Model Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove Berkelanjutan Di Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

MODEL PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG
MANGROVE BERKELANJUTAN DI BATU AMPAR,
KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

ENDANG KARLINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Model
Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove di Batu Ampar,
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Endang Karlina
NIM P062110031

RINGKASAN
ENDANG KARLINA. Model Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung
Mangrove Berkelanjutan di Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan
Barat. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA, MARIMIN dan M. BISMARK.
Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimatan Barat
memiliki potensi hutan lindung mangrove yang mengalami tekanan terhadap
fungsinya karena meningkatnya kebutuhan ekonomi masyarakat. Hutan lindung
mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam pesisir yang sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan. Perubahan yang terjadi akan mempengaruhi
ekosistem lainnya sehingga perlu perencanaan pengelolaan yang seimbang antara
kebutuhan ekonomi dan jasa lingkungan. Pertambahan penduduk dan kebutuhan

ekonomi yang semakin meningkat, terutama di wilayah pesisir, mengakibatkan
adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan hutan lindung mangrove
secara berlebihan serta tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku saat ini.
Tujuan umum penelitian ini adalah menyusun model perencanaan
pengelolaan hutan lindung mangrove berkelanjutan di Kecamatan Batu Ampar,
Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimatan Barat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dilakukan kajian terhadap: (i) implementasi peraturan perundangan
terkait pengelolaan hutan lindung mangrove; (ii) nilai manfaat ekonomi hutan
lindung mangrove; (iii) status keberlanjutan pengelolaan hutan lindung mangrove.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada implementasi peraturan
perundangan dalam pengelolaan hutan lindung mangrove, persepsi dan
pemahaman para pemangku kewenangan di Kabupaten Kubu Raya terhadap PP
6/2007 jo PP 3/2008 dan PP 38/2007 mempunyai tingkat persepsi yang sama,
yaitu peraturan mudah dipahami, namun terdapat kekakuan dalam
mengimplementasikannnya. Kondisi tersebut berdampak dan tercermin di
lapangan. Pada pemanfaatan hutan lindung mangrove yang selama ini dilakukan
masyarakat ataupun pengguna lainnya, masih banyak ditemukan pemanfaatan
yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. Nilai manfaat ekonomi hutan
lindung mangrove yang paling tinggi adalah nilai manfaat keberadaan (77.75%),
diikuti nilai manfaat tidak langsung (10.98%), nilai manfaat langsung (8.32%) dan

nilai manfaat pilihan (2.95%).
Status keberlanjutan pengelolaan hutan lindung mangrove di Kecamatan
Batu Ampar adalah cukup berkelanjutan (54.59%) pada kriteria ekologi; dan
kurang berkelanjutan pada kriteria ekonomi (34.06%) dan kriteria sosial
(42.03%). Berdasarkan hasil analisis, strategi alternatif prioritas yang paling
sesuai untuk perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove di Kecamatan
Batu Ampar adalah pertama, penataan kawasan hutan lindung mangrove; kedua,
pemanfaatan hutan lindung mangrove berbasis zonasi; ketiga, peningkatan
partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove;
keempat, peningkatan nilai manfaat hutan lindung mangrove; dan kelima,
penyelesaian konflik hutan lindung mangrove.
Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa sub-elemen pada kelima elemen,
yaitu elemen tujuan; elemen perubahan yang dimungkinkan; elemen indikator;
elemen kendala dan elemen lembaga yang terlibat, tidak ditemukan sub elemen

yang berada dalam kuadran autonomous. Hal ini berarti bahwa kelima elemen
dengan masing-masing 10 sub elemen yang disertakan tersebut merupakan elemen
yang dekat dan saling terkait dalam program penataan kawasan hutan lindung
mangrove. Untuk menjamin perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove
yang berkelanjutan tersebut diperlukan model kelembagaan yang menggambarkan

posisi dan peran para stakeholders. Dari 10 stakeholders yang terdapat dalam
elemen kelembagaan tersebut terdapat stakeholders kunci, yaitu Dinas Kehutanan
Provinsi Kalimatan Barat.
Kata kunci: hutan lindung, mangrove, model perencanaan, pengelolaan hutan,
pembangunan berkelanjutan

SUMMARY
ENDANG KARLINA. Model of Sustainable Protected Mangrove Forest
Management Planning in Batu Ampar, Kubu Raya District, West Kalimantan.
Supervised by CECEP KUSMANA, MARIMIN and M. BISMARK.
Sub District of Batu Ampar, Kubu Raya, West Kalimantan Province has the
potential of mangrove protected forests where function is under pressure because
of community growing economic needs. Mangrove protected forest is one of the
particularly vulnerable coastal natural resources facing environmental changes.
The changes that occur will affect other ecosystems so it needs balance
management planning between economic needs and environmental services.
Population growth and economic needs are increasing, especially in coastal areas,
causing changes on land use and excessive utilization of protected mangrove
forest, and also inappropriate applied regulations.
The objective of this study was to develop a model of sustainable protected

mangrove forest management planning in the district of Batu Ampar, Kubu Raya,
West Kalimantan Province. To achieve this objective then a study was conducted
about: (i) the implementation of legislation related to the protected mangrove
forest management; (ii) the value of economic benefits of protected mangrove
forest; (iii) the sustainability status of protected mangrove forest management.
The research result indicates that legislation implemented on Kubu Raya
mangrove protected forest, stakeholders’ perception and understanding about PP
No. 6/2007, PP No. 3/2008 and PP No 38/2007 have the same score level. Those
legislations are easy to understand, yet there is still an inflexible implementation.
This condition affects and generates damages on mangrove protected forest.
There are still a lot of inappropriate utilization to the government regulations in
utilization of protected mangrove forests conducted by community or other users.
The economic benefits value of protected mangrove forest are: the existence value
is the highest value (77.75%), followed by the indirect benefits value (10.98% ),
the direct benefits value (8:32%) and the benefit options value (2.95%).
Sustainability status of protected mangrove forest in the district of Batu
Ampar is Moderatelly Sustainable (54.59%) on ecological criteria; Marginally
Sustainable on economic criteria (34.06%) and social criteria (42.03%). Based on
the analysis, the most appropriate priority alternative strategies for the
management planning of protected mangrove forest in district of Batu Ampar are:

first, the arrangement of protected mangrove forest; second, zoning based
protected mangrove forest utilization; third, increasing community participation in
protected mangrove forest management planning; fourth, increasing the benefits
value of protected mangrove forest; and fifth, conflict resolution in protected
mangrove forest.
The result of ISM analysis showed that all five elements namely goal,
possible change; indicator; obstacle, and institution do not have sub elements in
quadrant autonomous. This means those five elements with their ten sub-elements
are very closed and related one to one another about mangrove protected forest
arrangement program. To ensure the sustainable protected mangrove forest
management planning, it needs an institutional model which describe the position

and role of necessary stakeholders. From ten stakeholders of this institutional
element, the key stakeholder is West Kalimantan Provincial Forestry Office.

Keywords: protected forests, mangrove, planning model, forest management,
sustainable development

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG
MANGROVE BERKELANJUTAN DI BATU AMPAR,
KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

ENDANG KARLINA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

Penguji Luar Komisi pada Ujian:

Tertutup

: 1. Prof (R). Dr. Ir. Nina Mindawati, Msi
(Peneliti Utama, Pusat Litbang Hutan, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
2. Dr.Ir. Iwan Hilwan, MS
(Departemen Silvikultur, Institut Pertanian Bogor)

Promosi Terbuka

: 1. Prof (R). Dr.Ir. Nina Mindawati, Msi

(Peneliti Utama, Pusat Litbang Hutan, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
2. Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS
(Departemen Silvikultur, Institut Pertanian Bogor)

3
Judul Disertasi : Model Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove
Berkelanjutan di Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya,
Kalimantan Barat
Nama
: Endang Karlina
NIM
: P062110031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS
Ketua


Prof Dr Ir Marimin MSc
Anggota

Prof (R) Dr H M Bismark MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS

Dr Ir Dahrul Syah MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup
Tanggal Ujian Promosi


Tanggal Lulus:

: 22 Juli 2016
: 18 Agustus 2016

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Sebagai aparat
pemerintah pusat, penulis mempunyai minat yang tinggi di bidang manajemen
kawasan konservasi berkelanjutan, sehingga tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai dengan September tahun 2015 ini
berjudul Model Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove
Berkelanjutan di Batu Ampar, Kalimantan Barat.
Selanjutnya, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1 Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS selaku Ketua Komisi Pembimbing,
Bapak Prof Dr Ir Marimin MSc dan Bapak Prof (R) Dr H M Bismark MS selaku
Aanggota Komisi Pembimbing, yang telah penuh kesabaran membimbing
penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi ini.
2 Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS dan Dr Ir Widiatmaka DEA, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB.
3 Bapak Kepala Badan Litbang dan Inovasi serta Bapak Kepala Pusat Litbang
Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah memberi
kesempatan kepada penulis melanjutkan pendidikan Program Strata-3.
4 Rekan-rekan pada Pusat Litbang Hutan yang telah membantu dan memberi
semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan ini.
5 Bapak Kepala Dinas Kehutanan beserta Staf Provinsi Kalimantan Barat dan
Kabupaten Kubu Raya, Kepala BAPPEDA Kabupaten Kubu Raya, Bapak
Camat Batu Ampar serta para Kepala Desa beserta Staf, yang telah membantu
selama pengumpulan data dan informasi, juga kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian disertasi ini.
6 Seluruh keluarga, sahabat dan yang terkasih atas segala doa, kasih sayang,
pengorbanan yang tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Endang Karlina

5

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

i

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN
1

2

3

4

5

PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................
Perumusan Masalah ...............................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................
Kerangka Penelitian ...............................................................................
Kebaruan atau Novelty

xii
1
4
5
5
5
8

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi, dan Ruang Lingkup Sumberdaya Mangrove
Penyebaran dan Permasalahan Mangrove di Indonesia
Pemanfaatan Hutan Lindung Mangrove
Pembangunan Berkelanjutan
Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove Berkelanjutan
Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove
Rapid Appraisal Analysis (RAP)
Multi Dimensional Scalling (MDS)
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Interpretative Structural Modeling (ISM)

10
11
12
14
17
19
20
21
24
25

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Umum Kawasan Hutan Mangrove Batu Ampar
Kondisi Fisik
Komponen Biologi
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya

27
29
29
31

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Rancangan Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengambilan Sampel
Tahapan Penelitian
Metode Analisis

33
34
34
35
36
38

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENGELOLAAN
HUTAN
LINDUNG
MANGROVE
DI
KABUPATEN KUBU RAYA
Pendahuluan

48

6
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

49
50
57
59

6 PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MANGROVE BERBASIS
NILAI MANFAAT DI KECAMATAN BATU AMPAR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Analisis Data
Hasil
Pembahasan
Simpulan

61
62
64
66
70
74

7 STATUS KEBERLANJUTAN PERENCANAAN PENGELOLAAN
HUTAN LINDUNG MANGROVE DI KECAMATAN BATU
AMPAR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

75
76
78
85
89

8 MODEL PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG
MANGROVE BERKELANJUTAN DI KECAMATAN BATU
AMPAR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

90
91
94
109
113

9 PEMBAHASAN UMUM ........................................................................
Implementasi Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Hutan
Lindung Mangrove di Kabupaten Kubu Raya
Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove Berbasis Nilai Manfaat
di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya
Status Keberlanjutan Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung
Mangrove di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya
Strategi Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove di
Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya
Struktural Sistem Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove
di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya
Model Perencanaan Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove
Berkelanjutan di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya
Keterbatasan Penelitian
Implikasi Manajerial

