Standar Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Nanggroe Aceh Darussalam

(1)

STANDAR PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI

LANJUT USIA OLEH UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH

(UPTD) PANTI ASUHAN BUDI LUHUR NANGGROE ACEH

DARUSSALAM

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial

Oleh:

WIN HALLY SULUBERE NIM : 060902027

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Win Hally Sulubere

Nim : 060902027

Departemen : Ilmu kesejahteraan Sosial

Judul : STANDAR PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAGI LANJUT USIA OLEH UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH (UPTD) PANTI ASUHAN BUDI LUHUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

MEDAN, DESEMBER 2010 PEMBIMBING

Drs. Edward, M.SP Nip : 195509211 98503 1 003

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Hairani Siregar, S.Sos, M.SP Nip : 19710927 199801 2 001

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Nip : 19680525 199203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Telah Diuji dan dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Hari/Tanggal :

Waktu :

Tempat :

Tim Penguji

Ketua Penguji : ( )

Reader/Penguji I : ( )


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Win Hally Sulubere, 060902027, Standar Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Nanggroe Aceh Darussalam.

(Skripsi ini berisi 6 Bab, 90 Halaman, 2 Gambar, 37 Tabel, 18 Kepustakaan dan Lampiran)

ABSTRAK

Lanjut usia merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis berada di tengah-tengah masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi penyebab ketelantaran lanjut usia, misalnya masalah sosial ekonomi, dan keluarga yang tidak bertanggung jawab akan kewajiban memenuhi kebutuhan para orang tua lanjut usianya. Sangat diakui bahwa sebagian besar ketelantaran lanjut usia berkaitan langsung dengan lemahnya kondisi sosial ekonomi keluarga, sehingga para anak atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan orang tua lanjut usia. Ketelantaran ini yang menyebabkan para lanjut usia tidak dapat menikmati hari tuanya secara wajar sebagaimana para lanjut usia yang masih memiliki keluarga yang berkecukupan serta memiliki keadaan ekonomi yang baik. Penanganan masalah kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar sudah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik melalui sistem sosial panti dan non-panti. Salah satu cara yang dilakukan untuk menanggulangi hal ini adalah dengan adanya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur yang bersedia menampung para lanjut usia yang terlantar, dimana fasilitas yang diberikan sama seperti lanjut usia lainya.

Penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan Budi Luhur Jl. Lebe Kader No. 36 Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dimana pengolahan data dilakukan secara manual, data dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, dan kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan tujuan untuk memperinci data-data sekaligus menyajikan persentase dari masing-masing jawaban responden, sehingga akan diperoleh jawaban yang dominan dan dianalisis melihat kecenderungan data tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum standar pelayanan kesejahteraan sosial yang dijalankan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Panti Asuhan Budi Luhur bagi para lanjut usia sangat membantu dan bermanfaat untuk kehidupan dan masa-masa hari tua para lanjut usia tersebut. Walaupun masih ada sedikit beberapa kekurangan yang belum terealisasi dengan baik namun secara keseluruhan pelayanan sosial di Panti Asuhan Budi Luhur Kab Aceh Tengah sudah cukup memenuhi standar kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat dan salam pada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan petunjuk melalui Al-Quran dan Hadist sebagai pedoman hidup penulis untuk membedakan mana yang hak dan mana yang bathil.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun skripsi ini berjudul : Standar Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia

oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Nanggroe Aceh Darussalam.

Dalam skripsi ini penulis banyak menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan serta bimbingan hingga selesainya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.sos, M.Sp, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(6)

3. Bapak Drs. Edward, MSp, selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, pikiran dan perhatian secara ikhjlas untuk membimbing dan mengarahkan penulis dari persiapan hingga penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Ali Husin, selaku pimpinan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur yang membantu penulis dalam penelitian untuk bahan skripsi di Panti tersebut.

5. Rekan-rekan di Panti Asuhan Budi Luhur Kab Aceh Tengah seperti : kak Sri, kak Farida, kak Iwardatika, bang Syamsuardi dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan pada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Buat kedua orang tua saya yaitu mami dan papa yang sangat saya cintai dunia akhirat, yang selalu memberi semangat kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini agar kelak meraih impian saya serta selalu mendoakan saya agar saya bisa menjadi manusia yang berguna buat masyarakat, amin.

7. Buat adik kandung saya Fenny Nurlita yang juga selalu memberikan semangat dan dukungan kepada saya agar dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga adik saya pun diberi kemudahan oleh Allah SWT dalam menyelesaikan jenjang Dokter gigi di Unsyiah Banda Aceh, Amin.

8. Buat calon tunangan saya Yuni Bhekty yang tidak pernah bosan-bosannya mendoakan saya untuk menjadi orang yang dapat membanggakan kedua orang tua saya, amin. Tidak lupa saya juga akan selalu mendoakan adik kandung saya yaitu Fenny Nurlita dan calon tunangan saya Yuni Bhekty yang sama-sama sedang menyelesaikan skripsi di fakultas Kedokteraan Gigi Unsyiah Banda Aceh.


(7)

9. Buat semua teman-teman kessos ’06 Beni, Halim, feri, Erwin yang telah memberi banyak bantuan kepada saya dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

10.Semua teman dan semua pihak yang sudah mau ikhlas membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan baik dari segi pelaksanaan, penyampaian dan penulisannya. Penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang disampaikan terhadap tulisan ini. Akhir kata, kepada Allah SWT penulis mohon ampun maupun atas kesalahan selama penyusunan skripsi ini dari perbuatan yang tidak diridhoinya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR BAGAN ... viii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan... 1

1.2 Perumusan Masalah... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian... 9

1.4 Sistematika Penulisan ... 10

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial... 12

2.1.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial... 12

2.1.2 Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial... 15

2.2 Pelayanan Sosial... 16

2.2.1 Pengertian Pelayanan Sosial ... 16

2.2.2 Fungsi Pelayanan Sosial... 20

2.3 Pengertian Lanjut Usia... 22

2.4 Pelayanan Sosial Lanjut Usia... 24

2.4.1 Kebutuhan Dasar Lanjut Usia... 24

2.4.2 Kebijakan dan Strategi Pelayanan Sosial Lanjut Usia... 27

2.4.3 Model Pelayanan Sosial Lanjut Usia... 29

2.4.4 Pelembagaan Lanjut Usia... 33

2.5 Kerangka Berfikir... 35

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional... 36

2.6.1 Defenisi Konsep... 36

2.6.2 Defenisi Operasional... 37

Bab III : METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian... 39

3.2 Lokasi Penelitian... 39

3.3 Populasi dan Sampel ... 39

3.3.1 Populasi... 39

3.3.2 Sampel... 40

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 40

3.5 Teknik Analisa Data... 41

Bab IV : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat Berdirinya Lembaga... 44


(9)

4.2 Struktur Organisasi Lembaga... 46

4.3 Sumber Dana Lembaga dan Pengelolaan Panti... 50

4.3.1. Sumber Dana Lembaga... 50

4.3.2. Visi dan Misi Lembaga... 50

4.3.3. Sarana dan Prasarana Lembaga... 51

Bab V : ANALISA DATA 5.1 Karakteristik Responden... 54

5.1.1. Kebutuhan Pelayanan Panti... 61

5.1.2. Fasilitas Pelayanan... 65

5.1.3. Keahlian Pengurus Panti Asuhan Budi Luhur... 77

5.1.4. Dukungan Perilaku Lanjut Usia Yang Ada di Panti... 82

Bab VI : PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 87

6.2 Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi responden berdasarkan tingkat usia ... 54

2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin... 54

3. Distribusi responden berdasarkan agama ... 55

4. Distribusi responden berdasarkan suku bangsa ... 56

5. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 56

6. Distribusi responden berdasarkan sudah berapa lama tinggal di Panti. 57 7. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang keberadaan Panti ini sebelumnya ... 58

8. Distribusi responden berdasarkan siapa yang membawa ke Panti ini.. 59

9. Distribusi responden berdasarkan apakah masih memiliki saudara... 60

10. Distribusi responden berdasarkan bagaimana tanggapan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan setiap hari di Panti ini ... 61

11. Distribusi responden berdasarkan apakah menu makanan yang disediakan memenuhi syarat empat sehat lima sempurna ... 61

12. Distribusi responden berdasarkan tanggapan mengenai pelayanan kebutuhan sandang (pakaian) yang diterima dari UPTD Panti Asuhan Budi Luhur ... 62

13. Distribusi responden berdasarkan tanggapan mengenai pemenuhan kebutuhan papan yang diterima di Panti ... 63

14. Distribusi responden berdasarkan respon Panti jika sakit ... 63

15. Distribusi responden berdasarkan bila bapak/ibu sakit parah apakah di bawa ke dokter ... 64

16. Distribusi responden berdasarkan fasilitas kamar tidur di UPTD Panti Asuhan Budi Luhur ini nyaman untuk digunakan ... 65

17. Distribusi responden berdasarkan fasilitas ibadah di Panti ini bisa untuk digunakan ... 66

18. Distribusi responden berdasarkan apakah fasilitas kamar mandi bisa untuk digunakan ... 67

19. Distribusi responden berdasarkan apakah UPTD Panti Asuhan Budi Luhur ini memiliki tempat pelatihan keterampilan ... 68

20. Distribusi responden berdasarkan bagaimana partisipasi bapak/ibu terhadap pelatihan keterampilan tersebut ... 69

21. Distribusi responden berdasarkan kegiatan keterampilan yang disukai. 70 22. Distribusi responden berdasarkan pendapat mengenai sarana pendukung keterampilan ... 71

23. Distribusi responden berdasarkan sudah atau belum mendapat pelatihan keterampilan ... 72

24. Distribusi responden berdasarkan adanya instruktur khusus dalam memberikan keterampilan ... 73


(11)

25. Distribusi responden berdasarkan berapa kali pendidikan

keterampilan diberikan dalam seminggu ... 74 26. Distribusi tanggapan responden tentang Panti sebagai tempat

bimbingan rohani ... 75 27. Distribusi responden berdasarkan frekuensi bimbingan rohani yang

bapak/ibu terima selama di Panti ... 76 28. Distribusi pendapat responden terhadap sikap pekeja sosial/pengurus

Panti ... 77 29. Distribusi responden berdasarkan apakah para pkerja sosial Panti

dapat memberikan pelayanan yang baik bagi para lansia di Panti ini . 78 30. Distribusi responden berdasarkan apakah para pengurus Panti sampai

memukul apabila bapak/ibu melanggar peraturan ... 79 31. Distribusi responden berdasarkan suka atau tidak sukanya bapak/ibu

akan sikap pekerja sosial dalam membina lanjut usia ... 80 32. Distribusi responden apakah mendapat sikap yang tidak adil dari

Panti ... 81 33. Distribusi responden berdasarkan mematuhi peraturan yang ada ... 82 34. Distribusi responden berdasarkan keperdulian dengan lingkungan

Panti sebagai tempat tinggal ... 83 35. Distribusi responden apabila keluar dari Panti ini masih tetap peduli

dengan panti ini ... 84 36. Distribusi responden berdasarkan kesulitan yang dialami bapak/ibu

untuk mau berbagi dengan pengurus Panti yang ada disini... 85 37. Distribusi responden berdasarkan pekerja sosial/pengurus Panti untuk


(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Bagan Alir Pemikiran ... 36 Bagan 2 Struktur Organisasi Panti Asuhan Budi Luhur ... 47


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Win Hally Sulubere, 060902027, Standar Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Nanggroe Aceh Darussalam.

