Analisis Usaha Pemanfaatan Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L,.)Difermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Ternak Babi Jantan Peranakan Landrace

(1)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN POD KAKAO

(Theobroma cacao L,.) DIFERMENTASI Rhizopus sp,

Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp TERHADAP

TERNAK BABI JANTAN PERANAKAN LANDRACE

SKRIPSI

IDRIS KRISTIAN P 080306005

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN POD KAKAO

(Theobroma cacao L,.) DIFERMENTASI Rhizopus sp,

Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp TERHADAP

TERNAK BABI JANTAN PERANAKAN LANDRACE

SKRIPSI

Oleh:

IDRIS KRISTIAN P

080306005

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN KULIT BUAH KAKAO

(Theobroma cacao L,.) DIFERMENTASI Rhizopus sp,

Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp TERHADAP

TERNAK BABI JANTAN PERANAKAN LANDRACE

SKRIPSI

Oleh:

IDRIS KRISTIAN P/PETERNAKAN 080306005

Skripsi sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERDITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul : Analisis Usaha Pemanfaatan Pod Kakao (Theobroma cacao L,.) Difermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Ternak Babi Jantan Peranakan Landrace

Nama : Idris Kristian P

NIM : 080306005

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Usman Budi, S.Pt., M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(5)

ABSTRAK

IDRIS KRISTIAN P : Analisis Usaha Pemanfaatan Pod Kakao (Theobroma

cacao L,.) Difermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp

Terhadap Ternak Babi Jantan Peranakan Landrace”, dibimbing oleh

TRI HESTI WAHYUNI dan USMAN BUDI.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui analisis usaha dari

pemanfaatan pod kakao difermentasi Rhizopus sp, Sacharomyces sp dan

Lactobacillus sp dalam pakan pada penggemukan babi yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba-rugi, IOFC dan B/C ratio. Penelitian dilaksanakan di Jalan Pintu Air Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor dari bulan Juli sampai September 2012. Penelitian ini menggunakan 20 ekor babi dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 5 kelompok dengan rataan bobot badan : 24,76±1,31 kg; 29,73±1,15 kg; 36,30±4,41 kg; 43,38±2,22 kg; 49,43±2,32 kg. Perlakuan yang diberikan adalah P0, P1, P2, dan P3 (0%, 10%, 20%, 30% pod kakao dalam ransum) dan yang diamati adalah total biaya produksi, total hasil produksi, laba-rugi, IOFC dan B/C ratio.

Analisis laba rugi dari pemberian pod kakao fermentasi. Kelompok I, II, III, IV, V, memberikan total keuntungan (Rp 1.012.527,53, Rp 1.282.947,59, Rp 1.717.454,90, Rp 1.757.748,85, 1.611.307,31).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis usaha pemanfaatan kulit

buah kakao yang difermentasi Rhizopus sp, Saccharomicyes sp dan

Lactobacillus sp memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan laba-rugi (Rp 430.601,80, Rp 421.858,68, Rp 306.243,80, Rp 317.692,95), IOFC

(399.976,60; 392.546,28; 383.495,60; 287.521,15), B/C (1,28; 1,28; 1,22; 1,21). Pod kakao yang difermentasi Rhizopus sp, Saccharomicyes sp dan Lactobacillus sp dapat diberikan pada ternak babi sebagai pakan alternatif.


(6)

ABSTRACT

IDRIS KRISTIAN P: " Analysis of Utilazation Cocoa pod (Theobroma cacao L,.) Fermented whith Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp Against Animal hybrid Landrace Swhine Males", guided by TRI HESTI WAHYUNI and USMAN BUDI.

This study aims to examine and determine the business analysis of the utilization of fermented cocoa pod Rhizopus sp, sp and Lactobacillus sp Sacharomyces in feed on fattening pigs can be seen from the total cost of production, total production, profit and loss, IOFC and B/C ratio. The experiment was conducted at Jalan Pintu Air Kelurahan Kuala Bekala kecamatan Medan Johor from July to September 2012. This study used 20 pigs with a randomized block design (RBD) with 4 treatments and 5 groups with an average body weight: 24.76 ± 1.31 kg, 29.73 ± 1.15 kg, 36.30 ± 4.41 kg ; 43.38 ± 2.22 kg, 49.43 ± 2.32 kg. The treatments were P0, P1, P2, and P3 (0%, 10%, 20%, 30% cocoa pod in the ration) and the observed is the total cost of production, total production, profit and loss, IOFC and B / C ratio.

