Analysis of regional development and disparities in regional development border and non border in West Kalimantan

(1)

ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH DAN DISPARITAS

PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN DAN NON

PERBATASAN DI KALIMANTAN BARAT

RITA YULISA

NRP. A156090081

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini menyatakan bahwa tesis Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non-Perbatasan di Kalimantan Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

Rita Yulisa


(3)

iii

ABSTRACT

RITA YULISA. Analysis of Regional Development and Disparities in Regional Development Border and Non-Border in West Kalimantan. Under direction of SANTUN R. P. SITORUS and ATANG SUTANDI

Indonesia is an archipelago that has many border areas with other countries in the region of sea and land. In West Kalimantan border there are 5 district border, namely are Sambas District, Bengkayang, Sanggau, Sintang, and Kapuas Hulu District. The border region of a country has a strategic value in supporting the success of national development, especially in the aspect of political, economic, and ecological. Border areas of natural resource potential is quite large and very high economic value, yet can be put to good use.

The research was conducted in 5 districts in West Kalimantan border and aims to determine the level of development of regions, Leading sectors, the level of disparity that occurred in the border regions and the factors causing the disparity, further research will be able to provide recommendations in the process of border regional development policy. Analytical methods used to achieve these objectives include skalogram analysis, analysis of LQ and SSA, Williamson index and Theil Entropy Index, and Spatial Econometrics.

The results obtained by the analysis that the level of development of border districts in the county is still dominated by 3 hierarchy and 2 hierarchy, which means that the facilities and infrastructure in almost all sub-district boundary is uneven and inadequate, both non-border districts and district boundaries. Leading sectors in the three border districts of Sambas District, Sanggau, and Kapuas Hulu District is the agricultural sector, but it is trade, hotels, and restaurants, transport and communication sector, financial sector, rental and service companies, as well as the service sector. The mining sector is a sector that has the potential to be developed in some districts such as districts Paloh in Sambas district, and some non-border districts in the District and other Kapuas Hulu.

Disparity analysis results showed that there was disparity sub districts in the border counties with Williamson index value of 0.54. Disparities that occur in the form of disparities within each group the Border District Area (WKP) and the Non-Border District Area groups (WKNP). The factors that cause disparities in the border region is a factor of its own sub-regional GDP (GDP), and the surrounding district GRDP (W_PDRB), as well as factors that occur in the sub-district disparities around (W_Disparitas).

Disparities that occurred in the border districts should be dealt with simultaneously and to put forward a comprehensive approach to prosperity than the approach to safety. Construction of basic infrastructure, especially infrastructure for basic social service needs should be a priority in the district border. Efforts to improve the local economy should be based on resource potential and to create linkages between sectors in one district and inter-sectoral linkages with the surrounding districts.


(4)

RINGKASAN

RITA YULISA. Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non-Perbatasan di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh SANTUN R. P. SITORUS dan ATANG SUTANDI

Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan secara administratif meliputi 2 (dua) provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Di Kalimantan Barat sendiri terdapat 5 Kabupaten perbatasan diantaranya Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu.

Wilayah perbatasan suatu negara memiliki nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional terutama dalam aspek politik, ekonomi, dan ekologi. Potensi sumberdaya alam wilayah perbatasan yang cukup besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Wilayah perbatasan cenderung menjadi beban karena sebagian besar wilayah perbatasan masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Secara umum infrastruktur sosial ekonomi di kawasan ini, baik dalam aspek pendidikan, kesehatan, maupun sarana prasarana penunjang wilayah masih memerlukan banyak peningkatan.

Penelitian ini dilakukan di 5 kabupaten perbatasan di Kalimantan Barat dan bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah, sektor unggulan, tingkat disparitas yang terjadi di daerah perbatasan serta faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas, lebih jauh lagi penelitian ini nantinya dapat memberikan masukan/rekomendasi dalam proses penyusunan kebijakan pembangunan daerah perbatasan. Metode analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah analisis skalogram, analisis LQ dan SSA, Indeks Williamson dan Theil Indeks Entropy, dan Ekonometrika Spasial.

Hasil analisis diperoleh bahwa tingkat perkembangan kecamatan di kabupaten perbatasan masih didominasi hirarki 3 dan hirarki 2 yang berarti bahwa sarana dan prasarana dihampir seluruh kecamatan kabupaten perbatasan tidak merata dan belum memadai, baik kecamatan non-perbatasan maupun kecamatan perbatasan. Sektor Unggulan pada tiga kabupaten perbatasan yaitu Kabupaten Sambas, Sanggau, dan Kapuas Hulu adalah sektor pertanian, selain itu adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa. Sektor pertambangan merupakan sektor yang berpotensi untuk dikembangkan di beberapa kecamatan tertentu seperti kecamatan paloh di kabupaten Sambas dan beberapa kecamatan non-perbatasan lain di Kabupaten Sanggau dan Kapuas Hulu. Hasil analisis disparitas kecamatan menunjukkan bahwa terjadi disparitas wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan dengan nilai indeks williamson sebesar 0,55. Disparitas yang terjadi berupa disparitas dalam masing-masing kelompok Wilayah Kecamatan Perbatasan (WKP) dan dalam kelompok Wilayah Kecamatan Non Perbatasan (WKNP). Faktor-faktor yang penyebab terjadinya ketimpangan/disparitas wilayah perbatasan adalah faktor PDRB kecamatan sendiri


(5)

v

(PDRB), dan PDRB kecamatan sekitarnya (W_PDRB), serta faktor disparitas yang terjadi di kecamatan sekitar (W_Disparitas).

Disparitas yang terjadi di kecamatan perbatasan harus ditangani secara simultan dan menyeluruh dengan lebih mengedepankan pendekatan pembangunan masyarakat (prosperity) daripada pendekatan keamanan (security). Pembangunan sarana prasarana dasar terutama infrastruktur untuk pelayanan kebutuhan sosial dasar perlu menjadi prioritas di kecamatan perbatasan. Upaya peningkatan perekonomian lokal wilayah harus berbasis potensi sumberdaya dan menciptakan keterkaitan antar sektor unggulan disatu kecamatan maupun keterkaitan antar sektor dengan kecamatan disekitarnya.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor


(7)

vii

ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH DAN DISPARITAS

PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN DAN NON

PERBATASAN DI KALIMANTAN BARAT

RITA YULISA

TESIS

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar MAGISTER SAINS

Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

(9)

ix

Judul Tesis : Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non-Perbatasan di Kalimantan Barat Nama : Rita Yulisa

NRP : A156090081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

Sebuah karya yang kuperuntukkan bagi orang-orang yang kukasihi dan mengasihiku:

Drs. Bartolomeus Japari Panjaitan Ibunda Nurhayati

serta adik-adikku


(11)

xi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmah, karunia, dan taufik-Nya sehingga penelitian dengan judul Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non-Perbatasan di Kalimantan Barat dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini tidak terlepas dari peran dan dukungan berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus sebagai Ketua Komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, kemudahan dalam studi, menyumbang pikiran, dan menambah pengalaman penulis

2. Dr. Ir. Atang Sutandi sebagai anggota komisi yang telah memberikan masukan kritis, penajaman, pengkayaan, dan membuka cakrawala penulis 3. Dr. Ir. Setia Hadi M.Si penguji luar komisi yang telah membuat tesis ini

menjadi lebih sempurna

4. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

5. Orang tua saya tercinta Bapak Drs. Bartolomeus Japari Panjaitan dan Mama Nurhayati serta adikku Ridho Zia Suhaya dan Reza Muharram yang selalu mendukung dan mendoakanku.

6. Ir. Fajar yang telah memberikan masukan dan memfasilitasi survei lapang ke lokasi penelitian

7. Instansi-instansi terkait yang terlah memberikan kemudahan dalam hal memperoleh data, serta seluruh Bapak-bapak Camat di Kabupaten Kapuas Hulu dan Sanggau atas respon yang sangat baik.

8. Ibu Neng Rahayu SE, Ibu Yustina beserta keluarga besar yang semangat serta suasana yang baik saat berada di lokasi penelitian.

9. Rekan-rekan PWL 2009 IPB Ibu Noi Rachmawati, Pak Syamsul, Yoga, Bang Zulyan, Mas Ardi yang senantiasa bersama dan kompak.

10.Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis sadari bahwa penelitian ini tidak lepas dari kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian, semoga dari sedikit kelebihan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan wilayah pada era otonomi daerah ini.

Bogor, November 2011 Rita Yulisa


(12)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Putussibau, Kalimantan Barat pada tanggal 21 Juli 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Bartolomeus Japari Panjaitan, dan Nurhayati. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 34 Pontianak Selatan. Kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SLTPN 2 Pontianak sampai pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMUN 1 Pontianak pada tahun 2004.

Pada tahun 2004 – 2009 penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor (IPB). Kemudian pada tahun 2009 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL), Institut Pertanian Bogor (IPB).