(Skripsi ini berisi 6 Bab, 90 Halaman, 2 Gambar, 37 Tabel, 18 Kepustakaan dan Lampiran)

ABSTRAK

Lanjut usia merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis berada di tengah-tengah masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi penyebab ketelantaran lanjut usia, misalnya masalah sosial ekonomi, dan keluarga yang tidak bertanggung jawab akan kewajiban memenuhi kebutuhan para orang tua lanjut usianya. Sangat diakui bahwa sebagian besar ketelantaran lanjut usia berkaitan langsung dengan lemahnya kondisi sosial ekonomi keluarga, sehingga para anak atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan orang tua lanjut usia. Ketelantaran ini yang menyebabkan para lanjut usia tidak dapat menikmati hari tuanya secara wajar sebagaimana para lanjut usia yang masih memiliki keluarga yang berkecukupan serta memiliki keadaan ekonomi yang baik. Penanganan masalah kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar sudah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik melalui sistem sosial panti dan non-panti. Salah satu cara yang dilakukan untuk menanggulangi hal ini adalah dengan adanya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur yang bersedia menampung para lanjut usia yang terlantar, dimana fasilitas yang diberikan sama seperti lanjut usia lainya.

Penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan Budi Luhur Jl. Lebe Kader No. 36 Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dimana pengolahan data dilakukan secara manual, data dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, dan kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan tujuan untuk memperinci data-data sekaligus menyajikan persentase dari masing-masing jawaban responden, sehingga akan diperoleh jawaban yang dominan dan dianalisis melihat kecenderungan data tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum standar pelayanan kesejahteraan sosial yang dijalankan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Panti Asuhan Budi Luhur bagi para lanjut usia sangat membantu dan bermanfaat untuk kehidupan dan masa-masa hari tua para lanjut usia tersebut. Walaupun masih ada sedikit beberapa kekurangan yang belum terealisasi dengan baik namun secara keseluruhan pelayanan sosial di Panti Asuhan Budi Luhur Kab Aceh Tengah sudah cukup memenuhi standar kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Lingkaran kehidupan manusia dilihat dari penggolongan umur terdiri dari empat masa yaitu: masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja dan masa lanjut usia. Khususnya bagi mereka yang tergolong dalam lanjut usia mempunyai pemahaman yang dapat dilihat dari beberapa aspek. Misalnya aspek fisik ditandai dengan umur yang tergolong tua dan kondisi tubuh yang lemah dibandingkan dengan masa kanak-kanak atau dewasa.

Proses penuaan ditandai dengan tahapan menurunnya kemampuan mempertahankan homeostasis tubuh dan penurunan fungsi fisiologis yang beragam pada berbagai sistem. Terpaut dengan waktu yang menjurus pada proses degeneratif yang berakhir dengan kematian. Gejala umum dari penuaan yaitu menurunnya kemampuan tubuh dan mudah terserang penyakit. Misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan dan sebagainya.

Beberapa tahun lalu muncul dua ilmu spesialisasi baru yaitu gerontologi dan

geriartry. Gerontologi merupakan suatu cabang ilmu spesialisasi yang mempelajari

tentang proses menjadi tua dan masalah yang dihadapi lanjut usia. Berdasarkan gerontologi lanjut usia terbagi dalam dua golongan yaitu young old yang berumur 65-74 tahun, old-old yang berumur di atas 75 tahun. Dilihat dari segi kesehatan terbagi dua kelompok yaitu; pertama, kelompok yang sehat dan tidak sakit-sakitan (well old);

kedua, kelompok yang menderita penyakit dan memerlukan pertolongan medis

psikiatris (sick old). Sedangkan dalam dunia kedokteran berkembang spesialisasi

geriartry yang memperhatikan lanjut usia dari aspek medis atau fisik, aspek kejiwaan


(15)

Usia lanjut merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dielakkan dan berpengaruh pada kehidupan fisik, mental, sosial dan spiritual. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Pengertian Lanjut Usia adalah orang, baik pria maupun wanita yang telah berumur 60 tahun ke atas. Kadang-kadang dalam kehidupan usia lanjut ada yang merasa sejahtera (well being) dan masih ada yang tidak sejahtera. Rasa sejahtera berkaitan dengan taraf kesehatan jiwa dan pemenuhan kebutuhan spiritual lanjut usia (Departemen Sosial RI, 2002b).

Sebelum orang memasuki dalam kategori lanjut usia terjadi masa transisi karena perubahan-perubahan pada tubuh yang menyertai proses penuaan, merosotnya kondisi fisik dan kematian. Perasaan ini akan semakin memuncak manakala yang bersangkutan sering sakit-sakitan, kehilangan orang atau kawan yang dicintainya. Kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan menimbulkan sikap menyerah pada keadaan yang pasif dan menunggu nasib.

Di Indonesia ditinjau dari aspek hukum pernah diterbitkan pertama kali peraturan perundang-undangan tentang lanjut usia yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo. Peraturan tersebut diikuti dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor HUK. 3-1-50/107 Tahun 1971 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo. Ada pun pengertian orang jompo tertulis dalam Pasal 1 ayat (1) yang berbumyi:

Seorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun.

Peraturan tersebut dijadikan sebagai acuan untuk Pegawai Negeri Sipil yang akan memasuki usia pensiun, sehingga ia harus berhenti dari pekerjaannya. Sejak itu pula yang bersangkutan tergolong sebagai lanjut usia. Kemudian di kalangan


(16)

masyarakat pembatasan usia kerja tersebut dijadikan sebagai batasan untuk menggolongkan seseorang sebagai lanjut usia.

Setelah lebih tiga dasawarsa, peraturan perundang-undangan tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Khususnya dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.

Kemudian diterbitkan peraturan pendukung yang lebih rendah sebagai pelaksanaan undang-undang tersebut berupa keputusan Menteri Sosial RI, meskipun demikian belum ada pengaruh yang berarti dalam pelaksanaannya, misalnya usia pensiun masih tetap 55 tahun. Sebagai tambahan dalam peraturan tersebut terdapat tiga pokok keputusan yakni; pertama, lanjut usia dikelompokkan menjadi dua yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial; kedua, adanya perbedaan jenis pelayanan sosial yang dilakukan; ketiga, adanya hukum pidana bagi yang tidak melakukan pelayanan sosial terhadap lanjut usia.

Sebagian masyarakat ada yang menyatakan, bahwa orang yang mengalami lanjut usia mendapat berkah dan rahmat dari Tuhan karena diberi umur panjang mengalami seluruh lingkaran kehidupan dengan berbagai kenikmatan yang diperolehnya. Oleh karena itu, banyak lanjut usia secara terus menerus mendekatkan diri kepada Tuhan dengan harapan semua yang telah diperolehnya dapat berguna bagi dirinya dan orang lain. Pengalaman hidupnya menjadi contoh bagi generasi penerus atau generasi muda dalam memanfaatkan hidup ini secara baik dan bijaksana.

Sebagian lagi dikaitkan berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama makin terpenuhinya kebutuhan rohani dan jasmani serta pemenuhan gizi. Hasil yang dirasakan yaitu bertambahnya usia harapan hidup, sehingga menambah


(17)

umur seseorang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan ilmuan yang dapat melakukan perekayasaan untuk memperpanjang usia.

Abad ini sudah ada ahli yang dapat merekayasa penampilan dengan cara operasi kulit, penyuntikan hormon dan terapi medis lainnya. Ada yang senang dengan menggunakan ramuan tradisional supaya tetap awet muda. Termasuk ada yang percaya, hanya dengan memakan sayuran atau vegetarian dapat memperlambat proses penuaan.

Tugas Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Tengah sebagai instansi pemerintah untuk melakukan pelayanan social bagi lanjut usia. Adapun tujuan yang akan dicapai yaitu; meningkatkan taraf kesejahteraan sosial dan melembaganya lanjut usia dalam kehidupan bangsa agar dapat menjalin hari tuanya dalam suasana aman, tenteram dan sejahtera lahir dan batin. Kebijakan teknis secara umum yang dilaksanakan dengan; meningkatkan dan memperkuat peran keluarga dalam masyarakat; membangun dan mengembangkan sistem jaminan dan perlindungan sosial bagi lanjut usia; meningkatkan dan memperluas aksesibilitas bagi kesejahteraan sosial lanjut usia; meningkatkan dan memantapkan peran kelembagaan lanjut usia bagi peningkatan kualitas pelayanan sosial lanjut usia.

Sebagai upaya mencapai kebijakan tersebut, maka ditempuh berbagai kegiatan pokok pelayanan sosial lanjut usia antara lain; pelayanan sosial lanjut usia dalam panti dan luar panti; pembinaan dan pemberdayaan lembaga atau organisasi sosial yang peduli terhadap lanjut usia; meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha bagi kesejahteraan lanjut usia; serta melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap berbagai kegiatan pelayanan sosial lanjut usia.


