 sejumlah 53 judul, 2008 sejumlah 90 judul, 2009
sejumlah 78 judul. Data ini menunjukkan bahwa produksi film nasional masih
jauh di bawah produksi film impor. Dalam upaya menjaga industri film layar
lebar di Indonesia ada Undang – Undang film pasal 41 tahun 1994 yang berisi
pemerintah wajib mencegah film impor yang bertentangan dengan nilai-nilai
agama, moral, etika, dan budaya bangsa.
Seiring dengan perkembangannya, remaja memasuki tahap dimana sudah
lebih bijaksana dan lebih mampu membuat keputusan sendiri. Hal ini
meningkatkan kemandirian remaja, termasuk posisinya juga sebagai konsumen.
Remaja memiliki pilihan mandiri mengenai yang hendak dilakukan dengan
uangnya dan menentukan sendiri produk yang ingin dibeli. Namun dilain pihak,
remaja sebagai konsumen memiliki karakteristik mudah terpengaruh, suka ikutikutan teman, tidak berpikir hemat, dan tidak realistis (Hurlock 1980).
Karakteristik remaja tersebut, membawa dampak remaja untuk berperilaku
menonton film layar lebar di Indonesia.
Maraknya film layar lebar di Indonesia yang berjenis horor diiringi dengan
semakin pesatnya industri film di Indonesia. Menonton film layar lebar di bioskop
menjadi salah satu hiburan favorit konsumen khususnya kaum remaja dikarenakan

sudah menjadi suatu kebiasaan. Selain itu, dengan menonton film layar lebar di
bioskop dapat menambah kedekatan atau keakraban dengan temannya.
Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukan penelitian mengenai persepsi,
pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada remaja.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode
survei. Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3
(SMAN 3), Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan tempat lokasi penelitian
dilakukan secara purposive. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki
dan perempuan yang sedang menjalani pendidikan formalnya di SMAN 3 Bogor
dan duduk di kelas XI. Jumlah populasi penelitian adalah berjumlah 254 siswa
yang terdiri enam kelas IPA dan satu kelas IPS. Berdasarkan rumus Slovin, maka
jumlah contoh dari kelas XI berjumlah 83 siswa. Contoh yang diambil dalam
penelitian adalah 100 siswa dari kelas XI agar dapat memenuhi jumlah contoh
minimal yang diperlukan. Proses pemilihan contoh dilakukan secara non
probability sampling.

 
 



 

Data penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari pengisian kuesioner oleh contoh. Persepsi dikategorikan menjadi
lima interval kelas menggunakan rumus interval kelas (Umar 2003). Pengetahuan
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu, rendah, sedang, dan tinggi (Khomsan
2000). Data sekunder terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian. Analisis yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif statistik dan uji korelasi
Pearson. Alat uji yang digunakan adalah Ms. Excel dan Statistical Package for
Social Science (SPSS) for windows.
Karakteristik mahasiswa terdiri atas jenis kelamin, usia, agama, dan uang
saku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 57 persen siswa berjenis kelamin lakilaki dan usia persentase tertinggi (65%) berada pada usia 16 tahun. Adapun agama
siswa pada penelitian ini sebesar 95 persen beragama Islam. Rata-rata uang saku
yang didapat oleh siswa sebesar Rp539.000 per bulan. Karakteristik keluarga
terdiri dari jumlah anggota keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,
pendapatan keluarga, dan usia orang tua. Hampir separuh keluarga (49%)
memiliki jumlah anggota keluarga ≤4 orang. Rata-rata usia ayah adalah 48,9
tahun dan rata-rata usia ibu 44,4 tahun. Persentase tertinggi pendidikan terkhir
ayah 42 persen hingga tamat S1 dan pendidikan terakhir ibu sebesar 39 persen
hingga tamat SMA. Jenis pekerjaan ayah dengan persentase tertinggi (45%)

sebagai PNS. Sementara itu, hampir dua pertiga ibu (66%) adalah ibu rumah
tangga. Berdasarkan status ekonomi BPS (2010), seluruh contoh keluarga
memiliki pendapatan per kapita per bulan berada pada status ekonomi tidak
miskin (>Rp278.530).
Menurut hasil penelitian diperoleh informasi bahwa kebanyakan siswa
(64,0%) menjadikan temannya sebagai kelompok acuan yang memengaruhi
perilaku menonton film layar lebar. Lebih dari separuh (70,0%) siswa memiliki
persepsi kurang setuju terhadap film layar lebar dan sebesar 57,0 persen siswa
memiliki tingkat pengetahuan yang sedang mengenai film layar lebar. Sementara
itu, perilaku menonton film layar lebar diukur dengan menggunakan indikator
utama yaitu frekuensi menonton. Penelitian ini menunjukkan bahwa hampir
sebagian besar (70,0%) siswa berada pada kategori rendah dalam perilaku
menonton film layar lebar.
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata
dan positif antara persepsi dan pengetahuan. Sementara itu, hasil uji regresi linier
berganda menunjukkan bahwa variabel bebas, yaitu besar uang saku berpengaruh
terhadap variabel terikat, yaitu perilaku menonton.
Kata kunci: film layar lebar, pengetahuan, perilaku pembelian, persepsi.

