Riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa paud
NURHANSYAH DIJAISSYAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(2)
Students. Under Direction of Sri Anna Marliyati and Cesilia Meti Dwiriani.
General objective of this study was to analyze history of eating, nutritional and health status of PAUD students. The study was conducted from November to Desember 2011 in PAUD Cikal Mandiri and PAUD Dukuh, North Bogor Municipality. The study using crossectional design with total samples of 55 PAUD students. Samples were chosen purposively, with criterias: aged 2-4 years old, breastfeed at least 4 month, having health card (KMS) and attending PAUD centre. Primary datas consisted of characteristics of children and mother, history of eating, food consumption, weigth and height, and morbidity data. Secondary datas were gathered from children health card (KMS) namely weight at 1-12 month and occurrance of immunization, and children attendence at PAUD center. Nutritional status was negatively related to children age (r=0,301, p=0,025), but positively related to level of energy adequacy (r=0,320, p=0,017) and nutritional status at 1-12 month (r=0,376, p= 0,000). Health status was negatively related to mother age (r=-0,284, p=0,036) and negatively related to history of exclusively breastfeeding (r=-0,266, p=0,050).
Nutritional status was influenced by nutritional status at 1-12 month (r=3,667, p=0,001), while health status was influenced by mother age (r=-2,340 p=0,023) and history of exclusively breastfeeding (r=-2,460, p=0,017).
Keywords: history of eating, nutritional status, health status, preschool children, PAUD.
(3)
Status Kesehatan Siswa PAUD. Dibimbing oleh Sri Anna Marliyati dan Cesilia Meti Dwiriani.
Anak adalah aset bagi orang tua dan ditangan orangtualah anak-anak tumbuh dan berkembang. Masa prasekolah merupakan periode perkembangan yang dimulai dari usia 2-6 tahun dan merupakan masa paling penting dari seluruh tahapan perkembangan. Perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya mulai dari masa bayi hingga beranjak dewasa.
ASI memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang anak dan status kesehatannya. ASI eksklusif memberikan zat gizi terbaik dalam kualitas dan kuantitas pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia bayi sampai dengan umur 2 tahun, kekurangan zat gizi akan mengganggu kesehatan, menghambat pertumbuhan dan mengurangi kecerdasan. Oleh karena itu, makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan juga ASI sangatlah penting bagi bayi. Selain asupan zat gizi dari ASI harus mencukupi, konsumsi zat gizi dari MP-ASI, juga sangat penting bagi anak. Pentingnya pemberian ASI dan MP-ASI serta pengaruhnya terhadap kesehatan dan status gizi anak, mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan peserta PAUD. Tujuan umum penelitian adalah mengkaji riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan anak peserta PAUD. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi karakteristik Ibu dan karakteristik anak peserta PAUD; (2) mengidentifikasi riwayat pemberian ASI dan MP-ASI, serta asupan gizi saat ini peserta PAUD; (3) mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan anak peserta PAUD; (4) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan status kesehatan anak peserta PAUD.
Desain penelitian ini adalah cross-sectional study. Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive yaitu merupakan PAUD yang terintegrasi dengan posyandu, memiliki siswa berusia 2-4 tahun. Penelitian ini dilaksanakan pada PAUD Dukuh dan Cikal Mandiri di Kecamatan Bogor Utara. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan kemudahan transportasi dan akses informasi bagi peneliti. Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan dari bulan November 2010 sampai dengan Desember 2010. Populasi penelitian adalah anak usia prasekolah (siswa PAUD) di wilayah Bogor Utara. Kriteria contoh yaitu: anak berusia 2-4 tahun, memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat) dan mempunyai riwayat diberi ASI oleh ibunya minimal selama 4 bulan serta memiliki daftar kehadiran (absensi) kelas di PAUD yang diteliti.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik responden, riwayat pemberian makan, konsumsi pangan, status gizi, dan status kesehatan peserta PAUD. Data sekunder meliputi data berat badan dan kelengkapan imunisasi dari KMS (Kartu Menuju Sehat); daftar kehadiran (absensi) anak dikelas dan nama orangtua (ibu) dari pengelola PAUD. Karakteristik contoh yaitu meliputi usia, jenis kelamin dan riwayat kelahiran. Karakteristik responden yaitu meliputi usia, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan gizi ibu.
Pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui pemberian 20 soal pertanyaan correct answer multiple choice. Data riwayat pemberian makan contoh meliputi pemberian pralaktal, pemberian ASI ekslusif (selama 6 bulan), pemberian MP-ASI (jenis, waktu pemberian dan frekuensi pemberian), usia penyapihan dan
(4)
meliputi jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram. Data konsumsi pangan dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein yang mengacu pada Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan label makanan (untuk makanan yang belum ada di DKBM).
Data yang diperoleh untuk mengetahui status gizi contoh yaitu riwayat status gizi saat contoh berusia 1-12 bulan yang diperoleh dari catatan penimbangan di KMS dan status gizi saat ini melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak merk Camry dengan kapasitas 100 kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg, sedangkan tinggi badan contoh diukur menggunakan Stature meter dengan kapasitas 200 cm dan tingkat ketelitian 0,1 cm. Data status kesehatan contoh diperoleh dengan menanyakan frekuensi sakit, lama sakit, jenis penyakit/infeksi selama 3 bulan terakhir, serta kehadiran anak dikelas dan pemberian imunisasi contoh. Skor morbiditas dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dan frekuensi sakit. Kemudian skor morbiditas dikategorikan menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi 40-58).
Data dianalisis secara deskriptif serta analisis inferensia statistik dengan bantuan program Microsoft Excell dan SPSS for windows versi 16.0. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik ibu, karakteristik anak, riwayat pemberian makan, riwayat pemberian ASI, asupan gizi saat ini, status gizi masa lalu (1-12 bulan), status gizi saat ini, status kesehatan dan riwayat pemberian imunisasi. Analisis statistik inferensia menggunakan uji korelasi Pearson, uji statistik Rank-Spearman dan uji statistik Regresi linear metode bacward. Uji korelasi Pearson untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang erat antara umur ibu dengan status kesehatan anak; usia anak dan status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan status gizi anak saat ini. Uji statistik korelasi Rank-Spearman untuk menguji hubungan antara riwayat pemberian ASI ekslusif dengan status kesehatan anak. Uji statistik regresi linear metode bacward digunakan untuk melihat pengaruh status gizi masa lalu (1-12 bulan) terhadap status gizi saat ini (BB/U); pengaruh umur ibu terhadap status kesehatan anak dan pengaruh riwayat pemberian ASI eksklusif terhadap status kesehatan anak.
Umur ibu sebagian besar (67%) termasuk dalam kategori dewasa muda dan lebih dari sepertiga ibu (38%) berpendidikan SMA. Hampir semua ibu (96%) adalah sebagai ibu rumah tangga dengan tingkat pengetahuan gizi sebagian besar dalam kategori baik (47%) dan kategori cukup yaitu 51%. Umur anak berkisar antara 2 tahun sampai 4 tahun dan lebih dari separuh anak berjenis kelamin perempuan (60%). Riwayat kelahiran anak sebagian besar (95%) dilahirkan cukup bulan dengan proses kelahiran normal (87%).
Lebih dari separuh ibu (58%) memberikan kolostrum dan 60% anak yang diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Kurang dari separuh ibu (16%) masih memberikan sari buah, nasi tim dan biskuit pada usia dibawah 6 sampai 7 bulan, namun hanya 2% ibu yang memberikan nasi dibawah usia 6 sampai 7 bulan. Hampir dari separuh anak (44%) yang disapih pada usia lebih dari 2 tahun dan separuh ibu (56%) mengalami hambatan dalam menyusui.
Sebagian besar anak (89%) masuk dalam kategori tingkat kecukupan energi defisit berat dan hanya 4 % termasuk dalam kategori normal. Hampir dari separuh anak (49%) termasuk dalam kategori tingkat kecukupan protein defisit berat dan hanya 13% termasuk dalam kategori normal. Rata-rata intake energi pada anak PAUD Cikal Mandiri 1032±125 kkal dan anak PAUD Dukuh 1024±122
(5)
sebagian besar (81,6%) termasuk dalam kategori baik dan menurut TB/U sebagian besar (66,4%) termasuk dalam kategori normal. Status kesehatan anak sebagian besar (84%) masuk dalam kategori skor morbiditas rendah (0-19).
Berdasarkan hasil uji statistik variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan status gizi anak saat ini adalah usia anak, tingkat kecukupan energi dan status gizi masa lalu (1-12 bulan), sedangkan variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan morbiditas anak adalah umur ibu dan riwayat pemberian ASI eksklusif. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak saat ini adalah status gizi masa lalu (1-12 bulan), sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan anak adalah umur ibu dan riwayat pemberian ASI eksklusif.
Keywords: Riwayat pemberian makan, status gizi, status kesehatan, peserta PAUD.
(6)
NURHANSYAH DIJAISSYAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(7)
NIM : I14086003
Disetujui:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc NIP. 19600205 198903 2002 NIP. 19660527 199203 2003
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
(8)
nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Riwayat Pemberian Makan, Status Gizi dan Status Kesehatan Siswa PAUD”. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si dan Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberikan saran dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi.
3. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.
4. Ibu-ibu guru di PAUD Cikal Mandiri dan PAUD Dukuh, yang telah banyak membantu dan membimbing penulis pada saat turun lapang.
5. Kepada Ayah (Ir. H. Zulfi Ramlan Pohan, MM) dan Mama (Hj. Emmi Herawati Siregar) tercinta atas cinta, kasih sayang, doa dan semangat serta pengorbanan yang tak terhingga kepada penulis.
