Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang Periode Tahun 2008-2011

ANALISIS SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI
KOTA TANGERANG PERIODE TAHUN 2008-2011

ANGGRISYA KRISTIANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Situasi
Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang Periode Tahun 2008-2011 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Anggrisya Kristiani
NIM I14104041

ABSTRAK
ANGGRISYA KRISTIANI. Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota
Tangerang Periode Tahun 2008-2011. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO
dan YAYUK FARIDA BALIWATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis situasi ketahanan pangan dan
gizi, mencakup ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan, serta status gizi
Kota Tangerang periode 2008-2011. Ketersediaan pangan energi di Kota
Tangerang periode 2008-2011 secara umum sudah setara dengan rekomendasi
angka kecukupan gizi WNPG, meskipun cenderung menurun. Kota Tangerang
belum memiliki cadangan pangan daerah yang dikelola sendiri ditahun terakhir
namun sudah memiliki cadangan pangan yang dikuasai dan dikelola Perum
BULOG SubDivre Tangerang. Distribusi pangan cukup baik yang diindikasikan
oleh harga yang stabil dengan variasi harga yang relatif rendah. Tingkat konsumsi
energi adalah 97.70% dengan skor pola keragaman konsumsi pangan (PPH) 77.3
pada tahun 2011 mengindikasikan konsumsi masyarakat belum memiliki mutu

yang baik karena masih belum beragam dan seimbang. Masih terdapat bahan
makanan yang beredar mengandung bahan tambahan yang tidak boleh digunakan
pada pangan seperti boraks, formalin, dan pewarna tekstil dengan tingkat tidak
memenuhi syarat (TMS) 33.3 % dan memenuhi syarat (MS) 66.6 % tahun 2011.
Prevalensi status gizi kurang dan buruk 12.6% lebih rendah dibandingkan dengan
MDG’s sebesar 18.5% di tahun 2015, meski terdapat beberapa kecamatan yang
prevalensinya melebihi target MDG’s.
Kata kunci: Distribusi pangan, ketahanan pangan, ketersediaan pangan, konsumsi
pangan, dan status gizi

ABSTRACT
ANGGRISYA KRISTIANI. Situation analysis food security and nutrition
Tangerang City on 2008-2011 period. Supervised by DRAJAT MARTIANTO
and YAYUK FARIDA BALIWATI.
The study is aimed to analyze food and nutrition security of Tangerang
City consisted of food supply, distribution, consumption, and nutritional status
during the period of 2008-2011.In common, Tangerang City food supply equal to
energy in the period of 2008-2011 was fulfill the WNPG recommended dietary
allowance, however its decrease in the latest year. Despite of no food storage held
by the local government of Tangerang City yet, BULOG Sub Divre Tangerang

manage government rice stock that can be used by local government whenever
needed to be released in the market during rice shortage. In general food
distribution in Tangerang city is stable as indicated by low coefficient of variance
of desicable food price. Quality of food consumption is remained a serious
problem since the dietary pattern score (PPH score) in 2011 was only 77.3 and
energy adequacy level 97.70%. Local government survey found that 33.3 % of
selected food marketed were not comply the regulation regarding uses of
hazardous subtances added to food such as borax, formalin and textile colorant.

Under nutrition prevalence reach 12.6% which was lower than MDG’s target of
18.5% in 2015, but in some villages under nutrition are still prevalent an the
prevalence was higher than MDG’s target.
Keywords: Food availability, food distribution, food consumption, food security
and nutrition status.

ANALISIS SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI
KOTA TANGERANG PERIODE TAHUN 2008-2011

ANGGRISYA KRISTIANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang
Periode Tahun 2008-2011
Nama
: Anggrisya Kristiani
NIM
: I14104041

Disetujui oleh


Dr Ir Drajat Martianto, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis
Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang periode 2008 - 2011. Terima
kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu
penyelesaian laporan ini :

1. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si dan Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan
selama penyusunan skipsi.
2. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. PEMDA Kota Tangerang yang telah banyak membantu dalam penyediaan
data dan informasi untuk penelitian ini.
4. Komisi Pendidikan Departemen Gizi masyarakat IPB yang telah banyak
membantu penulis selama menempuh pendidikan S1.
5. Kedua orang tua Bapak H.Kristanto Zainan Abidin dan Ibu Dyah Mahanani
Triastuti tercinta, adik saya Karina Indah Medika tersayang dan keluarga
besarku karena tanpa dorongan semangat, pertolongan, doa dan kasih sayang
mereka laporan ini tidak akan pernah terselesaikan.
6. Teman-teman program gizi masyarakat alih jenis 04 yang telah banyak
membantu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun
demikian penulis tetap berharap semoga penelitian bermanfaat bagi penulis serta
pembaca lainnya, khususnya bagi PEMDA Kota Tangerang.

Bogor, Mei 2013

Anggrisya Kristiani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

3

Kegunaan Penelitian

3

KERANGKA PEMIKIRAN

3

METODE

4

Desain, Tempat, dan Waktu


4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

5

Pengolahan dan Analisis Data

6

DEFINISI OPERASIONAL
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kota Tangerang

9
10
10

Keadaan Geografis dan Administratif


10

Kependudukan

10

Tenaga Kerja

11

Kondisi Perekonomian

12

Gambaran Situasi Ketahanan Pangan Kota Tangerang

12

Ketersediaan Pangan


12

Distribusi Pangan

16

Konsumsi Pangan

18

Status Gizi

23

KESIMPULAN DAN SARAN

26

Kesimpulan

26

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL

1. Jenis , tahun, dan sumber data

5

2. Kontribusi kelompok pangan terhadap skor PPH

7

3. Susunan PPH untuk konsumsi pangan

8

4. Pemanfaatan lahan di Kota Tangerang

10

5. Perkembangan ketersediaan energi per kapita di Kota Tangerang
tahun 2008-2011

13

6. Perkembangan ketersediaan protein per kapita di Kota Tangerang
tahun 2008-2011

14

7. Ketersediaan energi, protein, dan lemak per kapita/hari di Kota
Tangerang tahun 2008-2011
8. Hasil produksi pangan strategis tahun 2011 Kota Tangerang

14
15

9. Perkembangan persentase harga beberapa kelompok pangan di Kota
Tangerang tahun 2008-2011
10. Perkembangan harga pangan di Kota Tangerang tahun 2010-2011

16
17

11. Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Konsumsi Kota Tangerang
Tahun 2011

19

12. Hasil uji keamanan pangan di Kota Tangerang selama tahun 2011

22

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran analisis situasi ketahanan pangan dan gizi
Kota Tangerang periode 2008-2011