Analysis of income from the provision of fermented cocoa pod. The Group I, II, III, IV, V, memberikan total keuntungan (Rp 1.012.527,53, Rp 1.282.947,59, Rp 1.717.454,90, Rp 1.757.748,85, 1.611.307,31).

The results showed that the analysis of the utilization of fermented cacao pods Rhizopus sp, sp and Lactobacillus sp Saccharomicyes give different results to the average profit and loss (Rp 430.601,80, Rp 421.858,68, Rp 306.243,80 and Rp 317.692,9 respectively), IOFC (399.976,60; 392.546,28; 383.495,60; and 287.521,15 respectively), B/C (1,28; 1,28; 1,22 and 1,21 respectively). Fermented cocoa pod Rhizopus sp, Saccharomicyes sp and Lactobacillus sp be given to pigs as an alternative feed.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Parsoburan pada tanggal 17 Desember 1989 dari ayah Titus Dionisius Pardosi dan ibu Masrida Purba. Penulis merupakan putera kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Pantiharapan Lawe Desky Aceh Tenggara dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).

Penulis memilih program studi Peternakan, Departemen Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Anggota Satuan Resimen Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), Paduan Suara Gloria Keluarga Mahasiswa Katolik Magnus Universitas Sumatera Utara.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Desa Munte Kecamatan Munte Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara dari tanggal 20 Juni sampai 28 Juli 2011.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi saya ini adalah “Analisis Usaha Pemanfaatan Pod Kakao (Theobroma cacao L,.) Difermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan

Lactobacillus sp Terhadap Ternak Babi Jantan Peranakan Landrace”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril selama ini. Kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan

Bapak Usman Budi S.Pt.,M.Si selaku anggota komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, M.S dan Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA

selaku dosen penguji yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan memberi informasi yang berharga bagi penulis, juga kepada ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, MP selaku ketua Program Studi Peternakan dan seluruh civitas akademika Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

semua rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Peternakan, Satuan Resimen Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), Paduan Suara Gloria Keluarga Mahasiswa Katolik Magnus Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis disebutkan satu per satu yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat dalam pengetahuan serta pelaku usaha dibidang peternakan.


(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GABAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Analiksis Usaha ... 4

Total Biaya Produksi ... 4

Total Pendapatan ... 5

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 6

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) ... 6

Analisis Laba Rugi ... 7

Potensi Pod Kakao ... 9

Fermentasi ... 11

Mikroorganisme Fermentasi ... 12

Rhizopus sp ... 12

Saccharomyces sp ... 13

Lactobacillus sp ... 14

Inokulan Cair ... 15

Air Tebu ... 16

Dedak Padi ... 17

Tepung Jagung ... 17

Tepung Ikan ... 18

Bungkil Kedelai ... 18

Bungkil Inti Sawit ... 19


(10)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Bahan ... 21

Alat ... 21

Metode Penelitian ... 22

Parameter Penelitian ... 23

Total Biaya Produksi ... 23

Total Hasil Produksi ... 23

Laba/Rugi ... 23

Income Over Cost (IOFC) ... 24

Benefit Cost Ratio (BCR) ... 24

Persiapan Kandang ... 25

Pelaksanaan Penelitian ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Total Biaya Produksi ... 29

Total Hasil Produksi ... 32

Analisis Ekonomi Berdasarkan Data-data ... 34

Analisis Laba Rugi ... 34

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 35

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) ... 37

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Perbandingan Kandungan Nutrisi Pod Kakao ... 11

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Dedak Padi... 17

Tabel 3 Kandungan nutrisi tepung jagung. ... 18

Tabel 4. Kandungan nutrisi tepung ikan ... 18

Tabel 5 Kandungan nutrisi bungkil kedelai. ... 19

Tabel 6 Kandungan nutrisi bungkil inti sawit. ... 19

Tabel 7 Biaya pakan babi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 29

Tabel 8 Biaya pembelian bibit tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 29

