Gambaran Ketahanan Pangan Keluarga Dan Status Gizi Anak Balita di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

(1)

GAMBARAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA TERTINGGAL

KECAMATAN PINTUPOHAN MERANTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TAHUN 2010

OLEH :

NIM : 081000273 MARTINUS S. TAMBUNAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBARAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA TERTINGGAL

KECAMATAN PINTUPOHAN MERANTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 081000273 MARTINUS S. TAMBUNAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

GAMBARAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA TERTINGGAL

KECAMATAN PINTUPOHAN MERANTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 081000273 MARTINUS S. TAMBUNAN

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 22 September 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Albiner Siagian, Msi

NIP. 197002121995012001 NIP. 195803151988112001

Dra. Jumirah, Apt, Mkes

Penguji II Penguji III

Fery, SH, SSi, AMG, DC. Nutri, Mkes.

NIP. 196905241993031001 NIP. 198207292008122002

Fitri Ardiani, SKM, MPH

Medan, September 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,


(4)

ABSTRAK

Anak balita merupakan salah satu kelompok masyarakat yang peka terhadap masalah ketahanan pangan. Di Kecamatan Pintupohan Meranti masih terdapat wilayah yang tergolong desa tertinggal dari segi ekonomi dan pembangunan, yaitu Desa Pintupohan Dolok dan Desa Meranti Tengah, sehingga diasumsikan berdampak terhadap rendahnya status gizi anak balita pada kedua desa tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran ketahanan pangan keluarga dan status gizi anak balita di desa tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi adalah seluruh keluarga yang tinggal di kedua desa tersebut. Pengambilan sampel secara purposive yaitu seluruh keluarga yang mempunyai anak balita umur 12-59 bulan sebanyak 51 keluarga. Ketahanan pangan keluarga secara kualitatif diukur dengan menggunakan kuesioner yang disusun oleh Bickel, dkk, dan pengukuran secara kuantitatif menggunakan household food record. Pengukuran berat badan anak balita diukur dengan menggunakan Dacin dan tinggi badan diukur dengan mikrotois.

Hasil penelitian menunjukkan, tingkat ketahanan pangan keluarga secara kualitatif, sebagian besar berada pada kategori rawan dengan kelaparan tingkat berat. Ketahanan pangan kuantitatif menunjukkan tingkat konsumsi energi 60,8% dalam kategori kurang dan defisit dan tingkat konsumsi protein keluarga sebagian besar (90,2%) berada dalam kategori kurang dan defisit. Status gizi anak balita berdasarkan BB/U, TB/U, BB/TB, sekitar 40% berada dalam kategori status gizi buruk

Perlu peningkatan penyuluhan oleh petugas kesehatan dalam hal pemeliharaan ternak dengan cara dikandangkan agar pemanfaatan pekarangan dapat terlaksana dengan baik, untuk mendukung meningkatnya konsumsi pangan dan perekonomian keluarga. Untuk itu diperlukan perhatian pemerintah daerah untuk membangun akses menuju kedua desa tersebut sehingga diharapkan akses secara ekonomi juga akan meningkat.

Kata kunci : Ketahanan pangan keluarga, desa tertinggal, status gizi anak balita.


(5)

ABSTRACT

Under five children are a group of community members who are sensitive to the problem of food security. In terms of economy and development, there are two villages, Pintupohan Dolok Village and Meranti Tengah Village, which still belong to the underdeveloped category in Pintupohan subdistrict. This condition is assumed to have resulted in the low nutritional status of the nutrient of the under five children in the two villages. The purpose of this study with cross-sectional design was to know the description of family’s food security and the nutritional status of the under five children in the underdeveloped villages in Pintupohan subdistrict, Toba Samosir district in 2010.

The type of the research is descriptive with cross-sectional design. The populations of this study were all of the 51 families with children of 12 -59 months old and the samples for this study were selected through purposive sampling technique. The family’s food security was qualitatively measured by using the questionnaires composed by Bickel etcetera and quantitatively measured by using household food record. The body weight of the under five children was measured by using Dacin and their body height was measured by using microtois.

The result of this study showed that, qualitatively, most of the family’s food security belonged to an insecure category with severe starvation. Quantitatively, the food security showed that the energy consumption of 60.8% was in an inadequate and deficit category and most of the level of family’s protein consumption (90.2%) was in an inadequate and deficit category. Based on Body Weight/Age, Body Height/Age, Body Weight/Body Height, about 40% of the nutritional status of the under five children was in poor nutritional status.

The Toba Samosir District Health Service, through its health workers, is suggested to increase the extension on how to keep their bred animals in cages in order to be able to use the house yards well that can support and increase the food consumption and family’s economy. It is need of local government’s attention to increase the availabity of physically acces of the people in to the village’s so that their economic status are also increased.

Key words: Family’s food security, underdeveloped village, nutritional status, under five children


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Martinus S Tambunan

Tempat Tanggal Lahir : Tambunan, 03 Maret 1983

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Anggota Keluarga : 7 orang

Alamat Rumah : Dsn Rianiate, Desa Tambunan Lumban Pea, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1989 – 1995 : SD N 173545 Tambunan 2. Tahun 1995 – 1998 : SLTP N 3 Balige - Tambunan 3. Tahun 1998 – 2001 : SPK HKBP Balige

4. Tahun 2001 – 2004 : Akademi Keperawatan RSU Herna Medan 5. Tahun 2008 – 2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara Riwayat Pekerjaan :

Tahun 2005- sekarang : Staf Puskesmas Pintupohan Meranti, Kecamatan Pintupohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan pada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena kasih dan penyertaan-NYA senantiasa dalam hidup penulis, sehingga saya dapat menyelesaikam skripsi dengan judul “Gambaran Ketahanan Pangan Keluarga Dan Status Gizi Anak Balita di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010”ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini, saya menyadari bahwa skripsi ini masih belum senpurna. Oleh karena itu, saya dengan senang hati mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH, selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membantu dan memberikan masukan bagi saya selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,


(8)

selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah bersedia memberikan masukan bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini,

4. Bapak Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing saya hingga skripsi ini dapat diselesaikan,

5. Bapak Ferry, SH, SSi, AMG, DC. Nutri, MKes, selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan masukan yang membangun bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini,

6. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku dosen penguji III yang telah memberikan masukan bagi saya hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini,

7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen pada Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Bapak Marihot Samosir, ST. yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi serta membantu dalam segala urusan administrasi,

8. Bapak M. Butar-butar Spd, SH, selaku camat di kecamatan Pintupohan Meranti, yang telah memberi izin kepada saya untuk melakukan penelitian,

9. Ibu M.Butar-butar, AM-Keb, selaku Kepala Puskesmas Pintupohan Meranti yang telah memberi izin kepada saya untuk melakukan penelitian,

Dengan penuh kasih dan hormat atas jasa dan pengorbanannya, saya persembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua saya yang terkasih: Alm P. Tambunan (Bapak) dan T. Panjaitan (Ibu). Terima kasih untuk motivasi, kasih sayang, dan doa yang senantiasa bapak dan ibu berikan kepada saya.


(9)

Secara khusus, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan dalam kepada:

- Yang tersayang saudaraku kelg Ramot, Amon, kelg Ayu , dan juga saudariku

kelg Riani, kelg Febriana, kelg Jonathan, dan si bungsu tersayang Rosida untuk semangat dan dukungan yang diberikan kepada saya,

- Teman-temanku yang baik, Freddy S, Harry M, Jhon, Lukman, Rolika P.S, Erni, Bene, Mona, Eka, Ana P, Corry, serta teman-teman ekstensi 2008 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang selalu memberikan semangat dan motivasi bagi saya,

- Teman-teman di Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan masukan selama penyusunan skripsi ini.