(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

1.5.Kerangka Pemikiran Penelitian... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembangunan Wilayah ... 9

2.2.Indikator Pembangunan Wilayah ... 10

2.3.WilayahPerbatasan ... 12

2.4.Disparitas ... 15

2.5.Faktor Penyebab Disparitas Pembangunan ... 17

2.6.Urgensi Pembangunan Antar-Wilayah secara Berimbang ... 21

III. METODE PENELITIAN 3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.2.Data dan Sumber Data ... 25

3.3.Bagan Alir Penelitian ... 26

3.4.Tehnik Analisis Data 3.4.1.Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah ... 28

3.4.2.Identifikasi Sektor Unggulan 3.4.2.1.Location Quotient (LQ) ... 30

3.4.2.2.Shift Share Analysis (SSA) ... 31

3.4.3.Analisis Disparitas Wilayah 3.4.3.1.Indeks Williamson ... 33

3.4.3.2.Indeks Theil Entropy ... 33

3.4.4.Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan ... 35

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1.Keadaan Umum Propinsi Kalimantan Barat ... 37

4.2.Kabupaten Sambas ... 38

4.3.Kabupaten Bengkayang ... 40

4.4.Kabupaten Sanggau ... 43


(14)

4.6.Kabupaten Kapuas Hulu ... 48

4.7.Perbandingan Kinerja Pembangunan, Ekonomi dan Manusia dengan Negara Malaysia ... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Analisis Perkembangan Wilayah dengan Metode Skalogram ... 53

5.2.Identifikasi Sektor Unggulan ... 58

5.2.1.Kabupaten Sambas ... 63

5.2.2.Kabupaten Sanggau ... 69

5.2.3.Kabupaten Kapuas Hulu ... 74

5.3.Analisis Disparitas Wilayah 5.3.1.Indeks Williamson ... 82

5.3.2.Indeks Theil Entropy ... 83

5.4.Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Disparitas Pembangunan Antar-Wilayah ... 84

5.5.Pembahasan Umum ... 89

VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1.Simpulan ... 91

6.2.Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Wilayah Administrasi Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat–Sarawak

dan Jumlah Penduduk Tahun 2008 ... 2

2 Indikator-Indikator Pembangunan Wilayah Berdasarkan Basis/ Pendekatan Pengelompokannya ... 11

3 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan ... 26

4 Nilai Selang Hierarki IPK ... 29

5 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun 2004-2008 ... 39

6 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sambas Tahun 1999-2007 ... 40

7 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Bengkayang Tahun 2004-2008 .... 41

8 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Bengkayang Tahun 1999-2007 ... 42

9 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sanggau Tahun 2004-2008 ... 44

10 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sanggau Tahun 1999-2007 ... 45

11 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sintang Tahun 2004-2008 ... 47

12 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sintang Tahun 1999-2007 ... 48

13 Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2004-2008 .... 49

14 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 1999-2007 ... 50

15 Jumlah dan Persentase Hirarki Kecamatan ... 54

16 Hasil Analisis LQ Kabupaten Perbatasan tahun 2008... 60

17 Tabel Hasil Analisis SSA 3 Kabupaten Perbatasan Tahun 2007-2008 .... 61

18 Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Sambas 2008 ... 64

19 Tabel Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Sambas Tahun 2007-2008 ... 65

20 Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Sanggau 2008 ... 70

21 Tabel Hasil Analisis SSA Kabupaten Sanggau Tahun 2007-2008 ... 71

22 Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu 2008 ... 75

23 Tabel Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2007-2008 ... 76


(16)

25 Kompilasi Hasil Analisis SSA di 9 Kecamatan Perbatasan ... 81 26 Hasil Nilai R2 dan uji F Model Ekonometrika Spasial ... 85 27 Nilai Parameter Estimates dan Koefisien (B) Model Ekonometrika


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 8

2. Sistematika penyusunan konsep-konsep indikator kinerja pembangunan wilayah ... 10

3. Peta Administrasi Lokasi Penelitian ... 25

4. Bagan Alir Penelitian ... 27

5. Peta Daerah Perbatasan di Kalimantan Barat ... 37

6. Struktur Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun 2008 ... 39

7. Struktur Ekonomi Kabupaten Bengkayang Tahun 2008 ... 42

8. Struktur Ekonomi Kabupaten Sanggau Tahun 2008 ... 44

9. Struktur Ekonomi Kabupaten Sintang Tahun 2008 ... 47

10. Struktur Ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2008 ... 50

11. Peta Sebaran Hirarki Kecamatan di Kabupaten Perbatasan ... 59

12. Matrik Kuadran LQ dan SSA ... 62

13. Grafik Sektor Unggulan Kabupaten Sambas ... 66

14. Grafik Sektor Unggulan Kabupaten Sanggau ... 72


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil Analisis Skalogram Kecamatan Kabupaten Perbatasan ... 99 2a. Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Sambas Tahun 2007-2008

... 102 2b. Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Sanggau Tahun 2007-2008

... 103 2c. Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun

2007-2008 ... 104 3 Hasil Analisis Indeks Williamson ... 105 4 Hasil Analisis Indeks Theil Entrophy ... 106


(19)

   

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sementara itu untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste dengan panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km.

Kawasan Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan secara administratif meliputi 2 (dua) provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, terdiri dari 8 (delapan) kabupaten, yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Malinau, Nunukan, dan Kutai Barat (Kalimantan Timur). Garis perbatasan darat di Pulau Kalimantan yang berbatasan dengan negara bagian Sabah dan Serawak Malaysia secara keseluruhan memiliki panjang 1.885,3 km.

Secara geografis kawasan perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak berada pada bagian paling utara wilayah Provinsi Kalimantan Barat, yang membentang dari barat ke timur sepanjang sekitar 805 km, meliputi Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu (Tabel 1). Jika diasumsikan kawasan perbatasan merupakan kawasan yang berjarak 20 km dari garis batas sepanjang 966 km, terhitung dari tanjung Dato, Kabupaten Sambas yang berada diujung paling barat sampai ke Kabupaten Kapuas Hulu yang berada diujung paling timur, maka luas kawasan perbatasan meliputi 19.320 km2, atau 1.932.000 ha.

Wilayah perbatasan suatu negara memiliki nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional terutama dalam aspek politik, ekonomi, dan ekologi. Aspek politik wilayah perbatasan mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara. Aspek ekonomi memiliki potensi sumberdaya alam yang besar, terutama hutan, pertanian, perkebunan (besar dan rakyat), pertambangan (batubara), wisata alam (Taman Nasional Betung Kerihun, TN Danau Sentarum), dan perikanan air tawar yang merupakan faktor pendorong bagi


(20)

peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Aspek ekologi, sebagian kawasan perbatasan merupakan kawasan berfungsi lindung dengan hulu-hulu sungai yang sangat penting bagi daerah hilir.

Tabel 1. Wilayah Administrasi Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat - Serawak, dan Jumlah Penduduk Tahun 2008

No. Kabupaten Kecamatan Luas

(Km2)

Jumlah Jiwa

Kepadatan (jiwa Per

Km2)

Jumlah Desa

1. Sambas Paloh 1.148,84 23.224 21 8

2. Sambas Sajingan Besar 1.391,20 7.635 6 5

3. Bengkayang Jagoi Babang 655,00 6.940 11 6

4. Bengkayang Siding 563,30 6.961 12 8

5. Sanggau Sekayam 841,00 27.411 33 10

6. Sanggau Entikong 506,90 13.299 26 5

7. Sintang Ketungau Tengah 2182,40 27.830 13 20

8. Sintang Ketungau Hulu 2138,20 19.835 9 18

9. Kapuas Hulu Putussibau Utara 5.204,80 20.926 4 19

10. Kapuas Hulu Embaloh Hulu 3.457,60 5.153 1 10

11. Kapuas Hulu Batang Lupar 1332,90 5.305 4 9

12. Kapuas Hulu Badau 700,00 5.405 8 9

13. Kapuas Hulu Puring Kencana 258,66 2.972 11 5

Jumlah 20.380,80 172.986 132

Sumber: Kabupaten Dalam Angka 2009

Potensi sumberdaya alam wilayah perbatasan di Kalimantan cukup besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, terdiri dari hutan produksi (konversi), hutan lindung, taman nasional, dan danau alam, yang semuanya dapat dikembangkan menjadi daerah wisata alam (ekowisata). Beberapa areal hutan tertentu yang telah dikonversi tersebut telah berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta nasional maupun yang bekerjasama dengan perkebunan asing yang umumnya berasal Malaysia. Namun demikian secara umum infrastruktur sosial ekonomi di kawasan ini, baik dalam aspek pendidikan, kesehatan, maupun sarana prasarana penunjang wilayah masih memerlukan banyak peningkatan.

Walaupun pada kenyataannya wilayah perbatasan memiliki memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar, wilayah perbatasan tersebut belum bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia secara minimal sekalipun, baik dari aspek politis, ekonomis, maupun aspek ekologi. Dilihat dari letak posisi geografis sebenarnya Indonesia sangat memungkinkan sekali untuk mengambil manfaat dari


(21)

3

wilayah perbatasan tersebut, namun dalam kenyataannya banyak wilayah perbatasan malah menjadi beban.

Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di masa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena merupakan daerah yang rawan keamanan telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Hal ini menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh kegiatan pembangunan.

Persoalan-persoalan perbatasan yang cukup rumit dan kompleks selama ini kurang mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah. Perencanaan pembangunan yang tersentralisasi dengan memprioritaskan sasaran makro pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa mempertimbangkan aspek pemerataan memberi dampak pada timbulnya kesenjangan antar daerah, dan merupakan salah satu penyebab ketertinggalan daerah perbatasan dibandingkan dengan daerah yang lain.

Otonomi yang diharapkan dapat memperkecil kesenjangan antara pusat dengan daerah apabila tidak dilaksanakan dengan bijak justru dapat memperparah kesenjangan yang ada. Perencanaan pembangunan di wilayah perbatasan seharusnya dilakukan dengan mengenali dan menggali potensi sumberdaya yang dimiliki agar berkelanjutan dan tepat sasaran bagi daerah perbatasan itu sendiri. Hal ini penting agar tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan berkurangnya angka kemiskinan dan kesenjangan pembangunan infrastruktur fisik dan sarana-prasarana dasar sebagai penunjang aktivitas dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat sasaran.

Pendekatan pembangunan wilayah perbatasan negara ini tentu saja tidak meninggalkan pendekatan keamanan (security approach). Tujuan dari pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah untuk: (a) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat


(22)

dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat menggagas kebijakan percepatan pembangunan yang diarahkan pada tiga permasalahan pokok yang terdiri dari tataruang, infrastruktur dan kelembagaan.

