Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol Dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

(1)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK METANOL DAN

FRAKSIKLOROFORM DAUN SIRSAK (Annona muricata L.)

SKRIPSI

OLEH:

NIKY PUJI UTAMI

NIM 111524027

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI

AKTIVITASANTIBAKTERI DARI EKSTRAK METANOL

DAN

FRAKSI KLOROFORMDAUN SIRSAK (Annona muricata L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Farmasi padaFakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NIKY PUJI UTAMI

NIM 111524027

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK METANOL DAN

FRAKSIKLOROFORM DAUN SIRSAK (Annona muricata L.)

OLEH:

NIKY PUJI UTAMI

NIM 111524027

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: September 2013 Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.Dr. Marline Nainggolan, M.Sc., Apt. NIP 195108161980031002NIP 195709091985112001

Pembimbing II, Dr.GindaHaro, M.Sc., Apt. NIP 195108161980031002

Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001NIP195304031983032001

Drs. PanalSitorus, M.Si., Apt.

NIP 195310301980031002 Medan,September 2013

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak

Metanol Dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.). Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Puja Nurmadi, S.T., M.Si., dan Fery Darmayani yang selalu memberikan doa, dukungan, serta pengorbanan baik moril maupun material selama menempuh pendidikan Strata 1 Farmasi.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

2. Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.


(5)

4. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Fitokimia dan Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Mikrobiologi dan seluruh staf yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama penelitian.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah membina dan mendidik penulis selama perkuliahan dan Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama ini.

6. Teman dekat Surya Darma dan sahabat-sahabat penulis Dwinanda Pratiwi, Maya Justitia, Dina Rita Pratiwi, Oktriza Witi dan Desy Ermayanti Hasibuan, serta rekan-rekan farmasi ekstensi stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, September 2013 Penulis


(6)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI KLOROFORM

DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) ABSTRAK

Telah dilakukan skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol dan fraksi kloroform daun sirsak (Annona muricata L.) familia Annonaceae terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia, ekstrak metanol dan fraksi kloroform. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol dan dilanjutkan dengan fraksinasi secara berturut-turut menggunakan pelarut n-heksana dan kloroform. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan secara in vitro dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas.

Hasil skrining fitokimia daun sirsak menunjukkan adanya senyawa alkaloid, tanin, flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid, dan saponin. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 150 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,1 mm dan bakteri Escherichia coli

pada konsentrasi 250 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,5 mm. Konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak metanol pada konsentrasi 5 mg/ml, memberikan diameter daerah hambatan sebesar 8,6 mm untuk bakteri

Staphylococcus aureus dan 8,0 mm untuk bakteri Escherichia coli. Fraksi kloroform memberikan daerah hambat yang kurang baik terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia coli,dimana diameter daerah hambatan terbesar fraksi kloroform pada konsentrasi 300 mg/ml dengan diameter daerah hambat berturut-turut sebesar 12,1 mm dan 11,5 mm. KHM fraksi kloroform pada konsentrasi 50 mg/ml, memberikan diameter daerah hambatan sebesar 8,8 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus dan 8,3 mm untuk bakteri Escherichia coli. Ekstrak metanol lebih efektif menghambat bakteri dibandingkan dengan fraksi kloroform.


(7)

THE PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF METHANOL EXTRACT AND CHLOROFORM

FRACTION OF SOURSOP LEAVES(Annona muricata L.) ABSTRACT

The phytochemical screening, and antibacterial activity of methanol extract, chloroform fraction of soursop leaves (Annona muricata L.), of the family of Annonaceae againts Staphylococcus aureus and Escherichia coli

have been carried out.

The phytochemical screening of simplex powder, methanol extract, chloroform fraction have been carried out. The extraction process by maceration method using methanol as solvent and then fractionated, first with

n-hexane then chloroform. The antibacterial activities were measured in vitro

by means of agar diffusion method using paperdisk.

The phytochemical screening results of soursop leaves showed the presence of alkaloid, tannin, flavonoid, glycoside, steroid/triterpenoid and saponine. The results of antibacterial activities examination showed methanol extract can inhibited the growth of Staphylococcus aureus at concentration 150 mg/ml with inhibitation zone diameter were 14.1 mm and Escherichia coli

at concentration 250 mg/ml with inhibitation zone diameter were 14.5 mm. Minimum inhibitory concentration (MIC) of methanol extract were 5 mg/ml, with inhibitation diameter were 8.6 mm for Staphylococcus aureus and 8.0 mm for Escherichia coli. The chloroform fraction given less inhibitory against the growth of Staphylococcus aureus and Escherichia coli, which the largest diameter area of chloroform fraction at concentration 300 mg/ml with inhibitation diameter were consecutively as follows 12.1 mm dan 11.5 mm. Minimum inhibitory concentration (MIC) of chloroform fraction were 50 mg/ml, with inhibitation diameter were 8.8 mm for Staphylococcus aureus

and 8.3 mm for Escherichia coli. The methanol extract has more effective to inhibited bacterial than chloroform fraction.

Key words: soursop leaves, antibacterial activity, Staphylococcus aureus and


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan... 5

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 5

2.1.2 Nama Daerah ... 5

2.1.3 Habitat ... 6

2.1.4 Morfologi ... 6

2.1.5 Kandungan Kimia ... 7


(9)

2.2 Ekstraksi ... 9

2.3 Bakteri ... 11

2.3.1 Klasifikasi Bakteri ... 11

2.3.2 Uji aktivitas antimikroba ... 17

BAB IIIMETODE PENELITIAN... 19

3.1 Alat-Alat ... 19

3.2 Bahan-Bahan ... 20

3.3 Pengumpulan Dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 20

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 20

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 20

3.3.3 Pembuatan Simplisia ... 21

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 21

3.4.1 Pereaksi asam klorida 2 N ... 21

3.4.2 Pereaksi asam nitrat 0,5 N ... 22

3.4.3 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 22

3.4.4 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 22

3.4.5 Pereaksi Bouchardat ... 22

3.4.6 Pereaksi Dragendorff ... 22

3.4.7 Pereaksi Mayer ... 22

3.4.8 Pereaksi Molish ... 23

3.4.9 Pereaksi natrium hidroksida 2 N ... 23

3.4.10 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 23

3.4.11 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 23

3.5Skrining Fitokimia ... 23

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida ... 23

3.5.2 Pemeriksaan antrakinon ... 24


(10)

3.5.4 Pemeriksaan flavonoida ... 24

3.5.5 Pemeriksaan glikosida ... 25

3.5.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida ... 25

3.5.7 Pemeriksaan saponin ... 26

3.6Pembuatan Ekstrak ... 26

3.7Pembuatan Media ... 27

3.7.1 Media nutrient agar ... 27

3.7.2 Media nutrient broth ... 27

3.8Sterilisasi Alat ... 28

3.9Pembuatan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.) ... 28

3.10 Pembuatan Stok Kultur Bakteri ... 28

3.11 Penyiapan Inokulum Bakteri ... 29

3.12 Pembuatan Larutan Uji (Ekstrak Metanol dan Kloroform) Dengan Berbagai Konsentrasi ... 29

3.13 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In Vitro ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 31