Di dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kelemahan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK--- i

ABSTRACT --- ii

Daftar Riwayat Hidup--- iii

Kata Pengantar --- iv

Daftar Isi --- vii

Daftar Tabel--- xi

Daftar Gambar --- xiii

BAB I PENDAHULUAN --- 1

1.1. Latar Belakang --- 1

1.2. Perumusan Masalah --- 6

1.3. Tujuan Penelitian --- 6

1.3.1. Tujuan Umum --- 6

1.3.2. Tujuan Khusus --- 6

1.4. Manfaat Penelitian --- 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA --- 8

2.1. Ketahanan Pangan --- 8

2.1.1. Defenisi Ketahanan Pangan --- 8

2.1.2. Sistem Ketahanan Pangan --- 10

2.1.3. Rawan Pangan --- 11

2.2. Pendapatan Pangan Keluarga --- 12

2.3. Pengeluaran Pangan Keluarga --- 13

2.4. Konsumsi Pangan --- 14

2.4.1. Kebutuhan Energi --- 15

2.5. Status Gizi Anak Balita --- 17

2.6.. Pengukuran Status Gizi Anak Balita--- 18

2.6.1. Penilaian Status Gizi Secara Antopometri --- 18

2.6.1. 1. Indeks Berat Badan Menurut Umur --- 19

2.6.1. 2. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur --- 20

2.6.1. 3. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan --- 20

2.7.. Desa Tertinggal --- 21

2.7.1. Pengertian Desa Tertinggal --- 21

2.8. Kerangka Konsep --- 22

BAB III METODE PENELITIAN --- 23

3.1. Jenis Penelitian --- 23

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian --- 23

3.3. Populasi dan Sampel --- 23

3.3.1. Populasi --- 23


(11)

3.4. Jenis Dan Metode Pengumpulan Data --- 24

3.4.1. Data Primer --- 24

3.4.2. Data Sekunder --- 24

3.5. Instrumen Penelitian --- 24

3.6. Defenisi Operasional --- 25

3.7. Aspek Pengukuran --- 25

3.8. Pengolahan Dan Analisis Data --- 28

3.8.1. Pengolahan --- 28

3.8.2. Analisis Data --- 28

BAB IV HASIL PENELITIAN --- 29

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian --- 29

4.1.1. Letak Geografis --- 29

4.1.2. Demografi --- 29

4.1.3. Gambaran Umum Desa Penelitian--- 31

4.1.4. Jumlah penduduk Desa Tertinggal Berdasarkan Tingkat Pendidikan --- 31

4.2. Gambaran Umum Keluarga Responden --- 32

4.3. Gambaran Umum Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga --- 35

4.3.1. Ketahanan pangan Secara Kualitatif --- 35

4.3.2. Ketahanan Pangan Secara Kuantitatif --- 36

4.3.2.1. Konsumsi Energi Keluarga --- 36

4.3.2.2. Konsumsi Protein Keluarga --- 37

4.4. Status Gizi Anak Balita --- 37

4.4.1. Status Gizi Anak Balita Berdasrkan Kelompok Umur --- 38

4.4.2. Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga Menurut Jumlah Anggota Keluarga --- 41

4.4.3. Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Keluarga --- 42

4.4.4. Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Keluarga --- 43

4.4.5. Status Gizi Anak Balita BB/U Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Keluarga --- 43

4.4.6. Status Gizi Anak Balita TB/U Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Keluarga --- 44

4.4.7. Status Gizi Anak Balita BB/TB Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Keluarga --- 45

4.4.8. Status Gizi Anak Balita BB/U Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Keluarga --- 47

4.4.9. Status Gizi Anak Balita TB/U Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Keluarga --- 48

4.4.10. Status Gizi Anak Balita BB/TB Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein Keluarga --- 48


(12)

BAB V PEMBAHASAN --- 50

5.1. Ketahanan Pangan Keluarga --- 50

5.1.1. Ketahanan Pangan Keluarga Secara Kualitatif --- 50

5.1.2. Ketahanan Pangan Keluarga Secara Kuantitatif --- 51

5.2. Status Gizi Anak Balita --- 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN --- 55

6.1. Kesimpulan --- 56

6.2. Saran --- 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Izin Penelitian Kuesioner Penelitian

Formulir Household Food Record


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Energi dan Protein Yang Dianjurkan...……. 16 Tabel 2.2.Indikator status Gizi Berdasrkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB....…... 27 Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Dan Kepala Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2009...…...…… 30 Tabel 4.2. Distribusi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa

Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009 ...…… 32 Tabel 4.3. Distribusi Keluarga Responden berdasarkan Umur (KK, IRT)

di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2010...…… 33 Tabel 4.4. Distribusi Kelompok Umur Anak Balita di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2010 ………...…. 33 Tabel 4.5. Distribusi Keluarga Responden Berdasarkan Pendidikan

KK, IRT di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti

Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010...…. 34 Tabel 4.6. Distribusi Keluarga Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2010 …...…...…. 35 Tabel 4.7. Distribusi Keluarga Responden Berdasarkan Tingkat Ketahanan

Pangan Keluarga di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2010 …...…...…. 35 Tabel 4.8. Distribusi Tingkat Konsumsi Energi Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir


(14)

Tahun 2010 …...…. 37 Tabel 4.10. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Status Gizi (BB/U, TB/U, BB/TB)

di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2010 …...…... 38 Tabel 4.11. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/U) Berdasarkan Kelompok

Umur di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2010 …...…... 39 Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi Anak Balita (TB/U) Berdasarkan Kelompok

Umur di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2010 …...…... 40 Tabel 4.13. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/TB) Berdasarkan Kelompok

Umur di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2010 …...…... 40 Tabel 4.14. Distribusi Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga Berdasarkan

Jumlah Anggota Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 41 Tabel 4.15. Distribusi Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga Berdasarkan

Tingkat Konsumsi Energi Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 42 Tabel 4.16. Distribusi Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga Berdasarkan

Tingkat Konsumsi Protein Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 43 Tabel 4.17. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/U) Berdasarkan

Tingkat Konsumsi Energi Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 44 Tabel 4.18. Distribusi Status Gizi Anak Balita (TB/U) Berdasarkan

Tingkat Konsumsi Energi Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 45

Tabel 4.19. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/TB) Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi Keluarga di Desa Tertinggal


(15)

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 46 Tabel 4.20. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/U) Berdasarkan

Tingkat Konsumsi Protein Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 47 Tabel 4.21. Distribusi Status Gizi Anak Balita (TB/U) Berdasarkan

Tingkat Konsumsi Protein Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 48 Tabel 4.22. Distribusi Status Gizi Anak Balita (BB/TB) Berdasarkan

Tingkat Konsumsi Protein Keluarga di Desa Tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir... 49

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Gambaran Ketahanan Pangan Keluarga


(16)

ABSTRAK

Anak balita merupakan salah satu kelompok masyarakat yang peka terhadap masalah ketahanan pangan. Di Kecamatan Pintupohan Meranti masih terdapat wilayah yang tergolong desa tertinggal dari segi ekonomi dan pembangunan, yaitu Desa Pintupohan Dolok dan Desa Meranti Tengah, sehingga diasumsikan berdampak terhadap rendahnya status gizi anak balita pada kedua desa tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran ketahanan pangan keluarga dan status gizi anak balita di desa tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi adalah seluruh keluarga yang tinggal di kedua desa tersebut. Pengambilan sampel secara purposive yaitu seluruh keluarga yang mempunyai anak balita umur 12-59 bulan sebanyak 51 keluarga. Ketahanan pangan keluarga secara kualitatif diukur dengan menggunakan kuesioner yang disusun oleh Bickel, dkk, dan pengukuran secara kuantitatif menggunakan household food record. Pengukuran berat badan anak balita diukur dengan menggunakan Dacin dan tinggi badan diukur dengan mikrotois.

Hasil penelitian menunjukkan, tingkat ketahanan pangan keluarga secara kualitatif, sebagian besar berada pada kategori rawan dengan kelaparan tingkat berat. Ketahanan pangan kuantitatif menunjukkan tingkat konsumsi energi 60,8% dalam kategori kurang dan defisit dan tingkat konsumsi protein keluarga sebagian besar (90,2%) berada dalam kategori kurang dan defisit. Status gizi anak balita berdasarkan BB/U, TB/U, BB/TB, sekitar 40% berada dalam kategori status gizi buruk

Perlu peningkatan penyuluhan oleh petugas kesehatan dalam hal pemeliharaan ternak dengan cara dikandangkan agar pemanfaatan pekarangan dapat terlaksana dengan baik, untuk mendukung meningkatnya konsumsi pangan dan perekonomian keluarga. Untuk itu diperlukan perhatian pemerintah daerah untuk membangun akses menuju kedua desa tersebut sehingga diharapkan akses secara ekonomi juga akan meningkat.

Kata kunci : Ketahanan pangan keluarga, desa tertinggal, status gizi anak balita.


(17)

ABSTRACT

Under five children are a group of community members who are sensitive to the problem of food security. In terms of economy and development, there are two villages, Pintupohan Dolok Village and Meranti Tengah Village, which still belong to the underdeveloped category in Pintupohan subdistrict. This condition is assumed to have resulted in the low nutritional status of the nutrient of the under five children in the two villages. The purpose of this study with cross-sectional design was to know the description of family’s food security and the nutritional status of the under five children in the underdeveloped villages in Pintupohan subdistrict, Toba Samosir district in 2010.

The type of the research is descriptive with cross-sectional design. The populations of this study were all of the 51 families with children of 12 -59 months old and the samples for this study were selected through purposive sampling technique. The family’s food security was qualitatively measured by using the questionnaires composed by Bickel etcetera and quantitatively measured by using household food record. The body weight of the under five children was measured by using Dacin and their body height was measured by using microtois.

The result of this study showed that, qualitatively, most of the family’s food security belonged to an insecure category with severe starvation. Quantitatively, the food security showed that the energy consumption of 60.8% was in an inadequate and deficit category and most of the level of family’s protein consumption (90.2%) was in an inadequate and deficit category. Based on Body Weight/Age, Body Height/Age, Body Weight/Body Height, about 40% of the nutritional status of the under five children was in poor nutritional status.

The Toba Samosir District Health Service, through its health workers, is suggested to increase the extension on how to keep their bred animals in cages in order to be able to use the house yards well that can support and increase the food consumption and family’s economy. It is need of local government’s attention to increase the availabity of physically acces of the people in to the village’s so that their economic status are also increased.