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1989 dalam Rustiati et al., 2009). Tiga sasaran utama pembangunan yaitu pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan sebagai bentuk redefinisi pembangunan dalam konteks tujuan sosial bertujuan untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakat (Seer, 1973 dalam Kuncoro, 2006).

Perbatasan Kalimantan Barat merupakan wilayah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi sebagai keunggulan komparatif wilayah. Pertambangan, Kehutanan, Pertanian, Perikanan dan Kelautan serta pariwisata, merupakan sektor-sektor yang diharapkan dapat menjadi penggerak roda perekonomian daerah. Sumberdaya alam kawasan perbatasan yang melimpah dan letaknya mempunyai akses ke pasar (Serawak), tetapi terdapat sekitar 45% desa miskin dengan jumlah penduduk miskin sekitar 35%. Pemerataan yang menjadi salah satu sasaran utama pembangunan belum terwujud.

Berdasarkan arah pengembangan kawasan perbatasan UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), “Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi

outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga”. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.


(23)

5

Secara garis besar, isu permasalahan pembangunan wilayah perbatasan terbagi atas: Pertama permasalahan yang berdimensi lokal dan domestik, yaitu gambaran kemiskinan sebagai akibat dari tidak fokusnya intervensi kebijakan di masa lalu sehingga terabaikannya pembangunan infrastruktur, sumberdaya manusia, diikuti dengan penanganan wilayah perbatasan yang masih kental dengan nuansa sentralistik. Infrastruktur terutama jalan yang menghubungkan wilayah antar daerah yang masih minim, rendahnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan angka kemiskinan 9.03 %, pengangguran 5,44 %, indek pembangunan manusia 68,17). Masih rendahnya derajat kesehatan yang ditandai dengan usia harapan hidup 66 tahun dan tingkat pendidikan dengan rata-rata lama sekolah 6,8 tahun. (Effendy, 2009)

Kedua, permasalahan yang berdimensi nasional, yaitu munculnya kegiatan ekonomi ilegal diantaranya illegal logging, TKI dan penyelundupan lainnya, pemanfaatan sumberdaya alam secara tidak beraturan, lemahnya sistem pengawasan, semangat otonomi mengenai status dan kewenangan penanganan, serta gejala degradasi nasionalisme. Ketiga, permasalahan yang berdimensi regional antar negara, lebarnya kesenjangan ekonomi antara penduduk sendiri dengan negeri tetangga, pergeseran atau menghilangnya patok (tapal) batas sehingga menimbulkan konflik mengenai garis batas dan kasus lainnya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan ekonomi penduduk perbatasan kurang berpengaruh terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Kegiatan yang ada di daerah perbatasan hanya berskala lokal, parsial dan kurang terkoordinasi bahkan terjadi ketergantungan masyarakat kawasan perbatasan terhadap perekonomian Serawak. Hal ini tercermin dari keterbatasan infrastruktur kewilayahan, baik infrastruktur dasar prasarana seperti jalan, listrik, telekomunikasi dan infrastruktur sosial seperti kesehatan, pendidikan dsb, sehingga keterkaitan wilayah perbatasan terhadap wilayah lainnya di Kalbar relatif rendah dan sebaliknya interaksi masyarakat di daerah perbatasan pada umumnya lebih berorientasi ke Serawak.

Daerah perbatasan Kalimanta Barat merupakan daerah yang strategis karena secara langsung berbatasan dengan Negara Malaysia, sehingga kebijakan pembangunannya perlu perhatian yang berbeda dengan daerah lainnya.


(24)

Keberhasilan pembangunan daerah perbatasan diharapkan mampu menjadikan daerah perbatasan sebagai hinterland bagi kabupatennya atau bahkan pusat yang dapat menjadi kebanggaan Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana hierarki atau tingkat perkembangan kecamatan di kabupaten perbatasan Kalimantan Barat secara keseluruhan?

2. Sektor apa saja yang menjadi unggulan di masing-masing kecamatan pada kabupaten perbatasan?

3. Bagaimana tingkat disparitas antar kecamatan yang terjadi di kabupaten perbatasan?

4. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya disparitas dikabupaten perbatasan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat perkembangan/hirarki wilayah kecamatan di masing-masing kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia.

2. Mengidentifikasi sektor unggulan pada tiap kabupaten perbatasan.

3. Mengetahui tingkat disparitas di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia.

4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan di wilayah perbatasan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran, masukan dan informasi bagi perencanaan pembangunan wilayah perbatasan di Kalimantan Barat untuk mengurangi tingkat disparitas yang terjadi.

2. Sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan perencanaan wilayah dengan isu pemerataan pembangunan.

1.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa disparitas atau kesenjangan pembangunan merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam pembangunan. Kondisi ini antara lain diakibatkan oleh paradigma


(25)

7

pembangunan di Era Orde Baru yang cenderung mengejar pertumbuhan (growth) setinggi-tingginya, namun di pihak lain harus mengorbankan pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability).

Minimnya sarana prasarana di daerah perbatasan, keterisolasian serta kebijakan pembangunan daerah yang kurang berpihak bagi daerah perbatasan mengakibatkan daerah perbatasan mengalami disparitas atau kesenjangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan daerah lain disekitarnya. Apabila kesenjangan tersebut tidak dieleminir secara hati-hati dalam kebijakan proses pembangunan saat ini dan ke depan dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks (seperti masalah kependudukan, sosial, ekonomi, politik dan lingkungan) dan dalam konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai. 

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat disparitas yang terjadi di daerah perbatasan serta faktor-faktor penyebab disparitas. Selain itu dalam penelitian ini juga menganalisis hirarki/perkembangan wilayah daerah perbatasan serta sektor unggulan.

Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah tersebut, maka akan dapat memberikan masukan/rekomendasai dalam proses penyusunan kebijakan pembangunan daerah khususnya dalam mengurangi tingkat disparitas serta dalam rangka mewujudkan pembangunan wilayah yang merata dan berimbang. Atas dasar pemahaman tersebut dibangun kerangka pikir penelitian seperti terlihat pada Gambar 1.


(26)

(27)

   

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Wilayah

Rustiadi et al. (2009) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi, dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada.

Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan pada “efisiensi (efficiency), pemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability) (Anwar, 2005; Rustiadi et al., 2007) dalam memberikan panduan pada alokasi segala sumberdaya (semua capital yang berkaitan dengan natural, human, man-made maupun social), baik pada tingkatan nasional, regional, maupun lokal.

Dalam kerangka pembangunan Nasional di Indonesia, pada Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggerakkan prakarsa dan peranserta masyarakat dalam pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu. Pemerataan dan keberimbangan dapat diwujudkan melalui pembangunan daerah yang mampu mengembangkan potensi-potensi pembangunan sesuai kapasitasnya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Anonim, 2004).

Menurut Pravitasari (2009),  paradigma baru pembangunan menuntut adanya keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau

growth with equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terhadulu, yang dikenal dengan istilah tricle down effect. Strategi

tricle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. Kenyataannya di


(28)

banyak negara termasuk Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua. Sebagaimana konsep temuan Kuznets (1945): kurva U-terbalik yang mengatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, tumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan (trade off antara pertumbuhan dan pemerataan)

2.2 Indikator Pembangunan Wilayah

Indikator adalah ukuran kualitatif dan/atau kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Rustiadi (2009) membagi tiga kelompok cara dalam menetapkan indikator pembangunan, yaitu: (1) indikator berbasis tujuan pembangunan, (2) indikator berbasis kapasitas sumberdaya , dan (3) indikator berbasis proses pembangunan (Gambar 2).

Gambar 2. Sistematika penyusunan konsep-konsep indikator kinerja pembangunan wilayah.

Indikator berbasis tujuan pembangunan merupakan sekumpulan cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran


(29)

11

operasional berdasarkan tujuan-tujuan pembangunan. Dari berbagai pendekatan dapat disimpulkan tiga tujuan pembangunan, yakni: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth), (2) pemerataan keadilan dan keberimbangan (equity), dan (3) keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al., 2009).

Deskripsi indikator-indikator pembangunan wilayah ke dalam kelompok-kelompok indikator berdasarkan klasifikasi tujuan pembangunan, kapasitas sumberdaya pembangunan dan proses pembangunan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis/ pendekatan

pengelompokannya. Basis/

Pendekatan Kelompok Indikator-indikator Operasional

Tujuan Pembangunan

1. Produktivitas, Efisiensi dan Pertumbuhan (Growth)

a. Pendapatan wilayah (1) PDRB

(2) PDRB per Kapita (3) Pertumbuhan PDRB b. Kelayakan Finansial/Ekonomi

(1) NPV (2) BC Ratio (3) IRR (4) BEP

c. Spesialisasi, Keunggulan Komparatif /Kompetitif (1) LQ

(2) Shift and Share

d.Produksi-produksi Utama (tingkat produksi, produktivitas, dll)

(1) Migas

(2) Produksi Padi/Beras (3) Karet

(4) Kelapa Sawit

2. Pemerataan, Keberimbanga n dan Keadilan (Equity)

a. Distribusi Pendapatan (1) Gini Ratio

(2) Struktural (vertikal)

b. Ketenagakerjaan/Pengangguran (1) Pengangguran Terbuka (2) Pengangguran Terselubung (3) Setengah Pengangguran c. Kemiskinan

(1) Good-service Ratio (2) % Konsumsi Makanan


(30)

Tabel 2. (lanjutan) Basis/

Pendekatan Kelompok Indikator-indikator Operasional

 

d. Regional Balance

(1) Spatial Balance (primacy index, entropy, index Williamson)

(2) Sentral Balance (3) Capital Balance (4) Sector balance

3. Keberlanjutan (Sustainability)

a. Dimensi Lingkungan b. Dimensi Ekonomi c. Dimensi Sosial

Sumberdaya

1. Sumberdaya Manusia

a. Knowledge (Education) b. Skill (Keterampilan) c. Competency d. Etos Kerja/Sosial e. Pendapatan/Produktivitas f. Kesehatan

g. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)