 

 

xi 
 

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, dan penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

 
 

xii 
 

 
 

xiii 
 

PERSEPSI, PENGETAHUAN, DAN PERILAKU
MENONTON FILM LAYAR LEBAR PADA
SISWA SMA NEGERI 3 KOTA BOGOR

DWI ARI SUSANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
 
 

xiv 
 

 
 

xv 
 

Judul

: Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton Film Layar
Lebar Pada Siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor

Nama

: Dwi Ari Susanto

NIM

: I24080053

Disetujui oleh,

Ir. Moh. Djemdjem Djamaludin, M.Sc.
Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Tanggal Lulus:

 
 

 
 

 
 

iv 
 

PRAKATA
Puji dan syukur panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Menonton
Film Layar Lebar Pada Siswa SMA Negeri 3 Kota Bogor. Proposal penelitian ini
disusun sebagai syarat agar dapat melakukan penelitian pada Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada saat penyusunan proposal penelitian ini membutuhkan beberapa proses
pembelajaran dan kesabaran dalam mengatasi semua kendala. Namun, atas izin
Allah SWT serta bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak maka proposal
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:


Ir. Moh. Djemdjem Djamaludin, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan, kesabaran, pelajaran,

dan dukungan yang diberikan kepada

penulis untuk dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.


Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingannya dalam bidang akademik selama penulis menjadi mahasiswa di
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.



Ir. Retnaningsih, M.Si dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti M.Si selaku dosen penguji
skripsi atas saran-sarannya untuk membuat skripsi ini menjadi lebih baik.



Kedua orang tua penulis yaitu Samirin dan Romimah serta kakak kandung
penulis yaitu Irsam Ardiantoro yang tidak henti-hentinya mendukung dari
segi materi maupun moral dan memberikan doa yang tulus kepada penulis.



Debby Nurfariza Putri atas dukungan, semangat, motivasi, serta koreksi
selama penulis menyusun skripsi ini.



Teman satu bimbingan yaitu Reza Permana, Anis Lestari, Leli Dwi
Novitasari, Fahmi, dan Irma. Teman-teman IKK khususnya angkatan 45 dan
seluruh dosen yang telah mengajar serta membimbing penulis hingga penulis
bisa sampai pada tahap ini.
Bogor, Januari 2013

Dwi Ari Susanto

 
 


 

 
 

 

 
 

vi 
 

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA.............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................ 4
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 5
Kegunaan Penelitian ........................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7
Persepsi ............................................................................................................... 7
Pengetahuan........................................................................................................ 9
Perilaku Pembelian ........................................................................................... 11
Remaja .............................................................................................................. 13
Film Layar Lebar .............................................................................................. 14
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 17
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 20
Desain Lokasi dan Waktu................................................................................. 20
Cara Pemilihan Contoh .................................................................................... 20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................... 21
Pengolahan dan Analisis Data .......................................................................... 23
Definisi Operasional ......................................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 27
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................ 27
Karakteristik Contoh ........................................................................................ 28
Karakteristik Keluarga Contoh ......................................................................... 29
Pola Menonton Film Layar Lebar .................................................................... 32
Kelompok Acuan Menonton Film Layar Lebar ............................................... 33
Persepsi ............................................................................................................. 34
Pengetahuan...................................................................................................... 35
Perilaku ............................................................................................................. 36
Hubungan Persepsi dengan Pengetahuan ......................................................... 39
Hubungan Karakteristik Siswa, Karakteristik Keluarga, Persepsi, Pengetahuan
dan Perilaku Menonton .................................................................................... 39
Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Menonton ..................................... 40
Pembahasan ...................................................................................................... 42
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 46
Simpulan ........................................................................................................... 46
Saran ................................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 48
LAMPIRAN .......................................................................................................... 50
 
 
 

 
 

vii 
 

 
 

viii 
 

DAFTAR TABEL
No

Halaman

Tabel 1 Jumlah penonton film impor dan film Indonesia tahun 2011 ................................ 2 
Tabel 2 Variabel penelitian, skala data, kategori data serta cara penarikan data ............. 23 
Tabel 3 Tabel 3 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan usia ..................................... 30 
Tabel 4 Sebaran contoh menurut uang saku...................................................................... 31 
Tabel 5 Sebaran contoh menurut jumlah anggota keluarga .............................................. 31 
Tabel 6 Sebaran pendidikan terakhir orang tua contoh ..................................................... 32 
Tabel 7 Sebaran pekerjaan orang tua contoh..................................................................... 32 
Tabel 8 Sebaran pendapatan keluarga contoh per kapita per bulan .................................. 33 
Tabel 9 Sebaran usia orang tua contoh............................................................................. 34 
Tabel 10 Sebaran contoh menurut sumber informasi tentang film layar lebar ................. 34 
Tabel 11 Sebaran contoh menurut kelompok acuan dalam menonton film layar lebar ... 35 
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan persepsi tentang film layar lebar ......................... 36 
Tabel 13 Sebaran contoh menurut persepsi tentang film layar lebar ................................ 37 
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pernyataan pengetahuan
film layar lebar................................................................................................................ 37 
Tabel 15 Sebaran contoh menurut pengetahuan tentang film layar lebar ........................ 38 
Tabel 16 Sebaran contoh menurut jumlah film layar lebar yang ditonton dalam setahun 38 
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tempat menonton film layar lebar ........................ 39 
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis genre film layar lebar yang ditonton ............ 39 
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis film layar lebar yang lebih sering ditonton .. 40 
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan alasan menonton film layar lebar ......................... 40 
Tabel 21 Hubungan antara persepsi dengan pengetahuan................................................. 41
Tabel 22 Hubungan karakteristik siswa, karakteristik keluarga, sumber informasi,
persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton..................................................42
Tabel 23 Model pengaruh karakteristik contoh terhadap perilaku menonton film layar
lebar ..................................................................................................................43