(18)

Dilihat dari karakteristik lanjut usia (Departemen Sosial; 1999: 46-47; 2000 2-3) dapat dibagi lagi menjadi tiga kategori yaitu lanjut usia tidak terlantar, lanjut usia

terlantar dan lanjut usia rawan terlantar. Lanjut usia yang tidak terlantar artinya

mendapat pelayanan yang memadai, baik dari lingkungan keluarga maupun dari lingkungan masyarakat. Pelayanan dan perhatian yang diperoleh memenuhi ketentuan sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan masing-masing.

Khususnya lanjut usia terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih yang karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara rohani dan jasmani maupun sosial. Kelompok inilah yang menjadi perhatian UPTD Panti Asuhan Budi Luhur untuk dilakukan pelayanan sosial dalam panti dan luar panti.

Ciri-cirinya lanjut usia terlantar :

1. Usia 60 tahun ke atas (laki-laki atau perempuan), pendidikan tamat SD atau kurang;

2. Makan hanya dua kali sehari atau kurang, hanya mampu makan makanan berprotein rendah kurang dari empat kali dalam seminggu;

3. Pakaian yang dimiliki kurang empat potong;

4. Jika sakit tidak mampu berobat ke fasilitas kesehatan, ada atau tidak ada keluarga atau sanak saudara atau orang lain yang mau dan mampu mengurusnya.

Lanjut usia yang hanya memenuhi satu kriteria digolongkan dalam kategori tidak terlantar. Lanjut usia yang memenuhi dua kriteria digolongkan rawan terlantar.

Berdasarkan data tersedia, tahun 2000 jumlah lanjut usia di Propinsi Aceh terlantar sebanyak 134.304 orang dan lanjut usia rawan terlantar berjumlah 182. 800 orang. Namun kenyataannya, pelayanan terhadap lanjut usia masih memerlukan


(19)

waktu dan pengembangan yang lebih baik dalam menanggulangi permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat (Dinas Sosial; Prov NAD).

Sehubungan dari data tersebut, kondisi tersebut dipengaruhi perubahan administrasi pemerintahan. Penerapan otonomi daerah yang dimulai tahun 2001 telah menyebabkan peralihan wewenang pengelolaan panti sosial lanjut usia. Semula terdapat 46 panti sosial lanjut usia yang secara langsung dikelola Departemen Sosial, tetapi sekarang tinggal dua yang masih dikelola dan masih menggunakan dana yang bersumber dari APBN. Sebagian besar diserahkan dan dikelola pemerintah daerah provinsi yang menggunakan dana yang bersumber dari APBD.

Di Indonesia, perhatian terhadap lanjut usia memiliki nilai sejarah. Peringatan Hari Lanjut Usia Nasional ditetapakan tiap tanggal 29 Mei. Pada tanggal 29 Mei 1945 dalam sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) telah mempercayakan Bapak Dr. KRT Radjiman Widiodiningrat (almarhum). Seorang anggota yang paling tua untuk memimpin sidang pertama. Berdasarkan pengalaman dan pandangan yang luas, maka dalam kata pembukaannya mengemukakan perlunya dasar filosofi Negara Indonesia. Saat itulah timbul ide falsafah bangsa Indonesia adalah Pancasila. Peristiwa ini dianggap penting yang merupakan pencerminan kepribadian yang luhur. Kearifan ini dapat dijadikan suri tauladan bagi segenap generasi penerus, sehingga perlu diperingati secara nasional (Departemen Sosial;1996).

Perhatian terhadap lanjut usia secara nasional dan internasional sudah dimulai secara sosial budaya yang ditunjukkan seluruh suku bangsa di Indonesia. Pengesahan secara nasional dimulai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo. Kemudian ditindaklanjuti


(20)

dengan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor HUK 3-1-50/107 Tahun 1971 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo.

Peraturan tersebut diperbaharui tahun 1998 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Sebelumnya sudah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor 15/KEP/Menko/IX/1994 tentang Panitia Nasional Pelembagaan Lanjut Usia dalam Kehidupan Bangsa. Berikutnya terbit Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 10/HUK/1998 tentang Lembaga Kesejahteraan Lanjut Usia. Makin dipertegas lagi melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.

Secara internasional berawal dari resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 45/206 Tahun 1991, tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Lanjut Usia Internasional (International Day for the Elderly) yang merupakan bentuk perhatian dunia terhadap penduduk lanjut usia. Penetapan ini berdasarkan “Vienna Plan for

Action on Aging” tahun 1982 yang memuat kesepakatan mengajak bangsa-bangsa lain

yang belum melaksanakan agar menetapkan hari bagi lanjut usia. Dilandasi kenyataan di seluruh dunia terjadi peningkatan jumlah penduduk lanjut usia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang (Departemen Sosial RI, 2004a:32).

Setelah berawal dari resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 45/206 Tahun 1991, peningkatan partisipasi terhadap lanjut usia yaitu dengan muncul ajakan dalam suatu pertemuan ESCAP tahun 1998 di Macau yang mendukung perlu kemudahan atau aksesibilitas untuk memenuhi kebutuhan lanjut usia. Dukungan peningkatan kesejahteraan lanjut usia dalam memberikan kemudahan telah


(21)

dibicarakan dalam pertemuan The Second World Assembly on Ageing (SWAA) tahun 2002 di Madrid, Spanyol.(Jayaputra, 2005-27).

Penanganan masalah kesejahteraan sosial lanjut usia melalui sistem panti adalah dimana asuhan diberikan kepada para lanjut usia yang sangat terlantar atau pun dikarenakan keadaan keluarga yang sudah tidak sanggup lagi untuk menghidupi para lanjut usia yang mereka miliki. Asuhan dalam panti adalah sebagai pengganti dari keluarga lajut usia sehingga para lanjut usia merasa lebih terjamin hidup. Dimana pelayanan yang diberikan berupa penyediaan fasilitas-fasilitas, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, bimbingan rohani serta keterampilan dimana diharapkan para lanjut usia tersebut mengembangkan kegiatan mereka dimasa tua mereka secara optimal.

Dari pengertian kesejahteraan lanjut usia tersebut pada dasarnya selalu berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan yang bersifat rohaniah melalui keluarga sendiri maupun asuhan khususnya. Misalnya kesempatan memperoleh ketenagan rohani dimasa tua serta sosialisasi pada umumnya. Kemudian pemenuhan kebutuhan jasmaniah seperti kesehatan dan kebutuhan fisik lainnya serta santunan atau peningkatan kemampuan berfungsi sosial bagi lanjut usia yang mengalami masalah sosial.

Dalam hal ini keluarga adalah orang yang pertama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan lanjut usia. Akan tetapi tidak semua keluarga dapat menjalankan peranannya. Oleh sebab itu, untuk menyelamatkan lanjut usia terlantar, maka ditempuh dengan jalan memasukkan lanjut usia terlantar tersebut ke Panti Asuhan atau Panti Jompo, agar mereka dapat menjalankan sisa hidup mereka tanpa dirasai beban hidup. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Panti Jompo berfungsi dalam membantu, merawat dan membina lanjut usia.


(22)

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan Masalah adalah langkah yang penting untuk membatasi masalah yang akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian (Arikunto, 1992:47). Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimanakah pemberian pelayanan sosial yang baik oleh Unit

Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Tengah terhadap lanjut usia.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelayanan kesejahteraan sosial yang diberikan oleh Dinas Sosial Transmigrasi dan Tenaga Kerja oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Panti Asuhan Budi Luhur kepada lanjut usia, khususnya bagi lanjut usia terlantar.

2. Untuk mengetahui bagaimana standar pelayanan sosial bagi lanjut usia yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Panti Asuhan Budi Luhur Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi kabupaten Aceh Tengah.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, melatih diri dalam mengembangkan pemahaman kemampuan berfikir penulis melalui penulisan karya ilmiah tentang pelayanan sosial bagi lanjut usia di (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Kabupaten Aceh Tengah dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(23)

2. Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi UPTD Panti Asuhan Budi Luhur Kabupaten Aceh Tengah untuk menjadikan Panti ini yang terbaik dalam pembinaan lanjut usia. Secara khusus, pemerintah, maupun pihak-pihak luar secara umum melalui intervensi pelayanan sosial terhadap lanjut usia.

3. Secara Akademis, dapat menjadi masukkan bagi pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial secara nyata melalui bentuk-bentuk pelayanan sosial, baik dalam lembaga-lembaga tertentu maupun dalam masyarakat luas.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang pengertian lanjut usia, pelayanan sosial, model pelayanan sosial lanjut usia, kebijakan dan strategi pelayanan sosial lanjut usia, kerangka berpikir, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI DAN LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran tentang lokasi penelitian secara umum dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.


(24)

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisanya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian serta saran yang bermanfaat.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kesejahteraan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial 2.1.1 Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial adalah mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik, sedangkan menurut rumusan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial pasal 2 ayat 1, adalah:

“Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban sesuai dengan Pancasila” (RI, 1974).

Salah satu ciri ilmu kesejahteraan sosial adalah upaya pengembangan metodologi untuk menangani berbagai macam masalah sosial, baik tingkat individu, kelompok, keluarga maupun masyarakat.

Adapun pengertian Kesejahteraan Sosial menurut beberapa ahli:

1. Harorld L. Wilensky dan Charles N. Lebeaux

Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisir dari usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial, untuk membantu individu-individu dan kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar individu dan relasi-relasi sosialnya memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan


(26)

kemampuan-kemampuannya serta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraan sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2. Arthur Dunham

Kesejahteraan sosial dapat didefenisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan diri dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberi perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas, pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan.

3. Walter A. Friedlander

Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bermaksud untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan serta hubungan-hubungan perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga maupun masyarakat.

4. Alfred J. Khan

Kesejahteraan sosial terdiri dari program-program yang tersedia selain yang tercakup dalam kriteria pasar untuk menjamin suatu tindakan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan kesejahteraan dengan tujuan meningkatkan derajat kehidupan komunal dan berfungsinya individual agar dapat mudah


(27)

menggunakan pelayanan-pelayanan maupun lembaga-lembaga yang ada pada umumnya serta membantu mereka yang mengalami kesulitan dan dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

5. Perserikatan Bangsa-Bangsa

Kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisir dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud agar memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok maupun komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial.