2. Sumberdaya Alam

a. Tekanan (Degradasi) b. Dampak

c. Degradasi 3. Sumberdaya

Buatan/ Sarana dan Prasarana

a. Skalogram Fasilitas Pelayanan

b. Aksesibilitas terhadap fasilitas

4. Sumberdaya Sosial (Social Capital)

a. Regulasi/Aturan-aturan Adat/Budaya (norm) b. Organisasi Sosial (network)

c. Rasa percaya (trust)

Proses Pembangunan

1. Input a. Input Dasar (SDA, SDM, Infrastruktur, SDS) 2. Proses/

Implementasi b. Input Antara

3. Output c. Total Volume Produksi 4. Outcome

5. Benefit

6. Impact Sumber: Rustiadi, et al. (2009)

2.3 Wilayah Perbatasan

Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan. Kawasan perbatasan merupakan wilayah yang secara geografis berbatasan


(31)

13

langsung dengan negara tetangga dengan fungsi utama mempertahankan kedaulatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Wilayah yang dimaksud adalah wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan atau Kecamatan yang bagian wilayahnya secara geografis bersinggungan langsung dengan garis batasnegara (atau wilayah negara) dan/atau yang memiliki hubungan fungsional (keterkaitan). (Anonim, 2011).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Kawasan perbatasan adalah suatu kawasan yang merupakan bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Wilayah perbatasan menurut buku utama rencana induk pengelolaan perbatasan negara merupakan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wilayah perbatasan di Indonesia secara umum dicirikan antara lain oleh : (1) letak geografisnya berbatasan langsung dengan negara lain, bisa propinsi, kabupaten/kota maupun kecamatan yang memiliki bagian wilayahnya langsung bersinggungan dengan garis batas negara. (2) kawasan perbatasan umumnya masih relatif terpencil, miskin, kurangnya sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi serta (3) kondisi pertumbuhan ekonomi wilayahnya relatif terlambat dibandingkan dengan wilayah lain di negara lain.

Nurdjaman dan Raharjo (2005) menyatakan bahwa perbatasan negara adalah wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Bappenas (2005) menyatakan bahwa wilayah perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dimana penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio-budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan negara yang berbatasan. Kawasan perbatasan Indonesia terdiri atas perbatasan kontinen yang berbatasan langsung dengan negara lain yakni: Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Republik Demokratik Timor


(32)

Leste (RDTL) serta perbatasan maritim yang berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, RDTL, dan PNG.

Setiap kawasan perbatasan memiliki ciri khas masing-masing dan potensi yang berbeda antar satu kawasan dengan kawasan yang lainnya. Potensi yang dimiliki kawasan perbatasan yang bernilai ekonomis cukup besar adalah potensi sumberdaya alam (hutan, tambang dan mineral, serta perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan di sekitar kawasan perbatasan. Meskipun demikian, wilayah perbatasan selalu menjadi wilayah yang hampir luput dari perhatian pemerintah dalam proses pembangunan sehingga masyarakat wilayah perbatasan menjadi masyarakat yang termarginalkan.

Menurut Nurdjaman dan Rahardjo (2005) secara umum kebutuhan dan kepentingan percepatan pembangunan wilayah perbatasan menghadapi tantangan antara lain mencakup delapan aspek kehidupan sebagai berikut: (1) aspek geografis yang meliputi kebutuhan jalan penghubung, landasan pacu dan sarana komunikasi yang memadai untuk keperluan pembangunan wilayah perbatasan antar negara. (2) aspek demografis, yang meliputi pengisian dan pemerataan penduduk untuk keperluan sistem hankamrata termasuk kekuatan cadangannya melalui kegiatan transmigrasi dan pemukiman kembali penduduk setempat; (3) aspek sumberdaya alam (SDA), yang meliputi survei dan pemetaan sumberdaya alam guna menunjang pembangunan dan sebagai obyek yang perlu dilindungi pelestarian dan keamanannya; (4) aspek ideologi, yang meliputi pembinaan dan penghayatan ideologi yang mantap untuk mengenal ideologi asing yang masuk dari negara tetangga; (5) aspek politik, yang meliputi pemahaman sistem politik nasional, terselenggaranya aparat pemerintah yang berkualitas sebagai mitra aparat hankam dalam pembinaan teritorial setempat; (6) aspek ekonomi, yang meliputi pembangunan wilayah kesatuan ekonomi yang dapat berfungsi sebagai penyangga wilayah; (7) aspek sosial budaya, yang meliputi peningkatan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang memadai untuk mengurangi kerawanan di bidang keamanan, serta nilai budaya setempat yang tangguh terhadap penetrasi budaya asing; (8) aspek hankam, yang meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan aspek pengamanan sabuk pengaman (security


(33)

15

belt), dan pembentukan kekuatan pembinaan teritorial yang memadai serta perangkat komando dan pengendalian yang mencukupi.

2.4 Disparitas

Menurut Chaniago et al. (2000) disparitas atau kesenjangan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang tidak seimbang atau ketidakberimbangan atau ketidaksimetrisan. Kesenjangan pembangunan adalah suatu kondisi ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan wilayah yang ditunjukkan oleh perbedaan pertumbuhan antar wilayah. Kesenjangan pertumbuhan antar wilayah tergantung pada perkembangan struktur sektor-sektor ekonomi dan struktur wilayah (perkembangan sarana dan prasarana sosial-ekonomi, seperti sarana pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, sanitasi dan lain-lain). Kesenjangan pembangunan yang terjadi dapat menyebabkan munculnya berbagai permasalahan, baik masalah sosial, politik, ekonomi maupun masalah lingkungan.

Penelitian mengenai disparitras telah banyak dilakukan diantaranya oleh Giannetti, Mariassunta . 2002. Menyatakan bahwa daerah-daerah khusus dengan sektor canggih pada awal periode sampel memiliki pendapatan perkapita yang lebih serupa, sementara daerah-daerah khusus dengan sektor-sektor tradisional tertinggal. Qing, Yu dan Kaiyuen, TSUI. 2005. Hasil empiris menunjukkan bahwa di antara semua faktor signifikan secara statistik, PDB per kapita dan dikotomi desa-kota adalah dua variabel yang paling penting yang mempengaruhi kesenjangan fiskal, dengan kontribusi total 60%. Faktor-faktor yang relatif penting lainnya adalah struktur ekonomi dan kepadatan penduduk.

Epifani, Paolo. dan Gancia, Gino A. 2005. Menyatakan secara khusus, migrasi dari pinggiran ke inti dapat mengurangi kesenjangan pengangguran di jangka pendek, tetapi memperburuk mereka dalam jangka panjang. Chen, Anping dan Groenewold, Nicolaas. 2010 menganalisis efektivitas dari berbagai kebijakan oleh kedua pemerintah daerah dan pusat dalam mengatasi disparitas, dan menemukan bahwa kebijakan mengurangi biaya migrasi internal yang efektif dalam mengurangi kesenjangan output per kapita tapi tidak begitu dengan biaya besar ke pantai. Kebijakan yang meningkatkan produktivitas pertanian di wilayah pedalaman yang paling mungkin untuk kedua mengurangi kesenjangan dan membuat kedua daerah yang lebih kaya. Fan, Shenggen et al. 2011. dengan


(34)

mempertimbangkan tiga unsur strategi dalam mengatatasi kesenjangan jangka panjang: infrastruktur, investasi sosial dan perlindungan, dan reformasi tata pemerintahan. Goletsis, Y. dan Chletsos, M. 2011. Mengidentifikasi kesenjangan regional dan pola pertumbuhan daerah merupakan faktor penting yang mempengaruhi perumusan kebijakan. Indikator tunggal, biasanya PDB berbasis, pendekatan telah mengungkapkan kekurangan yang signifikan.

Dihampir semua negara berkembang, pada kawasan pedesaan memiliki tingkat kesehatan, sanitasi, perumahan dan penyediaan air minum yang berada pada tingkat yang sangat rendah (Gilbert, 1974). Hal ini sejalan dengan hipotesis yang dikembangkan oleh Kuznets (1954) bahwa pada awalnya disparitas akan meningkat dan selanjutanya akan menurun sejalan dengan proses pembangunan, namun tidak mungkin sama dengan nol. Disparitas dalam suatu pembangunan adalah hal yang tidak mungkin dihapuskan sama sekali, namun tetap harus dikurangi.

Kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar kelompok maupun antar daerah dapat selalu terjadi. Persoalannya adalah apakah kesenjangan tersebut menurun atau meningkat sejalan dengan perubahan waktu atau kenaikan rata-rata kesejahteraan. Lebih lanjut, apakah kesenjangan tersebut menyebabkan hal-hal yang tidak bisa di tolerir lagi. Kesenjangan yang terus terjadi merupakan awal dari timbulnya konflik finansial, ekonomi, sosial politik yang berakhir pada terjadinya krisis multi dimensi (Anwar 2005).

Untuk mengatasi terjadi krisis multi dimensi yang diakibatkan oleh kesenjangan pembangunan, Todaro dan Smith (2003) berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan kesenjangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan.

Penelitian mengenai kesenjangan atau disparitas pembangunan sudah banyak dilakukan sebelumnya dengan berbagai metode. Fujita dan Hu (2001), identifikasi disparitas pembangunan antar wilayah dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode Indeks Williamson untuk melihat disparitas antar wilayah secara keseluruhan dan Indeks Theil untuk menguraikan disparitas wilayah


(35)

17

kedalam disparitas antar wilayah pengembangan dan antar wilayah didalam wilayah pengembangan.