 
 
 

 
 

ix 
 

DAFTAR GAMBAR
No

Halaman

1 Kerangka pemikiran persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton FLL (Film
Layar Lebar) pada siswa SMAN 3 Kota Bogor....................................................... 19

DAFTAR LAMPIRAN
No

Halaman

1 Hasil uji korelasi Pearson .......................................................................................... 51
2 Hasil uji korelasi Spearman ....................................................................................... 52

 
 


 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara historis film layar lebar pernah mengalami masa kejayaannya
sekitar tahun 1970-1990an dan setelah itu produksinya mulai menurun hingga
akhirnya mati suri. Sebelum tahun 1970-an industri film layar lebar nasional tidak
begitu menonjol karena ketika itu kondisi kebijakan sosial politik dan ekonomi
kurang mendukung. Terpuruknya kondisi sosial politik dan ekonomi tersebut
lebih disebabkan karena adanya pergolakan politik di pemerintahan. Hal tersebut
terlihat bahwa pertumbuhan industri film layar lebar meningkat secara signifikan,
yakni dari 21 judul film tahun 1970, naik secara drastis menjadi 52 judul film
pada tahun 1972, dan kemudian meningkat lagi menjadi 77 judul film pada tahun
1977. Peristiwa ini menegaskan bahwa industri film layar lebar di Indonesia
hingga saat ini terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2011 ada 84 judul
film yang di produksi.1
Film layar lebar yang saat ini diputar dibioskop XXI terdiri dari film luar
negeri dan film dalam negeri. Berdasarkan Data Lembaga Sensor Film (LSF),
film luar negeri atau yang biasa disebut dengan istilah film impor sangat banyak
jumlahnya dibandingkan dengan film nasional. Jumlah film impor pada tahun
2007 sejumlah 272 judul film, 2008 sejumlah 174 judul film, 2009 sejumlah 199
judul film. Film impor terus mengalami peningkatan produksi dan dalam jumlah
yang besar. Sementara, jumlah dari film nasional pada tahun 2007 sejumlah 53,
2008 sejumlah 90 judul film, 2009 sejumlah 78 judul film.2 Data ini menunjukkan
bahwa produksi film nasional masih jauh di bawah produksi film impor. Dalam
upaya menjaga industri film layar lebar di Indonesia ada Undang – Undang film
pasal 41 tahun 1994 yang berisi pemerintah wajib mencegah film impor yang
bertentangan dengan nilai-nilai agama, moral, etika, dan budaya bangsa.

1

Anonim 2011. Jumlah Film Nasional Per Tahun. http://indonesiafilm.or.id/direktoriperfilman/2/data-film/Jumlah-Film-Nasional-per-tahun. [01 Maret 2012]
2
Anonim 2011. Jumlah Film Asing Per Tahun. indonesiafilm.or.id/direktoriperfilman/4/data-film/Jumlah-Impor-Film-Asing-per-tahunJumlah. [01 Maret 2012]

 
 


 

Film dalam negeri di Indonesia terdiri dari berbagai macam genre film
mulai dari komedi, drama, musikal, action, horor, dll. Dari sekian banyak jenis
film yang ada di Indonesia film layar lebar berjenis hororlah yang memiliki rating
cukup tinggi dimata konsumen. Tahun ini, setiap film horor-komedi menyedot
251 ribu penonton, sementara horor rata-rata menarik 241 ribu penonton per film.
Sebagai bandingan, drama punya rata-rata 177 ribu penonton per film, sementara
komedi 168 ribu per film.3Tidak dapat dipungkiri kualitas film layar lebar di
Indonesia masih jauh di bawah kualitas film impor. Konsumen lebih memilih
menonton film impor karena film impor memiliki kualitas suara dan gambar yang
lebih baik selain itu, isi cerita dari film impor sangat menarik berbeda dengan isi
cerita film Indonesia yang masih mudah ditebak oleh para penonton. Pada tahun
2011 jumlah penonton 4 film terlaris dari film impor lebih tinggi dibandingkan
jumlah penonton empat film terlaris di Indonesia. Urutan satu sampai empat dari
film impor yaitu film dengan judul Fast Five jumlah penonton 930.000, Final
Destination 5 jumlah penonton 851.000, Johnny English Reborn jumlah penonton
741.000, dan Real Steel jumlah penonton 651.000. Urutan satu sampai empat dari
film Indonesia yaitu film dengan judul Surat Kecil Untuk Tuhan jumlah penonton
748.000, Arwah Goyang Karawang jumlah penonton 727.000, Poconggg Juga
Pocong jumlah penonton 575.000, dan Get Married 3 jumlah penonton 563.000.
Hal ini dapat terlihat dari data jumlah penonton film impor yang lebih tinggi
dibandingkan dengan film layar lebar di Indonesia (Tabel 1).
Tabel 1 Jumlah penonton film impor dan film Indonesia tahun 2011
No.