Kesejahteraan sosial sebagai fungsi terorganisir adalah kumpulan kegiatan yang bermaksud untuk memungkinkan individu-individu, keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas menanggulangi masalah sosial yang diakibatkan oleh perubahan kondisi-kondisi tidak baik. Tetapi di samping itu, secara luas kecuali bertanggung jawab terhadap pelayanan-pelayanan khusus, kesejahteraan sosial berfungsi lebih lanjut ke bidang yang lebih luas di dalam pembangunan sosial suatu negara.

Pada pengertian yang lebih luas, kesejahteraan sosial dapat memainkan peranan penting dalam memberikan sumbangan untuk secara efektif menggali dan menggerakkan sumber-sumber daya manusia serta sumber-sumber material yang ada di suatu negara agar dapat berhasil menanggulangi kebutuhan-kebutuhan sosial yang ditimbulkan oleh perubahan, dengan demikian dapat berperan serta dalam pembinaan bangsa (Sumarnonugroho, 1987:28).


(28)

2.1.2 Usaha Kesejahteraan Sosial

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1974, usaha-usaha kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial (Sumarnonugroho, 1987:39).

Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan yang secara konkret berusaha menjawab kebutuhan ataupun masalah-masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial dapat diarahkan pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Beberapa contoh dari usaha kesejahteraan sosial yang searah dengan tujuan pembangunan ekonomi adalah:

a. Beberapa tipe unit usaha kesejahteraan sosial yang secara langsung memberikan sumbangan terhadap peningkatan produktifitas individu, kelompok ataupun masyarakat, contohnya adalah pelayanan konseling pada generasi muda dan lain-lain.

b. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang berupaya untuk mencegah atau meminimalisir hambatan (beban) yang dapat dihadapi oleh para pekerja (yang masih produktif).

c. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang memfokuskan pada pencegahan dampak negatif urbanisasi dan industrialisasi pada kehidupan keluarga dan masyarakat atau membantu mereka agar dapat mengidentifikasi dan mengembangkan “pemimpin” dari suatu komunitas lokal.

Beberapa karakteristik usaha kesejahteraan sosial, antara lain: 1. Menanggapi kebutuhan manusia.


(29)

2. Usaha kesejahteraan sosial diorganisir guna menanggapi kompleksitas masyarakat perkotaan yang modern.

3. Kesejahteraan sosial mengarah kespesialisasi, sehingga lembaga kesejahteraan sosialnya juga menjadi terspesialisasi.

4. Usaha kesejahteraan sosial menjadi sangat luas.(Sumarnonugroho,1987)

2.2. Pelayanan Sosial

2.2.1 Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan dalam istilah kesejahteraan sosial diartikan suatu upaya atau usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik berupa materi maupun non materi agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri. Pelayanan bermakna adanya usaha atau kegiatan untuk menolong, adanya orang yang akan ditolong berupa barang, uang, tenaga dan bantuan lainnya (Jayaputra, 2005:11).

Jadi pelayanan kesejahteraan sosial yaitu semua bentuk kegiatan pelaksanaan yang dilakukan secara profesional. Kesejahteraan itu sendiri merupakan sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan individu dan kelompok untuk mencapai taraf hidup dan kesehatan. Relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka menggabungkan kemampuan dalam meningkatkan kesejahteraan yang selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Sedangkan istilah “sosial” berasal dari bahasa latin: socius yang berarti kawan atau teman. Manusia lahir dengan apa adanya kemudian mulai hidup dengan saling membina kesetia kawanan. Menurut Dr. J. A. Ponsioen, sosial dapat diartikan sebagai suatu indikasi daripada kehidupan bersama makhluk manusia, umpamanya dalam kebersamaan rasa, berfikir, bertindak dan dalam hubungan antara manusia, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, sosial juga


(30)

dapat diartikan sebagai suatu sikap saling membantu, saling tolong-menolong, saling tenggang rasa dan saling kesetiakawanan antara satu individu dengan individu yang lain, baik dalam memenuhi suatu kebutuhan maupun memecahkan suatu masalah-masalah/persoalan-persoalan yang dialami secara bersamam-sama dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi pelayanan sosial berarti usaha pemberian bantuan atau pertolongan pada orang lain, baik materi maupun non-materi agar orang tersebut dapat mengatasi masalahnya sendiri (Suparlan, 1983:76).

Pelayanan sosial dipahami secara luas dan secara sempit. Pelayanan sosial dalam pengertian luas mencakup pelayanan yang diperuntukkan bagi orang banyak atau kepentingan orang banyak yang memerlukan waktu lebih dari satu hari. Pelayanan yang dilakukan antara lain meliputi pendidikan, kesehatan, pelayanan kerja, perumahan dan lain-lain (Jayaputra, 2005:38).

Sedangkan pelayanan sosial dalam arti sempit sama dengan pelayanan sosial yang dilakukan secara khusus untuk perseorangan atau kelompok tertentu yang menggunakan waktu kurang dari enam jam. Pelayanan yang bersifat khusus antara lain terhadap lanjut usia terlantar, anak terlantar dan penyandang cacat. Pelayanan sosial terhadap lanjut usia dapat dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang peduli terhadap lanjut usia.

Secara konseptual terdapat dua pendekatan pelayanan sosial terhadap lanjut usia yaitu pendekatan berbasis lembaga dan berbasis masyarakat. Pendekatan

berbasis lembaga disebut juga pendekatan dalam panti. Pendekatan yang memberikan

pelayanan antara lain pengasramaan, permakanan, agama, kesehatan, pakaian, pendidikan, relasi sosial, keterampilan dan rekreasi. Pendekatan berbasis masyarakat yang disebut pendekatan luar panti. Sasarannya yaitu organisasi sosial, kelompok,


(31)

keluarga dan perorangan. Mereka diharapkan mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memberikan pelayanan sosial lanjut usia (Rudito, 2003:38).

Pelayanan terhadap lanjut usia terbagi dua program yaitu program pokok dan program penunjang. Khususnya program pokok antara lain tentang kesejahteraan sosial, jaminan sosial, sumber daya manusia lanjut usia, kesehatan, kesempatan kerja, pembinaan kerohanian dan keagamaan, bina keluarga lanjut usia, peningkatan sarana dan fasilitas khusus, peningkatan partisipasi keluarga dan masyarakat, organisasi sosial, dunia usaha, dan pembinaan antar generasi (Departemen Sosial RI, 2005:39).

Pelayanan terhadap lanjut usia yang sudah dilakukan pemerintah dan dunia usaha dalam kemudahan untuk sarana dan prasarana. Kegiatan yang dimaksud seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) seumur hidup bagi tiap orang yang sudah memasuki lanjut usia. Pengurangan harga (reduksi) harga tiket atau karsis penumpang bagi lanjut usia yang menggunakan angkutan darat milik PT. Kereta Api dan bus antar kota antar provinsi dari Perum DAMRI; angkutan laut untuk seluruh kapal penumpang milik PT. PELNI; angkutan udara dari maskapai penerbangan PT. Garuda Indonesia dan PT. Merpati. Pelayanan kesehatan secara cuma-cuma di tiap Puskesmas dan penyediaan sarana khusus bagi lanjut usia seperti di rumah sakit dan pertokoan (Departemen Sosial RI, 2005:39-40).

Sedangkan program penunjang terdiri dari pendataan dan perencanaan, pendidikan dan pelatihan, peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan peraturan perundang-undangan, penelitian dan pengembangan, serta peningkatan organisasi dan tata kerja. Program ini sudah dilakukan oleh lembaga pemerintah dan masyarakat yang peduli terhadap lanjut usia. Berbagai kegiatan yang sudah terbentuk seperti Perhimpunan Gerontologi Indonesia (PERGERI), Pusat Kajian tentang Lanjut Usia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.


(32)

Dalam pelayanan sosial lanjut usia yang terpenting dilakukan oleh masyarakat baik yang dilakukan dalam panti maupun luar panti. Pembinaan melalui luar panti memungkinkan masyarakat untuk ikut serta dalam pelayanan lanjut usia, karena pemerintah sampai saat ini memiliki keterbatasan antara lain jumlah dana yang tersedia kurang seimbang dengan kebutuhan pelayanan sosial lanjut usia, pelayanan sosial lanjut usia yang belum optimal dan terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang pelayanan lanjut usia (Departemen Sosial; 2002a: 50-51).

Di masyarakat mereka perlu bersosialisasi dengan melakukan berbagai kegiatan sosial seperti kegiatan keagamaan, kesehatan dan olahraga agar mereka tidak terasing dari lingkungannya. Apabila mereka hidup terasing, tidak ada yang mengurus atau tidak berpenghasilan, maka mereka mempunyai masalah sosial yang pada akhirnya berpotensi terlantar. Oleh karena itu, perlu pemberdayaan lanjut usia agar mereka tetap melaksanakan fungsi sosialnya dan berperan aktif secara wajar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sistem nilai budaya bangsa Indonesia masih memegang teguh semangat kekeluargaan yang menempatkan orang tua atau lanjut usia pada posisi yang terhormat. Lingkungan keluarga merupakan wahana yang terbaik bagi lanjut usia untuk memperhatikan dan merawat orang tua. Nilai-nilai tersebut perlu dipertahankan agar keluarga tetap berfungsi sebagai wahana utama bagi pelembagaan lanjut usia (Jayaputra, 2005:2).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa dengan demikian bangsa Indonesia masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang juga menempatkan orang tua dan lanjut usia sebagai panutan dan yang patut dihormati dan dihargai. Dikaitkan dengan hak dan kewajiban lanjut usia dapat dibedakan, hak lanjut usia untuk


(33)

dihormati dan kewajiban bagi mereka yang lebih muda untuk menghormati yang lebih tua.

2.2.2 Fungsi Pelayanan Sosial

Mengenai fungsinya maka Pelayanan sosial berfungsi untuk menciptakan integrasi sosial. Arief, Gosita, membuat peryataan bahwa:

“Fokus kebijakan sosial adalah pada lembaga-lembaga yang menciptakan integrasi dan menghindari perpecahan atau keterasingan. Pelayanan sosial melibatkan dari dalam bidang-bidang tingkah laku dan hubungan manusia yang berada di luar hak-hak timbal balik dan tanggung jawab keluarga serta kerabat dalam masyarakat modern. Pelayanan sosial mendorong terciptanya “pemberian pertolongan secara anonym” dan tanggung jawab yang berasal dari karakter manusia, tidak melalui kontak”. (Muhidin, 1992:41).