2.5 Faktor Penyebab Disparitas Pembangunan

Terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah. Faktor-faktor ini terkait dengan variabel fisik dan sosial ekonomi wilayah. Menurut Murty (2000), faktor-faktor utama tersebut adalah sebagai berikut:

1) Faktor Geografi

Pada suatu wilayah atau daerah yang cukup luas akan terjadi perbedaan distribusi sumberdaya alam, sumberdaya pertanian, topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya. Apabila faktor-faktor lain sama, maka kondisi geografi yang lebih baik akan menyebabkan suatu wilayah akan berkembang lebih baik.

2) Faktor Sejarah

Tingkat perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah sangat tergantung dari apa yang telah dilakukan pada masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan

enterpreneurship. 3) Faktor Politik

Instabilitas politik sangat mempengaruhi proses perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Politik yang tidak stabil akan menyebabkan ketidakpastian di berbagai bidang terutama ekonomi. Ketidakpastian tersebut mengakibatkan keraguan dalam berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang, bahkan mungkin saja terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang lebih stabil.

4) Faktor Kebijakan

Disparitas antar wilayah juga bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar


(36)

daerah (Rustiadi dan Pribadi 2006). Menurut Nurzaman (2002), diduga sejak tahun1980-an, yaitu sejak diterapkannya kebijakan pembangunan dengan penekanan pada sektor industri, kesenjangan wilayah di Indonesia makin membesar, baik antar sektor, antar pelaku ekonomi, maupun antar wilayah.

5) Faktor Administratif

Kesenjangan wilayah dapat terjadi karena perbedaan kemampuan pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih, dengan sistem administrasi yang efisien.

6) Faktor Sosial

Masyarakat yang tertinggal pada umumnya tidak memiliki institusi dan perilaku yang kondusif bagi berkembangnya perekonomian. Mereka masih percaya pada kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya, masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab kesenjangan wilayah.

7) Faktor Ekonomi

Faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah sebagai berikut:

a) Faktor ekonomi yang terkait dengan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan;

b) Faktor ekonomi yang terkait dengan akumulasi dari berbagai faktor. Salah satu contohnya adalah lingkaran setan kemiskinan, kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya, diwilayah yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan taraf hidup masyarakat;

c) Faktor ekonomi yang terkait dengan kekuatan pasar bebas dan pengaruhnya pada spread effect dan backwash effect. Kekuatan pasar


(37)

19

bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah maju;

d) Faktor ekonomi yang terkait dengan distorsi pasar, seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga kerja dan sebagainya.

Menurut Tambunan (2003) faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas ekonomi wilayah di Indonesia adalah:

1) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang meyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat, sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah akan cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

2) Alokasi Investasi

Indikator lain yang juga menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Kurangnya investasi langsung di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.

3) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti upah/gaji dan tingkat suku bunga atau tingkat pengembalian dari investasi langsung antar provinsi juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Relasi antara mobilitas faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan atau pertumbuhan antar provinsi dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis mekanisme pasar output dan pasar input. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar provinsi membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar provinsi, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input bebas,


(38)

mempengaruhi mobilitas atau (re)alokasi faktor produksi antar provinsi. Jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan lebih baik.

4) Perbedaan Sumberdaya Alam Antar Provinsi

Pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumberdaya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin sumberdaya alam.

5) Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah

Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis antar provinsi, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi merupakan aset penting bagi produksi.

6) Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi

Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan antar provinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, bahan baku, material-material lainnya untuk produksi dan jasa. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu provinsi.

Hampir sama dengan apa yang dikemukakan di atas, menurut Anwar (2005) beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah: (1) perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment); (2) perbedaan demografi; (3) perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human capital); (4) perbedaan potensi lokasi; (5) perbedaan dari aspek


(39)

21

aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan (6) perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan perbedaan karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: (1) Wilayah maju; (2) Wilayah sedang berkembang; (3) Wilayah belum berkembang; dan (4) Wilayah tidak berkembang.

Menurut Gama (2007) dibukanya lapangan kerja yang padat dan tetap mempertimbangkan pemerataan fisik dan prasarana pendidikan disetiap wilayah merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan antar wilayah.

2.6 Urgensi Pembangunan Antar-Wilayah Secara Berimbang

Meskipun disparitas antar wilayah merupakan suatu hal wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun berkembang, namun seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Kemiskinan di suatu tempat akan sangat berbahaya bagi kesejahteraan di semua tempat sedangkan kesejahteraan di suatu tempat harus didistribusikan ke semua tempat.

Menurut Rustiadi et al. (2009) setiap pemerintah baik di negara berkembang (developing countries) maupun belum berkembang (less developed countries) selalu berusaha untuk mengurangi disparitas antar wilayah karena beberapa alasan, yaitu: (1) untuk mengembangkan perekonomian secara simultan dan bertahap; (2) untuk mengembangkan ekonomi secara cepat; (3) untuk mengoptimalkan dan mengkonservasi sumberdaya; (4) untuk meningkatkan lapangan kerja; (5) untuk mengurangi beban sektor pertanian; (6) untuk mendorong desentralisasi; (7) untuk menghindari konflik internal dan instabilitas politik distegratif, dan; (8) untuk meningkatkan ketahanan nasional.

Untuk itu dibutuhkan pemecahan melalui kebijakan terhadap permasalahan disparitas antar wilayah dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang. Keberimbangan antar wilayah menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah, dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh.


(40)

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 dalam salah satu bagiannya mengamanatkan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu program yang disebutkan pada bagian ini adalah pengembangan wilayah perbatasan yang ditujukan untuk: (1) menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui penetapan hak kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijamin oleh hukum internasional; (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Program pengembangan wilayah perbatasan selanjutnya dijabarkan dalam 6 kegiatan pokok yang tujuan utamanya meningkatkan kedaulatan wilayah NKRI dan kedaulatan ekonomi daerah perbatasan.

Percepatan pembangunan di perbatasan menjadi amat penting karena perbatasan memiliki beberapa nilai-nilai strategis, yang antara lain meliputi ; a) Mempunyai potensi sumber daya yang besar pengaruhnya terhadap aspek

ekonomi, demografi, politis, dan hankam, serta pengembangan ruang wilayah di sekitarnya,

b) Mempunyai dampak penting baik terhadap kegiatan yang sejenis maupun kegiatan lainnya,

c) Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat baik di wilayah yang bersangkutan maupun di wilayah sekitarnya,

d) Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional,

e) Mempunyai dampak terhadap kondisi politis dan pertahanan keamanan nasional dan regional.

Selama ini pendekatan perencanaan pengembangan kawasan perbatasan lebih banyak ditekankan pada pendekatan keamanan (security approach). Namun seiring dengan perkembangan kajian-kajian tentang kawasan perbatasan bahwa, kawasan perbatasan darat dan laut antarnegara merupakan kawasan yang masih


(41)

23

rentan terhadap infiltrasi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya dari negara lain. Di sisi lain, kawasan perbatasan antarnegara masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang sangat mendasar seperti rendahnya kesejahteraan masyarakat, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta minimnya infrastruktur di sektor perhubungan dan sarana kebutuhan dasar masyarakat. Ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan baik darat maupun laut dengan negara tetangga secara sosial maupun ekonomi dikhawatirkan dapat berkembang menjadi kerawanan yang bersifat politis untuk jangka panjang.

Menurut Bappenas (2003), sebagaimana pelaksanaan pembangunan pada wilayah-wilayah lain relatif masih tertinggal, pembangunan wilayah perbatasan menganut pendekatan, antara lain:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia (basic need approach), yaitu kecukupan konsumsi pangan, sandang dan perumahan yang layak huni.

2. Pemenuhan akses standar terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur mobilitas warga.

3. Peningkatan partisipasi dan akuntabilitas publik dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pembangunan untuk kepentingan masyarakat sendiri.

Selain tiga pendekatan yang secara umum diterapkan dalam setiap program pembangunan, hal lain yang perlu memperoleh perhatian adalah konteks sosial budaya, adat istiadat, kondisi geografis dan keunikan komunitas dan kewilayahan yang dimiliki oleh wilayah perbatasan. Lebih khusus lagi, pengembangan kawasan perbatasan ini akan ditekankan pada tiga aspek utama sebagaimana ciri-ciri kawasan perbatasan, yaitu:

1. Aspek Demarkasi dan Delimitasi Garis Batas, yaitu Penetapan batas wilayah negara (demarkasi dan delimitasi) dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah negara

2. Aspek Politik, Hukum dan Keamanan.

Tingginya potensi kerawanan di perbatasan menyebabkan perlunya perhatian khusus terhadap wilayah ini dalam hal peningkatan kesadaran politik, penegakan hukum, serta peningkatan upaya keamanan. 


(42)

Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga, terutama wilayah yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Hal ini menyebabkan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Permasalahan di perbatasan yang terkait dengan kesenjangan pembangunan antara lain:

a. Rendahnya aksesibilitas yang menghubungkan wilayah perbatasan yang tertinggal dan terisolir dengan pusat-pusat pemerintahan dan pelayanan atau wilayah lainnya yang relatif lebih maju;

b. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pemerintahan, perhubungan, pendidikan, kesehatan, perekonomian, komunikasi, air bersih dan irigasi, ketenagalistrikan serta pertahanan keamanan;

c. Kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar karena karakteristik geografis masing-masing baik di wilayah kepulauan maupun pegunungan; d. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia;

e. Belum optimalnya pembangunan di wilayah perbatasan oleh pemerintah baik Pusat maupun Daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan secara langsung.

Disahkannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara memberikan secercah harapan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Selama ini pembangunan daerah perbatasan berjalan parsial dan tidak terkoordinasi mengingat tidak ada payung hukum yang jelas tentang pembagian kewenangan sehingga baik pemerintah pusat maupun daerah (propinsi maupun kabupaten) tidak dapat menjalankan program pembangunannya dengan optimal. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara secara tegas membagi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan daerah perbatasan.


