Kajian peningkatan skala fermentor produksi bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis aizawai menggunakan substrat limbah cair tahu dan air kelapa

KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI
BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai
MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN
AIR KELAPA

SKRIPSI

DEVI ARYATI
F34070018

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

STUDY OF SCALE UP FOR BIOINSECTICIDES PRODUCTION FROM
Bacillus thuringiensis aizawai USING LIQUID WASTE INDUSTRIAL TOFU AND
COCONUT WATER SUBSTRATE
Devi Aryati and Mulyorini Rahayuningsih
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java,

Indonesia.

ABSTRACT
Bacillus thuringiensis aizawai is one type of bacteria which often used in the production of
microbial bioinsecticide because this patties very effective in controlling larvae of Lepidoptera
and Diptera, especially the leaf caterpillar pests of cabbage and other vegetables. The use of
biopesticides in Indonesia is still rarely because bioinsecticide marketed in Indonesia is still an
import product so that price is relatively expensive. This problem can be overcome with producing
bioinsecticide contain active Bacillus thuringiensis aizawai using local raw materials such as
liquid waste industrial tofu and coconut water. The objectives of this research was to study the
scale up based on the optimum conditions for growth of Bacillus thuringiensis subsp. aizawai in
pilot and industrial scale in the production of bioinsecticide microbial use of liquid waste of
industrial tofu and coconut water. Carbon-nitrogen ratio in this research is (7:1), with 80 : 20
composition of liquid waste of industrial tofu and coconut water, the starter added 10% (v/v),
cultivation time during 72 hours and using fermentors 3 and 40 liters. The highest toxicity of the
product can be obtained through bioassay test to larvae Croccidolomia pavonana and the highest
toxicity levels is at 48 hours fermentation with LC50 value of 0.01 mg/L. The result showed that by
0.01 mg/L bioinsecticide microbial could kill 50% of the target insect. Range of pH value from
5.25.-7.23, and the highest total plate count (TPC) is 1.44 x 107 CFU/ml in the fermentor with a
capacity of 40 litres. The highest viable spore count (VSC) is 8.03 x 105 spores/ml in fermentor

with a capacity of 40 litres with cultivation 72 hours. The calculation of the scale up on industrial
scale fermentor 10,000 L showed that the needs of Pg/V are 0.0256 HP/m3 per second, a rate of
aeration: 0.27 VVM and agitation speed: 0.47 rps. Based on the similarity of geometry fermentor
10,000 litres, fermentor has tank diameter: 2.09 m and impeller diameter: 0.85 m with a working
volume of 7,000 litres.

Keyword : bioinsecticide, Bacillus thuringiensis aizawai, scale up, Pg/V

DEVI ARYATI. F34070018. Kajian Peningkatan Skala Fermentor Produksi Bioinsektisida
dari Bacillus thuringiensis aizawai Menggunakan Substrat Limbah Cair Tahu dan Air
Kelapa. Di bawah bimbingan Mulyorini Rahayuningsih. 2011.

RINGKASAN
Bioinsektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa toksik yang yang berfungsi
untuk membunuh atau menghambat perkembangan spesies insekta yang dapat dihasilkan oleh
tumbuhan maupun yang menggunakan organisme hidup seperti virus, bakteri, dan jamur. Sifat
insektisida ini aman terhadap organisme non-target, manusia dan lingkungan karena memiliki
derajat spesifisitas yang tinggi dan relatif kecil terjadinya resistensi atau kekebalannya pada
serangga hama. Bacillus thuringiensis aizawai merupakan salah satu jenis bakteri yang banyak
dimanfaatkan dalam produksi bioinsektisida mikrobial karena patotipe Bacillus thuringiensis

aizawai sangat efektif mengendalikan larva Lepidoptera, terutama ulat daun kubis dan hama-hama
sayuran lainnya.
Di Indonesia, penggunaan biopestisida masih jarang dikarenakan bioinsektisida bermerk
yang beredar di Indonesia merupakan produk impor sehingga harganya relatif mahal. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, dapat digunakan alternatif produksi bioinsektisida berbahan
aktif Bacillus thuringiensis aizawai dengan menggunakan bahan baku lokal seperti limbah cair
tahu dan air kelapa. Limbah cair tahu masih mengandung nutrisi khususnya kandungan karbon dan
nitrogennya yang dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai, serta
dengan penambahan air kelapa yang bersifat fermentable sugar dapat dijadikan media
pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai yang baik. Saat ini, telah banyak penelitian skala
laboratorium yang mengembangkan bioinsektisida mikrobial yang efektif untuk mengendalikan
hama pertanian salah satunya penelitian yang dilakukan Rachmawati (2011), menyatakan bahwa
komposisi formulasi media dari limbah cair tahu dan air kelapa yang menghasilkan tingkat
toksisitas tertinggi adalah 80:20 dengan waktu fermentasi selama 48 jam dengan rasio C/N adalah
7:1.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji peningkatan skala fermentor
berdasarkan kondisi optimum pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai pada skala pilot dan
industri dalam produksi bioinsektisida mikrobial menggunakan limbah cair tahu dan air kelapa
berdasarkan parameter kebutuhan daya per volume. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini
adalah untuk memanfaatkan limbah cair tahu dan air kelapa untuk produksi bioinsektisida serta

mengetahui pertumbuhan dan daya toksisitas Bacillus thuringiensis aizawai pada fermentor 3 dan
40 liter.
Pada penelitian ini diterapkan kondisi-kondisi optimal untuk pertumbuhan bakteri Bacillus
thuringiensis subsp. aizawai dari penelitian skala laboratorium yakni komposisi media yang
digunakan adalah 80% limbah cair tahu dan 20% air kelapa, perbandingan rasio C/N 7:1, agitasi
200 rpm, serta laju aerasi 1 vvm pada fermentor yang memiliki kapasitas 3 liter dengan waktu
fermentasi selama 72 jam menggunakan fermentor tangki berpengaduk. Berdasarkan kesamaan
gometri fermentor maka dilakukan peningkatan skala pada skala pilot menggunakan fermentor 40
liter dengan volume kerja 22 liter dengan kecepatan agitasi 104 rpm dan laju aerasi 0.9 vvm.
Hasil perhitungan jumlah sel menunjukkan bahwa jumlah sel terus meningkat seiring
lamanya waktu fermentasi, dimana jumlah tertinggi adalah pada jam ke 72 pada fermentor
berkapasitas 40 liter yaitu 1.44 x 107 CFU/ml dengan pH cairan fermentasi berkisar antara 5.25-