6. Semua keluarga besar dan adik-adikku tersayang Umi, Ida dan Ghifari atas kasih sayangnya serta penyemangat bagi penulis.
7. Teman-teman seperjuangan, ekstensi angkatan II dan GM-44, terimakasih atas semangat, kebersamaan dan persahabatan selama 3 tahun yang telah menjadikan hari-hari penulis penuh warna.
8. Teman-temanku tersayang SJMP 42 dan sahabat-sahabatku, atas semangat dan doanya kepada penulis.
9. Abang Insanul Afief Lubis S.Kom yang senantiasa memberikan semangat dan doanya kepada penulis.
10. Abang, kakak, adik dan teman-temanku tersayang di IMATAPSEL bogor terima kasih atas semangat serta bantuannya kepada penulis.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga segala bimbingan, bantuan dan dorongan semangat yang telah mereka berikan kepada penulis akan mendapatkan pahala dan ridho dari Allah
(9)
Bogor, Agustus 2011
(10)
Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ir. H. Zulfi Ramlan Pohan, MM dan Hj. Emmi Herawati Siregar. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Pabean 1, Sedati-Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah PPMI Assalaam, Islamic Boarding School, Solo-Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Negeri 8 Semarang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2005.
Penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di program Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Tirta Ratna Unit Badranaya Putra Bandung, selama tiga bulan (April-Juni 2008). Penulis lulus dan mendapat gelar Ahli Madya pada tahun 2008 dengan Tugas Akhir yang berjudul Mempelajari Penanganan Bahan Baku Terhadap Mutu Sosis Sapi di PT. Tirta Ratna Unit Badranaya Putra Bandung.
Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan di Program Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bulan Juli sampai Agustus 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penulis melaksanakan kegiatan Intership Dietetic (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi selama tiga minggu (bulan Februari sampai Maret 2011).
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Kegunaan ... 3
Hipotesis ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Pemberian Makanan pada Bayi dan Balita ... 5
Air Susu Ibu (ASI) ... 5
Komposisi ASI... 5
Manfaat ASI ... 7
ASI Eksklusif ... 8
Hambatan Menyusui ... 9
Pengetahuan Ibu tentang ASI ... 10
ASI dan Kesehatan Anak ... 11
MP- ASI ... 12
Makanan setelah Priode Menyusui ... 13
Metode Pengukuran Pemberian Makanan pada Bayi dan Balita ... 14
Status Gizi Balita ... 15
Metode Pengukuran ... 15
Dampak Status Gizi terhadap Kesehatan Balita ... 16
Status Kesehatan Balita ... 17
Penyakit dan Gejala pada Anak ... 18
Upaya Pemeliharaan Kesehatan ... 20
Imunisasi ... 21
KERANGKA PEMIKIRAN ... 22
METODE PENELITIAN ... 24
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
Cara Pemilihan Contoh ... 24
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 25
Pengolahan dan Analisis Data ... 27
Definisi Operasional ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
Gambaran Umum PAUD ... 33
(12)
Usia Ibu ... 34
Tingkat Pendidikan Ibu ... 34
Pekerjaan Ibu ... 35
Pengetahuan Gizi Ibu ... 35
Karakteristik Anak ... 37
Usia dan Jenis Kelamin Anak ... 37
Riwayat Kelahiran ... 37
Riwayat Pemberian ASI ... 38
Pemberian Pralaktal ... 38
Pemberian ASI Eksklusif ... 39
Pemberian MP-ASI ... 40
Frekuensi Pemberian MP-ASI ... 43
Usia Penyapihan ... 44
Hambatan Menyusui... 46
Asupan Gizi Saat Ini ... 46
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 46
Status Gizi ... 49
Riwayat Status Gizi (1-12 bulan) ... 49
Status Gizi Saat ini ... 51
Status Kesehatan ... 53
Frekuensi dan Lama Sakit ... 53
Jenis Penyakit ... 54
Skor Morbiditas ... 56
Riwayat Pemberian Imunisasi ... 57
Hubungan Antar Variabel ... 59
Hubungan Usia Anak dengan Status Gizi Anak Saat Ini ... 59
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi Saat Ini ... 60
Hubungan Status Gizi Masa Lalu (1-12 bulan) dengan Status Gizi Anak Saat Ini ... 61
Hubungan Usia Ibu dengan Skor Morbiditas ... 62
Hubungan Riwayat Pemberian ASI dengan Skor Morbiditas ... 63
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Anak ... 64
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Kesehatan Anak ... 64
KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
Kesimpulan ... 67
Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perbandingan komposisi ASI, susu formula dan susu sapi ... 6
2 Panduan makanan padat untuk bayi ... 13
3 Kategori status gizi berdasarkan ukuran antropometri balita ... 15
4 Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) pada balita ... 17
5 Jenis imunisasi pada Anak-anak ... 21
6 Jenis variabel, cara pengumpulan data dan pembagian kategori ... 25
7 Jumlah siswa yang mengikuti penelitian ... 33
8 Karakteristik ibu berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan ... 34
9 Sebaran ibu berdasarkan jawaban benar dan tingkat pengetahuan gizinya ... 36
10 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan umur ... 37
11 Sebaran anak berdasarkan riwayat kelahiran ... 38
12 Sebaran anak berdasarkan pemberian pralaktal ... 38
13 Sebaran anak berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif ... 39
14 Sebaran responden berdasarkan jenis MP-ASI dan waktu pemberiannya ... 41
15 Jenis MP-ASI dan frekuensi pemberiannya per hari... 43
16 Sebaran anak berdasarkan usia penyapihan ASI ... 45
17 Sebaran anak berdasarkan hambatan menyusui ... 46
18 Perkiraan intake pangan, energi dan protein ... 47
19 Tingkat kecukupan energi dan protein ... 48
20 Status Gizi anak saat ini (BB/TB, BB/U dan TB/U) ... 51
21 Sebaran anak berdasarkan frekuensi dan lama sakit ... 53
22 Sebaran anak berdasarkan jenis penyakit ... 54
23 Status kesehatan berdasarkan skor morbiditas ... 56
24 Sebaran anak yang telah mendapatkan imunisasi ... 57
25 Sebaran anak berdasarkan usia dan status gizi saat ini ... 60
26 Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan energi dan status gizi saat ini ... 61
27 Sebaran anak berdasarkan status gizi masa lalu dan status gizi saat ini ... 62
(14)
28 Sebaran ibu berdasarkan usia ibu dan skor morbiditas ... 62 29 Sebaran anak berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif dan
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD ... 23 Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh ... 24 Gambar 3 Kurva rata-rata nilai z anak pada usia 1-12 bulan ... 50
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Nilai p dan r hubungan variabel ... 76
Lampiran 2 Hasil analisis terhadap status gizi saat ini ... 77
Lampiran 3 Hasil analisis terhadap status kesehatan ... 78
(17)
Latar Belakang
Anak adalah aset bagi orang tua dan ditangan orangtualah anak-anak tumbuh dan menemukan jalannya. Anak sebagai amanah tentunya harus dijaga, dirawat, dan dididik sebaik-baiknya. Hal tersebut sangat penting agar anak tumbuh sehat jasmani-rohani, cerdas, dan berguna bagi bangsa-negaranya. Anak prasekolah adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik (Rahmawati & Kusharto 2006). Masa prasekolah merupakan priode perkembangan yang dimulai dari usia 2-6 tahun (Santrock 1997). Para psikolog anak menyatakan bahwa tahun-tahun prasekolah adalah masa paling penting dari seluruh tahapan perkembangan (Hurlock 1998). Menurut Mustafa (2004) dalam Rahmawati (2006), anak prasekolah bukan sekedar manusia muda yang tidak berdaya bila tidak mendapatkan bantuan dari orang dewasa yang berada di sekelilingnya, melainkan individu yang memiliki potensi luar biasa. Potensi itu akan muncul manakala mendapatkan perawatan makanan, kesehatan, perhatian, kasih sayang yang memadai.
Perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya mulai dari masa bayi hingga beranjak dewasa. Agar perkembangan kesehatan anak tidak terganggu, maka orang tua perlu menjaga asupan gizinya. Tumbuh kembang anak dapat dipantau salah satunya melalui pengukuran fisiknya yang digambarkan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) sehingga dapat diperoleh gambaran status gizinya (Santoso & Ranti 2004).
Menurut Henrik Blum (1981) dalam Depkes RI (2002), status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor tersebut adalah: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan (imunisasi) dan keturunan (genetik). Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan, dan infeksi saluran pencernaan (Supariasa et al 2002). Menurut Santoso dan Ranti (2004), defisiensi zat gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Secara umum, defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan sistem kekebalan sehingga
(18)
perlu diberikan imunisasi. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, maka penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit, dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa et al 2002).
Masalah kesehatan dan gizi dapat timbul dalam bentuk penyakit, menurut Soemanto (1990), salah satu usaha yang berperan dalam masalah kesehatan adalah pemberian ASI. ASI eksklusif memberikan zat gizi terbaik dalam kualitas dan kuantitas pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi pada usia 0 sampai 6 bulan. Oleh karena itu ASI memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang anak dan status kesehatannya kelak. Pada usia bayi sampai dengan umur 2 tahun, kekurangan zat gizi akan mengganggu kesehatan, menghambat pertumbuhan dan mengurangi kecerdasan.
Pada tahun 2004, Departemen Kesehatan sesuai dengan ketetapan WHO menetapkan program ASI eksklusif selama enam bulan. Tujuan pemberian ASI eksklusif tersebut untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi terutama diare (Villalpando & Alarcon 2000). Meskipun ASI merupakan makanan terbaik bagi anak untuk meningkatkan kelangsungan hidupnya serta sangat besar manfaatnya bagi anak maupun ibu, namun kenyataannya tidak semua ibu dapat memberikan ASI secara ideal kepada anaknya yaitu hingga 24 bulan. Karena ibu-ibu banyak mepraktekkan pemberian MP-ASI bahkan pada usia dini dengan berbagai alasan, termasuk kekhawatiran bayi tidak bertahan hidup jika hanya diberi ASI saja sampai usia 4-6 bulan (Setyowati & Budiarso 1999).