Tabel 9 Biaya sewa kandang dan perlengkapan tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 30

Tabel 10 Biaya Obat-obatan tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 30

Tabel 11 Biaya upah tenaga kerja tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). .... 31

Tabel 12 Total biaya produksi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 31

Tabel 13 Hasil penjualan babi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 32

Tabel 14.Hasil penjualan Feses babi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor) . 33 Tabel 15 Total hasil produksi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)... 33

Tabel 16 Analisis Laba Rugi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 34

Tabel 17 Income over feed cost (IOFC) tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 36

Tabel 18 Benefit cost ratio (B/C Ratio) tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor). ... 37


(12)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Skema Pembuatan Inokulan Cair ... 25 Gambar 2. Skema Pembuatan Pod Kakao Fermentasi ... 27


(13)

ABSTRAK

IDRIS KRISTIAN P : Analisis Usaha Pemanfaatan Pod Kakao (Theobroma

cacao L,.) Difermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp

Terhadap Ternak Babi Jantan Peranakan Landrace”, dibimbing oleh

TRI HESTI WAHYUNI dan USMAN BUDI.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui analisis usaha dari

pemanfaatan pod kakao difermentasi Rhizopus sp, Sacharomyces sp dan

Lactobacillus sp dalam pakan pada penggemukan babi yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba-rugi, IOFC dan B/C ratio. Penelitian dilaksanakan di Jalan Pintu Air Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor dari bulan Juli sampai September 2012. Penelitian ini menggunakan 20 ekor babi dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 5 kelompok dengan rataan bobot badan : 24,76±1,31 kg; 29,73±1,15 kg; 36,30±4,41 kg; 43,38±2,22 kg; 49,43±2,32 kg. Perlakuan yang diberikan adalah P0, P1, P2, dan P3 (0%, 10%, 20%, 30% pod kakao dalam ransum) dan yang diamati adalah total biaya produksi, total hasil produksi, laba-rugi, IOFC dan B/C ratio.

Analisis laba rugi dari pemberian pod kakao fermentasi. Kelompok I, II, III, IV, V, memberikan total keuntungan (Rp 1.012.527,53, Rp 1.282.947,59, Rp 1.717.454,90, Rp 1.757.748,85, 1.611.307,31).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis usaha pemanfaatan kulit

buah kakao yang difermentasi Rhizopus sp, Saccharomicyes sp dan

Lactobacillus sp memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan laba-rugi (Rp 430.601,80, Rp 421.858,68, Rp 306.243,80, Rp 317.692,95), IOFC

(399.976,60; 392.546,28; 383.495,60; 287.521,15), B/C (1,28; 1,28; 1,22; 1,21). Pod kakao yang difermentasi Rhizopus sp, Saccharomicyes sp dan Lactobacillus sp dapat diberikan pada ternak babi sebagai pakan alternatif.


(14)

ABSTRACT

IDRIS KRISTIAN P: " Analysis of Utilazation Cocoa pod (Theobroma cacao L,.) Fermented whith Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp Against Animal hybrid Landrace Swhine Males", guided by TRI HESTI WAHYUNI and USMAN BUDI.

This study aims to examine and determine the business analysis of the utilization of fermented cocoa pod Rhizopus sp, sp and Lactobacillus sp Sacharomyces in feed on fattening pigs can be seen from the total cost of production, total production, profit and loss, IOFC and B/C ratio. The experiment was conducted at Jalan Pintu Air Kelurahan Kuala Bekala kecamatan Medan Johor from July to September 2012. This study used 20 pigs with a randomized block design (RBD) with 4 treatments and 5 groups with an average body weight: 24.76 ± 1.31 kg, 29.73 ± 1.15 kg, 36.30 ± 4.41 kg ; 43.38 ± 2.22 kg, 49.43 ± 2.32 kg. The treatments were P0, P1, P2, and P3 (0%, 10%, 20%, 30% cocoa pod in the ration) and the observed is the total cost of production, total production, profit and loss, IOFC and B / C ratio.

Analysis of income from the provision of fermented cocoa pod. The Group I, II, III, IV, V, memberikan total keuntungan (Rp 1.012.527,53, Rp 1.282.947,59, Rp 1.717.454,90, Rp 1.757.748,85, 1.611.307,31).