Film Impor

1.
Fast Five
2.
Final Destination 5
3.
Johnny English Reborn
4.
Real Steel
Sumber : Kristanto (2011)4

Jumlah
Penonton
930.000
851.000
741.000
651.000

Film Indonesia
Surat Kecil Untuk Tuhan
Arwah Goyang Karawang
Pocong Juga Pocong
Get Married 3

Jumlah
Penonton
748.000
727.000
575.000
563.000

3

Kristanto JB. Keragaman Konten. http://filmindonesia.or.id/post/catatan-2011menonton-penonton#.T08Th3p7Vz8. [01 Maret 2012]
4

Kristanto JB. Distribusi Film. http://filmindonesia.or.id/post/catatan-2011-menontonpenonton#.T08Th3p7Vz8. [01 Maret 2012]

 
 


 

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih
film impor dibandingkan dengan film Indonesia. Ironisnya lagi dua dari empat
film Indonesia yang terlaris dipasaran adalah film berjenis horor. Peristiwa ini
disebut ironis karena sudah jelas film jenis horor Indonesia lebih mengedepankan
keseksian para pemainnya dengan judul yang menjurus ke pornografi contohnya
Arwah Goyang Karawang, Suster Keramas, dll. Sedangkan inti dari cerita
horornya bisa dibilang sangat sedikit, lebih didominasi oleh adegan-adegan yang
menunjukkan keseksian para pemainnya.
Maraknya film berjenis horor di Indonesia disebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya, kurang ketatnya peraturan yang diterapkan oleh Lembaga
Sensor Film (LSF), tingkat pengetahuan masyarakat yang minim akan film-film
layar lebar, serta buruknya para produser yang menciptakan film hanya
memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan kualitas dan manfaat produk suatu
film.
Dalam kaitannya dengan remaja sebagai konsumen, remaja tentu menjadi
konsumen utama film layar lebar. Menonton film layar lebar merupakan suatu
kebiasaan bagi para kaum remaja khususnya remaja yang tinggal di kota-kota
besar. Remaja cenderung memiliki emosi yang belum stabil sehingga memandang
segala sesuatunya bergantung pada emosinya. Seiring dengan perkembangannya,
remaja memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan lebih mampu membuat
keputusan sendiri. Hal ini meningkatkan kemandirian remaja, termasuk posisinya
juga sebagai konsumen. Remaja memiliki pilihan mandiri mengenai apa yang
hendak dilakukan dengan uangnya dan menentukan sendiri produk apa yang ingin
dibeli. Namun dilain pihak, remaja sebagai konsumen memiliki karakteristik
mudah terpengaruh, suka ikut-ikutan teman, tidak berpikir hemat, dan tidak
realistis (Hurlock 1980). Karakteristik remaja tersebut, membawa dampak remaja
untuk berperilaku menonton film layar lebar di Indonesia.
Maraknya film layar lebar di Indonesia yang berjenis horor dikhawatirkan
akan membuat buruknya karakter remaja. Film layar lebar bergenre horor
Indonesia hanya menjual keseksian tubuh para pemainnya tidak ada manfaat yang
dapat di ambil dari isi ceritanya. Dampaknya bisa membuat remaja terjerumus
kedalam pergaulan bebas dan tidak jarang banyak remaja terpaksa melakukan

 
 


 

aborsi. Data Komnas PA menyebut maraknya tayangan pornografi, diperkirakan
ada sekitar 83,7 persen anak kelas IV dan V sudah kecanduan nonton film biru.
Survey lain menyebut 62,7 persen remaja Indonesia sudah tidak perawan. Remaja
itu rata-rata usia SMP dan SMA. Bahkan, 21,2 persen remaja putri di tingkat
SMA pernah aborsi. Sebanyak 15 juta remaja puteri mengalami kehamilan dan 60
persen diantaranya berusaha aborsi. (Komnas PA 2011) ada sekitar 2 juta tindak
aborsi yang dilakukan pada tahun 2008. Dari jumlah tersebut, sekitar 62 persen
lebih dilakukan oleh remaja. Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukan
penelitian mengenai persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar
lebar pada remaja.

Perumusan Masalah
Semakin berkembangnya industri fiilm layar lebar di Indonesia membuat
para produser terus berlomba–lomba untuk menciptakan suatu karya film layar
lebar yang menarik. Namun sayang perkembangan industri film di Indonesia tidak
berbanding lurus dengan kenyataannya. Faktanya kualitas film Indonesia masih
jauh di bawah kualitas film impor dan jumlah penonton yang memilih film impor
lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penonton yang memilih film Indonesia.
Hal ini diperparah dengan tingginya jumlah film impor yang masuk ke Indonesia
yaitu dengan rata-rata mencapai 4000 kopi film setiap tahunnya.
Keadaan seperti ini memaksa para produser untuk terus berkarya
menghasilkan film-film yang berkualitas. Mayoritas produser yang ada di
Indonesia sekarang menciptakan suatu film hanya untuk meraih keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa mempedulikan kualitas dan manfaat dari produk film.
Hasilnya banyak jenis film layar lebar mengambil tema horor. Alasannya karena
film-film layar lebar Indonesia berjenis horor mampu menembus peringkat ke dua
teratas film terlaris di Indonesia. Berkembangnya film layar lebar berjenis horor
tidak lepas dari peran masyarakat itu sendiri, yakni masyarakat sebagai konsumen
tetap memilih film layar lebar berjenis horor walapun mereka sadar bahwa film
berjenis horor tidak memiliki pesan positif bagi konsumen yang menontonnya
khususnya konsumen remaja. Hal ini dikarenakan remaja merupakan konsumen
 
