Studi histopatologi aktivitas ekstrak metanol tempe sebagai bahan pencegah aterosklerosis pada kelinci

STUD1 HISTOPATOLOGI AKTIVITAS EKSTRAK METANOL
TEMPE SEBAGAI BAHAN PENCEGAH ATEROSKLEROSIS
PADA KELINCI

ANDRAW NUR RAHMAD
B04104117

PAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

ABSTRAK
ANDRAW NUR RAHMAD. STUD1 HISTOPATOLOGI AKTIVITAS EKSTRAK
METANOL TEMPE SEBAGAI BAHAN PENCEGAH ATEROSKLEROSIS PADA
KELINCI. Dibawah bimbingan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO dan I
NYOMAN SUARSANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi ekstrak metanol tempe sebagai
bahan pencegah aterosklerosis secara histopatologi dengan mengamati pembentukan
plak pada dinding pembuluh darah aorta. Sebanyak 18 ekor kelinci digunakan sebagai
hewan coba yang dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok kontrol negatif hanya diberi

pakan, kelompok kontrol positif yang diberi. pakan, kolesterol sebanyak 0,l g/kg
BB/hari. Kelompok perlakuan meliputi kelompok I yang diberi kolesterol sebanyak 0,l
gikg BBhari dan simvastatin sebanyak 15 mglekorhari, kelompok I1 diberi ekstrak
tempe dosis 100 mg/ekor/hari, dan kolesterol 0,l g/kg BBhari, kelompok I11 diberi
ekstrak tempe dosis 200 mg/ekor/hari, dan kolesterol 0,l g/kg BBIhari, kelompok N
diberi ekstrak tempe dosis 400 mglekorhari, dan kolesterol 0,l g/kg BBhari. Hasil
pengamatan histopatologi menunjukkan pertumbuhan plak ditemukan pada kelompok
kontrol positif, akan tetapi tidak ditemukan pada kelompok kontrol negatif dan
kelompok perlakuan. Berdasarkan ha1 tersebut, disimpulkan bahwa ekstrak metanol
tempe mempunyai aktifitas mencegah pembentukan plak aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah kelinci
Kata kunci : aterosklerosis, tempe, histopatologi, kolesterol, kelinci.

ABSTRACT

ANDRAW NUR RAHMAD. HISTOPATOLOGICAL STUDY OF
TEMPE METHANOL EKSTRACT AS AN ARTHEROSCLEROSIS
PREVENTIVE SUBSTANCES IN RABBIT. Under direction of
BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO and I NYOMAN
SUARSANA.

The aim of the present study is to elaborate of methanol extract of tempe as
atherosclerosis preventive substances by observed the histopathological findings of the
plaque formation in the wall of aorta. A total of 18 rabbits were divided into 6 groups.
The negative control group was only received feed and drinking water, the positive
control group received feed, drinking water and 0.1 g cholesterol kg BW I day.
Treatment group I was received 0.1 g cholesterol/ kg BW/ day and 15 mg simvastatinl
day; group I1 was received 100 mg tempe methanol extract1 day, feed and 0.1 g
cholesterol/ kg BWIday; group I11 was received 200 mg tempe methanol extracts/ day,
feed and 0.1 g cholesterol/ kg BW/ day; group IV was received 400 mg tempe methanol
extract1 day, feed and 0.1 g cholesterol /kg BW/day. The result of the histopathological
observation shows that the plaques formation were occused only in the control positive
group, while the plaque were not detected in the negative and tseatment groups. Based
on all findings mention above, we concluded that the tempe methanol extract has an
activity on the inhibition of atherosclerosis plaque formation in the wall of rabbit blood
vessel.
Keywords : atherosclerosis, histopathology, tempe, cholesterol, rabbit

STUD1 HISTOPATOLOGI AKTIVITAS EKSTRAK METANOL
TEMPE SEBAGAI BAHAN PENCEGAH ATEROSKLEROSIS
PADA KELINCI


ANDRAW NUR RAHMAD
B04104117

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk meinperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Judul Skripsi : Studi histopatologi aktivitas ekstrak metanol tempe sebagai bahan
pencegah aterosklerosis pada kelinci
Nama
: Andraw Nur Rahmad
NRP
: B04104117


Disetujui,
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing I1

NIP : 131.879.351

NIP : 132.061.320

Diketahui,

Tanggal Lulus :

115 MAY 2009

PRAKATA
Puji serta syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan contoh yang baik bagi umatnya untuk

berusaha dengan keras.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu dan Bapak (Alm) yang senantiasa
memberikan doa dan dukungan semangat yang sangat l u x biasa bagi anaknya tercinta.
Kepada Dr. drh. Banbang Pontjo Priosoeryanto, MS. dan drh. I Nyoman Suarsana
M.Si. selaku dosen pembimbing yang sangat sabar mendampingi dan membimbing
selama penulisan skripsi ini. Kepada Dr. drh. Chairun nisa' M. Si. selaku pembimbing
akademik yang selalu memberikan semangat dan arahan selama masa kuliah dan
penelitian. Kepada Prof. Dr. drh Fachryan Pasaribu dan keluarga atas dukungan,
seinangat dan do'a untuk penulis.

Teman sepenelitian, Dian Ganda yang selalu

membantu dan selalu menyemangati disaat malas datang. Teman - teman Asteroidea
41 FKH IPB, teman- teman seperjuangan (Fikri, Muhan, Satrio, Indra, Hasan, Tresna,

Matian, Nanang, Nanda, Dani), terima kasih telah memberikan warna dimasa sulit
kuliah di FKH, teman-teman di Ikalum IPB dan semua pihak yang telah memberikan
segala bantuan dan semangat, penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat.


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 November 1986 di Blora, dari Ayahanda
Ismail dan Ibunda tercinta Siti Umu Hani'ah. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis bersekolah di TK Bina Patra, lulus pada tahun 1992. Kemudian
melanjutkan ke SD Negeri XIV Cepu, lulus pada tahun 1998. Selanjutnya penulis
melanjutkan ke SLTPN 3 Cepu dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis
melanjutkan ke SMUN DU 2 Jombang dan lulus pada tahun 2004 dan pada tahun yang
sama melanjutkan pendidikan di Institut Peitanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan
melalui jalw USMI.
Selma perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kampus. Penulis menjadi
anggota Himpro Ornithologi dan Unggas periode 2005-2008, Pengurus IMAKAHI IPB
2006-2007, dan anggota BEM FKH IPB bidang pengabdian masyarakat periode 20072008.

DAFTAR IS1
DAFTAR IS1.....................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................
DAFTAR GAMBAR...........................................................
PENDAHULUAN
Latar Belakang......................................................
Tujuan................................................................

Manfaat...............................................................

.