7.23. Pembentukan spora mulai terjadi pada jam ke 12 dengan kecenderungan jumlah spora
meningkat dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Hasil perhitungan jumlah spora
menunjukkan bahwa jumlah spora tertinggi adalah pada waktu fermentasi 72 jam pada fermentor
berkapasitas 40 liter yaitu 8.03 x 105 spora/ml. Bobot biomassa tertinggi dihasilkan pada waktu
fermentasi ke 48 jam yaitu 0.033 g/ml. Efisiensi penggunaan substrat menunjukan metabolisme
sel, dimana efisiensi penggunaan substrat tertinggi adalah pada skala fermentor 40 liter yaitu
sebesar 95.78% yang menunjukkan bahwa peningkatan skala pada skala pilot menghasilkan

metabolisme yang lebih baik.
Aktivitas bioinsektisida mikrobial ditentukan dengan menggunakan metode bioassay untuk
menetukan kadar letal (LC50) dan potensi produk. LC50 merupakan konsentrasi bioinsektisida yang
menyebabkan 50 % serangga uji mati. Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat toksisitas tertinggi
adalah pada waktu fermentasi 48 jam dengan nilai LC50 sebesar 0.01 mg/L. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan 0.01 mg/L bioinsektisida mikrobial dapat mematikan 50% serangga target.
Hasil perhitungan penggandaan skala pada skala industri yaitu fermentor 10,000 L
menunjukkan bahwa kebutuhan Pg/V adalah 0.0256 HP/m3 per sekon dengan laju aerasi sebesar
0.27 vvm, dan kecepatan agitasi 0.47 rps. Berdasarkan kesamaan geometri, fermentor 10,000 liter
memiliki diameter tangki 2.09 m dan diameter impeller 0.85 m dengan volume kerja 7,000 liter.

KAJIAN PENINGKATAN SKALA FERMENTOR PRODUKSI
BIOINSEKTISIDA DARI Bacillus thuringiensis aizawai
MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU DAN
AIR KELAPA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
Devi Aryati
F34070018

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Kajian Peningkatan Skala Fermentor Produksi Bioinsektisida dari Bacillus
thuringiensis aizawai Menggunakan Substrat Limbah Cair Tahu dan Air
Kelapa

: Devi Aryati
: F34070018

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si.
NIP. 19640810 198803 2 002

Mengetahui:
Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
NIP. 19621009 198903 2 001

Tanggal lulus: 8 Juli 2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian

Peningkatan Skala Fermentor Produksi Bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis aizawai
Menggunakan Substrat Limbah Cair Tahu dan Air Kelapa adalah hasil karya saya sendiri
dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011
Yang membuat pernyataan

Devi Aryati
F34070018

© Hak cipta milik Devi Aryati, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

BIODATA PENULIS

Devi Aryati lahir di Indramayu, 6 April 1990 dari ayah Suhari dan ibu
Karsem, sebagai putri kedua dari lima bersaudara. Penulis menamatkan
SMA pada tahun 2007 dari SMAN 1 Sindang-Indramayu dan pada
tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri
Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakutas
Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif
dalam berbagai kegiatan di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri
(Himalogin), Organisasi Mahasiswa Daerah Indramayu, dan termasuk menjadi Asisten Mata
Kuliah Praktikum Bioproses 2011. Pada tahun 2009, penulis mengikuti lomba paper
Agroindustrial Competition tingkat nasional dan memperoleh juara 3. Selain itu, pada tahun 2010
penulis mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian dengan judul “Produk Inovasi
Baru Nasi Cepat Masak Alternatif Pengganti Beras dengan Bahan Dasar Sukun yang Kaya
Isoflavon” yang lolos didanai DIKTI. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di
pabrik gula, PT. PG Rajawali II unit PG Jatitujuh dengan judul “Mempelajari Proses Produksi dan
Pengawasan Mutu Gula Di PT. PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh, Majalengka-Jawa Barat”.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Peningkatan Skala

Fermentor Produksi Bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis aizawai Menggunakan Substrat
Limbah Cair Tahu dan Air Kelapa dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium
Dasar Ilmu Terapan, Departemen Teknologi Industri Pertanian sejak bulan Maret sampai Juni 2011.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan lancar.
2. Ayah dan Ibu tercinta serta keluarga tersayang yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan
do’a.
3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M. Si. sebagai dosen pembimbing akademik atas segala dan
bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Ir. M. Yani dan Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si. sebagai dosen penguji atas segala bimbingan
dan saran dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Rini Purnawati, Ibu Egnawati, Ibu Sri Mulyasih, Pak Edy Sumantri, Pak Gunawan, Pak
Sugiyardi, Pak Yogi, Pak Darwan dan Pak Diki selaku laboran yang selalu membantu penulis
selama penelitian. Serta Pak Anwar, Pak Mul, Bu Ketih, dan Pak Ihsan dan karyawan Dept. TIN
yang telah membantu penulis dalam hal administrasi dan fasilitas selama menyelesaikan
perkuliahan di TIN IPB.
6. Bapak H. Odo serta karyawan tahu Yun-Yi yang telah membantu dalam penyediakan limbah cair
tahu.

7. Dimas Fajrinnalar, Riryn N. Rachmawati, Nita Diansari, Nurhidayanti, Alisia Rachmaisni serta,
Nelly yang selalu memberikan motivasi dan bantuan dalam hal apapun.
8. Teman-teman TIN 44 atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi bioindustri.

Bogor, Juli 2011
Penulis

iii

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................

vii

I.

PENDAHULUAN .............................................................................................................

1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................

1

1.2. Tujuan ..........................................................................................................................

2

1.3. Ruang Lingkup ............................................................................................................

2

II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................................

3

2.1. Bioinsektisida ..............................................................................................................

3

2.2. Bacillus thuringiensis ..................................................................................................

4

2.3. Proses Produksi Bioinsektisida Mikrobial ...................................................................

6

2.4. Peningkatan Skala........................................................................................................

9

III. METODE PENELITIAN ...................................................................................................

12

3.1. Alat dan Bahan ............................................................................................................