4

2. Perkembangan jumlah penduduk Kota Tangerang

11

3. Perubahan stok beras Kota Tangerang tahun 2008-2010

16

4. Hasil operasi pasar Kota Tangerang, diselenggarakan tanggal
25 s/d 27 Juli 2011

20

5. Sebaran prevalensi masalah gizi pada balita di Kota Tangerang tahun 2011 24
6. Prevalensi masalah gizi makro pada balita di Kota Tangerang tahun 2008

25

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik
yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti
empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik,
diantaranya ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.
Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Pangan mencakup segala
jenis makanan dan minuman baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan.
Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan, setiap negara akan
mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya sebagai fondasi bagi
pembangunan sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu tujuan dari pembangunan
ketahanan pangan adalah unuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang
cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah
hingga rumah tangga. Ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata di
seluruh wilayah sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumberdaya,
kelembagaan dan budaya lokal.
Ketahanan pangan yang dibangun di Indonesia, di samping sebagai
prasyarat untuk memenuhi hak azazi pangan masyarakat juga merupakan pilar
bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa (DKP 2006). Pembangunan
ketahanan pangan menuju kemandirian pangan diarahkan untuk menopang
kekuatan ekonomi domestik sehingga mampu menyediakan pangan yang cukup
secara berkelanjutan bagi seluruh penduduk terutama dari produksi dalam negeri,
dalam jumlah dan keragaman yang cukup, aman dan terjangkau dari waktu ke
waktu.
Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan
kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Kerangka sistem ketahanan pangan
pada hakekatnya mencakup empat aspek penting, yaitu: (1) Ketersediaan, yaitu
pangan tersedia untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk baik jumlah
maupun mutunya secara aman; (2) Distribusi, dimana pasokan pangan dapat
menjangkau ke seluruh wilayah sehingga harga pangan stabil dan terjangkau oleh
rumah tangga; (3) Konsumsi yang berfungsi mengarahkan rumah tangga agar pola
pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman,
kandungan gizi dan kehalalan dan (4) Utilisasi makanan (FAO 1996).
Menurut FAO saat ini di dunia masih terdapat 840 juta jiwa yang rawan
pangan. Kemajuan penurunan jumlah penduduk miskin dinilai sangat lamban, dari
seharusnya sekitar 22 juta per tahun hanya 8 juta per tahun. Oleh karena itu,
tujuan untuk mengurangi jumlah penduduk kelaparan setengahnya akan
diupayakan sampai dengan tahun 2015. Masalah gizi tidak terlepas dari masalah
makanan karena masalah gizi timbul sebagai akibat kekurangan atau kelebihan
kandungan zat gizi dalam makanan. Beberapa tahun belakangan ini, masalah
ketahanan pangan menjadi isu penting di Indonesia, dan dalam setahun
belakangan ini dunia juga mulai dilanda oleh krisis pangan.

2
Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia
saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang
lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat
tersebut merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan
ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat dan perubahan selera (Rahardjo
2011). Sementara itu kapasitas produksi pangan nasional pertumbuhannya lambat
bahkan stagnan disebabkan oleh adanya kompetisi dalam pemanfaatan
sumberdaya lahan dan air serta stagnannya pertumbuhan produktivitas lahan dan
tenaga kerja pertanian (Suryana 2001).
Perencanaan pangan dan gizi merupakan hal yang mutlak diperlukan
dalam upaya membangun ketahanan pangan suatu wilayah. Kota Tangerang
dengan potensi ekonomi yang besar, ternyata memiliki pula segudang
permasalahan ketahanan pangan yang kompleks. Kota Tangerang membawa
beban dan tanggung jawab pembangunan daerah yang cukup berat karena
berperan sebagai wilayah penyangga (buffer) terhadap perkembangan dan
pembangunan DKI Jakarta dan pusat-pusat pertumbuhan yang terdapat di
sekelilingnya. Akibatnya, berbagai permasalahan terkait dengan pembangunan
dan kependudukan wilayah di sekitar Kota Tangerang berimbas dan menjadi
permasalahan serius di wilayah Kota Tangerang. Secara umum, dampak dari
permasalahan pembangunan berakibat pada munculnya permasalahan lingkungan
hidup di wilayah Kota Tangerang, diantaranya peningkatan jumlah penduduk.
Pada tahun 2001 tercatat jumlah penduduk Kota Tangerang sebanyak 1
354 208 jiwa dan pada tahun 2007 jumlah penduduk Kota Tangerang tercatat
sebanyak 1 575 140 jiwa (BPS Kota Tangerang 2007), dan diperkirakan sekitar
2 003 568 jiwa pada tahun 2016. Tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin
tinggi akibat urbanisasi berdampak pada pemenuhan pangan dan gizi di daerah
tersebut. Hal ini diperbesar dengan masalah kemiskinan penduduk serta
ketidakmampuan memproduksi pangan akibat keterbatasan lahan. Jumlah yang
meningkat ditambah dengan persoalan kependudukan yang dihadapi oleh Kota
Tangerang juga unik karena adanya masyarakat komuter yang tinggal di wilayah
seperti Bekasi, DKI Jakarta, Depok, dan Bogor yang hanya berada di Tangerang
pada waktu siang hari, namun tidak ada di waktu malam hari ataupun di hari libur.
Hal ini membawa konsekuensi pada sulitnya mengetahui jumlah pasti kebutuhan
pangan bagi masyarakat Kota Tangerang.
Mengingat keunikan peran strategis pangan dan gizi tersebut dalam
pembangunan dan dampaknya untuk generasi mendatang di perkotaan (urban)
diperlukan sebuah analisis situasi pangan dan gizi wilayah Kota Tangerang. Maka
dalam rangka upaya tersebut dibuatlah analisis ketahanan pangan dan gizi selama
empat tahun terakhir di Kota Tangerang tahun 2008 hingga 2011.

3
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis situasi ketahanan pangan
dan gizi Kota Tangerang selama periode empat tahun terakhir, tahun 2008-2011.
Tujuan Khusus
1.
2.
3.
4.

Menganalisis ketersediaan pangan Kota Tangerang periode 2008-2011.
Menganalisis distribusi pangan Kota Tangerang periode 2008-2011.
Menganalisis konsumsi pangan Kota Tangerang periode 2011.
Menganalisis status gizi Kota Tangerang periode 2011.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai situasi
ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang selama periode empat tahun terakhir
ini, yaitu tahun 2008 sampai dengan tahun 2011. Informasi yang dihasilkan
diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam perumusan rekomendasi
program ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang di masa mendatang. Bagi
masyarakat dan pembaca diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan
dan menambah pengetahuan yang berkaitan dengan bidang pembangunan
ketahanan pangan wilayah.