Pelayanan sosial telah dan mungkin akan diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Mengemukakan fungsi dari pelayanan sosial adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat. 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial.

4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan.

5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi.


(34)

Richard M. Titmuss mengemukakan bahwa pelayanan sosial ditinjau dari

perspektif masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial misalnya kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya.(Suparlan,1983) Selanjutnya menurut Suparlan (1983:35), menyatakan bahwa fungsi-fungsi pelayanan sosial ditinjau dari segi pandangan masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan untuk menambah kesejahteraan perorangan, keluarga, kelompok baik untuk jangka panjang maupun untuk jangka pendek.

b. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat.

c. Pelayanan atau bantuan dalam bentuk uang atau barang yang dimaksudkan sebagai investasi di dalam diri orang yang penting artinya guna mewujudkan tujuan-tujuan sosial.


(35)

2.3. Pengertian Lanjut Usia

Ada dua pengertian yang selama ini digunakan untuk menyebut orang yang berusia lanjut yaitu jompo dan lanjut usia. Sesuai yang tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), jompo artinya tua sekali dan sudah lemah fisiknya; tua renta, uzur. Tua renta menunjukkan ada orang yang sudah tua sekali dan tidak bergigi atau tidak bertenaga lagi. Uzur menunjukkan kondisi lemah badan karena sudah tua, sering sakit-sakitan atau berpenyakit.

Tahun 1980, PBB menyatakan bahwa usia 60 tahun sebagai usia peralihan ke golongan usia lanjut dari populasi. Akan tetapi, dari sudut pandang kesehatan kerja, indikasi masalah-masalah yang terkait dengan umur muncul lebih awal. Penurunannya beragam dalam usia 30-40 tahun merupakan fase awal penuaan. Demikian pula International Labour Organization (ILO) melihat secara fungsional, pada usia 45 tahun ke atas. Secara umum, bersamaan dengan bertambahnya usia beberapa kemampuan fisiologis ikut menurun dan biasanya dinilai pada usia 30-45 tahun (Sa’abah; 2001: 18-19).

Istilah jompo tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang Bantuan Penghidupan Orang Jompo. Pengertian orang jompo ialah setiap orang yang berhubungan dengan lanjutnya usia, tidak mempunyai tenaga atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor HUK 3-1-50/107 Tahun 1971 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo.

Ciri-ciri orang jompo disebutkan yaitu:

1. yang bersangkutan telah mencapai umur 55 tahun;

2. tidak mempunyai pekerjaan atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri; 3. tidak menerima nafkah secukupnya dari orang lain.


(36)

Pengertian lanjut usia, tercantum dalam kamus Besar Bahasa Indonesia yang sama, bahwa lanjut usia itu tua, sudah berumur atau tidak muda lagi. Kata yang sama mempunyai padanan seperti usia lanjut artinya adalah tahapan masa tua dalam perkembangan individu atau mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Sama juga pengertiannya berusia yang disebut juga sudah tua.

Istilah lanjut usia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Lanjut usia terbagi dua yaitu; lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa; lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Perbedaan istilah jompo dan lanjut usia dapat dilihat dari penggunaan istilah masing-masing. Istilah jompo memang sudah lama digunakan dalam percakapan sehari-hari. Jika ditinjau dari ciri-cirinya, maka jompo dalam bahasa Indonesia mempunuai makna yang sama dengan beberapa istilah dalam bahasa daerah lainnya seperti ureng tuha (Aceh); tetue (Gayo); ngamatua (Batak); kuwowo atau kamituwo (Jawa); sepuh (Sunda); bapu (Gorontalo), tomatoa (Bugis/Makassar).

Istilah lanjut usia sering juga disamakan dengan usia lanjut seperti yang selalu digunakan Departemen Kesehatan. Istilah lanjut usia mulai digunakan untuk menekankan dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkenaan dengan pelayanan terhadap lanjut usia. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia tersebut dibedakan antara lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial.


(37)

Usaha peningkatan ditujukan kepada lanjut usia potensial dan tidak potensial. Artinya pelayanan yang dilakukan sesuai dan memadai.

Lanjut usia potensial meliputi;

1. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual; 2. Pelayanan kesehatan;

3. Pelayanan kesempatan kerja;

4. Pelayanan pendidikan dan pelatihan;

5. Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam menggunakan fasilitas, sarana dan prasarana umum;

6. Pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; 7. Bantuan sosial.

Sedangkan lanjut usia tidak potensial meliputi; 1. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual; 2. Pelayanan kesehatan;

3. Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum;

4. Pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; 5. Perlindungan Sosial.

2.4. Pelayanan Sosial Lanjut Usia 2.4.1 Kebutuhan Dasar Lanjut Usia

Pelayanan terhadap lanjut usia memperhatikan kondisi lanjut usia secara fisik, psikis dan sosial. Diketahuinya kondisi lanjut usia, maka pemenuhan kebutuhan mereka dapat siseleksi seperti makanan, tempat tidur atau ruang tidurnya. Selain itu secara non fisik harus melihat kebutuhan lain yang diperlukan baik dalam panti


(38)

maupun luar panti. Diperkirakan hampir tiap lanjut usia mempunyai kebutuhan yang berbeda dan tergantung dari umur atau pengalaman yang dimiliki.

Kebutuhan dasar bagi lanjut usia diarahkan terwujudnya kesejahteraan sosial lanjut usia yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani dan sosial. Kebutuhan tersebut dimaksudkan dalam rangka menopang kelangsungan hidup organisme manusia, dengan kata lain lanjut usia yang hidup sejahtera apabila dapat memenuhi ketiga kebutuhan dasar tersebut (Departemen Sosial RI; 2000: 15-20). Kebutuhan dasar lanjut usia sebagai berikut;

1. Kebutuhan jasmani atau fisik dan disebut juga biologik atau fisiologik merupakan kebutuhan vital, jika tidak terpenuhi, maka manusia terancam yang dapat menimbulkan kegoncangan keseimbangan mental. Kebutuhan jasnani antara lain pelayanan pemenuhan kesehatan, makanan dan gizi, perumahan, sandang, olah raga dan alat bantu.

Pemenuhan kebutuhan fisik biologik sangat diperlukan lanjut usai karena mengalami perubahan anatomik dan fisiologik mulai menjadi tua, sehingga fisik cenderung menurun.

1) Proses pergantian sel lambat.

2) Mudahnya komplikasi berbagai penyakit. 3) Proses penyembuhan sakit relatif lambat. 2. Kebutuhan Mental dan psikis

Aspek psikis atau mental terjadinya kemunduran intelegensia dan emosi. Kebutuhan psikis atau mental spiritual dimaksudkan membantu lanjut usia agar memiliki sikap mental yang positif bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. Kebutuhan psikis meliputi pelayanan konseling dan pembelaan yang berkaitan dengan rasa aman, tenteram, adanya hubungan


(39)

dengan Tuhan, dekat dengan teman mempunyai hubungan baik dengan lingkungannya. Sebagai salah satu cara mendekatkan diri dengan Tuhan, lanjut usia diajak beribadah, menghadiri pengajian dan upacara-upacara keagamaan atau upacara-upacara lainnya. Hal tersebut diperlukan karena lanjut usia mengalami kemunduran, maka sering merasa rendah diri, hilang kepercayaan diri. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dan pelayanan dari organisasi sosial dan masyarakat sekitarnya dengan mengajak mereka dalam kegiatan organisasi sosial. Selain itu, menempatkan lanjut usia pada tempat yang terhormat.

3. Kebutuhan Sosial dan Ekonomi

Biasanya masa tua ditandai dengan kemampuan sosial dan finansial nilai menurun, timbul masalah psiko sosial pada lanjut usia dapat menyebabkan depresi, sehingga banyak yang mengalami ketergantungan sosial dan ekonomi. Kebutuhan sosial diperlukan dalam rangka mendekatkan diri sesama manusia. Ketidakterlibatan lanjut usia dalam masyarakat dipengaruhi kemunduran kondisi fisik dan psikis, sehingga merasa tidak berguna dalam masyarakat.

Mengurangi hal tersebut perlu diberi pelayanan sosial dari lembaga masyarakat dengan cara mengajak mereka dalam kegiatan kemasyarakatan, mengurangi rasa cemas dan melakukan hubungan sosial dengan kelompok segala umur. Pendekatan dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia di luar lingkungan keluarga. Pelayanan sosial lanjut usia dapat memberikan kesan bagi lanjut usia merasa dirinya semakin tua dan berguna. Kebutuhan sosial antara lain pelayanan bimbingan sosial, rekreasi, sosialisasi dan perlindungan. Sedangkan kebutuhan ekonomi hanya dapat dilakukan terhadap lanjut usia yang masih produktif.


(40)

Bentuk pelayanan terhadap kesempatan kerja, membantu Usaha Ekonomis Produktif (UEP) dan masuk dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB).

2.4.2. Kebijakan dan Strategi Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Pada dasarnya penduduk lanjut usia dibedakan menjadi dua macam yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia yang tidak potensial. Lanjut usia yang potensial adalah mereka yang tidak mempunyai gangguan fisik, mental dan sosial, sehingga masih dapat diberdayakan dan dikembangkan. Sedangkan lanjut usia yang tidak potensial adalah mereka yang mengalami berbagai gangguan fisik, mental dan sosial, sehingga memerlukan pelayanan khusus.

Hakekat pelayanan sosial lanjut usia sesungguhnya bertujuan pada kaedah pekerjaan sosial profesional, hak azasi lanjut usia, keterpaduan dan aksesibilitas, serta partisipasi. Prinsip pelayanan meerupakan nilai-nilai dasar sebagai segala sesuatu dengan memberikan pelayanan terbaik bagi lanjut usia.