12

3.2. Tahapan Penelitian Pendahuluan .................................................................................

12

3.3. Penelitian Utama..........................................................................................................

13

3.3. Analisa Parameter ........................................................................................................

14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................................

15

4.1. Analisa Bahan Baku ....................................................................................................

15

4.2. Proses Fermentasi Bt. aizawai .....................................................................................

16

4.3. Pertumbuhan Bt. aizawai .............................................................................................

16

4.4. Uji Toksisitas Bioinsektisida .......................................................................................

20

4.5. Peningkatan Skala Fermentor ......................................................................................

22

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................................

27

5.1. Kesimpulan ..................................................................................................................

27

5.2. Saran ............................................................................................................................

27

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................

28

LAMPIRAN .............................................................................................................................

31

iv

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah ekspor impor insektisida di Indonesia ..........................................................

3

Tabel 2. Produk komersil berbahan aktif Bacillus thiringiensis aizawai ...............................

4

Tabel 3. Tipe patogenitas dari Bacillus thuringiensis dan contoh produknya ........................

5

Tabel 4. Produksi tahu Indonesia tahun 2005-2009 ...............................................................

7

Tabel 5. Kandungan kimia limbah cair tahu ..........................................................................

7

Tabel 6. Komposisi nutrisi air kelapa .....................................................................................

7

Tabel 7. Kandungan mineral air kelapa ..................................................................................

8

Tabel 8. Komposisi medium fermentasi .................................................................................

13

Tabel 9. Hasil analisis kimia limbah cair tahu dan air kelapa ................................................

15

Tabel 10. Potensi toksisitas bioinsektisida ...............................................................................

20

Tabel 11. Perbandingan nilai LC50 produk bioinsektisida pada masing-masing perlakuan
dengan lama fermentasi 48 jam ...............................................................................

21

Tabel 12. Geometri fermentor 3 dan 40 liter ............................................................................

22

Tabel 13. Parameter kinetika fermentasi Bta pada fermentor skala 3 dan 40 liter ...................

25

Tabel 14. Rancang bangun fermentor 10,000 liter ...................................................................

25

v

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Neraca massa proses pembuatan tahu....................................................................

6

Gambar 2. Diagram alir persiapan inokulum ..........................................................................

12

Gambar 3. Pertumbuhan Bt. aizawai selama waktu fermentasi pada fermentor 3 liter ...........

16

Gambar 4. Produksi biomassa dan gula sisa selama fermentasi pada fermentor 3 liter ..........

17

Gambar 5. Pertumbuhan Bt. aizawai selama fermentasi pada fermentor 40 liter....................

23

Gambar 6. Produksi biomassa dan gula sisa selama fermentasi pada fermentor 40 liter ........

24

Gambar 7. Kurva standar glukosa ..........................................................................................

33

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Metode analisa pada penelitian ..........................................................................

31

Lampiran 2. Perhitungan komposisi medium fermentasi .......................................................

36

Lampiran 3. Perhitungan uji toksisitas bioinsektisida (bioassay) ..........................................

40

Lampiran 4. Faktor- faktor skala geometrik untuk peralatan fermentasi tipikal dalam
peningkatan skala...............................................................................................

42

Lampiran 5. Perhitungan kinetika fermentasi ........................................................................

43

Lampiran 6. Perhitungan peningkatan skala fermentor ..........................................................

47

vii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Insektisida mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertanian dan perindustrian,
khususnya untuk melindungi hasil pertanian. Meskipun demikian, penggunaan insektisida yang tidak
terbatas selama beberapa dekade telah mengakibatkan dampak yang negatif terhadap lingkungan dan
spesies non-target. Selain itu, insektisida kimia dengan dosis dan frekuensi yang tinggi menjadikan
serangga vektor penyakit menjadi resisten terhadap insektisida kimia yang menyebabkan serangga
target tetap hidup dan merusak hasil-hasil pertanian. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka
bioinsektisida merupakan salah satu alternatifnya.
Bioinsektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa toksik yang berfungsi untuk
membunuh atau menghambat perkembangan spesies insekta yang dapat dihasilkan oleh tumbuhan
maupun yang menggunakan organisme hidup seperti virus, bakteri, dan jamur. Sifat insektisida ini
aman terhadap organisme non-target, manusia dan lingkungan. Sampai saat ini telah banyak penelitian
untuk memperoleh bioinsektisida yang ampuh dan ramah lingkungan, salah satunya bioinsektisida
mikrobial yang diperoleh dari Bacillus thuringiensis (Bt) yang bersifat aman karena memiliki derajat
spesifisitas yang tinggi dan relatif kecil terjadinya resistensi (kekebalan) pada serangga hama. Bacillus
thuringiensis aizawai merupakan salah satu jenis bakteri yang banyak dimanfaatkan dalam produksi
bioinsektisida mikrobial. Bacillus thuringiensis aizawai sangat efektif mengendalikan larva
Lepidoptera dan Diptera, terutama ulat daun kubis dan hama-hama sayuran lainnya. Crocidolomia
pavonana Zell. merupakan hama utama pada tanaman kubis yang juga menyerang tanaman
Brassicaceae lainnya. Menurut Uhan (1993) serangan C. pavonana dapat menyebabkan kehilangan
hasil kubis sebesar 65%. Bacillus thuringiensis aizawai ini menghasilkan protein yang bersifat
insektisida yaitu δ-endotoksin atau kristal protein yang akan berikatan dengan reseptor spesifik dalam
sel larva Crocidolomia pavonana Zell, sehingga terjadi lisis sel yang dapat menyebabkan kematian
pada serangga target.
Beberapa produk berbahan aktif Bacillus thuringiensis aizawai telah beredar di Indonesia
dengan merek dagang xentari, certan, clobac, design WSP, florbac, quark, selectzin, turex (Glare et al
2000). Namun demikian, penggunaan biopestisida tersebut masih jarang karena bioinsektisida
bermerk yang ada di Indonesia masih merupakan produk impor sehingga harganya relatif mahal.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memproduksi bioinsektisida berbahan aktif Bacillus
thuringiensis dengan menggunakan bahan baku lokal seperti air kelapa serta limbah cair tahu yang
selama ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya mencemari lingkungan. Limbah cair industri tahu
yang dibuang langsung ke lingkungan tanpa proses pengolahan, akan mengalami blooming
(pengendapan zat-zat organik pada badan perairan), proses pembusukan, dan berkembangnya
mikroorganisme patogen karena limbah cair tahu masih mengandung zat-zat organik yang tinggi
terutama karbon dan nitrogen yang dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan bakteri.
Saat ini, telah banyak penelitian yang mengembangkan bioinsektisida mikrobial menggunakan
Bacillus thuringiensis aizawai yang efektif untuk mengendalikan hama pertanian, diantaranya adalah
hasil penelitian Syarfat (2010) bahwa komposisi formulasi media dari ampas tahu dan limbah cair
tahu yang menghasilkan tingkat toksisitas tertinggi adalah 20:80 dengan waktu kultivasi selama 30
jam. Sedangkan menurut Rachmawati (2011) menyatakan bahwa komposisi formulasi media dari
limbah cair tahu dan air kelapa yang menghasilkan tingkat toksisitas tertinggi adalah 80:20 dengan
waktu kultivasi selama 48 jam dengan rasio C/N adalah 7:1. Perbandingan sumber karbon dan

