Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011

i

SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KOTA
TANGERANG DAN PENCAPAIAN STANDAR
PELAYANAN MINIMUM TAHUN 2011

ANDRA VIDYARINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Situasi Ketahanan
Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimum
Tahun 2011” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013

Andra Vidyarini
NIM. I14104009

i

ABSTRACT
ANDRA VIDYARINI. Food and Nutrition Security Situation at Tangerang City and
Its Minimum Service Standards (MSS) in 2011. Supervised by DRAJAT
MARTIANTO and IKEU EKAYANTI.
The objective of this research is to identify the problem of food and nutrition
security at Tangerang City and evaluate the achievement of Minimum Service
Standards (MSS) in 2011. This is descriptive analysis study. Secondary data

which collected within period September to November 2012 and data used were
obtained from various offices at the local government of Tangerang City. The
indicators used to analyze the achievement of SPM consist of Food Security and
Nutrition, including availability of energy and protein per capita, strengthening
food reserves, availability of information supply, prices and access to food in the
area, price stability and food supply, achieving a score of PPH, food safety
supervision and guidance and handling of food-insecure areas. Four out of
seven indicators were exceed the minimum service standar, while others hasn’t
reach target in 2015. Four indicator which exceed MSS target in 2015 are
availability of energy and protein per capita, availability of information supply,
prices and access to food in the area, food safety supervision and guidance
andhandling of food-insecure areas.
Key words: Food security, Minimum Service Standards (MSS), Tangerang City

ii

RINGKASAN
ANDRA VIDYARINI. Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Tahun 2011. Dibimbing oleh DRAJAT
MARTIANTO dan IKEU EKAYANTI.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi
masalah ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang berdasarkan data tahun
2011 dan mengevaluasi pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011. Adapun tujuan
khusus dari penelitian ini adalah (1) Mempelajari situasi ketahanan pangan dan
gizi Kota Tangerang tahun 2011 berdasarkan indikator ketersediaan dan
cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, penganekaragaman dan
keamanan pangan serta penanganan kerawanan pangan dan (2) menganalisis
pencapaian SPM Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang selama tahun
2011 mengacu pada Permentan Nomor 65 Tahun 2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang dilakukan
dengan mengolah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait.
Pengolahan data dilaksanakan di Bogor, Jawa Barat pada bulan September
hingga November 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang menggambarkan situasi ketahanan pangan dan gizi di Kota
Tangerang, dan diperoleh dari berbagai instansi terkait. Pencapaian SPM bidang
ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang selama tahun 2011 dianalisis secara
deskriptif menggunakan indikator – indikator SPM yang terdapat dalam Peraturan
Menteri Pertanian (Permentan) tahun 2010. Indikator yang digunakan dalam

menganalisis pencapaian SPM bidang Ketahanan Pangan dan Gizi adalah
ketersediaan energi dan protein per kapita, penguatan cadangan pangan,
ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah, stabilitas
harga dan pasokan pangan, pencapaian skor PPH, pengawasan dan pembinaan
keamanan pangan dan penanganan daerah rawan pangan. Data – data tersebut
kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 for Windows.
Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang pada tahun
2011 kuantitasnya sudah melebihi angka rekomendasi hasil Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). Tingkat ketersediaan energi dan protein
Kota Tangerang pada tahun 2011 adalah angka kebutuhan energi (AKE) sebesar
97.7% dan 122.6% angka kebutuhan protein (AKP). Hal ini berarti, ketersediaan
energi dan protein telah memenuhi target pada tahun 2015, yaitu 90%.
Cadangan pangan untuk kota/kabupaten berdasarkan Permentan tahun 2010
adalah sebesar 150 ekuivalen cadangan pangan. Target capaian SPM indikator
penguatan cadangan pangan adalah 60% dan Kota Tangerang belum memenuhi
target karena Kota Tangerang
belum memiliki cadangan pangan. Kota
Tangerang memiliki stok beras yang dikelola oleh Perum Bulog SubDivre
Tangerang. Stok beras yang dikelola Perum BULOG dimanfaatkan untuk tiga
kebutuhan yaitu saat darurat, kerawanan pangan pasca bencana dan stabilisasi