Key words: Family’s food security, underdeveloped village, nutritional status, under five children


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling asasi. Demikian asasinya pangan bagi kehidupan masyarakat, maka tersedianya harus dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi humanistik masyarakat, yaitu hidup maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin (Siswono, 2002).

Ketersediaan pangan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan keluarga, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Tingkat konsumsi pada anak balita sangat berhubungan erat dengan status gizi anak balita. Jika konsumsi anak balita mampu mencukupi semua kebutuhan gizinya, diharapkan itu akan menghasilkan status gizi yang baik dan terhindar dari penyakit defisiensi gizi. Tingkat konsumsi pangan anak balita dipengaruhi oleh persediaan pangan keluarga. Tidak cukupnya ketersediaan pangan keluarga menunjukkan adanya kerawanan pangan keluarga. Artinya kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan pangan, baik dari jumlah maupun mutu gizinya bagi setiap anggota keluarga belum terpenuhi, terutama anak balita yang merupakan satu golongan rawan. Status gizi anak balita sangat rentan terhadap perubahan status pangan keluarga, dan status gizi anak balita merupakan salah satu indikator yang dipakai untuk menilai status gizi masyarakat (Soekirman, 2000).

Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin yakni sejak manusia itu


(19)

berada dalam kandungan. Salah satu hal perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan, manusia mendapat gizi yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup berkembang. Ketidaktahuan cara pemberian makan pada anak balita baik dari jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan (pantangan terhadap satu jenis makan tertentu), secara langsung maupun tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah gizi pada anak (Santoso, 1999).

Konsumsi pangan secara kuantitatif dapat dilihat dari energi (kalori) yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Menurut data yang disampaikan Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan Dan Gizi menunjukkan, meski secara nasional ketersediaan energi tahun 2003 berada diatas kecukupan yaitu sebesar 3076 kkal namun rata rata konsumsi baru mencapai 1989 kkal (90,4% dari kecukupan). Sementara untuk protein terjadi kelebihan dalam hal ketersediaan, yaitu 76,4 gram dan rata rata konsumsi melebihi angka kecukupan yaitu sebesar 55,37 gram (110,7%). Menurut rekomendasi WKNPG VIII tahun 1998, kecukupan energi sebesar 2200 kkal dan protein 50 gram.

Sebagian besar penduduk di bawah garis kemiskinan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dengan jumlah dan kualitas yang mencukupi norma gizi. Sebagai akibatnya sebagian anggota keluarga pada kelompok rumah tangga miskin mengalami gangguan pertumbuhan dan kecerdasan (terutama anak anak), serta memiliki produktifitas kerja dan status kesehatan yang rendah. Dengan demikian kelompok penduduk ini pada umumnya akan mengalami kurang gizi atau


(20)

pembangunan pada umumnya dan peningkatan pendapatan pada khususnya. Dengan kata lain, kelompok penduduk ini juga akan sulit untuk meningkatkan pendapatan atau terentaskan dari kemiskinan, yang pada gilirannya akan berakibat pada rendahnya kemampuan untuk mengakses pangan dan mencapai status gizi yang baik. Pada kondisi ini akan terjadi lingkaran sebab akibat antara akses pangan, status gizi dan kemiskinan/pendapatan (Dinkes Sumut, 2006).

Daya beli atau pendapatan keluarga yang memadai untuk memenuhi biaya hidup merupakan salah satu kunci ketahanan pangan keluarga. Keadaan ekonomi keluarga dan pola alokasi pendapatan menentukan daya beli keluarga terhadap pangan (Soekirman, 2000). Kerawanan pangan sangat dipengaruhi oleh daya beli keluarga yang ditentukan oleh tingkat pendapatannya. Rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein. Ketersediaan dan konsumsi pangan keluarga menjadi kurang, baik dalam jumlah, mutu maupun keragamannya. Hal ini akan berdampak buruk terhadap status gizi anak balita.

Kerawanan dapat terjadi bila penduduk mengalami kekurangan gizi disebabkan tidak tersedianya pangan, kurangnya akses sosial atau ekonomi terhadap pangan yang cukup, dan/atau konsumsi serta penyerapan bahan pangan yang tidak memadai (FIA, 2008).

Di Indonesia jumlah anak balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang pada tahun 2003 mencapai 27,5% dari total jumlah balita. Pada tahun 2004 mencapai 19,37% dari total jumlah balita. Pada tahun 2005 sebanyak 73.041 kasus balita yang mengalami gizi buruk di seluruh wilayah Indonesia. Sebanyak 2.580 mengalami marasmus, 88 orang mengalami kwashiorkor, 140 orang mengalami marasmus


(21)

kwashiorkor, serta sebanyak 70.203 orang mengalami kasus gizi non klinis (Dewan Ketahanan Pangan, 2006).

Dari hasil laporan Riskesdas bahwa prevalensi status gizi anak balita di Propinsi Sumatera Utara tahun 2007, menurut indeks BB/U terdapat 8,40% balita gizi buruk, 14,30% balita gizi kurang, dan menurut indeks TB/U terdapat 25,20% balita sangat pendek, 17,90 % balita pendek dan menurut indeks BB/TB terdapat 9,10 % balita sangat kurus, 7,90 % balita kurus.

Hasil penelitian Fauziaty (2007) menyatakan bahwa, diantara 50 keluarga yang berasal dari keluarga dengan ketahanan pangan keluarga cukup, terjamin terdapat 2,0% berstatus gizi lebih, 32 keluarga dengan ketahanan pangan dengan tingkat kelaparan tingkat ringan terdapat 43,7% dengan status gizi kurang, 16 keluarga rawan pangan tingkat sedang terdapat 68,7% balita dengan status balita gizi kurang, 2 keluarga rawan pangan tingkat berat 100 % berstatus gizi buruk. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendapatan.

Kecamatan Pintupohan Meranti Kecamatan Pintu Pohan Meranti merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir yang terletak pada ketinggian 700 – 1.500 meter di atas permukaaan laut dengan luas wilayah 38.695 ha. Kecamatan Pintu Pohan terdiri dari 7 (tujuh) desa dan dibagi menjadi 35 dusun. Sebagian desa masih terisolir, karena untuk menuju ke beberapa desa tersebut sangat sulit, karena berada didaerah perbukitan. Untuk menuju desa tersebut harus berjalan kaki dikarenakan kondisi jalan yang tidak mengijinkan untuk berkendaraan. Dari ketujuh desa tersebut, terdapat dua desa tertinggal baik dari segi ekonomi maupun pembangunan, yaitu


(22)

Desa Meranti Tengah merupakan salah satu desa tertinggal dengan luas 9885 Ha merupakan desa yang paling terisolir dan tertinggal, penduduk Desa Meranti Tengah terdiri dari 138 kepala keluarga, 583 jiwa. Penduduk desa mayoritas bermata pencaharian sebagai petani sawah darat. Luas lahan pertanian/kebun di desa tersebut kira kira 268 km2 dari 9825 Ha. Jarak yang menghubungkan desa tersebut dengan desa lain maupun ke pasar tradisional ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 3 jam, dengan kondisi jalan mendaki, karena sampai saat ini belum dapat dijangkau oleh roda dua ataupun roda empat. Sampai saat ini sumber penerangan (listrik) di desa tersebut belum ada.

Desa Pintupohan Dolok juga merupakan desa tertinggal dengan kondisi yang hampir sama. Hanya saja waktu tempuhnya lebih singkat yaitu 1 jam berjalan kaki dengan kondisi jalan berbukit dan belum dapat dijangkau oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Luas Desa Pintupohan Dolok ± 1362 Ha dengan lahan pertanian seluas 83 Ha dan sisanya merupakan hutan belantara. Jumlah penduduk Desa Pintupohan Dolok sebanyak 34 kepala keluarga, 155 jiwa. Mayoritas penduduk bemata pencaharian sebagai petani. Sama halnya dengan Desa Meranti Tengah desa inipun belum ada sumber penerangan (listrik).

Desa Meranti Tengah dan Pintupohan Dolok merupakan termasuk desa tertinggal berdasarkan skor kemiskinan dan ketertinggalan pembangunan (Profil Kecamatan ,2008). Sulitnya akses menuju kedua desa tersebut, rendahnya pendapatan, menjadi salah satu kendala dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan.


(23)

Berdasarkan uraian diatas peneliti merasa tertarik mengetahui bagaimana gambaran ketahanan pangan keluarga dan status gizi anak balita di desa tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir tahun 2010.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah ”Bagaimana gambaran ketahanan pangan dan status gizi anak balita di desa tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010”

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran ketahanan pangan keluarga dan status gizi anak balita di desa tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir tahun 2010”

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui ketersediaan pangan keluarga secara kualitatif di desa tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir tahun 2010”.

2. Mengetahui ketersediaan pangan keluarga secara kuantitatif di desa tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir tahun 2010”.

3. Mengetahui status gizi anak balita berdasarkan BB/U, TB/U, BB/TB di desa tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir tahun 2010”.