115
118
121
122
124
124
126
126

7
10 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

128
130

DAFTAR PUSTAKA

131

LAMPIRAN

140

RIWAYAT HIDUP

155

8

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

23
24
25
26
27
28
29
30

Penelitian yang relevan
Matriks Pembangunan Berkelanjutan
Potensi mangrove pada beberapa kawasan hutan lindung di
Kecamatan Batu Ampar
Kondisi tingkat kerusakan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya
Jenis vegetasi mangrove di sekitar lokasi penelitian
Desa-desa di Kecamatan Batu Ampar
Jenis pemanfaatan lahan di Kecamatan Batu Ampar
Jenis dan sumber data
Rancangan dan tahapan penelitian
Atribut keberlanjutan perencanaan pengelolaan hutan lindung
mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten
Kubu Raya, Kalimatan Barat
Kategori status keberlanjutan pengelolaan hutan lindung mangrove
berdasarkan nilai indeks hasil analisis Rap-MPforest
Nilai dan definisi pendapat kualitatif
Pelaksanaan PP 6/2007 jo PP 3/2008 khususnya pasal-pasal terkait
pengelolaan hutan lindung
Pelaksanaan PP 38/2007 di Kabupaten Kubu Raya Provinsi
Kalimatan Barat
Pengumpulan data
Pendekatan untuk menentukan nilai manfaat ekonomi hutan lindung
mangrove
Nilai manfaat langsung ekosistem hutan lindung mangrove di
Kecamatan Batu Ampar
Total nilai manfaat ekosistem mangrove Kecamatan Batu Ampar,
Kabupaten Kubu Raya
Persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan lindung mangrove
Kategori indeks dan status keberlanjutan
Nilai stress
Indikator keberlanjutan perencanaan pengelolaan hutan lindung
mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten
Kubu Raya, Kalimatan Barat
Nilai indeks keberlanjutan pada masing-masing kriteria
Hasil analisis Rap-MPforest untuk beberapa parameter statistik
Indikator kunci pengelolaan hutan lindung mangrove berkelanjutan
Hubungan kontekstual antar elemen-elemen model
Para aktor yang berperan dalam perencanaan pengelolaan hutan
lindung mangrove
Hasil agregasi bobot pengolahan unsur dimensi terhadap aktor dalam
perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove
Hasil agregasi bobot pengolahan unsur faktor terhadap dimensi dalam
perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove
Hasil agregasi bobot pengolahan alternatif strategi terhadap faktor
penting dalam perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove

8
15
27
30
30
31
32
35
36

38
43
43
52
55
62
63
66
68
68
78
78

79
84
85
86
94
95
96
96
97

9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Kerangka pikir penelitian model perencanaan pengelolaan hutan
lindung mangrove
Segitiga konsep Pembangunan Berkelanjutan
Peta kawasan hutan dan konservasi perairan Kecamatan Batu Ampar
berdasarkan SK 733/Kpts-II/2014
Lokasi penelitian
Tahapan analisis keberlanjutan menggunakan MDS dengan aplikasi
Rap-MPforest
Ilustrasi indeks keberlanjutan perencanaan pengelolaan sumberdaya
hutan sebesar 60 persen
Tahapan analisis model struktur program perencanaan pengelolaan
hutan mangrove menggunakan Interpretative Structural Modelling
Tahapan penelitian
Persepsi masing-masing instansi terhadap PP 6/2007 jo PP 3/2008
Persepsi masing-masing instansi terhadap PP 38/2007
Tahapan analisis keberlanjutan menggunakan MDS dengan aplikasi
Rapfish
Status keberlanjutan pada kriteria ekologi
Nilai sensitivitas masing-masing indikator pada kriteria ekologi
Status keberlanjutan pada kriteria ekonomi
Nilai sensitivitas masing-masing indikator pada kriteria ekonomi
Status keberlanjutan pada kriteria sosial
Nilai sensitivitas masing-masing indikator pada kriteria sosial
Status keberlanjutan pengelolaan hutan lindung mangrove di Batu
Ampar
Diagram layang-layang status keberlanjutan pengelolaan hutan
lindung mangrove di Batu Ampar
Tahapan penelitian
Struktur hirarki perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove
secara berkelanjutan
Alternatif strategi perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove
di Kecamatan Batu Ampar
Struktur elemen tujuan dalam perencanaan pengelolaan hutan lindung
mangrove
Struktur elemen perubahan yang dimungkinkan dalam perencanaan
pengelolaan hutan lindung mangrove
Struktur elemen indikator untuk menilai perencanaan pengelolaan
hutan lindung mangrove
Hubungan driver power–dependence pada elemen kendala utama
program penataan kawasan hutan lindung mangrove
Struktur elemen lembaga yang terlibat perencanaan pengelolaan hutan
lindung mangrove
Model perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove di
Kecamatan Batu Ampar

7
16
28
33
41
42
46
47
56
57
77
80
80
81
81
82
82
83
84
92
93
97
99
100
102
104
106
108

10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

6

7

Nilai manfaat langsung hutan lindung mangrove
Nilai manfaat tidak langsung hutan lindung mangrove
Nilai manfaat pilihan hutan lindung mangrove
Nilai manfaat keberadaan hutan lindung mangrove
Atribut keberlanjutan perencanaan pengelolaan hutan lindung
mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten
Kubu Raya, Kalimatan Barat
Indikator dan skor keberlanjutan perencanaan pengelolaan kawasan
hutan lindung mangrove di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten
Kubu Raya, Kalimatan Barat
Peraturan perundangan dalam pengelolaan mangrove