harga.
Target pencapaian informasi (K) nilai harga di Kota Tangerang mencapai
100% dan ketersediaan informasi besarnya pasokan pangan di Kota Tangerang
telah memenuhi target yang ditetapkan. Stabilitas harga pangan memiliki target
capaian 90% pada tahun 2015. Kota Tangerang selama tahun 2011 memiliki
stabilitas harga 85.7%, sedangkan stabilitas pasokan belum dapat diketahui
karena data yang diperlukan belum diperoleh. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

iii

stabilitas harga pangan di Kota Tangerang belum memenuhi target capaian yang
diharapkan.
Target capaian skor PPH pada tahun 2015 berdasarkan Permentan 2010
adalah 90. Skor PPH Kota Tangerang pada tahun 2011 sebesar 77.3 dari 100.
Hal ini berarti bahwa konsumsi pangan masyarakat Kota Tangerang pada tahun
2011 belum memiliki mutu yang baik, artinya konsumsi pangan di Kota
Tangerang masih belum beragam dan seimbang antara kelompok pangan serta
belum mencapai target yang diharapkan. Target capaian indikator pengawasan
dan pembinaan keamanan pangan adalah 90% dan persentase pangan yang
aman untuk dikonsumsi di Kota Tangerang adalah 96.0%, sehingga target

capaian tahun 2015 telah dapat dipenuhi.
Penanganan kerawanan pangan dengan pendekatan Food Security and
Vulnerability Atlas (FSVA) dapat diketahui melalui indeks komposit beberapa
indikator dalam FSVA. Adapun indikator yang digunakan dalam FSVA adalah
ketersediaan pangan, kemiskinan, akses jalan, akses listrik, angka harapan
hidup, status gizi, angka buta huruf, akses air bersih dan sarana kesehatan. Nilai
indeks komposit suatu daerah diperoleh dari nilai indeks komposit sembilan
indikator FSVA (IFI). Persentase daerah yang rawan pangan di Kota Tangerang
adalah 96.3% dan telah memenuhi target capaian pada tahun 2015.
Dari tujuh indikator yang digunakan dalam analisis pencapaian SPM
bidang Ketahanan Pangan dan Gizi, Kota Tangerang memiliki empat indikator
yang telah mencapai target pencapaian tahun 2015, yaitu ketersediaan energi
dan protein per kapita, ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses
pangan di daerah, pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan
penanganan kerawanan pangan.
Situasi ini merekomendasikan beberapa hal, yaitu peningkatan kerjasama
antara berbagai pihak dalam merealisasikan cadangan pangan daerah,
pemberian pelatihan pangan lokal kepada ibu-ibu rumah tangga, penangananan
dan perhatian pada daerah yang termasuk rawan pangan serta peningkatan
kerjasama antara pemerintah dan berbagai instansi terkait sehingga indikator

SPM dapat mencapai target tahun 2015.

iv

SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KOTA
TANGERANG DAN PENCAPAIAN STANDAR
PELAYANAN MINIMUM TAHUN 2011

ANDRA VIDYARINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

v

Judul

: Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun
2011
: Andra Vidyarini
: I14104009

Nama
NIM

Menyetujui :
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II


Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si
NIP. 19640324 198903 1 004

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes
NIP. 19660725 199002 2 001

Mengetahui :
Ketua
Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal Lulus

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah member
kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini dengan baik. Penulisan penelitian dengan judul “Situasi Ketahanan
Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimum
Tahun 2011”

ini dilakukan sebagai salah satu syarat

bagi

penulis

untuk

memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penyusunan
skripsi ini tidak terlepas dari arahan, masukan, dan bantuan dari banyak pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
masukan,


saran

serta

semangat

kepada

penulis

selama

penulis

menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi.
2.

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
masukan,

saran

serta

semangat

kepada

penulis

selama

penulis

menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi.
3.

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan, masukan, saran serta semangat kepada penulis selama
menjalankan studi alih jenis Ilmu Gizi di IPB

4.

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, M.S selaku dosen pemandu dan penguji ujian atas
segala saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

5.

Kedua orang tua (ibu – papi) dan adik-adik tersayang (Ninis, Ara dan Salsa)
yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh
kasih sayang.

6.

Oma atas semua dukungan dan pertanyaannya kepada penulis

7.

Seseorang yang telah menemani, A Endang, atas segala doa dan dukungan
selama penulis menyelesaikan skripsi.

8.