4.2 Hasil Skrining Fitokimia ... 31

4.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol, dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia ekstrak metanol dan fraksi

kloroform ... 31 Tabel 4.2 Hasil pengukurandiameter daerah hambatan rata-rata

pertumbuhanbakteri Staphylococcus aureus

dan Escherichia coli dari ekstrak metanol

daun sirsak ... 34 Tabel 4.3 Hasil pengukurandiameter daerah hambatan rata-rata

pertumbuhanbakteri Staphylococcus aureus

dan Escherichia coli dari fraksi kloroform


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan ... 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan sirsak (Annona muricata L.) ... 44 Lampiran 3. Gambar simplisia daun sirsak dan serbuk simplisia

daun sirsak ... 45 Lampiran 4. Bagan pembuatan ekstrak secara maserasi dan fraksinasi .... 46 Lampiran 5. Bagan pengujian aktivitas antibakteri ... 47 Lampiran 6. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan

pertumbuhanbakteri Staphylococcus aureusdan

Escherichia coli oleh ekstrak metanol daun sirsak ... 48 Lampiran 7. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan

pertumbuhanbakteri Staphylococcus aureusdan

Escherichia coli oleh fraksi kloroform daun sirsak ... 49 Lampiran 8. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan

Escherichia coli oleh ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan n-heksana daun sirsak penelitian Andrisa, (2012) 50 Lampiran 9. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun sirsak

terhadap Staphylococcus aureus ... 51 Lampiran 10. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun sirsak

terhadap Escherichia coli ... 53 Lampiran 11. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi kloroform daun sirsak

terhadap Staphylococcus aureus ... 55 Lampiran 12. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi kloroform daun sirsak


(13)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI KLOROFORM

DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) ABSTRAK

Telah dilakukan skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol dan fraksi kloroform daun sirsak (Annona muricata L.) familia Annonaceae terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia, ekstrak metanol dan fraksi kloroform. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol dan dilanjutkan dengan fraksinasi secara berturut-turut menggunakan pelarut n-heksana dan kloroform. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan secara in vitro dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas.

Hasil skrining fitokimia daun sirsak menunjukkan adanya senyawa alkaloid, tanin, flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid, dan saponin. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 150 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,1 mm dan bakteri Escherichia coli

pada konsentrasi 250 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,5 mm. Konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak metanol pada konsentrasi 5 mg/ml, memberikan diameter daerah hambatan sebesar 8,6 mm untuk bakteri

Staphylococcus aureus dan 8,0 mm untuk bakteri Escherichia coli. Fraksi kloroform memberikan daerah hambat yang kurang baik terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia coli,dimana diameter daerah hambatan terbesar fraksi kloroform pada konsentrasi 300 mg/ml dengan diameter daerah hambat berturut-turut sebesar 12,1 mm dan 11,5 mm. KHM fraksi kloroform pada konsentrasi 50 mg/ml, memberikan diameter daerah hambatan sebesar 8,8 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus dan 8,3 mm untuk bakteri Escherichia coli. Ekstrak metanol lebih efektif menghambat bakteri dibandingkan dengan fraksi kloroform.


(14)

THE PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF METHANOL EXTRACT AND CHLOROFORM

FRACTION OF SOURSOP LEAVES(Annona muricata L.) ABSTRACT

The phytochemical screening, and antibacterial activity of methanol extract, chloroform fraction of soursop leaves (Annona muricata L.), of the family of Annonaceae againts Staphylococcus aureus and Escherichia coli

have been carried out.

The phytochemical screening of simplex powder, methanol extract, chloroform fraction have been carried out. The extraction process by maceration method using methanol as solvent and then fractionated, first with

n-hexane then chloroform. The antibacterial activities were measured in vitro

by means of agar diffusion method using paperdisk.

The phytochemical screening results of soursop leaves showed the presence of alkaloid, tannin, flavonoid, glycoside, steroid/triterpenoid and saponine. The results of antibacterial activities examination showed methanol extract can inhibited the growth of Staphylococcus aureus at concentration 150 mg/ml with inhibitation zone diameter were 14.1 mm and Escherichia coli

at concentration 250 mg/ml with inhibitation zone diameter were 14.5 mm. Minimum inhibitory concentration (MIC) of methanol extract were 5 mg/ml, with inhibitation diameter were 8.6 mm for Staphylococcus aureus and 8.0 mm for Escherichia coli. The chloroform fraction given less inhibitory against the growth of Staphylococcus aureus and Escherichia coli, which the largest diameter area of chloroform fraction at concentration 300 mg/ml with inhibitation diameter were consecutively as follows 12.1 mm dan 11.5 mm. Minimum inhibitory concentration (MIC) of chloroform fraction were 50 mg/ml, with inhibitation diameter were 8.8 mm for Staphylococcus aureus

and 8.3 mm for Escherichia coli. The methanol extract has more effective to inhibited bacterial than chloroform fraction.

Key words: soursop leaves, antibacterial activity, Staphylococcus aureus and


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman sirsak (Annona muricata L.), yang juga dikenal dengan sebutan nangka sebrang merupakan tanaman tropis dan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai tanaman buah yang syarat dengan gizi. Dalam industri makanan, sirsak dapat diolah menjadi selai buah, sari buah, sirup dan dodol sirsak (Warisno dan Dahana, 2012).

Daun sirsak mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B dan C), fitosterol, kalsium oksalat dan beberapa kandungan kimia lainnya termasuk annonaceous acetogenins

(Mangan, 2009). Daun tanaman ini secara tradisional digunakan untuk mencegah dan mengobati abses, artritis, asma, bronkitis, gangguan empedu, diabetes, jantung, hipertensi, cacingan, gangguan hati, malaria, rematik, obat penenang, tumor dan kanker (Wicaksono, 2011)., selain itu digunakan juga untuk pengobatan beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti pneumonia, diare, infeksi saluran kemih dan beberapa jenis penyakit kulit karena ekstrak dari daun inimemiliki senyawa antibakteri yang berlimpah (Gajalakshmi, et al., 2012).

Studi untuk sifat antibakteri telah diteliti dan menunjukkan bahwa daun sirsak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif maupun


(16)

negatif seperti Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae, Escherichia coli, dan

Salmonella enteritidis (Viera, et al., 2010).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang sering terdapat pada kulit dan selaput lendir manusia. Bakteri ini dapat menjadi penyebab infeksi pada kulit (Jawetz, 2001). Escherichia colimerupakan bakteri gram negatif yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Bakteri ini menjadi patogen ketika mencapai jaringan di luar intestinal normal atau tempat flora normal yang kurang umum dan dapat

menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare (Syahrurachman, dkk., 1994).

Penelitian yang dilakukan oleh Andrisa (2012), mengenai aktivitas antibakteri pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksana dari daun sirsak dilakukan dengan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun sirsak merupakan fraksi yang paling aktif sebagai antibakteri.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan skrining fitokimia, dan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol dan fraksi kloroform daun sirsak (Annona muricata L.)menggunakan bakteri uji yaitu

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas.