140
143
144
145

146

147
154

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Paradigma pembangunan wilayah pesisir diantaranya adalah kawasan hutan
mangrove sejak tahun 1990 sampai sekarang berfokus pada pembangunan
berkelanjutan. Prinsip pembangunan berkelanjutan mempunyai empat efek utama
dalam pengelolaan sumberdaya pesisir. Efek umumnya adalah pengaruh terhadap
keseluruhan konteks pengambilan keputusan dengan mengintegrasikan konsep
keadilan, lingkungan dan ekonomi. Tiga efek khusus terdapat pada dimensi
ekonomi, pengelolaan sumberdaya lingkungan dan pembangunan sosial budaya
(Kay dan Alder 2003). Bengen (2003) menyatakan bahwa pencapaian tujuan dari
pengelolaan hutan mangrove secara lestari adalah bagaimana menggabungkan
antara kepentingan ekologi (konservasi hutan mangrove), ekonomi dan
kepentingan sosial. Pencapaian tujuan suatu kebijakan yang telah ditetapkan
memerlukan keterpaduan yang efektif dari para praktisi, peneliti dan berbagai
stakeholders untuk berbagai pandangan, pengetahuan dan pengalaman (Yaffee
1999).
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) lahir dan
telah disepakati secara luas sejak diselenggarakannya United Nation Conference
on the Human Environment di Stockholm tahun 1972 (WCED 1987). Konsep
pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi dan
sosial telah diadopsi oleh setiap negara untuk diimplementasikan dalam kegiatan
pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga tahap evaluasi.
Kebijakan pembangunan dunia saat ini dan ke depan mengarah kepada
pengelolaan sumberdaya alam secara bijaksana yang berazaskan konservasi tanpa
menyebabkan kerusakan lingkungan (Alikodra 2002).
Luas total mangrove di dunia adalah sekitar 181 000 km2 (Spalding et al.
1997). Sekitar 23% dari luasan ini terdapat di Indonesia. Luas kawasan mangrove
di Indonesia berdasarkan data dari Badan Informasi Geospasial tahun 2009 adalah
3 244 018.46 ha, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan
Nusa Tenggara Timur serta Papua (Bakosurtanal 2009). Kerusakan hutan
mangrove di Indonesia lebih banyak diakibatkan oleh pembangunan tambak dan
aktivitas pengambilan kayu (logging). Konversi lahan mangrove menjadi areal
tambak terutama terjadi di Jawa, Sulawesi dan Sumatera. Pemanfaatan produk
mangrove secara lokal di antaranya untuk kayu konstruksi, kayu bakar, gula nipah
untuk produksi gula dan daun nipah untuk atap. Pemanfaatan secara komersil
meliputi produksi arang dan lahan yang lebih luas untuk areal konsesi
pengambilan kayu (Spalding et al. 1997).
Kabupaten Kubu Raya yang secara administratif terletak di Propinsi
Kalimantan Barat, merupakan salah satu wilayah yang memiliki hamparan hutan
mangrove dengan luas total ±99 532.90 ha, tersebar di empat kecamatan, yaitu:
Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Kubu, Kecamatan Teluk Pakedai dan
Kecamatan Sungai Kakap. Kawasan mangrove di Kabupaten Kubu Raya terdiri
atas ±54 412 ha hutan lindung (HL), ±1 118.5 ha hutan produksi (HP), ±26 335 ha
hutan produksi terbatas (HPT), ±5 260.5 ha hutan produksi konversi (HPK) dan

2
±12 406 ha areal penggunaan lain (APL) (Dinas Perkebunan, Kehutanan dan
Pertambangan Kabupaten Kubu Raya 2012).
Pemanfaatan hutan lindung mangrove di Kabupaten Kubu Raya yang
dilakukan oleh masyarakat terjadi sejak puluhan tahun yang lalu dengan pola
turun temurun. Jenis pemanfaatan hutan lindung mangrove selama ini, selain
pengambilan jenis-jenis ikan dan kepiting, juga pemanfaatan kawasan hutan
berupa pengambilan bahan baku arang mangrove dan tambak. Kegiatan
pemanfaatan ini mendapat legalitas dari Dewan Pemerintah Daerah Pontianak
dalam bentuk Ijin Pemilikan Dapur Arang dan Pengelolaan Hutan sejak tahun
1949. Lokasi hutan yang diberikan ijin tersebut berada di sekitar Batu Ampar
(Sungai Limau sampai Sukamaju dan Pulau Panjang) (LPP Mangrove 2002). Pada
perkembangan berikutnya, fungsi hutan mangrove sebagai tempat pengambilan
kayu bakau untuk bahan baku arang tersebut diubah menjadi Hutan Lindung
berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) melalui Keputusan Menteri
Pertanian No.757/Kpts/UM/10/1982, diperkuat dengan Peraturan Daerah No.1
Tahun 1995 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Kalimantan
Barat dan paduserasi RTRWP dan TGHK pada tahun 1999.
Berdasarkan perubahan fungsi kawasan tersebut, seluruh kegiatan atau
aktivitas terkait dalam pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat dalam
pengambilan bahan baku arang dan tambak, khususnya di wilayah Kecamatan
Batu Ampar dinilai ilegal karena kawasan mangrove tersebut saat ini berstatus
hutan lindung (LPP Mangrove 2002). Pasca diterbitkannya SK Menteri
Kehutanan dan Perkebunan 259/Kpts-II/2000 (SK Menhutbun 259/Kpts-II/2000)
tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi Kalimantan
Barat seluas 9 178 760 Hektar, aktivitas pengambilan kayu mangrove di hutan
lindung masih terus berlangsung sampai sekarang. Hal ini berdasarkan jumlah
dapur arang yang semakin bertambah, dari 90 unit pada tahun 2000 (LPP
Mangrove 2000) menjadi 264 unit pada tahun 2012 (Dinas Perkebunan,
Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Kubu Raya 2012).
Peraturan perundangan yang mengatur atau terkait dengan pengelolaan
hutan lindung sudah banyak yang diterbitkan oleh pemerintah, mulai dari
peraturan yang tertinggi, yakni UUD 1945 hingga peraturan daerah. Dalam
penelitian ini terdapat dua peraturan perundangan yang dikhususkan untuk dikaji,
yaitu PP 6/2007 jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan dan PP 38/2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di bidang Kehutanan.
Pemanfaatan hutan termasuk hutan lindung sendiri diatur dalam beberapa
peraturan perundangan seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.
6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan. Pada pasal 17 (ayat 1) disebutkan bahwa “pemanfaatan hutan
bertujuan untuk memperoleh manfaat dan jasa hutan secara optimal, adil, dan
lestari bagi kesejahteraan masyarakat". Selanjutnya pada ayat 2, “pemanfaatan
hutan dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa
lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan pemungutan hasil hutan
bukan kayu". Pada pasal 23 (ayat 1) disebutkan bahwa “pemanfaatan hutan pada
hutan lindung dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu.

