Upaya Peningkatan Kesejahteraan Melalui Penguatan Kelembagaan Musholla (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)

(1)

UPAYA PENI NGKATAN KESEJAHTERAAN MELALUI

PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA

(Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)

FADLI KURNI AWAN

SEKOLAH PASCA SARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Upaya Peningkatan Kesejahteraan Melalui Penguatan Kelembagaan Musholla (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, November 2006

FADLI KURNIAWAN NRP.A154050185


(3)

ABSTRAK

FADLI KURNIAWAN. Upaya Peningkatan Kesejahteraan Melalui Penguatan Kelembagaan Musholla (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang). Dibimbing oleh IRAWAN SOEHARTONO sebagai ketua, NURAINI WAHYUNING PRASODJO sebagai anggota komisi pembimbing.

Pada dasarnya masyarakat mempunyai potensi untuk memperbaiki hidupnya secara mandiri. Potensi tersebut antara lain terdapat pada kelembagaan Musholla Khoirus Subban di Desa Banjaran. Musholla mempunyai potensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena terdapat modal sosial berupa adanya kerjasama, solidaritas seagama, dan tuntutan sebagai pemeluk agama Islam; terdapat sumber finansial yang berasal dari wakaf, zakat, dan shodaqoh; serta kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama yang menduduki peringkat pertama;modal fisik berupa sarana prasarana musholla, dan modal manusia sendiri berupa pengurus baru, dan tokoh agama (hasil PL). Akan tetapi potensi tersebut selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, hal tersebut terlihat dari program dan kegiatan musholla yang sebagian besar berkisar pada kegiatan ritual dan seremonial. Kajian ini bertujuan untuk merencanakan program penguatan kapasitas musholla dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, dan FGD dilakukan guna mencari data primer, yaitu data yang diambil langsung dari lapangan. Adapun data sekunder, yaitu data yang diambil dari dokumen yang telah diolah dan diambil melalui studi dokumentasi. Penyusunan program dilakukan melalui FGD dengan menggunakan kerangka kerja logis .

Berdasarkan hasil analisa, Musholla Khoirus Subban mempunyai beberapa kekuatan yang dapat menjadi potensi untuk melaksanakan kegiatan peningkatan kesejahteraan, namun juga mempunyai kelemahan yang menjadi kendala. Kelemahan utama yang menghalangi musholla tersebut untuk melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan adalah kurangnya pengetahuan tentang fungsi musholla secara komprehensif. Kekuatan musholla terletak pada modal finansial, modal manusia, modal fisik, dan modal sosialnya.

Strategi untuk mengatasi kendala yang dihadapi musholla tersebut adalah dengan melakukan transfer pengetahuan guna merubah persepsi jamaah dan pengurus tentang fungsi musholla. Untuk melakukan transfer tersebut dibutuhkan sebuah program agar jamaah berkumpul secara rutin yang sekaligus melatih mereka berorganisasi, yaitu program peningkatan kemampuan berorganisasi. Oleh karena itu program tersebut direncanakan berdasarkan keinginan jamaah, sesuai dengan apa yang dirasakan jamaah lebih penting. Melalui program tersebut selanjutnya dapat dilakukan transfer pengetahuan kepada jamaah tentang fungsi musholla secara komprehensif.

Pada dasarnya jamaah Musholla Khoirus Subban setuju bahwa musholla dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Hanya saja kurangnya pengetahuan mereka tentang fungsi musholla meyebabkan meeka merasa tidak lazim jika melakukan kegiatan tersebut. Faktor ekonomi dan kurang menariknya kegiatan rutin musholla menyebabkan jamaah kurang berpartisipasi dalam kegiatan rutin.


(4)

FADLI KURNIAWAN. Strive to Making Up of Wellfare by Reinforcement of Musholla (Small Mosque) Institution ( Case Study of Musholla Khoirus Subban in Banjaran Village, Subdistrict of Taman, Regency of Pemalang). Counselled by IRAWAN SOEHARTONO as chief, NURAINI WAHYUNING PRASODJO as member of counsellor commission.

Basically society have potency to improve their life self-supportingly. The potency for example there are at institution of Musholla Khoirus Subban in Desa Banjaran. Musholla have potency to improve wellfare of community because there are social capital in the form of cooperation existence, religion solidarity, and demand as follower of Islam; there are source of finansial that coming from communal ownership, religious obligatory, and shodaqoh; and also the belief community to religion figure occupying first rank; physical capital in the form of medium of musholla, and the human being capital in the form of new manager, and the religion figure ( result of PL). However the potency during the time not yet been exploited in an optimal fashion, the mentioned seen from program and musholla activity mostly centre around activity of ritually and ceremonially. This study aim to to plan program of reinforcement of musholla capacities in effort improve community Desa Banjaran wellfare.

Method that used in data collecting is indepth interview, participatory observation, and FGD done to look for primary data, that is taken direct from the field. As for data sekunder, that is data which is taken away from a document which have been proceed and taken through documentation study. Compilation program have done through FGD by using logical framework .

Pursuant to result analyse, Musholla Khoirus Subban have some strength which can become potency to execute activity of making up of wellfare, but also have weakness becoming constraint. Especial weakness hindering the small mosque to do activity of making up of wellfare is the lack of knowledge about musholla function.

Strategy to overcome constraint faced by musholla is by doing to transfer knowledge utilize to change perception of community and manager about small mosque function. To do to transfer required a program in order to community gather routinely and at one blow to making up their organization abilities, it is program of making up organization ability. Therefore program that planned pursuant to desire community according to what be felt more important by community. Through that program hereinafter earn done to transfer knowledge to community about musholla function comprehensively.

Basically community Musholla Khoirus Subban agree that musholla serve the purpose of the medium to increase the prosperity. Just only the lack of their knowledge about function of musholla causes their feel atypical if doing the activity. Economic factor and lose looks routine activity of musholla causes communitiy less participate in routine activity.


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun


(6)

PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA

(Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)

FADLI KURNI AWAN

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

BOGOR

2006


(7)

Judul Tugas Akhir : UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MELALUI

PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA

(Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran

Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)

Nama Mahasiswa : FADLI KURNIAWAN

Nomor Pokok

: A.154050185

DISETUJUI,

KOMISI PEMBIMBING

Diketahui,

Tanggal Ujian : 6 November 2006 Tanggal Lulus :

Prof.Dr.H. I rawan Soehartono

Ketua

I r.Nuraini Wahyuning Prasodjo, MS Anggota

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr.I r.Djuara P.Lubis, MS

Dekan Sekolah Pasca Sarjana


(8)

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT yang telah memberikan

petunjuk dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulisan tugas akhir kajian

pengembangan masyarakat yang berjudul UPAYA PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA

(Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman

Kabupaten Pemalang) ini dapat terselesaikan.

Penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat ini merupakan

tugas dan kewajiban bagi mahasiswa Program Studi Magister Profesional

Pengembangan Masyarakat Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

(IPB) sebagai aplikasi dari materi perkuliahan-perkuliahan yang diperoleh

dengan melakukan serangkaian kegiatan dimulai dari Praktek Lapangan I berupa

kegiatan Pemetaan Sosial, dan Praktek Lapangan II berupa Evaluasi Program

Pengembangan Masyarakat yang telah dilaksanakan, serta Kajian

Pengembangan Masyarakat dengan menyusun program bersama masyarakat

secara partisipatif.

Penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Irawan Soehartono selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

Ir.Nuraini Wahyuning Prasodjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan penulisan tugas akhir ini.

2. Ir.Sarwititi Sarwoprasojo, MS selaku Penguji Luar Komisi yang telah

memberikan masukan yang berarti untuk kesempurnaan tugas akhir ini.

3. Ketua Program Studi dan Dosen-dosen yang mengasuh Program Studi

Magister Pengembangan Masyarakat IPB yang telah membekali ilmu-ilmu

pengembangan masyarakat.

4. Seluruh staf Sekretariat Program Studi Magister Pengembangan

Masyarakat yang telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada

penulis.

5. Pengelola Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat di STKS

Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan studi.

6. Departemen Sosial yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.

7. Pemerintah Kabupaten Pemalang yang memberikan ijin kepada penulis

untuk melakukan studi ini

8. Masyarakat Desa Banjaran dan lebih khusus kepada jamaah Musholla

Khoirus Subban.

9. Rekan-rekan MPM angkatan III yang selalu kompak.

10. Mamah dan Papah yang memberikan doa restunya.


(9)

11. Istriku tercinta yang bersusah payah dan penuh pengertian meski harus

ditinggal dalam keadaan mengandung tua, dan anakku tersayang yang

masih dalam kandungan.

12. Serta semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan dari para pembaca sekalian.

Bogor, November 2006


(10)

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 29 Mei 1981 sebagai anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan ayah bernama Tufiq dan ibu

bernama Sri Suhermiyati. Jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah

Atas penulis lalui di Pemalang sekaligus sebagai tempat tinggal penulis saat ini.

Pada tahun 2000 Pendidikan Diploma IV dilaksanakan di Sekolah Tinggi

Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) di Jatinangor, Sumedang dan lulus pada

tahun 2004. Sejak melaksanakan pendidikan di STPDN tersebut penulis memiliki

status dari Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hingga menjadi PNS golongan

II/a. Setelah lulus penulis secara otomatis memiliki golongan III/a dan selanjutnya

bertugas di Bagian Kepegawaian Pemerintah Kabupaten Pemalang.

Pada tahun 2005 penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti

pendidikan Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat dengan

beasiswa dari Departemen Sosial.

Pada tanggal 3 September 2005 penulis menikah dengan gadis Palopo

(Sulawesi Selatan) yang bernama Ilmina binti Baso Sulaiman, yang saat ini

sedang mengandung anak pertama kami.