(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Merupakan bahan masukan bagi instansi pemerintah kabupaten dan secara khusus untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir dalam upaya perbaikan gizi dan peningkatan pelayanan kesehatan .

2. Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Toba Samosir agar dapat meningkatkan ketahanan pangan di desa tersebut.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketahanan Pangan

2.1.1. Defenisi Ketahanan Pangan

Ada beberapa defenisi ketahanan pangan, antara lain :

1. Dalam undang undang No : 7 tahun 1996 tentang pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman untuk kaidah agama. (3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.


(26)

2. Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.

3. World Food Summit 1996 memeperluas defenisi diatas dengan persyaratan

penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat.

4. World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua orang pada segala

waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.

5. Oxfam 2001: Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: “setiap orang dalam segala

waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim).

6. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems,

2005 ): Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua orang pada segala waktu

secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.

7. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996) mendefenisikan ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu kewaktu agar dapat hidup sehat.

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah


(27)

yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005).

2.1.2. Sistem Ketahanan Pangan

Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan

(sufficiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty ,

2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability dan stability), kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan.

Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.

Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup.


(28)

Surplus pangan tingkat wilayah, belum menjamin kecukupan pangan bagi individu/masyarakatnya.

Sedangkan subsistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat agar mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Konsumsi pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang cukup dan berimbang tidak efektif bagi pembentukan manusia yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan produktif (Thaha, dkk, 2000).

Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka ketahanan pangan tidak mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan pangan (Suryana, 2003).

2.1.3. Rawan pangan

Rawan pangan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan berakvitas dengan baik. Rawan pangan dapat dibedakan 2 jenis yaitu : (a) rawan pangan kronis, yaitu ketidak cukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau melalui produksi sendiri. Kondisi ini berakar pada kemiskinan dan (b) rawan pangan transien/ transistori, yaitu penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara kontemporer. Hal ini disebabkan adanya bencana alam, kerusuhan, musim yang menyimpang dan keadaan lain yang bersifat mendadak, sehingga menyebabkan ketidakstabilan harga pangan, produksi, atau pendapatan (Baliwati, 2004).


(29)

Menurut Food An Agriculture Organization Of The United Nations (FAO)

dan Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, maka kondisi rawan pangan dapat diartikan bahwa individu atau rumah tangga masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi (penghasilannya tidak memadai atau harga pangan tidak terjangkau), tidak memiliki akses secara fisik, untuk memperoleh pangan yang cukup kehidupan yang normal, sehat dan produktif, baik kualitas maupaun kuantitasnya.

Rawan pangan dapat mengakibatkan kelaparan, kurang gizi dan gangguan kesehatan, termasuk didalamnya busung lapar. Bahkan dalam keadaan yang paling fatal dan menyebabkan kematian.

Kejadian krisis pangan dan gizi dapat diantisipasi apabila gejala gejala kekurangan pangan dan gizi serta masalahnya dapat secara dini diidentifikasi dan kemudian dilakukan tindakan secara tepat dan cepat sesuai dengan kondisi yang ada (Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sumut, 2005).

2.2. Pendapatan Pangan Keluarga

Tingkat pendapatan menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dibeli serta seberapa besar proporsi dari pendapatan yang akan dikeluarkan untuk membeli pangan. Daya beli atau kemampuan keluarga untuk membeli pangan dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan harga pangan itu sendiri. Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang hendak dibeli.


(30)

Tidak cukupnya persediaan pangan keluarga menunjukkkan adanya kerawanan pangan keluarga (Household Food Insecurity), artinya kemampuan keluarga untuk membeli pangan keluarga untuk memenuhi pangan, baik jumlah maupun mutu gizinya bagi seluruh keluarga belum terpenuhi (Soekirman, 2000). 2.3. Pengeluaran Pangan keluarga

Hasil SUSENAS (1996-1998) menunjukkan pengeluaran bagi keluarga miskin berkisar 60-80% dari pendapatan dan bagi keluarga mampu berkisar antara 20 -59%. Hal ini sesuai dengan hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen/ keluarga akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi yang semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekirman, 2000). Sedangkan menurut asumsi Berg (1986) persentasi pengeluaran pangan keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu : pengeluaran pangan <45% dikatergorikan sebagai keluarga kaya, pengeluaran pangan 46-79% dikategorikan sebagai keluaraga menengah, dan pengeluaran pangan > 80% termasuk kategori keluarga miskin.

Peningkatan pendapatan berlebih lanjut tidak hanya akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan, tetapi juga akan berakibat pada peningkatan konsumsi lemak, protein hewani dan gula, termasuk peningkatan komsumsi pangan dari luar rumah. Sedangkan disisi lain terjadi penurunan konsumsi pangan yang lebih murah, yaitu pangan pokok berpati dan protein nabati (Soekirman, 2000).

2.4. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupan yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan


(31)

dan minuman bagi konsumsi manusia yang termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman (Depkes, 2004).

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) atau diminum seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Jenis dan jumlah pangan merupakan informasi yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi (Hardinsyah, 1994).

Secara umum, faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan harga dimana keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin, selain pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga pangan dan non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli yang berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini menyebabkan konsumsi pangan berkurang sedangkan faktor sosio-budaya dan religi yaitu aspek sosial budaya berarti fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis bahan pangan, pengolahan, serta persiapan dan penyajiannya (Baliwati, 2004).


(32)

Fungsi makanan sebagai sumber energi banyak diperoleh dari bahan bahan makanan yang mengandung karbohidrat. Karbohidrat dikonsumsi dalam berbagai bentuk dan sumber. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang memungkin manusia dapt beraktifitas sehari hari. Sebanyak 60-70% kebetuhan energi tubuh manusia diperoleh dari karbohidrat, sisanya berasal dari protein dan lemak. Sumber utama karbohidrat diperoleh dari beras (hasil olahannya), jagung, ubi, dll (Rimbawan dan Siagian,2004). Hardinsyah, dkk (1989) sumber energi lainnya adalah protein , dimana fungsi protein dalam tubuh berguna sebagi sumber pembangun atau pertumbuhan, pemeliharaan jaringan yang rusak, pengatur serta untuk mempertahan kan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit tertentu. Sumber utama protein berasal dari nabati (berasal dari tumbuhan) dan hewani (daging, susu dan hasil olahannya).


(33)

Menurut Widia Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004, angka kecukupan energi rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari) adalah :

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Energi dan Protein Rata Rata yang Dianjurkan

No Umur Energi (Kkal) Protein (gr)

Anak :

1 0-6 bl 550 10

2 7-11 bl 650 16

3 1-3 th 1000 25

4 4-6 th 1550 39

5 7-9 th 1800 45

Pria

6 10-12 th 2050 50

7 13-15 th 2400 60

8 16-18 th 2600 65

9 19-29 th 2550 60

10 30-49 th 2350 60

11 50-64 th 2250 60

12 65+ th 2050 60

Wanita

13 10-12 th 2050 50

14 13-15 th 2350 57

15 16-18 th 2200 55

16 19-29 th 1900 50

17 30-49 th 1800 50

18 50-64 th 1750 50

19 65+ th 1600 45

Hamil

20 Trimester I + 180 + 17

21 Trimester 2 + 300 + 17

22 Trimester 3 +300 + 17

Menyusui

23 6 bl pertama + 500 + 17

24 6 bl kedua + 550 + 17


(34)

2.5. Status gizi Anak Balita

Menurut Supariasa 2001 status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

Menurut Mc Lareen yang dikutip oleh Berg (1981) memberikan batasan gizi atau nutrisi sebagai suatu proses dimana mahluk hidup memanfaatkan makanan untuk keperluan pemeliharaan fungsi organ tubuh, pertumbuhan dan penghasil energi. Manfaat makanan diperoleh melalui proses pencernaan, penyerapan, transport dalam tubuh, penyimpanan, metabolisme dan membuang sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh.

Menurut Siswono (2002), status gizi seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat pendapatan, pengetahuan gizi dan budaya setempat. Tingginya pendapatan tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi konsumtif dalam pola makan sehari hari. Dapat dipastikan bahwa pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pada pertimbangan selera ketimbang gizi.

Sedangkan menurut Idrus dan Kusnanto (1990), keadaan gizi adalah akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi serta penggunaan zat gizi tersebut. Sedangkan status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel variabel tertentu status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Status gizi merupakan keadaan seseorang sebagai refleksi dari konsumsi pangan serta penggunaannya oleh tubuh. Ketidak seimbangan antara intake dengan kebutuhan mengakibatkan terjadinya malnutrisi.


(35)

Malnut risi terdiri dari : 1) under weight terjadi apabila intake < kebutuhan, dan 2) obesitas, terjadi apabila intake > kebutuhan (Halomoan, 1999).

Status gizi anak balita secara langsung dipengaruhi oleh asupan gizi (konsumsi pangan) dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut sering terjadi dan saling mempengaruhi. Penyebab langsung ini dapat timbul karena tiga faktor penyebab tidak langsung seperti ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola pengasuhan anak serta ketersediaan air bersih dan pelayanan kesehatan dasar. Lebih jauh masalah gizi disebabkan oleh kemiskinan, pendidikan, ketahanan pangan dan kesempatan kerja yang sempit (Depkes RI, 1995).