Kebijakan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi UPTD Panti Asuhan Budi Luhur dalam pengembangan kesejahteraan sosial lanjut usia secara umum yaitu:

1. Pembinaan, peningkatan dan pengembangan peran keluarga, masyarakat lingkungan setempat, organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat dan para pengusaha dalam mewujudkan pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa;

2. Peningkatan pembinaan para lanjut usia dalam kegiatan-kegiatan usaha ekonomis produktif terarah pada pemantapan kemandirian sosial ekonomi lanjut usia;


(41)

3. Peningkatan pelayanan kesejahteraan lanjut usia di UPTD Panti Asuhan Budi Luhur dan luar panti secara multidisiplin dalam keterpaduan antar profesi, lintas sektoral maupun lintas program yang dilakukan secara komprehensif. Ada lima strategi dalam pelayanan sosial lanjut usia yaitu:

1. Pemberdayaan

Pemberdayaan diartikan sebagai peningkatan profesionalisme dan kinerja pelaku pelayanan sosial lanjut usia. Termasuk aparatur pemerintah pusat dan daerah, organisasi sosial, masyarakat dan dunia usaha serta penerima pelayanan untuk mencegah dan mengantisipasi masalah yang dihadapi. Kemudian mewujudkan aspirasi dan harapan untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia.

2. Kemitraan

kemitraan yaitu kerjasama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan dan jaringan kerja untuk menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pelayanan sosial bagi lanjut usia.

3. Partisipasi

Partisipasi meliputi prakarsa, peran aktif dan keterlibatan lanjut usia serta seluruh unsur masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan sosial bagi lanjut usia.

4. Advokasi

Advokasi meliputi pendampingan, konsultasi dan perlindungan dalam rangka pelaksanaan pelayanan sosial bagi lanjut usia.


(42)

5. Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial yaitu proses bantuan pertolongan, perlindungan, bimbingan, santunan dan perawatan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial lanjut usia.

2.4.3 Model Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Model pelayanan sosial bagi lanjut usia yang dilakukan di Indonesia terbagi dua yaitu:

1. Pelayanan Sosial Dalam Panti:

Pelayanan dalam panti, dalam hal ini UPTD Panti Asuhan Budi Luhur merupakan unit pelaksana teknis yang memberikan pelayanan sosial terhadap lanjut usia. Jenis pelayanan sosial yang diberikan yaitu berupa pemberian penampungan, jaminan hidup, pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang, bimbingan sosial, mental dan agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketenteraman lahir dan batin agar dapat menikmati taraf hidupnya secara wajar. Penyantunan dan pelayanan sosial dalam panti diperuntukkan bagi lanjut usia terlantar.

Prinsip pelayanan dalam panti;

1) Memberikan pelayanan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat lanjut usia,

2) Melaksanakan hak asasi lanjut usia,

3) Memberikan kesempatan kepada lanjut usai untuk mendapatkan hak menentukan pilihan bagi dirinya sendiri,

4) Memberikan pelayanan yang didasarkan pada kebutuhan sesungguhnya, 5) Mengupayakan kehidupan lanjut usia lebih bermakna bagi diri, keluarga


(43)

6) Menciptakan suasana kehidupan dalam panti yang bersifat kekeluargaan, 7) Menjamin terlaksananya pelayanan bagi para lanjut usia secara terus

menerus serta meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, 8) Menerapkan pendekatan antar disiplin dan antar profesi,

9) Memasyarakatkan infofmasi tentang aksesibilitas bagi lanjut usia agar dapat memperoleh kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana serta perlindungan sosial dan hukum.

2. Pelayanan Sosial Luar Panti:

Pelayanan luar panti atau non panti melalui penyantunan di lingkungan keluarga dan masyarakat merupakan suatu kegiatan yang terencana dan berkesinambungan kepada lanjut usia terlantar yang berada di lingkungannya. Para lanjut usia diberikan bantuan penghidupan agar terpenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketenteraman lahir dan batin.

Prinsip pelayanan luar panti yaitu;

1) Memberikan pelayanan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat lanjut usia,

2) Melaksanakan dan mewujudkan hak azasi lanjut usia,

3) Memberikan kesempatan kepada lanjut usia untuk mendapatkan hak menentukan pilihan bagi dirinyasendiri,

4) Memberikan pelayanan yang didasarkan pada kebutuhan sesungguhnya, 5) Mengupayakan kehidupan lanjut usia lebih bermakna bagi diri, keluarga


(44)

6) Mengupayakan lanjut usia memperoleh kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana dalam kehidupan keluarga, perlindungan sosial dan hukum,

7) Mengupayakan agar keluarga mendapatkan informasi, pengetahuan, keterampilan tentang pelayanan lanjut usia,

8) Memperdayakan keluarga agar mampu memberikan pelayanan terbaik kepada lanjut usia,

9) Keluarga berkewajiban melindungi hak dan milik pribadi lanjut usia, 10)Pengembangan wawasan, strategi dan teknik dalam pelayanan terhadap

lanjut usia yang berbasiskan keluarga. Model pelayanan sosial lanjut usia luar panti antara lain:

1) Pelayanan Sosial di Rumah Sendiri

Pelayanan sosial di rumah sendiri (Home Care Services) adalah bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia yang dilakukan di rumah atau di lingkungan keluarga sendiri. Tujuannya membantu keluarga dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah lanjut usia. Sekaligus memberi kesempatan kepada lanjut usia untuk tetap tinggal dalam keluarganya. 2) Pelayanan Sosial di Keluarga Pengganti

Pelayanan sosial di keluarga pengganti (Foster Care Service) adalah pelayanan sosial kepada lanjut usia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lanjut usia tinggal bersama keluarga lain sebagai pengganti keluarga sendiri karena keluarganya tidak dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan lanjut usia. Tujuannya untuk membantu memenuhi


(45)

kebutuhan dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi lanjut usia dan keluarganya.

3) Pelayanan Sosial melalui Usaha

Pelayanan sosial melalui usaha dimaksudkan pelayanan untuk lanjut usia yang bersifat sosial ekonomis yang dapat dilakukan secara perorangan atau kelompok. Tujuannya sebagai upaya memberdayakan lanjut usia potensial untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi atau membantu mengatasi masalah ekonomi yang dialami lanjut usia.

Pelayanan melalui usaha secara perorangan yaitu Usaha Ekonomis Produktif (UEP) dengan sasaran lanjut usia yang bersangkutan. Jenis usahanya yang mudah dilakukan sendiri seperti peternakan unggas, jualan kelontong dan tanaman hias. Sedangkan secara kelompok yaitu Kelompok Usaha Bersama (KUB) kegiatan yang melalui kelompok. Jenis usahanya antara lain ternak unggas, ikan, kambing, sapi atau hewan sejenisnya, pembuatan kue dan lain-lain.

4) Pelayanan Sosial lainnya

Jenis pelayanan sosial lainnya yaitu: a. Pelayanan Peningkatan Gizi

Pelayanan peningkatan gizi lanjut usia adalah pelayanan yang dilaksanakan di lingkungan RT/RW dalam satu kelurahan. Tujuannya untik pemenuhan kebutuhan permakanan dan peningkatan gizi lanjut usia yang tidak mampu, sasarannya yaitu lanjut usia yang tidak mampu. Di kabupaten Aceh tengah khususnya di Takengon kegiatan semacam ini dilakukan oleh Pusat Santunan Asuhan


(46)

Keluarga (Pusaka) dan Kelompok Kerja Kesejahteraan Sosial Usaha Masyarakat (Pokja Kesuma).

b. Pelayanan Informasi

Pelayanan informasi adalah pelayanan tentang lanjut usia yang dilakukan suatu lembaga yang menyediakan informasi tentang lanjut usia. Tujuannya untuk memberikan informasi kepada berbagai pihak yang membutuhkan data dan informasi tentang lanjut usia. Sasarannya yaitu lanjut usia, keluarga dan masyarakat.

2.4.4 Pelembagaan Lanjut Usia

Pelembagaan lanjut usia bertujuan; terbina kualitas dan meningkatnya pemberdayaan para lanjut usia di berbagai bidang pembangunan; meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan para lanjut usia dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa serta nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yanag Maha Esa; meningkat dan berkembangnya kegiatan pembinaan lanjut usia dan melembaganya pembinaan oleh keluarga, masyarakat dan organisasi sosial.

Program pokok:

1. Kesejahteraan

Bertujuan untuk meningkatkan kualitas penghidupan dan kehidupan lanjut usia dengan memelihara dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosial mereka serta melembagakan usaha kesejahteraan sosial bagi lanjut usia. 2. Jaminan Sosial

Bertujuan untuk memelihara, memberi perlindungan dan meningkatkan taraf kesejahteraan lanjut usia.


(47)

Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan para lanjut usia dengan menanamkan pola hidup sehat.

3. Peningkatan Sumber Daya Manusia

Bertujuan memberikan kesempatan bagi para lanjut usia yang berpotensi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

4. Kesempatan Kerja

Bertujuan untuk membina dan mendayagunakan para lanjut usia yang potensial sesuai dengan kemampuan pengetahuan dan pengalamannya. 5. Membina Kerohanian dan Keagamaan

Bertujuan untuk membina, meningkatkan dan memantapkan iman dan ketaqwaan sesuai dengan agamanya.

6. Bina Keluarga Lanjut Usia

Bertujuan untuk menggalakkan, membina dan meningkatkan peranan keluarga dalam memberikan pelayanan terhadap lanjut usia.

7. Peningkatan Sarana bagi Lanjut Usia

Bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi para lanjut usia untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari

8. Pembinaan Antar Generasi

Bertujuan untuk memelihara, memperkuat dan memasyarakatkan nilai-nilai budaya bangsa yang menghormati, menghargai para lanjut usia. 9. Penyelenggaraan Hari Lanjut Usia Nasional

Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab bersama seluruh masyarakat dalam upaya pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa.


(48)

2.5 Kerangka berfikir

Jumlah lanjut usia bertambah sekarang ini salah satunya, disebabkan oleh faktor usia manusia yang semakin bertambah tua. Keadaan tersebut membuat semakin banyaknya para lanjut usia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak mampu lagi bekerja untuk kelangsungan hidupnya. Sebagian besar masyarakat yang ada di Takengon memilih berkebun kopi, dan untuk melakukan kegiatan berkebun ini memerlukan tenaga serta stamina yang cukup. Cara ini yang mereka lakukan untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup mereka. Maka dari itu seorang yang telah mencapai tingkat lanjut usia tentu tidak sanggup lagi berkebun dikarenakan tenaga dan stamina yang tidak mendukung lagi.