Menurut Prabantini (2010), setelah bayi berumur 6 bulan pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang aktivitasnya sudah cukup banyak. Pesatnya pertumbuhan bayi perlu dibarengi dengan pemberian kalori dan gizi yang cukup. Oleh karena itu, makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan juga ASI sangatlah penting bagi bayi.
Selain kecukupan ASI dan MP-ASI kecukupan konsumsi zat gizi lainnya juga sangat penting bagi anak. Seorang anak yang mengalami defisiensi zat gizi tersebut dapat berakibat pada berbagai aspek fisik dan mental. Zat gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak selanjutnya. Kecukupan zat gizi juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan kecerdasan anak. (Santoso & Ranti 2004). Berdasarkan uraian
(19)
diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD.
Tujuan Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik Ibu dan karakteristik anak PAUD.
2. Mengidentifikasi riwayat pemberian ASI dan MP-ASI, serta asupan gizi saat ini anak PAUD.
3. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan anak PAUD.
4. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan status kesehatan anak PAUD.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada ibu bahwa pemberian ASI dan pemenuhan asupan gizi yang cukup akan memberikan manfaat bagi kesehatan anak. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan gambaran atau informasi kepada ibu dan penyelenggara PAUD mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi anak serta perawatan kesehatan yang diberikan kepada anak usia dini.
Bagi para ibu diharapkan dapat lebih sadar dan siap lagi dalam memberikan ASI-nya, terutama ASI eksklusif dan selanjutnya memberikan ASI secara ideal yaitu sampai 24 bulan. Selain itu menjadi bahan pertimbangan bagi instansi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk lebih maksimal lagi dalam melakukan promosi ASI Eksklusif melalui media cetak maupun melalui media elektronik.
(20)
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Adanya hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan status gizi anak PAUD.
2. Adanya hubungan antara status gizi dengan status kesehatan anak PAUD. 3. Adanya pengaruh riwayat pemberian makan terhadap status gizi dan status
(21)
Pemberian Makanan pada Bayi dan Balita Air Susu Ibu (ASI)
ASI adalah makanan dan minuman yang paling utama bagi bayi. Selain karena tidak akan pernah ada manusia yang sanggup memproduksi susu buatan sekualitas dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah SWT kepada seluruh anak manusia, untuk menjamin kesehatan ibu dan anak, serta menjamin kelangsungan hidup anak manusia itu kelak di kemudian hari (Suhendar 2002).
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayi atau anak. Keunggulan ASI sebagai makanan bayi tidak diragukan lagi karena ASI mempunyai nilai gizi yang tinggi, mengandung zat-zat kekebalan yang dapat mencegah berbagai penyakit infeksi, terutama di negara-negara sedang berkembang (Winarno 1995).
ASI dapat diberikan langsung kepada bayi dalam keadaan segar, hangat dan terjamin kebersihannya, selain itu penyiapannya sangat sederhana dan praktis tidak perlu dilarutkan terlebih dahulu seperti susu botol. ASI juga sangat ekonomis tidak perlu mengeluarkan uang untuk membelinya, memberikan ASI berarti membina hubungan yang erat dan penuh kasih sayang antara ibu dan anak (Depkes 1994).
Menurut Roesli (2000), kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama sampai hari ke empat setelah melahirkan. Kolostrum merupakan cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah, merupakan cairan kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matang. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
Komposisi ASI
Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sudah mulai terjadi sekresi kolostrum pada payudara ibu hamil. Dalam kondisi normal ASI diproduksi sebanyak 100 cc pada hari ke 2 kemudian meningkat sampai 500 cc pada
(22)
minggu kedua dan menjadi konstan setelah hari ke 10 sampai hari ke 14 (Hardinsyah & Martianto 1992).
ASI mengandung energi sedikit lebih banyak dibanding dengan susu sapi, namun demikian komposis ASI tersebut sangat sesuai dan mudah dicerna serta diserap oleh usus bayi bila dibandingkan susu sapi atau susu formula (Muchtadi 2002). ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi atau anak, terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Pudjiadi 2000). Perbandingan komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan komposisi ASI, susu formula dan susu sapi (100ml) Komposisi (g/100 ml) ASI (g/100 ml) Susu Formula (g/100 ml) Susu Sapi (g/100 ml)
Lemak (g) 3,0-5,5 1,3-3,6 3,2
Protein - Whey - Kasein
1,1-1,4 0,7-0,9 0,4-0,5
1,76-2,4 3,1
0,6 2,5 Karbohidrat
- (kkal)
6,6-7,1 65-70 7,32-9,6 51-74 4,4 61 Mineral
- Na (mg) - K (mg) - Ca (mg) - P (mg) - Cl (mg) - Mg (mg) - Fe (mg) - Cu (µg) - Zn (mg) - Mn (µg)
0,2 10 40 30 10 30 4 0,2 - - - 0,3-0,6 24-33 61-112 41-102 36-90 41-71 4-7 0,7-1,0 3,5-5,0 0,1-0,3 4-6,9 0,8 50 150 114 90 102 12 0,1 - - - Vitamin
- A (SI) - D (SI) - B1 (mg) - B2 (mg) - C (mg) - B6 (mg) - B12 (µg) - Niasin
- Pantotenat A (µg) - Asam folat (µg) - Biotin (mg)
150-270 6 0,017 0,03 4,4 0,02 0,04 0,17 0,24 0,2 0,2 222-300 47,6-75 0,3-0,7 0,06-0,08 0,09-0,14 5,4-120 0,00-0,15 0,27-0,6 0,6-0,89 1-3 - 60 2 0,03 0,17 1 0,07 0,3 0,1 0,34 0,2 3,0
(23)
Manfaat ASI
Menurut Depkes (1997) ASI memilki manfaat baik untuk bayi maupun ibunya. Manfaat ASI untuk bayi antara lain ASI adalah makanan terbaik untuk bayi karena mudah dicerna oleh sistem pencernaan bayi, mengandung zat gizi berkualitas tinggi, mengandung asam amino essensial yang sangat penting untuk meningkatkan jumlah sel otak bayi terutama usia bayi 6 bulan. Kandungan antibodi dalam ASI dapat melindungi bayi dari penyakit dan membantunya meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Menurut Rahmaniah (2006) ASI memiliki banyak keuntungan bagi bayi, karena didalam ASI terdapat zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi sehingga mengurangi resiko berbagai jenis kekurangan zat gizi. ASI membantu pertumbuhan bakteri sehat dalam usus yang disebut Lactobacillus bifidus yang dapat mencegah bakteri penyakit lainnya sehingga mencegah diare. Laktoferin yang dikombinasikan dengan zat besi di dalam ASI dapat mencegah pertumbuhan kuman penyakit.
Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, tetapi ibu juga dapat merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan pasca melahirkan, beberapa bukti menerangkan bahwa pemberian ASI memberikan keuntungan psikologi karena dapat meningkatkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi (Jellife & Jellife 1979; Perkins & Vannais 2004).
Selain itu, manfaat ASI juga dapat dirasakan ibu yang menyusui bayinya yaitu, mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, berat badan lebih cepat normal kembali, mengurangi kemungkinan menderita kanker (kanker payudara dan kanker indung telur), mengurangi resiko keropos tulang, diabetes maternal, stress dan gelisah, pengeluaran lebih ekonomis atau murah, tidak merepotkan, hemat waktu dan dapat dibawa kemana-mana (portable) dan praktis serta memberi kepuasan bagi ibu yang memberikan ASI eksklusif (Perkins & Vannais 2004; Roesli 2000). Diungkapkan juga pada penelitian Tackett dan Kendall (2007) bahwa ibu yang menyusui bayinya akan terhindar dari resiko stres tinggi setelah melahirkan. Hal ini karena menyusui dapat menurunkan proinflammatory cytokines pada ibu yang merupakan pemicu stres atau depresi setelah melahirkan.
(24)
Menurut penelitian Jakobsen et al (2003) pada bayi usia 9-35 bulan di Guinea-Bissau, menunjukkan bahwa bayi yang telah disapih mengalami enam kali lebih tinggi angka kematiannya selama tiga bulan pertama perang disana daripada bayi yang masih disusui. Hal ini membuktikan bahwa efek perlindungan ASI merupakan hal yang utama melawan infeksi dalam keadaan darurat.
Telah banyak hasil penelitian yang membuktikan keunggulan ASI dibandingkan makanan lain, terutama sebagai makanan di awal kehidupan bayi. Hasil riset epidemiologi menunjukkan bahwa pemberian ASI berdampak positif pada kondisi kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi serta secara signifikan menurunkan angka morbiditas bayi, terutama penyakit yang akut dan kronik (Putri 2003).
ASI Eksklusif
Menurut Roesli (2009), ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Lebih tepatnya pemberian ASI secara Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 6 bulan, dan setelah 6 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan padat. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun.
Menurut Muchtadi (2002), ASI eksklusif terutama diberikan selama enam bulan pertama karena pada masa-masa ini bayi dalam kondisi kritis. Pertumbuhan dan pembentukan psikomotor terjadi sangat cepat pada masa enam bulan pertama, sehingga pemberian ASI eksklusif akan sangat mendukung. Menurut WHO (2000), Setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meniggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Lebih lanjut kira-kira 30.000 kematian balita Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF 2006). Bayi yang disusui secara eksklusif 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13%. Selain itu, ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000).