KERANGKA PEMIKIRAN

Ketahanan pangan dapat menjadi suatu indikator atas ketahanan nasional
dan kesejahteraan suatu bangsa, apakah menuju ke arah yang menurun atau lebih
baik. Ketahanan pangan disuatu negara atau wilayah dikatakan baik apabila
mampu menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi
seluruh penduduknya, dan masing-masing rumah tangga hingga individu mampu
memperoleh pangan sesuai kebutuhannya. Status gizi masyarakat dipengaruhi
oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Ditingkat rumah
tangga, keadaan gizi salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga
dalam menyediakan pangan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya.
Maka, dengan ketahanan pangan yang baik, terdapat suatu jaminan bagi seluruh
penduduk untuk memperoleh pangan dan gizi yang cukup untuk menghasilkan
generasi yang sehat, cerdas, dan berkualitas.
Ketahanan pangan terdiri dari tiga komponen yaitu ketersediaan dan
produksi pangan, distribusi pangan, dan pemanfaatan pangan (konsumsi pangan
dan gizi masyarakat) yang saling terkait dan mempengaruhi antara satu dengan
lainnya. Apabila ketiga komponen ini dapat berjalan dengan seimbang akan dapat
mempengaruhi jalannya perputaran komponen ketahanan pangan ini dengan baik,

4
namun dalam pelaksanaannya sering kali menemui hambatan yang sangat besar
untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan.
Faktor Eksternal :
Pasokan pangan dari luar,
infrastruktul jalan, gudang,
daya beli masyarakat

Ketersediaan Pangan

KEBIJAKAN DAN
PROGRAM
KETAHANAN
PANGAN
NASIONAL DAN
KOTA
TANGERANG

Distribusi Pangan

STATUS GIZI

Konsumsi Pangan

Keterangan:
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
: hubungan yang diteliti
: hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis ketahanan pangan dan status gizi
Kota Tangerang selama periode 2008-2011

METODE

Desain, Tempat dan Waktu
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.
Pengumpulan data dilaksanakan di Kota Tangerang, pada bulan November hingga
Desember 2012 dan analisis dilakukan pada bulan Januari hingga April 2013 di
Kota Bogor.

5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan untuk menganalisis situasi ketahanan pangan di
Kota Tangerang berupa data sekunder. Data dan dokumen diperoleh dari berbagai
instansi terkait di Kota Tangerang yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis, Tahun, dan Sumber Data
Varibel
Ketersedian
Pangan
Distribusi
Pangan

Konsumsi
Pangan

Status Gizi

Indikator
Ketersediaan
energi dan protein
per kapita
Stabilitas
harga
pangan

Jenis Data
Neraca Bahan
Makanan (NBM)
Kota Tangerang
Harga bahan
pangan strategis
(beras, gula,
minyak goring,
daging, telur,
kedelai, cabe
merah, jagung).
Harga kelompok
pangan (Padipadian; umbiumbian; daging dan
hasil-hasilnya; ikan
diawetkan;
telur,susu,dan
hasilnya; sayuran;
kacang-kacangan;
bumbu; lemak dan
minyak)
Konsumsi pangan
(SUSENAS)

Tahun Data
4 tahun
terakhir
(2008-2011)

Tahun 20102011 (per
hari dan per
pasar)

Sumber data
BPS Kota
Tangerang

Dinas Pasar
Kota
Tangerang
(Bidang
Usaha
dan
Jasa/Sub
Bidang
Pemberdayaan
Pedagang)

Konsumsi Energi
dan Protein. Skor
Pola Pangan
Harapan (PPH)
Pengawasan dan Data
persentase
pembinaan
pangan aman
keamanan pangan

1tahun
terakhir
(2011)

BPS Kota
Tangerang

1tahun
terakhir
(2011)

Status gizi balita.

1tahun
terakhir
(2011)

Badan POM
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang

6
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program
komputer untuk penghitungan indikator – indikator ketersediaan, distribusi,
konsumsi, dan status gizi Kota Tangerang.
Situasi ketahanan pangan dianalisis secara deskriptif menggunakan
indikator-indikator Ketahanan pangan Kota dan beberapa aspek pelayanan antara
lain ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan status gizi dan menggunakan target
Millennium Development Goals (MDG’s) sebagai acuan target ideal.
Rincian evaluasi ketahanan pangan Kota Tangerang adalah sebagai berikut :
1. Analisis Ketersediaan Pangan
Analisis situasi ketersediaan pangan menggunakan data NBM (Neraca
Bahan Makanan) Kota Tangerang, yang menunjukkan penyediaan pangan
(jenis, jumlah, dan sumber) dan pemakaian pangan (jenis dan jumlah).
Penyediaan pangan mencakup jenis bahan makanan, jumlah yang diproduksi,
jumlah yang diimpor, dan perubahan stok. Pemakaian pangan mencakup jenis
bahan makanan, jumlah yang diekspor, pemakaian bahan makanan untuk bibit,
pakan, tercecer, industri makanan, dan non makanan serta jumlah pangan yang
tersedia untuk dikonsumsi penduduk dalam satuan ton/tahun, kg/kap/hari serta
jumlah kandungan energi (kkal) dan protein (g) setiap bahan makanan dalam
satuan kap/hari. Analisis situasi ketersediaan pangan aktual yang diteliti dalam
penelitian ini adalah dari segi kuantitas (jumlah) yang menggambarkan jumlah
ketersediaan energi dan zat gizi berupa protein per orang per hari. Pangan
tersedia dalam jumlah yang cukup apabila memenuhi 10 % lebih banyak dari
kebutuhan energi yang harus dikonsumsi. Standar AKE dan AKP (untuk
ketersediaan) yang digunakan mengacu pada hasil Widyakarya Nasioanal
Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 energi sebesar 2 200
kkal/kapita/hari dan protein sebesar 57 g/kapita/hari.
2. Analisis Distribusi Pangan
Sistem distribusi yang efisisen menjadi prasyarat untuk menjamin agar
setiap rumah tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannnya dalam jumlah
dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau
(Supariasa et al. 2001).
Stabilitas harga pangan merupakan salah satu indikator untuk melihat
distribusi pangan dalam suatu masyarakat yang disesuaikan dengan harga rill
menggunakan acuan nilai dari IHK (Indeks Harga Konsumen) dan pendekatan
perkembangan harga (persentase laju harga) serta keragaman harga (persentase
koefisien keragaman/coefficient of varians), dengan rumus sebagai berikut:
CV = Standar Deviasi x 100%
Rata-rata

Hasil ini diharapkan dapat melihat laju perubahan persentase harga dari
suatu komoditi kelompok pangan setiap tahunnya. Apakah harga tersebut stabil
atau meningkat atau justru menurun dapat dilihat dari perbandingan persentase
harga per tahunnya. Ada tidaknya gejolak harga pada waktu-waktu tertentu
dilihat dari harga yang dinyatakan stabil jika gejolak harga pangan di suatu
wilayah kurang dari 25 % dari kondisi normal.