TINJAUAN PUSTAKA

Tempe.........................................................................
Isoflavon................................................................
Metabolisme Kolesterol dan Lipid .................................
Aterosklerosis dan Penyakit Jantung ................................
Pembuluh Darah Aorta ...................................................
Aterosklerosis Pembuluh Darah .....................................
Kelinci (Oryctolagus cuniculus)..........................................
BAHAN dan METODE
Waktu dan Tempat .........................................................
Alat dan Bahan ........................................................
Metode ....................................................................
Pembuatan Ekstrak Tempe............................................
Perlakuan Pada Hewan Uji ............................................
Pembuatan Preparat Histopatologi.................................

Pengamatan Preparat Histopatologi...............................
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................
IUCSIMPULAN DAN SARAN.............................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembentukan Plak Atheroma pada Aorta Kelinci....................

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.

Lapisan Peinbuluh Darah.. .....................................

Gambar 2.

Aterosklerosis Pembuluh Darah.. .............................

Gambar 3.


Skema Umum Patogenesa Aterosklerosis.. .................

Gambar 4.

Kelinci New Zealand White....................................

Gambar 5.

Gambaran Histopatologis Pembuluh Darah Kelinci Kontrol
Negatif.. .............................................................................

Gambar 6.

Gambaran Histopatologis Pembuluh Darah Kelinci Kontrol

..

Pos1t1f....................................................................................
Gambar 7.


Gambaran Histopatologis Pembuluh Darah Kelinci
Kelompok I ...........................................................................

Gambar 8.

Gambaran Histopatologis Pembuluh Darah Kelinci
Kelompok I1 (A), III(B), IV (C)

19

PENDAHULUAN
Latar Betakang
Pada masyarakat modem sekarang ini, kesehatan jantung merupakan
masalah kesehatan yang paling mendapat perhatian serius. Di banyak negara maju
inaupun negara berkembang penyakit kardiovaskuler atau penyakit jantung
koroner (PJK) merupakan penyebab kematian yang utama. Berdasarkan hasil
survei kesehatan nunah tangga (SKRT) tah~m 1972, PJK masih menduduki
peringkat ke -11 penyebab kematian di Indonesia. Diperkirakan pada saat itu
16,5% dari keseluruhan angka kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit
jantung. Tahun 1986 kasus kematian karena PJK naik menjadi peringkat ke-3, dan

tahun 1995 menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian di
Indonesia.
Peningkatan resiko kejadian penyakit jantung di Indonesia banyak
disebabkan oleh perubahan pola hidup, kondisi lingkungan, dan perilaku
masyarakat. Pola konsumsi masyarakat yang cenderung mengkonsumsi pangan
yang didominasi lemak dan miskin kandungan serat, peningkatan frekuensi
merokok, beratnya tekanan psikis dan cekaman yang dialami menyebabkan
terjadinya pergeseran pola penyakit yang semula didominasi oleh penyakit
menular dan infeksi beralih menjadi penyakit degeneratif, misalnya PJK
(Krisnatuti & Yenrina 2002).
Penelitian mengenai

keterkaitan

bahan

makanan

yang

banyak

mengandung kolestrol dengan penyakit jant~mgsudah lama dilakukan. Lemak
yang kita makan terdiri dari kolestrol, lemak jenuh dan lemak tidak jenuh.
Karbohidrat d m lemak tersebut di dalam tubuh akan diproses menjadi suatu
senyawa yang disebut Asetil koenzim-A. Dari senyawa inilah dihasilkan adenosin
trifosfat (ATP) yang berfungsi sebagai suplai energi. Asetil koenzim-A juga
membentuk beberapa zat penting seperti peinbentukan asam lemak, trigliserida,
fosfolipid dan kolestrol (Dalimartha 2002). Oleh karenanya, bila tubuh terlalu
banyak kemasukan makanan maka jumlah trigleserida dan kolesterol akan
semakin banyak. Bila terjadi kelebihan kolesterol dalam pembuluh darah akan
menyebabkan kondisi hiperkolesterolimia. Kejadian ini bila berlangsung dalam

waktu yang lama dan tenls menerus akan meningkatkan resiko tersumbatnya
aliran buluh darah yang disebut aterosklerosis.
Kondisi aterosklerosis cenderung lebih sedikit dijumpai pada wanita
dibandingkan pria (Grundy 1991). Hal ini dikarenakan adanya perlindungan dari
estrogen. Hormon esterogen mempunyai fungsi diantaranya dalam menghambat
perkembangan awal aterosklerosis dengan mengurangi pembentukan sel busa
makrofag, yaitu dengan mengurangi penangkapan lipoprotein melalui lintas cara
pembersih (Sulistiyani 1997), sehingga dapat mengurangi resiko PJK.
Kedelai merupakan bahan inakanan yang mengandung isoflavon, yaitu zat
aktif yang mempunyai struktur dan fungsi mirip estrogen yang dikenal dengan
fitoestrogen (Miksicek 1995). Mengkonsumsi tempe yang mengandung isoflavon
secara kontinyu dipercaya dapat membantu menurunkan kadar kolestrol sehingga
meminimalisir teijadinya penyakit jantung akibat terhambatnya pembentukan plak
atheroma pada peinbuluh darah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan aktivitas ekstrak methanol
tempe dalam inenghanlbat pembentukan plak aterosklerosis.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam upaya
pencegahan aterosklerosis pada hewan dan manusia.

TINJAUAN PUSTAKA
Tempe

Tempe merupakan makanan tradisonal yang sangat populer di Indonesia.
Tempe juga merupakan makanan bergizi tinggi sehingga mempunyai arti strategis
dan sangat penting untuk pemenuhan gizi. Lebih dari itu tempe mempunyai
keunggulan-keunggulan lain, yaitu mempunyai kandungan senyawa aktif,
teknologi pembuatannya sederhana, harganya murah, mempunyai citarasa yang
enak dan mudah dimasak (Pradana 2008). Tempe kedelai mempunyai nilai gizi
yang cukup tinggi, selain mengandung protein 19,5 %, tempe kedelai juga
mengandung lemak 4 %, karbohidrat 9,4 % dm1 vitamin B12 3,9-5 mg per 100
gram (Sanvono 1994). Peneliti dari Indonesia maupun para pakar dari
mancanegara seperti Jepang, Eropa dan Amerika banyak membuktikan
keunggulan tempe kedelai. Namun demikian tempe juga dapat dibuat dari bahan
dasar lain seperti jenis kacang-kacangan dan biji-bijian serta ampas (Koswara
1995).
Tempe dibuat dengan cara fermentasi (peragian) menggunakan kapang
Rhizopus oligosporus. Pembuatan tempe kedelai terdiri dari berbagai tahap yaitu
pembersihan bahan, perendaman, pengupasan, perebusan, pencampuran dan
pembungkusan. Lama perendaman bervariasi, biasanya berkisar 8-12 jam, balkan
sampai 2-3 hari. Akibat perendaman, air yang diarbsopsi kedelai mendekati 2 kali
bobot keringnya. Selama fermentasi asam oleh bakteri, pH turun hingga 5.3-4.5.