(11)

UPAYA PENI NGKATAN KESEJAHTERAAN MELALUI

PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA

(Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)

FADLI KURNI AWAN

SEKOLAH PASCA SARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Upaya Peningkatan Kesejahteraan Melalui Penguatan Kelembagaan Musholla (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, November 2006

FADLI KURNIAWAN NRP.A154050185


(13)

ABSTRAK

FADLI KURNIAWAN. Upaya Peningkatan Kesejahteraan Melalui Penguatan Kelembagaan Musholla (Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang). Dibimbing oleh IRAWAN SOEHARTONO sebagai ketua, NURAINI WAHYUNING PRASODJO sebagai anggota komisi pembimbing.

Pada dasarnya masyarakat mempunyai potensi untuk memperbaiki hidupnya secara mandiri. Potensi tersebut antara lain terdapat pada kelembagaan Musholla Khoirus Subban di Desa Banjaran. Musholla mempunyai potensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena terdapat modal sosial berupa adanya kerjasama, solidaritas seagama, dan tuntutan sebagai pemeluk agama Islam; terdapat sumber finansial yang berasal dari wakaf, zakat, dan shodaqoh; serta kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama yang menduduki peringkat pertama;modal fisik berupa sarana prasarana musholla, dan modal manusia sendiri berupa pengurus baru, dan tokoh agama (hasil PL). Akan tetapi potensi tersebut selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, hal tersebut terlihat dari program dan kegiatan musholla yang sebagian besar berkisar pada kegiatan ritual dan seremonial. Kajian ini bertujuan untuk merencanakan program penguatan kapasitas musholla dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, dan FGD dilakukan guna mencari data primer, yaitu data yang diambil langsung dari lapangan. Adapun data sekunder, yaitu data yang diambil dari dokumen yang telah diolah dan diambil melalui studi dokumentasi. Penyusunan program dilakukan melalui FGD dengan menggunakan kerangka kerja logis .

Berdasarkan hasil analisa, Musholla Khoirus Subban mempunyai beberapa kekuatan yang dapat menjadi potensi untuk melaksanakan kegiatan peningkatan kesejahteraan, namun juga mempunyai kelemahan yang menjadi kendala. Kelemahan utama yang menghalangi musholla tersebut untuk melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan adalah kurangnya pengetahuan tentang fungsi musholla secara komprehensif. Kekuatan musholla terletak pada modal finansial, modal manusia, modal fisik, dan modal sosialnya.

Strategi untuk mengatasi kendala yang dihadapi musholla tersebut adalah dengan melakukan transfer pengetahuan guna merubah persepsi jamaah dan pengurus tentang fungsi musholla. Untuk melakukan transfer tersebut dibutuhkan sebuah program agar jamaah berkumpul secara rutin yang sekaligus melatih mereka berorganisasi, yaitu program peningkatan kemampuan berorganisasi. Oleh karena itu program tersebut direncanakan berdasarkan keinginan jamaah, sesuai dengan apa yang dirasakan jamaah lebih penting. Melalui program tersebut selanjutnya dapat dilakukan transfer pengetahuan kepada jamaah tentang fungsi musholla secara komprehensif.

Pada dasarnya jamaah Musholla Khoirus Subban setuju bahwa musholla dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Hanya saja kurangnya pengetahuan mereka tentang fungsi musholla meyebabkan meeka merasa tidak lazim jika melakukan kegiatan tersebut. Faktor ekonomi dan kurang menariknya kegiatan rutin musholla menyebabkan jamaah kurang berpartisipasi dalam kegiatan rutin.


(14)

FADLI KURNIAWAN. Strive to Making Up of Wellfare by Reinforcement of Musholla (Small Mosque) Institution ( Case Study of Musholla Khoirus Subban in Banjaran Village, Subdistrict of Taman, Regency of Pemalang). Counselled by IRAWAN SOEHARTONO as chief, NURAINI WAHYUNING PRASODJO as member of counsellor commission.

Basically society have potency to improve their life self-supportingly. The potency for example there are at institution of Musholla Khoirus Subban in Desa Banjaran. Musholla have potency to improve wellfare of community because there are social capital in the form of cooperation existence, religion solidarity, and demand as follower of Islam; there are source of finansial that coming from communal ownership, religious obligatory, and shodaqoh; and also the belief community to religion figure occupying first rank; physical capital in the form of medium of musholla, and the human being capital in the form of new manager, and the religion figure ( result of PL). However the potency during the time not yet been exploited in an optimal fashion, the mentioned seen from program and musholla activity mostly centre around activity of ritually and ceremonially. This study aim to to plan program of reinforcement of musholla capacities in effort improve community Desa Banjaran wellfare.

Method that used in data collecting is indepth interview, participatory observation, and FGD done to look for primary data, that is taken direct from the field. As for data sekunder, that is data which is taken away from a document which have been proceed and taken through documentation study. Compilation program have done through FGD by using logical framework .

Pursuant to result analyse, Musholla Khoirus Subban have some strength which can become potency to execute activity of making up of wellfare, but also have weakness becoming constraint. Especial weakness hindering the small mosque to do activity of making up of wellfare is the lack of knowledge about musholla function.

Strategy to overcome constraint faced by musholla is by doing to transfer knowledge utilize to change perception of community and manager about small mosque function. To do to transfer required a program in order to community gather routinely and at one blow to making up their organization abilities, it is program of making up organization ability. Therefore program that planned pursuant to desire community according to what be felt more important by community. Through that program hereinafter earn done to transfer knowledge to community about musholla function comprehensively.

Basically community Musholla Khoirus Subban agree that musholla serve the purpose of the medium to increase the prosperity. Just only the lack of their knowledge about function of musholla causes their feel atypical if doing the activity. Economic factor and lose looks routine activity of musholla causes communitiy less participate in routine activity.


(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun


(16)

PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA

(Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)

FADLI KURNI AWAN

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

BOGOR

2006


(17)

Judul Tugas Akhir : UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MELALUI

PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA

(Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran

Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)

Nama Mahasiswa : FADLI KURNIAWAN

Nomor Pokok

: A.154050185

DISETUJUI,

KOMISI PEMBIMBING

Diketahui,

Tanggal Ujian : 6 November 2006 Tanggal Lulus :

Prof.Dr.H. I rawan Soehartono

Ketua

I r.Nuraini Wahyuning Prasodjo, MS Anggota

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr.I r.Djuara P.Lubis, MS

Dekan Sekolah Pasca Sarjana


(18)

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT yang telah memberikan

petunjuk dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulisan tugas akhir kajian

pengembangan masyarakat yang berjudul UPAYA PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA

(Studi Kasus Musholla Khoirus Subban Desa Banjaran Kecamatan Taman

Kabupaten Pemalang) ini dapat terselesaikan.

Penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat ini merupakan

tugas dan kewajiban bagi mahasiswa Program Studi Magister Profesional

Pengembangan Masyarakat Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

(IPB) sebagai aplikasi dari materi perkuliahan-perkuliahan yang diperoleh

dengan melakukan serangkaian kegiatan dimulai dari Praktek Lapangan I berupa

kegiatan Pemetaan Sosial, dan Praktek Lapangan II berupa Evaluasi Program

Pengembangan Masyarakat yang telah dilaksanakan, serta Kajian

Pengembangan Masyarakat dengan menyusun program bersama masyarakat

secara partisipatif.

Penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Irawan Soehartono selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

Ir.Nuraini Wahyuning Prasodjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan penulisan tugas akhir ini.

2. Ir.Sarwititi Sarwoprasojo, MS selaku Penguji Luar Komisi yang telah

memberikan masukan yang berarti untuk kesempurnaan tugas akhir ini.

3. Ketua Program Studi dan Dosen-dosen yang mengasuh Program Studi

Magister Pengembangan Masyarakat IPB yang telah membekali ilmu-ilmu

pengembangan masyarakat.

4. Seluruh staf Sekretariat Program Studi Magister Pengembangan

Masyarakat yang telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada

penulis.

5. Pengelola Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat di STKS

Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan studi.

6. Departemen Sosial yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.

7. Pemerintah Kabupaten Pemalang yang memberikan ijin kepada penulis

untuk melakukan studi ini

8. Masyarakat Desa Banjaran dan lebih khusus kepada jamaah Musholla

Khoirus Subban.

9. Rekan-rekan MPM angkatan III yang selalu kompak.

10. Mamah dan Papah yang memberikan doa restunya.


(19)

11. Istriku tercinta yang bersusah payah dan penuh pengertian meski harus

ditinggal dalam keadaan mengandung tua, dan anakku tersayang yang

masih dalam kandungan.

12. Serta semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan dari para pembaca sekalian.

Bogor, November 2006


(20)

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 29 Mei 1981 sebagai anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan ayah bernama Tufiq dan ibu

bernama Sri Suhermiyati. Jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah

Atas penulis lalui di Pemalang sekaligus sebagai tempat tinggal penulis saat ini.

Pada tahun 2000 Pendidikan Diploma IV dilaksanakan di Sekolah Tinggi

Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) di Jatinangor, Sumedang dan lulus pada

tahun 2004. Sejak melaksanakan pendidikan di STPDN tersebut penulis memiliki

status dari Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hingga menjadi PNS golongan

II/a. Setelah lulus penulis secara otomatis memiliki golongan III/a dan selanjutnya

bertugas di Bagian Kepegawaian Pemerintah Kabupaten Pemalang.

Pada tahun 2005 penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti

pendidikan Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat dengan

beasiswa dari Departemen Sosial.

Pada tanggal 3 September 2005 penulis menikah dengan gadis Palopo

(Sulawesi Selatan) yang bernama Ilmina binti Baso Sulaiman, yang saat ini

sedang mengandung anak pertama kami.