The results showed that the analysis of the utilization of fermented cacao pods Rhizopus sp, sp and Lactobacillus sp Saccharomicyes give different results to the average profit and loss (Rp 430.601,80, Rp 421.858,68, Rp 306.243,80 and Rp 317.692,9 respectively), IOFC (399.976,60; 392.546,28; 383.495,60; and 287.521,15 respectively), B/C (1,28; 1,28; 1,22 and 1,21 respectively). Fermented cocoa pod Rhizopus sp, Saccharomicyes sp and Lactobacillus sp be given to pigs as an alternative feed.


(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Analisis usaha ternak babi merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha peternakan yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994)

Pemerintah berusaha untuk memenuhi dan meningkatkan pendapatan peternak yaitu dengan cara mengembangkan seluruh komoditi ternak yang berpotensi menghasilkan daging sebagai sumber protein, diantaranya adalah ternak babi, walaupun tidak semua kelompok masyarakat mengkonsumsi daging babi, namun permintaan terhadap daging babi cukup besar. Sebagaimana diketahui daging babi merupakan ternak penghasil daging yang relatif cepat dan hanya membutuhkan 3 bulan dalam penggemukan sampai masa panen. Hal ini yang menjadi salah satu faktor pendorong peternak dalam mengusahakan peternakan babi.

Keberhasilan peternak babi ditentukan 3 hal yaitu : Breeding, feeding dan

manejemen. Breeding adalah merupakan jenis bibit yang digunakan untuk

pengemukan, sedangkan feeding yang berkaitan dengan pakan yang digunakan

dalam penggemukan, dan pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu peternak babi. Dalam menentukan penggunaan pakan


(16)

hendaknya melihat berbagai faktor diantaranya nilai ekonomi atau harga dari pakan yang cukup tinggi, serta kesinambungan ketersediaan pakan yang tidak sulit untuk memperolehnya. Semakin baik pakan yang digunakan tentu akan berdampak baik terhadap keuntungan, dengan catatan pakan murah tersebut juga berkualitas baik.

Kulit buah kakao (cocoa pod) adalah merupakan limbah agroindustri yang

dihasilkan tanaman kakao. Buah kakao terdiri dari 74% kulit, 2% plasenta dan 24% biji. Limbah kulit kakao masih banyak dibuang oleh petani, sehingga dapat sebagai potensi media perkembangan kasus hama penggerek buah kakao (Conomorpha cramerella). Kulit buah kakao yang belum menerima tindakan

pengolahan memang kurang baik untuk menjadi bahan pakan ternak babi, hal ini dikarenakan pada kulit buah kakao mengandung zat anti nutrisi berupa lignin dan

theobromin, namun dengan menggunakan teknologi sederhana seperti fermentasi,

maka kandungan nutrisinya dapat diperbaiki dan anti nutrisinya dapat diturunkan. Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Proses fementasi dapat dikatakan sebagai proses

protein enrichment yaitu proses pengkayaan kandungan protein dengan

menggunakan mikroorganisme tertentu.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian tepung kulit buah kakao (Theobrema cacao L.,) yang

difermentasi Rhizopus sp, Sacharomyces sp, Lactobacillus sp sebagai bahan

pakan alternatif guna meningkatkan nilai ekonomi usaha ternak babi jantan peranakan Landrace.


(17)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis usaha penggunaan pod kakao fermentasi yang diberikan pada babi jantan peranakan landrace.

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan pod kakao yang difermentasi Rhizopus sp, Sacharomyces sp,

Lactobacillus sp dapat memberikan laba dalam usaha beternak babi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, kalangan akademik dan masyarakat tentang pemanfaatan kulit buah kakao fermentasi sebagai bahan pakan alternatif dan bernilai gizi tinggi. Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usaha

Analisis usaha peternakan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994)

Total Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan 1995).

Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan walaupun ada perubahan volume produksi atau sedangkan perubahan variabel merupakan biaya yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume produksi (Kasmir 2008).