(25)
Berdasarkan Roesli (2008) hasil penelitian di Jakarta-Indonesia menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif. Selain itu, inisiasi dini atau menyusu dini dapat menurunkan risiko kematian bayi. Penelitian Chantry, Howard dan Auinger (2006) menyebutkan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif selama enam bulan penuh memiliki resiko lebih kecil terkena penyakit pneumonia dibandingkan bayi yang diberi ASI kurang dari enam bulan.
Menurut Rahmaniah (2006), menyusui secara eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan atau minuman apapun termasuk empeng, dan telah dianjurkan oleh pemerintah untuk dilakukan selama enam bulan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 (Kurniadi 2006). Menurut Sensus Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI), pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada tahun 1997 sebesar 42% turun menjadi 39,5% pada tahun 2003. Sementara pemakaian susu botol meningkat dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,4% pada tahun 2003 (Departemen Kesehatan 2006). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (1997), diacu dalam Abdullah et al (2004), diketahui hampir semua ibu di Indonesia (96,5%) yang mempunyai bayi pernah memberikan ASI. Hasil survey tersebut juga menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya hanya 23, 9 persen.
Di Kota Bogor berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim jurusan GMSK IPB tahun 2001 diketahui bahwa pemberian ASI eksklusif hanya 22,8 persen (Abdullah et al 2004). Hasil SDKI tahun 2002-2003 menunjukkan pemberian ASI eksklusif sebesar 55 persen (BPS 2003). Perkembangan pemberian ASI eksklusif dari tahun ke tahun dinilai masih rendah dibandingkan target tahun 2010 sebesar 80 persen (Briawan & Suciarni 2007).
Hambatan Menyusui
Menurut Putri (2003), menyusui adalah cara alami memberi makan bayi, tetapi banyak ibu yang menghadapi kendala ketika melakukan. Sebenarnya hampir semua hambatan menyusui dapat diatasi dan dicarikan solusinya. Hambatan menyusui yang dialami oleh ibu dan bayinya dapat disebabkan oleh adanya hambatan secara fisik, psikis atau pun teknis. Kendala dalam pemberian ASI dapat diketahui antara lain yaitu ASI sedikit, kelelahan ibu diawal menyusui, sakit pada putting dan payudara ibu, anjuran yang keliru dari petugas kesehatan, kurangnya pengetahuan ibu, pelayanan kesehatan pasca melahirkan yang
(26)
menghambat menyusui secara dini dan eksklusif, ibu bekerja dan promosi PASI dalam bentuk susu formula di berbagai media.
Menurut Arifin (2002) ada berbagai faktor yang mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif. Faktor tersebut bisa dari pihak ibu, bayi maupun dari faktor lingkungan. Faktor yang berasal dari pihak ibu disebabkan antara lain karena karakteristik sosial dan ekonomi ibu (pendapatan, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu), pengetahuan ibu tentang ASI dan kondisi kesehatan ibu yang semua itu membuat ibu tidak bisa memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Faktor yang berasal dari pihak bayi mungkin karena preferensi bayi terhadap ASI, sedangkan dari faktor lingkungan sendiri ini disebabkan karena sumber informasi pemberian makanan atau minuman selain ASI. Menurut International Lactation Consultant Association (ILCA 2000), beberapa penelitian menunjukkan bahwa hampir semua kesulitan menyusui dapat ditangani tanpa perlu menggunakan perangkat medis yang berteknologi canggih dan mahal.
Pengetahuan Ibu tentang ASI
Menurut Grant (1989), pengetahuan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak yang dapat diukur dari status gizi anak maupun dari kematian bayi dan anak. Selanjutnya dinyatakan bahwa kebiasaan yang salah dalam pemberian makanan pada bayi disebabkan karena kurangnya pengetahuan orangtua tentang pentingnya pemberian ASI kepada anak. Ibu yang mengetahui dan mengerti tentang pentingnya ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan anak akan memberikan ASI kepada anaknya karena hal tersebut dianggapnya baik. Pujiyanti (2008) mengemukakan bahwa pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan status gizi keluarga karena apabila pengetahuan gizi kurang maka akan menyebabkan timbulnya kekurangan gizi bagi anak.
Menurut Menkesos RI (2000) dalam Arifin (2002), masih rendahnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya pemberian ASI pada bayi selama empat bulan pertama, makanan pendamping ASI, kebersihan, perawatan serta deteksi kelainan tumbuh kembang dan stimulasi dini yang memadai mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan yang berakibat gizi buruk pada bayi di bawah usia enam bulan dan meningkatnya beberapa penyakit infeksi pada anak.
Menurut Moreland dan Coombs (2000) meskipun penyapihan dini dan kesulitan menyusui terjadi pada anak sebelumnya, namun adanya peningkatan
(27)
pengetahuan ibu tentang ASI dan dukungan yang ibu peroleh pada kehamilan yang sekarang maka pemberian ASI yang sekarang akan lebih berhasil dari sebelumnya. Selain itu Pudjiadi (2000) juga berpendapat bahwa pengetahuan orang tua tentang usia yang tepat untuk memulai penyapihan dapat menghindari anak dari penyimpangan pertumbuhan. Pada keluarga dengan pendapatan rendah penyapihan dini akan menyebabkan kerugian karena makanan yang diberikan kurang bergizi dan kurangnya pengetahuan tentang makanan anak.
Hasil penelitian Handayani (2006), menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang berpengetahuan menyusui baik ada pada kategori ibu yang bekerja (45,5%), sedangkan sebagian kecil yang berpengetahuan baik berada pada kategori ibu yang tidak bekerja (19,2%). Hal ini disebabkan ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas sehingga informasi tentang ASI yang didapat lebih banyak, sedangkan bagi ibu yang tidak bekerja apabila informasi dari lingkungannya kurang maka pengetahuannya kurang, apalagi bila ibu tersebut tidak aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kesehatan maka informasi yang diterimanya akan lebih sedikit.
ASI dan Kesehatan Anak
Beberapa tahun belakangan ini terdapat berbagai informasi ilmiah baru khususnya dalam bidang kesehatan yaitu adanya kekebalan dan penyakit menular. Pada makhluk dewasa cara badan mempertahankan diri terhadap infeksi telah diketahui dan dikenal dengan baik. Namun bayi yang baru dilahirkan dianugerahi kemampuan kekebalan yang sangat terbatas. Melalui ASI bayi dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuhnya. Hal ini terjadi karena di dalam ASI memiliki sifat anti infeksi terutama diare, dalam lingkungan yang kurang tepat. Selain itu kolostrum mengandung berbagai jenis sel dalam jumlah yang sangat tinggi yaitu sebanyak delapan juta sel per mil. Sel-sel tersebut terdiri dari limfosit, neutrofil, makrofag dan sel-sel epitel (Winarno 1995).
ASI mengandung faktor-faktor positif, yakni kekebalan dalam bentuk seluler dan cairan (humoral). Kandungan senyawa atau faktor-faktor kekebalan dalam ASI banyak terdapat dalam bagian humoralnya, termasuk pengeluaran Immunogglobulin A (IgA), laktoferin, lysozyme (3000 sampai 4000 kali lebih besar dari yang terdapat dalam susu sapi). Daya kekebalan ASI pada umumnya ditujukan terhadap kuman pathogen bagi bayi yang berusia muda seperti misalnya E.coli dan Enterovirus, keduanya dapat menyebabkan mencret (diare).
(28)
Selain itu virus respiratory syncytial (RS) merupakan penyebab utama penyakit pernafasan bawah selama umur enam bulan pertama. Antibodi IgA yang dapat melawan virus RS biasanya terdapat dalam ASI, dan karena alasan tersebut maka bayi-bayi yang mendapat ASI jarang sekali terserang infeksi Rotavirus dan virus RS secara serius (Winarno 1995).
Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terhadap penyakit. Hal ini diperkuat dalam Roesli (2008) yaitu beberapa penyakit yang mengintai bayi yang diberi susu formula adalah infeksi saluran pencernaan, saluran pernafasan dan infeksi telinga tengah, meningkatnya risiko alergi, serangan asma, kegemukan, meningkatnya risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, kanker dan risiko penyakit menahun, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, serta meningkatnya risiko kurang gizi dan risiko kematian bayi.
Menurut penelitian Chen (1994) dalam Riordan dan Auerbach (2005), pada bayi di China menemukan bahwa jumlah bayi yang diberi susu formula terkena infeksi saluran pernafasan sebanyak dua kali lebih banyak daripada bayi-bayi yang mendapat ASI. Bayi yang di beri susu formula sepertiga lebih banyak menderita infeksi gastroenteritis dan jenis penyakit infeksi lainnya ketimbang bayi yang diberi ASI. Demikian halnya penelitian yang menemukan bahwa pada bayi yang menderita diare akan lebih cepat sembuh bila ASI diberikan, sehingga dapat dikatakan pemberian ASI tetap dilanjutkan pada bayi yang menderita diare (ILCA 2000). Selain itu dari beberapa penelitian lainnya diketahui bahwa bayi yang diberi susu buatan selain ASI mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare dan 3-4 kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (WHO 2000).