(21)

DAFTAR I SI

DAFTAR I SI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 4

Pembatasan Masalah ... 5

Tujuan Kajian ... 6

Kegunaan Kajian ... 6

TEORI DAN KONSEP ... 7

Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat ... 7

Musholla sebagai Kelembagaan ... 9

Penguatan Kapasitas Kelembagaan ... 10

Kesejahteraan Masyarakat dalam I slam ... 12

I ndikator Kesejahteraan... 16

I ndikator Kapasitas Kelembagaan Masjid ... 19

Analisis SWOT ... 22

Kerangka Kerja Logis ... 23

METODE KAJI AN... 24

Kerangka Pemikiran... 21

Alur Kerja ... 28

Tipe dan Aras Kajian ... 31

Strategi Kajian ... 31

Tempat dan Waktu Kajian ... 32

Metode Pengumpulan Data ... 33

Analisis dan Pelaporan ... 36

Penyusunan Program ... 36

PETA SOSI AL DESA BANJARAN ... 44

Lokasi ... 44

Kependudukan ... 45

Sistem Ekonomi ... 47

Struktur Komunitas ... 49

Organisasi dan Kelembagaan ... 51

Sumberdaya Lokal ... 53


(22)

EVALUASI REHAB MUSHOLLA KHOI RUS SUBBAN ... 57 Deskripsi Umum ... 57 Pengembangan Ekonomi Masyarakat ... 58 Pengembangan Modal Sosial ... 59 Kebijakan dan Perencanaan Sosial ... 64 Evaluasi Umum ... 66 KAPASI TAS KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOI RUS SUBBAN ... 67 Kepemimpinan ... 67 Perencanaan Program ... 68 Pelaksanaan Program ... 69 Alokasi Sumberdaya ... 70 Hubungan dengan Pihak Luar ... 71 ANALI SA KAPASI TAS MUSHOLLA KHOI RUS SUBBAN ... 73 Kekuatan ... 73 Kelemahan ... 75 Kesempatan ... 77 Ancaman ... 78 RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN

MUSHOLLA KHOI RUS SUBBAN ... 80 Latar Belakang Program ... 80 Tujuan Program ... 81 Manfaat Program ... 82 Hasil yang Diharapkan ... 82 Alat Pencapaian ... 83 1. Realisasi Tempat Wudu ... 82 2. Meningkatkan Koordinasi ... 82 3. Pendampingan ... 83 4. Keteladanan ... 83 5. Penambahan Program dan Kegiatan ... 84 KESI MPULAN DAN SARAN ... 92 Kesimpulan ... 92 Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPI RAN -LAMPI RAN


(23)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan I slam dengan Kesejahteraan ... 26 Gambar 2. Kerangka Pemikiran ... 27 Gambar 3. Alur Kerja ... 30 Gambar 4. Mata Pencaharian Penduduk ... 48 Gambar 5. Kuadran Dimensi Modal Sosial Rehab

Musholla Khoirus Subban ... 61 Gambar 6. Kuadran Tipologi Kelembagaan Rehab


(24)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Kajian di Desa Banjaran ... 33 Tabel 2. Data yang Dibutuhkan dan Cara Pengumpulannya ... 35 Tabel 3. Kerangka Kerja Logis

Program Peningkatan Kesejahteraan

Melalui Penguatan Musholla ... 38 Tabel 4. Waktu Tempuh Menuju Lokasi & Sarana Vital

Dari Desa Banjaran ... 44 Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Banjaran ... 46 Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Banjaran ... 47 Tabel 7. Tingkat Kemiskinan Penduduk Desa Banjaran ... 49 Tabel 8. Organisasi dan Kelembagaan di Desa Banjaran ... 51 Tabel 9. Kerangka Kerja Logis Program Penguatan


(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia dalam setiap tindakannya seharusnya tidak terlepas dari agama. Avicena dalam Aqqad (1988) menjelaskan bahwa makhluk (termasuk manusia) secara alami akan mempunyai kecenderungan untuk kembali kepada Penciptanya. Senada dengan hal tersebut, Plato dalam Rapar (1996) menyatakan bahwa ”jiwa manusia sebelum terpenjara ke dalam tubuh berasal dari dunia ide, oleh sebab itu ia harus kembali ke dunia ide untuk menetap di sana”. A. Zaki Yamani dalam Salam (1985) juga menyampaikan bahwa untuk menjadikan manusia sebagai manusia, akal budi saja tidak cukup, karena binatang pun memiliki akal budi namun dalam kapasitas yang berbeda, untuk menjadi manusia maka diperlukan agama. Agama tidak boleh dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan manusia, tanpa agama kebenaran yang didapatkan manusia hanya bersifat relatif, sebab kebenaran yang mutlak hanya pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Kotze dalam Hikmat (2001) menyatakan bahwa “masyarakat miskin memiliki kemampuan yang relatif baik untuk memperoleh sumber melalui kesempatan yang ada”. Jadi sebenarnya masyarakat mempunyai potensi untuk hidup mandiri dalam memperbaiki kualitas hidupnya. Kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut berupa kearifan-kearifan lokal yang dapat dijadikan sebagai modal untuk pengembangan masyarakat. Kearifan-kearifan tersebut dapat dilihat dalam kegiatan yang ada di masyarakat. Salah satu dari kearifan yang dapat dijadikan sebagai modal untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat adalah modal sosial, baik yang sudah melembaga maupun belum, baik yang sudah digunakan dalam gerakan sosial maupun belum.

Salah satu modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat adalah agama. Islam, sebagai agama yang dipeluk mayoritas Rakyat Indonesia telah memberi panduan yang lengkap tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap, berbuat dan bertingkah laku dalam semua sendi-sendi kehidupan. Islam telah mengatur pemeluknya ”dari bangun tidur hingga tidur kembali”. Islam telah menciptakan modal sosial yang sangat potensial apabila aturan-aturannya benar-benar diaplikasikan dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia sehari-hari.


(26)

Chamsyah (2003) menjelaskan bahwa untuk mengatasi semua masalah yang ditimbulkan oleh globalisasi dan krisis memerlukan penanganan yang serius, solusi yang arif dan akomodatif, serta kerja keras dan cerdas berikut kerjasama dari semua pihak dan lapisan masyarakat melalui jihad sosial. Chamsyah juga menjelaskan bahwa jihad sosial dimaksudkan sebagai daya upaya bersama untuk berjuang mengatasi masalah yang melanda masyarakat. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 74 sebagai berikut :

š

⎥⎪Ï

%

©

!$#u

ρ

(#

θãΖ

t

Β

#u

(#

ρã

y_$y

δ

u

ρ

(#

ρß

‰y

γ≈

y_u

ρ

’Î

û

È≅‹Î

6y™

«!$#

t

⎦⎪É

©9

$#u

ρ

(#

ρ

u

ρ

#u

(#

ÿρç

|Çt

Ρ¨ρ

š

Í×

¯

s

9

'

ρé

&

ãΝèδ

t

βθãΖÏΒ÷σßϑø9

$#

$

y)

ym

4

Νçλ°;

×ο

t

Ï

ø

ó

¨Β

×−ø

Í

‘u

ρ

×Λ

q

Ì

x

.

∩∠⊆∪

Artinya : “ Orang-orang yang beriman, berhijrah, berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang baik”.

Hadits riwayat Imam Ahmad dalam Gymnastiar (2005) menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda “sesungguhnya Allah SWT suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid fi sabilillah”. Hal tersebut menjelaskan bahwa upaya memenuhi kebutuhan sangat dihargai dalam Islam, dan merupakan dorongan spiritual yang menjadi motivasi dalam upaya memenuhi kebutuhan.

Islam juga telah mengatur perekonomian umatnya, Al Banna (2003) menjelaskan bahwa Islam telah meletakkan kaidah-kaidah umum yang sangat prinsipil dalam bidang ekonomi, sehingga apabila dapat dipahami dan dipraktekkan dengan benar maka dapat dipastikan akan menyelesaikan problem ekonomi yang dihadapi. Apabila prisip-prinsip ekonomi dalam Islam tersebut diaplikasikan maka kesejahteraan masyarakat dapat meningkat sekaligus meredam kesenjangan dan kecemburuan sosial di lapisan masyarakat. Adapun berdasarkan sejarah Islam, pusat dari kegiatan-kegiatan Islam adalah masjid. Masjid bukan saja tempat menjalankan ritual ibadah, namun juga tempat membicarakan berbagai persoalan, pusat pendidikan umat, pengorganisasian zakat dan shodaqoh yang selanjutnya disalurkan kepada orang-orang lemah yang berhak, dan sebagainya (Ayub, Moh.e; Muhsin Mk; Ramlan Mardjoned 2001), sehingga masjid juga merupakan potensi untuk melakukan usaha kesejahteraan sosial.


(27)

3

Sebelum melaksanakan penelitian, penulis telah melaksanakan Praktek Lapangan I (PL-1) dan Praktek Lapangan II (PL-2) di Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. PL-1 berisi kegiatan pemetaan sosial yang menggambarkan situasi sosial yang mencakup budaya, ekonomi, ekologi dan demografi masyarakat Desa Banjaran, sikap, perilaku, pandangan masyarakat tentang agama Islam yang dianutnya, masalah sosial yang tampak di Desa Banjaran serta peran kelembagaan agama, dan potensinya untuk memecahkan masalah di Desa Banjaran. PL-2 berisi kegiatan evaluasi kegiatan pengembangan masyarakat di Desa Banjaran. Jika pada PL-1 penulis berusaha mencari modal sosial yang ada di masyarkat Desa Banjaran, maka pada PL-2 penulis mencari dan mengevaluasi pemanfaatan modal sosial tersebut dalam kegiatan pengembangan masyarakat oleh masyarakat sendiri.