Hal ini memberikan kondisi yang baik untuk pertumbuhan kapang tempe terutama
Rhyzopus oligosporus, dan mencegah perkembangan bakteri lain yang dapat
membusukkan kedelai (Steinkraus 1983).
Tempe selain mengandung zat gizi dan mineral juga mengandung alpha dan
gamma tochoperol (vitamin E) yang berfungsi sebagai antioksidan untuk
mencegah kerusakan sebagai akibat dari proses oksidasi. Antioksidan dapat
didefinisikan sebagai suatu senyawa yang berfungsi untuk menunda, mencegah
dan memperlambat proses oksidasi lipid. Dalanl atti khusus antioksidan adalah zat
yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh radikal bebas
dalam oksidasi lipid (Kochar dan Rossel 1990).

Radikal bebas dapat bersifat toksik di dalam sel dengan caranya memulai
rangkaian reaksi peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas sehingga
menyebabkan kerusakan DNA, RNA, protein dan membran sel. Perubahan dan
kerusakan molekul-molekul penting ini berperan dalarn menimbukan penyakitpenyakit degeneratif seperti penuaan, diabetes melitus, aterosklerosis dan
perubahan neoplastik (Asikin 2001).
Di dalam tempe ditemukan zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti
halnya vitamin C, E dan karotenoid, isoflavon merupakan antioksidan yang sangat
dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Dalan
kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein dan genistein. Pada
tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor

I1 (6,7,4-Trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat
dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat
terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus
luteus dan Coreyne bacterium. Penelitian yang dilakukan di Universitas North
Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang
terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat, payudara dan
penuaan (aging). Studi lain yang dilakukan oleh Bintari (2008) juga menemukan
bahwa isoflavon tenlpe mempunyai daya kerja sebagai zat antikanker. Pemberian
isoflavon tempe sebesar 1000 mgikg diet/hari dan 10.000 mgikg diet/hari pada
hewan coba tikus (Mus mucuIus) galw C3H dapat menghambat proliferasi sel
kanker payudara dan meningkatkan kemampuan apoptosis sel kanker. Daya
antikanker isoflavon tempe terletak pada potensi senyawa tersebut sebagai agensia
antiproliferatif dan apoptogenik terhadap sel kanker payudara.

Isoflavon
Isoflavon adalah golongan senyawa isoflavonoid yaitu subkelas senyawa
flavonoid yang memiliki 15 atom C dan merupakan senyawa fen01 alami terbesar
(Surahadikusuma 1989). Distribusi Isoflavon terbatas pada tumbuhan kacangkacangan (leguminosae) (Harbone 1996).
Isoflavon di alam ditemukan dalam bentuk glikosida berupa daidzin,
genistin, glisitin, acetyldaidzin dan acetylgenistin. Selain bentuk glikosida

isoflavon juga ditemukan dalam bentuk aglikonnya yaitu daidzein, genistein, dan
glisetein (Wuryani 1992). Perubahan senyawa isoflavon dalam bentuk glikosida
menjadi aglikon disebabkan proses perendaman dan fermentasi terutama pada
pembuatan tempe. Hal ini disebabkan kemampuan kapang tempe menghasilkan
enzim P-glikosidase. Enzim ini berperan dalam mengubah isoflavon dalam bentuk
glikosida (genistin dan daidzin) menjadi senyawa isoflavon dalam bentuk
aglikoimya (genistein dan daidzein) (Koswara 1995).
Isoflavon dilaporkan memiliki khasiat farmakologi. Sifat fisiologis aktif
isoflavon antara lain antifungi, antioksidan, antihemolisis dan antikanker.
Konsumsi isoflavon sejumlah 1.5-2.0 mg/kg bbkr berfungsi sebagai antikanker
(Wang dan Murphy 1994). Isoflavon kedelai dapat menurunkan resiko penyakit
jm~tungdengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Protein kedelai
telah terbukti mempunyai efek menurunkan kolesterol, karena adanya isoflavon di
dalmn protein tersebut. Studi epidemologi juga telah membuktikan bahwa
masyarakat yang secara teratur mengkonsumsi makanan dari kedelai memiliki
kasus kanker payudara, kolon dan prostat yang lebih rendah.
Melalui penelitian in vifro, isoflavon kedelai juga terbukti, dapat
menghanlbat enzim tirosin kinase, sehingga dapat menghambat perkembangan
sel-sel kanker dan angiogenesis. Hal ini menyebabkan suatu tumor tidak dapat
membentuk pembuluh darah baru, sehingga tidak dapat tumbuh (Koswara 2005).
Kemampuan antikanker senyawa isoflavon terutama ganistein dan daidzein,
akhir-akhir ini telah banyak dibuktikan dari beberapa penelitian di luar negeri.
Studi epidemiologi di Jepang menemukan bahwa konsumsi isoflavon bermanfaat
mengurangi konsentrasi kolesterol seium pada hiperkolesterolemia (Aldrecreutz
1998). Peneliti lain menemukan bahwa koinponen biokimia ini bermanfaat
potensial untuk mencegah penyakit jantung (Anthony et all 1998), menghambat
perkembangan aterosklerosis sehingga dapat mencegah penyakit kardiovaskular
(Goldberg 1996), ineningkatkan densitas massa tulang sehingga mencegah
osteoporosis

(Anderson

dan

Carner

1997)

pascamenopouse pada wanita (Knight et all 1996).

dan

mereduksi

sindrom

Metabolisme Kolesterol dan Lipid
Kolestrol adalah senyawa lemak kompleks yang 80% dihasilkan dari dalam
tubuh (organ hati) dan sisanya dari luar tubuh (zat makanan) untuk bermacammacam fungsi di dalam tubuh, antara lain membentuk dinding sel, vitamin D,
hormon seks (testoteron dan estrogen) dan asam empedu. Kolesterol merupakan
salah satu jenis lipid yang dapat dibedakan dari trigliserida atau fosfolipidnya
karena tidak mengandung gliserol, melainkan terdiri atas inti steroid yang
mengandung satu gugus hidroksil. Pada pembentukan kolesterol di hati (de novo
sintesis) dari 3 molekul asam asetat yang akan terbentuk menjadi 1 molekul 3-

hidroksi-3-metilglutaril-koenzim A (HMG-KoA) yang selanjutnya akan diubah
menjadi asam mevalonat oleh enzim HMG-KoA reduktase. Setelah beberapa
tahapan kondensasi selanjutnya kolesterol tersintesis (Tumbelaka 1997).
Kolestrol yang berasal dari makanan dapat meningkatkan kadar kolestrol darah.
Kolestrol tidak larut dalam cairan darah. Untuk itu agar dapat dikirim ke seluruh
tubuh perlu dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein,
yang dapat dianggap sebagai pembawa (carier) kolestrol dalam darah. Di dalam
tubuh terdapat jenis-jenis kolesterol yang dibagi menurut jenis dan fungsinya,
yaitu :
1. LDL (Low Density Lipoprotein)

Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai
kolesterol jahat. Kolesterol LDL menganglcut kolesterol paling banyak di
dalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol
dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit
jantung koroner sekaligus target utama dalam pengobatan.
2. HDL (High Density Lipoprotein)

Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL dan
kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan kolesterol
sering diseb~~t
jahat di pembul~hdarah arteri untuk dikembalikan ke hati, untuk diproses
dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan
melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis.