 


 

potensial yang memiliki karakteristik mudah terpengaruh, tidak berpikir hemat,
dan cenderung memandang segala sesuatu bergantung pada emosinya sehingga
banyak remaja berpersepsi bahwa memilih film layar lebar merupakan hal yang
biasa tanpa memikirkan manfaat dan dampaknya.
Banyaknya bioskop-bioskop XXI dikota kota besar semakin memudahkan
para remaja untuk menonton film layar lebar kesukaannya. Kota Bogor memiliki
lima bioskop yaitu satu bioskop memiliki gedung sendiri yaitu bioskop “Galaxy”
dan empat bioskop lainnya ada didalam mall-mall kota bogor. Sekolah Menengah
Atas Negeri 3 Bogor (SMAN 3 Bogor) berlokasi di Jalan Pakuan nomor 4 Bogor.
Daerah SMAN 3 Bogor sangat dekat dengan mall “Ekalokasari” dan “Botani
Squere” didalam mall tersebut terdapat bioskop XXI yang memutarkan berbagai
macam jenis film layar lebar baik dari dalam maupun luar negeri. Lokasi SMAN 3
Bogor yang berada disekitar Baranang Siang memungkinkan siswanya untuk
menonton film layar lebar di bioskop XXI sesuai dengan keinginannya.
Oleh sebab itu, masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, uang saku, dan agama),
karakteristik keluarga contoh (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua,
pendapatan keluarga, dan besar keluarga), dan sumber informasi?
2. Bagaimana persepsi terhadap film layar lebar pada remaja?
3. Bagaimana pengetahuan terhadap film layar lebar pada remaja?
4. Bagaimana perilaku menonton film layar lebar pada remaja?
5. Bagaimana hubungan antara persepsi, pengetahuan, dengan perilaku menonton
film layar lebar pada remaja?
6. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja dalam
menonton film layar lebar?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah bertujuan untuk menganalisis
persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar pada remaja.

 
 


 

Tujuan Khusus :
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Identifikasi karakteristik

contoh (jenis kelamin, uang saku, dan agama),

karakteristik keluarga contoh (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua,
pendapatan keluarga, dan besar keluarga), dan sumber informasi.
2. Analisis persepsi terhadap film layar lebar pada remaja.
3. Analisis pengetahuan terhadap film layar pada remaja.
4. Analisis perilaku menonton film layar lebar pada remaja.
5. Analisis hubungan antara persepsi, pengetahuan, dengan perilaku menonton
film layar lebar pada remaja.
6. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menonton film layar lebar
pada remaja.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini tentu diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai persepsi, pengetahuan, dan perilaku menonton film layar lebar serta
faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku menonton film layar lebar pada
remaja. Diharapkan pada remaja dalam menonton film layar lebar tetap
memperhatikan kualitas,manfaat, dan dampak dari film yang ditontonnya. Apabila
remaja menonton film layar lebar mengikuti emosinya tentu akan merugikan
dirinya sendiri. Kerugian yang akan didapatkannya dapat kerugian materi dan
kerugian waktu yang digunakan untuk menonton film layar lebar yang tidak ada
manfaatnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang konsumen.

 
 


 

TINJAUAN PUSTAKA
Persepsi
Persepsi memengaruhi seseorang dalam berperilaku atau bertindak
terhadap suatu rangsangan yang datang. Setiap orang akan memiliki persepsi yang
berbeda terhadap suatu objek atau produk yang sama. Rangsangan diterima oleh
seseorang melalui panca inderanya yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan, dan pengecapan. Persepsi didefinisikan sebagai proses dalam diri
individu saat memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk
memberikan gambaran terhadap suatu objek. Individu dapat membentuk persepsi
yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga proses perseptual yaitu :
atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif (Kotler & Amstrong 2008).
Engel et al (1995) menjelaskan bahwa persepsi kerap bergantung pada
konsepsi atau harapan sebelumnya dari apa yang ingin kita lihat. Stimulus yang
ada di lingkungan sekitar sangat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suaru
objek. Saat dua orang menerima stimulus yang berbeda maka persepsi kedua
orang tersebut terhadap suatu objek juga berbeda.
Menurut Sumarwan (2004) persepsi pada diri konsumen terjadi ketika
salah satu panca indera konsumen menerima input dalam bentuk stimulus.
Stimulus yang dimaksud dapat berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan,
nama produsen. Produsen, pemasar maupun pembuat iklan berusaha memberikan
stimulus kepada konsumen agar para konsumen memiliki persepsi yang baik
terhadap produknya.
Persepsi adalah proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang
dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diiterpretasikan. Input sensorik
atau sensasi yang diterima oleh sistem sensorik manusia juga disebut juga
stimulus (Solomon 2002).
Sumarwan (2004) menyatakan bahwa persepsi terdiri dari lima tahap
mulai dari pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan, dan retensi.
Pemaparan merupakan tahap awal dari suatu persepsi konsumen. Pemaparan
adalah kegiatan yang dilakukan oleh para pemasar untuk menyampaikan stimulus
kepada konsumen. Tahap kedua dari suatu persepsi konsumen yaitu perhatian.
Perhatian memiliki arti bahwa semua pemaparan yang diberikan oleh produsen
 