Untuk itu, suatu instansi pemerintah atau lembaga sosial yang turun langsung untuk membantu para lanjut usia sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk menangani lanjut usia agar tidak terlantar dan dapat diurus bagi yang tidak memiliki sanak saudara, agar mereka tetap dapat menentukan kelangsungan hidupnya, maka dari itu UPTD Panti Asuhan Budi Luhur untuk tingkat lanjut usia juga akan memberikan perlindungan bagi mereka. Keberhasilan dari standarnisasi pelayanan kesejahteraan bagi lanjut usia tentu akan mempengaruhi perkembangan dari para lanjut usia itu sendiri, baik jasmani maupun rohani mereka.

Keberhasilan pelaksanaan standar pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di UPTD Panti Asuhan Budi Luhur sangat dipengaruhi oleh pelayanan sosial, fasilitas yang ada sebagai pendukung, keahlian pekerja sosial dalam mengadakan pendekatan serta dukungan klien (lanjut usia). Penyediaan Panti Asuhan ini merupakan upaya agar hak-hak dari para lanjut usia dapat terpenuhi yang dapat mendorong kelancaran proses kelangsungan hidup mereka. Untuk memperjelas kerangka pemikiran dapat dilihat bagan di berikut ini:


(49)

Kerangka Berpikir

2.6. Definisi

2.6.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1981:33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

UPTD Panti Asuhan BUDI LUHUR

Pelayanan Sosial

Fasilitas yang ada Sebagai pendukung

Pelayanan

Keahlian Pekerja Sosial

Dukungan Klien

Standar Pelayanan Kesejahteraan Sosial


(50)

Untuk mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang akan digunakan sebagai berikut:

1. Standar pelayanan adalah sesuatu yang dipakai sebagai contoh atau dasar yang sah bagi ukuran, takaran atau timbangan dalam suatu upaya atau usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik berupa materi maupun non materi agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri.

2. Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih yang karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara rohani dan jasmani maupun sosial.

3. Panti Asuhan Budi Luhur adalah merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Tengah yang menangani bidang pelayanan sosial lanjut usia dan anak yatim piatu serta anak terlantar.

2.6.2 Defenisi Operasional

Masri Singarimbun dan Sofyan Efendy mengatakan bahwa defenisi operasional adalah unsur yang memberitahukan bagaimana caranya, megukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:46). Yang menjadi indikator-indikator dalam standar pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di UPTD Panti Asuhan Budi Luhur: 1. Pelayanan sosial di tunjukkan oleh standarisasi yang ada dan diberikan oleh Panti

Asuhan Budi Luhur bagi lanjut usia yang menjadi bagian dari panti tersebut. Pelayanan tersebut meliputi pemberian penampungan, jaminan hidup, pakaian, kesehatan, bimbingan sosial, mental dan agama.


(51)

2. Fasilitas pendukung diukur dari sarana yang terdapat pada suatu panti asuhan, seperti gedung, perlengkapan, keterampilan, ruang kesehatan dan media informasi bagi lanjut usia.

3. Keahliaan pekerja sosial diukur dari cara pendekatan yang dilakukan pekerja sosial dalam menangani masalah yang timbul dan diajukan oleh lanjut usia yang dalam panti tersebut.

4. Dukungan klien ditunjukan seberapa besar keterlibatan para lanjut usia terhadap pelayanan yang dilakukan dan sejauh mana peran serta lanjut usia dalam menerima pelayanan tersebut.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, yaitu yang dapat diartikan sebagai penelitian yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian, lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1993:63).

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur Jl. Lebe Kader no 36 Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena UPTD Panti Asuhan Budi Luhur Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi merupakan salah satu perangkat daerah yang berkiprah dalam pelayanannya membantu kesejahteraan sosial para lanjut usia di daerah tersebut.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tunbuh-tunbuhan, gejala-gejala, nilai atau peristiwa sebagai sumber daya yang memiliki karakter tertuntu dalam suatu penelitian (Nawawi, 1991:141). Dari pengertian tersebut maka populasi dari penelitian ini adalah seluruh lanjut usia yang terdaftar dalam Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Panti Asuhan Budi Luhur yang berjumlah 44 orang.


(53)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil datanya dengan menggunakan cara-cara tertentu (Nawawi, 1991:144). Dalam suatu penelitian sering timbul pertanyaan akan besarnya sampel yang harus diambil untuk mendapatkan data yang sifatnya harus representatif (mewakili). Maka dalam mengambil sampel penelitian ini, peneliti berpedoman pada pendapat Suharsini Arikunto yang menyatakan bahwa untuk subjek yang kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya (Arikunto, 1992:45). Dengan demikian semua populasi dijadikan sampel, yakni 44 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, maka dalam penelitian digunakan teknik sebagai berikut:

1. Penelitian Lapangan (field reseach)

Penelitian ini dilakukan dengan cara langsung terjun kelapangan untuk mengumpulkan data-data melalui:

a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian. b. Wawancara, yaitu dimaksudkan untuk mengajukan pertanyaan secara

tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperlukan.

c. Angket (questioner), yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menyebarkan angket kepada lanjut usia yang menjadi responden.


(54)

2. Penelitian Kepustakaan (library reseach), yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan melalui buku-buku, karya ilmiah, artikel, bulletin, dan lain-lain yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

3.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, yaitu metode analisa yang dilakukan dengan mengolah, menyajikan dan menginterpretasikan data sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti, kemudian data tersebut diberi komentar sesuai dengan data, fakta dan informasi yang telah dikumpulkan melalui pemahaman empiris (Nawawi, 1993:62).

Dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: data hasil wawancara dipilih (editing), karena data yang diperoleh dari lapangan sifatnya sangat luas dan tidak semua data tersebut dapat mendukung tujuan penelitian. Data hasil kisioner dikelompokkan, disusun dan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi sesuai dengan kategori masing-masing.


(55)

BAB IV

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

4.1. Sejarah Singlkat Berdirinya Panti Asuhan Budi Luhur

Panti asuhan Budi Luhur Takengon adalah salah satu Panti Asuhan Pemerintah yang berada di Daerah Tingkat II Aceh Tengah dalam Provinsi Daerah Istimewa Aceh ( Kabupaten Aceh Tengah Provinsi NAD), berfungsi sebagai pelayanan sosial dibidang pembinaan lanjut usia terlantar, miskin, dan yang tidak mempunyai sanak keluarga, melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Panti Asuhan juga salah satu upaya memberikan bantuan bagi mereka-mereka yang belum beruntung sesuai dengan makna dari UUD 1945 pasal (34).

Panti asuhan ini bermula didirikan oleh Jawatan Agama Kabupaten Aceh Tengah seksi Baitulmaal pada waktu itu disebut “ Asrama Penyantunan Fakir

Miskin dan Yatim Piatu” berdiri tepat pada tanggal 1 Maret 1948. Untuk

mewujudkan cita-cita ini dibangunlah sebuah rumah yang terdir dari atap seng, dinding dan lantai papan dengan berkapasitas dapat menampung 25 orang, diatas tanah di Paya Ilang dalam kecamatan Bebesen (sekarang Jalan Lebe Kader) Takengon. Atas inisiatif dari tokoh-tokoh masyarakat pada waktu itu dengan tujuan utama agar dapat menampung dan meyantuni fakir miskin, lanjut usia yatim/ piatu, terutama sekali lanjut usia yang berjuang demi kemerdekaan dalm mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia yang kita cintai ini.

Disamping menampung anak yatim, juga berfungsi sebagai penampung sementara bagi para pengungsi-pengungsi yang terus berdatangan dari daerah Sumatera Utara melalui jalur Berastagi, Kabanjahe, Kotacane, Blang Kejeren dan masuk ke Daerah Tingkat II Aceh Tengah (Takengon), akibat berkecambuknya perang melawan Belanda dan sekutunya pada tahun 1948 dan 1949.


(56)

Pada masa itu asrama atau panti asuhan ini telah menampung 16 orang lanjut usia yatim/ piatu, fakir miskin dan pengungsi yang pada waktu itu pimpinan pertama oleh Ibu Cut Mara Intan, yang kemudian digantikan oleh Bapak Tgk. Abdussalam yang keduanya dari Seksi Baitulmaal. Pembiayaan untuk menyatuni para penghuni asrama atau panti asuhan diperoleh dari Baitulmaal melalui penerimaan dari masyarakat berupa zakat, sedekah dan sebagainya.

Berhubung karena kesulitan teknis, baik mengenai pengurusan, penyelenggaraan pendidikan lanjut usia dan lain-lain, maka oleh pihak Baitulmaal pengolahan asrama atau panti asuhan diserahkan kepada Jawatan Sosial Kabupaten Aceh Tengah ( istilah pada waktu itu, yang sekarang Dinas Sosial Tenaga Kerja da Transmigrasi) tepatnya pada tanggal 16 Mei 1951, yang kemudian oleh Jawatan Sosial tersebut member nama menjadi “ Asrama Sosial Kabupaten Aceh Tengah” dengan menunjuk pimpinan asrama Bapak Alimatsyah pegawai Jawatan Sosial yang sempat bertugas sampai bulan Juli 1952, kemudian digantikan oleh Tgk. Ashaluddin.

Peristiwa demi peristitiwa dengan meletusnya peristiwa Aceh Tengah pada tahun 1953 yang dikenal dengan Pemberontakan DI/TII dan daerah Kota Takengon sempat diduduki oleh tentara DI/TII selama 2 bulan, kemudian penyelenggaraan asram atau panti ini diambil alih oleh pihak DI/TII dengan membentuk panitia sendiri sedangkan pimpinan asrama atau panti tetap dipilih oleh Bapak Tgk. Ashaluddin, sehingga fungsi asrama atau panti tetap seperti biasa walaupun banyak menghadapi kesukaran-kesukaran, namun demikian Insya Allah lanjut usia tidak terlantar perawatannya.