3
Selanjutnya pada ayat 2 disebutkan bahwa “dalam blok perlindungan dilarang
melakukan kegiatan pemanfaatan hutan seperti pada ayat 1. Dengan kondisi
tersebut, terlihat bahwa pemanfaatan areal hutan lindung di Kabupaten Kubu Raya
masih ada yang tidak sesuai dengan peruntukannya seperti pembukaan tambak,
pemanfaatan kayu untuk bahan baku arang, tiang pancang, dan areal pemukiman
khususnya di Kecamatan Batu Ampar.
Penunjukan kawasan lindung mangrove di Kabupaten Kubu Raya saat ini
masih dipermasalahkan oleh masyarakat setempat, terutama masyarakat di
wilayah Kecamatan Batu Ampar yang merasa tidak dilibatkan dalam proses
penunjukan kawasan. Sementara masyarakat merasa telah lebih dahulu berada
dalam kawasan hutan lindung mangrove tersebut. Selain itu, keluarnya kebijakan
yang mengindikasi adanya ketidak adilan pemerintah dalam memberi peluang
usaha pemanfaatan hutan antara perusahaan dan masyarakat, akhirnya memicu
persepsi yang berbeda khususnya dalam pemanfaatan hutan lindung mangrove.
Hal tersebut menyebabkan timbulnya konflik pemanfaatan dan konflik
kewenangan dalam pengelolaan hutan lindung mangrove. Konflik pemanfaatan
terjadi akibat tumpang tindihnya berbagai pihak yang berkepentingan, baik
masyarakat maupun instansi dalam mengeksploitasi sumberdaya hutan lindung
mangrove. Adapun konflik kewenangan terjadi akibat tumpang tindih fungsi dan
kewenangan antar lembaga yang terlibat.
Pengelolaan hutan lindung mangrove yang baik adalah didasarkan pada
perencanaan pengelolaan yang disesuaikan dengan nilai dan fungsi sumberdaya
ekosistem hutan mangrove tersebut. Perencanaan pengelolaan hutan lindung
mangrove perlu memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yang mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan kelestarian
lingkungan.
Keberhasilan tujuan pembangunan berkelanjutan, memerlukan strategi
perencanaan pengelolaan mangrove berdasarkan kerangka kerja perencanaan
secara menyeluruh. Hal ini penting dalam implementasi prioritas program yang
berpengaruh secara keseluruhan dan diperlukan pula penaksiran hasil berdasarkan
outcome sistem.
Strategi perencanaan ditujukan sebagai tindakan proteksi mangrove dari
kerusakan lebih lanjut. Disamping itu diperlukan partisipasi masyarakat untuk
menjamin kepemilikan lokal serta monitoring implementasi program. Harty
(2004) menyatakan untuk membatasi kerusakan mangrove dan rawa diperlukan
kebijakan dalam perencanaan dan pemantauan untuk kepastian perlindungan
terhadap mangrove dan rawa dari berbagai aktivitas penggunaan lahan dan
aktivitas pembangunan lainnya melalui pembuatan zonasi (zoning).
Perencanaan merupakan tahapan penting dalam mewujudkan tujuan dari
pengelolaan berkelanjutan (Zaitunah 2004). Perencanaan hutan merupakan proses
penyusunan dan pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan dengan tujuan
pengelolaan hutan dapat terarah dan terkendali sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai dan dapat dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan (Samsuri 2003). Perencanaan yang baik
menjadikan pengelolaan hutan lindung mangrove terarah dan terkendali dengan
memperhitungkan pengaruh masalah dan kendala yang mungkin terjadi selama
proses mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya Dahuri et al. (2001) mengemukakan
bahwa kriteria-kriteria pembangunan berkelanjutan secara umum dapat

4
dikelompokkan ke dalam empat dimensi yaitu ekologi, sosial ekonomi, sosial
politik serta hukum dan kelembagaan. Menurut Susilo (2003), bukan
pengelompokan dimensi tersebut yang penting, tetapi indikator atau kriteria pada
setiap dimensi tersebut lebih penting, sehingga akan mencakup seluas mungkin
indikator yang dapat digunakan untuk menilai status keberlanjutan dalam
perencanaan pengelolaan ekosistem hutan mangrove.
Berdasarkan uraian di atas, maka hal tersebut merupakan dasar pemikiran
pentingnya penelitian ini dilakukan untuk merumuskan kembali perencanaan
pengelolaan hutan lindung mangrove yang berkelanjutan khususnya di wilayah
pesisir Kecamatan Batu Ampat, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan
Barat.
Perumusan Masalah
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta kebutuhan lahan
sebagai sumber pendapatan masyarakat menyebabkan konversi hutan lindung
mangrove di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
menjadi lahan pertambakan, pemukiman, pertanian serta pemanfaatan tegakan
mangrove untuk dijadikan bahan baku arang, terus menerus terjadi sampai saat ini.
Kondisi tersebut menyebabkan hilangnya fungsi ekologis dan jasa lingkungan dari
hutan lindung mangrove yang dapat menimbulkan tingginya abrasi dan
mengancam kelangsungan hidup berbagai macam biota perairan serta fauna dalam
ekosistem mangrove.
Pengelolaan serta pemanfaatan hutan lindung mangrove di Kecamatan Batu
Ampar selama ini tidak sesuai dengan fungsi serta peraturan perundangan terkait
dengan perencanaan, pengelolaan serta pemanfaatan hutan lindung yang
terkandung dalam PP No. 6/2007 jo PP No. 3/2008 khususnya pasal-pasal yang
tekait dengan hutan lindung serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
73 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Selanjutnya, koordinasi antar instansi yang terkait dalam perencanaan pengelolaan
hutan lindung mangrove masih belum tercermin secara sinergi dalam program
perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan dari pengelolaan hutan lindung
mangrove berkelanjutan dan mendapatkan solusi dari permasalahan pengelolaan
hutan lindung mangrove yang sangat komplek di Kabupaten Kubu Raya,
khususnya di Kecamatan Batu Ampar, maka diperlukan suatu model perencanaan
pengelolaan sebagai pedoman pengelolaan hutan lindung mangrove.
Model perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove berkelanjutan di
Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten kubu Raya perlu dilakukan dengan
pendekatan yang bersifat multi dimensi yakni; dimensi ekologi, dimensi ekonomi
dan dimensi sosial sehingga konsep pembangunan berkelanjutan pada sektor
kehutanan khususnya pengelolaan hutan lindung mangrove dapat diwujudkan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku saat ini.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi peraturan perundangan terkait pengelolaan hutan
lindung mangrove?