2.6. Pengukuran Status Gizi Balita

Untuk mengetahui , menilai status gizi dapat dilakukan secara langsung dengan pemeriksaan Antropometri, pemeriksaan tanda tanda klinik, penilaian secara biokimia dan pemeriksaan biofisik. Untuk penelitian di lapangan lebih sering digunakan Antropometri, karena relatif murah dan mudah, objektif dan dapat dengan cepat dilakukan pengukuran serta dapat dilakukan setiap orang setelah dilatih.

Status gizi anak balita dapat diukur dengan indeks antropometri BB/U, TB/U, dan BB/TB.

2.6.1. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Supariasa, dkk (2002), mendefenisikan antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat dan tingkat gizi.


(36)

Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan, akan tetapi untuk berbagai cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Untuk ukuran massa jaringan : pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifatnya sensitive, cepat berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.

2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada. Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukurannya tetap atau naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu.

Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi badan (BB/TB) (Depkes RI, 1995)

2.6.1.1 Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Supariasa (2002), berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran tetang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya makanan yang dikonsumsi maka berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.


(37)

Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan sifat-sifat ini, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini (current nutritional status).

2.6.1.2 Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama.

Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan tinggi badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi masa balitanya. Masalah penggunaan indeks TB/U pada masa balita, baik yang berkaitan dengan kesahihan pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur (Jahari, 1998).

2.6.1.3Indeks Berat Badan Menurut Tingi Badan (BB/TB)


(38)

dengan percepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi masa kini dan masa lalu, terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu indeks berat badan menurut tinggi badan disebut pula sebagai indikator yang independen terhadap umur. Karena BB/TB memiliki keuntungan dan kelemahan, terutama bila digunakan terhadap anak balita (B. Abas, 1998).

2.7. Desa Tertinggal

2.7.1. Pengertian Desa Tertinggal

Pengertian desa tertinggal, didefinisikan berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan wilayah (fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek alam, aspek manusia, maupun prasarana pendukungnya). Desa tertinggal adalah daerah yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan rata-rata status sosial ekonomi yang relatif rendah. Suatu desa dikategorikan sebagai desa tertinggal karena beberapa faktor penyebab antara lain faktor geografis. Umumnya secara geografis desa tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi. Sebaran desa tertinggal secara geografis digolongkan menjadi beberapa kelompok antara lain desa yang terletak di pulau-pulau kecil, gugusan pulau-pulau yang berpenduduk dan memiliki kesulitan akses ke daerah lain yang lebih maju, daerah yang secara administratif sebagian atau seluruhnya terletak diperbatasan, desa yang terletak di wilayah rawan bencana alam baik gempa,


(39)

longsor, gunung api, maupun banjir atau daerah yang sebagian besar wilayahnya berupa pesisir. Permasalahan yang dihadapi desa tertinggal antara lain kualitas sumber daya manusia di daerah tertinggal relatif lebih rendah di bawah rata-rata nasional akibat terbatasnya akses masyarakat terhadap kesehatan (Kementrian Daerah Tertinggal, 2004).

2.8. Kerangka Konsep

Kondisi desa tertinggal dapat mempengaruhi kondisi ketahanan pangan keluarga baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan penyebab tidak langsung masalah status gizi anak balita.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Gambaran Ketahan Pangan Keluarga di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Status Gizi Balita Berdasarkan

Indeks - BB/U - TB/U - BB/TB Ketahanan

Pangan Keluarga :

-Kualitatif

-Kuantitatif

Desa Tertinggal

Pola Makan Anak Balita


(40)

Jenis Penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross

sectional yaitu mengetahui gambaran ketahanan pangan keluarga di desa tertinggal

Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 di desa tertinggal yaitu desa Meranti Tengah dan Desa Pintupohan Dolok.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang terdapat pada dua desa tertinggal (Desa Pintupohan Dolok dan Desa Meranti Tengah). Jumlah kepala keluarga di Desa Meranti Tengah tediri dari 138 keluarga dan jumlah kepala keluarga di Desa Pintupohan Dolok terdiri dari 34 kepala keluarga.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi, tehnik pengambilan sampel diambil secara purposive, untuk penelitian ini sampel adalah seluruh keluarga yang mempunyai anak balita yang terdapat di desa tertinggal. Jumlah kepala keluarga yang mempunyai anak balita di Pintupohan Dolok terdiri atas 18 kepala keluarga dan di Desa Meranti Tengah terdiri atas 33 kepala keluarga. Responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Balita yang menjadi sampel adalah, dari tiap keluarga diambil satu balita dan jika terdapat dua atau lebih balita dalam satu rumah tangga maka yang diambil adalah anak balita dengan umur tertua.


(41)

3.4.Jenis Dan Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

a. Data ketersediaan pangan secara kualitatif diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner yang telah disusun oleh Bickel, dkk (2000).

b. Data ketersediaan pangan secara kuantitatif diperoleh dari melalui wawancara dan hasil pencatatan responden (ibu) dengan menggunakan household food

record yaitu menimbang atau mengukur dengan URT seluruh makanan yang ada

di rumah termasuk cara pengolahannya yang dilakukan selama satu minggu. c. Data status gizi anak balita dari hasil pengukuran dan hasil wawancara dengan

orang tua balita (ibu) yang meliputi umur anak balita, tinggi badan anak balita diukur dengan microtoise, berat badan diukur dengan timbangan dacin.

3.4.2. Data Sekunder

a. Data sekunder yang diperoleh dari puskesmas meliputi nama dan jumlah balita yang ada di desa Pintupohan Dolok dan Desa Meranti Tengah.

b. Data dari kantor camat Pintupohan Meranti dan kepala desa meliputi kondisi demografi kecamatan, batas wilayah kecamatan.

3.5. Instrumen Penelitian

a. Daftar kuesioner ketersediaan pangan. b. Dafar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). c. Formulir household food record.


(42)

e. Microtoise

f. Timbangan dacin. 3.6.Defenisi Operasional

1. Ketersediaan pangan kualitatif adalah tingkat kekhawatiran terhadap pemenuhan makanan yang dialami keluarga selama 12 terakhir yang diperoleh dari jawaban responden terhadap pertanyaan dari kuesioner ketersediaan pangan.

2. Ketersediaan pangan secara kuantitatif seluruh bahan makanan yang tersedia dalam rumah tangga selama satu minggu, diasumsikan sebagai banyaknya jumlah energi dan protein yang dikonsumsi keluarga selama satu minggu, dengan cara masing-masing jenis makanan disajikan jumlahkan dan dikonversikan dalam ukuran berat kemudian dihitung energi dan proteinnya.

3. Status gizi anak balita adalah keadaaan gizi anak balita umur 12-59 bulan, yang diukur dengan indeks berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U), berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) kemudian dibandingkan dengan standar WHO tahun 2005.

3.7.Aspek Pengukuran

1. Tingkat ketersediaan pangan secara kualitatif diperoleh berdasarkan jawaban responden terhadap pertanyaan dari kuesioner yang disusun oleh Bickel, dkk (2000)


(43)

a. Terjamin : jika ≤ 2 dari 18 pertanyaan yang ada, diantarnya dijawab dengan sering/kadang kadang : Ya, dan hampir setiap bulan/beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan.

b. Rawan kelaparan dikelompokkan atas tiga kategori yaitu :

- Rawan kelaparan tingkat ringan : jika 3-7 dari pertanyaan yang ada diantaranya dijawab dengan: sering/kadang kadang, ya dan hampir setiap bulan tetapi tidak setiap bulan.

- Rawan kelaparan tingkat sedang : jika 8-12 dari 18 pertanyaan yang ada diantaranya dijawab dengan sering/kadang kadang, ya dan hampir setiap bulan tetapi tidak setiap bulan.

- Rawan pangan pangan tingkat berat : jika 13-18 pertanyaan yang ada diantaranya dijawab dengan; sering/kadang kadang, ya dan hampir setiap bulan tetapi tidak setiap bulan.