3. Trigliserida
Selain LDL dan HDL, yang penting mtuk diketahui juga adalah
Trigliserida, yaitu satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan
berbagai organ dalam tubuh. Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat
mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah sepei-ti kegemukan,
konsumsi alkohol, gula dan makanan berlemak. Selama terjadi
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran kolesterol maka tub&
akan tetap sehat (Anonim 2008).
Kolesterol dalam tubuh dikeluarkan melalui dua cara, yaitu diubah menjadi
empedu sebagai gmam-garam kolesterol dan sterol netsal yang dibuang melalui
feses (Mayes 1995). Awalnya asam empedu disintesa dalam hati dengan bahan
dasar kolesterol.

Asam empedu ini digunakan dalam proses penceinaan,

khususnya lemak dengan cara pembentukan kilomikron (Lelminger 1975).
Hampir 80% kolesterol diubah menjadi berbagai macam asam empedu (Campbell
et a1 2003).

Organ hati mengubah karbohidrat menjadi asam lemak kemudian
membentnk trigliserida. Trigliserida ini dibawa melalui aliran darah dalam bentuk
very low density lipoprotein (VLDL). VLDL kemudian akan mengalami
metabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi intermediate density
lipoprotein (IDL). Kemudian IDL melalui serangkain proses akan berubah
menjadi low density lipoprotein (LDL) yang kaya kolestrol. Kira-kira % dari
kolestrol dalam plasma darah noimal manusia mengandung partikel LDL. LDL
mempunyai fimgsi mengantar kolestsol ke dalam tubuh, sedangkan high density
lipoprotein (HDL) bertugas inembuang kelebihan kolestsol dari dalam tubuh.
Karena sebab itulah muncul istilah LDL sebagai kolestrol jahat dan HDL adalah
kolestsol baik, sehingga seharusnya komposisi keduanya harus seimbang.
Kadar kolestsol yang berlebih dalam pembulud~darah dapat menimbulkan
peiubahan patologis yang disebut sebagai aterosklerosis. Apabila aterosklerosis
terjadi pada arteri koronaria maka dapat mengakibatkan penyakit jantung yang
disebut penyakit jantung koroner (PJK). Serangan ini bersifat mendadak dan bisa

berkibat sangat fatal, sehingga menjadi penyakit yang ditakuti oleh penduduk
dunia sampai saat ini.
Lipid adalah zat kimia esensial yang dibutuhkan oleh semua sel mahluk
hidup yang berfungsi sebagai komponen struktural yang penting, yaitu sebagai
sumber energi dan sebagai prekursor dari hormon-hormon steroid (Marinetti
1990). Lipid juga didefinisikan sebagai suatu kelompok senyawa heterogen yang
berhubungan dengan asam lemak, baik secara aktual maupun potensial. Lipid
mempunyai sifat yang sama yaitu tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut
non polar seperti eter, kloroform dan benzen. Dengan demikian lipid mencakup
lemak, minyak, lilin, dan senyawa yang sejenis. Lipid merupakan unsur makanan
yang penting karena lipid mempunyai nilai kalori yang tinggi, dan pelarut
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan asam asam lemak esensial. Lemak di
dalam tubuh diperlukan sebagai sumber energi yang efisien baik secara langsung
maupun secara potensial, bila disimpan dalam jaringan lemak. Lemak juga
berfungsi sebagai pelindung terhadap kemungkinan cedera organ misalnya akibat
benturan atau trauma. Lemak merupakan penyekat dalam jaringan subkutan dan
sekitar organ-organ tertentu. Jumlah lemak yang harus ada di tubuh adalah 3%
dari berat badan yang terletak di membran sel, sumsurn tulang, jaringan saraf,
otak, sekitar jantung, paru-paru, hati, ginjal dan usus. Apabila di dalanl tubuh
jumlah lemak melebihi 3% dari berat badan maka disebut sebagai timbunan lemak
(Purwati, Rahayuningsih dan Salimar 2002). Lemak yang kita makan terdiri dari
kolesterol, lemak jenuh dan lemak tidak jenuh (Dalimartha 2002). Oleh karena itu
bila tubuh terlalu banyak deposit lemak maka otomatis deposit kolesterol juga
akan semakin bertambah.
AterosMerosis dan Penyakit Jantung
Jantung memompa darah menuju jaringan tubuh melalui pembuluh darah
arteria yang cukup panjang. Menunrt Hartono (2003) berdasarkan perbedaan
diameter serta komposisi dindingnya, arteria dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1.

Tipe besar: mencakup aorta dan cabang utama yang langsung keluar
dari aorta. Kadar serabut elastiknya tinggi sehingga elastisitasnya

cukup memadai. Serabut elastik berfungsi meredam kekuatan denyut
jantung.
2.

Tipe sedang: terdiri dari arteria biasa, biasa juga disebut arteria tipe
otot. Serabut elastiknya terbatas dan membentuk lamina elastika.

3.

Tipe kecil: terdiri dari percabangan arteria pra kapiler yang lazim
disebut arteriola.

Lapis umum pembuluh darah dibag menjadi tiga bagian (Gambar I), yaitu:

1.

Tunika intima (tunika intema)
Adalah lapisan yang langsung membalut lumen, terdiri dari endotelia,
membran basal dan jaringan ikat sub endotelia tipis di bawahnya.

2.

Tunika media
Lapis tengah yang mengandung otot polos dengan susunan melingkar
atau mengulir, ditunjang oleh jaringan ikat yang mengandung serabut
elastik. Serabut elastik di tempat tertentu dapat membentuk lamina
elastika interna dan ekstema.

3.

Tunika adventisia (tunika ekstema)
Lapis terluar yang terdiri dari jaringan ikat longgar, mengandung otot
polos, sel lemak, pembuluh darah dan syaraf.