MP-ASI
Menurut Handy (2010), makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sebaiknya dimulai ketika ASI tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi. Hal ini dimulai pada usia sekitar 6 bulan yaitu berupa makanan dan cairan lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bayi. Namun bayi pada usia dibawah 24 bulan, tetap perlu menyusui dan mendapatkan ASI. Menurut Prabantini (2010), MP-ASI diberikan setelah bayi berusia 6 bulan, karena bayi mulai membutuhkan makanan padat dengan beberapa nutrisi, seperti zat besi, vitamin C, protein, karbohidrat, seng, air dan kalori. Oleh karena itu penting juga untuk tidak menunda hingga bayi berumur lebih dari 6 bulan karena menunda dapat
(29)
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Adapun tanda-tanda bayi yang siap diberi makanan pendamping ASI adalah:
1. Bayi mulai memasukkan tangan ke mulut dan mengunyahnya 2. Berat badan sudah mencapai dua kali lipat berat lahir
3. Bayi merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makanan 4. Hilangnya refleks menjulurkan lidah
5. Bayi sudah dapat duduk dan mengontrol kepalanya pada posisi tegak dengan baik
6. Keingintahuan terhadap makanan yang dimakan oleh orang lain semakin besar
Bayi lahir mempunyai kemampuan menghisap dan menelan. Saat bayi mulai fase makan maka bayi akan mulai mempelajari keahlian baru yaitu belajar untuk mendorong makanan di rongga mulut dengan lidahnya hingga masuk ke bagian belakang mulut dan kemudian menelannya. Sebelum bayi diperkenalkan makanan padat maka sebaiknya diperkenalkan dulu makanan yang halus. Setelah bayi mampu mengatasi makanan halus atau lumat, selanjutnya adalah mulai belajar mengunyah. Panduan makanan padat untuk bayi terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Panduan makanan padat untuk bayi Umur
6 bulan 7-9 bulan 9-13 bulan
Sifat makanan Lembut, tak perlu dikunyah dan cair hingga agak padat
Makanan lunak, secara berangsur-angsur disajikan makanan kasar
Sebagian makanan yang disajikan di meja makan keluarga Jumlah 1 sendok teh,
secara bertahap diperbanyak
Porsi kecil: bahan dasar ¼ genggaman, roti ½ potong, sayur 1/3 genggaman, protein:1-2 sdm
Porsi kecil: bahan dasar ¼ genggaman, 1potong roti, sayur ½ genggam, protein: 2-3 sdm Frekuensi 1-2 kali sehari: 1
kali cemilan (buah halus)
2-3 kali sehari makan besar: 1 kali camilan (air buah, roti sayuran)
3-4 kali sehari makan besar: 2 kali camilan (air buah, roti sayuran, keju)
(Sumber : Pujiarto 2008).
Makanan setelah Priode Menyusui
Menurut Atmasier (2002), pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Menurut Prabantini (2010), setelah bayi mampu mengatasi makanan halus atau lumat, langkah berikutnya adalah
(30)
mulai belajar mengunyah. Pada umur 8-12 bulan, kemampuan motorik bayi meningkat. Kemampuannya untuk menelan semakin baik dan terkoordinasi karena itulah, bayi siap menerima makanan yang teksturnya lebih kasar.
Makanan yang dikonsumsi anak-anak haruslah merupakan sumber zat gizi yang baik dan yang diperlukan. Asupan energi yang diperoleh dari makanan harus seimbang dengan pengeluaran energi untuk mempertahankan berat badan (de Castro 2004). Makanan yang anak-anak konsumsi sebaiknya mengandung sekurang-kurangnya tiga zat gizi. Jumlah makanan yang mereka butuhkan tergantung pada ukuran tubuh, umur dan aktivitas tubuhnya. Jika anak-anak hanya menunggu jam makan keluarga, mereka sering merasa lapar. Ada baiknya anak diberi makanan selingan atau memberi makanan dengan frekuensi yang lebih sering (Nasoetion & Riyadi 1994).
Metode Pengukuran Pemberian Makanan pada Bayi dan Balita
Metode pengukuran pemberian makanan pada bayi dan balita dilakukan melalui metode recall 2x24 jam yaitu recall 1x24 jam pada hari sekolah dan recall 1x24 jam pada hari libur. Prinsipnya metode ini dilakukan dengan cara mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu (biasanya 24 jam yang lalu) melalui wawancara. Penaksiran jumlah pangan yangdikonsumsi diawali dengan menanyakan dalam bentuk ukuran rumahtangga (URT) seperti potong, ikat, gelas, piring atau alat lain yang biasa digunakan di rumahtangga. Selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan gram. Agar diperoleh hasil yang teliti maka perlu dilatih sebelumnya mengenai penggunaan URT dan mengkonversikannya ke satuan berat. Metode ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitian karena keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survey (lebih dari 1x24 jam). Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sedehana. Metode ini bisa digunakan untuk individu dan keluarga (Hardinsyah et al 2002).
Menurut Suhardjo (1989), metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam yang lalu. Metode ini bisa digunakan untuk survei konsumsi keluarga, biasanya respondennya adalah ibu rumah tangga. Menurut Supariasa et al (2001), hal yang penting perlu diketahui adalah dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka
(31)
jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.
Status Gizi Balita Metode Pengukuran
Menurut Suhardjo (1989), berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizi, khususnya untuk mereka yang berumur di bawah lima tahun. Hal ini memerlukan kemampuan yang baik untuk mendeteksi dan menentukan apakah anak mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak dengan menggunakan satu ukuran berat badan. Meskipun berat badan dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi, namun telah banyak diketahui bahwa hal ini terjadi karena perbedaan dalam satus gizi dan status kesehatan.
Menurut Riyadi (2001), status gizi menggambarkan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai dampak dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur status gizi misalnya tinggi badan, berat badan dan usia. Penggunaan variabel-variabel tersebut dikombinasikan menjadi pengukuran tinggi badan menurut usia (TB/U), berat badan menurut usia (BB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi anak adalah berat badan menurut usia (BB/U). Selanjutnya disebutkan pula oleh Riyadi (2001) bahwa BB/U digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu makan). Kategori status gizi berdasarkan antropometri pada balita terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kategori status gizi berdasarkan ukuran antropometri untuk balita
BB/U TB/U BB/TB
Gizi lebih (z-score >2.0)
Pendek/ stunted (z-score ≥-3.0 s/d < -2)
Gemuk (z-score >2.0) Gizi baik
(z-score >-2.0 s/d ≤ 2.0) Gizi kurang
(z-score >-3 s/d <-2.0) Gizi buruk
(z-score <-3.0)
Normal
(z-score > - 2.0)
Normal
(z-score ≥-2.0 s/d ≤ 2.0) Kurus/ Wasted
(z-score ≥-3.0 s/d >-2) Sangat kurus
(z-score <-3.0) (Sumber : Riskesdas 2010).
(32)
Dampak Status Gizi terhadap Kesehatan Balita
Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka anak usia prasekolah yaitu tiga sampai enam tahun, termasuk golongan masyarakat yang disebut masyarakat rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat dan membutuhkan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar. Maka kesehatan yang baik ditunjang oleh keadaan gizi yang baik, merupakan hal yang utama untuk tumbuh kembang yang optimal bagi seorang anak (Santoso & Ranti 2004).
Seorang anak sehat, pada status gizi baik akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula, berat dan tinggi badannya akan selalu bertambah. Melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan anak secara teratur merupakan langkah yang tepat dalam rangka kewaspadaan terhadap perubahan zat gizi (Winarno 1995). Menurut Alvarado et all (2005) pemberian ASI dan kesehatan pada bayi mempengaruhi pertumbuhannya (pertambahan berat dan tinggi) yang merupakan bagian dari pengukuran status gizi. Disebutkan bahwa anak yang diberikan ASI, memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi daripada yang tidak diberikan ASI. Tingginya angka berat badan berhubungan positif dengan pemberian ASI dan jumlah hari sehat pada anak dan berhubungan negatif dengan kejadian demam dan batuk pada anak. Bayi yang tidak diberikan ASI akan tetapi diberikan makanan yang lengkap dan beraneka ragam memiliki efek positif juga pada kenaikan berat badan walaupun kenaikannya lebih rendah daripada yang diberikan ASI.
Diungkapkan pula oleh Piwoz et all (1994) bahwa kenaikan berat badan yang rendah bisa terjadi pada anak yang diberikan non ASI sebelum empat bulan dan kurang nafsu makan pada usia tiga sampai dua belas bulan, sehingga akibatnya anak pada usia satu tahun mengalami status gizi kurang (underweight).
Menurut Santoso dan Ranti (2004), kekurangan zat makanan disebut defisiensi dan akan mengakibatkan penyakit begitu pula jika kelebihan. Kekurangan zat gizi pada umumnya mencangkup protein dan karbohidrat, sedangkan kelebihan pada umumnya berkaitan dengan konsumsi lemak, protein dan gula. Angka kecukupan energi, protein berdasarkan umur dan berat badan anak yang dianjurkan disajikan pada Tabel 4.
(33)
Tabel 4. Angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein (AKP) No Umur Anak Berat (kg) Tinggi (cm) AKE (Kal) AKP (gr)
1 0-6 bulan 6 60 550 10
2 7-11 bulan 8.5 71 650 16
3 1-3 tahun 12 90 1000 25
4 4-6 tahun 18 110 1550 39
5 7-9 tahun 25 120 1800 45
(Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII 2004).
Status Kesehatan Balita
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang, biasanya penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang (Herlina 2001). Menurut Henrik Blum, status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor penentu tersebut adalah: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (genetik) (Depkes RI 2002). Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan, dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, maka penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit, dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa et al 2002).
Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan, mental, dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit cacat dan kelemahan (Sukarni 1989). Soemanto (1990) menyatakan bahwa jenis penyakit yang paling sering diderita anak balita adalah batuk, pilek dan panas badan. Salah satu usaha yang berperan dalam masalah kesehatan adalah pemberian ASI. Menurut Brinch (1986) menyusui sangat baik untuk bayi karena salah satunya dapat menyempurnakan pertumbuhan bayi sehingga menjadikan bayi lebih sehat dan cerdas. Disamping itu ASI memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit, terutama infeksi. ASI mengandung beberapa zat anti terhadap berbagai penyakit yang keberadaannya tidak dapat diberikan melalui makanan pengganti manapun (Suriani 1996).