2. Ketersediaan pangan secara kuantitatif seluruh bahan makanan yang tersedia dalam rumah tangga selama satu minggu, diasumsikan sebagai banyaknya jumlah energi dan protein yang dikonsumsi keluarga selama satu minggu, dengan cara masing-masing jenis makanan disajikan jumlahkan dan dikonversikan dalam ukuran berat kemudian dihitung energi dan proteinnya. Untuk menghitung tingkat konsumsi energi dan protein diolah dengan menggunakan food

processor. Kemudian dihitung rata rata konsumsi per harinya dan disesuaikan


(44)

Jumlah konsumsi energi dan protein keluarga dihitung dengan melihat jumlah total konsumsi energi dan protein sehari dengan menggunakan rumus :

Setelah jumlah konsumsi energi dan protein diperoleh dalam bentuk persen, selanjutnya dikategorikan sebagai berikut (Depkes RI, 2002) :

- Baik : Konsumsi ≥ 100 % AKG - Sedang : Konsumsi 80 – 99 % AKG - Kurang : Konsumsi 70-80 % AKG - Defisit : Konsumsi < 70 % AKG

3. Untuk mengukur status gizi anak balita digunakan indikator BB/U, TB/U, BB/TB dengan merujuk pada standar baku WHO 2005 dengan kategori :

Tabel 2.2. Indikator Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB

Indikator Nilai Z-score Status Gizi

BB/U ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD ≥ -3 SD s/d < -2 SD < -3 SD

Normal Kurang

Sangat Kurang Indeks TB/U ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD

≥ -3 SD s/d < -2 SD < -3 SD

> 2 SD s/d ≤ 3 SD > 3 SD

Normal Pendek

Sangat pendek Tinggi

Sangat tinggi Indeks BB/TB < - 3 SD

≥ -3 SD s/d < -2 SD ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD > 2 SD s/d ≤ 3 SD > 3 SD

Sangat Kurus Kurus

Normal Gemuk Sangat gemuk


(45)

3.8. Pengolahan Dan Analisis Data 3.8.1. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan computer, melalui proses editing dan koding. Data berat badan, tinggi badan diolah dengan mengguanakan WHO Antro 2005 untuk menentukan status gizi anak balita.

Sedangkan untuk jumlah energi dan protein diperoleh dari hasil household

food security dihitung dalam ukauran rumah tangga kemudian dikonversikan dalam

bentuk gram lalu dihitung kandungan energi dan proteinnya dengan menggunakan

food processor 2005.

3.8.2. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan yaitu dengan analisis univariat/deskripsi untuk menggambarkan (mendeskripsikan) varaiabel tingkat ketahanan pangan keluarga, status gizi anak balita di desa tertinggal dengan menggunakan tabel frekuensi.


(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Kecamatan Pintupohan Meranti merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah 38.695 Ha. Kecamatan Pintupohan Meranti terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 700 – 1.500 meter di atas permukaan laut, dengan topografi pegunungan. Kecamatan Pintupohan Meranti di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Asahan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Asahan, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Habinsaran dan Kecamatan Silaen, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Porsea dan Kecamatan Lumban Julu.

4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk Kecamatan Pintupohan Meranti adalah 6810 jiwa, terdiri atas 3446 orang laki-laki dan 3364 orang perempuan. Jumlah kepala keluarga terdiri dari 1410 kepala keluarga. Penyebaran penduduk di Kecamatan Pintupohan Meranti tidak merata baik jumlah penduduk dan jumlah kepala keluarga dengan luas wilayah, hal ini disebabkan letak geografis masing-masing desa yang sebagian sulit dijangkau oleh kendaraan dan kondisi tofografi desa yang berbukit-bukit.


(47)

Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009

Desa Jumlah Penduduk

(Jiwa) %

Jumlah

KK %

Ambar Halim 268 3,9 72 5,1

Pintupohan Dolok 155 2,4 34 2,4

Pintupohan 1936 28,4 394 27,9

Halado 402 5,9 81 5,7

Meranti Utara 1385 20,3 299 21,3

Meranti Tengah 583 8,6 138 9,8

Meranti Timur 2081 30,5 392 27,8

Jumlah 6810 100,0 1410 100,0

Sumber : Data Demografi Kecamatan Pintupohan Meranti Tahun 2009

Berdasarkan letak geografis desa, terdapat 2 desa yang sulit dan geografisnya di pegunungan. Berdasarkan luas wilayah Desa Meranti Tengah merupakan desa terluas dari semua desa, namun jumlah penduduk di desa tersebut hanya 583 jiwa hanya sedikit jika dibandingkan dengan dengan luas dan kepadatan penduduk dan jumlah keluarga Desa Meranti Timur dan Desa Pintupohan. Hal itu disebabkan oleh karena Desa Meranti Timur merupakan Desa yang berada di kawasan pinggir jalan yang mudah dijangkau dan mempunyai lahan perkebunan sawit yang cukup luas sehingga orang lebih padat pada desa tersebut. Begitu juga halnya dengan Desa Pintupohan, merupakan desa dengan Jumlah KK terbanyak, Desa Pintupohan merupakan desa yang mudah dijangkau dan juga sebagai ibukota kecamatan di desa tersebut terdapat sebuah perusahaan besar yaitu PT. Inalum Indonesia.


(48)

4.1.3. Gambaran Umum Desa Penelitian

Kecamatan Pintupohan Meranti terdiri atas tujuh desa. Dua di antara desa tersebut merupakan desa tertinggal, baik dari segi pembangunan maupun status ekonomi.

Jumlah penduduk Desa Pintupohan Dolok adalah 155 jiwa yang terdiri atas 50,9% laki-laki dan 49,1% adalah perempuan. Terdapat 18 keluarga yang mempunyai balita dengan jumlah balitanya 20 orang. Semua penduduk di desa tersebut merupakan petani. Sarana pelayanan kesehatan di desa tersebut terdiri atas 1 polindes yang belum pernah ditempati oleh bidan desa karena ketiadaan sarana listrik dan sulitnya menjangkau desa tersebut.

Desa Meranti Tengah merupakan desa yang paling jauh, dengan jumlah penduduk 583 jiwa, terdiri atas 51,1% diantaranya laki dan sisanya perempuan. Terdapat 33 keluarga yang mempunyai balita dengan jumlah anak balita balita sebanyak 42 orang. Semua penduduk di desa ini bekerja sebagai petani. Sarana pelayanan kesehatan sudah ada tapi belum di tempati karena belum adanya sarana penerangan dan sulitnya menjangkau desa tersebut.

4.1.4. Jumlah Penduduk Desa Tertinggal Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Pintupohan Dolok terdiri atas 1 sekolah dasar, akan tetapi hanya terdiri atas 3 kelas (mulai kelas 1 sampai kelas 3). Untuk melanjutkan kelas 4 sampai kelas 6, harus bersekolah ke desa lain yaitu desa Pintupohan dan harus ditempuh sangat jauh dari desa Pintupohan Dolok.


(49)

Dari segi pendidikan, penduduk Desa Pintupohan Dolok hanya sebanyak 19 orang (12,2%) yang tamat dari SLTA, sebagian besar penduduk hanya tamatan SD yaitu sebanyak 20,0%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Pintupohan Dolok dan Desa Meranti Tengah Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009

Tingkat Pendidikan

Pintupohan Dolok Meranti Tengah Jumlah

(Jiwa) %

Jumlah

(Jiwa) %

Tidak/Belum Pernah Sekolah 58 37,4 137 23,5

Tidak/Belum Tamat SD 16 10,4 196 33,6

SD 31 20,0 122 20,9

SLTP 30 19,4 53 9,1

SLTA 19 12,2 75 12,9

Akademi/Diploma 1 0,6 0 0,0

PT 0 0,0 0 0,0

Jumlah 155 100,0 583 100,0

Sumber : Data Demografi Kecamatan Pintupohan Meranti Tahun 2009

Begitu juga halnya dengan Desa Meranti Tengah. Di Desa ini terdapat 1 sekolah dasar (kelas 1 sampai kelas 6). Untuk melanjutkan pendidikan SLTP, anak mereka harus pindah (kost) di desa lain yang terdekat yaitu desa Meranti Utara maupun daerah lain. Jumlah penduduk Desa Meranti Tengah sebanyak 137 orang (23,5%) yang tidak tamat atau belum pernah sekolah, sebanyak 12,9% berasal dari tamatan SLTA.

4.2. Gambaran Umum Keluarga Responden

Distribusi kelompok umur kepala keluarga dan ibu rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari 51 pasangan keluarga, umur ibu rumah tangga terdapat golongan umur 30-39 tahun sebanyak 43,1%. Demikian juga halnya dengan golongan umur


(50)

kepala keluarga. Dari data umur kepala keluarga terdapat 2 kepala keluarga dengan umur 57 tahun dan 55 tahun mempunyai anak balita dengan jumlah anggota keluarga masing-masing 9 orang.

Tabel 4.3. Distribusi Keluarga Responden berdasarkan Umur (KK, IRT) di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Kelompok Umur Jumlah

(Jiwa) %

Umur KK (tahun): - 20-29

- 30-39 - 40-49 - 50-59 - ≥60

11 22 12 3 3 21,6 43,1 23,5 5,9 5,9

Total 51 100,0

Umur IRT (tahun): - 20-29

- 30-39 - 40-49 - ≥50

19 22 9 1 37,3 43,1 17,6 2,0

Total 51 100,0

Dari Tabel 4.3. di atas dapat dilihat bahwa masih ada kelompok umur lansia baik kepala keluarga maupun ibu rumah tangga yang mempunyai anak balita.

Tabel 4.4. Distribusi Kelompok Umur Balita di Desa Tertinggal Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) %

Umur Anak Balita (bulan): - 12-23

- 24-35

- 36-47

- 48-59

7 12 22 10 13,7 23,5 43,1 19,6


(51)

Dari Tabel 4.4 kelompok umur balita cukup bervariasi, terdapat 43,1% pada kelompok umur 36-47 bulan, kelompok umur 24-35 bulan sebanyak 23,5%, kelompok umur 48-59 bulan sebanyak 19,6%, kelompok umur 12-23 bulan sebanyak 13,7%.