Berdasarkan kedua PL tersebut, masyarakat Desa Banjaran mempunyai jumlah penduduk miskin mencapai 55,55%, jadi lebih dari separuh penduduk berada dalam kondisi miskin dengan 53,35% bermata pencaharian sebagai buruh, dan 76,06% berpendidikan SLTP ke bawah. Berdasarkan segi ibadah, masih sedikit masyarakat Desa Banjaran yang melaksanakan sholat di Masjid, dan sedikit yang mempunyai pengetahuan agama secara komprehensif. Berdasarkan pengamatan pengkaji di Musholla (masjid kecil) Khoirus Subban, pada awal bulan Ramadhan (puasa), musholla penuh oleh jamaah yang mencapai sepuluh baris di luar barisan anak-anak (tiap baris berisi enam sampai delapan orang), namun pada pelaksanaan sholat di luar bulan Ramadhan jumlah jamaah seringkali tidak lebih dari empat baris (termasuk barisan anak-anak). Hasil wawancara penulis menunjukkan pula bahwa masyarakat masih menganggap Islam hanya seputar ibadah ritual tanpa mengetahui maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Masalah pengetahuan agama yang kurang dan kemiskinan merupakan masalah yang sangat dirasakan dan tampak pada masyarakat Desa Banjaran. Kondisi tersebut menggambarkan kurangnya kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran.

Berbagai program dan upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, misalnya program Jaring Pengaman Sosial (JPS) program pengentasan kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal (IDT), Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan lain-lain. Meskipun program tersebut telah dilaksanakan secara terpadu, ternyata belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan kemiskinan (Hikmat, 2001) . Hal tersebut dikarenakan selama 32 tahun terakhir program-program yang dibuat bersifat Top Down (Atas-Bawah) sehingga pengetahuan


(28)

tentang kondisi dan sifat-sifat kelompok masyarakat dalam kemiskinan struktural kurang mendalam, sehingga berbagai program dengan pendekatan "Atas-Bawah" kurang berhasil untuk menanggulanginya (Hasibuan, 2005), dan hanya melihat apa yang tidak dimiliki oleh rakyat, bukan memberdayakan rakyat. Program pembinaan rohani secara intensif juga belum dilaksanakan, sehingga pengetahuan masyarakat tentang prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan sehari-hari masih rendah.

Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas ternyata belum menghasilkan perubahan yang signifikan, perubahan Desa Banjaran lebih banyak pada sarana fisik, terutama jalan, dan kantor desa, di mana jalan-jalan desa dan gang-gang sudah diaspal, sedangkan kantor desa sudah di renovasi. Masyarakat Desa Banjaran yang mempunyai modal sosial yang diwujudkan dalam kelembagaan religi berpeluang untuk memperbaiki kondisinya . Hal tersebut terlihat dari hasil evaluasi kegiatan rehab Musholla Khoirus Subban pada PL-2 yang menunjukkan modal-modal sosial, potensi sekaligus peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bila kelembagaan tersebut diperkuat kapasitasnya.

Masjid/musholla mempunyai potensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena terdapat modal sosial berupa adanya kerjasama, solidaritas seagama, dan tuntutan sebagai pemeluk agama Islam; terdapat sumber finansial yang berasal dari wakaf, zakat, dan shodaqoh; serta kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama yang menduduki peringkat pertama;modal fisik berupa sarana prasarana musholla, dan modal manusia sendiri berupa penguus baru, dan tokoh agama (hasil PL). Namun demikian, potensi tersebut belum berfungsi secara optimal, artinya musholla selama ini hanya memberikan pelayanan dan fasilitas ibadah ritual saja berupa sholat, sedangkan aspek-aspek kesejahteraan sosial lainnya seperti pembinaan mental, spiritual, jaminan sosial, keakraban, pendidikan, kesehatan , dan sebagainya, masih belum dilaksanakan. Oleh karena itu perlu dilakukan penguatan kapasitas kelembagaan musholla dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Rumusan Masalah

Masyarakat pada umumnya dan masyarakat Desa Banjaran pada khususnya selain ingin terbebas dari kemiskinan juga membutuhkan kesejahteraan dalam aspek lain. Aspek-aspek tersebut secara garis besar adalah kesejahteraan secara jasmani,


(29)

5

secara rohani dan secara sosial, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial ( Suharto , 2005b) adalah :

suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.

Al-Jazairi (2005) menggambarkan bahwa Islam dapat memenuhi ketiga aspek kesejahteraan tersebut apabila benar-benar dilaksanakan dalam segenap aspek kehidupan, tidak hanya yang bersifat ritual ibadah saja, sedangkan pusat kegiatan Islam berada di masjid, oleh karena itu penulis memfokuskan kajian ini pada potensi musholla dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan fokus masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah kajian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana kapasitas kelembagaan musholla?

2. Bagaimana potensi musholla dalam usaha kesejahteraan sosial di Desa Banjaran?

3. Bagaimana program penguatan kapasitas musholla dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran?

Pembatasan Masalah

Usaha kesejahteraan sosial mempunyai aspek-aspek yang sangat luas karena mencakup upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Keberhasilan upaya kesejahteraan sosial secara menyeluruh pun membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena keterbatasan waktu dalam melakukan kajian ini, maka pengkaji membatasi masalah dalam kajian ini sebagai berikut :

1. Subyek kajian adalah Musholla Khoirus Subban dan masyarakat Desa Banjaran; 2. Kajian dilaksanakan sesuai dengan kalender akademik Tahun Ajaran 2005/2006

Program Studi Pengembangan Masyarakat Pasca Sarjana IPB ;

3. Penguatan kelembagaan musholla disesuaikan dengan kehendak dan keadaan masyarakat Desa Banjaran pada saat dilakukan penelitian oleh penulis.


(30)

Tujuan Kajian

Tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kapasitas kelembagaan musholla.

2. Mengetahui potensi musholla dalam usaha kesejahteraan sosial di Desa Banjaran

3. Menyusun program penguatan kapasitas musholla dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran.

Kegunaan Kajian

Hasil dari kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu :

(1) Bagi pemerintah Desa Banjaran, hasil kajian ini dapat dijadikan rekomendasi dalam penyusunan kebijakan dan penyempurnaan program untuk memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa Banjaran.

(2) Bagi pengelola masjid/musholla, hasil kajian ini dapat menjadi panduan dalam melaksanakan kegiatan pengembangan usahanya.

(3) Bagi pengembangan ilmu sosial khususnya pengembangan masyarakat, hasil kajian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk kepentingan penelitian atau kajian lebih lanjut.


(31)

7

TEORI DAN KONSEP

Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

Paradigma pembangunan telah bergeser dari Production Centered Development menjadi People Centered Development yang mempunyai inti pemberdayaan masyarakat, sedangkan indikator utama berdayanya masyarakat adalah partisipasi masyarakat. Pengembangan masyarakat merupakan wujud dari People Centered Development dalam pembangunan. Pengembangan masyarakat dijelaskan oleh Brokensha dan Hodge dalam Adi (2003) sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan pada skala komunitas yang menuntut partisipasi aktif dan jika perlu prakarsa dari anggota komunitas guna mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Suharto (2005) menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi . Suharto juga menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik karena kemiskinan, maupun diskriminasi.

Suharto (2005) melengkapi pengembangan masyarakat dilakukan dengan pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada komunitas/masyarakat. Pendekatan ini pada dasarnya lebih memfokuskan pada pengidentifikasian “apa yang dimiliki oleh orang miskin” daripada “apa yang tidak dimiliki orang miskin” yang menjadi sasaran pengkajian (Suharto, dkk.2003).

Berdasarkan penjelasan di atas, ada tiga komponen penting di dalam kegiatan pengembangan masyarakat, yaitu bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup, pendayagunaan sumber-sumber yang ada, dan adanya partisipasi dari masyarakat, sehingga ketiga komponen tersebut menjadi tolok ukur dalam program yang akan dilaksanakan. Guna menumbuhkan partisipasi dari masyarakat maka terlebih dahulu ada aspek-aspek psikologis yang perlu diperhatikan.

Moeljarto dalam Jamasy (2004) mengusulkan tiga hal yang perlu ditekankan pada masyarakat, yaitu: (1). Menekan perasaan ketidak berdayaan (impotensi) bila


(32)

berhadapan dengan struktur sosial-politis atau dengan meningkatkan kesadaran kritis masyarakat, (2). Menanamkan rasa persamaan (egalitarian), (3). Mengeluarkan dari perspektif sempit tentang takdir di mana mayarakat beranggapan bahwa kemiskinan dan kondisi yang dialami adalah merupakan takdir yang tidak bisa mereka ubah. Masyarakat perlu dijelaskan bahwa kondisi mereka bisa diubah, sehingga masyarakat berpikir reflektif dan partisipatif yang akan mendahulukan cara menjawab bagaimana manusia harus bertindak, berupaya, bekerja keras, dan berusaha. Hal-hal tersebut di atas sesuai dengan Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 11 dalam Isya (2002) :

3

χÎ

)

©!$#

Ÿ

ω

ç

Éi

ãƒ

$t

Β

BΘöθ

s

/

4

©®

Lym

(#

ρç

Éi

ãƒ

$t

Β

öΝÍκÅ

¦

à

Ρ

r'

Î

/

3

Artinya “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka”. Firman Allah tersebut menegaskan pentingnya partisipasi dan pemberdayaan diri dari masyarakat yang ingin mengubah keadaannya menjadi lebih baik.

Menurut Dharmawan (2000) pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk mendapatkan energi yang cukup yang bisa digunakan untuk mendayagunakan kemampuannya untuk memperoleh daya saing, untuk membuat keputusan sendiri, dan mudah mengakses sumber-sumber kehidupan yang lebih baik. Menurut Payne dalam Adi (2003) pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki. Suharto (2005) menjelaskan bahwa pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok lemah sehingga mereka memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu kebebasan (bebas dari kelaparan, kebodohan, dan kesakitan), dapat menjangkau sumber-sumber yang produktif yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pendapatannya, dan berpartisipasi dalam pembangunan serta keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Program pemberdayaan masyarakat dikatakan berhasil dengan indikator-idikator sebagai berikut (Sumodiningrat, 1998) : (1). Berkurangnya jumlah masyarakat miskin, (2). Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh masyarakat miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia, (3). Meningkatnya kepedulian


(33)

9

masyarakat terhadap kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya, (4). Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai oleh makin berkembangnya usaha produktif kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok dan makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain dalam masyarkat.