Pemerintah Kota Tangerang atas pemberian izin menggunakan data yang
digunakan dalam penulisan skripsi.

9.

Teman – teman tersayang (Anna, Vilia, Yudhi, Wilda, Dwi N, Ojan, Mona,
Tias, Siti) atas semua dukungan kepada penulis selama menyelesaikan
skripsi.

10. Teman – teman kost M8 (Mpink, Uci, Uly, Ima, Ria, Kak diva, Dewi, Mieke)
atas semua bantuan dan dukungan kepada penulis.

vii

11. Teman – teman seperjungan (Anggrisya, Aldi, Euis, Devi) atas semua
masukan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuangan di MIJMG 44 dan alih jenis Gizi Masyarakat
(GM) angkatan ke-4 atas semangat dan dukungannya.
13. Seluruh teman-teman dan pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dan doa kepada Penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan
serta keterbatasan dalam penyusunannya. Namun, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua
pihak pada umumnya.
Bogor, Maret 2013

Andra Vidyarini

viii

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 9 Desember
1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Indra Surya dan Ibu Alice Yasmin.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak pada tahun 1995
di TK Pembina Palembang lalu melanjutkan ke SD Negeri 2 Labuhan Ratu
Bandar Lampung hingga tahun 2001. Pada tahun 2001 – 2004, penulis
melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Bandar Lampung. Penulis menempuh
pendidikan SMA di SMA Al Kautsar Bandar Lampung pada program IPA dan
lulus pada tahun 2007.
Penulis diterima di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Keahlian
Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi pada bulan Juli tahun 2007 dan
melanjutkan pendidikan Strata 1 (S1) pada Program Alih Jenis Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat IPB pada tahun 2010. Penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit LANUD Atang Sendjaja dan Praktek
Usaha Jasa Boga (PUJB) di Hotel Pangrango 2 Bogor pada tahun 2009/2010.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada bulan Juli hingga
Agustus

2012 di Desa Singakerta,

Indramayu.

Kecamatan Krangkeng,

Kabupaten

ix

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

XII

daftar lampiran .........................................................................................

XIII

PENDAHULUAN......................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................

1

Tujuan ...................................................................................................

2

Kegunaan Penelitian .............................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

4

Ketahanan Pangan ................................................................................

4

Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan ........................

6

Ketersediaan dan Cadangan Pangan ...............................................

7

Distribusi Pangan dan Akses Pangan ...............................................

8

Penganekaragaman dan Keamanan Pangan....................................

8

Penanganan Kerawanan Pangan .....................................................

10

Kemiskinan dan Ketahanan Pangan......................................................

11

Status Gizi dan Ketahanan Pangan .......................................................

13

KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................

15

METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................

17

Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................

17

Jenis dan Sumber Data .........................................................................

17

Pengolahan dan Analisis Data ...............................................................

18

Ketersediaan dan Cadangan Pangan ...............................................

19

Distribusi dan Akses Pangan ............................................................

20

Penganekaragaman dan Keamanan Pangan....................................

22

Penanganan Kerawanan Pangan .....................................................

22

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................

26

Gambaran Umum Kota Tangerang ........................................................

26

Keadaan Geografis dan Administratif ................................................

26

Kondisi Perekonomian ......................................................................

28

Analisis Situsi Ketahanan Pangan dan Gizi ...........................................

29

Ketersediaan dan Cadangan Pangan ...............................................

29

Distribusi dan Akses Pangan ............................................................

34

Penganekaragaman dan Keamanan pangan ....................................

39

x

Penanganan Daerah Rawan Pangan ................................................

44

Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Kota Tangerang ...................

46

Ketersediaan dan Cadangan Pangan ...............................................

46

Distribusi dan Akses Pangan ............................................................

46

Penganekaragaman dan Keamanan Pangan....................................

47

Penanganan Kerawanan Pangan .....................................................

48

Capaian Standar Pelayanan Minimum bidang Ketahanan Pangan
dan Gizi ............................................................................................

49

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

51

Kesimpulan ...........................................................................................

51

Saran ....................................................................................................

52

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

53

LAMPIRAN ..............................................................................................

56

xi

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Jenis dan sumber data yang digunakan..........................................

17

2.

Indikator SPM Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota........................

18

3.

Indikator penanganan kerawanan pangan menggunakan
pendekatan FSVA ..........................................................................