(43)

   

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu, sampai pada unit analisis kecamatan. Unit kecamatan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu kecamatan perbatasan dan kecamatan non-perbatasan. Kecamatan perbatasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecamatan yang secara geografis berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia, sedangkan kecamatan non-perbatasan merupakan kecamatan yang terdapat pada kabupaten non-perbatasan namun secara geografis tidak berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia. (Gambar 3).

Gambar 3. Peta Administrasi Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai pada bulan April 2011 hingga September 2011. Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada bulan April 2011 sampai Juli 2011.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pontianak (BAPPEDA), Badan


(44)

Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama (BPKPK) Provinsi Kalimantan Barat, dan dinas-dinas terkait. Sumber data juga diakses melalui publikasi artikel maupun makalah/jurnal ilmiah dari internet untuk mendukung ketersediaan data lainnya yang lebih lengkap. Jenis data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis dan sumber data yang digunakan, teknik analisis data dan output yang diharapkan.

No. Tujuan Jenis Data Sumber

Data

Teknik Analisis Data

Output yang

di harapkan 1 Mengetahui tingkat perkembangan/ hierarki wilayah kecamatan

PODES , jumlah maupun jumlah jenis fasilitas, jarak menuju fasilitas, jumlah penduduk. Peta Administrasi Kalbar BPS, BAPPEDA Analisis Skalogram Hierarki/ Tingkat Perkembangan Wilayah 2 Mengidentifikasi sektor unggulan tiap kecamatan

PDRB per Sektor Kecamatan, Kabupaten Dalam Angka

BPS, LQ dan Shift-Share Analysis (SSA) Sektor Unggulan 3 Mengetahui tingkat disparitas pembangunan antar wilayah kecamatan PDRB Kecamatan, Jumlah Penduduk per Kecamatan, Peta Administrasi KalBar

BPS Indeks

Williamson dan Theil Indeks Besaran Tingkat Disparitas antar WIlayah

4 Mengetahui faktor penyebab disparitas pembangunan antar wilayah Hasil Analisis Skalogram, PCA, Pangsa Penutupan Lahan, Nilai Disparitas, jumlah penduduk, PDRB , dan lain-lain.

BPS Ekonometrika Spasial (spatial

econometric) dengan metote General Regretion Model (GLM) Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap disparitas

3.3 Bagan Alir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahap analisis/identifikasi permasalahan disparitas di kabupaten perbatasan Kalimantan Barat, tahap persiapan data, tahap analisis data, dan tahap interpretasi hasil. Pada persiapan data dilakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk dilakukan analisis tingkat perkembangan wilayah, sektor unggulan wilayah yaitu berupa data PODES, PDRB, serta peta administrasi dan penutupan lahan Kalimantan Barat.


(45)

27

Pada tahap analisis, data PODES digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan. Data PDRB kecamatan di masing-masing kabupaten digunakan untuk menganalisis sektor unggulan dan mengetahui tingkat disparitas yang terjadi antara kecamatan perbatasan dengan kecamatan non-perbatasan. Hasil tahapan analisis tersebut kemudian di spasialkan untuk menghasilkan peta tipologi tingkat perkembangan wilayah kecamatan dan peta tipologi sektor unggulan.

Tahapan analisis selanjutnya yaitu analsis pendugaan faktor penyebab terjadinya disparitas dengan metode Ekonometrika Spasial. Berdasarkan hasil tingkat disparitas kecamatan, hasil sektor unggulan dan pendugaan faktor penyebab disparitas, maka diharapkan dijadikan sebagai dasar untuk memberikan saran/pertimbangan dalam menentukan arahan kebijakan pembangunan wilayah perbatasan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.


(46)

3.4 Tehnik Analisis Data

3.4.1 Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah

Analisis tingkat perkembangan wilayah dilakukan untuk menentukan hierarki relatif tiap wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan. Data yang digunakan adalah data Potensi Desa Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008. Parameter yang diukur meliputi jumlah dan jumlah jenis fasilitas bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian dan jarak menuju lokasi fasilitas yang terdapat pada masing-masing desa di 5 kabupaten perbatasan (Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu). Data jumlah maupun jumlah jenis parameter yang dimiliki tiap desa kemudian dilakukan agregasi atau penjumlahan terhadap kecamatan yang sama agar didapat hierarki kecamatan. Jumlah keseluruhan kecamatan di 5 kabupaten perbatasan tersebut adalah sebanyak 90 kecamatan, yang terdiri dari 77 kecamatan non-perbatasan dan 13 kecamatan perbatasan.

Analisis ini menggunakan metode skalogram berbobot, secara terinci prosedur kerja penyusunan hierarki relatif suatu wilayah menggunakan Skalogram berbobot adalah sebagai berikut:

a. Dilakukan pemilihan terhadap data Potensi Desa di 5 Kabupaten sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif, yang kemudian diseleksi berdasarkan parameter yang relevan untuk digunakan.

b. Dilakukan agregasi/penjumlahan terhadap desa-desa yang terdapat dalam satu kecamatan yang sama, sehingga yang didapat adalah hierarki relatif kecamatan;

c. Memisahkan antara data jarak dengan data jumlah fasilitas, hal ini karena antara data jarak dengan jumlah fasilitas bersifat berbanding terbalik.

d. Rasionalisasi data dilakukan terhadap data jarak dan fasilitas. Data jarak diinverskan dengan rumus: y= 1/xij, dimana y adalah variabel baru dan xij

adalah data jarak j di wilayah i. Untuk nilai y yang tidak terdefinisikan (xij=

0), maka nilai y dicari dengan persamaan: y = xij (max) + simpangan baku

jarak j. Selanjutnya data fasilitas diubah menjadi data kapasitas dengan cara data jumlah fasilitas j di wilayah i dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah


(47)

29

e. Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j

dibagi dengan bobot fasilitas j, dimana bobot fasilitas j = jumlah total kapasitas j dibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitas j.

f. Standardisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data jarak dan fasilitas (berbobot) dengan menggunakan rumus:

= dimana:

yij = variabel baru untuk wilayah ke-i dan jenis fasilitas atau jarak ke-j.

xij = jumlah sarana untuk wilayah ke-i dan jenis sarana atau jarak ke-j.

Min(xj) = nilai minimum untuk jenis sarana atau jarak ke-j.

sj = simpangan baku untuk jenis sarana atau jarak ke-j.

g. Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah. Kemudian nilai IPK diurutkan nilainya dari yang terbesar sampai terkecil untuk ditentukan kelas hirarkinya.

h. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hierarki, yaitu hierarki I (tinggi), hierarki II (sedang), dan hierarki III (rendah). Penentuan kelas hierarki didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPK dan nilai rataannya, seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Selang Hierarki IPK

Hierarki Nilai Selang (X) Tingkat

Perkembangan

I X > [rataan +(2*St Dev

IPK)] Tinggi II rataan ≤ X ≤ (2*St Dev) Sedang III X < rataan Rendah

Dari hasil analisis skalogram berupa tingkatan hierarki, maka data tersebut diinput kedalam peta spasial sehingga diperoleh peta sebaran hierarki kecamatan di kabupaten perbatasan.

3.4.2 Identifikasi Sektor Unggulan

Analisis sektor unggulan merupakan analisis untuk mengetahui sektor unggulan didalam unit kecamatan kabupaten perbatasan berdasarkan sumbangannya terhadap aktivitas ekonomi yang digambarkan oleh nilai PDRB kecamatan. Analisis ini dilakukan dengan mengkombinasikan hasil analisis


(48)

masing-masing kabupaten. Data yang digunakan pada analisis LQ berupa data PDRB kecamatan tahun 2008, sedangkan pada analisis SSA menggunakan data PDRB kecamatan dua titik tahun yaitu tahun 2007 dan tahun 2008.

Suatu sektor dikatakan unggul apabila memiliki sifat komparatif dan kompetitif di suatu wilayah. Komparatif merupakan kemampuan sektor untuk menjadi sektor basis terhadap sektor-sektor yang lain di wilayah yang sama, sektor yang memiliki sifat komparatif ditandai dengan nilai LQ>1. Kompetitif merupakan kemampuan suatu sektor untuk bersaing dengan sektor yang sama dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Sifat kompetitif sektor di suatu wilayah ditandai dengan nilai komponen Differential Shift (DS) pada hasil analisis Shift Share Analysis (SSA) yang positif.

Analisis sektor unggulan hanya dapat dilakukan pada tiga kabupaten perbatasan karena ketidaktersediaan data PDRB kecamatan. Kabupaten yang dianalisis adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Hasil dari analsis sektor unggulan ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan arahan kebijakan pembangunan daerah perbatasan agar sesuai dengan potensi sektor unggulan yang ada.

3.4.2.1 Location Quotient (LQ)

Metode LQ digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas dan dapat mengidentifikasi keungulan komparatif suatu wilayah dengan asumsi (1) kondisi geografis relatif sama, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Rumus umum dari persamaan Location Quotient adalah sebagai berikut :

LQ

ij =

X X . X .

X ..

Dimana :

LQij = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xij = Nilai aktivitas ke-j di wilayah ke-i

Xi. = Nilai total aktivitas di wilayah ke-i X.j = Nilai aktivitas ke-j di total wilayah X.. = Nilai total aktivitas di total wilayah


(49)

31

Dari persamaan ini maka nilai LQ yang dihasilkan untuk tiap aktivitas di tiap wilayah beserta interpretasinya adalah sebagai berikut :

• Nilai LQij > 1, menunjukkan terjadinya konsentrasi/pemusatan aktifitas ke-j di

wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah

• Nilai LQij = 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa aktifitas setara dengan

pangsa total

• Jika nilai LQij < 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil

dibandingkan dengan aktifitas yang ditemukan diseluruh wilayah

Analisis LQ dilakukan terhadap 5 kabupaten perbatasan Kalimantan Barat dengan menggunakan data PDRB Kabupaten tahun 2008, sedangkan analisis LQ unit kecamatan menggunakan data PDRB Kecamatan tahun 2008 hanya dapat dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan saja yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan alasan ketidaktersediaan data pada 2 kabupaten perbatasan lainnya.