1

nitrogen 7:1 juga mengacu pada penelitian Wicaksono (2002) dan pernyataan Dulmage et al. (1990),
sehingga untuk memperoleh rasio C/N yang sesuai maka ditambahkan urea.
Tujuan akhir produksi skala laboratorium ini adalah teknik produksi skala komersial yang
mampu menghasilkan suatu produk yang secara ekonomis, layak dan efektif. Pada penelitian
penggandaan skala ini, kondisi-kondisi optimal mulai diterapkan bagi optimasi pertumbuhan mikroba
dalam fermentor dengan memasok sumber energi dan nutrisi penting untuk memenuhi semua
kebutuhan biosintesa, inokulum yang baik, serta kondisi fisika-kimiawi yang optimal dalam produksi
bioinsektisida mikrobial sehingga dapat diaplikasikan dalam skala industri.

1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Pemanfaatan limbah cair tahu dan air kelapa untuk media pertumbuhan Bacillus
thuringiensis aizawai dalam produksi bioinsektisida
2. Mengetahui pertumbuhan Bacillus thuringiensis aizawai dengan menggunakan substrat
limbah cair tahu dan air kelapa pada skala fermentor 3 dan 40 liter
3. Mengkaji peningkatan skala fermentor berdasarkan kondisi optimum pertumbuhan
Bacillus thuringiensis aizawai pada skala pilot 40 liter dan skala industri 10,000 liter dalam
produksi bioinsektisida menggunakan limbah cair tahu dan air kelapa

1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Menerapkan parameter-parameter yang berpengaruh bagi optimalisasi produksi
bioinsektisida mikrobial dari Bacillus thuringiensis aizawai meliputi konsentrasi media,
rasio C/N, agitasi, dan aerasi
2. Menentukan pertumbuhan dan daya toksisitas bioinsektisida yang dihasilkan dari Bacillus
thuringiensis aizawai pada skala fermentor 3 dan 40 liter

3. Perhitungan peningkatan skala fermentor produksi bioinsektisida mikrobial pada fermentor
10,000 liter berdasarkan kebutuhan Pg/V

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bioinsektisida
Bioinsektisida mikrobial merupakan produk yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat
membunuh hama serangga dan vektor pembawa penyakit. Menurut Ignoffo dan Anderson (1979),
insektisida mikrobial yang bersifat entomopatogen dapat dikembangkan dari bakteri, virus, fungi atau
protozoa. Adapun bakteri yang paling banyak dikembangkan adalah Bacillus thuringiensis karena
bakteri ini mampu membentuk δ-endotoksin yang bersifat toksin terhadap larva serangga (Bravo
1997).
Bioinsektisida digunakan untuk menggantikan penggunaan insektisida kimia yang telah banyak
menimbulkan kerugian bagi lingkungan. Selain itu, pemakaian insektisida kimia dengan dosis dan
frekuensi yang tinggi dapat menjadikan serangga target menjadi resisten terhadap insektisida kimia
tersebut. Sedangkan keunggulan bioinsektisida menurut Behle et al. (1999), antara lain spesifik
terhadap hama serangga, aman dan ramah lingkungan, serta tidak mengakibatkan residu pada hasil
pertanian dan tanah. Salah satu strain Bacillus thuringiensis yang banyak digunakan untuk produksi
bioinsektisida mikrobial adalah Bacillus thuringiensis subsp. aizawai yang efektif mengendalikan
larva ordo Lepidoptera dan Diptera. Salah satu hama ordo Lepidoptera yang banyak menyebabkan
kerusakan pada pertanian adalah Croccidolomia pavonana, hama ini sangat merusak karena larva
memakan daun baru di bagian tengah tanaman kubis. Saat bagian tengah telah hancur, larva pindah ke
ujung daun dan kemudian turun ke daun yang lebih tua. Kebanyakan tanaman yang terserang akan
hancur seluruhnya jika ulat krop kubis tidak dikendalikan (Kementrian Pertanian RI 2010).
Berdasarkan peraturan pemerintah No 7 Tahun 1973 Pasal 1, bioinsektisida merupakan produk
yang menjadi satu kategori dengan insektisida. Menurut Depperin (2010), hingga saat ini belum
terdapat produk bioinsektisida lokal yang beredar di pasar pertanian dan secara umum kebutuhan
bioinsektisida dipenuhi dari impor. Volume ekspor impor insektisida di Indonesia terlihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Jumlah ekspor dan impor insektisida di Indonesia
Ekspor
Tahun

Impor

Kg

US$

Kg

US$

2007

103,815,562

47,218,898

8,285,950

37,545,132

2008

43,551,577

66,822,331

9,244,243

60,601,759

2009

45,885,889

86,455,061

7,429,138

71,009,115

Rata-Rata

64,417,676

66,832,096.67

8,319,777

56,385,335.33

Harga/unit (US$/kg)

1.04

6.78

Sumber: Depperin (2010)
Dari data di atas terlihat bahwa sekitar 8,300 ton insektisida yang sebagian besar berupa
bioinsektisida yang beredar di Indonesia adalah produk impor. Contoh beberapa produk komersil
berbahan aktif Bacillus thuringiensis aizawai terdapat pada Tabel 2 di bawah ini.