7
3. Analisis Konsumsi pangan
Analisis konsumsi pangan dilakukan dengan 2 cara yaitu kuantitatif dan
kualitatif. Analisis konsumsi pangan secara kuantitatif dilakukan dengan cara
membandingkan kuantitas pangan yang dikonsumsi dengan yang dibutuhkan
atau diharapkan (AKE) dari masing-masing kelompok pangan yang
dikonsumsi, kemudian dihitung berapa persen angka konsumsi energi dan zat
gizi yang diperoleh dari survei terhadap angka kecukupan yang dianjurkan
tersebut (TKE). Standar AKE (untuk dikonsumsi) yang digunakan mengacu
pada hasil Widyakarya Nasioanal Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004
sebesar 2 000 kkal/kapita/hari, maka dengan demikian kita dapat melihat cukup
tidaknya konsumsi pangan masyarakat Kota Tangerang. Berdasarkan pada
Depkkes (1996) Klasifikasi TKE yaitu sebagai berikut :
1).Defisit berat bila TKE < 70%
2).Defisit tingkat sedang bila TKE 70-79%
3).Defisit tingkat ringan bila TKE 80-90%
4).Normal bila 90-119% (Tahan Pangan)
5).Kelebihan / diatas AKE bila TKE > 120% (tahan pangan)
Analisis konsumsi pangan secara kualitatif dilakukan dengan
mengevaluasi mutu gizi konsumsi pangan dari data konsumsi pangan melalui
penilaian skor mutu pangan (Skor PPH aktual). Skor PPH ideal adalah 100.
Berdasarkan Renstra Pusat Pengembangan konsumsi pangan, diharapkan
secara nasional, Indonesia mampu mencapai skor PPH 100 pada tahun 2020.
Bagi daerah yang belum mempunyai target skor PPH, sebaiknya terlebih
dahulu merumuskan skor PPH 100 dan menetapkan tahun (kapan) akan
dicapai. Menurut Deptan (2001) kontribusi kelompok pangan agar skor PPH
100 yaitu seperti disajikan pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2 Kontribusi Kelompok Pangan terhadap Skor PPH
Kelompok
Padi-padian
Umbi-umbian
Pangan hewani
Minyak dan lemak
Buah dan biji berminyak
Kacang-kacangan
Gula
Sayur dan buah
Lain-lain

% AKE
50
6
12
10
3
5
5
6
3

Kontribusi Skor PPH
25
2.5
24
5
17
10
2.5
30
0

Skor PPH dihitung dengan cara mengalikan komposisi pangan atau
kontribusi energi setiap kelompok terhadap AKE (% AKE) pangan (kolom e)
dengan bobot/rasio masing-masing kelompok pangan tersebut (kolom f),
namun setiap kelompok pangan skor PPH pangannya tidak boleh melebihi dari
skor maksimum yang sudah ditetapkan. Jika hal ini terjadi, maka skor yang
digunakan adalah skor maksimum. Susunan pola pangan harapan Kota
Tangerang disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.

8
Tabel 3 Susunan PPH untuk Konsumsi Pangan
Kelompok
Pangan
A
Padipadian
Umbiumbian
Pangan
hewani
Minyak
dan lemak
Buah/biji
Berminyak
Kacangkacangan
Gula
Sayur dan
buah
Lain-lain
TOTAL

g/kap/hari
B

Perhitungan Pola Skor Harapan (PPH)
kkal/kap/hari % %AKE Bobot Skor
Aktual
C
D
E
F
G
0.5

Skor
AKE
H
25

0.5

2.5

2

24

0.5

5

0.5

1

2

10

0.5
0.5

2.5
30

2

0
100

Skor
Maks
I

Skor
PPH
J

4. Analisis Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan utilisasi
zat gizi makanan, dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok
orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut
status gizinya baik atau tidak. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk
menilai statius gizi. Status gizi dalam penelitian ini menggunakan cara
pengukuran antropometri dengan melihat perbandingan berat badan per umur
yang dikhususkan hanya pada kelompok usia balita (0-5 tahun). Penentuan
status gizi ini mengacu pada target MDGs tahun 2015 yaitu mengurangi
masalah gizi menjadi 18.5 % secara merata. Data atas pengukuran status gizi
balita ini dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan Kota tangerang dengan
melakukan pencatatan data dan pelaksanaaan penimbangan balita disemua
posyandu yang ada di Kota Tangerang, lalu dianalisis antara jumlah
keseluruhan balita, balita yang hadir ke posyandu, balita yang melakukan
penimbangan di posyandu tersebut, dan balita yang mengalami peningkatan
berat badan, serta dari data ini dilihat terhadap BB/U balita untuk menentukan
status gizinya. Data yang telah terkumpul ini selanjutnya akan
direkapitulasikan kembali terhadap balita yang mengalami gizi buruk, apakah
baru ditemukan ataukah sedang dilakukan proses perbaikan, jumlah yang
membaik atau bahkan meninggal dunia.
Klasifikasi status gizi buruk yang digunakan pada analisis ini mengacu
pada standar Tabel Baku WHO Antropometri (BB/U), sebagai berikut :
> = + 2 SD
: Gizi lebih
2 SD s/d < + 2 SD
: Gizi baik
3 SD s/d < - 2 SD
: Gizi kurang
< - 3 SD dan atau tanpa tanda klinis
: Gizi buruk