 


 

tidak semuanya memperoleh perhatian dan dan berlanjut dengan pengolahan
stimulus tersebut. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki keterbatasan sumber
daya kognitif untuk mengolah semua informasi yang diterimanya. Perhatian akan
dipengaruhi oleh faktor pribadi dan stimulus. Tahap ketiga dari suatu persepsi
konsumen yaitu pemahaman. Pemahaman adalah usaha konsumen untuk
mengartikan atau menginterpretasikan suatu stimulus yang diterimanya. Engel et
al (1995) menyebut tahap ini sebagai tahap memberikan makna terhadap stimulus.
Pada tahap ketiga ini konsumen melakukan perceptual organization. Stimulus
yang diterima konsumen berjumlah puluhan bahkan ratusan, stimulus tersebut
tidak diperlakukan sebagai suatu hal yang terpisah satu sama lainnya. Konsumen
cenderung untuk melakukan pengelompokkan stimulus sehingga memandangnya
sebagai satu kesatuan. Inilah yang disebut sebagai perceptual organization. Pada
tahap penerimaan, setelah konsumen melihat stimulus, memperhatikan, dan
memahami stimulus tersebut, maka konsumen akan membuat kesimpulan
mengenai stimulus atau objek tersebut. Hal inilah disebut sebagai persepsi
konsumen. Persepsi konsumen tersebut merupakan output

dari penerimaan

konsumen terhadap stimulus. Persepsi konsumen dapat berupa persepsi produk,
merek, pelayanan, harga, kualitas produk, toko, atau persepsi terhadap produsen.
Tahap kelima dari persepsi konsumen adalah retensi. Retensi merupakan tahap
akhir dari suatu proses persepsi. Retensi yaitu proses memindahkan informasi ke
memori jangka panjang. Informasi yang disimpan adalah interpretasi konsumen
terhadap stimulus yang diterimanya. Selanjutnya apa yng tersimpan di dalam
memori konsumen akan memengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang baru.
Menurut Azwar (2003) mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur
sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstraks, tetapi secara ilmiah sikap
dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan dalam
sistem angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode self report dan
pengukuran involuntary behavior. Self Report merupakan suatu metode dimana
jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun
kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan
maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. Sedangkan pengukuran
involuntary behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan

 
 


 

oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi
kerelaan responden. Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap
reaksi-reaksi fisiologis tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan. Observer
dapat menginterpretasikan sikap/persepsi individu mulai dari facial reaction,
voice tones, body gesture, keringat, dilatasi pupil mata, detak jantung dan
beberapa aspek fisiologis yang lainnya. Skala sikap disusun untuk mengungkap
sikap pro dan kontra, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju terhadap suatu
obyek sosial. Pernyataan sikap terdiri dari dua macam yaitu pernyataan favorable
(mendukung atau memihak) dan unfavorable (tidak mendukung/tidak memihak)
pada obyek sikap.

Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku
konsumen dalam mengambil keputusan. Semakin tinggi pengetahuan konsumen
akan suatu produk maka semakin kecil peluang konsumen salah dalam memilih
suatu produk. Pengetahuan merupakan bagian yang pentinga dari perilaku
konsumen.
Menurut Sumarwan (2004) pengetahuan konsumen adalah semua
informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa,
serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan
informasi yang berhubungan dengan fungsi-fungsinya sebagai konsumen.
Pengetahuan konsumen terbagi dalam tiga macam (1) pengetahuan produk, (2)
pengetahuan pembelian, (3) pengetahuan pemakaian. Pengetahuan produk adalah
kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi
kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga
produk, dan kepercayaan mengenai produk. Ada tiga jenis pengetahuan produk,
yaitu pengetahuan tentang karakteristik atau atribut produk, pengetahuan tentang
manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi
konsumen. Pengetahuan pembelian terdiri atas pengetahuan tentang toko, lokasi
produk didalam toko tersebut, dan penempatan produk yang sebenarnya didalam
toko tersebut. Perilaku membeli memiliki urutan sebagai berikut: store contact,
product contact, dan transaction. Store contact meliputi tindakan mencari outlet,
 
 