Sumber-sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat tersebut merupakan modal. Modal tersebut berupa modal alam, modal manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal yang disetarakan dengan modal-modal tersebut yaitu modal sosial, karena dapat dikelola menjadi suatu aktivitas gerakan sosial yang melibatkan sekelompok orang yang dicirikan oleh adanya kerjasama, tujuan yang tegas, serta kesadaran dan kesengajaan (Daryanto, 2004). Daryanto selanjutnya menjelaskan bahwa pengelolaan modal sosial dapat menyumbang pada pembangunan ekonomi karena adanya jaringan, norma, dan kepercayaan di dalamnya yang menjadi kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama. Modal sosial menurut Putnam (1993a) cenderung kepada ciri-ciri organisasi sosial, yaitu jaringan, norma-norma, dan kepercayaan. Struktur masyarakat juga merupakan bentuk modal sosial ( Dasgupta dan Ismail Serageldin, 2000). Fukuyama (2001) juga melihat gotong-royong sebagai modal sosial dengan alasan hal tersebut merupakan wujud kemampuan yang timbul dari rasa percaya masyarakat. Kerjasama dalam aktivitas gotong royong tersebut dilandasi oleh norma-norma informal dalam masyarakat.

Musholla sebagai Kelembagaan

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gillin (dalam Soemardjan & Soemardi , 1964), kelembagaan dapat terdiri dari aksi, ide, kebiasaan, dan seperangkat adat. Berdasarkan pendapat Uphoff (1992), norma juga merupakan kelembagaan. Sementara berdasarkan Polak (1966) kelembagaan merupakan sebuah sistem peraturan-peraturan yang bertujuan mengatur pola hubungan antar manusia di dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kelembagaan mempunyai inti tata aturan/norma dan pola hubungan.

Sebuah kelembagaan merupakan hasil organisasi dari modal-modal sosial yang ada dalam masyarakat. Sebagaimana penjelasan di atas bahwa modal sosial dapat menggerakkan kerjasama masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat,


(34)

maka kelembagaan pun terbentuk dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Polak di atas.

Musholla juga merupakan sebuah bentuk kelembagaan. Hal tersebut dikarenakan terdapat tata aturan dan pola hubungan di dalam musholla. Hal tersebut dapat terlihat dari kegiatan-kegiatan dan kerjasama yang ada di musholla. Sebagai contoh dalam kegiatan rehab musholla, terdapat tata aturan dan pola hubungan di dalamnya, ada struktur kepanitiaan, ada mekanisme rapat, ada mekanisme pengumpulan dana, mekanisme perbaikan musholla, dan sebagainya; kegiatan pengajian dalam rangka pembinaan akidah jamaah, dan lain-lain. Musholla sebagai sebuah kelembagaan juga mempunyai fungsi-fungsi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya jamaah musholla. Sumber daya yang ada di dalam musholla baik modal finansial, modal manusia, modal fisik, dan modal sosial dapat digunakan untuk melaksanakan kerjasama antar masyarakat sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara jasmani, rohani, maupun sosial.

Musholla merupakan kelembagaan sebuah kelembagaan Agama Islam. Kegiatan-kegiatan di dalamnya merupakan wujud dari pelaksanaan ajaran Agama Islam, sehingga musholla tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip Agama Islam itu sendiri. Hal tersebut perlu dikemukakan menyangkut kecenderungan saat ini bahwa musholla kurang melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh. Musholla hanya digunakan sebagai sarana ibadah ritual saja, padahal ajaran Islam menyatakan bahwa musholla merupakan pusat kegiatan Islam, yang berisi tidak hanya kegiatan-kegiatan ritual ibadah saja, namun juga mencakup kegiatan kesejahteraan sosial (Ayub, dkk,2001).

Penguatan Kapasitas Kelembagaan

Daryanto (2004) mengungkapkan pola pengembangan kelembagaan masyarakat agar semakin kuat perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu : (1). Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan masyarakat, (2). Pemanfaatan informasi dan teknologi yang berimbang, (3). Peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (4). Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana aktivitas kelembagaan, (5). Memberdayakan dan memfasilitasi kelembagan masyarakat informal, (6). Menciptakan pemimpin kelembagaan yang transformasional. Perubahan peran ke arah yang lebih baik menurut Uphoff (1986) juga merupakan salah satu bentuk


(35)

11

penguatan kelembagaan. Perubahan peran yang ada tersebut diharapkan nilai-nilai di dalamnya juga turut berubah ke arah yang lebih maju.

Syahyuti (2003) menjelaskan bahwa untuk menguatkan kelembagaan perlu diurai terlebih dahulu dan dianalisa variabel-variabel yang ada di dalam kelembagaan tersebut, dengan demikian kita dapat menentukan indikator-indikator yang menunjukkan kelemahan dari kelembagaan tersebut, sekaligus potensi dan kesempatan untuk ditingkatkan kapasitasnya. Variabel-variabel dalam kelembagaan yang perlu dianalisa adalah nilai, norma yang berlaku, dan group atmosphere (berkaitan dengan perilaku kolektif). Kluckhon dalam Syahyuti (2003) memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berguna untuk mengetahui nilai dalam kelembagaan tersebut. Intinya pertanyaan tersebut adalah untuk mengupas nilai yang berlaku dari sistem tata nilai, jenis nilai, dan orientasi dari nilai tersebut, sedangkan norma dilihat berupa aturan-aturan yang merupakan kesepakatan bersama dan dilakukan oleh masyarakat dalam kelembagaan tersebut. Sementara itu group atmosphere lebih menyangkut kinerja kelembagaan tersebut dan masyarakat yang ada di dalamnya.

Berdasarkan penjelasan Syahyuti (2003), kapasitas suatu kelembagaan mencakup lima faktor, yaitu kepemimpinan (leadership), proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar. Faktor kepemimpinan mencakup seberapa demokrasi kepemimpinan tersebut, dan bagaimana proses pemilihan pemimpin. Faktor proses perencanaan program berupa besar-kecilnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk merencanakan program. Faktor pelaksanaan program berupa keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan suatu program. Faktor alokasi sumber daya berupa sejauh mana sumber daya yang ada digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, sedangkan faktor hubungan dengan pihak luar meliputi kerjasama dan dukungan dari pihak luar.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, penguatan kelembagaan dapat dilakukan dalam beberapa aspek, yaitu :

1. Perubahan peran dan fungsi kelembagaan 2. Penguatan nilai dan norma

3. Penguatan kelembagaan melalui penguatan program, teknologi, informasi, jejaring, dan kepemimpinan.


(36)

Kesejahteraan Masyarakat dalam Islam

Kesejahteraan sosial berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dalam Suharto (2005b) adalah :

suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.

Definisi tersebut menyebutkan sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial yang berarti menuntut kegiatan-kegiatan tertentu baik yang bernilai materi maupun bernilai spiritual dalam sebuah kondisi yang aman, adanya jaminan keselamatan, penghormatan terhadap norma kesusilaan, serta terjaminnya ketentraman baik lahir maupun batin sehingga dilakukan sebuah tata untuk mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, yaitu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan-kebutuhan jasmani antara lain sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Kebutuhan-kebutuhan rohani berupa agama, keyakinan, kepercayaan, dan pendidikan, sedangkan kebutuhan sosial berupa hubungan yang sehat antar masyarakat, solidaritas, hormat menghormati, dan tenggang rasa. Di samping itu dituntut pula pemenuhan rasa aman, keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin.

PBB (dalam Suharto, 2005b) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai ”kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat”. Jadi kesejahteraan sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, sedangkan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial.

Manusia sebagai ciptaan, sudah seharusnya taat dan patuh kepada Penciptanya. Manusia wajib untuk mencari keridhoan-Nya dengan cara menjalankan semua perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Sabiq (1994), Qardhawi (1999), Al-Jazairi (2005), dan Al-Buthi (2004) memaparkan cara-cara untuk mencapai ridho Allah tersebut sekaligus kewajiban bagi setiap muslim. Cara-cara tersebut ternyata meliputi segenap aspek kehidupan baik kecintaan pada Allah , Rasul-Nya, orang-orang


(37)

13

beriman; kesucian dan kebersihan badan, pakaian, hati, dan pikiran; mau berterima kasih; tahan menghadapi musibah; berlaku adil; keteraturan; perbuatan baik; menepati janji; kerja keras; kelemahlembutan; kegigihan; keberlanjutan perbuatan baik; dan sebagainya meliputi semua aspek kehidupan baik sosial, ekonomi pendidikan, politik, kenegaraan, dan sebagainya.

Nilai-nilai tersebut telah dicontohkan pula pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin (empat pemimpin Umat Islam pertama setelah Rasulullah) yaitu Abu Bakar as Shidiq, Umar bin Khatab, Utsam bin Affan, dam Ali bin Abi Tholib. Sebagai refleksi, kita dapat melihat apa yang dilakukan oleh Umar bin Khatab (Gymnastiar, 2004) di mana setiap malam dia selalu berkelilng berjalan kaki untuk melihat kondisi rakyatnya. Pernah suatu kali ketika menemui seorang ibu dengan anak-anaknya yang kelaparan, maka dia segera ke baitul mal (rumah kas negara) untuk mengambil gandum, dan dia panggul sendiri gandum tersebut untuk diberikan kepada ibu tersebut. Tentu saja santunan tersebut tidak hanya bagi Umat Islam, namun juga bagi umat lain, sebagaimana Umar bin Khatab menyantuni dengan tangannya sendiri seorang Yahudi tua yang buta.