(34)
Penyakit dan Gejala pada Anak
Kesehatan anak ditandai oleh terhindarnya dari penyakit, tubuh dalam kondisi baik sehingga dapat melakukan aktivitas secara normal sesuai dengan periode usianya. Keadaan lingkungan fisik menentukan tingkat kesehatan masyarakat yang hidup didalamnya dan dapat diukur dengan angka kematian dan kesakitan penduduk (Septianti 2006).
Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan, karena pada usia ini bila anak kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan otak dan gangguan pada perkembangan intelegensianya (Winarno 1995). Selain itu pengetahuan tentang kesehatan dan perkembangan anak yang minimal, dapat mempengaruhi tingkat kesehatan anak (Yuliana 2004).
Menurut Santoso dan Ranti (2004) ada beberapa penyakit anak yang sering menyerang sehingga perlu dicegah. Penyakit anak itu antara lain:
a. Cacar air
Penyakit ini pada umumnya dialami anak usia 3-5 tahun, dengan gejala demam ringan, sakit kepala, tubuh terasa lemas, kulit menjadi merah dan panas, terdapat lepuh-lepuh kecil (vescula) kebanyakan dipunggung bagian atas atau dada dan dalam keadaan lanjut atau hebat, muka dan anggota badan terkena semua.
b. Demam berdarah
Penyakit ini disebabkan virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes, yaitu nyamuk yang pada kaki dan badannya terdapat garis-garis hitam. Gejala demam berdarah adalah mendadak demam tinggi disertai sakit kepala, mual dan muntah-muntah, perut dan kerongkongan terasa sakit, batuk, sesak nafas, terjadi shock, ujung kaki dan tangan terasa dingin, timbul bintik-bintik merah pada kulit, kadang-kadang diikuti buang air besar bercampur darah dan dapat terjadi pendarahan pada hidung.
c. Mencret (diare)
Seseorang dikatakan mencret atau diare bila ia buang air besar yang encer seperti air dan sehari lebih dari empat kali mencret. Penyakit ini dapat ringan atau serius, datang secara mendadak atau akut. Anak yang terjangkit ini biasanya karena kurang gizi.
(35)
Anak diare atau mencret, demam dan cacar dapat mengakibatkan kematian. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menjaga kebersihan, tubuh dan lingkungan terutama kebersihan air minum, makanan dari lalat dan kotoran. Tidak terdapat sampah busuk dan terbuka di lingkungan rumah dan sekolah. Menghindari meminum air mentah, sebaiknya meminum air yang dimasak hingga mendidih, karena air yang mentah mengandung bibit penyakit. Agar daya tahan tubuh anak kuat terhadap penyakit, anak perlu diberikan makanan bergizi yang sehat dan seimbang.
Bagi seorang ibu dan guru penyelenggaraan Kelompok Bermain, hendaklah memilki kemampuan dalam melakukan pengamatan berbagai gejala dari penyakit yang sering dialami anak (Septianti 2006). Menurut Santoso dan Ranti (2004) beberapa gejala penyakit yang sering muncul pada anak antara lain adalah:
a. Pilek
Pilek penyebabnya adalah virus, yang bersifat mudah menular terutama pada anak yang masih kecil dan kondisi fisiknya lemah. Bagian yang diserang adalah saluran pernafasan. Gejalanya yaitu pusing, badan agak panas, hidung tersumbat dan dari hidung keluar lendir yang encer. b. Suara serak
Jika pilek disertai suara serak berarti infeksi pembengkakan telah terjadi pada pangkal teggorokan. Lebih lanjut akan terjadi penyempitan pada mulut saluran tenggorokan dan akhirnya menimbulkan sumbatan pernafasan.
c. Selera makan berkurang
Ketika terserang penyakit maka selera makan akan hilang. Seringkali hilangnya selera makan menunjukkan bahwa kesehatan anak terganggu. Biasanya ketika mulai sakit anak menjadi cengeng dan tidak mau makan. Jika anak sudah mulai mau makan, berarti kesehatannya sudah membaik.
d. Muntah
Infeksi saluran pernafasan pada anak dapat menimbulkan muntah. Anak yang muntah pada umumnya diikuti panas badan. Jika muntah disertai buang air besar, maka harus segera dibawa ke dokter karena jika terlalu banyak cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
(36)
e. Kejang
Kejang terjadi pada anak dengan disertai menggigil, sebelum suhu tubuhnya meninggi. Kejang terjadi pada penyakit malaria, campak, demam dan lainnya. Gejala kejang ini menakutkan, sehingga anak harus ditangani dengan kesabaran dan secara rasional.
f. Nyeri
Nyeri dapat mempengaruhi perilaku anak. Nyeri yang sering terjadi adalah nyeri kepala, leher, perut dan pegal-pegal. Gejala-gejala ini sering mendahului suatu penyakit.
Umumnya orangtua perlu memperhatikan perubahan perangai yang terjadi pada anak. Anak yang biasanya bergembira dan aktif menjadi pendiam dan pasif, maka orangtua harus memperhatikan gejala-gejala penyakit tersebut. Kemungkinan lain perubahan perangai anak disebabkan oleh keadaan psikologis seperti kehilangan perhatian orangtua karena ada adik baru sehingga mengalami kekecewaan dan sebagainya.
Upaya Pemeliharaan Kesehatan
Menurut Santoso dan Ranti (2004) untuk menjaga agar anak tetap sehat, seorang ibu perlu melakukan kebiasaan dibawah ini kepada anaknya:
a. Tidur tujuh hingga delapan jam sehari.
b. Makan tiga kali sehari dengan hanya sedikit makan makanan kecil dan sarapan pagi setiap hari.
c. Mempertahankan berat badan yang dikehendaki. d. Melakukan latihan jasmani secara teratur.
e. Istirahat yang cukup.
Masih menurut Santoso dan Ranti (2004) faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Penjagaan lingkungan misalnya pada lingkungan bermain, alat permainan diatur secara rapi. Selesai bermain, alat dikembalikan ke tempat semula, dan hal ini dibiasakan kepada anak. Penjagaan lain adalah membiasakan anak menjaga kebersihan diri. Jika kebiasaan bersih sudah ditanam sejak usia dini, maka ketika dewasa akan bertingkah laku sesuai dengan norma kebersihan. Hal ini juga berlaku dalam berpakaian, makan dan semua kegiatan anak sehari-hari.
(37)
Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila kelak seseorang terpapar dengan penyakit tersebut, maka ia tidak akan sakit atau sakit ringan. Pengendalian penyakit dapat dicegah dengan imunisasi berdasarkan Kepmenkes No.1611/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi (PPPL 2008). Imunisasi bertujuan memasukkan bakteri dan virus yang telah mati atau dilemahkan kedalam tubuh manusia sehingga tubuh manusia menjadi lebih kebal terhadap penyakit tertentu tanpa menderita penyakit itu terlebih dahulu. Pada masa bayi anak diberikan imunisasi BCG untuk cacar, DPT untuk polio. Pada masa sekolah anak masih perlu imunisasi tertentu yaitu cacar, polio dan BCG (Santoso & Ranti 2004). Jenis imunisasi yang dianjurkan pada masa anak-anak terdapat pada Tabel 5.
Menurut Roesli (2000) kolostrum adalah imunisasi pertama bayi, karena mengandung antibodi dalam kadar tinggi, vitamin A, dan zat-zat pelindung lainnya. Kolostrum baik diberikan kepada bayi pada awal kelahirannya karena di dalamnya mengandung lebih banyak protein, lebih banyak immunoglobulin A, laktoferin dan juga sel-sel darah putih yang berperan penting dalam mencegah timbulnya infeksi penyakit.
Tabel 5. Jenis imunisasi pada anak-anak
(Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2004).
Penyakit Waktu Reaksi Perlindungan
Imunisasi DPT, difteri, batuk rejan (partusis), tetanus
Suntikan pada umur 2, 4, 6, 18 bulan. Dan diulang pada 4-5 tahun
Anak bisa demam, tempat suntikan terasa sakit.
Tetanus harus diulang setiap 5 tahun supaya terhindar dari tetanus Polio Vaksin diminum
pada usia 0, 2, 3, 4, 6, 18 bulan dan ulangi pada umur 5 tahun
Tidak ada Harus diulang agar selalu terlindung
Campak Suntikan pada usia 9 bulan dan diulang pada usia 6 tahun
Demam dan timbul bercak-bercak
Tidak diketahui berapa lama sejak vaksinasi terakhir
Tuberkolosa (BCG)
Suntikan pada usia 0-3 bulan dan diulang pada usia 10-13 tahun, kalau dianggap perlu.
Sakit dan kaku di tempat suntikan
Seumur hidup
Rubella Suntikan untuk anak perempuan usia 10-14 tahun
Mungkin nyeri sendi Tidak diketahui berapa lama sejak vaksinasi terakhir
(38)
Anak merupakan pribadi yang unik. Pada masa usia prasekolah anak berada pada proses perkembangan penting. Perkembangan anak akan menjadi baik apabila ditunjang dengan pertumbuhan yang baik pula. Pertumbuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya. Agar perkembangan anak tidak terganggu, maka orang tua perlu menjaga asupan gizinya. ASI eksklusif adalah nutrisi terbaik dalam kualitas dan kuantitas pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi pada usia 0 sampai 6 bulan. Oleh karena itu perlu diketahui riwayat pemberian ASI-nya agar perkembangan, pertumbuhan dan kesehatan anak pada masa tersebut tidak terganggu.