23

4.

Wilayah administratif dan jumlah penduduk Kota Tangerang ..........

27

5.

Produksi pangan Kota Tangerang tahun 2011 ................................

30

6.

Ketersediaan pangan per kapita Kota Tangerang tahun 2011 ........

31

7.

Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang tahun
2011 ...............................................................................................

32

Koefisien keragaman (CV) bahan pokok di Kota Tangerang
selama tahun 2011 .........................................................................

38

9.

Skor PPH berdasarkan konsumsi Kota Tangerang tahun 2011 ......

40

10.

Hasil uji operasi pasar keamanan pangan di pasar tradisional
dan modern Kota Tangerang ..........................................................

42

Hasil uji keamanan pangan di Kota Tangerang selama tahun
2011 ...............................................................................................

43

12.

Data FSVA Kota Tangerang pada tahun 2011 ................................

45

13.

Indeks komposit FSVA Kota Tangerang selama tahun 2011 ..........

48

14.

Tingkat pencapaian SPM Kota Tangerang tahun 2011 ...................

49

8.

11.

xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Kerangka pemikiran analisis pencapaian standar pelayanan
minimal (SPM) ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang pada
tahun 2011 .....................................................................................

16

2.

Peta Kota Tangerang.....................................................................

26

3.

Penyebaran penduduk Kota Tangerang menurut kelompok umur
dan jenis kelamin tahun 2011 .........................................................

28

Perkembangan harga beras, gula pasir dan minyak goreng di
Kota Tangerang selama tahun 2011 ...............................................

35

Perkembangan harga bahan pangan hewani di Kota Tangerang
selama tahun 2011 .........................................................................

36

Perkembangan harga cabe merah dan kacang kedelai di Kota
Tangerang selama tahun 2011 .......................................................

37

Prevalensi balita dengan status gizi buruk di Kota Tangerang
tahun 2011 ....................................................................................

45

4.
5.
6.
7.

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses jalan Kota
Tangerang tahun 2011 ...................................................................

57

2.

Pola Pangan Harapan (PPH) Kota Tangerang tahun 2011 .............

58

3.

Jumlah balita di Kota Tangerang tahun 2011 ..................................

59

4.

Harga bahan makanan di Kota Tangerang tahun 2011...................

60

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang – Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan Pasal 1 ayat (17)
menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Untuk itu, ketersediaan
pangan wilayah harus selalu terjaga untuk mewujudkan masyarakat yang tahan
pangan. Ketahanan pangan berperan penting dalam membentuk manusia yang
berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui ketersediaan pangan yang cukup,
aman, bergizi dan tersebar merata di seluruh wilayah serta terjangkau oleh daya
beli masyarakat. Ketahanan pangan terwujud apabila aksesibilitas fisik dan
ekonomi masyarakat terhadap pangan cukup untuk memenuhi kebutuhan
gizinya.
Ketahanan pangan dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan
senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi
keberlanjutan eksistensi bangsa Indonesia. Pada era desentralisasi, ketahanan
pangan telah menjadi salah satu urusan wajib pemerintah sebagaimana
dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah antara Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten
Kota. Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan pemerintah wajib adalah urusan pemerintah yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar
(basic service) dalam pemenuhan kebutuhan hidup minimal bagi masyarakat
(Kemenkumham 2007).
Berdasarkan PP No. 38 tahun 2007, terdapat 28 urusan wajib yang harus
diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan 30 jenis urusan wajib yang harus
diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Penyelenggaraan urusan
wajib berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan
Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap. Penyelenggaraan urusan dasar
tiap daerah berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang
ditetapkan Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap (Kemenkumham
2007). Berdasarkan PP No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal, SPM diartikan sebagai ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah
yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM Bidang Ketahanan