(17)

1.2Perumusan Masalah

1. Apa saja golongan senyawayang terdapat dalam simplisiadaun sirsak? 2. Apakah ekstrak metanol dan fraksi kloroform dari simplisia daun

sirsakmempunyai sifat antibakteri terhadap bakteriStaphylococcus aureus dan Escherichia coli?

1.3Hipotesis

1. Simplisia daun sirsak mengandung senyawa flavonoid, tanin, alkaloid dan saponin.

2. Ekstrak metanol dan fraksi kloroform dari simplisia daun sirsak bersifat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui informasi golongan senyawa yang terdapat dalam simplisia daun sirsak.

2. Untuk mengetahui informasi aktivitas antibakteri ekstrak metanol dan fraksi kloroform dari simplisia daun sirsak terhadap bakteri


(18)

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi tentang aktivitas antibakteri dari simplisia daun sirsak terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, habitat, morfologi, kandungan kimia dan manfaat.

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut Muktiani (2012), sistematika tumbuhan sirsak adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Ranales Famili : Annonaceae Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L.

2.1.2 Nama Daerah

Menurut Depkes RI (1989), nama daerah tumbuhan sirsak adalah deureuyan belanda (Aceh); tarutung bolanda (Batak); durio ulondra (Nias); durian belanda, nangka belanda, nangka walanda (Melayu); durian betawi, durian batawi (Minangkabau); jambu landa (Lampung); nangkawalanda (Sunda); angka londa, nangkamanila; nangka sabrang, mulwa londa, surikaya


(20)

welonda, srikaya welandi (Jawa); nangka buris, nangka englan, nangka moris (Madura); srikaya jawa (Bali); naka, nakat, annona (Flores); mangka walanda (Sulawesi Utara); langle lo walanda (Gorontalo); srikaya belanda (Makasar), srikaya belanda (Bugis); anad walanda tafena warata (Seram); anaal wakano (Nusa Laut), naka loanda (Buru); durian, naka wolanda (Halmahera); naka walanda (Ternate); naka lada (Tidore).

2.1.3 Habitat

Tanaman sirsak membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai untuk dapat tumbuh dengan baik. Secara umum, tanaman ini hanya dapat tumbuh pada wilayah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Di atas ketinggian 1000 meter, sirsak masih dapat tumbuh, tetapi untuk dapat menghasilkan buah sangat kecil (Wicaksono, 2011).

Curah hujan yang dibutuhkan tanaman sirsak adalah curah hujan sedang, berkisar antara 600-2000 mm per tahun. Tanaman sirsak dikenal sebagai tanaman yang tahan terhadap berbagai kondisi suhu udara, asalkan tidak terlalu dingin atau terlalu panas. Tanaman ini masih dapat hidup pada kisaran suhu 5°C-40°C, namun suhu optimal untuk pertumbuhan dan pembuahan tanaman sirsak adalah 24°C-32°C (Warisno dan Dahana, 2012).

2.1.4 Morfologi

Tanaman sirsak berupa tanaman perdu berbentuk pohon dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter. Daun sirsak berbentuk lonjong, elips atau lonjong dengan ujung lancip. Permukaan daun halus dan mengkilap, bagian atas


(21)

berwarna hijau tua sedangkan bagian bawah berwarna hijau muda. Akar tanaman sirsak cukup dalam karena dapat menembus tanah sampai kedalaman 2 meter. Akar sampingnya cukup banyak dan kuat. Bunga sirsak berwarna kuning atau kehijauan, terdiri atas kelopak-kelopak bunga yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk kerucut. Bunga sirsak dapat tumbuh pada cabang, ranting, bahkan batang. Buah sirsak memiliki bentuk dasar kerucut, tetapi bentuknya tidak beraturan. Kulit buah berwarna hijau tua pada saat muda, namun warnanya akan berubah menjadi hijau kekuningan saat sudah masak. Buah memiliki duri-duri lunak berwarna hijau yang menyelimuti seluruh buah. Daging buah berwarna putih, beraroma khas, dan rasanya manis masam pada saat sudah masak. Biji sirsak berwarna hitam, lonjong, dan keras (Warisno dan Dahana, 2012).

2.1.5 Kandungan Kimia

Menurut Mangan (2009), kandungan kimia dari sirsak adalah flavonoid, tanin, saponin, alkaloid, kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B dan C), fitosterol dan kalsium oksalat.

Kandungan kimia dari jenis-jenis dari suku Annonaceae terdiri dari dua golongan yaitu non alkaloid dan alkaloid. Golongan non alkaloid yang telah diketahui adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan gliserida yang dapat menyebabkan kematian pada serangga. Golongan alkaloid yang ditemukan pada tanaman ini meliputi beberapa senyawa dari golongan benzil-tetrahidro-isoquinolin dan salah satunya adalah liriodin yang bersifat antitumor, antibakteri dan antijamur (Widiana, dkk., 2010).


(22)

Salah satu kandungan kimia sirsak yang berperan penting untuk obat adalah flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dan keberadaannya pada daun tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa bahan alam dari golongan fenolik (Markham, 1982).

Selain flavonoid, kandungan kimia sirsak yang juga dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang sering ditemukan pada tanaman. Tanin merupakan astringen, polifenol, berasa pahit, dapat mengikat dan mengendapkan protein serta larut dalam air (terutama air panas). Umumnya tanin digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan sebagai antibakteri, tetapi tanin juga banyak diaplikasikan untuk pengobatan diare, hemostatik (menghentikan pendarahan) dan wasir (Widiana, dkk., 2010).

Saponin merupakan kelompok dari glikosida yang berasal dari tanaman. Saponin mengandung steroid atau triterpenoid aglikon yang mana berikatan pada salah satu atau lebih rantai glukosa. Saponin memiliki kemampuan sebagai antibakteri dan antijamur (Bachran, 2008).

2.1.6 Manfaat

Daun sirsak dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan diare, penurun panas, antikejang, antijamur, antiparasit,


(23)

antimikroba, sakit pinggang, asam urat, gatal-gatal, bisul, dan lain-lain (Mardiana dan Ratnasari, 2011).

2.2 Ekstrasi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara yang tepat (Ditjen POM, 2000). Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) adalah:

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali perendaman dan pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai penyarian sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pelembaban bahan, tahap pendiaman antara, dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus menerus sampai ekstrak


(24)

yang diinginkan habis tersari. Tahap pelembaban bahan dilakukan menggunakan cairan penyari sekurang-kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang mudah mengembang.

B. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan menggunakan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada temperatur 40-50°C.

4. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C selama waktu tertentu (15-20 menit).


(25)

2.3 Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniselular dan tidak

mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya (Pelczar dan Chan, 2006).