Pendidikan formal kepala keluarga dan pendidikan ibu rumah tangga keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Distribusi Keluarga Responden berdasarkan Pendidikan KK, IRT di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Karakteristik Keluarga Jumlah %

Pendidikan KK - SD - SLTP - SLTA - Diploma

18 19 13 1

35,3 37,3 25,5 2,0

Total 51 100,0

Pendidikan IRT - SD

- SLTP - SLTA

17 22 12

33,3 43,1 23,5

Total 51 100,0

Berdasarkan jenjang pendidikan formal, sebagian besar kepala keluarga (37,3%) dan ibu rumah tangga (43,1%) berpendidikan SLTP.

Jumlah keluarga berdasarkan banyaknya anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 4.6.


(52)

Tabel 4.6. Distribusi Keluarga Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Jumlah Anggota Keluarga Jumlah %

- 3-4 orang - 5-6 orang - 7-9 orang

19 22 10

37,3 43,1 19,6

Total 51 100,0

Jumlah anggota keluarga sebagian besar (43,1%) berjumlah 5-6 orang dan yang paling sedikit (19,6%) berjumlah 7-9 orang. Secara umum jenis pekerjaan utama kepala keluarga dan ibu rumah tangga adalah bertani.

4.3. Gambaran Umum Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga 4.3.1. Ketahanan Pangan Secara Kualitatif

Tingkat ketahanan pangan secara kualitatif berdasarkan jawaban responden terhadap kuesioner yang disusun oleh Bickel, 2000. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 4.7 di bawah ini :

Tabel 4.7. Distribusi Keluarga Responden Berdasarkan Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga Jumlah %

Terjamin 0 0

Rawan dengan kelaparan tingkat ringan 1 2,0

Rawan dengan kelaparan tingkat sedang 11 21,6

Rawan dengan kelaparan tingkat berat 39 76,5


(53)

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data tingkat ketahanan pangan keluarga yang dapat dilihat dari Tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa tingkat ketahanan pangan keluarga responden tidak dijumpai adanya kategori terjamin, rawan dengan kelaparan tingkat ringan 2,0%, rawan dengan kelaparan tingkat sedang 21,6%, rawan dengan kelaparan tingkat berat 76,5%.

4.3.2. Ketahanan Pangan Keluarga Secara Kuantitatif

Data konsumsi pangan keluarga secara kuantitatif dilihat dari tingkat konsumsi energi dan protein dengan menggunakan metode pencatatan makanan rumah tangga (household food record).

4.3.2.1. Konsumsi Energi Keluarga

Tingkat Konsumsi energi keluarga sebagian besar berada pada dalam kategori kurang, untuk lebih jelas dapt dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.8. Distribusi Tingkat Konsumsi Energi Keluarga di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Tingkat Konsumsi Energi Jumlah %

Defisit Kurang

Sedang

7 24 20

13,7 47,1 39,2

Total 51 100,0

Berdasarkan hasil penelitian tidak ditemukan tingkat konsumsi energi dalam kategori baik. Sebagian besar keluarga berada dalam tingkat konsumsi kurang (47,1%) dan ada juga yang defisit (13,7%). Hanya sebagian kecil tingkat konsumsi energi keluarga pada tingkat sedang (39,2%).


(54)

4.3.2.2. Konsumsi Protein Keluarga

Demikian juga halnya dengan konsumsi protein konsumsi keluarga berada dalam tingkat defisit dan kurang. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi Tingkat Konsumsi Protein Keluarga di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Tingkat Konsumsi Protein Jumlah %

Defisit Kurang Sedang

21 25 5

41,2 49,0 9,8

Total 51 100,0

Konsumsi protein keluarga hanya sebagian kecil (9,8%) pada tingkat konsumsi sedang. Sebagian besar berada dalam tingkat konsumsi kurang (49,0%) dan tingkat defisit (41,2%).

4.4. Status Gizi Anak Balita

Data status gizi anak balita berdasarkan indeks berat badan menurut umur, berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur, serta indeks berat badan menurut tinggi badan dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Secara umum status gizi anak balita berada dalam status gizi normal. Akan tetapi status gizi berdasarkan berat badan menurut umur masih ditemukan adanya status gizi kurang (29,4%) dan sangat kurang (7,8%) .

Status gizi berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur merupakan gambaran riwayat gizi masa lampau. Terdapat 52,9% anak balita dalam kategori normal, 31,4% dengan kategori pendek, dan kategori sangat pendek sebanyak 15,75%.


(55)

Tabel 4.10. Distribusi Anak Balita berdasarkan Status gizi (BB/U, TB/U, BB/TB) di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Status Gizi Anak Balita Jumlah %

Berat Badan Menurut Umur: - Normal

- Kurang

- Sangat Kurang

32 15 4 62,8 29,4 7,8

Total 51 100,0

Tinggi Badan Menurut Umur - Normal

- Pendek

- Sangat Pendek

27 16 8 52,9 31,4 15,7

Total 51 100,0

Berat Badan Menurut Tinggi Badan - Normal

- Kurus

- Sangat Kurus

35 4 12 68,6 7,8 23,5

Total 51 100,0

Berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan terdapat 68,6% dalam kategori normal , 7,8% dalam kategori kurus dan sangat kurus sebanyak 23,5%.

4.4.1. Status Gizi Anak Balita (BB/U, TB/U, BB/TB) Berdasarkan Kelompok Umur

Pada tabel di bawah, dapat dilihat status gizi anak balita berdasarkan kelompok umur. Berdasarkan indeks BB/U maka kelompok umur yang paling banyak mengalami masalah status gizi sangat kurang yaitu berada pada golongan umur 28-59 bulan , status gizi kurang pada kelompok umur 36-47 bulan. Berdasarkan TB/U, status gizi pendek dan sangat pendek terdapat pada kelompok umur 36-47 bulan. Berdasarkan BB/TB, status gizi sangat kurus lebih banyak pada golongan umur 48-59


(56)

bulan, dan kurus pada golongan umur 36-47 bulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel 4.11. Distribusi Status Gizi (BB/U) Anak Balita Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Kelompok Umur Anak Balita

(Bulan)

Status gizi (BB/U)

n %

Sgt

Kurang Kurang Normal

n % n % n %

12-23 0 0,0 3 42,9 4 57,1 7 100,0

24-35 1 8,3 2 16,7 9 75,0 12 100,0

36-47 0 0,0 6 27,3 16 72,2 22 100,0

48-59 3 30,0 3 30,0 4 40,0 10 100,0

Total 4 7,8 15 29,4 32 67,2 51 100,0

Pada Tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur 36-47 bulan, merupakan kelompok yang paling banyak, terdapat 27,3% anak balitanya berada dalam status gizi kurang dan 72,2% dalam kategori normal. Dari 12 anak balita pada golongan umur 24-35 bulan terdapat 75% anak balitanya berada dalam status gizi normal, 16,7% status gizi kurang dan 8,3% status gizi sangat kurang. Dari 7 anak pada golongan umur 12-23 bulan terdapat 57,1% status gizi normal,42,9% dalam status gizi kurang. Dari 10 anak balita pada golongan umur 49-59 bulan, terdapat 30,0% status gizi anak balita dalam kategori kurang dan sangat kurang, dan 40,0% status gizi anak balitanya normal. Status gizi (TB/U) berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.12.


(57)

Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi (TB/U) Anak Balita Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Kelompok Umur Anak Balita

(Bulan)

Status gizi (TB/U)

n %

Sgt Pendek Pendek Normal

N % n % n %

12-23 1 14,3 2 28,6 4 57,1 7 100,0

24-35 1 8,3 2 16,7 9 75,0 12 100,0

36-47 4 18,2 7 31,8 11 50,0 22 100,0

48-59 2 20,0 5 50,0 3 31,3 10 100,0

Total 8 15,7 16 31,4 27 52,9 51 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat, dari 22 anak balita pada golongan umur 36-47 bulan terdapat 31,8% dalam status gizi pendek, dan 18,2% sangat pendek. Dari 10 anak balita pada golongan umur 48-59 bulan terdapat 50% anak balitanya pendek, dan 20,0% dalam status gizi sangat pendek.