2

Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan

dasar yang

merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja pelayanan
ketahanan

pangan

yang

diselenggarakan

oleh

daerah

provinsi

dan

kabupaten/kota (Kementan 2010)
SPM Bidang Ketahanan Pangan disusun sebagai pedoman/acuan bagi
pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam
menyelenggarakan urusan wajib di bidang ketahanan pangan. Analisis SPM
menggunakan indikator – indikator SPM bidang ketahanan pangan dan beberapa
aspek terkait. SPM bidang ketahanan pangan memiliki 4 (empat) jenis pelayanan
dasar, yaitu ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan,
penganekaragaman dan keamanan pangan; serta penanganan kerawanan
pangan. Indikator – indikator yang digunakan disesuaikan dengan target yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Millenium Development Goals (MDGs)
2015 (Kementan 2010).
Ketahanan Pangan bagi Kota Tangerang menjadi sangat penting
mengingat Kota Tangerang memiliki letak yang strategis sebagai kota penunjang
ibukota negara dan memiliki beberapa lokasi yang menunjang kegiatan
perekonomian. Peningkatan kondisi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang
dapat dinilai dari pencapaian SPM bidang ketahanan pangan dan gizi Kota
Tangerang. Untuk itu, perlu adanya suatu analisis situasi ketahanan pangan dan
gizi di Kota Tangerang. Hasil analisis situasi ketahanan pangan dan gizi
diharapkan dapat digunakan untuk mewujudkan ketahanan pangan Kota
Tangerang melalui kerjasama yang efektif antar subsistem ketahanan pangan.
Tujuan
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi
situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1.

Mempelajari situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang tahun 2011
berdasarkan indikator ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan
akses

pangan,

penganekaragaman

dan

keamanan

pangan

serta

penanganan kerawanan pangan.
2.

Menganalisis pencapaian SPM Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang
selama tahun 2011 mengacu pada Permentan Nomor 65 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan.

3

Kegunaan Penelitian
1.

Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang dan gambaran tentang
pencapaian standar pelayanan minimum (SPM) ketahanan pangan dan gizi
Kota Tangerang pada tahun 2011.

2.

Bagi ilmu pengetahuan dan informasi dapat memberikan data dan
informasi tentang kebijakan mengenai situasi ketahanan pangan dan
standar pelayanan minimum Kota Tangerang dan rekomendasi untuk
pengembangan metode pengukuran standar pelayanan minimum (SPM)
ketahanan pangan.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan
Pada World Food Summit (1996), ketahanan pangan didefinisikan
sebagai: ”Situasi dimana semua orang secara terus menerus, baik secara fisik,
sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup,
bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan
makanan untuk hidup secara aktif dan sehat”. Di Indonesia, Undang-undang No.
7 tahun 1996 tentang Pangan mengartikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Konsep dasar ketahanan pangan dimaknai sebagai situasi dimana terdapat
ketersediaan pangan yang cukup dan dengan harga yang stabil sepanjang
waktu. Ketersediaan pangan yang cukup diartikan sebagai situasi dimana jumlah
bahan pangan yang dibutuhkan oleh seluruh penduduk tersedia cukup baik dari
sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas.
Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan
dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada
tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui
pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang
pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan. Pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah
desa melaksanakan kebijakan ketahanan pangan dan bertanggungjawab
terhadap penyelengaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing
dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat (DKP 2009a).
K etahanan pangan yang berkesinambungan dibangun berdasarkan tiga
pilar ketahanan pangan, yaitu: (1) ketersediaan pangan yang cukup dan merata;
(2) distribusi pangan yang efektif dan efisien; serta (3) konsumsi pangan yang
beragam dan bergizi seimbang. Pilar ketahanan pangan dapat pula disebut tiga
sub sistem utama. Tiga sub sistem yaitu ketersediaan pangan, akses pangan,
dan penyerapan pangan, sedangkan

status gizi merupakan outcome dari

ketahanan pangan (Weingärtner 2004). Ketersediaan, akses, dan penyerapan
pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu
subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan
mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di

5

tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi
kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan
rapuh.
Ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan diartikan sebagai jumlah
yang cukup dari makanan yang tersedia secara konsisten untuk semua orang
dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan
pangan maupun bantuan pangan (WHO 2013). Ketersediaan pangan di suatu
daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis
pangan yang dikonsumsi penduduk (Suhardjo 1989). Berdasarkan Bappenas
(2008b), ketersediaan pangan memiliki beberapa acuan yang dapat digunakan,
yaitu Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Pola Pangan Harapan (PPH). Kinerja
keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu dapat dinilai dengan metode
perhitungan skor PPH.
Akses pangan. Berdasarkan FAO (2006), akses pangan adalah akses
individu untuk sumber daya yang memadai (hak) untuk memperoleh makanan
yang tepat untuk pola makan bergizi. Hak didefinisikan sebagai himpunan semua
komoditas di mana seseorang dapat membangun instruksi yang diberikan dalam
pengaturan hukum politik, ekonomi dan sosial dari masyarakat di mana mereka
hidup (termasuk hak-hak tradisional seperti akses ke sumber daya umum).
Menurut Hanani (2009), akses pangan (food access) adalah kemampuan semua
rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk
memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh
dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan.
Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial.
Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga.
Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi),
sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.
Penyerapan pangan. Penyerapan pangan (food utilization) yaitu
penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan
energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan
pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga atau individu, sanitasi dan
ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan
pemeliharaan balita (Riely et al, 1999).