9

DEFINISI OPERASIONAL

Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Kota Tangerang
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya pangan untuk dikonsumsi yang
berasal dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan serta impor
yang sudah disesuaikan/dicek sebelumnya dan ketersediaan pangan ini
diukur dari ketersediaan energi dan protein.
Distribusi Pangan merupakan tindakan yang bertalian dengan pergerakan bahan
pangan dari produsen ke tangan konsumen, dalam penelitian ini kelancaran
distribusi pangan didekati dari situasi stabilitas harga pangan strategis.
Pangan Stategis adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati,
baik yang diolah maupun tidak diolah antara lain beras, gula, minyak
goreng, daging, telur, kacang kedelai, cabe merah, dan jagung.
Konsumsi Pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan atau zat gizi,
secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau
sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis,
psikologis dan sosiologis secara cukup dan memenuhi syarat mengenai
keamanan pangan. Konsumsi pangan dalam penelitian ini diukur dengan
konsumsi energi, protein, dan skor PPH Kota Tangerang tahun 2011.
Skor PPH adalah nilai yang menunjukkan tingkat mutu pangan
(beragam) yang dikonsumsi oleh penduduk suatu wilayah, dimana skor
maksimalnya adalah 100 dengan komposisi skor padi-padian 25, umbiumbian 2.5, pangan hewani 24, minyak dan lemam 5, buah biji
berminyak 1, kacang-kacangan 10, gula 2.5, sayur dan buah 3, serta
lain-lain 0.
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan,
dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Status Gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Penelitian ini melihat status gizi
secara antropometri dengan ukuran BB/U untuk usia 0-5 tahun (balita) di 13
Kecamatan Kota Tangerang tahun 2011.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kota Tangerang

Keadaan Geografis dan Administratif
Kota Tangerang terletak antara 606’ – 6013’ Lintang Selatan dan 106036’ –
106 42’ Bujur Timur. Batas administratif Kota Tangerang adalah sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan.
Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan klasifikasi jalan, di Kota Tangerang terdapat tiga jalan yang
berstatus jalan nasional, yaitu : jalan Merdeka, Daan Mogot, dan Gatot Subroto.
Jalan yang berstatus jalan provinsi ada tujuh, diantaranya : jalan KH.Hasyim
Asyhari dan MH.Thamrin. Jalan tersebut merupakan jalur penting yang cukup
memadai untuk menjadi jalur distribusi, khususnya antara Kota Tangerang dengan
Kota Jakarta.
Secara umum wilayah Kota Tangerang berada 14 m di atas permukaan laut,
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April sebanyak 235 mm. Kelembaban
udara rata-rata 78.7 % dan temperatur udara 27.70C.
Kota Tangerang merupakan salah satu kota di Botabek dengan luas wilayah
17 729.746 Ha. Pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besarnya kawasan
terbangun seluas 10 127.231 Ha (57.12 % dari luas seluruh kota), sehingga
sisanya sangat strategis untuk dapat dikonsolidasi dengan baik ke dalam wilayah
terbangun kota melalui perencanaan tata kota yang sesuai (BPS Kota Tangerang
2011). Data terakhir menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di Kota Tangerang
seperti digambarkan oleh Tabel 4 di bawah ini.
0

Tabel 4 Pemanfaatan Lahan di Kota Tangerang
Peruntukkan
Luas (Ha)
Pemukiman
5 988
Industri
1 367
Perdagangan dan Jasa
608
Pertanian
4 468
Lain-lain
819
Belum terpakai
2 66
Bandara Soekarno – Hatta
1 816
Sumber : Kota Tangerang dalam angka (BPS 2012)

%
39.1
8.9
4.0
29.0
5.3
1.7
12.0

Kependudukan
Jumlah penduduk kota Tangerang menurut Sensus Penduduk tahun 2000
sebesar 1 311 746 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 653 566 jiwa dan
perempuan sebanyak 658 180 jiwa. Setiap tahun jumlah penduduk kota Tangerang
selalu mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3.5%

11
per tahun. Adapun gambaran peningkatan jumlah penduduk Kota Tangerang dari
tahun 2008-2011 disajikan pada Gambar 2.
Jumlah penduduk Kota Tangerang menurut Sensus Penduduk tahun 2010,
jumlah penduduk untuk tahun 2011 berjumlah 1 847 341 dengan rasio jenis
kelamin sebesar 104.98 artinya setiap 100 penduduk laki-laki terdapat 104.98
penduduk perempuan, sedangkan komposisinya masih sama seperti tahun
sebelumnya didominasi oleh penduduk usia produktif dengan rasio beban
ketergantungan sebesar 40.28 atau setiap 100 penduduk usia produktif (15-64
tahun) menanggung 40.28 penduduk usia non produktif (BPS Kota Tangerang
2012).
Sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara, Kota Tangerang adalah daerah
cukup padat yang dihuni oleh 11 227 jiwa/km2, di mana kecamatan Larangan
merupakan kecamatan terpadat dengan penghuni 17 966 jiwa/km2 . Tingginya
kepadatan jumlah penduduk disebabkan terutama karena kedudukan dan peranan
Kota Tangerang sebagai daerah penyangga DKI Jakarta (hinterland city). Sebagai
konsekuensinya, Kota Administratif Tangerang menjadi konsentrasi wilayah
pemukiman penduduk dan menjadi tempat kegiatan perdagangan terutama pada
sektor industri. Perkembangan sektor perdagangan dan industri di kawasan ini
memancing derasnya arus imigrasi sirkuler penduduk.

Gambar 2 Perkembangan jumlah penduduk Kota Tangerang
Sumber : Kota Tangerang dalam Angka (BPS 2012), Diolah
Tenaga Kerja
Penyediaan lapangan kerja di Kota Tangerang masih menjadi masalah yang
cukup serius di kota tersebut, kesenjangan antara jumlah pencari kerja dan
lowongan yang tersedia semakin jauh dari tahun ke tahun. Jenis mata pencaharian
sebagian besar masyarakat Kota Tangerang adalah sektor industri, perdagangan,
dan jasa. Menurut data Disnaker Kota Tangerang jumlah lowongan kerja yang
terdaftar sampai bulan Desember 2011 tercatat sebanyak 12 738 lowongan
sementara pencari kerja yang mendaftar sebanyak 41 815 orang yang didominasi
tamatan SLTA sebanyak 36 924 orang (BPS Kota Tangerang 2012).

12
Kondisi Perekonomian
Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari total produksi
barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi yang tergambar dalam
besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dihitung dalam
dua cara, yaitu Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) tahun dasar 2000.
Besarnya PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Tangerang tahun 2010
adalah sebesar 56.96 triliun rupiah, atau meningkat 15.47% dari tahun 2009. Pada
tahun 2009 PDRB Kota Tangerang sebesar 49.33 triliun rupiah meningkat 10.39%
dari tahun 2008. Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000, besarnya
nilai tersebut pada tahun 2010 adalah 29.40 triliun rupiah. Perkembangan nilai
PDRB ADH Konstan 2000, tahun 2010 terhadap tahun 2009, yang merupakan
indikator laju pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 6.68% yang berarti secara riil
produksi barang dan jasa final yang diproduksi di wilayah Kota Tangerang pada
tahun 2010 meningkat sebesar 6.68% dari tahun 2009 (BPS Kota Tangerang
2012).
Adapun bahan pangan di Kota Tangerang berasal dari produksi Kota
Tangerang dan didistribusikan dari daerah lain. Salah satu bahan pangan yang
menjadi potensi di Kota Tangerang adalah jagung, ubi kayu, dan ubi jalar.
Pasokan bahan pangan Kota Tangerang didatangkan dari berbagai daerah disekitar
Kota Tangerang seperti beberapa daerah di Jawa Barat.