Setelah KotaTakengon dapat direbut kembali oleh Tentara Naisonal Indonesia (TNI) maka asrama atau panti ini diambil kembali oleh Kantor Sosial Aceh Tengah untuk melanjutkan kembali pelaksanaan perawatan lanjut usia seperti sediakala. Dari


(57)

awal pendirian, baik sebelum ataupun sesudah diserahkan ppengelolaan asraa atau panti kepada Kantor Sosial sampai pada masa pemberontakan DI/TII berlangsung coba-cobaan yang harus dihadapi, baik moril maupun materiil. Dapat dibayangkan biaya perawatan untuk membiayai panti pada waktu itu jumlahnya sangat kecil dan tidak mencukupi, sedangkan biaya yang disediakan oleh pemerintah melalui Jawatan Sosial pelaksanaanya selalu tersendat-sendat pengirimannya dari Medan Sumatera Utara, karena waktu itu Pemerintah Daerah tunduk ke Sumatera Utara. Konon lagi akibat perhubungan sangat sukar dan berbahaya dan harus dengan kawalan (konvoi), karena disepanjang jalan masih terjadi pemberontakan dan gangguan dari pihak DI/TII. Namun demikian, rasa kesetiakawanan sosial masyarakat pada waktu itu sangat besar untuk memberikan sumbangan dan sedekah yang bermanfaat bagi asrama atau panti asuhan ini. Tidak mengherankan pada waktu itu sempat juga warga asrama atau panti hanya memakan ubi rebus sebagai bahan pokok yang terdapat dipekarangan asrama.

4.2. Struktur Organisasi Lembaga

Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Organisasi dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan orang-orang yang bekerja sama dalam usahanya mencapai tujuan. Agar usaha kerjasama tersebut dapat berhasil atau dapat tercapai maka di dalam organisasi diperlukan struktur organisasi yang tegas dan jelas. Hal ini dimaksudkan agar ada kejelasan batas-batas tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap individu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Kejelasan terhadap segala aktivitas individu dalam organisasi tidak tumpang tindih.

Demikian halnya dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Panti Asuhan Budi Luhur sebagai suatu organisasi formal juga mempunyai struktur organisasi.


(58)

adapun struktur organisasi Panti Asuhan Budi Luhur adalah sebagai berikut:

KEPALA UPTD

Struktur Organisasi Panti Asuhan Budi Luhur

Nip.196512011994301007 Drs. Ali Husin

Iwardatika Nip. 380 048 268

A.B.D. Rahman. I NIP. 170 018 370

Syamsuardi NIP. 390 012 762

Juru Masak

Farida

Imam Shalat Isrin Mahja

Guru Ngaji Chairul Fauzi. S. Pdi

Lanjut Usia Bhakti

Sri Rachman

Bhakty/Operator Sawaludin


(1)

karakteristik Responden

1. Nama :

2. Umur : Tahun

3. Jenis Kelamin :

4. Agama :

5. Etnis/Suku Bangsa :

6. Pendidikan Terakhir : a. Tidak Sekolah b. SD

c. SMP d. SMU

7. Sudah berapa lama bapak dan ibu tinggal di Panti Asuhan Budi Luhur ini ? a. 1-3 Tahun

b. 4-6 Tahun

c. Baru saja menetap

8. Apakah sebelumnya bapak dan ibu sudah tahu mengenai Panti Asuhan Budi Luhur ini ?

a. Ya b. Tidak

c. Tidak tahu sama sekali

9. Siapa yang membawa bapak dan ibu datang ke Panti ini ? a. Keluarga

b. Tetangga/orang lain c. Sendiri

10. Apakah bapak/ibu masih memiliki saudara lagi ? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu


(2)

1. Kebutuhan Pelayanan Panti

11. Bagaimanakah tanggapan bapak dan ibu terhadap pemenuhan kebutuhan pangan (menu makanan) yang bapak dan ibu terima setiap hari di Panti ini ?

a. Memuaskan b. Tidak Memuaskan c. Tidak mau tahu

12. Apakah menurut bapak dan ibu menu makanan yang disediakan memenuhi syarat empat sehat lima sempurna ?

a. Ya b. Tidak

c. Tidak mengerti

13. Bagaimana tanggapan bapak dan ibu mengenai pelayanan kebutuhan sandang (pakaian) yang diterima dari UPTD Panti Asuhan Budi Luhur ini ?

a. Terpenuhi b. Tidak Terpenuhi c. Biasa-biasa saja

14. Bagaimana tanggapan bapak dan ibu mengenai pemenuhan kebutuhan papan (perumahan) yang diterima selama di Panti ?

a. Terpenuhi b. Tidak Terpenuhi c. Biasa-biasa saja

15. Apabila bapak dan ibu sakit, bagaimana respon dari Panti ini ? a. Peduli (langsung membawa berobat)

b. Tidak Peduli

c. Memberikan pertolongan seadanya

16. Bila bapak dan ibu sakit parah, apakah dibawa ke dokter ? a. Ya

b. Tidak


(3)

2. Fasilitas Pelayanan

17. Apakah fasilitas kamar tidur di UPTD Panti Asuhan Budi Luhur ini nyaman untuk digunakan ?

a. Ya b. Tidak c. Biasa saja

18. Apakah fasilitas ibadah di Panti ini bisa untuk melakukan ibadah? a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu sama sekali

19. Apakah fasilitas kamar mandi Panti ini bisa untuk digunakan ? a. Ya

b. Tidak c. Biasa saja

20. Apakah di UPTD Panti Asuhan Budi Luhur memiliki tempat pelatihan keterampilan ?

a. Ya b. Tidak

c. Tidak tahu-menahu

21. Bagaimana partisipasi bapak/ibu terhadap pelatihan keterampilan tersebut ? a. Aktif sekali

b. Tidak Aktif sama sekali c. Kadang-kadang

22. Kegiatan pelatihan keterampilan apa saja yang bapak/ibu suka di Panti ini ? a. Kegiatan kerajinan Tangan

b. Kegiatan bercocok tanam

c. Lain-lain, sebutkan………...……... 23. Bagaimana pendapat bapak dan ibu mengenai sarana pendukung keterampilan

tersebut ? a. Mendukung b. Tidak Mendukung c. Tidak mau tahu


(4)

24. Selama berada di Panti, apakah bapak dan ibu sudah mendapat pelatihan keterampilan ?

a. Sudah b. Belum

c. Tidak tahu sama sekali mengenai adanya pelatihan

25. Apakah UPTD Panti Asuhan Budi Luhur menghadirkan instruktur khusus untuk memberikan keterampilan tersebut ?

a. Ya b. Tidak

26. Berapa kali pendidikan keterampilan diberikan dalam seminggu ? a. 1-2 kali

b. 3-4 kali c. 7 kali

27. Apakah di UPTD Panti Asuhan Budi Luhur ini bisa digunakan sebagai tempat bimbingan rohani?

a. Ya b. Tidak

c. Tidak bisa memprediksi

28. Bagaimana frekuensi bimbingan rohani yang bapak dan ibu terima selama tinggal di Panti ?

a. Setiap hari b. Setiap minggu c. Setiap bulan

3. Keahlian Pekerja Sosial UPTD Panti Asuhan Budi Luhur

29. Bagaimanakah pendapat bapak dan ibu terhadap sikap pengurus Panti ? a. Otoriter (keras dan suka memberi banyak larangan)

b. Baik

c. Acuh tak acuh

30. Apakah para pengurus Panti dapat memberikan pelayanan yang baik bagi para lansia di Panti ini ?

a. Ya b. Tidak


(5)

c. Bias-biasa saja

31. Bila bapak dan ibu melanggar peraturan, apakah para pengurus Panti pernah marah sampai memukul atau melakukan tindak kekerasan ?

a. Kadang-kadang b. Sering

c. Tidak pernah

32. Apakah bapak dan ibu suka akan sikap pengurus Panti dalam membina lanjut usia ?

a. Suka b. Tidak suka c. Biasa saja

33. Apakah bapak dan ibu pernah mendapatkan sikap yang tidak adil dari Panti ? a. Pernah

b. Tidak pernah

c. Tidak mau tahu. Alasannya……… 4. Dukungan Perilaku Lanjut Usia yang ada di Panti

34. Selama berada di Panti apakah bapak dan ibu mematuhi peraturan yang ada ? 4.a kepatuhan menjalankan peraturan panti

a. Ya b. Tidak

c. Sesekali melanggar

35. Apakah bapak dan ibu peduli dengan lingkungan Panti sebagai tempat tinggal? 4.b Kepedulian terhadap Panti

a. Peduli b. Tidak peduli c. Biasa saja

36. Apabila bapak-ibu keluar dari Panti ini, apakah bapak-ibu akan tetap peduli terhadap Panti ini ?

a. Peduli b. Tidak Peduli c. Tidak tahu


(6)

37. Apabil bapak-ibu mengalami kesulitan, apakah bapak dan ibu mau berbagi dengan pengurus Panti yang ada disini ?

4.c Kesediaan mengungkapkan masalah

a. Ya b. Tidak

38. Apakah para pekerja sosial Panti mau mendengarkan segala kesulitan bapak dan ibu ?

a. Ya

b. Kadang mau, terkadang tidak c. Tidak mau sama sekali


Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar

4 96 133

Efektivitas Pelayanan Sosial UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Siborong-borong bagi Lanjut Usia Di Kabupaten Tapanuli Utara

8 97 75

Spiritualitas Lanjut Usia (Lansia) di Unit Pelayanan Teknis Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Magetan

0 2 5

GAMBARAN TINGKAT SPIRITUALITAS LANSIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA Gambaran Tingkat Spiritualitas Lansia Di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Magetan.

0 1 16

GAMBARAN TINGKAT SPIRITUALITAS LANSIA DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA Gambaran Tingkat Spiritualitas Lansia Di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Magetan.

0 1 13

PERAN PEKERJA SOSIAL DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA(PSTW) YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR DALAMMENINGKATKAN KESEJAHTERAAN LANJUT USIA.

0 2 147

Efektivitas Pelaksanaan Model Pelayanan Reguler Bagi Lanjut Usia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai dan Medan

0 0 17

Efektivitas Pelaksanaan Model Pelayanan Reguler Bagi Lanjut Usia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai dan Medan

0 0 2

Efektivitas Pelaksanaan Model Pelayanan Reguler Bagi Lanjut Usia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai dan Medan

0 0 14

Efektivitas Pelaksanaan Model Pelayanan Reguler Bagi Lanjut Usia di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia Wilayah Binjai dan Medan

0 0 48