6

Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan
mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Ketahanan Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja
pelayanan ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan
kabupaten/kota. SPM bidang ketahanan pangan memiliki 4 (empat) jenis
pelayanan dasar, yaitu ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses
pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan; serta penanganan
kerawanan pangan (Kementan 2010).
Penyelenggaran SPM Ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting
ketahanan pangan, yang dapat digunakan sebagai indikator pencapaian standar
pelayanan ketahanan pangan, yaitu (a) ketersediaan pangan, yang diartikan
bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk,
baik jumlah maupun mutunya serta aman, (b) distribusi pangan, adalah pasokan
pangan yang dapat menjangkau keseluruh wilayah sehingga harga stabil dan
terjangkau oleh rumah tangga, dan (c) konsumsi pangan, adalah setiap rumah
tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi
yang beragam, bergizi dan seimbang serta preferensinya. Indikator kinerja SPM
Bidang Ketahanan Pangan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif di
bidang ketahanan pangan yang digunakan untuk menggambarkan besaran yang
hendak di penuhi dalam pencapaian SPM bidang ketahanan pangan di Provinsi
dan kabupaten/kota berupa masukan proses, hasil, dan atau manfaat pelayanan.
Dari ketiga aspek ketahanan pangan tersebut di atas, maka Standar
Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota,
terdiri dari 4 (empat) jenis pelayanan dasar : bidang ketersediaan dan cadangan
pangan, bidang distribusi dan akses pangan, bidang penganekaragaman dan
keamanan pangan, bidang penanganan kerawanan pangan. Keempat jenis
pelayanan dasar SPM memiliki standar pencapaian minimal yang disesuaikan
dengan Kementan (2010) dan MDGs 2015.
Pelayanan dasar bidang ketersediaan dan cadangan pangan memiliki
dua indikator didalamnya, yaitu ketersediaan energi dan protein per kapita (target
capaian tahun 2015 adalah 90%) dan penguatan cadangan pangan (target

7

capaian tahun 2015 adalah 60%). Pelayanan dasar bidang distribusi dan akses
pangan didukung oleh indikator ketersediaan informasi pasokan, harga, dan
akses pangan di daerah (target capaian tahun 2015 adalah 90%) dan stabilisasi
harga dan pasokan pangan (target capaian tahun 2015 adalah 90%). Jenis
pelayanan dasar yang ketiga adalah penganekaragaman dan keamanan pangan
yang memiliki indikator pencapaian skor PPH (target capaian tahun 2015 adalah
90%) dan pengawasan dan pembinaan keamanan pangan (target capaian tahun
2015 adalah 80%). Pelayanan dasar bidang ketahanan pangan yang terakhir
adalah penanganan kerawanan pangan dengan indikator penanganan daerah
rawan pangan (target capaian tahun 2015 adalah 60%).
Ketersediaan dan Cadangan Pangan
Ketersediaan Pangan. Ketersediaan pangan berfungsi menjamin
pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi
kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan dapat
dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2) pemasokan
pangan; (3) pengelolaan cadangan Pangan (Kementan 2010). Salah satu
indikator dari pencapaian SPM pada suatu daerah adalah cadangan pangan
yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
Cadangan Pangan. Cadangan pangan nasional adalah persediaan
pangan di seluruh wilayah untuk konsumsi manusia, bahan baku industri, dan
untuk menghadapi keadaan darurat. Berdasarkan Kementan (2010), cadangan
pangan merupakan salah satu komponen penting dalam ketersediaan pangan,
karena

cadangan

pangan

merupakan

sumber

pasokan

untuk

mengisi

kesenjangan antara produksi dan kebutuhan dalam negeri atau daerah dari
waktu ke waktu. Pengelolaan cadangan pangan harus dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah
desa/kelurahan dan masyarakat, sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 68
Tahun 2002. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal ketersediaan pangan dan
cadangan pangan, dioperasionalkan melalui indikator ketersediaan energi dan
protein per kapita, dan indikator penguatan cadangan pangan. Indikator yang
digunakan adalah apabila penguatan cadangan pangan mencapai 60% pada
tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mendukung salah
satu poin dari MDGs.