10 
 

pergi ke outlet, dan memasuki outlet. Pada product contact, konsumen akan
mencari lokasi produk, mengambil produk tersebut dan membawanya ke kasir.
Sedangkan, pada transaction, konsumen akan membayar produk tersebut dengan
tunai, kartu kredit, kartu debet, atau alat pembayaran lainnya. Pengetahuan
pemakaian adalah keterampilan konsumen dalam menggunakan suatu produk agar
produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang
tinggi pada konsumen. Pengetahuan pemakaian dibantu oleh produsen yang selalu
mencantumkan cara penggunaan suatu produk disetiap kemasannya.
Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan didalam
ingatan (Engel et al 1994). Pengetahuan sebagai jumlah pengalaman dan
informasi tentang keterangan berbagai produk atau jasa. Pengetahuan konsumen
dibagi menjadi tiga kategori yaitu : pengetahuan objektif, pengetahuan subjektif,
informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi
yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang
konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan
berapa banyak yang konsumen ketahui mengenai kelas produk. Konsumen
mungkin juga memiliki informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya
(Mowen & Minor 1999).
Engel et al (1994) menjelaskan pengetahuan dimulai ketika konsumen
menerima stimulus fisik atau sosial yang memeberikan pemaparan dan perhatian
pada produk baru dan cara kerjanya. Dalam tahap ini, konsumen sadar akan
produk bersangkutan, tetapi tidak membuat keputusan apapun sehubungan dengan
relevansi produk dengan suatu masalah atau kebutuhan yang dikenali.
Pengetahuan tentang produk baru biasanya dianggap sebagai hasil dari persepsi
selektif.
Menurut Sumarwan (2003) cara yang paling nyata dalam mengukur
pengetahuan adalah menilai secara langsung isi ingatan. Pengukuran pengetahuan
objektif (objective knowledge) adalah pengukuran yang menyadap apa yang
benar-benar sudah disimpan oleh konsumen di dalam ingatan. Pilihan akhir untuk
menilai pengetahuan adalah dengan menggunakan ukuran pengetahuan subjektif
(subjective knowledge). Pengukuran ini meyadap persepsi konsumen mengenai

 
 

11 
 

banyaknya pengetahuan mereka sendiri. Pada dasarnya, konsumen diminta untuk
menilai diri mereka sendiri berkenaan dengan pengetahuan atau keakraban.
Menurut Khomsan (2000) mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan
cara memberi beberapa pertanyaan kepada contoh. Masing-masing pertanyaan
diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Skor
pengetahuan contoh merupakan perbandingan antara skor yang diperoleh dengan
skor maksimal, kemudian dikalikan 100 persen. Hasil perolehan skor pengetahuan
contoh dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu rendah (skor < 60%), sedang (60 –
80%), dan tinggi (skor > 80%).

Perilaku Pembelian
Menurut Kotler (2005) proses keputusan pembelian terdiri atas 5 tahap.
Pertama, pengenalan masalah yang dimulai ketika pembeli mengenali masalah
atau kebutuhan yang dipengaruhi oleh rangsangan internal dan eksternal. Kedua,
pencarian informasi yang sesuai mengenai kebutuhan untuk membuat suatu
keputusan

yang

tepat.

Ketiga,

evaluasi

alternatif

dimana

konsumen

membandingkan berbagai alternatif produk dan mengolah informasi yang
diperoleh dengan membuat penilaian akhir. Empat, keputusan pembelian dimana
konsumen membuat suatu keputusan dari kumpulan pilihan produk. Kelima,
perilaku pasca pembelian yaitu hasil yang dirasakan oleh konsumen setelah
membeli produk.
Kotler (2005) juga menjelaskan bahwa perilaku pembelian konsumen
dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Faktor
budaya mencakup budaya, sub-budaya, dan kelas sosial. Faktor sosial mencakup
kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. Faktor pribadi mencakup
usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri
pembeli. Faktor psikologis mencakup motivasi, persepsi, pembelajaran, serta
keyakinan dan sikap.
Pembelian merupakan hasil dari akhir keputusan. Jenis pembelian yang
yang dilakukan konsumen dapat digolongkan ke dalam tiga macam yaitu : 1)
pembelian yang terencana sepenuhnya, 2) pembelian yang separuh terencana, 3)
pembelian yang tidak terencana. Pembelian yang terencana sepenuhnya adalah
 
 

12 
 

hasil dari proses keputusan yang diperluas atau keterlibatan yang tinggi.
Pembelian yang separuh terencana adalah perilaku konsumen yang sudah
mengetahui ingin membeli suatu produk sebelum masuk ke swalayan, namun
mungkin ia tidak tahu merek yang akan dibelinya sampai ia bisa memperoleh
informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan. Ketika ia sudah
tahu produk yang ingin dibelinya sebelumnya dan memutuskan merek dari produk
tersebut di toko, hal inilah yang disebut dengan pembelian separuh terencana.
Pembelian yang tidak terencana adalah keinginan konsumen yang tiba-tiba
muncul di toko atau di mal salah satu faktornya adalah adanya display
pemotongan harga yang besar sekitar 50% ke atas (Engel et al 1994).
Menurut Sumarwan (2004) perilaku pembelian meliputi keputusan
konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli,
di mana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Konsumen sering
menggagalkan pembelian terhadap suatu produk dikarenakan oleh : a) Motivasi
yang berubah, konsumen mungkin merasakan bahwa kebutuhannya bisa terpenuhi
tanpa harus membeli produk tersebut, atau ada kebutuhan lain yang lebih
diprioritaskan, b) situasi yang berubah, tiba-tiba nilai dolar menjadi mahal
sehingga uang yang tersedia tidak cukup untuk membeli produk tersebut, c)
produk yang akan dibeli tidak tersedia, bisa menjadi penyebab konsumen tidak
tertarik lagi membeli produk tersebut.
Sumarwan (2004) menyatakan bahwa untuk mengetahui konsumsi produk
atau penggunaan produk atau penggunaan produk (product usage) yang lebih
mendalam, maka perlu diketahui tiga hal, yaitu frekuensi konsumsi, jumlah
konsumsi dan tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa
sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Jumlah konsumsi menyatakan
kuantitas produk yang digunakan konsumen. Jumlah konsumsi akan menjadi
indikator besarnya permintaan pasar terhadap suatu produk. Konsumen juga
mengonsumsi suatu produk dengan beragam tujuan. Tujuan konsumsi sering
menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen.