Gambar 1. Lapisan Pembuluh Darah. I : tunika intima, I1 : tunika media, III : tunika na
adventitia, a : endothelium, b : lamina elastika interna, c : lamina elastika
interna (Cotran et all 1994)

Pembuluh Darah Aorta

Ateria tipe elastik mencakup aorta serta cabang utamanya, misalnya
arteria subklavia, arteria femoralis, arteria pulmonalis dan arteri karotis komunis.
Aorta beraspek kuning karena banyak mengandung serabut elastik untuk
meredam kekuatan denyut jantung ketika darah mengalir ke kapiler.
Tunika intima aorta paling tebal, endotelia pendek dan berbentuk
poliginal. Jaringan subendotelia inengandung fibril kolagen, serabut elastik dan
fibroblast. Pada bagian dalam terdapat otot polos dengan susunan memanjang.
Lamina elastika interna tidak jelas karena banyaknya serabut elastik, bahkan
sering membentuk lamel tergantung pada umur.
Tunika media berbentuk jaringan serabut elastik dengan arah mengulir.
Celah-celah jaringan serabut elastik kasar diisi oleh sel-sel otot polos yang
ukurannya lebih kecil, pipih, relatif Iebih sedikit dengan mengikuti arah mengulir.
Jalinan otot polos dikelilingi oleh fibril kolagen dan serabut retikuler. Lamina
elastika eksterna tidak jelas.
Tunika adventisia umumnya tipis, terdiri dari jaringan ikat longgar yang
mengandung serabut kolagen, serabut elastik sedikit dengan susunan mengulir.
Sering tampak adanya otot polos, pembuluh darah dan limfe, sel lemak dan
syaraf.
Pada dinding arteria, aorta serta cabang-cabang utamanya terdapat bahan
dasar yang bersifat homogen. Konsistensinya mirip musin yang diduga
mengandung

khondroitin

sulfat. Jumlahnya

makin

meningkat

dengan

bertanlbahnya umur, terlebih pada arteria tipe elastik. Pada bahan dasar tersebut
dapat tertimbun kalsium atau sejenis leinak (kolesterol) yang menyebabkan
terjadinya sklerosis. Akibatnya, elastisitas pembuluh darall m e n u yang
meiupakan penyebab terjadinya gejala tekanan darah tinggi (hipertensi).
Untuk memahami ateroma pertama-tama perlu diketahui arsitektur normal
arteri ukurail besar dan sedang. Lumen pembuluh-pembuluh ini ditutupi oleh
seleinbar sel tipis, endotel. Sel-sel ini membentuk batas dalam lapisan sempit
yang disebut intima yang batas luarnya adalah lamina elastika intema. Secara
normal intima terdiri atas beberapa sel otot polos, serabut kolagen dan
glukosaminoglikan (proteoglikan, mukopolisakarida, zat dasar) (Spector and

Spector 1993). Menurut Genesser (1994) tunika intima aorta tersusun atas sel-sel
endotel poligonal dan gepeng kecuali di daerah yang berisi inti yang menonjol ke
dalam lumen.
Lamina elastika interna adalah lapisan tak sempurna serabut-serabut
elastin, yakni suatu protein yang disekresesikan oleh sel otot polos arteri. Di
sebelah lamina elastika interna ada media, yang terdiri atas sel otot polos
terpisahkan oleh sejumlah kecil kolagen, elastin dan glukosaminoglikan. Tidak
ada fibroblast pada intima atau media arteri mamalia. Adventisia adalah selubung
paling luar dan dipisahkan dari media oleh penghalang elastin yang longgar,
lamina elastika interna. Adventisia terdiri atas fibroblast, kolagen dan
glukosaminoglikan dan arteri yang lebih besar disulai oleh pembuluh darah kecil,
vasa vasorum.
Aterosklerosis Pembuluh Darah

Aterosklerosis (Gambar 2) adalah proses terbentuknya endapan berlemak
pada pembuluh darah arteri yang disebut atheroma (Pate1 2005). Atheroma dapat
mempengamhi semua arteri yang berdiameter lebih dari 2 mm, namun kejadian
yang paling penting pada saat terbentuk atheroma pada aorta, arteri otak, dan
jantung (Spector and Spector 1976) karena merupakan penyebab utama serangan
jantung dan stroke. Aterosklerosis juga berarti adanya akumulasi d a i plak lemak
pada lapisan tunika intima dari pembuluh darah arteri (Marinetti 1990).
Bertambahnya endapan lemak arteri adalah sebagi hasil dari akumulasi kolesterol,
kolesterol ester, fosofolipid, sel-sel hidup maupun mati, kalsium dan juga
kolnponen lain yaiht kolagen, elastin dan proteoglikan. AterosMerosis juga dapat
terjadi akibat kalsifikasi pada lapisan media muskularis pembuluh arteri tanpa
terlihat adanya kerusakan dan perlemakan pada intima pembuluh arteri. Penyakit,
ini disebut sklerosis medial. Teori (infiltrasi) lipid menekankan peranan kolesterol
dan plasma lipoprotein, tenrtama LDL sebagai pemacu aterogenesis. Dalam ha1
ini hiperlipidemia dapat terjadi karena faktor genetik, seperti familial
hipercholesterolemia, familial hiperbetalipoproteinimia atau karena faktor
lingkungan, misalnya oleh induksi diet tinggi lemak. Kondisi tersebut di atas
dapat menyebabkan peningkatan akumulasi lemak ekstraseluler dan intra seluler
serta hansportasi lipoprotein plasma ke dalam dinding arteri, selain itu dapat juga

tejadi peningkatan mobilisasi monosit pada tunika intima yang kemudian akan
berubah menjadi makrofag dan memfagositosis lipoprotein menjadi sel busa
(Lelana 1997).

Gambar 2. Aterosklerosis pembuluh daral~.asfibrous cap, bstunika media, c;pusat nekrosa
(aterosklerosis) (Cotran el all 1994).

Aterosklerosis tidak terjadi secara mendadak, melainkan tejadi melalui
sejumlah tahapan, masing-inasing tahapan inemerlukan waktu untuk mencapai
tahap berikutnya. Pada tahap awal, secara makroskopik belum terlihat perubahan
pada dinding arteri, namun secara mikroskopik pada intima arteri ditemukan
sekelompok sel yang dalam sitoplasmanya terlihat gelembung-gelembung mirip
busa sabun, oleh karenaya disebut sel busa (foam cell). Sel busa ini berasal dari
makrofag yang berisi ester kolesterol. Tahap berikutnya adalah pembentukan garis
lemak Cfatty streak). Pada tahap ini terjadi penumpukan sel-sel busa sehingga
mendesak endotelium. Secara makroskopik terlihat dinding arteri sedikit
menonjol ke dalam lumen membentuk geligir. Selanjutnya, di samping sel busa
juga terlihat tumpukan lemak ekstra sel yang terjadi karena nekrosis sel busa. Di
dalam intima juga dijumpai limfosit, sel-sel otot polos dan serat kolagen.
Keberadaan serat kolagen ini menimbulkan bercak berserat (fibrous plaque).
Walaupun dalam keadaan terdesak, sel-sel endothelium masih telihat utuh. Secara
makroskopis terlihat adanya tudung yang menonjol ke dalam lumen. Terakhir
adalah tahap lesi kompleks, yaitu terjadinya nekrosis endothelium yang memicu
tejadinya hombus yang disajikan pada Gambar 3.