8

Distribusi Pangan dan Akses Pangan
Distribusi pangan. Distribusi pangan adalah suatu kegiatan yang
berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, sebagai
prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan
dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang
terjangkau (Kementan 2010).
Akses Pangan. Menurut Bappenas (2010), akses pangan adalah kondisi
penguasaan sumberdaya (sosial, teknologi, finansial, alam, manusia) yang cukup
untuk memperoleh dan atau ditukarkan untuk memenuhi kecukupan pangan.
Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak
semua rumah tangga mampu baik secara ekonomi maupun fisik dan memiliki
akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui
mekanisme tersebut. Akses pangan setiap individu sangat tergantung pada
ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara kontinu
(Bappenas 2007). Aksesibilitas pangan atau keterjangkauan pangan oleh
masyarakat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain: harga pangan, tingkat
pendapatan atau daya beli, kestabilan keamanan sosial, anomali iklim, bencana
alam, lokasi dan topografi wilayah, keberadaan sarana dan prasarana
transportasi, kondisi jalan perhubungan, dan lainnya (DKP 2011).
Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan aksesibilitas masyarakat
terhadap pangan umumnya bersifat kronis yang meliputi aspek fisik, ekonomi,
dan sosial. Aspek fisik berupa infrastruktur jalan dan pasar, dan aspek ekonomi
berupa daya beli yang masih rendah karena kemiskinan dan pengangguran,
serta aspek sosial berupa tingkat pendidikan yang rendah (Bappenas 2010).
Pencapaian standar pelayanan minimal distribusi pangan dan akses
pangan, dioperasionalkan melalui indikator ketersediaan informasi harga,
pasokan dan akses pangan, dan indikator stabilisasi harga dan pasokan pangan.
Indikator yang digunakan adalah apabila ketersediaan informasi harga, pasokan
dan akses pangan di daerah telah mencapai 100% pada tahun 2015, maka
pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung salah satu poin dari
MDGs.
Penganekaragaman dan Keamanan Pangan
Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka
ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Menurut Hardinsyah dan Martianto
(1992), konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah

9

pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.
Pengertian penganekaragaman pangan dilihat dari dua aspek, yaitu 1)
penganekaragaman horizontal (upaya untuk menganekaragamkan konsumsi
dengan memperbanyak macam komoditas pangan dan upaya meningkatkan
produksi dari masing-masing komoditas) dan 2) penganekaragaman vertikal,
(upaya untuk mengolah komoditas pangan, terutama non beras, sehingga
mempunyai nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial).
Penganekaragaman pangan dapat dilihat melalui skor pola pangan
harapan (PPH). Pola pangan harapan merupakan suatu metode yang digunakan
untuk menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan. Pola pangan
harapan biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan
penyediaan pangan wilayah.
Aspek keamanan pangan menjadi salah satu yang terpenting dalam
ketahanan pangan, dimana pangan tidak hanya tersedia dalam jumlah yang
cukup, tetapi juga dalam kondisi yang aman untuk dikonsumsi. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi
Pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia. Parameter utama yang paling mudah dilihat untuk
menunjukkan tingkat keamanan pangan di suatu negara adalah jumlah kasus
keracunan yang terjadi akibat pangan (Bappenas 2007).
Keamanan pangan menjadi salah satu elemen kecukupan pangan (food
adequacy) dalam mewujudkan hak atas pangan bagi setiap individu (FAO 2006).
Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap
kesehatan

manusia,

tetapi

juga

terhadap

produktifitas

ekonomi

dan

perkembangan sosial, baik individu, masyarakat, maupun negara. Selain itu,
persaingan internasional yang semakin ketat di bidang perdagangan makanan
menuntut produk-produk makanan lebih bermutu dan aman. Mutu dan keamanan
pangan terkait erat dengan kualitas pangan yang dikonsumsi sehingga
berpengaruh kepada kualitas kesehatan serta pertumbuhan fisik dan intelegensi
manusia (BBKP 2003).
Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut
dengan

foodborne

disease,

yaitu

gejala

penyakit

yang

timbul

akibat

mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan atau senyawa beracun atau