Kondisi yang dilandasi oleh semangat Umar bin Khatab tersebut menjadikan masyarakat hidup sejahtera. Bahkan dengan kesungguhan pemerintah dalam waktu singkat dapat merubah sebuah negara menjadi sejahtera. Hal tersebut terbukti pada masa pemerintahan Umat Islam dengan Khalifah (pemimpin) Umar bin Abdul Aziz. Shaqar (1994) menjelaskan bahwa Umar bin Abdul Aziz dengan kesungguhan dan komitmennya untuk mensejahterakan masyarakat dapat merubah kondisi yang terpuruk menjadi keadaan sejahtera hanya dalam waktu dua tahun. Tindakan kedua Umar tersebut sesuai dengan Firman Allah dalam Qur’an surat An Nisa ayat 36 , Surat Al-Anbiya ayat 107, Surat As-Syu’araa’ ayat 181-183 berikut :

Surat An Nisa ayat 36:

*

(

#ρ߉ç6ôã$#uρ

©

!$#

Ÿ

ωuρ

(

#θä.Îô³è@

⎯ÏμÎ/

$\↔ø‹x©

(

È

⎦ø⎪t$Î!≡θu ø9$$Î/uρ

$YΖ≈|¡ômÎ)

“É‹Î/uρ

4

’n1öà)ø9$#

4

’yϑ≈tGuŠø9$#uρ

È

⎦⎫Å3≈|¡yϑø9$#uρ

Í

‘$pgø:$#uρ

“ÏŒ

4

’n1öà)ø9$#

Í

‘$pgø:$#uρ

É

=ãΨàfø9$#

É

=Ïm$¢Á9$#uρ

É

=/Ζyfø9$$Î/

È

⎦ø⌠$#uρ

È

≅‹Î6¡¡9$#

$tΒuρ

ô

Ms3n=tΒ

ö

Νä3ãΖ≈yϑ÷ƒr&

3

¨

βÎ)

©

!$#

Ÿ

ω

=Ïtä†

⎯tΒ

t

β%Ÿ2

Z

ω$tFøƒèΧ

#·‘θã‚sù

∩⊂∉∪

Artinya : ”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh [dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim ], dan teman sejawat, ibnu sabil [Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang


(38)

bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya ] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”,

Surat Al-Anbiya ayat 107 :

!

$tΒuρ

š

≈oΨù=y™ö‘r&

ωÎ)

Z

πtΗôqy‘

š

⎥⎫Ïϑn=≈yèù=Ïj9 ∩⊇⊃∠∪

Artinya : ”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Surat As-Syu’araa’ ayat 181-183 :

*

(

#θèù÷ρr&

Ÿ

≅ø‹s3ø9$#

Ÿ

ωuρ

(

#θçΡθä3s?

z

⎯ÏΒ

z

⎯ƒÎÅ£÷‚ßϑø9$#

∩⊇∇⊇∪

(

#θçΡΗuρ

Ä

¨$sÜó¡É)ø9$$Î/

Ë

Λ⎧É)tFó¡ßϑø9$#

∩⊇∇⊄∪

Ÿ

ωuρ

(

#θÝ¡y‚ö7s?

}

¨$¨Ζ9$#

ó

Οèδu™!$u‹ô©r&

Ÿ

ωuρ

(

#öθsW÷ès?

’Îû

Ç

Úö‘F{$#

t

⎦⎪ωšøãΒ ∩⊇∇⊂∪

Artinya : ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan (181); Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus (182). Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan (183).

Sebagaimana penjelasan di atas, wujud dari ibadah manusia tidak hanya terbatas pada ritual ibadah saja, tetapi dari semua aspek kehidupan. Pembangkangan yang dilakukan oleh manusia akan berakibat merugikan manusia sendiri. Sebagai contoh, Allah telah memperingatkan manusia untuk tidak merusak lingkungan dalam Al-Qur’an Surat Ar Rum ayat 41 :

ty

γ

ß

Š$|¡x

ø9

$#

’Î

û

Îh

y9

ø9

$#

Ì

ó

st7

ø9

$#u

ρ

$y

ϑÎ

/

ô

Mt6|¡x

.

“Ï

÷ƒ

r&

Ä

¨$

¨Ζ9

$#

Νßγ

s

)ă

ã‹Ï9

÷

èt/

“Ï

%

©

!$#

(#

θè=ÏΗ

öΝßγ¯=

yès

9

t

βθã

è

Å

_

ö

t

ƒ

∩⊆⊇∪

artinya ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. Dalam tataran aplikasi, kita dapat melihat kenyataan ketika manusia merusak hutan dengan alasan apapun, maka manusia akan menuai bencana, baik banjir, longsor, maupun bencana lainnya, dengan demikian Islam benar-benar merupakan agama yang telah lengkap, sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3:

Ï3

t

4

t

Πöθ

u

‹ø9

$#

à

M

ù=

y

ϑø.

r&

öΝä3

s

9

öΝä3

o

ΨƒÏ

Š

à

M

ôϑ

o

ÿø

Cr&u

ρ

öΝä3ø‹

n

=

©É

Ly

ϑ÷

è

ÏΡ

à

M

ŠÅ

Êu‘u

ρ

ãΝä3

s

9

z

Ν≈

n

™M

}

$#

$

YΨƒÏ

Š


(39)

15

artinya :”Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu”.

Husaini (1983) seorang ilmuwan dari London menjelaskan bahwa Islam telah membebaskan manusia dari theologi mistik, theologi dialektik, metafisik,dan introversi yang berlarut-larut, dengan demikian manusia dapat melibatkan diri ke dalam problem-problem sosial yang riil di dalam perkembangan manusia. Chamsyah (2003) menjelaskan bahwa selama ini banyak pihak yang menuding Islam bersifat orthodoks, kaku dan terbelakang, namun sebenarnya anggapan itu salah. Adapun adanya Umat Islam yang tertinggal justru karena ketidakmauan Umat Islam dalam mengimplementasikan nilai-nilai Islam. Hal itu disinggung oleh Shakib Arslan –seorang modernis Islam –dalam Chamsyah (2003) yang mengatakan bahwa ”kaum Muslim (Umat Islam) terbelakang sementara yang lain maju, adalah karena kaum Muslim menyimpang dari ajaran Islam”.

Berkaitan dengan aspek sosial, Islam sangat memperhatikan masalah-masalah yang timbul, sebagai contoh adalah masalah kemiskinan. Agama Islam mengajarkan, seseorang tidak boleh dibiarkan mengalami kelaparan, tanpa pakaian, menjadi gelandangan, tanpa tempat tinggal, atau kehilangan kesempatan membina keluarga, dan hal tersebut berlaku tidak hanya untuk orang Islam saja, tetapi juga bagi pemeluk non Islam (Qardhawi, 1995).

Dalam rangka kesejahteraan sosial Islam dalam Al Banna (2003) menyebutkan tiga pilar utama yang harus dipenuhi, yaitu :

(1). Tanggung jawab penguasa, bahwa penguasa dalam hal ini kebijakan-kebijakan pemerintah haruslah berpihak kepada kesejahteraan masyarakat.

(2). Penghormatan terhadap aspirasi umat, hal ini menunjukkan adanya model bottom up, dan pentingnya partisipasi masyarakat.

(3). Pemeliharaan kesatuan umat, menunjukkan perlunya stabilitas di dalam masyarakat, perlunya bahu-membahu dan kesetiakawanan sosial dalam masyarakat.

Kosep strategi untuk mempertahankan kehidupan sosial yang efektif dan efisien menurut Amsyari (1990) pada intinya adalah penerapan Islam secara utuh dan penguatan kapasitas organisasi Islam dan pemeluknya. Pemahaman dan pelaksanaan Islam secara utuh yang disertai penguatan kapasitas organisasi dan pemeluknya akan menciptakan kesejahteraan yang sebenarnya. Tidak hanya melihat kesejahteraan dari


(40)

segi ekonomis, namun lebih menekankan pada segi ruhani, sehingga kemiskinan di sini lebih cenderung dibahas pada kemiskinan subjektif. Penjelasan tersebut bukan berarti Islam mengecilkan segi ekonomi, bahkan bagi orang kaya yang dermawan akan mendapatkan posisi istimewa di dalam Islam, sedangkan Islam menolak ketergantungan pada kemurahan individu dan sedekah (Qardhawi, 1995). Berbagai sarana untuk menghadapi kemiskinan dalam Islam adalah sebagai berikut (Qardhawi, 1995) :

1. Bekerja, hal ini merupakan kewajiban bagi mereka yang masih mampu baik secara mental maupun fisik. Pengecualian terhadap kewajiban bekerja berlaku bagi lanjut usia dan mereka yang memiliki keterbatasan fisik dan mental yang tidak memungkinkan bagi mereka untuk bekerja;

2. Jaminan sanak famili yang berkelapangan

3. Zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal. Bagi mereka yang memiliki kelebihan harta (kaya) diwajibkan untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk menyantuni pihak-pihak yang berhak menerimanya;

4. Jaminan baitul mal. Pada pemerintahan kekhalifahan Islam, baitul mal merupakan kas bagi rakyat, sedangkan pada saat sekarang selain merupakan kas juga bisa dibuat secara swadaya dengan sumber dana dari zakat dan sedekah dari umat I slam.

5. Sedekah sukarela

Indikator Kesejahteraan

Indikator kesejahteraan dalam kajian ini didasarkan pada Al-Quran. Menurut sebagian pakar, kesejahteraan sosial yang didambakan Al-Quran tecermin dari surga yang dihuni oleh Adam dan istrinya, sesaat sebelum turunnya mereka melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi (Shihab, 2006). Indikator kesejahteraan berdasarkan Al-Quran adalah :

a. Terpenuhinya kebutuhan dasar: pendidikan, pangan, sandang , papan, dan kesehatan

Gambaran Al-Quran tentang indikator kesejahteraan di surga tersebut adalah:

z

Ν¯=

tæu

ρ

t

Π

yŠ#u

u

!$o

ÿô

œF

{

$#

$y

γ¯=ä.