2.3.1 Klasifikasi Bakteri

Menurut (Volk dan Wheeler, 1984), berdasarkan bentuknya bakteri dibagi menjadi tiga kelompok utama:

a. Kokus

Kokus (berarti buah beri) bentuknya seperti buah beri kecil di bawah mikroskop. Beberapa kokus secara khas hidup sendiri-sendiri, yang lain dijumpai dalam pasangan, kubus, atau rantai panjang, bergantung caranya membelah diri dan kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan.

b. Basil

Basil (artinya batang kecil) adalah bakteri yang bentuknya menyerupaibatang atau silinder. Tidak seperi kokus, basil membelahdalam satu bidang. Oleh sebab itu, mungkin teramati sebagai sel tunggal, berpasangan, atau dalam rantai pendek atau panjang berbeda dengan kokus, panjang rantainya bukan merupakan tanda pengenal.

c. Spiral

Kelompok ini terdiri atas keanekaragaman tinggi bakteri berbentuk silinder, yang bukannya lurus seperti basil, melainkan melingkar dengan berbagai derajat.


(26)

a. Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut Bergey edisi ke-7 (Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut:

Divisi : Schizophyta Kelas : Schyzomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur (menyerupai buah anggur), diameter 0,8-1,0 µm, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning (Jawetz, 2001).

Bakteri ini biasanya terdapat pada beberapa bagian tubuh manusia, termasuk hidung, tenggorokan dan kulit. Bakteri ini dapat menjadi penyebab infeksi terutama kulit. Infeksi yang ditimbulkannya ditandai dengan adanya peradangan dan pembentukan abses (Nurwanto, 1997).

b. Bakteri Eschericia coli

Sistematika bakteri Eschericia coli menurut Bergey edisi ke-7 (Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut:

Divisi : Schizophyta Kelas : Schyzomycetes Ordo : Eubacteriales


(27)

Familia : Micrococcaceae Genus :Eschericia

Species : Eschericia coli

Eschericia colidisebut juga Bacterium coli, merupakan bakteri gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1-4 µm, lebar 0,4-1,7 µm, berbentuk batang, tidak bergerak. Eschericia colibiasanya terdapat dalam saluran cerna sebagai flora normal. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila berada diluar usus atau dilokasi lain dimana flora normal jarang terdapat (Jawetz, 2001).

Escherichia coli berkembang biak pada suhu 40°C dan bakteri ini akan mati pada suhu 60°C selama 30 menit, bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah (Nurwanto, 1997). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat meliputi temperatur, pH, tekanan osmotik, oksigen dan nutrisi dalam media pertumbuhan (Pratiwi, 2008).

1. Temperatur

Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap mikroorganisme mempunyai temperatur optimum yaitu temperatur di mana terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein sedangkan temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan terhenti. Berdasarkan batas temperatur dibagi atas tiga golongan:


(28)

a. psikrofil, tumbuh pada temperatur -5 sampai 30°C dengan optimum 10 sampai 20°C.

b. mesofil, tumbuh pada temperatur 10 sampai 45°C dengan optimum 20 sampai 40°C.

c. termofil, tumbuh pada temperatur 25 sampai 80°C dengan optimum 50 sampai 60°C (Pratiwi, 2008).

2. Derajat keasaman (pH)

pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun ada beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam atau alkali (Pelczar dan Chan, 2006).

3. Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen mikroorganisme dibagi menjadi 5 golongan yaitu:

a. anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap golongan ini.

b. anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.

c. anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa oksigen.

d. aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen jumlah besar.

e. mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang rendah (Pratiwi, 2008).


(29)

4. Tekanan osmosis

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi pertumbuhan bakteri karena 80%-90% bakteri tersusun dari air. Tekanan osmosis sangat diperlukan untuk mempertahankan bakteri agar tetap hidup. Apabila bakteri berada dalam larutan yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada dalam sel bakteri, maka cairan dari sel akan keluar melalui membrane sitoplasma yang disebut plasmolisis (Nurwanto, 1997).

5. Nutrisi

Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan mikroelemen (trace element yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah sedikit) (Lay, 1994).

Bahan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme terdapat pada media. Media juga dapat digunakan untuk membedakan mikroorganisme dengan mengetahui habitatnya (Pratiwi, 2008). Menurut kegunaannya media terdiri dari:

a. Media selektif merupakan media yang digunakan untuk memacu pertumbuhan suatu mikroba yang spesifik dengan menekan pertumbuhan mikroba lainnya. Dengan menggunakan media ini kita dapat menyeleksi mikroorganisme tertentu.

b. Media differensial digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan (plate) agar.


(30)

c. Media diperkaya (fortified media) digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang diinginkan terdapat dalam jumlah sedikit.

Mikroorganisme ditanam pada media yang sesuai dalam waktu tertentu akan tumbuh memperbanyak diri, maka dapat dilihat suatu grafik pertumbuhan yang dapat dibagi dalam 4 fase menurut (Dwidjoseputro, 1987) yaitu:

1. Fase penyesuaian diri (lag phase)

Fase pertama ini mikroorganisme mengalami penyesuaian pada lingkungan baru setelah pemindahan. Pada fase ini tidak terjadi perkembangbiakan sel, yang ada hanya peningkatan ukuran sel dan aktivitas metabolisme.

2. Fase pembelahan (log phase)

Fase kedua ini mikroorganisme berkembang dengan cepat yang jumlahnya meningkat secara eksponansial. Fase ini berlangsung selama 18-24 jam.

3. Fase stasioner (stationary phase)

Fase ketiga terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Hal ini terjadi karena akumulasi hasil metabolisme yang toksis.

4. Fase kematian (death phase)

Fase dimana jumlah sel yang mati meningkat dikarenakan keadaan lingkungan seperti ketidaksediaan nutrisi dan akumulasi hasil metabolisme yang toksik.


(31)

2.3.2 Uji aktivitas antimikroba

Uji kepekaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

a. Metode dilusi

Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah sebagai berikut:

Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Kosentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008).

b. Metode difusi

Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer) untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).


(32)

c. Metode turbidimetri

Ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan antibiotik dan 9 ml inokulum. Diinkubasikan pada suhu 30°C selama 3-4 jam. Setelah diinkubasi, ditambahkan 0,5 ml formaldehid. Serapan diukur dengan spektrofotometer pada 530 nm. Kadar antibiotik ditentukan berdasarkan perbandingan serapannya terhadap serapan standar (Wattimena, 1991).


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental parametrik meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak dan fraksinasi ekstrak. Selanjutnya pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas. Parameter yang dilihat adalah besarnya diameter hambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf (Fisons), blender (Philips), bola karet,cakram kertas (diameter 6 mm),

freeze dryer(Modulio), inkubator (Fiber Scientific), jangka sorong, jarum ose, kamera digital (Samsung), kertas saring, kompor gas (Sharp), Laminar Air Flow Cabinet(Astec HLF 1200L), lemari pendingin (Toshiba), oven (Memmert), penangas air,pinset, pipet mikro (Eppendorf),rotary evaporator

(Haake D), spektrofotometer visible (Dynamic), timbangan digital (Mettler Toledo).