5
2. Berapa besar nilai manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat dari hutan
lindung mangrove?
3. Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan hutan lindung mangrove di
Kecamatan Batu Ampar?
4. Bagaimana model perencanan pengelolaan hutan lindung mangrove
berkelanjutan di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya,
Kalimantan Barat?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan model perencanaan
pengelolaan hutan lindung mangrove berkelanjutan di Kecamatan Batu Ampar
Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimatan Barat. Untuk mencapai tujuan umum
penelitian, maka tujuan khususnya adalah:
1. Mengkaji implementasi peraturan perundangan terkait pengelolaan hutan
lindung mangrove di Kecamatan Batu Ampar.
2. Mengestimasi nilai manfaat ekonomi hutan lindung mangrove di
Kecamatan Batu Ampar.
3. Menganalisis nilai keberlanjutan pengelolaan hutan lindung mangrove di
Kecamatan Batu Ampar.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian model perencanaan pengelolaan sumberdaya hutan lindung
mangrove berkelanjutan di Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya,
Provinsi Kalimatan Barat diharapkan dapat memberikan manfaat dalam rangka
menentuan arah dan prioritas kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan lindung
mangrove, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi:
- Ilmu pengetahuan; sebagai bahan referensi dalam pengkajian lebih lanjut
terutama dalam bidang pengelolaan sumberdaya hutan lindung mangrove.
- Stakeholders; sebagai informasi dan referensi bagi stakholders dan masyarakat
dalam pengelolaan sumberdaya hutan lindung mangrove di wilayah
Kabupaten Kubu Raya.
- Pemerintah; sebagai acuan pemerintah daerah dalam menyusun prencanaan
pengelolaan sumberdaya hutan lindung mangrove di wilayah Kabupaten Kubu
Raya sebagai dasar penentuan prioritas program aksi yang diperlukan.
Kerangka Pemikiran
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu pendekatan pembangunan
yang tidak bertentangan antara tujuan dan sasaran dalam kebijakan ekonomi dan
kebijakan pengelolaan lingkugan yang bersumber pada sumberdaya alam dan
mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan keebutuhan generasi
mendatang.

6
Pengelolaan hutan lindung mangrove yang baik dan bijaksana perlu
didukung dengan perencanaan pengelolaan, sebagai dokumen atau pedoman
acuan aksi untuk tercapainya tujuan dan sasaran dalam pengelolaan suatu kawasan
berdasarkan fungsinya secara berkelanjutan.
Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimatan Barat
memiliki hutan mangrove seluas 61.001.60 hektar atau 65.29% dari luas
keseluruhan hutan mangrove yang berada di Kabupaten Kubu Raya, dengan hutan
lindung mangrove seluas 33 731.66 hektar.
Pemanfaatan potensi hutan lindung mangrove dari tahun ketahun di
Kecamatan Batu Ampar mengalami perubahan yang sangat intens, hal tersebut
berkaitan dengan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan hutan
lindung mangrove secara berlebihan serta tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku saat ini bahkan menimbulkan konfilk sosial antara masyarakat dan
pengelola kawasan. Hal tersebut sangat berdampak terhadap fungsinya.
Berdasarkan sifatnya, hutan lindung mangrove merupakan salah satu sumberdaya
alam pesisir yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Perubahan yang
terjadi akan mempengaruhi ekosistem lainnya.
Dalam mencapai tujuan dari pengelolaan yang baik, diperlukan suatu
perencanaan pengelolaan yang seimbang antara ekologi serta kebutuhan ekonomi
dan sosial. Hal tersebut berkaitan dengan konsep pembangunan berkelanjutan di
wilyah pesisir serta mencegah lebih luas lagi kerusakan hutan lindung mangrove
di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Untuk itu, perlu dikaji implementasi peraturan perundangan yang berlaku
saat ini yang terkait dengan pengelolaan hutan lindung mangrove, yaitu: PP
6/2007 jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, serta Pemanfaatan Hutan dan PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di bidang Kehutanan terkait pengelolaan hutan lindung
mangrove. Adapun kajian tersebut menggunakan analisis isi serta persepsi dari
para stakeholder yang terkait. Adapun, untuk mengetahui seberapa besar nilai
manfaat hutan lindung mangrove baik secara ekonomi maupun manfaat
lingkungan yang diterima dan dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Batu Ampar
menggunakan analisis Total Economi Value (TEV).
Selanjutnya, untuk mengetahui status keberlanjutan pengelolaan hutan
lindung mangrove berdasarkan multidimensi, meliputi: dimensi ekologi, ekonomi
dan sosial, dilakukan analisis dengan Multidimensional Scalling (MDS)
menggunakan metode RapMPforest. Keterkaitan antara sub sistem ekologi,
ekonomi dan sosial perlu dilihat untuk mengetahui keberlanjutan pengelolaan
hutan lindung mangrove.
Penentuan alternatif strategi menggunakan Analytical Hierarchy Process
(AHP) menghasilkan strategi prioritas perencanaan pengelolaan hutan lindung
mangrove secara berkelanjutan. Analisis tehadap program berdasarkan elemen
dan sub-sub elemen yang terbangun dilakukan dengan analisis Interpretative
Structural Modeling (ISM) untuk menentukan model perencanaan pengelolaan
hutan lindung mangrove di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pedoman perencanaan
pengelolaan hutan lindung mangrove berkelanjutan, sehingga keberadaan hutan
lindung mangrove dapat memberikan manfaat dari sisi ekologi, ekonomi dan