10

organisme patogen. Penyakit semacam ini masih sering terjadi di Indonesia.
Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke dalam
dua kelompok utama, yaitu infeksi dan intoksifikasi. Istilah infeksi digunakan bila
setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri
patogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksifikasi adalah keracunan yang
disebabkan karena mengonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun
(Anwar 2006).
Dua hal dalam aspek keamanan pangan yang menjadi penyebab
permasalahan yang memerlukan penanganan lebih lanjut, yaitu: (1) residu
pestisida pada beberapa produk pertanian yang sudah melampaui batas
toleransi, dan meninggalkan residu di atas ambang batas maksimum, baik pada
produk maupun pada lingkungan usaha tani; dan (2) perilaku produsen makanan
jajanan (banyak yang belum terdaftar), yang dalam proses produksinya belum
menggunakan standar yang ditetapkan, bahkan kadang menggunakan zat
pengawet, zat pewarna, dan zat pemanis buatan yang tidak sesuai ketentuan.
Kedua hal tersebut dapat menimbulkan keracunan pada makanan, bahkan dapat
menjadi salah satu penyebab Penyakit Bawaan Makanan atau PBM (food borne
disease) bagi konsumen (DKP 2011). Indikator yang digunakan adalah apabila
pengawasan dan pembinaan keamanan pangan di masyarakat mencapai 80%
pada tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung
salah satu poin dari MDGs.
Penanganan Kerawanan Pangan
Secara umum, kerawanan pangan dapat diartikan sebagai kondisi suatu
daerah, masyarakat, atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan
keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis
bagi pertumbuhan dan kesehatan. Kondisi kerawanan pangan dapat bersifat: (1)
kronis, yang ditampakkan dengan adanya gejala kurang makan secara terus
menerus karena ketidakmampuan memperoleh pangan yang cukup, baik cara
membeli

atau

menghasilkan

sendiri,

akibat

keterbatasan

penguasaan

sumberdaya alam dan kemampuan sumberdaya manusia sehingga pemanfaatan
kemampuan dan kekuatan fisik kurang maksimal; menjadikan rentan terhadap
gangguan penyakit, dan pada gilirannya menyebabkan kondisi masyarakat
semakin miskin; (2) kerawanan trasien, yang merupakan penurunan kemampuan
rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, akibat kondisi tidak
terduga

seperti

ketidakstabilan

harga,

ketidakstabilan

produksi,

dan

11

ketidakstabilan pasokan pangan sebagai akibat bencana alam, kerusuhan,
penyimpangan musim, konflik sosial, dan lain-lain (BBKP 2003).
Tingginya proporsi rumah tangga rawan pangan dan anak balita kurang
gizi menunjukkan bahwa tingkat ketahanan pangan pada tingkat nasional atau
wilayah tidak selalu berarti bahwa tingkat ketahanan pangan pangan di rumah
tangga dan individu juga terpenuhi. Masalah-masalah distribusi dan mekanisme
pasar yang berpengaruh terhadap harga, daya beli rumah tangga yang berkaitan
dengan kemiskinan dan pendapatan rumah tangga, dan tingkat pengetahuan
tentang pangan dan gizi sangat berpengaruh kepada konsumsi dan kecukupan
pangan dan gizi rumah tangga (DKP 2009). Kurang beragamnya pangan yang
dipilih dan tidak cukupnya jumlah yang dikonsumsi merupakan masalah
konsumsi pangan dan gizi yang sering terjadi. Indikator yang digunakan adalah
apabila penanganan daerah yang mengalami rawan pangan mencapai 60 pada
tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung salah
satu poin dari MDGs (Kementan 2010).
Kerawanan pangan dan kelaparan sering terjadi pada petani skala kecil,
nelayan, dan masyarakat sekitar hutan yang menggantungkan hidupnya pada
sumberdaya alam yang miskin dan terdegradasi. Kerawanan pangan sangat
dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan tingkat pendapatannya.
Rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein (DKP
2006).
Berdasarkan Depkes (1996), jika tingkat konsumsi energi