Riwayat pemberian makan yaitu meliputi pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI, usia penyapihan dan hambatan Ibu pada saat menyusui. Adanya hambatan ibu pada saat menyusui akan menyebabkan pemberian MP-ASI dan susu formula lebih awal, yaitu sebelum bayi berusia 4-6 bulan. Praktek pemberian ASI sangat dipengaruhi oleh karakteristik Ibu. Oleh karena itu pengetahuan gizi ibu dan pendidikan akan sangat mempengaruhi praktek pemberian ASI. Faktor pekerjaan juga berpengaruh terhadap alokasi waktu ibu untuk menyusui anaknya, sedangkan usia ibu yang lebih muda mempengaruhi kemampuan laktasi yang lebih baik dibanding dengan wanita yang lebih tua (Hardinsyah & Martianto 1992).
Pemberian ASI yang lebih lama akan memberikan keuntungan pada bayi karena ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Menurut Henrik Blum, status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor tersebut adalah: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan (imunisasi) dan keturunan (genetik) (Depkes RI 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan, akan mempengaruhi status gizi dan asupan gizi anak secara langsung, sedangkan karakteristik ibu secara tidak langsung akan mempengaruhi status kesehatan anak.
Status kesehatan anak peserta PAUD meliputi frekuensi sakit, lama sakit dan jenis penyakit/infeksi. Jika status kesehatan anak dalam keadaan baik (tidak sakit), maka akan mempengaruhi kehadiran anak di PAUD. Keterkaitan antara riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat pada Gambar 1.
(39)
Gambar 1 Kerangka pemikiran riwayat pemberian makan, status gizi dan status kesehatan siswa PAUD.
Keterangan :
: hubungan atau pengaruh yang diteliti : hubungan atau pengaruh yang tidak diteliti : variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Riwayat pemberian makan
Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian MP-ASI
Usia penyapihan
Hambatan menyusui
Asupan Gizi
Status Gizi
Riwayat status gizi (0-1 tahun)
Status gizi saat ini (BB dan TB)
Karakteristik Ibu
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Pengetahuan Ibu tentang ASI Karakteristik Anak
Usia
Jenis kelamin
Riwayat kelahiran
Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Lingkungan
Perilaku
Pelayanan kesehatan
Genetik
Status Kesehatan
Frekuesi sakit
Lama sakit
Jenis penyakit/Infeksi
Kehadiran Anak dikelas
(40)
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive, dengan kriteria memiliki siswa berusia 2-4 tahun yang terdaftar sebagai siswa. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan kemudahan transportasi, akses informasi bagi peneliti dan PAUD yang terintegrasi dengan Posyandu. Penelitian ini dilaksanakan pada PAUD Dukuh dan Cikal Mandiri di Kecamatan Bogor Utara. Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan dari bulan November 2010 sampai dengan Desember 2010.
Cara Pemilihan Contoh
Populasi penelitian ini adalah anak usia prasekolah (siswa PAUD) di Kota Bogor Utara. Jumlah contoh dipilih secara purposif dari populasi yang memenuhi kriteria untuk menjadi contoh. Kriteria contoh yaitu: anak berusia 2-4 tahun, memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat) dan mempunyai riwayat diberi ASI oleh ibunya minimal selama 4 bulan serta memiliki daftar kehadiran (absensi) kelas di PAUD yang diteliti. Kerangka pemilihan contoh yang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh PAUD Cikal
Mandiri
PAUD Dukuh
Kls A:20
Memenuhi kriteria sebagai contoh Kls
B1:25
Kls B2:30
Kls B:25 Kls
A:11
Kls A:2
Kls B:9
Kls C:21
Kls A:5
Kls B:18
32 23
(41)
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner oleh peneliti terhadap ibu peserta PAUD. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik responden, riwayat pemberian makan, asupan gizi, status gizi, pemberian imunisasi dan status kesehatan peserta PAUD. Data sekunder meliputi KMS (Kartu Menuju Sehat), daftar kehadiran (absensi) contoh dikelas dan nama orangtua (ibu) diperoleh dari PAUD.
Karakteristik contoh yaitu meliputi usia, jenis kelamin dan riwayat kelahiran. Karakteristik responden yaitu meliputi usia, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan gizi ibu. Pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui pemberian 20 soal pertanyaan correct answer multiple choice. Data riwayat pemberian makan contoh meliputi pemberian pralaktal, lama pemberian ASI ekslusif (selama 6 bulan), pemberian MP-ASI (jenis, waktu pemberian dan frekuensi pemberian), usia penyapihan dan hambatan dalam menyusui. Asupan gizi contoh saat ini diperoleh melalui recall 2x24 jam yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram.
Data yang diperoleh untuk mengetahui status gizi contoh yaitu riwayat status gizi saat contoh berusia 1-12 bulan yang diperoleh dari catatan penimbangan di KMS dan status gizi saat ini melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak merk Camry dengan kapasitas 100 kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg, sedangkan tinggi badan contoh diukur menggunakan Stature meter dengan kapasitas 200 cm dan tingkat ketelitian 0,1 cm. Data status kesehatan contoh diperoleh dengan menanyakan frekuensi sakit, lama sakit, jenis penyakit/infeksi selama 3 bulan terakhir, serta kehadiran anak dikelas dan pemberian imunisasi contoh. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis variabel, cara pengumpulan data dan pembagian kategori
No. Variabel
Cara pengumpulan
data
Kategori Kriteria 1 Usia responden Wawancara
menggunakan kuesioner
1. 20-40 2. 40-65 3. >65
(dewasa muda) (dewasa madya) (dewasa tua) Papalia, Old dan Fiedlman (2008)
(42)
Lanjutan Tabel 6 Jenis variabel, cara pengumpulan data dan pembagian kategori
No. Variabel
Cara pengumpulan
data
Kategori Kriteria 2 Pendidikan
responden
Wawancara menggunakan kuesioner
1. SD 2. SMP 3. SMA 4. PT
-
3 Pekerjaan responden
Wawancara menggunakan kuesioner
1. Bekerja 2. Tidak bekerja
-
4 Pengetahuan gizi responden
Wawancara menggunakan kuesioner
1. Baik 2. Cukup 3. Kurang
> 80% jawaban benar 60-80% jawaban benar < 60% jawaban benar (Khomsan 2000) 5 Usia contoh Wawancara
menggunakan kuesioner
1. Umur 2 tahun 2. Umur 3 tahun 3. Umur 4 tahun
-
6 Jenis kelamin Wawancara menggunakan kuesioner
1. Laki-laki 2. Perempuan
-
7 Riwayat kelahiran Wawancara menggunakan kuesioner
1. Cukup bulan 2. Tidak cukup
bulan
Setelah usia kandungan 9 bulan Sebelum usia kandungan 9 bulan 8 Pemberian ASI Wawancara
menggunakan kuesioner
1. Ekslusif
2. Non Ekslusif
0-6 bln diberikan ASI saja tanpa diberikan makanan dan minuman selain ASI
0-6 bln sudah diberikan makanan dan minuman selain ASI
9 Pemberian MP-ASI a. Jenis makanan
b. Usia diberikan
c. Frekuensi (per hari)
Wawancara menggunakan kuesioner
1. Sari buah 2. Nasi tim 3. Biskuit 4. Nasi 1. 6-7 2. 8-9 3. 10-12 1. 1 kali 2. 2 kali 3. 3 kali
-
-
- 10 Usia penyapihan Wawancara
menggunakan kuesioner
1. 0-6 bulan 2. 7-12 bulan 3. 13-24 bulan 4. > 24 bulan
-
11 Hambatan menyusui
Wawancara menggunakan kuesioner
1. Tidak ada hambatan 2. Ada
hambatan -
(43)
Lanjutan Tabel 6 Jenis variabel, cara pengumpulan data dan pembagian kategori
No. Variabel
Cara pengumpulan
data
Kategori Kriteria 12 Tingkat
kecukupan energi Wawancara menggunakan kuesioner (Recall 2x24 jam)
1. Defisit berat 2. Defisit sedang 3. Defisit ringan 4. Normal
(< 70%) AKG (70-79%) AKG (80-90%) AKG (90-119%) AKG
(Hardinsyah et al 2002) 13 Tingkat
kecukupan protein Wawancara menggunakan kuesioner (Recall 2x24 jam)
1. Defisit berat 2. Defisit sedang 3. Defisit ringan 4. Normal
(< 70%) AKG (70-79%) AKG (80-90%) AKG (90-119%) AKG
(Hardinsyah et al 2002) 14 Status gizi anak
a. (BB/TB)
b. (BB/U)
c. (TB/U)
Pengukuran antropometri
1. Sangat kurus 2. Kurus 3. Normal 4. Gemuk
1. Gizi buruk 2. Gizi kurang 3. Gizi baik 4. Gizi lebih 1. Normal
2. Pendek/stunted
(Riskesdas 2010) z-score <-3.0
z-score ≥-3.0 s/d >-2 z-score ≥-2.0 s/d ≤ 2.0 z-score >2.0
z-score <-3.0
z-score >-3 s/d <-2.0 z-score >-2.0 s/d ≤ 2.0 z-score >2.0
z-score > - 2.0
z-score ≥-3.0 s/d < -2 15 Frekuensi sakit
(dalam 3 bulan terakhir)
Wawancara menggunakan kuesioner
1. Satu kali 2. Dua kali 3. Tiga kali 4. Empat kali
-
16 Lama sakit (dalam 3 bulan terakhir)
Wawancara menggunakan kuesioner
1. 1-4 hari 2. 5-8 hari 3. > 8 hari
-
17 Skor morbiditas Wawancara menggunakan kuesioner
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
(0-19) (20-39) (40-58) Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data ke computer, cleaning data dan analisis data. Data dianalisis secara deskriptif serta analisis inferensia statistik dengan bantuan program Microsoft Excell dan SPSS for windows versi 16.0. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik ibu, karakteristik anak, riwayat pemberian makan, riwayat pemberian ASI, asupan gizi saat ini, status gizi masa lalu (1-12 bulan), status gizi saat ini, status kesehatan dan riwayat pemberian imunisasi. Data karakteristik anak dan karakteristik ibu diolah dengan tabulasi frekuensi.