3

Tabel 2. Produk komersil berbahan aktif Bacillus thuringiensis aizawai
No

Merk

Objek Hama

Produsen

1

Xentari

Lepidoptera

Abbot

2

Certan

Wax moth/ lepidoptera

Sandoz

3

Clobac

Lepidoptera

-

4

Design WSP

Lepidoptera

-

5

Florbac

Diamond black moth /

Abbot

Lepidoptera
6

Quark

Lepidoptera

Abbot

7

Selectzin

Lepidoptera

-

8

Turex

Lepidoptera

Thermo Trillogy

Sumber: Glare et al. (2000)

2.2. Bacillus thuringiensis
Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri bersel vegetatif berbentuk batang, gram positif,
bersifat aerob tapi umumnya anaerob fakultatif, mempunyai flagela dan membentuk spora. Koloni
Bacillus thuringiensis berbentuk bulat dengan tepian berkerut, memiliki diameter 5-10 milimeter,
berwarna putih, elevasi timbul dan permukaan koloni kasar (Shieh 1994). Banyak strain dari bakteri
ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Spora yang dibentuk oleh Bacillus
thuringiensis berbentuk oval, berwarna hijau kebiruan dan berukuran 1.0-1.3 mikrometer dan Bt
membentuk kristal protein (δ-endotoksin) bersamaan dengan terbentuknya spora. Bakteri ini
mempunyai endospora subterminal berbentuk oval dan selama sporulasi menghasilkan satu kristal
protein dalam setiap selnya (Gill et al. 1992).
Berbagai isolat Bt dengan berbagai jenis kristal protein yang dikandungnya telah teridentifikasi
setelah diketahui besarnya potensi dari protein kristal Bt sebagai agen pengendali serangga. Sampai
saat ini telah diidentifikasi kristal protein yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga
yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari kristal protein tersebut
lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga
bukan sasaran dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan. Bacillus
thuringiensis aizawai merupakan salah satu bakteri yang telah banyak digunakan untuk memproduksi
bioinsektisida. Bacillus thuringiensis aizawai sangat efektif mengendalikan larva ordo Lepidoptera
dan Diptera, terutama ulat daun kubis dan hama-hama sayuran lainnya (Lereclus et al. 1993).
Kristal protein (δ-endotoksin) merupakan komponen utama yang bersifat insektisidal. Kristal
protein (δ-endotoksin) bersifat termolabil karena dapat terdenaturasi oleh panas dan tidak larut dalam
pelarut organik, namun larut dalam pelarut alkalin (Faust dan Bulla 1982). Kristal protein memiliki
bentuk yang memiliki hubungan nyata dengan kisaran daya bunuhnya. Varietas yang memiliki daya
bunuh terhadap ordo Lepidoptera memiliki kristal protein berbentuk bipiramida dan jumlahnya satu
untuk setiap sel vegetatifnya. Sedangkan kristal protein yang bersifat toksik terhadap ordo Diptera
memiliki bentuk kubus, oval, dan amorf dengan jumlah dapat lebih dari satu untuk setiap selnya
(Trizelia 2001).
Aronson et al. (1986) dan Gill et al. (1992) menyatakan bahwa komponen utama penyusun
penyusun kristal protein pada sebagian besar Bacillus thuringiensis adalah polipeptida dengan berat
molekul 130-140 kilodalton (kDa). Polipeptida berikut merupakan protoksin yang dapat diubah

4

menjadi toksin dengan berat molekul yang bervariasi dari 30 sampai 80 kDa setelah mengalami
hidrolisis dalam kondisi pH alkalin dan adanya protease dalam saluran pencernaan serangga. Aktivitas
insektidsida akan hilang kembali apabila berat molekulnya kurang dari 30 kDa. Kristal protein
dibentuk dalam tujuh tahap yang berlangsung selama 12 jam dari saat pertama sel vegetatif akan
bersporulasi sampai spora dan kristal terbentuk sempurna. Kristal protein ini dibentuk di luar
eksosporum selama masa sporulasi tahap III sampai IV (Fast 1981).
Gen penyandi penyususun kristal protein untuk masing-masing subspesies Bacillus
thuringiensis berbeda-beda. Terdapat 14 gen penyandi kristal protein yang terdiri dari 13 gen Cry
(kristal protein) dan 1 gen Cyt (sitolitik). Gen Cry pada Bacillus thuringiensis dibagi ke dalam 4 kelas,
dimana masing-masing kelas memiliki toksisitas spesifik terhadap jenis serangga tertentu.
Berdasarkan tipe patogenitasnya, pengelompokan Bacillus thuringiensis dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tipe patogenitas dari Bacillus thuringiensis dan contoh produknya
Subspesies

Jenis Gen

Tipe patogenitas

Contoh produk

Bacillus thuringiensis

Cry I

Spesifik untuk ordo

Dipel, Bactospeine

subsp. kurstaki
Bacillus thuringiensis

Lepidoptera
Cry II

subsp. aizawai
Bacillus thuringiensis

subsp. israelensis

Certan

Lepidoptera dan Diptera
Cry III

subsp. sandiego
Bacillus thuringiensis

Spesifik untuk ordo

Spesifik untuk ordo

Trident, M-one

Coleoptera
Cry IV

Spesifik untuk ordo

Vectobac, Bactimos

Diptera

Sumber: Ellar et al. (1986)
Proses toksisitas kristal protein sebagai bahan aktif bioinsektisida dimulai dengan
termakannya kristal protein oleh serangga. Kristal protein ini akan dipecah oleh enzim protease pada
kondisi basa dalam usus tengah serangga sehingga melepaskan δ-endotoksin yang bersifat toksin.
Toksin ini akan berinteraksi dengan reseptor-reseptor pada sel-sel epithelium usus tengah larva
serangga yang rentan. Setelah toksin ini bereaksi, maka akan menyebabkan terbentuknya lubanglubang pada membran sel sehingga dapat mengganggu keseimbangan osmotik sel dan mengakibatkan
terjadinya pembengkakan yang menyebabkan larva berhenti makan dan mati (Gill et al. 1990).
Apabila serangga target tersebut tidak rentan terhadap aksi δ-endotoksin secara langsung, maka
dampak dari pertumbuhan spora di dalam tubuh serangga tersebut yang akan menyebabkan
kematiannya. Spora tersebut akan berkecambah dan menyebabkan membran usus serangga rusak.
Replikasi dari spora akan membuat jumlah spora dalam tubuh serangga semakin banyak dan
menyebabkan perluasan infeksi di dalam tubuh serangga yang pada akhirnya menyebabkan serangga
tersebut mati (Swadener, 1994).
Milne et al. (1990) melaporkan bahwa cara kerja toksin yang dihasilkan Bacillus thuringiensis
ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor spesifikasi mikroorganisme dan kerentanan serangga target.
Sedangkan menurut Swadener (2004) umur larva serangga juga mempengaruhi toksisitas toksin
Bacillus thuringiensis dimana larva serangga yang muda lebih rentan dibandingkan larva yang lebih
tua.