3.4.2.2 Shift Share Analysis (SSA)

SSA merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local sector) di wilayah tersebut. Teknik analisis SSA bertujuan untuk menganalisa pergeseran kinerja suatu sektor di suatu wilayah untuk dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran, untuk melihat keungulan kompetitif dan mengetahui sektor ataupun wilayah yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan di wilayah lebih luas.

Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu :

• Komponen regional share, merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik tahun yang menunjukkan dinamika total wilayah.

• Komponen proportional shift, menunjukkan pertumbuhan total aktivitas/sektor secara relatif di wilayah agregat yang lebih luas.

• Komponen differential shift, menunjukkan tingkat kompetisis (competitiveness) suatu aktivitas/sektor tertentu disuatu wilayah.

Apabila komponen differential shift bernilai positif maka suatu wilayah dianggap memiliki keunggulan kompetitif aktivitas/sektor tertentu karena secara


(1)

104

 

 

Lampiran 2c. Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Kapauas Hulu Tahun

2007-2008

KECAMATAN PERT

AN

IAN

PERTAMBANGAN DAN PENGG

AL IAN INDUS TRI PEN G OLAH AN LISTR IK DAN AI R MIN U M BANGUN AN PERDAG ANG AN , HO TE L DAN R E STOR A N PENGA NKU TAN DAN KOMU N IK ASI KEUA NGAN , PERSEWA AN D AN JAS A PER US A HAAN JASA-JAS A

SILAT HILIR 0,10 0,06 0,03 0,01 0,37 0,11 0,05 0,03 0,28

SILAT HULU 0,11 0,06 0,12 0,28 0,19 0,14 0,20 0,23 0,14

HULU GURUNG 0,23 0,38 0,03 0,70 0,41 0,17 0,25 0,41 0,17

BUNUT HULU 0,07 0,04 0,05 0,01 0,33 0,02 0,05 0,29 0,07

MENTEBAH 0,00 -0,01 -0,01 -0,21 0,32 0,28 0,09 0,38 0,12

BIKA 0,05 0,20 -0,05 0,00 0,51 0,16 0,09 0,34 0,23

KALIS 0,07 0,03 0,07 0,00 0,26 -0,21 -0,18 0,28 0,10

PUTUSSIBAU SELATAN 0,08 -0,04 0,06 0,00 0,25 0,09 0,11 0,16 0,19

HULU KAPUAS 0,09 0,15 0,10 0,19 0,31 0,15 0,19 0,15 0,16

EMBALOH HILIR 0,15 -0,02 0,07 0,12 0,23 0,14 0,14 0,28 0,06

BUNUT HILIR 0,08 0,25 0,18 -0,10 0,45 0,19 0,23 0,17 0,25

BOYAN TANJUNG 0,10 0,16 0,03 0,00 0,35 0,16 0,09 0,03 0,25

PENGKADAN 0,11 0,15 0,02 0,00 0,43 0,10 0,22 0,03 0,01

JONGKONG 0,15 0,05 0,15 -0,20 0,42 0,15 0,03 0,02 0,05

SELIMBAU 0,06 -0,03 0,13 0,03 0,36 0,09 0,14 0,05 0,09

DANAU SENTARUM 0,09 0,15 0,10 0,19 0,31 0,15 0,19 0,15 0,16

SUHAID -0,04 0,14 0,10 0,00 0,49 0,20 0,21 0,36 0,17

SEBERUANG 0,05 -0,10 0,00 -0,26 0,39 0,25 0,10 0,31 0,18

SEMITAU 0,07 -0,01 -0,04 0,26 0,58 0,02 -0,09 0,03 0,31

EMPANANG 0,08 0,09 -0,04 0,08 0,38 0,14 0,16 0,13 0,27

PURING KENCANA** 0,07 0,09 -0,01 0,00 0,37 0,19 0,09 0,20 0,27

BADAU** 0,20 0,11 0,05 0,07 0,38 0,09 0,23 0,17 0,12

BATANG LUPAR** 0,05 0,12 -0,15 0,47 0,40 0,19 0,09 0,04 0,40

EMBALOH HULU** 0,13 0,09 -0,01 -0,25 0,38 0,14 0,07 0,02 0,22

PUTUSSIBAU UTARA** 0,08 0,13 0,10 0,37 0,33 0,19 0,22 0,00 0,15

Keterangan : * = Tidak Ada Data ** = Kecamatan Perbatasan


(2)

105

 

Lampiran 3. Hasil Analisis Indeks Williamson

KAB KECAMATAN

PDRB HB THN 2008

(Y)

Jumlah Penddk (Pi)

pdrb per kapita (Yi)

Peluang Penddk

Peluang penduduk * Kuadrat Simapangan Nilai

Tengah PDRB per Kapita

KH SILAT HILIR 57361,54 16368 3,50 0,014652 0,3644

KH SILAT HULU 109508,04 11077 9,89 0,009916 0,0193

KH HULU GURUNG 204564,94 12717 16,09 0,011384 0,6566

KH BUNUT HULU 67352,38 13030 5,17 0,011664 0,1287

KH MENTEBAH 38572,74 10791 3,57 0,00966 0,2335

KH BIKA 43876,361 4778 9,18 0,004277 0,0020

KH KALIS 49812,171 11863 4,20 0,01062 0,1957

KH PUTUSSIBAU SELATAN 245335,59 11674 21,02 0,01045 1,6392

KH EMBALOH HILIR 82243,34 5957 13,81 0,005333 0,1506

KH BUNUT HILIR 93013 9452 9,84 0,008461 0,0154

KH BOYAN TANJUNG 64155,841 10629 6,04 0,009515 0,0574

KH PENGKADAN 59984,391 8271 7,25 0,007404 0,0114

KH JONGKONG 89056,65 10632 8,38 0,009518 0,0001

KH SELIMBAU 121764,41 9961 12,22 0,008917 0,1242

KH SUHAID 81700,881 7821 10,45 0,007001 0,0268

KH SEBERUANG 62300,83 11592 5,37 0,010377 0,1008

KH SEMITAU 23300,31 7598 3,07 0,006802 0,2001

KH EMPANANG 15183,02 4974 3,05 0,004453 0,1317

KH PURING KENCANA 16400,411 2385 6,88 0,002135 0,0056

KH BADAU 25456,06 6333 4,02 0,005669 0,1134

KH BATANG LUPAR 27311,99 5169 5,28 0,004627 0,0476

KH EMBALOH HULU 26956,11 5209 5,17 0,004663 0,0513

KH PUTUSSIBAU UTARA 320987,64 21599 14,86 0,019335 0,7845

SBS SELAKAU 347432,74 33140 10,48 0,029666 0,1178

SBS PEMANGKAT 968771,4 56154 17,25 0,050268 3,8581

SBS SEMPARUK 134197,56 27458 4,89 0,02458 0,3192

SBS TEBAS 608537,52 69645 8,74 0,062345 0,0038

SBS TEKARANG 54942,691 14749 3,73 0,013203 0,2999

SBS SAMBAS 654214,68 44688 14,64 0,040004 1,5122

SBS SUBAH 145552,15 19199 7,58 0,017187 0,0142

SBS SEBAWI 70381,091 16291 4,32 0,014583 0,2537

SBS SAJAD 37200,972 9786 3,80 0,00876 0,1927

SBS JAWAI 403570,16 38792 10,40 0,034726 0,1270

SBS JAWAI SELATAN 87179,991 20499 4,25 0,01835 0,3296

SBS TELUK KERAMAT 442877,14 64488 6,87 0,057728 0,1522

SBS GALING 145515,45 19850 7,33 0,017769 0,0239

SBS TANGARAN 108310,52 21825 4,96 0,019537 0,2433


(3)

106

 

 

Lampiran 3 (Lanjutan)

KAB KECAMATAN

PDRB HB THN 2008

(Y)

Jumlah Penddk (Pi)

pdrb per kapita (Yi)

Peluang Penddk

Peluang penduduk * Kuadrat Simapangan Nilai

Tengah PDRB per Kapita

SBS PALOH 224027,97 22991 9,74 0,020581 0,0323

SGU TOBA 72015,101 12056 5,97 0,010792 0,0684

SGU MELIAU 754290,12 42475 17,76 0,038023 3,2654

SGU KAPUAS 1064737,9 69692 15,28 0,062387 2,8733

SGU MUKOK 324213,01 16177 20,04 0,014481 1,9319

SGU JANGKANG 160060,14 26360 6,07 0,023597 0,1381

SGU BONTI 132124,19 19717 6,70 0,01765 0,0566

SGU PARINDU 372550,65 29586 12,59 0,026485 0,4454

SGU TAYAN HILIR 230456,29 29323 7,86 0,026249 0,0105

SGU BALAI 174820,34 23272 7,51 0,020833 0,0200

SGU TAYAN HULU 360689,67 27702 13,02 0,024798 0,5087

SGU KEMBAYAN 250250,14 25531 9,80 0,022855 0,0393

SGU BEDUWAI 79024,53 12125 6,52 0,010854 0,0423

SGU NOYAN 50053,27 9889 5,06 0,008852 0,1041

SGU SEKAYAM 173088,56 27588 6,27 0,024696 0,1214

SGU ENTIKONG 96238,15 14752 6,52 0,013206 0,0511

total 1117094 8,49 22,4218

rataan Ig 0,5576


(4)

Lampiran 4. Hasil Analisis Indeks Theil

Entropy

KAB KEC PDRB (Y) JLh PdKk (X)

Xi Yi Yi/Xi

log (yi/xi)