Tabel 4.13. Distribusi Status Gizi (BB/TB) Anak Balita Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Tertinggal Kecamatan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

Kelompok Umur Anak Balita

(Bulan)

Status gizi (BB/TB)

n %

Sgt Kurus Kurus Normal

N % n % n %

12-23 2 28,6 1 14,3 4 57,1 7 100,0

24-35 3 25,0 0 0,0 9 75,0 12 100,0

36-47 3 13,6 2 9,1 17 77,3 22 100,0

48-59 4 40,0 1 10,0 5 50,0 10 100,0


(1)

Frequency Table

Crosstabs

bbumur

15 29,4 29,4 29,4

32 62,7 62,7 92,2

4 7,8 7,8 100,0

51 100,0 100,0

KURANG NORMAL SGT K URA NG Total

Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

tbumur

27 52,9 52,9 52,9

16 31,4 31,4 84,3

8 15,7 15,7 100,0

51 100,0 100,0

NORMAL PE NDE K SGT P ENDEK Total

Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

bbtb

4 7,8 7,8 7,8

35 68,6 68,6 76,5

12 23,5 23,5 100,0

51 100,0 100,0

KURUS NORMAL SGT K URUS Total

Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

Case Processing Summary

51 100,0% 0 ,0% 51 100,0%

51 100,0% 0 ,0% 51 100,0%

51 100,0% 0 ,0% 51 100,0%

51 100,0% 0 ,0% 51 100,0%

51 100,0% 0 ,0% 51 100,0%

51 100,0% 0 ,0% 51 100,0%

bbumur * katskpEnrgi bbumur * katckpProt tbumur * katskpEnrgi tbumur * katckpProt bbtb * katskpEnrgi bbtb * katckpProt

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total


(2)

bbumur * katskpEnrgi

bbumur * katckpProt

tbumur * katskpEnrgi

Crosstab

3 8 4 15

20,0% 53,3% 26,7% 100,0%

42,9% 33,3% 20,0% 29,4%

5,9% 15,7% 7,8% 29,4%

2 14 16 32

6,3% 43,8% 50,0% 100,0%

28,6% 58,3% 80,0% 62,7%

3,9% 27,5% 31,4% 62,7%

2 2 0 4

50,0% 50,0% ,0% 100,0%

28,6% 8,3% ,0% 7,8%

3,9% 3,9% ,0% 7,8%

7 24 20 51

13,7% 47,1% 39,2% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

13,7% 47,1% 39,2% 100,0%

Count

% within bbumur % within katskpEnrgi % of Total

Count

% within bbumur % within katskpEnrgi % of Total

Count

% within bbumur % within katskpEnrgi % of Total

Count

% within bbumur % within katskpEnrgi % of Total

KURANG

NORMAL

SGT KURANG bbumur

Total

DEFISIT KURANG SEDANG

katskpEnrgi

Total

Crosstab

8 7 0 15

53,3% 46,7% ,0% 100,0%

38,1% 28,0% ,0% 29,4%

15,7% 13,7% ,0% 29,4%

9 18 5 32

28,1% 56,3% 15,6% 100,0%

42,9% 72,0% 100,0% 62,7%

17,6% 35,3% 9,8% 62,7%

4 0 0 4

100,0% ,0% ,0% 100,0%

19,0% ,0% ,0% 7,8%

7,8% ,0% ,0% 7,8%

21 25 5 51

41,2% 49,0% 9,8% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

41,2% 49,0% 9,8% 100,0%

Count

% within bbumur % within katckpProt % of Total

Count

% within bbumur % within katckpProt % of Total

Count

% within bbumur % within katckpProt % of Total

Count

% within bbumur % within katckpProt % of Total

KURANG

NORMAL

SGT KURANG bbumur

Total

DEFISIT KURANG SEDANG

katckpProt


(3)

tbumur * katckpProt

bbtb * katskpEnrgi

Crosstab

3 11 13 27

11,1% 40,7% 48,1% 100,0%

42,9% 45,8% 65,0% 52,9%

5,9% 21,6% 25,5% 52,9%

3 8 5 16

18,8% 50,0% 31,3% 100,0%

42,9% 33,3% 25,0% 31,4%

5,9% 15,7% 9,8% 31,4%

1 5 2 8

12,5% 62,5% 25,0% 100,0%

14,3% 20,8% 10,0% 15,7%

2,0% 9,8% 3,9% 15,7%

7 24 20 51

13,7% 47,1% 39,2% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

13,7% 47,1% 39,2% 100,0%

Count

% within tbumur % within katskpEnrgi % of Total

Count

% within tbumur % within katskpEnrgi % of Total

Count

% within tbumur % within katskpEnrgi % of Total

Count

% within tbumur % within katskpEnrgi % of Total

NORMAL

PENDEK

SGT PENDEK tbumur

Total

DEFISIT KURANG SEDANG

katskpEnrgi

Total

Crosstab

8 14 5 27

29,6% 51,9% 18,5% 100,0%

38,1% 56,0% 100,0% 52,9%

15,7% 27,5% 9,8% 52,9%

10 6 0 16

62,5% 37,5% ,0% 100,0%

47,6% 24,0% ,0% 31,4%

19,6% 11,8% ,0% 31,4%

3 5 0 8

37,5% 62,5% ,0% 100,0%

14,3% 20,0% ,0% 15,7%

5,9% 9,8% ,0% 15,7%

21 25 5 51

41,2% 49,0% 9,8% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

41,2% 49,0% 9,8% 100,0%

Count

% within tbumur % within katckpProt % of Total

Count

% within tbumur % within katckpProt % of Total

Count

% within tbumur % within katckpProt % of Total

Count

% within tbumur % within katckpProt % of Total

NORMAL

PENDEK

SGT PENDEK tbumur

Total

DEFISIT KURANG SEDANG

katckpProt


(4)

bbtb * katckpProt

Crosstab

0 2 2 4

,0% 50,0% 50,0% 100,0%

,0% 8,3% 10,0% 7,8%

,0% 3,9% 3,9% 7,8%

4 16 15 35

11,4% 45,7% 42,9% 100,0%

57,1% 66,7% 75,0% 68,6%

7,8% 31,4% 29,4% 68,6%

3 6 3 12

25,0% 50,0% 25,0% 100,0%

42,9% 25,0% 15,0% 23,5%

5,9% 11,8% 5,9% 23,5%

7 24 20 51

13,7% 47,1% 39,2% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

13,7% 47,1% 39,2% 100,0%

Count % within bbtb % within katskpEnrgi % of Total

Count % within bbtb % within katskpEnrgi % of Total

Count % within bbtb % within katskpEnrgi % of Total

Count % within bbtb % within katskpEnrgi % of Total

KURUS

NORMAL

SGT KURUS bbtb

Total

DEFISIT KURANG SEDANG

katskpEnrgi

Total

Crosstab

1 3 0 4

25,0% 75,0% ,0% 100,0%

4,8% 12,0% ,0% 7,8%

2,0% 5,9% ,0% 7,8%

14 17 4 35

40,0% 48,6% 11,4% 100,0%

66,7% 68,0% 80,0% 68,6%

27,5% 33,3% 7,8% 68,6%

6 5 1 12

50,0% 41,7% 8,3% 100,0%

28,6% 20,0% 20,0% 23,5%

11,8% 9,8% 2,0% 23,5%

21 25 5 51

41,2% 49,0% 9,8% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

41,2% 49,0% 9,8% 100,0%

Count % within bbtb % within katckpProt % of Total

Count % within bbtb % within katckpProt % of Total

Count % within bbtb % within katckpProt % of Total

Count % within bbtb % within katckpProt % of Total

KURUS

NORMAL

SGT KURUS bbtb

Total

DEFISIT KURANG SEDANG

katckpProt


(5)

Crosstabs

katskpEnrgi * rwnpngn

Case Processing Summary

51 100,0% 0 ,0% 51 100,0%

51 100,0% 0 ,0% 51 100,0%

katskpEnrgi * rwnpngn katckpProt * rwnpngn

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Crosstab

6 1 0 7

85,7% 14,3% ,0% 100,0%

15,4% 100,0% ,0% 13,7%

11,8% 2,0% ,0% 13,7%

22 0 2 24

91,7% ,0% 8,3% 100,0%

56,4% ,0% 18,2% 47,1%

43,1% ,0% 3,9% 47,1%

11 0 9 20

55,0% ,0% 45,0% 100,0%

28,2% ,0% 81,8% 39,2%

21,6% ,0% 17,6% 39,2%

39 1 11 51

76,5% 2,0% 21,6% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

76,5% 2,0% 21,6% 100,0%

Count

% within katskpEnrgi % within rwnpngn % of Total Count

% within katskpEnrgi % within rwnpngn % of Total Count

% within katskpEnrgi % within rwnpngn % of Total Count

% within katskpEnrgi % within rwnpngn % of Total DEFISIT

KURANG

SEDANG katskpEnrgi

Total

berat ringan sedang

rwnpngn


(6)

katckpProt * rwnpngn

Crosstab

19 1 1 21

90,5% 4,8% 4,8% 100,0%

48,7% 100,0% 9,1% 41,2%

37,3% 2,0% 2,0% 41,2%

19 0 6 25

76,0% ,0% 24,0% 100,0%

48,7% ,0% 54,5% 49,0%

37,3% ,0% 11,8% 49,0%

1 0 4 5

20,0% ,0% 80,0% 100,0%

2,6% ,0% 36,4% 9,8%

2,0% ,0% 7,8% 9,8%

39 1 11 51

76,5% 2,0% 21,6% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

76,5% 2,0% 21,6% 100,0%

Count

% within katckpProt % within rwnpngn % of Total Count

% within katckpProt % within rwnpngn % of Total Count

% within katckpProt % within rwnpngn % of Total Count

% within katckpProt % within rwnpngn % of Total DEFISIT

KURANG

SEDANG katckpProt

Total

berat ringan sedang

rwnpngn