5

2.3. Proses Produksi Bioinsektisida Mikrobial
2.3.1.Media Pertumbuhan
Media merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses fermentasi Bacillus
thuringiensis. Menurut Dulmage et al. (1990) medium basal untuk pertumbuhan Bacillus
thuringiensis terdiri dari garam, glukosa, dan asam amino seperti asam glutamat, asam aspartat dan
alanin dalam konsentrasi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan sporulasi Bacillus
thuringiensis. Karbon adalah bahan utama untuk mensintesis sel baru atau produk sel. Beberapa
sumber karbon yang dapat digunakan untuk memproduksi bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis
dengan fermentasi terendam adalah glukosa, sirup jagung, dekstrosa, sukrosa, laktosa, gula, minyak
kedelai, dan molase dari bit dan tebu (Dulmage dan Rhodes 1971).
Salah satu media yang dapat digunakan untuk pertumbuhan Bacillus thuringiensis adalah
limbah cair tahu. Limbah cair tahu merupakan hasil samping produksi tahu yang dihasilkan pada
proses pencucian, perendaman, serta pada proses penggumpalan tahu atau disebut whey. Menurut
Nuraida (1985), setiap 1 kg kedelai dihasilkan limbah cair tahu berupa whey tahu rata-rata 43.5 liter
seperti yang sajikan pada Gambar 1 mengenai neraca massa proses pembuatan tahu.

Kedelai 60 kg
Air 2,700 kg

Proses produksi
tahu

Tahu 80 kg

Ampas tahu
70 kg

Limbah cair
tahu 2610 kg
Gambar 1. Neraca massa proses pembuatan tahu (Nuraida, 1985)
Kebutuhan tahu yang semakin meningkat dari tahun 2005 sampai 2009 akan mengakibatkan
jumlah produksi tahu juga semakin meningkat sehingga jumlah limbah cair tahu yang dihasilkan turut
meningkat. Peningkatan produksi tahu Indonesia dari tahun 2005 sampai 2009 dapat dilihat pada
Tabel 4. Sampai saat ini, limbah cair tahu belum dimanfaatkan secara maksimal dan hanya menjadi
limbah yang mencemari lingkungan, padahal pada limbah cair tahu masih mengandung bahan-bahan
organik yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Limbah cair tahu ini potensial
untuk dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan Bt. aizawai dalam produksi bioinsektisida karena
jumlahnya yang banyak dan kandungan karbon dan nitrogennya yang dimanfaatkan untuk produksi
sel dan spora. Kandungan kimia limbah cair tahu tercantum pada Tabel 5 berikut.

6

Tabel 4. Produksi tahu di Indonesia tahun 2005-2009
Tahun
Produksi (Ton)
2005

6,158.25

2006

6,304.50

2007

6,435.00

2008

6,601.50

2009

6,754.50

Sumber : Puslitbang Sosek Pertanian (2009)
Tabel 5. Kandungan kimia limbah cair tahu
Komponen

Limbah Cair (%)

Kadar air

99.0

Kadar abu

0.43

Protein

0.13

Nitrogen (N)

0.02

Karbon (C)

0.27

Lemak

0.79

Serat

0.01

Sumber: Syarfat (2010)
Priatno (1999) menyatakan bahwa air kelapa dapat digunakan sebagai sumber karbon untuk
memproduksi bioinsektisida mikrobial dari Bacillus thuringiensis. Selain itu air kelapa bersifat
fermentable sugar sehingga mudah diserap dalam proses fermentasi dan dapat mengoptimalkan media
fermentasi. Nilai nutrisi yang terkandung dalam air kelapa cukup lengkap yaitu: vitamin, mineral, dan
zat-zat tumbuh seperti asam nikoton, auksin, giberelin, piridoksin, dan thiamine, sehingga air kelapa
ini sangat potensial untuk dijadikan media pertumbuhan Bacillus thuringiensis. Komposisi nutrisi dan
mineral pada air kelapa dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7 di bawah ini.
Tabel 6. Komposisi nutrisi air kelapa
Komponen

Air Kelapa Muda (%)

Air Kelapa Tua (%)

Kadar air

95.01

91.23

Kadar abu

0.12

0.15

Kadar lemak

0.63

1.06

Kadar protein

0.13

0.29

Kadar karbohidrat

4.11

7.27

Sumber: Woodroof (1979)

7

Tabel 7. Kandungan mineral air kelapa
Jenis Mineral

Kandungan (mg/100ml)

Kalium

312

Natrium

105

Kalsium

29.0

Magnesium

30.0

Besi

0.10

Tembaga

1.14

Fosfor

37.0

Belerang

24.0

Sumber: Ketaren (1978)
Urea merupakan sumber nitrogen yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme karena
kemampuannya untuk mempertahankan pH. Namun urea ini bersifat kurang stabil selama proses
sterilisasi sehingga penggunaannya dibatasi. Urea digunakan untuk menyeimbangkan konsentrasi
rasio C/N dimana kondisi perbandingan sumber karbon dan nitrogen dalam media yang optimal
adalah yaitu 7:1 (Wicaksono (2002) dan Dulmage et al. (1990).
Mikroorganisme juga membutuhkan mineral untuk pertumbuhan dan pembentukan produk
metabolit. Menurut Dulmage & Rodes (1971), garam-garam organik yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme yaitu: K, Mg, P, S, dan mineral yang diperlukan dalam jumlah sedikit
yaitu: Ca, Zn, Fe, Co, Cu, Mo, Mn. Ca selain berperan dalam produksi dan produksi δ-endotoksin
juga berfungsi untuk menjaga kestabilan spora terhadap panas. Penambahan ion Mg 2+, Mn 2+, Zn 2+,
dan Ca 2+ ke dalam medium perlu dipertimbangkan karena berperan dalam pertumbuhan dan sporulasi
Bacillus thuringiensis Dalam medium fermentasi Bacillus thuringiensis ditambahkan pula 0.3 g/l
MgSO4. 7 H2O, 0.02 MnSO4.7 H2O, 0.02 g/l ZnSO4. 7 H2O, 0.02 g/l FeSO4. 7 H2O, dan 1.0 g/l CaCO3
(Vandekar & Dulmage 1982).