§Νè

O

öΝåκ

yÎztä

n

?

Ïπ

s

3Í×

¯

n

=

y

ϑø9

$#


(41)

17

”Dan dia ajarkan kepada Adam nama-nama benda semuanya, kemudian dia perlihatkan kepada para malaikat ”(QS.AlBAqarah [2]:31). Hal tersebut menunjukkan pentingnya pendidikan bagi manusia, sehingga pada awal penciptaan manusia, Allah memberikan pelajaran kepada Adam. BKKBN (2004) memberikan indikator dalam hal pendidikan bagi keluarga sejahtera apabila minimal seluruh anggota keluarga yang berusia sepuluh sampai enam puluh tahun dapat membaca, dan anak berusia enam sampai lima belas tahun sedang bersekolah.

Adapun indikator pangan, sandang, dan papan tergambar dalam Al-Quran berikut :

$u

Ζù=à)

ãΠ

yŠ$t

¯

t

ƒ

¨βÎ

)

#x‹

y

δ

A

ρß

‰tã

y

7©9

š

Å

_

÷ρ

t“

Ï9

u

ρ

Ÿ

ξ

%m„

ä

l

¨Ψ

y_

Ì

÷

ãƒ

z

⎯ÏΒ

Ïπ¨Ψ

yf

ø9

$#

#

s

±tFsù

∩⊇⊇∠∪

¨βÎ

)

y

7

s

9

ω

r&

θè

grB

$p

κÏ

ù

Ÿ

ω

u

ρ

3

t

÷

ès?

∩⊇⊇∇∪

y

7¯Ρ

r&u

ρ

Ÿ

ω

(#

àσ

y

ϑô

às?

$p

κÏ

ù

Ÿ

ω

u

ρ

4

©

ys

ô

Òs?

∩⊇⊇®∪

Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang,dan sesungguhnya engkau tidak akan merasa dahaga maupun kepanasan (QS Thaha [20]: 117- 119)

Ayat Al-Quran tersebut menggambarkan keadaan di surga dimana seseorang tidak akan kelaparan, tidak akan telanjang, dahaga, dan tidak pula kepanasan. Hal tersebut merupakan indikator pertama dari kesejahteraan, yaitu sandang pangan, papan (Shihab, 2006), dan ketidakpayahan menunjukkan kualitas kesehatan.

Secara operasional, BKKBN (1994) memberikan indikator kesejahteraan dalam hal sandang, pangan dan papan. Dalam hal pangan, sebuah keluarga dikatakan sejahtera apabila dapat makan lebih dari dua kali sehari dan mampu menyediakan lauk pauk berupa ikan atau daging atau telur lebih dari sekali dalam seminggu. Indikator dalam hal sandang adalah apabila sebuah keluarga mempunyai pakaian yang bebeda untuk di rumah, bekerja/bersekolah, dan bepergian, serta minimal satu tahun sekali mendapatkan satu stel baju baru. Dalam hal papan, keluarga sejahtera minimal memiliki lantai seluas 8 m2 tiap anggota, dan sebagian besar lantai bukan dari tanah. Sedangkan indikator kesehatan adalah apabila ada anggota keluarga yang sakit dapat dibawa ke sarana/petugas kesehatan, dan dapat bertahan minimal tiga bulan tidak sakit.

b. Suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia.


(42)

Indikator tersebut dilukiskan dalam Al-Quran sebagai berikut :

¨βÎ

)

|=

ys

ô

¹r&

Ïπ¨Ψ

pg

ø:

$#

t

Πöθ

u

‹ø9

$#

’Î

û

9≅ä

ó

ä

©

t

βθßγÅ3≈

∩∈∈∪

öΛèε

ö

/

à

S

ã

_

u

ρø

—r&u

ρ

’Î

û

@≅≈

n

ß

n

?

Å7Í←

!#u‘F

{

$#

t

βθä↔Å3§

G

ãΒ

∩∈∉∪

öΝçλ

m

;

$p

κÏ

ù

×π

y

γÅ3≈

Νçλ

m

;

u

ρ

$

¨Β

t

βθã

ã

£

‰t

ƒ

∩∈∠∪

ÖΝ≈

n

=

y™

Zωöθ

s

%

⎯ÏiΒ

5b

>

§

5ΟŠÏ

m

§

∩∈∇∪

Ya Sin [36]: 55-58 : Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan mereka. Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan. Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa saja yang mereka inginkan. Kepada mereka dikatakan ”salam” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.

Al-Thur [52]: 21-23:

t

⎦⎪Ï

%

©

!$#u

ρ

(#

θãΖ

t

Β

#u

öΝåκ÷

Jyèt7

¨

?$#u

ρ

Νåκç

J

−ƒÍh

è

Œ

?⎯≈

y

ϑƒÎ

*

Î

/

$u

Ζø)

pt

ø:

r&

öΝÍκÍ

5

öΝåκ

tJ

−ƒÍh

è

Œ

!$t

Β

u

ρ

Νßγ≈

o

Ψ÷

Gs

9

r&

ô⎯ÏiΒ

ΟÎγÎ=

u

Η

⎯ÏiΒ

&™ó©

4

‘≅ä.

¤

›Í

öΔ

$#

$o

ÿÏ

3

|=|¡x

.

×⎦⎫Ïδ

u‘

∩⊄⊇∪

Νßγ≈

t

Ρ÷

Šy‰

øΒ

r&u

ρ

y

γÅ3≈

x

Î

/

5Οó

ss

9

u

ρ

$

£ϑÏiΒ

t

βθåκ

tJ

ô

±o

∩⊄⊄∪

t

βθã

ãt“

o

Ψ

oKt

ƒ

$p

κÏ

ù

$

U

ù

(x

.

ω

×θø

ós

9

$p

κÏ

ù

Ÿ

ω

u

ρ

ÒΟŠÏ

O

ù

's?

∩⊄⊂∪

Artinya : Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka di dalam surga, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal kebajikan mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya. Dan Kami berikan kepada mereka tambahan berupa buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini. Mereka saling mengulurkan gelas yang isinya tidak menimbulkan ucapan yang tidak berfaedah ataupun perbuatan dosa.

Shihab (2006) menyebutkan kandungan dalam ayat-ayat tersebut, bahwa kesejahteraan yang digariskan oleh Al-Quran berupa suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia. Indikator kedua ini merupakan indikator yang berkaitan dengan interaksi dengan orang lain. Suasana damai dan harmonis menyangkut kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Berdasarkan pemaparan Iskandar dan Nitimihardjo (1992), indikator operasional suasana damai dan harmonis dalam bertetangga dan bermasyarakat tersebut adalah berkurangnya pertengkaran, bertambahnya musyawarah, bertambahnya rasa hormat-menghormati, bertambahnya sikap saling tolong-menolong, dan sikap kekeluargaan.

Perbedaan dari indikator menurut Al-Quran dan indikator kesejahteraan lainnya adalah adanya prasyarat untuk mencapai kesejahteraan dengan indikator-indikator


(43)

19

tersebut. Prasyarat tersebut adalah kepatuhan/ketaatan pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut dijelaskan oleh Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 38 :

$o

Ψù=è%

(#

θä

Ü

Î

7

÷δ

$#

$p

κ÷]ÏΒ

$

Y

è

ŠÏΗ

sd

(

$

¨ΒÎ

*sù

Νä3¨Ψ

t

Ï

?

ù

't

ƒ

©Íh_ÏiΒ

“W

èδ

y

ϑ

Î

7s?

y

#y‰

èδ

Ÿ

ξ

ì∃öθ

yz

öΝÍκö

n

=

Ÿ

ω

u

ρ

öΝèδ

t

βθçΡ

t“

ø

ts

∩⊂∇∪

Artinya :”Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu (hai Adam, setelah engkau berada di dunia, maka ikutilah). Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tiada ketakutan menimpa mereka dan tiada pula kesedihan”, (QS.Al-Baqarah [2]: 38). Jadi sebenarnya indikator utama kesejahteraan menurut Islam adalah kepatuhan kepada Allah, Tuhan Semesta Alam. Kepatuhan kepada Allah tersebut secara operasional dapat dinilai berdasarkan keteraturan menjalankan ibadah (BKKBN,2004), dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam seluruh sendi kehidupan (Sabiq, 1994).

Indikator Kapasitas Kelembagaan Masjid

Indikator kapasitas kelembagaan masjid secara umum sama dengan indikator kelembagaan yang telah dijelaskan di atas (pada sub-sub bab Penguatan Kapasitas Kelembagaan). Indikator secara khusus kapasitas kelembagaan masjid berkaitan dengan peran dan fungsinya. Kata masjid secara etimologi berarti tempat sujud, sehingga sekilas, masjid hanya ditujukan untuk sholat saja. Peran masjid sebenarnya tidak hanya terbatas hanya untuk kegiatan sholat saja. Al-Buthi (2004) menggambarkan bahwa Rasulullah menjadikan masjid sebagai pembinaan pertama untuk menegakkan masyarakat Islam yang kokoh dan terpadu. Perbedaan status ekonomi, sosial, ras, dan atribut lainnya dihilangkan di dalam masjid, sehingga tidak ada kesenjangan antar Umat Islam, sehingga semangat persaudaraan pun dapat dibina dengan lebih baik. Melalui masjid juga dilakukan kegiatan transfer pengetahuan keagamaan dan penanaman keyakinan secara lengkap.

Masjid mempunyai dua buah potensi sekaligus bagi Umat Islam, yaitu hablumminallah (keterkaitannya dengan Allah) dan hablumminannas (keterkaitannya dengan sesama manusia). Allah menjelaskan tentang fungsi masjid dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 108-109 berikut :


(44)

Ÿ ω

ó

Οà)s?