(34)

3.2 Bahan-Bahan

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirsak,

nutrient agar,nutrient broth, bakteriStaphylococcus aureus (ATCC No. 6538) dan Escherichia coli (ATCC No. 25922), akuades, bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa, kecuali dinyatakan lain: alfa-naftol, amil alkohol, asam asetat anhidrida, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi (III) klorida, bismut (III) nitrat, dimetil sulfoksida (DMSO), etanol, etil asetat, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloroform,kristal natrium hidroksida, metanol (destilasi), n-heksana, natrium klorida, raksa (II) klorida, timbal (II) asetat, serbuk magnesium.

3.3 Pengumpulan Dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif. Daun sirsak yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari pohon sirsak yang berada di Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara sekitar bulan Januari tahun 2013. Daun yang digunakan adalah daun ke 4 sampai 5 dari pucuk.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan daun sirsak dilakukan di Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara.


(35)

3.3.3 Pembuatan Simplisia

Daun sirsak yang telah dikumpulkan disortasi basah yaitu memisahkan daun sirsak dari bagian lain tumbuhan daun sirsak yang terikut, kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya, kemudian daun sirsak yang telah terkumpul ditimbang, lalu dicuci untuk menghilangkan debu yang melekat. Pencucian dilakukan dengan air keran yang mengalir, ditiriskan, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diudara terbuka (terlindung dari sinar matahari langsung). Proses pengeringan dilakukan sampai daun sirsak mudah diremukkan. Simplisia yang telah kering disortasi kering yaitu memisahkan benda asing seperti pengotoran-pengotoran lain yang terjadi selama pengeringan, kemudian ditimbang kembali. Simplisia selanjutnya diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam kantung plastik dan disimpan ditempat yang terlindung dari sinar matahari. Gambar simplisia daun sirsak dan serbuk daun sirsak dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 45.

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi menurut Depkes (1995), asam klorida 2 N, asam nitrat 0,5 N, asam sulfat 2 N, besi (III) klorida 1%, Bouchardat, Dragendorff, Mayer, Molish, natrium hidroksida 2 N, timbal (II) asetat 0,4 M. Liebermann-Burchard menurut Farnsworth (1966).

3.4.1 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 16,67 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 ml.


(36)

3.4.2 Pereaksi asam nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga volume 100 ml.

3.4.3 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 ml.

3.4.4 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.4.5 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida, dilarutkan dalam sedikit air suling kemudian ditambahkan 2 g iodium, setelah semuanya larut ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.4.6 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain dilarutkan 27,2 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 50 ml air suling. Kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.

3.4.7 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,35 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling. Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air lalu campurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.


(37)

3.4.8 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 ml

3.4.9 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.4.10 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,77 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 ml.

3.4.11 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml.

3.5 Skrining Fitokimia 3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.


(38)

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan (Depkes, 1980).

3.5.2 Pemeriksaan antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambah 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml natrium hidroksida 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon (Depkes, 1980).

3.5.3 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes, 1980).

3.5.4. Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).


(39)

3.5.5 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan air (7:3) direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Kemudian diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloroform dan isopropanol (3:2), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50°C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan:

Sebanyak 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin warna ungu pada batas antara kedua cairan menunjukkanadanya ikatan gula (Depkes, 1980).

3.5.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchard). Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987).


(40)

3.5.7 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm-10 cm dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes, 1980).

3.6 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Sebanyak 500 g serbuk simplisia daun sirsak dimaserasi dengan pelarut metanolsampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut disaring, kemudian ampasnya dicuci dengan metanol, filtrat dimasukkan dalam bejana dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, kemudian dienap tuangkan (Ditjen POM, 1979). Seluruh maserat digabung dan dipekatkan dengan bantuan alat rotary evaporator pada temperatur tidak lebih 40°C sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan dengan freeze dryer. Bagan pembuatan ekstrak dan fraksinasi serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 46.


(41)

3.7 Pembuatan Media 3.7.1 Media nutrient agar

Komposisi: Lab-lemco powder 1 g Yeast extract 2g Peptone 5 g Sodium chloride 5 g

Agar 15 g

Cara Pembuatan:

Sebanyak 28 g media nutrient agar (NA) yang sudah jadi ditimbang, disuspensikan ke dalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Lalu media dimasukkan dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Anonimous, 1982).

3.7.2 Media nutrient broth

Komposisi: Lab-lemco powder 1 g Yeast extract 2 g Peptone 5 g Sodium chloride 5 g Cara Pembuatan:

Sebanyak 13 g media nutrient broth (NB) yang sudah jadi ditimbang, disuspensikan ke dalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Lalu media dimasukkan dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit(Anonimous, 1982).


(42)

3.8 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dipijar dengan lampu Bunsen (Lay, 1994).

3.9 Pembuatan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

Sebanyak 10 g ekstrak metanol ditambahkan 10 ml pelarut metanol sambil diaduk sampai homogen, dipindahkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan akuades sebanyak 20 ml dan n-heksana 40 ml, dikocok dan dibiarkan sampai memisah, selanjutnya difraksinasi dengan pelarut n-heksan beberapa kali hingga diperoleh fraksi n-heksana yang jernih, kemudian fraksi metanol sisa ditambahkan pelarut kloroform 40 ml, dan dilakukan pemisahan sesuai prosedur fraksinasi diatas sampai diperoleh fraksi kloroform yang jernih. Hasil fraksinasi kloroform diuapkan diatas penangas air hingga diperoleh ekstrak kering fraksi kloroform.

3.10 Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media nutrient agar miring dengan cara menggores. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37°C selama 18-24 jam (Ditjen POM, 1995).


(43)

3.11 Penyiapan Inokulum Bakteri

Koloni bakteri diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml media nutrient broth. Kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25% yang setara dengan 106 CFU (Colony Forming Units)(Ditjen POM, 1995).

3.12 Pembuatan Larutan Uji (Ekstrak Metanol dan Kloroform) Dengan Berbagai Konsentrasi

Ekstrak metanol ditimbang 3 g dilarutkan dengan dimetil sulfoksida (DMSO) hingga 10 ml maka konsentrasi ekstrak adalah 300 mg/ml kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 250 mg/ml; 200 mg/ml; 150 mg/ml; 100 mg/ml; 50 mg/ml; 25 mg/ml; 10 mg/ml; 5 mg/ml. Dilakukan prosedur yang sama terhadap fraksi kloroform dengan pelarut dimetil sulfoksida (DMSO).

3.13 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In Vitro

Ke dalam cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, kemudian ditambahkan 20 ml media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 45°C, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Selanjutnya cakram kertas (diameter 6 mm) direndam ke dalam larutan uji dengan berbagai konsentrasi, dikeringkan dan diletakkan di atas permukaan media agar. Kemudian diinkubasi pada suhu 36-37°C selama 18-24 jam. Hal yang sama dilakukan terhadap fraksi kloroform.


(44)

Selanjutnya diameter daerah hambat di sekitar cakram kertasdiukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali (Ditjen POM, 1995). Bagan pengujian aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 47.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan yang digunakan dilakukan di Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara, hasilnya adalah daun sirsak(Annona muricata L.), familia Annonaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 43.