2.3.2. Kondisi Kultivasi (Fermentasi)
Fermentasi yang umum digunakan untuk memproduksi bahan aktif bioinsektisida dengan
menggunakan kultur Bacillus thuringiensis adalah fermentasi semi padat (semi solid fermentation)
dan fermentasi terendam (submerged fermentation). Pada umumnya fermentasi terendam atau
fermentasi cair lebih disukai karena menjaga kesterilan kultur serta proses pemanenan dan pengaturan
parameter proses produksi atau fermentasi yang lebih sederhana. Selain itu, produk hasil fermentasi
cair dapat langsung digunakan dibandingkan hasil fermentasi semi padat yang sulit disuspensikan
karena ada kecenderungan menggumpal (Sjamsuritra et al. 1984).
Teknik kultivasi secara terendam dapat dilakukan dengan sistem tertutup pada fermentor. Pada
umumnya, jenis fermentor yang digunakan adalah fermentor tangki berpengaduk karena merupakan
jenis fermentor yang paling sederhana. Fermentor ini digunakan untuk substrat yang mempunyai
viskositas tinggi dan berbentuk koloid tanpa mengakibatkan penyumbatan, serta enzim terimobilisasi
dengan aktivitas rendah (Machfud et al. 1989). Proses fermentasi terendam dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch process), fermentasi kontinyu, dan fermentasi sistem
tertutup dengan penambahan substrat pada selang waktu tertentu atau semi kontinyu (fed batch
process). Bernhard dan Utz (1993) menyatakan bahwa produksi bioinsektisida Bacillus thuringiensis
pada umumnya dilakukan dengan fermentasi sistem tertutup karena hasil akhir yang diharapkan

8

adalah spora dan kristal protein yang dibentuk selama proses sporulasi. Menurut Dulmage dan Rhodes
(1971), faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi Bacillus thuringiensis adalah komposisi
medium dan kondisi untuk pertumbuhan mikroba seperti pH, oksigen dan temperatur.
Kualitas dan kuantitas δ-endotoksin yang dihasilkan selama proses fermentasi sangat
dipengaruhi oleh metode produksinya. Menurut Bernhard dan Utz (1993), jumlah δ-endotoksin yang
dihasilkan setiap sel yang sedang bersporulasi akan tergantung pada kepadatan populasi sel dalam
kultur fermentasi tersebut. Sedangkan menurut Luthy et al. (1992), konsentrasi yang ditetapkan untuk
produksi skala besar antara 5 x 109 sampai 1 x 1010 spora per ml.
Kondisi fermentasi Bacillus thuringiensis dalam labu kocok dilakukan pada suhu 28-32oC, pH
awal medium kultur sekitar 6.8-7.2, agitasi 142-340 rpm dan dipanen pada waktu inkubasi 24-48 jam
(Vandekar & Dulmage 1982). Sedangkan menurut Sikdar dan Majumdar (1993) menyatakan bahwa
fermentasi Bacillus thuringiensis dalam fermentor dilakukan pada suhu 28-32oC, pH awal medium
6.8-7.2, volume medium sekitar setengah sampai dua per tiga dari kapasitas volume fermentor, agitasi
400-700 rpm, aerasi 0.5-0.15 vvm, dan dipanen pada waktu inkubasi 40-72 jam. Menurut Benhard dan
Utz (1993), Bacillus thuringiensis termasuk ke dalam bakteri mesofilik yang dapat tumbuh pada pH
kisaran 5.5 dan 8.5 dan tumbuh optimum pada pH 6.5-7.5 dengan suhu antara 25-37oC. Afrianto
(2006) menyatakan bahwa pemberian agitasi dan aerasi dapat mengoptimalkan pertumbuhan Bacillus
thuringiensis dalam fermentor, dimana kecepatan agitasi 200 rpm dengan laju aerasi 1 vvm pada
fermentor tangki berpengaduk menghasilkan tingkat toksisitas tertinggi.
Aktivitas bioinsektisida dari mikroorganisme tidak dapat diukur secara kimia melainkan
dengan bioassay. Menurut Vandekar dan Dulmage (1982), bioassay merupakan salah satu cara untuk
menentukan serbuk bahan aktif yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Aktivitas bioinsektisida
mikrobial dapat ditentukan dengan menghitung jumlah spora hidup melalui bioassay untuk
menentukan kadar letal (LC50) dan International Unit (IU). Nilai LC50 menunjukkan konsentrasi
bioinsektisida yang menyebabkan 50 % serangga uji mati. Potensi produk bioinsektisida (IU/mg)
dapat dihitung dengan rumus potensi contoh uji (IU/mg).
IU
LC50 standar
× potensi standar (
)
(1.1)
Potensi Contoh Uji (IU/mg)=
mg
LC50 contoh uji
Pemanenan produk bioinsektisida Bacillus thuringiensis berupa campuran spora dan kristal
protein (delta-endotoksin ini dapat dilakukan dengan sentrifugasi, filtrasi, presipitasi, freeze drying
atau kombinasi dari proses-proses berikut. Bahan aktif bioinsektisida ini dapat diformulasikan
menjadi produk wettable powder, flowable liquid, dust atau granular tergantung pada tipe fermentasi,
segi ekonomi serta kebutuhan formulasi (Ignofo dan Anderson 1979).