7
sosial bagi kelestarian hutan lindung mangrove dan kesejahteraan masyarakat.
Secara lebih jelas kerangka pemikiran penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengelolaan Hutan
Lindung Mangrove
Kec. Batu Ampar

Implementasi Peraturan
Pengelolaan Hutan
Lindung Mangrove

1.
2.
3.

Nilai Manfaat Ekonomi
Hutan Lindung Mangrove

Permasalahan:
Pemanfaatan hutan lindung mangrove yang tinggi terhadap hutan lindung mangrove
tidak sesuai dengan fungsinya.
Konversi hutan lindung mangrove untuk pemukiman, pertanian dan tambak
Terjadinya konflik kepentingan dalam pengelolaan hutan lindung mangrove

Dimensi Ekonomi

Dimensi Ekologi

Dimensi Sosial

Status Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Lindung Mangrove

Strategi Prioritas

Program Prioritas

Elemen dan Sub elemen Kunci

Model Perencanaan
Pengelolaan Hutan
Lindung Mangrove di
Kecamatan Batu Ampar

Gambar 1

Kerangka Pikir Penelitian Model Perencanaan Pengelolaan Hutan
Lindung Mangrove

8
Kebaruan
Penelitian terkait perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove secara
berkelanjutan di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan
Barat, sebelumnya belum pernah dilakukan. Hal tersebut berdasarkan dari hasil
penelusuran beberapa hasil penelitian sebelumnya yang telah diidentifikasi dan
dirangkum, yang terkait dengan hutan mangrove di Kecamatan Batu Ampar,
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain
yang terkait dengan pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Kubu Raya
Kalimantan Barat masih sebatas nilai manfaat dan kebijakan dalam suatu
pemanfaatan optimasi lahan, sebagaimana diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Penelitian yang relevan
No

Nama Peneliti dan Judul
Penelitian
Aprilwati
Analisis
Ekonomi
Pemanfaatan
Ekosistem
mangrove di Batu Ampar,
Pontianak.

Tahun

Temuan Penting

2001

Nilai manfaat ekonomi total dari ekosistem
hutan mangrove sebesar 14 575 400/ha/thn.
Nilai Keberadaan mempunyai nilai tertinggi
sebesar 39.86%, manfaat tidak langsung
sebesar 33.24%, nilai manfaat; langsung
sebesar 26.07% dan manfaat pilihan sebesar
0.83%. Metode yang digunakan adalah TEV.

2

Nugroho
Kajian
Pengelolaan
Ekosistem Mangrove di
Desa Dabong Kabupaten
Kubu Raya.

2009

3

Siregar
Valuasi
Ekonomi
dan
Analisi Strategis Konservasi
Hutan
Mangrove
di
Kabupaten Kubu Raya.

4

Shilman
Kajian
Penerapan
Silvofishery
Untuk
Rehabilitasi
Ekosistem
Mangrove di Desa Dabong,
Kabupaten Kubu Raya.

2012

Aldila
Model Simulasi Pengelolaan
Multi Tujuan Pada Hutan
Produksi Mangrove PT.
Bina Ovivipari Semesta

2015

Kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove
adalah
dengan
memperkuat
struktur
kelembagaan melalui cara revisi tapal batas
sehingga tidak ada lahan masyarakat masuk di
dalam kawasan konservasi dan kontak sosial
diharuskan dengan kesepakatan konservasi.
Metode yang digunakan adalah AHP.
Penelitian ini hanya mengkaji nilai manfaat
hutan mangrove secara ekonomi di Kabupaten
Kubu Raya. Bahwa Nilai Ekonomi Total
Mangrove sebesar Rp 400 018 397 288,- per
tahun. Dengan menggunakan metode TEV
daan AHP.
Revitalisasi tambak dengan penerapan sistem
silvofishery sangat tepat dengan model
empang parit tradisional, karena telah sesuai
dengan kondisi bioteknik tambak existing.
Dengan penerapan model ini dapat dihasilkan
perbandingan luasan antara mangrove dan
parit tambak (caren) sebesar 80% : 20%
sehingga akan tercapai rehabilitasi mangrove
seluas 444.28 hektar.
Berdasarkan hasil analisis financial terdapat
lima skenario yang dapat dilakukan, yaitu
pengelolaan usaha KBK, arang bakau dan
tambak ikan bandeng. Dengan prediksi
keuntungan hingga tahun 2023 sebesar
Rp 8 364 461/ha. Diharapkan penelitian lebih
lanjut dikaji berdasarkan manfaat ekonomi,
sosial dan ekologi.