(44)
Pengetahuan gizi ibu
Soal pengetahuan gizi ibu diberikan dalam bentuk 20 pertanyaan correct answer multiple choice (Khomsan 2000), setiap pertanyaan bernilai 1 jika benar, 0 jika salah atau tidak tahu. Pengetahuan gizi dinilai dengan menjumlahkan skor yang diperoleh kemudian dikategorikan baik, sedang dan kurang. Pengetahuan gizi dikategorikan baik apabila skor yang diperoleh lebih dari 80% dari total skor, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60% hingga 80% dari total skor, dan kategori kurang apabila skor yang diperoleh kurang dari 60% dari total skor.
Riwayat pemberian ASI dan MP-ASI
Penilaian riwayat pemberian ASI eksklusif ditentukan oleh skor dari setiap jawaban pertanyaan yaitu 2 untuk jawaban memberikan ASI eksklusif dan 1 untuk jawaban yang memberikan ASI non eksklusif. Penilaian riwayat pemberian MP-ASI ditentukan oleh skor dari setiap jawaban pertanyaan yaitu 1 untuk jawaban yang memberikan MP-ASI yang tepat sesuai dengan jenis, waktu dan frekuensinya dan 0 untuk jawaban yang memberikan MP-ASI yang tidak tepat sesuai dengan jenis, waktu dan frekuensinya. Kemudian dari setiap item pertanyaan dibuat ke dalam bentuk tabel sebaran frekuensi yang terdiri atas jumlah (n) dan persentasenya.
Tingkat konsumsi
Data konsumsi pangan dan zat gizi contoh dikumpulkan melalui food recall 2x24 jam yaitu pada hari sekolah dan hari libur yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram, kemudian dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein yang mengacu Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan label makanan (untuk makanan yang belum ada di DKBM). Rumus yang digunakan untuk mengkonversi data konsumsi adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):
KGij=Σ(Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:
KGij = Penjumlahan zat gizi (i) dari setiap bahan makanan atau pangan (j) yang dikonsumsi.
Bj = Berat bahan makanan (j) yang dikonsumsi (gr)
Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD dari bahan makanan (j)
(45)
Rumus diatas digunakan untuk mengetahui total zat gizi yang dikonsumsi. Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) angka kecukupan energi dan protein anak dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
AKG= (Ba/Bs) x AKGi Keterangan:
AKG = Angka kecukupan energi atau protein Ba = Berat badan aktual sehat (kg)
Bs = Berat badan patokan (kg)
AKGi = Angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan
Selanjutnya, tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus tingkat kecukupan zat gizi yang digunakan (Hardinsyah & Briawan 1994):
TKG= (K/AKG) x 100% Keterangan:
TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi
AKG = Kecukupan zat gizi yang dianjurkan
Perhitungan tingkat konsumsi zat gizi khusus untuk energi dan protein memperhitungkan berat badan aktual yang dibandingkan dengan berat badan anak balita standar yang terdapat dalam AKG. Kemudian hasil perhitungan dalam nilai persentase tersebut diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu defisit berat (<70%), defisit sedang (70-79), defisit ringan (80-89) dan normal (90-119) (Hardinsyah et al 2000).
Status gizi
Pengolahan data status gizi anak diolah menggunakan software WHO Antrho 2005. Data status gizi anak di ukur berdasarkan indeks BB/TB, BB/U dan TB/U. Status gizi anak diukur menggunakan indeks BB/TB dengan kategori sangat kurus (z-score <-3.0), kurus (z-score ≥-3.0 s/d >-2), normal (z-score ≥-2.0 s/d ≤ 2.0) dan gemuk (z-score >2.0). Status gizi anak diukur menggunakan indeks BB/U dengan kategori gizi lebih (z-score >2.0), gizi baik (z-score >-2.0 s/d ≤ 2.0), gizi kurang (z-score <-3.0) dan gizi buruk (z-score >-3 s/d <-2.0). Status gizi anak diukur menggunakan indeks TB/U dengan kategori gizi normal (z-score > - 2.0) dan pendek/stunted (z-score ≥-3.0 s/d < -2) (Riskesdas 2010).
(46)
Status kesehatan
Data status kesehatan anak di peroleh dari hasil wawancara kepada responden yaitu berupa frekuensi sakit dan lama sakit selama 3 bulan terakhir. Frekuensi sakit dikategorikan menjadi satu kali, dua kali, tiga kali dan empat kali sakit dalam 3 bulan terakhir. Lama sakit dikategorikan menjadi 1-4 hari, 5-8 hari dan >8 hari. Untuk keperluan analisis data skor morbiditas dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dan frekuensi sakit (Sugiyono 2009). Kemudian skor morbiditas dikategorikan menjadi rendah (0-19), sedang 20-39) dan tinggi (40-58).
Data analisis statistik menggunakan uji korelasi Pearson, uji Rank-Spearman dan uji Regresi linear metode bacward. Uji korelasi Pearson untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang erat antara umur ibu dengan status kesehatan; usia anak dan status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan status gizi anak saat ini. Uji korelasi Rank-Spearman untuk menguji hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan status kesehatan anak. Uji regresi linear metode bacward digunakan untuk melihat pengaruh status gizi saat ini dan status kesehatan anak. Adapun persamaan untuk masing-masing variabel yang diteliti yang berpengaruh terhadap status gizi dan status kesehatan adalah:
1. Status gizi saat ini:
Y1= β0+ β1X1 + β2X2 + β3X3 + € Keterangan:
Y1= Status gizi saat ini
β0β1β2β3= parameter koefisien regresi X1= usia anak
X2= tingkat kecukupan energi
X3= status gizi masa lalu (1-12 bulan)
2. Status kesehatan:
Y2= β0+ β1X1 + β2X2 + € Keterangan:
Y2= Status kesehatan (skor morbiditas) β0 β1 β2 β3= parameter koefisien regresi X1= umur ibu
X2= riwayat pemberian ASI eksklusif
Definisi Operasional
Riwayat pemberian makan adalah seluruh proses pemberian makan pada anak sejak lahir hingga saat ini, yang meliputi riwayat pemberian ASI dan
(1)
74
Sukarni M. 1989. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Sulistyoningsih H. 2010. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suriani. 1996. Studi Pola Pemberian ASI dan Permasalahannya di Pedesaan dan Perkotaan.[skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masayarakat dan Sumberdaya Keluarga , Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Supariasa B, Bakri, I Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tacket, Kendall K. 2007. A New Paradigm for Depression in New Mother : The Central Role of Imflammation and How Breastfeeding and Anti-Inflammatory Treatment Protect Maternal Mental Health [ulasan]. International Breastfeeding Journal, 2(6): 1-14.
UNICEF. 2006. Breastfeeding Saves Lives of 30.000.Indonesia Children Yearly [terhubung berkala]. www.unicef.org/indonesia/. [8 mei 2010].
Villalpando S, Alarcon ML. 2000. Growth Faltering Is Prevented by Breast-Feeding in Underprivileged Infant from Mexico City [ulasan]. Journal of Nutrition, 130. 546-552.
WHO. 2000. Effect of Breastfeeding on Infant and Child Mortality due to Infectous Desease in Less Developed Countries a Pooled Analysis [ulasan]. The Lancet Journal, 415 (5), 355.
WNPG (Widyakarya Pangan dan Gizi VIII). 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI.
Winarno FG. 1995. Gizi dan Makanan bagi Bayi - Anak Sapihan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Yuliana. 2004. Pengaruh Gizi, Pengasuhan dan Lingkungan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah [disertasi]. Bogor: Pascasarjana, Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor.
(2)
(3)
76
Lampiran 1. Nilai p dan r Hubungan Variabel
Variabel Uji
Korelasi Nilai p Nilai r Umur ibu dengan status kesehatan Pearson 0,036* -0,284 Usia anak dengan status gizi saat ini Pearson 0,025* 0,3013 Riwayat pemberian ASI eksklusif dengan
status kesehatan Spearman 0,050* -0,266
Status gizi masa lalu (1-12 bulan) dengan
status gizi saat ini Pearson 0,000** 0,734
Tingkat kecukupan energi dengan status gizi
saat ini Pearson 0,017* 0,320
Status gizi masa lalu (1-12 bulan)
berpengaruh terhadap status gizi saat ini Regresi 0,001* 3,667 Umur ibu berpengaruh terhadap status
kesehatan Regresi 0,023* -2,340
Riwayat pemberian ASI eksklusif
berpengaruh terhadap status kesehatan Regresi 0, 017* -2,460 * = korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan (α) 5%
(4)
Lampiran 2. Hasil analisis terhadap status gizi saat ini
B T Sign
Konstanta 0,974 1,073 0,288
Riwayat status gizi (1-12 bulan) 0,611 3,667 0,001 R Squre=0,278 Adjusted R Square= 0,251
(5)
78
Lampiran 3. Hasil analisis terhadap status kesehatan
Hasil analisis terhadap status kesehatan
B T Sign
Konstanta 42,502 1,736 0,089
Umur ibu -0,637 -2,340 0,023
ASI eksklusif -7, 453 -2,460 0,017
(6)
Lampiran 4. Rata-rata nilai z saat contoh pada usia 1-12 bulan
PAUD Umur (bulan)
Cikal Mandiri
(n=32)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nilai z -1.0 -0.9 -0.9 -0.9 -0.7 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 -0.1 0.1
n 32 31 30 32 30 32 32 32 32 31 31 32
Dukuh
(n=23) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nilai z -0.9 -1.4 -1.5 -1.5 -1.4 -1.4 -1.0 -1.0 -0.7 -0.6 -0.1 0.3