Yi*log(Yi/Xi)

Xq Yg Xi/Xg Yi/Yg

(Yi

/Yg)/(Xi

/X

g) log

(Yi

/Yg)/(Xi

/X

g) Ig Yg/Xg

log (Yg/Xg)

IO

(Yg*(log(Yg/

X

g)

Yg*Ig

SAMBAS SELAKAU 347.432,75 33140 0,03 0,03 1,09 0,04 0,00 0,90 0,91 0,03 0,04 1,07 0,03 0,00 1,01 0,01 0,01 0,05 SAMBAS PEMANGKAT 968.771,40 56154 0,05 0,09 1,79 0,25 0,02 0,06 0,10 1,77 0,25 0,02

SAMBAS SEMPARUK 134.197,56 27458 0,03 0,01 0,51 -0,29 0,00 0,03 0,01 0,50 -0,30 0,00 SAMBAS TEBAS 608.537,51 69645 0,06 0,06 0,91 -0,04 0,00 0,07 0,06 0,89 -0,05 0,00 SAMBAS TEKARANG 54.942,69 14749 0,01 0,01 0,39 -0,41 0,00 0,01 0,01 0,38 -0,42 0,00 SAMBAS SAMBAS 654.134,67 44688 0,04 0,06 1,52 0,18 0,01 0,05 0,07 1,50 0,18 0,01 SAMBAS SUBAH 145.552,16 19199 0,02 0,01 0,79 -0,10 0,00 0,02 0,02 0,78 -0,11 0,00 SAMBAS SEBAWI 70.381,10 16291 0,01 0,01 0,45 -0,35 0,00 0,02 0,01 0,44 -0,35 0,00 SAMBAS SAJAD 37.200,97 9786 0,01 0,00 0,39 -0,40 0,00 0,01 0,00 0,39 -0,41 0,00 SAMBAS JAWAI 403.570,17 38792 0,04 0,04 1,08 0,03 0,00 0,04 0,04 1,06 0,03 0,00 SAMBAS JAWAI SELATAN 87.179,99 20499 0,02 0,01 0,44 -0,35 0,00 0,02 0,01 0,44 -0,36 0,00 SAMBAS TELUK KERAMAT 442.877,14 64488 0,06 0,04 0,71 -0,15 -0,01 0,07 0,05 0,70 -0,15 -0,01 SAMBAS GALING 145.515,46 19850 0,02 0,01 0,76 -0,12 0,00 0,02 0,02 0,75 -0,12 0,00 SAMBAS TANGARAN 108.310,52 21825 0,02 0,01 0,52 -0,29 0,00 0,02 0,01 0,51 -0,29 0,00 SAMBAS SEJANGKUNG 210.889,11 22799 0,02 0,02 0,96 -0,02 0,00 0,02 0,02 0,95 -0,02 0,00 SANGGAU TOBA 72.015,10 12056 0,01 0,01 0,62 -0,21 0,00 0,01 0,01 0,61 -0,21 0,00 SANGGAU MELIAU 754.290,13 42475 0,04 0,07 1,84 0,27 0,02 0,04 0,08 1,82 0,26 0,02 SANGGAU KAPUAS 1.064.737,89 69692 0,06 0,10 1,59 0,20 0,02 0,07 0,11 1,56 0,19 0,02 SANGGAU MUKOK 324.213,01 16177 0,01 0,03 2,08 0,32 0,01 0,02 0,03 2,05 0,31 0,01 SANGGAU JANGKANG 160.060,15 26360 0,02 0,02 0,63 -0,20 0,00 0,03 0,02 0,62 -0,21 0,00 SANGGAU BONTI 132.124,19 19717 0,02 0,01 0,70 -0,16 0,00 0,02 0,01 0,69 -0,16 0,00 SANGGAU PARINDU 372.550,65 29586 0,03 0,04 1,31 0,12 0,00 0,03 0,04 1,29 0,11 0,00 SANGGAU TAYAN HILIR 230.456,29 29323 0,03 0,02 0,82 -0,09 0,00 0,03 0,02 0,80 -0,09 0,00 SANGGAU BALAI 174.829,34 23272 0,02 0,02 0,78 -0,11 0,00 0,02 0,02 0,77 -0,11 0,00 SANGGAU TAYAN HULU 360.689,67 27702 0,03 0,03 1,35 0,13 0,00 0,03 0,04 1,33 0,12 0,00 SANGGAU KEMBAYAN 250.250,16 25531 0,02 0,02 1,02 0,01 0,00 0,03 0,03 1,00 0,00 0,00 SANGGAU NOYAN 50.053,27 9889 0,01 0,00 0,53 -0,28 0,00 0,01 0,01 0,52 -0,29 0,00 KAPUAS HULU SILAT HILIR 57.351,54 16368 0,01 0,01 0,36 -0,44 0,00 0,02 0,01 0,36 -0,45 0,00 KAPUAS HULU SILAT HULU 109.508,05 11077 0,01 0,01 1,03 0,01 0,00 0,01 0,01 1,01 0,01 0,00 KAPUAS HULU HULU GURUNG 204564,94 12717 0,01 0,00 0,00 -3,09 0,00 0,01 0,00 0,00 -3,09 0,00


(5)

108

 

Lampiran 4. (Lanjutan)

KAB KEC PDRB (Y)

JLh PdKk (X)

Xi Yi Yi/Xi

log (yi/xi)

Yi*log(Yi/Xi

)

Xq Yg

Xi/Xg Yi/Yg

(Yi/Yg)/

(Xi/X

g) log

(Yi/Yg)/

(Xi/X

g) Ig Yg/Xg

log (Y

g/Xg

)

IO

(Yg*(l

og(Y

g

/X

g)

Yg*Ig

KAPUAS HULU BUNUT HULU 40.272,88 13030 0,01 0,00 0,32 -0,49 0,00 0,01 0,00 0,32 -0,50 0,00 KAPUAS HULU MENTEBAH 38.572,74 10791 0,01 0,00 0,37 -0,43 0,00 0,01 0,00 0,37 -0,44 0,00 KAPUAS HULU BIKA 43.906,38 4778 0,00 0,00 0,95 -0,02 0,00 0,00 0,00 0,94 -0,03 0,00 KAPUAS HULU KALIS 49.812,16 11863 0,01 0,00 0,44 -0,36 0,00 0,01 0,01 0,43 -0,37 0,00 KAPUAS HULU PUTUSSIBAU SLTAN 245.335,60 11674 0,01 0,02 2,18 0,34 0,01 0,01 0,03 2,15 0,33 0,01 KAPUAS HULU EMBALOH HILIR 82.243,34 5957 0,01 0,01 1,43 0,16 0,00 0,01 0,01 1,41 0,15 0,00 KAPUAS HULU BUNUT HILIR 93.012,99 9452 0,01 0,01 1,02 0,01 0,00 0,01 0,01 1,01 0,00 0,00 KAPUAS HULU BOYAN TANJUNG 64.155,85 10629 0,01 0,01 0,63 -0,20 0,00 0,01 0,01 0,62 -0,21 0,00 KAPUAS HULU PENGKADAN 59.984,38 8271 0,01 0,01 0,75 -0,12 0,00 0,01 0,01 0,74 -0,13 0,00 KAPUAS HULU JONGKONG 89.056,65 10632 0,01 0,01 0,87 -0,06 0,00 0,01 0,01 0,86 -0,07 0,00 KAPUAS HULU SELIMBAU 121.764,42 9961 0,01 0,01 1,27 0,10 0,00 0,01 0,01 1,25 0,10 0,00 KAPUAS HULU SUHAID 81.700,89 7821 0,01 0,01 1,08 0,04 0,00 0,01 0,01 1,07 0,03 0,00 KAPUAS HULU SEBERUANG 62.300,83 11592 0,01 0,01 0,56 -0,25 0,00 0,01 0,01 0,55 -0,26 0,00 KAPUAS HULU SEMITAU 23.300,28 7598 0,01 0,00 0,32 -0,50 0,00 0,01 0,00 0,31 -0,50 0,00

0,05

KAPUAS HULU PURING KENCANA* 16.400,42 2385 0,00 0,00 0,71 -0,15 0,00 0,10 0,09 0,02 0,02 0,82 -0,08 0,00 0,87 -0,06 -0,01 0,00 KAPUAS HULU BADAU* 25.456,05 6333 0,01 0,00 0,42 -0,38 0,00 0,06 0,03 0,48 -0,32 -0,01

KAPUAS HULU BATANG LUPAR* 27.312,01 5169 0,00 0,00 0,55 -0,26 0,00 0,05 0,03 0,63 -0,20 -0,01 KAPUAS HULU PUTUSSIBAU UTARA* 320.987,64 21599 0,02 0,03 1,54 0,19 0,01 0,20 0,35 1,78 0,25 0,09 SAMBAS SAJINGAN BESAR* 30.029,39 8615 0,01 0,00 0,36 -0,44 0,00 0,08 0,03 0,42 -0,38 -0,01 SAMBAS PALOH* 224.027,97 22991 0,02 0,02 1,01 0,01 0,00 0,21 0,25 1,17 0,07 0,02 SANGGAU SEKAYAM* 173.088,57 27588 0,03 0,02 0,65 -0,19 0,00 0,25 0,19 0,75 -0,12 -0,02

SANGGAU ENTIKONG* 96.238,15 14752 0,01 0,01 0,68 -0,17 0,00 . . 0,13 0,11 0,78 -0,11 -0,01

10.541.682,23 1094786 0,04 0,04 0,00 0,04

Keterangan: * = Kecamatan Perbatasan Inde

ks Theil

Entrop

i

D

EKOMPOSISIN

YA

penduduk

dekompo

sisi pd

rb

Ketimpangan

Total 0,05 Ketiimpanga

n an

ta

r

wila

yah

Ketimpanga

n dal

a

m

wila


(6)