 
 

13 
 

Remaja
Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak kemasa
dewasa. Pada masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Hal inilah
yang menjadi salah satu alasan remaja dijadikan sebagai salah satu pasar potensial
bagi banyak produsen. Produsen terus berlomba menciptakan suatu produk dan
jasa yang dibutuhkan remaja dalam mendukung pencarian identitas dirinya.
Menurut teori psikologis perkembangan, Hurlock (1980) menjelaskan
bahwa perkembangan remaja berlangsung mulai 10 -21 tahun. Menurut Hurlock
tahapan masa pubertas mengarah pada kematangan fisik dan seksual terdiri atas
remaja awal pada umur 10 atau 12 tahun sampai 13 atau 14 tahun, masa remaja
tengah pada umur 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir pada
umur 17 tahun sampai 21 tahun.
Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama
ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan
seksual, remaja juga suatu individu yang mengalami perkembangan psikologis
dan pola identitas dari kanak-kanak menjadi dewasa (Sarwono 2008).
Lingkungan disekitar kehidupan remaja, juga memengaruhi perilaku
pembelian terhadap suatu produk. Menurut Bronfenbenner, diacu dalam Hastuti
(2008) terdapat lima tingkatan lingkungan yang memengaruhi remaja sebagai
sebagai seorang anak yaitu microsystem merupakan lingkungan terdekat anak
yang menjadi tempat anak tumbuh berkembang membentuk pola dan kebiasaan
hidup sehari-hari, atau tempat dimana anak saling berinteraksi di rumah dengan
keluarganya, sekolah dengan teman sebaya (peergroup) dan guru-guru.
Mesosystem merupakan hubungan antara dua atau lebih kondisi atau situasi
dimana anak terlibat atau berpartisipasi di dalamnya, misalnya hubungan antara
pasangan suami dan istri di rumah atau antar guru di sekolah. Exosystem adalah
lingkungan exo dimana terdapat lembaga atau institusi yang memengaruhi anak,
tetapi anak tidak secara langsung berinteraksi, misalnya tempat kerja orang tua,
atau lembaga dan institusi pemerintah. Macrosystem merupakan lingkungan
budaya yang lebih luas melebihi lingkungan meso dan exo di sekitar kehidupan
anak, dan secara tidak langsung memengaruhi anak, misalnya sistem sosial politik
dan ekonomi di dalam masyarakat yang menentukan kebijakan dan program
 
 

14 
 

terhadap anak. Chronosystem merupakan perubahan dan berkelanjutan yang
berlangsung

sepanjang

waktu

dan

memengaruhi

kehidupan

anak,

misalnyamasuknya anak ke sekolah formal, pubertas, pernikahan, dan lain-lain.
Menurut DeFleur et.al (1991) ada tiga perilaku dalam menonton televisi
yaitu: (1) Pilihan acara yang ditonton; (2) Frekuensi menonton, dan (3) Durasi
menonton. Sementara hasil penelitian Budyatna dalam Evita (2007) mengenai
perilaku menonton pada remaja menunjukkan dimensi-dimensi perilaku terdiri
dari frekuensi (jumlah atau kuantitas dari perilaku), motif atau alasan seseorang
berperilaku, jenis tontonan, dan hubungan antara individu dengan isi media. Evita
(2007) dalam penelitiannya tentang perilaku menonton film pada remaja
menunjukkan bahwa perilaku menonton film dipengaruhi oleh frekuensi
menonton film, jenis film yang ditonton, dan motif menonton film sedangkan Ida
Tumengkol (2009) menyebutkan perilaku menonton hanya dilihat dari frekuensi
menonton dan motif menonton.
Salah satu dugaan dampak negatif film pada remaja adalah perilaku agresi.
Perilaku agresi menurut Baron (Koeswara, 1988) adalah tingkah laku yang
ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku agresif dalam menonton
film kekerasan dapat dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi terhadap perilaku
agresi dari orang lain, tujuan dia berperilaku agresi, dan perasaan yang muncul
setelah berperilaku agresi. Namun hanya dengan menonton adegan kekerasan di
film saja orang tidak langsung akan menjadi agresi.

Film Layar Lebar
Menurut undang-undang Republik Indonesia No.8 tahun 1992 tentang
perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media
komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi
dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan
hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui
proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara,

 
 

15 
 

yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik,
elektronik, dan/atau lainnya.
Nama “film” berasal dari film fotografi (juga disebut stock film). Secar