Sebagai akibat dari sumbatan lemak pada aorta memungkinkan terjadinya
resiko penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease). Penyakit jantung
koroner secara patologi merupakan representasi dari kerusakan terhadap sirkulasi
arteri koroner sebagai hasil dari deposit lemak pada bagian dalam (intima) dari
pembuluh darah. (Brata dan Arbai 2001). Menurut Passmore (1986), penyakit
jantung merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh beberapa kausa
yang dibagi menjadi faktor tidak termodifikasi seperti umur, dan jenis kelamin
(pria lebih berisiko), kemudian juga karena sebab yang dapat dimodifikasi seperti
tingkat kolesterol darah, tekanan darah, diabetes melitus, kegemukan, stress dan
aktivitas fisik yang tidak memadai.
Kejadian aterosklerosis dapat dipicu oleh hal-ha1 lain diantaranya frekuensi
merokok, pola makan yang tidak teratur, juga tingkat stress yang cukup tinggi,
~~~

- - -

--

-

~

~

-

-

~

Studi epidemiologi di berbagai negara telah membuktikan adanya hubungan yang
nyata antara kebiasaan merokok dengan perkembangan atau percepatan
terbentuknya aterosklerosis. (Diana 1990). Studi lain juga mengatakan obesitas
sebagai faktor timbulnya penyakit jantung (Katzen dan Mahler 1978).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tumbelaka (1997) terdapat tiga hipotesis
terjadinya aterosklerosis, yaitu :
1. Hipotesis respon terhadap perlukaan
Aterosklerosis diawali dengan hilangnya Iapisan sel endotel yang
diikuti dengan agregasi sel hombosit kemudian diikuti dengan
pengeluaran faktor pertumbuhan Platelet Derived Growth Factor
(PDGF) yang dapat menstimulasi migrasi dan proliferasi sel-sel otot
polos di dalam lapisan intima. Terkelupas atau menghilangnya
lapisan sel endotel atau menurunya fungsi sel endotel dapat
disebabkan oleh faktor mekanis seperti aliran darah yang deras dan
bertekanan tinggi, faktor kimiawi akibat kekurangan oksigen
(hipoksemia), faktor imunologis dan adanya infeksi virus.Terjadinya
disfungsi sel endotel merupakan awal pembentukan plak atheroma
yang ditandai dengan meningkatnya adhesi monosit pada endotel

2. Hipotesis lipid

Hiperlipidemia, khususnya hiperkolesterolimia merupakan penyebab
utama aterosklerosis. teori infiltrasi lipid tergantung pemasukan
kolesterol LDL ke dalam lapisan intima dalam jumlah yang melebihi
kapsitas degradasi jaringan sehingga akan terjadi penimbunan
lemak.
3. Hipotesis gabungan

Hipotesis gabungan merupakan teori penyebab aterosklerosis yang
dianut pada saat ini. Kerusakan pada lapisan endotel mengakibatkan
timbulnya efek sitotoksik dari lipid peroksida akibat reaksi oksidasi
pada lipid yang dilanjutkan dengan infiltrasi lipid yang berlebihan.
Oksidasi lipoprotein kemungkinan merupakan salah satu variasi
mekanisme kelainan lipoprotein pada dinding arteri. Makrofag
mengeluarkan berbagai produk teimasuk enzim protease yang
berikatan dengan dengan protein lain seperti imunoglobulin. Pada
fase akut protein dapat menyebakan endositosis lipoprotein atau
pada proses fagositosis ole11 makrofag. Makrofag juga dapat
menstimulasi produk lain yang merangsang terjadinya aterosklerosis.
Masuknya monosit ke dalam dinding arteri merupakan ha1 yang berguna
dalam menlbantu menghilangkan endpan yang terbentuk. Pembersihan dilakukan
oleh sel makrofag yang berasal dari modifikasi monosit. Akan tetapi bila
prosesnya berjalan kronis, seperti pada proses inflamasi kronis maka proses
penganlbilan monosit oleh lapisan endotel ini akan bersifat merusak. Sampai saat
ini mekanisme yang menyebabkan terjadinya perubahan monosit menjadi
makrofag belum diketahui, akan tetapi diketahui bahwa konsentrasi akumulasi
lipoprotein abnormal rata-rata tinggi di dalam makrofag.
Robin dan Farber (1988) di dalam Lelana (1997) menyatakan bahwa ciri
utaina progesi aterosklerosis adalah hilangnya kontinuitas sel endotel sehingga
berakibat

peningkatan

permeabilitas

arteri

terhadap

lipoprotein

yang

menyebabkan akumulasi protein, peningkatan interaksi dengan keping darah

merangsang pelepasan lebih banyak faktor pertumbuhan dan mempercepat
aterogenesis dan peningkatan kemungkinan trombosis.

Hubungan antara kemungkinan terjadi aterosklerosis dengan frekuensi
merokok rnenurut Mc Gill (1963) sulit dibuktikan dengan ilmu yang berkembang
saat itu. Namun pengukuran yang diarnbil dari keterkaitan antara frek~~ensi
merokok dengan aterosklerosis penyebab penyakit jantung telah dibuktikan
berkurangnya frekuensi merokok pada orang dewasa di Amerika pada tahun 1958
berakibat kepada berkurangnya jumlah penderita penyakit jantung menjadi
sepertiganya pada tahun yang sama.

Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
Orycfolagus cuniculus biasa disebut juga europe rabbit, old world rabbit

dan new zealand white rabbit. Kelinci jenis ini termasuk kedalam kelinci yang
sudah didomestikasi. Menurut Tislerics (2000), Masifikasi kelinci (Gambar 4)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
: Chordata
Philum
Subphilum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
: Lagomorpha
Ordo
: Leporidae
Famili
Genus
: Oryctolagus
: Oryctolagus cuniculus
Species
(Linnaeus 1758)
Kelinci jenis ini merupakan kelinci yang paling banyak digunakan dalam
penelitian. Kelinci adalah hewan model yang banyak digunakan dalam penelitian
selain mencit clan tikus, terutama pada penelitian yang bertujuan untuk
mempelajari kandungan gizi suatu produk, percobaan produk medis seperti obatobatan dan stud tentang penyakit-penyakit tertentu (Cheehe et a1 1986).
Penggunaan hewan coba d dalam penelitian dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya spesies, umur, jenis kelamin dan bobot badan. Pemilihan hewan
model sangat bergantung pada tingkat kesamaan hewan coba dengan manusia

Gambar 4. Kelinci new zealand white

BAHAN dan METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga September 2007.
Penelitian dilakukan di bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan
Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahau
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, kandang pemeliharaan
kelinci, alat bedah, alat-alat gelas, tabung reaksi, jaruin suntik, kandang jepit,
maserator, kain saring, evaporator vacum, corong, pompa vacum, blender,