Gambaran Situasi Ketahanan Pangan Kota Tangerang

Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu produksi dalam
wilayah sendiri, pasokan dari luar (impor pangan), dan pengelolaan cadangan
pangan. Sumber yang kedua yaitu pasokan pangan merupakan pilihan akhir
apabila suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Indikator
yang digunakan untuk mengukur pencapaian ketersediaan pangan yang digunakan
adalah ketersediaan energi dan protein perkapita (Martianto 2003).
Akses penduduk terhadap pangan umumnya terkait dengan kemampuan
produksi pangan, kesempatan kerja, dan pendapatan. Semakin berkembangnya
penduduk telah mengakibatkan tekanan terhadap ketersediaan sumberdaya lahan
(Machfoedz 2011). Ketersediaan pangan terdiri dari pangan nabati yang berasal
dari tumbuhan dan pangan hewani yang berasal dari hewan ternak. Selain itupun
terdapat hasil perikanan sebagai hasil dari sektor baharí (Marsetio et.al 2011).
Terjaminnya ketersediaan pangan bersumber dari peningkatan produksi dan
impor. Peningkatan produksi pangan nabati di wilayah yang sudah tidak mungkin
melakukan penambahan areal, tentunya hanya bersumber pada faktor peningkatan
produktivitas. Sedangkan peningkatan produksi pangan asal ternak, selain
dipengaruhi oleh faktor produktivitas juga dipengaruhi oleh populasi ternak.
Untuk produksi hasil perikanan sangat tergantung dari kegiatan penangkapan serta
budidaya perikanan.

13
Widyakarya Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 merekomendasikan
angka kecukupan energi ditingkat ketersediaan sebesar 2 200 kkal/kapita/hari dan
protein 57 g/kapita/hari. Angka tersebut merupakan standar kebutuhan energi bagi
setiap individu agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hasil
analisis Neraca Bahan Makanan (NBM), dapat diketahui perkembangan
ketersediaan pangan per kapita per hari dalam bentuk energi dan protein.
Ketersediaan energi per kapita selama empat tahun terakhir (2008-2011)
memperlihatkan perubahan yang berfluktuatif, seperti disajikan pada Tabel 5 di
bawah ini selama periode 2008 hingga 2010 lebih besar dari 100% dan periode
2011 kurang dari 100%.
Tabel 5 Perkembangan Ketersediaan Energi per Kapita di Kota Tangerang Tahun
2008-2011
Tingkat Ketersediaan Energi
kkal/Kap/ Hari
% AKE*)

Kelompok
Pangan
2008

2009

2010

2011

2008

2009

2010

2011

Padi-padian
Umbi-umbian
Pangan
Hewani
Minyak dan
Lemak
Buah/Biji
Berminyak
Kacangkacangan
Gula
Sayur dan
Buah

1 548
39

1 667
38

1 670
21

1 402
18

70.38
1.79

75.79
1.75

75.89
0.94

63.74
0.84

326

397

334

283

14.82

18.03

15.17

12.85

255

250

234

237

11.59

11.35

10.66

10.75

17

10

15

10

0.79

0.44

0.67

0.44

92
79

8
73

59
82

62
61

4.20
3.57

3.56
3.31

2.67
3.74

2.82
2.77

107

108

77

77

4.84

4.92

3.48

3.48

TOTAL

2 463

2 621

2 491

2 149

111.97

119.14

113.22

97.70

Sumber : Neraca Bahan Makanan Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah)
Keterangan:
*Angka Kecukupan Energi (AKE) WNPG VIII Tahun 2004 = 2 200 kkal/kapita/hari

Secara umum segi kuantitas rata-rata ketersediaan energi per kapita sudah
memenuhi angka rekomendasi hasil WNPG, walaupun untuk tahun 2011 hanya
sebesar 2 149 kkal/kap/hari karena adanya penurunan pasokan bahan pangan di
Kota Tangerang tersebut, dimana angka ini masih kurang dari angka kecukupan
energi yaitu sebesar 2 200 kkal. Ketersediaan protein per kapita selama empat
tahun terakhir (2008-2011) memperlihatkan perubahan yang sama dengan
ketersediaan energi yang mengalami kenaikan dan penurunan jumlah, namun
secara umum kuantitasnya telah mencukupi dari angka rekomendasi hasil WNPG
sebesar 57 g. Hal tersebut disajikan pada Tabel 6.
Jika dilihat dari segi komposisi, keseimbangan dan rata-rata ketersediaan
pangan masih dapat dikatakan belum seimbang. Hal ini dicirikan dengan
tingginya kontribusi pangan sumber karbohidrat yaitu kelompok pangan padipadian, dimana hal tersebut berlaku tidak hanya sebagai sumber energi tetapi juga
sebagai sumber protein, serta rendahnya ketersediaan pangan sumber protein,
vitamin dan mineral (kacang-kacangan, pangan hewani, sayuran, dan buahbuahan) (Bappenas 2007).

14
Tabel 6 Perkembangan Ketersediaan Protein per Kapita di Kota Tangerang Tahun
2008-2011
Kelompok
Pangan
2008
38.94

Tingkat Ketersediaan Protein
g/kap /hari
%AKP**)
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
41.52
41.59
35.14
68.32
72.84
72.96
61.64

Padi-padian
Umbiumbian
0.28
0.26
0.14
0.08
0.48
0.46
0.25
0.14
Pangan
Hewani
28.79
34.12
29.85
24.93
50.51
59.87
52.37
43.74
Minyak dan
Lemak
0.01
0.02
0.01
0.02
0.02
0.03
0.03
0.03
Buah/Biji
Berminyak 0.16
0.09
0.14
0.09
0.29
0.16
0.24
0.16
Kacangkacangan
8.75
7.42
5.54
6.21
15.35
13.01
9.73
10.89
Gula
0.02
0.02
0.02
0.01
0.03
0.03
0.03
0.01
Sayur dan
4.56
3.98
3.72
3.47
7.99
6.98
6.52
6.08
Buah
TOTAL
81.51
87.43
81.01
69.93
143.00 153.38 142.13 122.69
Sumber : Neraca Bahan Makanan Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah)
Keterangan :
**Angka Kecukupan Protein (AKP) WNPG VIII Tahun 2004 = 57 g/kapita/hari

Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun
produksi pangan bersifat musiman, terbatas, dan tersebar antar wilayah, volume
pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta
stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Suryana 2001). Adapun secara lengkap
perkembangan ketersediaan energi dan protein selama kurun waktu 2008-2011
disajikan pada tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7 Ketersediaan Energi, Protein perkapita/hari di Kota Tangerang Tahun
2008-2011
Tahun

Sumber Zat Gizi
Energi (kkal)
Nabati
2 131
2008
Hewani
333
Total
2 463
Nabati
2 215
2009
Hewani
407
Total
2 621
Nabati
2 149
2010
Hewani
341
Total
2 490
Nabati
1 866
2011
Hewani
283
Total
2 149
Sumber : NBM Kota Tangerang tahun 2008-2011(Diolah)

Protein (g)
52.7
28.8
81.5
53.3
34.1
87.4
51.1
29.9
81.0
45.0
24.9
69.9

Tabel 7 di atas memperlihatkan gambaran ketersediaan kedua jenis zat gizi
tersebut berfluktuaktif selama kurun waktu di atas. Secara umum dapat dikatakan

15
bahwa kedua jenis zat gizi tersebut didominasi oleh pangan nabati. Sebagai
gambaran ketersediaan pangan nabati tersebut adalah sebagai berikut : energi
didominasi oleh pangan nabati sekitar 84.49-86.80 % dan protein terdiri dari
60.95-64.67% yang berasal dari pangan nabati.
Ketersediaan energi dan protein secara total mengalami fluktuaktif. Jika
dilihat dari tabel di atas dapat dikatakan rata-rata penurunan tiap tahun sebesar
6.09% untuk kalori dan 6.58% untuk protein. Begitu pula dengan ketersediaan
energi dan protein hewani cenderung menurun. Penurunan cukup signifikan
terutama terjadi pada lemak hewani dan kalori hewani dengan rata-rata penurunan
setiap tahun sebesar 7.25 % dan 6.86 %. Hal ini mengindikasikan adanya
penurunan mutu pangan yang ditunjukkan dengan menurunnya ketersediaan zat
gizi hewani, terutama pangan kelompok daging.
Tabel 8 Hasil Produksi Pangan Strategis Tahun 2011 Kota Tangerang
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Pangan
Beras
Kedelai
Daging sapi
Daging ayam
Telur
Minyak goreng
Sayuran
Buah-buahan

Produksi (Ton)
4 096
0
332
576
1 065
0
16 531
1 231

Pasokan Luar (Ton)
224 923
10 137
1 007
17 298
22 584
16 915
106 571
53 259

Sumber : BPS Kota Tangerang tahun 2011 (Diolah)
Hasil produksi pangan Kota Tangerang yang tidak begitu besar secara
merata untuk setiap bahan pangan membuat pemerintah perlu melakukan
alternatif lain untuk dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Salah satunya melalui
pengelolaan pasokan pangan, untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan pangan,
namun hal ini dapat ditunjang pula dengan melakukan impor pangan bagi
pemerintah apabila keadaannya terlalu mendesak atau tidak memungkinkan.
Contoh hasil produksi pangan strategis periode tahu 2011 disajikan pada Tabel 8
di atas. Data dari tabel diatas bila dilihat kebanyakan bahan pangan diproduksi
dari luar (impor), contohnya seperti komoditas berupa beras.
Cadangan pangan yang diusahakan oleh pemerintah Kota Tangerang salah
satunya adalah berupa stok beras. Stok beras ini terutama digunakan untuk
membantu memenuhi kebutuhan pangan pokok keluarga miskin yang dikelola
oleh Perum BULOG (Badan Urusan Logistik) Kota Tangerang. Selain itu,
cadangan pangan digunakan untuk persiapan jika terjadi gangguan produksi dan
distribusi pangan misalnya pada masa paceklik. Adapun dinamika perubahan stok
beras tahun 2008 hingga 2010 dapat dilihat pada Gambar 3.

16

Gambar 3 Perubahan stok beras Kota Tangerang tahun 2008-2010
Sumber: Perum BULOG Kota Tangerang (Diolah)
Hasil grafik cadangan beras di atas menunjukkan terjadinya penurunan stok
setiap tahunnya. Pengeluaran terbesar terjadi pada tahun 2009 sebesar 10 820 ton
beras. Perubahan stok yang tinggi ini diakibatkan karena terjadi peningkatan
penyaluran beras baik untuk keluarga miskin maupun untuk mengatasi terjadinya
gangguan produksi dan distribusi pangan di pasar.

Distribusi Pangan
Subsistem distribusi pangan mencakup aksesibilitas fisik, ekonomi, dan
sosial. Aspek fisik berupa infrastruktur jalan dan pasar, dan aspek ekonomi berupa
daya beli yang masih rendah karena kemiskinan dan pengangguran, serta aspek
sosial berupa tingkat pendidikan yang rendah. Perkembangan harga komoditi
pangan di Kota Tangerang diwakilkan oleh beberapa pangan strategis, antara lain
tertera pada Tabel 9 dan Tabel 10.
Tabel 9 Perkembangan persentase harga beberapa kelompok pangan di Kota
Tangerang tahun 2008-2011
Persentase Harga (%)
2008
2009
2010
Padi-Padian
100
95.75
111.07
Umbi-umbian
100
95.75
111.07
Daging dan hasil-hasilnya
100
103.37
108.39
Ikan Diawetkan
100
91.69
107.67
Telur, Susu, dan Hasil-hasilnya
100
99.46
102.07
Sayur-sayuran
100
98.85
103.58
Kacang-Kacangan
100
141.28
104.42
Bumbu-Bumbuan
100
93.45
161.38
Lemak dan Minyak
100
83.89
96.89
Sumber : Bappeda Kota Tangerang 2008-2011 (Diolah)
Bahan Makanan

2011
115.63
115.63
100.21
108.33
100.18
134.59
112.62
81.42
107.96

Distribusi menunjang ketahanan pangan melaui prasarana dan sarana
distribusi untuk menghubungkan lokasi produsen dengan konsumen di seluruh
wilayah (Atmanti 2010). Distribusi yang efektif dan efisien merupakan prasyarat

17
dalam mewujudkan ketahanan pangan yang baik agar pangan terakses oleh
masyarakat. Distribusi yang baik memungkinkan rumah tangga untuk
memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu
dengan harga yang terjangkau. Maka diperlukan sebuah sistem pengelolaan
distribusi yang baik dengan memperhatikan kemampuan produksi pangan antar
wilayah dan antar musim yang berbeda-beda (Nurdin 2011).
Tabel 10 Perkembangan Harga Pangan di Kota Tangerang Tahun 2010-2011
Nama bahan pokok dan
jenisnya
Beras
- IR I
- IR II
Rata-Rata
Gula
- Impor
Pasir
- Dalam Negri
Rata-Rata
Minyak
- Bimoli
Goreng
- Tanpa merk
Rata-Rata
Daging
- Sapi
- Ayam Broiler
Telur
- Ayam Broiler
Kacang
- Exs/Import
Kedelai
- Lokal
Rata-Rata
Cabe
- Kriting
Merah
- Biasa
Rata-Rata
Jagung
Pipilan