Ï

μ‹Ïù

#Y‰t/r&

4

î

‰Éfó¡yϑ©9

}

§Åc™é&

’n?tã

3

“uθø)−G9$#

ô

⎯ÏΒ

É

Α¨ρr&

B

Θöθtƒ

,ymr&

βr&

t

Πθà)s?

Ï

μ‹Ïù

4

Ï

μ‹Ïù

×

Α%y`Í‘

š

χθ™7Ïtä†

βr&

(

#ρã£γsÜtGtƒ

4

ª

!$#uρ

=Ïtä†

š

⎥⎪ÌÎdγ©Üßϑø9$#

∩⊇⊃∇∪

ô

⎯yϑsùr&

š

[¢™r&

…çμuΖ≈u‹ø⊥ç/

4

’n?tã

3

“uθø)s?

š

∅ÏΒ

«

!$#

A

β≡uθôÊÍ‘uρ

î

öyz

Πr&

ô

⎯¨Β

}

§¢™r&

…çμuΖ≈u‹ø⊥ç/

4

’n?tã

$xx©

>

∃ãã_

9

‘$yδ

u

‘$pκ÷Ξ$$sù

⎯ÏμÎ/

’Îû

Í

‘$tΡ

t

Λ©⎝yγy_

3

ª

!$#uρ

Ÿ

ω “ωöκu‰

t

Πöθs)ø9$#

š

⎥⎫ÏϑÎ=≈©à9$#

∩⊇⊃®∪

Artinya: Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih (108); Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim (109).

Berdasarkan kedua ayat tersebut, masjid berfungsi untuk meraih taqwa dan didirikan atas dasar taqwa. Adapun ciri-ciri taqwa dijelaskan oleh Allah dalam surat An-Nisa ayat 36, surat Al-Anbiya ayat 107, dan surat Asy-Syu’araa’ ayat 181-183 yang menekankan pada perintah untuk berbuat baik pada sesama manusia, serta surat Al-Imron ayat 133-134 berikut :

*

(

#þθããÍ‘$y™uρ

4

’n<Î)

;

οtÏøótΒ ⎯ÏiΒ

ö

Νà6În/§‘

>

π¨Ψy_uρ

$yγàÊótã

ß

N≡uθ≈yϑ¡¡9$#

Þ

Úö‘F{$#uρ

ô

N£‰Ïãé&

t

⎦⎫É)−Gßϑù=Ï9 ∩⊇⊂⊂∪

t

⎦⎪Ï%©!$#

t

βθà)ÏΖム’Îû

Ï

™!#§œ£9$#

Ï

™!#§œØ9$#uρ

t

⎦⎫ÏϑÏà≈x6ø9$#uρ

x

áø‹tóø9$#

t

⎦⎫Ïù$yèø9$#uρ

Ç

⎯tã

Ä

¨$¨Ψ9$#

3

ª

!$#uρ

=Ïtä†

š

⎥⎫ÏΖÅ¡ósßϑø9$#

∩⊇⊂⊆∪

Artinya : ”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (133), (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (134)”.

Jadi masjid dipergunakan atas dasar dan untuk mewujudkan taqwa yang berarti masjid tidak hanya digunakan untuk melaksanakan ibadah ritual (sholat) saja, tetapi juga digunakan untuk berbuat kebaikan kepada sesama manusia yang dapat diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam rangka peningkatan kesejahteraan .

Chamsyah (2003) menjelaskan bahwa masjid juga mempunyai peran sosial yang potensial. Peran tersebut menyangkut aspek-aspek kegiatan spiritual, memelihara nilai-nilai sosial, wadah hubungan sosial, sentra zakat sebagai alat kohesi sosial dan pendukung terwujudnya masyarakat madani.


(45)

21

Aspek-aspek kegiatan spiritual tersebut akan membuat manusia menjadi manusia seutuhnya. Hal tersebut sesuai dengan fitrah manusia yang cenderung untuk kembali kepada Tuhannya. Keinginan manusia yang tidak terbatas akan dapat dikendalikan oleh kepatuhannya kepada Allah, sehingga sifat tamak dan serakah dapat dihindari. Masjid juga berperan dalam bidang sosial. Sebagai tempat berkumpulnya umat Islam yang heterogen, disertai dengan solidaritas kesamaan keyakinan, maka masjid merupakan wadah dalam hubungan sosial yang sekaligus akan memelihara nilai-nilai sosial di dalamnya. Zakat yang diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin akan menjadi lem perekat, sehingga terjadi kohesi sosial lintas struktur masyarkat, sehingga timbul rasa saling mencintai dan saling menyayangi menuju terwujudnya masyarkat madani.

Ayub, dkk (2001) juga menyebutkan beberapa fungsi masjid yang sangat berguna untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut adalah :

1. masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT;

2. masjid adalah tempat kaum muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin / keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian;

3. masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat;

4. masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan, dan pertolongan;

5. masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan kegotong-royongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama;

6. masjid dengan majelis taklimnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin;

7. masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pimpinan umat;

8. masjid sebagai tempat pengumpulan dana, menyimpan, dan membagikannya, dan

9. masjid sebagai tempat melaksanakan pengaturan dan supervisi sosial

Ternyata fungsi dan peran masjid yang sesungguhnya tidaklah sesempit yang selama ini terlihat dalam masyarakat. Lima indikator-indikator kapasitas kelembagaan yang telah dijelaskan di atas haruslah dilandasi dengan peran dan fungsi masjid tersebut. Artinya baik indikator kepemimpinan, proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar dinilai berdasarkan arah dan keberhasilannya dalam mencapai kesejahteraan masyarakat sesuai dengan peran dan fungsi masjid yang sebenarnya dengan indikator kesejahteraan yang telah disebutkan di atas.


(1)

99

8. Bertindak sebagai narasumber adalah fasilitator, tokoh agama, dan tokoh masyarakat

C. Tindak Lanjut FGD

1. Menyusun data hasil pelaksanaan FGD 2. Mengolah data hasil FGD


(2)

LAMPIRAN 2 Daftar Pertanyaan A. Pengurus Musholla

1. Bagaimana kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran pada umumnya? 2. Bagaimana kesejahteraan jamaah musholla?

3. Bagaimana kesejahteraan anda?

4. Bagaimana pelaksanaan ibadah masyarakat Desa Banjaran? 5. Bagaimana pelaksanaan ibadah jamaah musholla?

6. Bagaimana pelaksanaan ibadah anda?

7. Bagaimana seharusnya peran musholla menurut anda? 8. Apa saja kekurangan musholla khoirus subban?

9. Bagaimana anda melaksanakan bidang kepengurusan anda? 10.Bagaimana pelaksanaan pengurus lain?

11.Apa saja program musholla yang mendukung kesejahteraan? 12.Bagaimana komentar anda tentang program tersebut?

13.Bagaimana seharusnya program musholla? 14.Berapa kali dalam seminggu pengurus rapat? 15.Bagaimana dukungan jamaah?

16.Sejauh mana keterlibatan warga dalam penyusunan program? 17.Apakah ada keluhan dari jamaah?

18.Bagaimana cara menampung saran/keluhan jamaah? 19.Bagaimana menindaklanjuti keluhan jamaah?

20.Bagaimana dukungan dari luar/kerjasama dengan pihak luar? 21.Apa kendala yang ditemui pengurus?

22.Bagaimana usul anda untuk mengatasi kendala tersebut? 23.Bagaimana alokasi sumber daya yang ada?

24.Bagaimana kepemimpinan musholla?

B. Jamaah

1. Bagaimana kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran pada umumnya? 2. Bagaimana kesejahteraan jamaah musholla?


(3)

101

3. Bagaimana kesejahteraan anda?

4. Bagaimana pelaksanaan ibadah masyarakat Desa Banjaran? 5. Bagaimana pelaksanaan ibadah jamaah musholla?

6. Bagaimana pelaksanaan ibadah anda?

7. Bagaimana harapan anda akan kesejahteraan? 8. Sejauh mana anda mengenal Islam?

9. Sejauh mana anda melaksanakan Islam? 10.Apa program musholla yang anda ketahui?

11.Bagaimana manfaat yang anda rasakan dari musholla tersebut? 12.Bagaimana seharusnya program musholla?

13.Bagaimana kepengurusan musholla sekarang? 14.Bagaimana seharusnya kepengurusan musholla?

15.Sejauh mana keterlibatan anda dalam program musholla? 16.Apa kendala keterlibatan anda tersebut?

17.Apa tanggapan anda tentang fasilitas musholla? 18.Bagaimana seharusnya fasilitas musholla? 19.Bagaimana kepemimpinan di musholla? 20.Bagaimana alokasi sumber daya yang ada?

C. Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat

1. Bagaimana kesejahteraan masyarakat Desa Banjaran pada umumnya? 2. Bagaimana kesejahteraan jamaah musholla?

3. Bagaimana pelaksanaan ibadah masyarakat Desa Banjaran? 4. Bagaimana pelaksanaan ibadah jamaah musholla?

5. Bagaimana hubungan Islam dengan kesejahteraan? 6. Bagaimana hubungan Musholla dengan kesejahteraan?

7. Bagaimana pandangan anda tentang pengelolaan musholla sekarang? 8. Bagaimana seharusnya pengelolaan musholla?

9. Bagaimana prospek musholla terhadap kesejahteraan? 10.Bagaimana harapan anda secara umum?


(4)

Foto 1 : Kantor Desa Banjaran

Foto 2 : Masjid Mujtahidin Desa Banjaran


(5)

Foto 4 : Musholla Khoirus Subban

Foto 5 : Pelaksanaan Sholat Berjamaah


(6)

Foto 7: Rehab Tempat Wudu Musholla Khoirus Subban

Foto 8 : Pelaksanaan FGD