2.4. Peningkatan skala (scale up)
Scale-up adalah suatu studi yang mengolah dan mentransfer data penelitian skala laboratorium
ke skala yang lebih besar menyangkut disain proses operasi atau dan perancangan bangunan peralatan.
Scale up sangat penting karena aktivitas masing-masing mikrobial pada fermentor skala laboratorium
itu sama. Peningkatan skala (scale up) meliputi peningkatan sistem baru yang lebih besar, serta
perancangan dan penyusunan sistem yang lebih besar berdasarkan hasil percobaan dengan
menggunakan model yang berukuran lebih kecil. Persyaratan penggandaan skala adalah geometri
sistem sama, bahan yang digunakan sama dan proporsi bahan sama.
Menurut Wang et al. (1978), pengembangan proses-proses mikrobial umumnya dilakukan
dengan tiga skala yaitu:

9

1. Skala laboratorium yang merupakan tahap penyeleksian mikroba
2. Skala pilot plant, yaitu saat kondisi-kondisi optimal diterapkan
3. Skala industri, yaitu pelaksanaan proses-proses dengan mempertimbangkan perhitungan
ekonomi.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam scale up diantaranya adalah biaya investasi
fermentor dan peralatan lainnya harus minimum serta dapat dipercaya dan fleksibel untuk berbagai
proses fermentasi, mikroba yang digunakan harus unggul. Selain itu, penggunaan tenaga dan panas
harus efisien serta kebutuhan ruang yang minimum, dan apabila proses dilakukan secara curah maka
harus dilakukan sesingkat mungkin sehingga diperoleh hasil yang tinggi dan penggunaan peralatan
maksimum (Stanbury dan Whitaker 1984).
Pada kajian penggandaan skala, faktor-faktor kimiawi dalam lingkungan harus dijaga konstan,
sedangkan faktor fisik sangat tergantung pada pada ukuran dan skala produksi. Peubah skala pada
proses fermentasi menyebabkan berubahnya beberapa peubah. Peubah yang tetap selama proses
adalah rancangan dasar fermentor, spesies dan galur mikroba, jenis dan komposisi media, suhu
sterilisasi, suhu operasi fermentor, reaksi di dalam kultur serta ukuran gelembung udara. Sedangkan
peubah yang meningkat selama penggandaan skala adalah ukuran fisik fermentor, bahan baku dan
peralatan, jumlah bahan baku yang ditangani pada proses sterilisasi dan pendinginan media. Peubah
yang bersifat menurun selama proses penggandaan skala adalah luas permukaan untuk aerasi dan
nisbah luas per volume media (Mangunwidjaja, 2002).
Pada skala kecil, gradien konsentrasi dan tekanan sangat kecil (sistem pengadukan baik) maka
gaya gunting juga kecil. Namun, pada skala besar perpindahan mikroorganisme jelas akan merubah
konsentrasi oksigen, nutrient, dan tekanan, oleh karena itu daya gunting turbulen juga akan semakin
besar. Apabila kesamaan geometri fermentor skala kecil dan skala besar dipertahankan, serta kondisi
fermentasi seperti komposisi media, suhu, pH, dan konsentrasi oksigen terlarut dianggap sama maka
perilaku penting dari cairan dalam tangki fermentor berpengaduk adalah tenaga yang digunakan untuk
agitasi (P) dan kecepatan agitasi (N) (Aiba et al. 1973).
Beberapa persamaan penting yang terlibat dalam penggandaan skala:
1.Tenaga per unit volume suspense kultur di dalam fermentor (P/V):
PV= N3 D2

(1.2)

2.Kecepatan putar suspense kultur dalam fermentor (F/V)
F/V= N

(1.3)

3.Kecepatan ujung impeller (v)
V= ND

(1.4)

4.Modifikasi bilangan Reynold
ND2ρ/µ= ND2

(1.5)

Keterangan:
P = konsumsi tenaga
F = laju alir
ρ = densitas cairan fermentasi
V= volume cairan fermentsi
N = laju sirkulasi cairan fermentasi
D = diameter pengaduk
µ = viskositas media

10

Penggandaan skala dapat menyebabkan berubahnya lingkungan fisik, sehingga perlu
ditentukan parameter penggandaan skala yang baik. Parameter-parameter penggandaaan skala adalah
menggunakan masukan tenaga per unit volume (Pg/V), koefisien transfer oksigen (K La) yaitu korelasi
empiris yang menghubungkan koefisien transfer oksigen keseluruhan dengan variabel-variabel
peralatan dan operasi, kecepatan ujung impeller, kecepatan ujung impeler (N D), waktu pencampuran
seimbang, bilangan Reynold, atau faktor-faktor momentum dan pengendalian umpan balik untuk
menjamin besanya faktor-faktor kunci lingkungan setepat mungkin (Wang et al. 1978).
Menurut Mangunwidjaja (2002), beberapa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan
skala reaktor yaitu:
1. Metode dasar (pemecahan neraca mikro untuk perpindahn momentum, massa, dan panas)
2. Metode semi dasar (pemecahan neraca yang disederhanakan)
3. Analisis dimensional (analisa tak berdimensi)
4. Kaidah ibu jari (rule of thumb)
5. Metode trial and error
Kaidah ibu jari telah banyak diterapkan dalam industri fermentasi dengan patokan
penggandaan skala yang berhubungan dan mengacu pada perpindahan oksigen (tekanan parsial O2 dan
Po2 adalah fungsi dari KLa yang merupakan fungsi dari Pg/V). Hasil penelitian Purnawati (2006),
menyatakan bahwa efisiensi penggunaan substrat berdasarkan hasil scale up skala laboratorium ke
skala pilot plant berbasis Pg/V memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan peningkatan skala
berbasis KLa yang menunjukkan bahwa metabolisme Bacillus thuringiensis berlangsung baik.
Menurut Wang et al. (1978), apabila tenaga per volume pada berbagai skala dipertahankan tetap,
maka terdapat hubungan antara kecepatan impeler (N) dengan diameter impeller (D) menurut
persamaan berikut: N23D22= N13D12.

11

III. METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah fermentor volume 3 liter dan 40 liter,
rotary shaking incubator, autoklaf, pH-meter, spektofotometer, inkubator, neraca analitik, penangas,
oven, desikator, sentrifuse, lemari es, freezer, loop inokulasi, tabung reaksi, pipet, cawan petri, gelas
piala, labu Erlenmeyer, tabung eppendorf, kertas saring, dan bunsen.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur Bacillus thuringiensis aizawai pada
agar miring, limbah cair tahu Yun-Yi, air kelapa, larva ulat Crocidolomia pavonana, nutrient agar
(NA), nutrient broth (NB), NaOH, CaCO3, urea, H2SO4 pekat, fenol, garam fisiologis, etanol 95%,
aquades, spirtus, MgSO4.7 H2O, MnSO4.7 H2O, ZnSO4.7 H2O, FeSO4.7 H2O.

3.2. Tahapan Penelitian Pend