4.2 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia, ekstrak metanol dan fraksi kloroform dari daun sirsak menunjukkan adanya senyawa alkaloid, tanin, flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid, dan saponin. Hasil skrining dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia ekstrak metanol dan fraksi kloroform

No Senyawa

Hasil skrining

Serbuk simplisia Ekstrak metanol Fraksi kloroform 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Alkaloid Antrakinon Tanin Flavonoid Glikosida Steroid/triterpenoid Saponin + - + + + + + + - + + + + + + - - + + + -

Keterangan: (+) mengandung senyawa yang diperiksa, (-) tidak mengandung senyawa yang diperiksa


(46)

Simplisia daun sirsak ditambahkan dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan jingga kecoklatan, dengan pereaksi Bouchardat menunjukkan warna coklat, sedangkan dengan pereaksi Mayer terbentuk endapan putih, ini menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (Marliana., 2005). Pereaksi FeCl3 1% memberikan warna hijau yang

menunjukkan adanya senyawa tanin, serbuk Mg dan serbuk Zn dengan asam klorida pekat memberikan warna merah, menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat dimana terbentuk cincin ungu. Pereaksi Liebermann-Burchard memberikan warna ungu menunjukkan adanya steroid/triterpenoid. Pereaksi Liebermann-Burchard merupakan uji karakteristik untuk sterol tidak jenuh dan triterpen (Marliana., 2005). Saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang mantap selama 10 menit, setinggi 2 cm dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N. Timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Marliana., 2005).

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia daun sirsak sesuai dengan pendapat Mangan (2009), yang menyatakan bahwa daun sirsak mengandung flavonoid, tanin, alkaloid dan saponin. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Andrisa (2012), yaitu daun sirsak mengandung


(47)

alkaloid, tanin, flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid dan saponin. Komposisi kandungan senyawa kimia dari suatu tanaman dapat mempengaruhi aktivitas biologis dari tanaman tersebut.

Serbuk simplisia dan ekstrak metanol dari daun sirsak mengandung tanin dan flavonoid yang memiliki sifat sebagai antimikroba yang kuat dan dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri antara lain

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sedangkan pada fraksi kloroform hanya mengandung flavonoid (Widiana, dkk., 2010).

Hasil maserasi 500 g serbuk simplisia daun sirsak diperoleh 85 g ekstrak metanol. Terhadap 10 g ekstrak metanol daun sirsak dilakukan fraksinasi menggunakan pelarut n-heksana hingga diperoleh fraksi n-heksana yang jernih, kemudian ekstrak metanol sisa difraksinasi kembali dengan pelarut kloroform hingga diperoleh fraksi kloroform yang jernih. Fraksinasi dimaksudkan untuk memisahkan senyawa berdasarkan kepolarannya yang terdapat dalam ekstrak kasar. Ekstrak kasar akan terdistribusi ke dalam dua pelarut sesuai dengan kepolarannya (Murniasih, 2003).

4.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol, dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan berbagai tingkat konsentrasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah kenaikan konsentrasi akan meningkatkan aktivitas antibakterinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan fraksi kloroform dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang ditandai dengan


(48)

adanya daerah hambatan di sekitar cakram kertas.Hasil pengukuran diameter hambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dari ekstrak metanol dan fraksi kloroform daun sirsak selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7, halaman 48 dan 49, sedangkan hasil pengukuran diameter daerah hambatan rata-rata ekstrak metanol dan fraksi kloroform dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3 berikut.

Tabel 4.2Hasil pengukuran diameter daerah hambatan rata-rata pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dari ekstrak metanol daun sirsak

Konsentrasi Ekstrak metanol

(mg/ml)

Diameter Daerah Hambat (mm)*

Bakteri Staphylococcus

aureus Bakteri Escherichia coli

300 16,4 15,3

250 15,4 14,5

200 14,7 13,8

150 14,1 13,1

100 13,1 12,3

50 12,2 11,5

25 11,2 10,7

10 9,8 8,7

5 8,6 8,0

Blanko - -

Keterangan: (*) = hasil rata-rata tiga kali pengukuran, (-) = tidak ada hambatan

Pada Tabel diatas terlihat bahwa kenaikan konsentrasi ekstrak akan meningkatkan aktivitas antibakterinya, hal ini disebabkan semakin banyak zat aktif yang terkandung dalam ekstrak. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus pada konsentrasi 150 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,1 mm dan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi


(49)

Hambat Minimum (KHM) pada konsentrasi 5 mg/ml, memberikan diameter daerah hambatan sebesar 8,6 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus dan 8,0 mm untuk bakteri Escherichia coli.

Diameter daerah hambat pertumbuhan bakteri yang terbentuk dari ekstrak metanol daun sirsak terlihat lebih luas dibandingkan dengan ekstrak etanol daun sirsak yang telah diteliti oleh Andrisa (2012), dimana ekstrak etanol daun sirsak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 200 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,5 mm dan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 250 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,0 mm. Hal ini disebabkan pelarut metanol dapat melarutkan zat lebih kuat dibandingkan dengan pelarut etanol sehingga zat aktif yang terkandung dalam ekstrak metanol lebih banyak (Poeloengan, 2005).

Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan rata-rata pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dari fraksi kloroform daun sirsak

Konsentrasi Fraksi kloroform

(mg/ml)

Diameter Daerah Hambat (mm)*

Bakteri Staphylococcus

aureus Bakteri Escherichia coli

300 12,1 11,5

250 11,5 10,7

200 10,5 9,8

150 9,9 9,2

100 9,3 8,8

50 8,8 8,3

25 - -

10 - -

5 - -

Blanko - -


(50)

Fraksi kloroform mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia colitetapi hasil diameter daerah hambat pada konsentrasi 300 mg/ml yang diperoleh hanya sebesar 12,1 mm dan 11,5 mm untuk kedua bakteri tersebut. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) pada konsentrasi 50 mg/ml, memberikan diameter daerah hambatan sebesar 8,8 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus dan 8,3 mm untuk bakteri

Escherichia coli.

Menurut penelitian Andrisa (2012), fraksi yang paling aktif adalah fraksi etil asetat dari daun sirsak sedangkan fraksi n-heksana tidak mempunyai aktivitas antibakteri. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 50.

Fraksi kloroform menunjukkan aktivitas antibakteri lebih rendah dibandingkan fraksi etil asetat, hal ini menunjukkan senyawa-senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat memiliki daya antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada pada fraksi kloroform (Putra, 2010). Kloroform merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan senyawa senyawa semi polar. Menurut Zeng (1996), sebagian besar senyawa acetogenins yang terdapat dalam sirsak mudah larut di dalam pelarut kloroform.

Menurut Ditjen POM (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang memuaskan dengan diameter daerah hambatan lebih kurang 14 sampai 16 mm. Diameter daerah hambatan yang diperoleh lebih besar pada ekstrak metanol dibandingkan fraksi kloroform karena ekstrak metanol diperoleh


(51)

senyawa polar yaitu tanin dan flavonoid sedangkan pada fraksi kloroform hanya mengandung flavonoid dalam jumlah sedikit.