mikroskop.
Hewan percobaan yang digunakan adalah kelinci (Oryctolagus cuniculus)

New Zealand Khite berusia 5 bulan dengan bobot 1800-1900 gram, jenis kelamin
jantan, sehat dan beraktifitas normal. Kelinci yang digunakan sebanyak 18 ekor.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: obat penurun kolesterol simvastatin,
tempe, ransum kelinci jenis Rb 1I, air mineral isi ulang, kolesterol murni dan gum
arab.
Metode
Pembuatan Ekstrak Tempe
Sebanyak 500 gram tempe yang telah ditambah 500 ml metanol
dihancurkan menggunakan blender. Larutan dimaserasi dua kali sampai larutan
tidak berwarna.

Tahap selanjutnya adalah penyaringan dengan kain saring.

Supeinatan yang diperoleh kemndian diuapkan menggunakan evaporator vacum
himgga volume menjadi 1R-nya. Ekstrak methanol kemudian dimaserasi lagi
dengan penambahan n-heksana sebanyak 100 ml. Fraksi metanol dipisahkan
dengan fiaksi n-heksana menggunakan corong sampai n-heksana tidak berwarna
lagi. Eraksi metanol selanjutnya dipekatkan dengan vacum evaporator pada suhu
50°C; 750 mmHg hingga kental dan siap digunakan untuk penelitian. Untuk
memenuhi jumlah ekstrak yang diperlukan dalam penelitian, dilakukan prosedur
yang sama.

Perlakuan

Sebanyak 18 ekor kelinci New Zealand White berumur 5 bulan dengan berat
1800 gram sampai 1900 gram dan dibagi inenjadi 6 kelompok perlakuan.
Sebelum perlakuan, dilakukan masa adaptasi selama 3 minggu. Hal ini dilakukan
agar kelinci tidak stress sehingga tidak mempengaxhi hasil penelitian. Selama
masa adaptasi kelinci hanya diberi pakan manual (Rbll) dalam bentuk pelet dan
air minum, diberi obat antiparasit (IvoMexB) dan diamati kondisi kesehatannya.
Rbll meiupakan ransum standar untuk kelinci yang diperoleh dari Balai
Penelitian Temak (BPPT) Ciawi dengan kandungan nutrisi per 100 g yaitu lemak
(7.77 g), protein (17.81 g), karbohidrat (58.35 g), serat kasar (10.42g) dan energi
(347.5 kal).
Setelah masa adaptasi, kelinci ditimbang dan dibagi kedalam enam
kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari tiga ekor
lelinci, dan masing-masing kelinci di teinpatkan dalam kandang dengan ukuran
62~40x76cm3 yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Adapun
rancangan percobaan adalah sebagai berikut:
1. Kontrol negatif

: hanya diberi pakan dan air minum.

2. Kontrol positif

: diberi pakan, minum dan kolesterol sebanyak 0,l glkg

bblhari.
3. Kelompok I

: diberi pakan, minum, kolesterol 0,l glkg bbkari dan

simvastatin sebanyak 15 mglekorlhari.
4. Kelompok I1

:diberi pakan, minum, kolesterol 0,l glkg bblhari dan

ekstrak tempe dosis 100 inglekorhari.
5. Kelompok I11

: diberi

pakan, minum, kolesterol 0,l g/kg bblhari dan

ekstrak tempe dosis 200 mglekorlhari.
6. Kelompok IV

: diberi pakan, minum, kolesterol 0,l glkg b b h i dan

ekstrak tempe dosis 400 mglekorlhari.
Pemberian

kolesterol, simvastatin dan ekstrak tempe dilakukan secara

peroral selama 9 minggu. Pada akhir masa perlakuan, kelinci dimatikan untuk
diambil pembuluh darah aortanya guna pengamatan histopatologis.

Pembuatan Preparat Histopatologi
Aorta kelinci difiksasi menggunakan larutan Buffer Netral Formalin

(BNF) 10% selama 3x24 jam. Setelah itu dilakukan trimming kemudian dilakukan
dehidrasi secara beitahap menggunakan larutan alkohol bertingkat dimulai 70%
hingga absolut lalu dilakukan clearing menggunakan xylol, kemudian embedding
(pencetakan) dan akhirnya dipotong setebal 3-5 mikron dengan menggunakan
mikrotom. Tahap terakhir adalah pewamaan menggunakan pewama HE
(Hemoxilin Eosin).
Pengamatan Histopatologi
Pengamatan histopatologi dilakukan terhadap terbentuknya sel busa

Voamy cell) pada tunika intiina pembuluh darah. Pengamatan preparat pembuluh
darah kelinci dengan pemberian kolesterol dengan penambahan obat penurun
kolesterol simvastatin dilakukan sebagai perbandingan. Selanjutnya dilakukan
perbandingan lesio yang timbul antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Diperoleh hasil yang positif dari pengamatan histopatologi kelompok
perlakuan kolesterol dengan penambahan ekstrak metanol tempe, yaitu
pencegahan pembentukail plak. Hal ini terlihat dengan rnembandingkan aorta
kelompok perlakuan ekstrak tempe dengan simvastatin dan kontrol positif seperti
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembentukan plak atheroma pada aorta kelinci
Perubahan HP
Plak atheroma

Perlakuan
kontrol (-)

kontrol (+)

I

I1

111

IV

-

+

-

-

-

-

Pada tabel di atas tampak pembuluh darah kelinci kelompok kontrol
negatif tidak terbentuk plak (Gambar 5). Pada pemerikasaan histopatologi terlihat
adanya timb~manlemak atau atheroma pada lapisan tunika intima pembulub darah
(ateroskelerosis). Tunika intima normal tersusun atas sel-sel endotel poligonal
dan pipih (Genesser 1994). Pembuluh darah aorta berhngsi sebagai jalan utarna
pergerakan darah keluar dari jantung. Abnormalitas pada pembuluh darah
aterosklerosis disebabkan oleh timbunan lipid pada tunika intima. Terjadinya plak
atau timbunan lemak pada intima peinbuluh darah bisa juga disebabkan karena
tingginya kadar LDL darah. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) kadar
kolesterol normal kelinci sebesar 10-80 mgtdl. Pada penelitian Ganda (2008)
diperoleh kadar kolesterol darah kelinci berkisar antara 45-54 mgldl.

Gambar

:an histopatologis pembuluh darah kelinci kontrol negatif.
pembuluh darahbomi d& tidak terbentuk plak artetoskleros&.,pewamti&
Hematoksilin Eosin. Bar 50 pm.

Aterosklerosis adalah timbunan plak ateroma yang terdapat pada tunika
intima arteri. Atheroma (bahasa Yunani yang berarti adonan tepung).
Aterosklerosis adalah penyakit arteri yang komplikasinya membunuh banyak
orang di dunia dibanding penyakit lain, termasuk kanker (Spector and Spector
1993). Atheroma dapat mempengaruhi seinua arteri yang berdiameter lebih dari 2
mm, namun kejadian paling penting terdapat pada aorta, arteri otak, jantung,
mesenterika dan femoralis. Atheroma merupakan penyebab utama serangan
jantung dan stroke, merupakan faktor senilitas dan merupakan komplikasi utama
diabetes. Penambahan kolesterol pada kelompok kelinci kontrol positif dengan
dosis 0,1 g k g bbhari dimaksudkan untuk memberi gambaran pembuluh darah
yang mengalami aterosklerosis (Gambar 6).