1

5

2012

9
Berdasarkan uraian di atas, maka kebaruan dalam penelitian ini mencakup
metodologi dan substansi sebagai berikut:
1. Pada lingkup metodologi adalah pengembangan metode Rapid Appraisal of
Fisheries (Rapfish) yang digunakan untuk mengukur status keberlanjutan
pengelolaan hutan lindung mangrove dan diberi nama Rapid Appraisal of
Mangrove Protected Forest (RapMPforest).
2. Pada lingkup substansi, secara umum penelitian ini mengembangkan tentang
model kelembagaan perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove
berkelanjutan dan secara khusus adalah pengembangan:
a. Kriteria dan indikator untuk pengelolaan hutan lindung mangrove
berkelanjutan.
b. Indikator prioritas untuk perencanaan pengelolaan hutan lindung mangrove
berkelanjutan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi, dan Ruang Lingkup Sumberdaya Mangrove
Mangrove atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai
kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken 1993). Mangrove
adalah salah satu di antara sedikitnya tumbuh-tumbuhan tanah timbul yang tahan
terhadap salinitas laut terbuka (Odum 1993). Hutan mangrove adalah kelompok
jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis
yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob (Snedaker 1978).
Adapun menurut Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit
yang hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi
sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah
tropis dan sub-tropis. Kata mangrove mempunyai dua arti; pertama sebagai
komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan
terhadap kadar garam atau salinitas (pasang surut air laut), dan kedua sebagai
individu spesies (Magne 1968 dalam Supriharyono 2000); Magne kemudian
menggunakan istilah “mangal” yang merujuk pada komunitas hutan dan
“mangrove” untuk individu tumbuhan. Mangrove sering diterjemahkan sebagai
komunitas hutan bakau, sedangkan tumbuhan bakau merupakan salah satu jenis
dari tumbuhan yang hidup di hutan pasang surut tersebut. Jenis-jenis pohon
mangrove yang tumbuh di wilayah tersebut seperti Avicennia sp, Sonneratia sp,
Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Ceriops sp.
Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan
yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna,
muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada
saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan
ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme
(tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan
sesamanya di dalam suatu habitat mangrove. Mangrove merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon
(seperti Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Exoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa) yang mampu tumbuh
dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen 2004).
Karakteristik habitat mangrove yakni: (1) umumnya tumbuh pada daerah intertidal
yang jenis tanahnya berlumpur, atau berpasir; (2) daerah yang tergenang air laut
secara berkala baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang
purnama, frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi mangrove;
(3) menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; dan (4) terlindung dari
gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
Menurut Kusmana (2005), cakupan sumberdaya mangrove secara
keseluruhan terdiri atas: (1) satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya
terbatas di habitat mangrove, (2) spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di
habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove, (3) biota

11
yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan,
ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekalikali, biasa ditemukan kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove, (4)
proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini baik
yang berada di daerah bervegetasi maupun diluarnya, dan (5) daratan
terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dangan laut.
Menurut Bengen (2001), kawasan mangrove diklasifikasikan sebagai berikut: a)
kawasan air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air
pasang berkisar antara 10 - 30 ppt, terdiri dari: (1) kawasan yang terendam 1 atau
2 kali sehari selama 20 hari dalam sebulan, hanya Rhizophora mucronata yang
masih dapat tumbuh, (2) kawasan yang terendam l0–19 kali per bulan; ditemukan
Avicennia (A. alba, A. lauta), Sonneratia griffithii dan dominan Rhizophora sp.,
(3) kawasan yang terendam kurang dari 9 kali setiap bulan, ditemukan Rhizophora
sp/ Bruguiera sp., dan (4) kawasan yang terendam hanya beberapa hari dalam
setahun, dominan Bruguiera gymnorrhiza, dan Rhizophora apiculata masih dapat
hidup; b) kawasan air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0–9
ppt, meliputi: (1) kawasan yang kurang lebih masih di bawah pengaruh pasangsurut, tumbuh Nypa, dan (2) kawasan yang terendam secara bermusim, dominan
Hibiscus.
Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan terdiri atas: (1)
satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya terbatas di habitat mangrove, (2)
spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat
hidup di habitat non-mangrove, (3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota
darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang
hidupnya menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun
khusus hidup di habitat mangrove, (4) proses-proses alamiah yang berperan dalam
mempertahankan ekosistem ini baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di
luarnya, dan (5) daratan terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan
sebenarnya dengan laut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest,
coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau.

Penyebaran dan Permasalahan Mangrove di Indonesia
Bakosurtanal (2009) menyebutkan bahwa luas kawasan hutan mangrove di
Indonesia yang bervegetasi adalah sekitar 3 244 018.46 ha dan tersebar hampir
diseluruh wilayah Indonesia, namun luas hutan mangrove tersebut telah banyak
mengalami penurunan kualitas dan kuantitas yang disebabkan kegiatan konversi
yaitu untuk tambak, pemukiman, pesawahan, penebangan kayu baik kayu bakar
maupun pembuatan arang, pencemaran dan lainnya. Menurut Ditjen RLPSKementerian Kehutanan tahun 1999, luas potensial hutan mangrove Indonesia
adalah 8.6 juta ha; diperkirakan 1.7 juta ha dari hutan mangrove di dalam kawasan
hutan dan 4.2 juta ha hutan mangrove di luar kawasan hutan dalam kondisi rusak
(Saparinto 2007). Kecenderungan konversi hutan mangrove menjadi bentuk
penggunaan lahan lain semakin meningkat, yang didasari semata-mata
kepentingan ekonomi dan kurang memperhatikan keberlanjutan kepentingan
ekologi dan sosial. Kusmana (2009) menyatakan bahwa kerusakan ekosistem
mangrove terjadi karena pengaruh faktor alam dan faktor manusia. Secara alamiah,

12
kerusakan mangrove terjadi karena adanya sedimentasi maupun kenaikan
permukaan air laut. Sedangkan faktor manusia seperti eksploitasi mangrove yang
tidak terkendali, konversi lahan untuk peruntukan lainnya serta pencemaran di
perairan estuaria dan lokasi tumbuhnya mangrove. Selain itu, Dahuri et al. (2001)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mengancam kelestarian
mangrove yaitu tanah timbul dan tenggelam, masalah sosial ekonomi dan
kesadaran masyarakat.
Kerusakan hutan mangrove di Indonesia umumnya disebabkan oleh
reklamasi, penebangan kayu, penambangan dan pencemaran. Hal ini memerlukan
langkah rehabilitasi agar mangrove dapat memberikan jasa lingkungan kepada
masyarakat di sekitarnya. Rehabilitasi ad