Menurut Volk dan Wheeler (1984), mekanisme senyawa tanin sebagai antibakteri pada konsentrasi rendah adalah dengan merusak membran sitoplasma dan dapat menyebabkan kebocoran inti sel, sedangkan pada konsentrasi tinggi senyawa tanin berkoagulasi dengan protein seluler. Senyawa flavonoid dapat menyebabkan rusaknya susunan dan perubahan mekanisme permeabilitas dinding sel bakteri (Sjahid, 2008).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan uji lebih mudah menghambat bakteri gram positif dibandingkan gram negatif, artinya bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus lebih rentan terhadap senyawa-senyawa kimia dibandingkan gram negatif yaitu Escherichia coli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri gram positif dan gram negatif. Struktur dinding sel bakteri gram positif berlapis tunggal (mono) dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sedangkan bakteri gram negatif berlapis tiga (multi) yang terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid yang tinggi (11-12%) (Jawetz, 2001).


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil skrining simplisia daun sirsak diperoleh alkaloid, tanin, flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid, dan saponin.

2. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 150 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,1 mm dan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 250 mg/ml dengan diameter daerah hambat sebesar 14,5 mm. KHM ekstrak metanol pada konsentrasi 5 mg/ml, memberikan diameter daerah hambatan sebesar 8,6 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus dan 8,0 mm untuk bakteri

Escherichia coli. Fraksi kloroform memberikan daerah hambat yang kurang baik terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan

Escherichia coli,dimana diameter daerah hambatan terbesar fraksi kloroform pada konsentrasi 300 mg/ml dengan diameter daerah hambat berturut-turut sebesar 12,1 mm dan 11,5 mm.KHM fraksi kloroform pada konsentrasi 50 mg/ml, memberikan diameter daerah hambatan sebesar 8,8 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus dan 8,3 mm untuk bakteri Escherichia coli. Ekstrak metanol lebih efektif menghambat bakteri dibandingkan dengan fraksi kloroform.


(53)

5.2 Saran

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan identifikasi dan elusidasi struktur senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun sirsak.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisa, R. (2012). Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Etanol, Fraksi Etil Asetat dan

n-Heksana Daun Sirsak (Annona muricata L.). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Anonimous. (1982). The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and

other Laboratory Service, Edisi ke-5. England: Basingstoke. Hal. 32, 64.

Bachran, C., Sutherland, M., Heisler I., (2008). The Saponin-Mediated Enchanced Uptake of Targeted Saporin-Based Drugs is Strongly Dependent on SaponinStructure. Experimental Biology and Medicine.

22(2): 140.

Depkes RI. (1980). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Depkes RI. Hal. 166-171.

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Depkes RI. Hal. 41.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Depkes RI. Hal. 300-304.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI.Hal. 33.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI. Hal.896, 898.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Depkes RI. Hal. 10-11.

Dwidjoseputro, D. (1987). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Cetakan kesembilan. Jakarta: Djambatan. Hal. 61, 118-121.

Farnsworth, N.R. (1996). Biologycal and Phytochemical Screening of Plants.

Journal of Pharmaceutical Science. 55(3): 262-263.

Gajalakshmi, S., Vijayalakshmi, S., dan Devi, R.V. (2012). Phytochemical and Pharmacological Properties of Annona muricata: A Review.International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(2): 5.


(55)

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 152.

Jawetz, E. (2001). Mikrobiologi Kedokteran. Penerjemah: Eddy Mudihardi, Kuntaman, Eddy Bagus Wasito, Ni Made Mertaniasih, Setio Harsono, Lindawati Alimsardjono. Surabaya: Penerbit Salemba Medika. Hal. 318-319, 372.

Lay, B.W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 33.

Mangan, Y. (2009). Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal. 49.

Mardiana, L., dan Ratnasari, J. (2011). Ramuan dan Khasiat Sirsak. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 17.

Markham, K.R (1982). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB Press. Hal. 1.

Marliana, S.D., Suryanti V., Suyono. (2005). Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3(1): 29-30.

Muktiani. (2012). Khasiat dan Cara Olah Sirsak Untuk Kesehatan dan Bisnis Makanan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Press. Hal. 3.

Murniasih, Tutik. (2003). Metabolit Sekunder Dari Spons Sebagai Bahan Obat-Obatan. Oseana. 28(3): 28.

Nurwanto. (1997). Mikroba Pangan Hewan Nabati. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 65-66.

Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. (2006). Dasar-Dasar Mikrobiologi1. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 46, 140.

Poeloengan, M., Susan M.N., dan Andriani. (2005). Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn) Terhadap Mastitis Subklinis. Jurnal Teknologi Peternakan dan Veteriner. 20(2): 17.

Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Hal. 23, 111-117.


(56)

Putra, I Nengah. (2010). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Serta Kandungan Senyawa Aktifnya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 21(1):2.

Sjahid, L R. (2008). Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru

(Eugenia uniflora L.). Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Syahrurachman, A., Chatim, A., dan Soebandrino, W.K. (1994). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara. Hal. 103, 163.

Vieira, G.H.F., Mourao, J.A., Angelo, A.M., Costa, R.A. (2010). Antibacterial Effect (In Vitro) of Moringa oleifera and Annona muricata Against Gram Positive and Gram Negative Bacteria. Rev. Inst. Med. Trop. Sao Paulo. 52(3): 129.

Volk, W.A., dan Wheeler, M.F. (1984). Mikrobiologi Dasar. Terjemahan Soenartono Adisoemarto. (1988). Jakarta: Erlangga. Hal. 137-138. Warisno, S., dan Dahana, K. (2012). Daun Sirsak Langkah Alternatif

Menggempur Penyakit. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 2, 7, 21, 24.

Wattimena, J.R. (1991). Farmakodinamik dan Terapi Antibiotika. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Hal 60-61.

Wicaksono, A. (2011). Kalahkan Kanker Dengan Sirsak. Jakarta: Citra Media Mandiri. Hal. 19.

Widiana, R., Indriati, G., dan Andika, I. (2010). Daya Hambat Sari Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri

Escherichia coli. Majalah Obat Tradisional. 15(2): 3-4.

Zeng, L., Ye, Q., Oberlies, N.H., Shi, G. (1996). Recent Advances in Annonaceous Acetogenins. Natural Products Reports.13(2): 275.