Pemberian kolesterol peroral pada kelinci mengakibatkan kadar kolesterol
LDL meningkat sehingga mengakibatkan terbentuknya endapan berlemak pada
tunika intima aorta atau aterosklerosis.

Spector (1993) menyebutkan bahwa

perubahan patologis esensial yang membedakan arteri atheroma dengan pembuluh
darah normal adalah adanya akumulasi kolagen dan materi lipid dalam tunika
intima. Lemak ini terutama terdiri atas kolesterol dan ester kolesterol serta
trigliserida. Pada Gambar 6 , lemak dan jaringan fibrosa berakumulasi sebagai plak
yang menonjol ke dalam lumen pembuluh dan mengakibatkan penye~npitanarteri.
Menurut Pate1 (2005) penyebab terjadinya aterosklerosis yang sebenarnya
belum diketahui secara pasti, namun dapat timbul dan meningkat kejadiannya
karena beberapa faktor, diantaranya faktor keturunan (sejarah keluarga yang

pemah m e n ~ d a ppenyakit aterosklerosis), umur, frekuensi merokok, konsumsi
makanan berlemak, tekanan darah tinggi, obesitas, kurang olahraga dan tekanan
hidup (faktor stress). Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa tejadi timbunan sel
busa (foamy cell) pada tunika intima arteri. Sel- sel busa ini berasal dari makrofag
dengan gelernbung mirip busa yang berisi ester kolesterol. Tahap berikutnya
adalah pembentukan garis lemak (fatty streak).

Pada tahap

ini terjadi

penumpukan sel-sel busa yang dapat mendesak endotelium (Taher 2003).

Gambar 6. Gambaran lustopatologis pembuluh darah kelinci kontrol positif Tampak
plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah @anah), pewarnaan
Hematoksilin Eosin. Bar 50 m.
Sebagai akibat sumbatan lemak pada aorta memungkinkan tejadmya
resiko penyakit jantung koroner (Corona~yHeart Disease). Penyakit jantung
koroner secara patologi merupakan representasi dari kerusakan sirkulasi arteri
koroner sebagai hasil dari deposit lemak pa& bagian &lam (intima) dari
pembuluh darah (Brata dan Arbai 2001). Menurut Passmore (1986) penyakit
jantung merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh beberapa kausa
yang dibagi menjadi faktor tidak termodifikasi seperti umur, dan jenis kelamin
(pria lebih berisiko), dan faktor yang dapat dimodifikasi seperti tingkat kolesterol
darah, tekanan darah, diabetes melitus, kegemukan, stress, dan aktifitas fisik yang
tidak memadai.
Pada kelinci kelompok perlakuan I yang diberi preparat kolesterol dengan
penambahan obat penurun kolesterol simvastatin (Gambar 7), tampak bahwa
pemberian simvastatin n~empunyai efek yang positif terhadap penghan~batan

terbentuknya plak kolesterol. Simvastatin adalah obat anti aterogenik komersial
yang termasuk ke dalam golongan statin. Obat ini digunakan untuk mengontrol
kondisi hiperkolesterolemia dengan cara menurunkan level kolesterol.
Simvastatin adalah derivat sintetis dari produk fermentasi Aspergillus terreus
(Anonim 2009) .

Gambar 7. Histopatologi pembuluh darah kelinci kelompok I (diberi simvastatin),
tampak tidak ada pembentukan plak pada dinding pembuluh darah.
Pewmaan Hematoksilin dan Eosin. Bar 50 pm.
Pada kelompok kelinci yang diberi preparat kolesterol dengan
penambahan ekstrak metanol tempe berbagai dosis, yaitu 100, 200 dan 400 mg
menunjukkan korelasi yang positif terhadap penghambatan pembentukan plak
atheroma. Pemberian ekstrak metanol tempe dengan dosis 100 g/kg BB pada
kelinci aterosklerosis (kelompok 11) menunjukkan efek pencegahan pembentukan
plak. Pada pengamatan histopatologi dapat dilihat tidak tampaknya plak atheroina
pada ttmika intima (Gambar 8a). Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak tempe
mampu mencegab timbulnya plak aterosklerosis. Diduga kandungan isoflavon
pada ekstrak tempe menjadi pencegah timbulnya plak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Lichenstein (1998) bahwa isoflavon dapat menurunkan kadar
kolesterol darah dengan mekanisme yang sama dengan pengaruh hormon estrogen
pada kolesterol darah wanita.
Aterosklerosis juga dapat terjadi dikarenakan adanya proses oksidasi LDL
pada pembuluh darah. Pada konsep ini diduga oksidasi LDL terjadi di dinding
pembuluh darah, yaitu di tunika intima karena LDL pada tunika intima tidak

terlindung oleh antioksidan yang melimpah di dalam plasma (Taher 2003).
Kandumgan alpha dan gamma tokoferol (vitamin E) juga isoflavon pada tempe
diketahui mempunyai khasiat sebagai antioksidan. Mengacu pada teori di atas
maka dapat disimpulkan bahwa salah satu efek pencegahan aterosklerosis oleh
fitoestrogenjuga disebabkan oleh khasiat anti oksidasinya.
Pada Gambar 8b dan 8c terlihat bahwa pemberian ekstrak tempe dengan
konsentrasi lebih tinggi (200 dan 400 mglekorhari) juga memberikan efek yang
baik dalam mencegah timbulnya plak. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya
plak atheroma yang timbul pada tunika intima.

Kondisi ini sesuai dengan

pernyataan Esterbauer et al. (1989) dalam Sofian (2005), yang menyatakan bahwa
semakin besar konsentrasi suatu zat yang dapat menurunkan atau menghambat
sintesis kolesterol maka akan semakin besar pula dayanya umtuk menurunkan dan
menghambat pembentnkan kolesterol sehingga kadar kolesterol yang dihasilkan
akan semakin sedikit.
Gambaran histopatologi pembuluh darah pada kelompok perlakuan 11, 111,
dan IV mengindikasikan bahwa zat aktif yang terkandung pada ekstrak telnpe
mampu mencegah timbulnya plak pada tunika intima. Pada konsumsi ekstrak
ternpe dengan dosis lebih besar terlihat bahwa pengaruh pemberian ekstrak tempe
memberikan hasil yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan dosis 100
mgfkg BB sudah cukup untuk inenghambat pembentukan plak arterosklerosis.
Namun demikian secara patologi klinik pemberian dosis yang lebih besar dapat
menurunkan kadar kolesterol darah lebih besar (Ganda 2008). Penum~anresiko
timbulnya plak pada pembuluh darah aterosklerosis oleh telnpe dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Menurut Brata dan Arbai (2001), serat dan ragi tempe dapat
menmmkan kadar kolesterol. Serat adalah bagian dari tumbuhan yang tidak
dapat dicema. Di dalam usus, serat rnengikat asam lemak dan kolesterol sehingga
tidak dapat diabsorbsi oleh usus dan langsung dibuang bersama feces. Anderson
(1994) melaporkan bahwa aksi utama penurunan penyerapan k