Satuan
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/l
Rp/l
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg

Rata-rata
Laju (r)
CV
2010
2011
2010 2011 2010 2011
7 077
7 601
1.4
0.3
5.3
4.4
6 563
7 056
1.4
0.5
5.4
3.7
6 820
7 328
1.4
0.4
5.3
4.0
3.3

10 548
10 809
10 678

10 313
1 081
10 561

-0.6
0.2
-0.2

-1.0
-0.8
-0.9

3.1
4.4
3.1

11 688
9 246
10 467
62 118
25 738
13 568

12 261
10 133
11 196
67 235
26 575
1 469

6.7
0.7
3.9
1.3
1.7
2.0

0.7
-0.7
0.01
0.7
0.0
-0.02

16.4
6.6
10.2
5.8
6.2
8.5

4.3
2.6
3.6
4.0
5.5

7 028
7 788
7 356

7 370
7 820
7 544

-0.5
-0.7
-0.1

0.6
0.5
0.4

1.4
3.2
2.2

2.7
4.5
2.6

18 696
19 610

4.1
4.8
4.3

-5.3
-9.0
-7.6

40.8
35.9
38.2

60.6
57.3
58.0

8 472

0.0

3.3

3.3

13.9

22 411
21 692
22 052
7 625

20 586

3.3
3.2
3.5

Sumber: Dinas Perdagangan Kota Tangerang (Diolah)
Keterangan : CV  Koefisien Variasi
Permintaan pangan bersifat dinamis, antara lain dapat berubah akibat
perubahan pengetahuan gizi, pendapatan, harga pangan (harga pangan tersebut
dan harga pangan lain), preferensi, dan karakteristik pangan. Seberapa besar
pengaruh perubahan harga pangan dan pendapatan terhadap kuantitas dan kualitas
konsumsi pangan masyarakat perlu dikaji karena merupakan informasi penting
bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan berkaitan dengan perbaikan
konsumsi pangan masyarakat. Ditengah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM), perubahan iklim dunia berpengaruh terhadap produksi pangan dan
kompetisi penggunaan pangan, pakan, dan bahan bakar (biofuel) yang berakibat
pada kenaikan harga pangan serta peningkatan jumlah penduduk miskin
(Martianto et.al 2009).

18
Stabilitas harga di pasar antara lain dipengaruhi oleh distribusi pangan.
Adanya perubahan harga pangan yang berfluktuasi dapat berpengaruh terhadap
arus pendistribusian pangan dari produsen kepada konsumen pada nilai normal.
Terjadinya fluktuasi harga dapat juga berpengaruh terhadap kerugian
produsen atau konsumen, sehingga diperlukan adanya suatu upaya untuk dapat
menjaga stabilitas harga pangan. Umumnya, harga bahan pangan mengalami
peningkatan yang terlihat dari kenaikan harga rata-rata dan koefisien variasinya.
Koefisien variasi menunjukkan fluktuasi harga bahan pangan. Semakin besar nilai
koefisien variasi maka harga pangan tersebut lebih fluktuatif atau dinamis. Jika
diamati dari dua tabel diatas. Untuk kelompok padi-padian yang diwakilkan oleh
beras terlihat nilai IHK naik sekitar 10% setiap tahunnya, namun masih tergolong
pangan yang stabil harganya karena setelah dicek atau dibandingkan dengan nilai
CV memang mengalami kenaikan persentase dari tahun sebelumnya namun tidak
melebihi dari angka 25% sebagai acuan standar yang digunakan. Begitu pula
dengan jenis-jeis kelompok lainnya yaitu kelompok daging yang diwakili oleh
daging sapi dan daging ayam, kelompok telur yang diwakilkan oleh telur ayam,
kelompok kacang-kacangan yang diwakilkan oleh kacang kedelai, kelompok
lemak dan minyak yang diwakilkan oleh minyak goreng. Namun tidak untuk
kelompok sayur-sayuran yang diwakilkan oleh cabe merah karena jika dilihat dari
tabel IHK, persentase harga kelompok sayur-sayuran kenaikan harganya melebihi
dari jenis-jenis kelompok pangan lainnya yang rata-rata hanya mengalami
kenaikan 10% per tahunnya dan setelah dibandingkan dengan table CV juga
mendapatkan hal yang sama, yaitu harga pangan berupa cabe merah baik dari
jenis cabe merah keriting dan cabe merah biasa, nilai CV nya melebihi dari angka
25% yaitu sebesar 40.8% meningkat menjadi 60.6% untuk cabe merah keriting
dan 35.9% meningkat menjadi 57.3% untuk cabe merah biasa ditahun 2010 dan
2011.

Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan secara riil dapat menunjukkan kemampuan rumah
tangga dalam mengakses dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan dalam
rumah tangga (Bustaman 2007). Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut
secara implisit juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat
terhadap pangan.
Pola konsumsi pangan berfungsi untuk mengarahkan agar pola
pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keanekaragaman,
kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, di samping juga efisiensi untuk
mencegah pemborosan. Pola konsumsi pangan juga mengarahkan agar
pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat optimal, dengan peningkatan
kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang
mencakup energi, protein, vitamin, dan mineral serta aman. Untuk mengukur
Angka Kecukupan Gizi (AKG) digunakan Angka Kecukupan Energi (AKE) dan
Angka Kecukupan Protein (AKP).
Tingkat konsumsi energi dan protein merupakan dua indikator mutu gizi
yang umum digunakan untuk mengukur status gizi. Sesuai rekomendasi, AKE dan
AKP agar seseorang dapat hidup sehat dan dapat aktif menjalankan aktivitas
sehari-hari secara produktif masing-masing adalah sebesar 2 000 kkal/kapita/hari

19
(untuk energi) dan 52 g/kapita/hari untuk protein (WNPG VIII, 2004), sedangkan
acuan untuk menilai tingkat keragaman konsumsi pangan adalah Pola Pangan
Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola yang ideal.
Skor PPH digunakan sebagai acuan kualitatif untuk menilai tingkat
keragaman konsumsi pangan masyarakat secara keseluruhan. Skor PPH
mencerminkan mutu gizi dengan memperhatikan keseimbang