(57)

(58)

(59)

Lampiran 3. Gambar simplisia daun sirsak dan serbuk simplisia daun sirsak


(60)

Lampiran 4.Bagan pembuatan ekstrak secara maserasi dan fraksinasi

Dimasukkan ke dalam wadah

Ditambahkan metanol sampai serbuk terendam sempurna

Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari

cahaya sambil sesekali diaduk Dipisahkan

Dicuci dengan

pelarut metanol

Diuapkan dengan rotary evaporatorpada suhu 40˚C

Dikeringkan dengan freeze dryer

Dilarutkan dengan pelarut metanol sambil diaduk sampai homogen

Dipindahkan ke dalam corong pisah dan ditambahkandengan akuades

Difraksinasi dengan n-heksana

Difraksinasi dengan

kloroform

Diuapkan di atas penangas air Serbuk simplisia Ampas Maserat Ampas Ekstrak metanol

Fraksi n-heksana Fraksi air

Fraksi kloroform

Fraksi kloroform kental


(61)

Lampiran 5. Bagan pengujian aktivitas antibakteri

Diambil 1 ose

Disuspensikan ke dalam 10 ml media

Nutrient Broth

Diukur kekeruhan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25%

Dimasukkan 0,1 ml inokulum kedalam cawan petri

Ditambahkan 20 ml media nutrient agar kedalam cawan petri

Dihomogenkan

Dibiarkan hingga memadat

Diletakkan cakram kertas yang telah direndam ke dalam larutan uji dengan berbagai konsentrasi

Diinkubasi pada suhu 36-37˚C selama 18 -24 jam

Diukur diameter daerah hambatan disekitar cakram kertas dengan menggunakan jangka sorong Stok kultur

Inokulum bakteri

Media padat


(62)

Lampiran 6. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia coli oleh ekstrak metanol daun sirsak

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter daerah hambatan (mm)

Staphylococcus aureus Escherichia coli

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D* 300 16,3 16,4 16,5 16,4 15,3 15,0 15,5 15,3 250 15,6 15,5 15,0 15,4 14,8 14,6 14,0 14,5 200 15,4 14,0 14,5 14,7 14,2 14,0 13,0 13,8 150 14,9 13,6 13,6 14,1 13,6 13,0 12,7 13,1 100 13,1 13,4 12,7 13,1 13,1 12,0 11,8 12,3 50 12,6 12,0 12,0 12,2 11,6 11,6 11,2 11,5 25 11,4 11,3 10,8 11,2 11,4 10,0 10,6 10,7 10 10,5 10,0 8,8 9,8 10,1 8,0 8,0 8,7

5 9,7 8,0 8,0 8,6 8,0 8,0 8,0 8,0

Blanko - - - -

Keterangan: (D*) = Diameter hambatan rata-rata, (-) = tidak terdapat daerah hambatan, (blanko) = DMSO


(63)

Lampiran 7. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia coli oleh fraksi kloroform daun sirsak

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter daerah hambatan (mm)

Staphylococcus aureus Escherichia coli

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D* 300 12,8 12,0 11,5 12,1 12,4 11,5 10,5 11,5 250 12,4 11,0 11,0 11,5 12,0 10,0 10,0 10,7 200 11,6 10,3 9,4 10,5 11,4 9,0 9,0 9,8 150 10,8 9,8 9,1 9,9 10,4 8,8 8,4 9,2 100 10,3 8,5 9,1 9,3 9,6 8,4 8,2 8,8 50 9,8 8,0 8,5 8,8 9,4 7,8 7,6 8,3

25 - - - -

10 - - - -

5 - - - -

Blanko - - - -

Keterangan: (D*) = Diameter hambatan rata-rata, (-) = tidak terdapat daerah hambatan, (blanko) = DMSO


(64)

Lampiran 8. Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia coli oleh ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksana daun sirsak penelitian Andrisa, (2012)

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Daerah Hambat (mm)*

Ekstrak etanol Fraksi etil asetat Fraksi n-heksana S.aureus E.coli S.aureus E.coli S.aureus E.coli

300 15,8 15,0 18,6 17,5 - -

250 15,0 14,0 17,5 16,4 - -

200 14,5 13,5 16,0 15,5 - -

150 13,6 12,4 16,6 14,0 - -

100 13,2 12,0 14,8 12,8 - -

50 12,0 11,6 13,6 12,2 - -

25 11,0 10,5 13,0 11,6 - -

10 9,5 9,0 12,8 11,0 - -

5 9,0 8,6 12,5 10,0 - -

Blanko - - - -

Keterangan: (*) = hasil rata-rata tiga kali pengukuran, (-) = tidak ada hambatan


(65)

Lampiran 9. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun sirsak terhadap Staphylococcus aureus

S. aureus

S. aureus

250 mg/ml

300 mg/ml

50 mg/ml

100 mg/ml 150 mg/ml


(66)

Lampiran 9. (lanjutan)

S. aureus

S. aureus

Blanko

5 mg/ml

10 mg/ml 25 mg/ml


(67)

Lampiran 10. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun sirsak terhadap Escherichia coli

E.coli

300 mg/ml

250 mg/ml 200 mg/ml

E.coli

150 mg/ml

100 mg/ml


(68)

Lampiran 10. (lanjutan)

E.coli

50 mg/ml

10 mg/ml

5 mg/ml

E.coli


(69)

Lampiran 11. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi kloroform daun sirsak terhadap Staphylococcus aureus

S.aureus S.aureus

50 mg/ml

100 mg/ml 150 mg/ml

200 mg/ml

250 mg/ml


(70)

Lampiran 11.(lanjutan)

5 mg/ml

S.aureus

10 mg/ml 25 mg/ml

S.aureus


(71)

Lampiran 12. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi kloroform daun sirsak terhadap Escherichia coli

E.coli

E.coli

200 mg/ml

250 mg/ml

300 mg/ml

150 mg/ml 100 mg/ml


(72)

Lampiran 12. (lanjutan)

E.coli

E.coli

10 mg/ml 25 mg/ml

5 mg/ml


(1)

Lampiran 10. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun sirsak terhadap Escherichia coli

E.coli

300 mg/ml

250 mg/ml 200 mg/ml

E.coli

150 mg/ml

100 mg/ml


(2)

E.coli

50 mg/ml

10 mg/ml

5 mg/ml

E.coli


(3)

Lampiran 11. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi kloroform daun sirsak terhadap Staphylococcus aureus

S.aureus S.aureus

50 mg/ml

100 mg/ml 150 mg/ml

200 mg/ml

250 mg/ml


(4)

5 mg/ml S.aureus

10 mg/ml 25 mg/ml

S.aureus


(5)

Lampiran 12. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi kloroform daun sirsak terhadap Escherichia coli

E.coli

E.coli 200 mg/ml

250 mg/ml

300 mg/ml

150 mg/ml 100 mg/ml


(6)

E.coli

E.coli

10 mg/ml 25 mg/ml

5 mg/ml


Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak-Metanol Daun Sirsak (Annona Muricata Linn) Terhadap Daya Tetas Telus, Mortalitas Dan Perkembangan Larva Aedes Aegypti Linn

3 104 47

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Dan Bioautografi Fraksi Polar Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona Muricata L.) Terhadap Klebsiella Pneumoniae Dan Staphyloco

0 0 12

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

0 0 12

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

0 0 2

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

0 1 4

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

0 0 14

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

1 1 3

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Metanol Dan Fraksi Kloroform Daun Sirsak (Annona muricata L.)

0 0 14

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITASANTIBAKTERI DARI EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI KLOROFORMDAUN SIRSAK (Annona muricata L.) SKRIPSI

0 0 12