Biaya tetap (fixed cost) adalah jenis biaya yang selama waktu produksi,


(19)

walaupun volume produksi berubah. Biaya tetap misalnya: biaya penyusutan, biaya gaji, biaya asuransi, biaya sewa, biaya bunga dan biaya pemeliharaan. Biaya tidak tetap (variabel) adalah jenis biaya yang besar kecilnya tergantung pada

banyak sedikitnya volume produksi apabila volume produksi bertambah, sehingga biaya variabel akan meningkat. Sebaliknya, apabila volume produksi berkurang maka biaya variabel akan menurun. Biaya variabel adalah biaya-biaya langsung seperti bahan baku, tenaga kerja, pakan dll. Biaya total (total cost) adalah jumlah

total biaya tetap ditambah dengan total biaya variabel pada masing-masing tingkat atau volume produksi (Jumingan 2006).

Biaya tetap tidak tergantung pada tingkat kegiatan perusahaan artinya biaya setiap bulannya tidak terpengaruh terhadap naik atau turunnya kegiatan perusahaan (Slot dan Minnaar 1996).

Total Pendapatan

Perusahaan yang beroperasi atau mempunyai kegiatan sesuai dengan didirikannya perusahaan tersebut akan mengharapkan adanya penerimaan pendapatan dari operasi perusahaan yang dilaksanakan. Bagi perusahaan yang memproduksi barang maka penerimaan pendapatan berasal dari penjualan barang dari usaha penjualan jasa yang dilakukan perusahaan tersebut (Agus 1990).

Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen.

Penerimaan dari suatu proses dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut. Penerimaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan 1995).


(20)

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan

biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang dikeluarkan untuk penggemukan. Biaya pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual, seperti halnya sebagai berikut :

IOFC = (Bobot badan akhir babi – bobot awal babi X harga jual babi/kg) – (total konsumsi pakan X harga pakan perlakuan/kg)

(Prawirokusumo 1990).

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost

ratio (BCR) yaitu imbangan antara total penghasilan (input) dengan total biaya

(out put). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin

besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karodkk. 1995). B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila


(21)

B/C Ratio > 1 : Efisien

B/C Ratio = 1 : Impas

B/C Ratio < 1 : Tidak efisien B/C Ratio =

produksi biaya

Total

n) (pendapata produksi

hasil Total

Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Ratio nya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi 1995).

Analisis Laba-Rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

I = TR – TC

dimana :

I = keuntungan (income)

TR = total penerimaan (revenue)

TC = total pengeluaran (cost)

Soekartawi (1995) mendefinisikan, laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh satu satuan usaha dalam satu periode. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha adalah hal yang penting. Oleh karena itu perlu dilakukan pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos - pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat.


(22)

Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue) dengan total biaya (biaya

tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan 2006).

Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan yang

menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber

pendapatan yang diperoleh. Kemudian juga tergambar jumlah biaya dan

jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dari jumlah pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba atau rugi. Jika jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya perusahaan dikatakan laba. Sebaliknya jika jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya perusahaan dikatakan rugi (Kasmir 2008).


(23)

Potensi Pod Kakao

Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L

(Poedjiwidodo, 1996).

Nilai gizi pod kakao dapat ditingkatkan melalui pengolahan. Dengan bantuan mikroba dalam suatu proses fermentasi yang merupakan proses biokimia dan biologi yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai

akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno et al., 1979).

Fermentasi adalah proses perubahan substrat pada kondisi aerob maupun anaerob oleh aktifitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme. Fermentasi adalah reaksi oksidasi yang menggunakan senyawa organik baik sebagai oksidan maupun sebagai reduktan (donor elektron) (Fardiaz, 1992).

Berdasarkan aspek nutrien pod kakao memiliki kandungan lignin yang tinggi (38,78%) sehingga dapat mempengaruhi daya cerna. Pod kakao juga mengandung alkaloid theobromin (3,7-dimethyl xanthine) sebanyak 0,17 – 0,22% atau 1,5-4 g/kg bahan kering, kafein (1,3,7-trimetilxanthine) sebanyak 1,8 – 2,1% dan juga mengandung tanin (Goenadi dan Prawoto, 2007).


(24)

Adanya senyawa theobromin pada pod kakao dilaporkan memiliki efek negatif, karena dapat menghambat pertumbuhan mikroba rumen sehingga menurunkan kemampuan mencerna serat dan menyebabkan diare. Respon negatif muncul pada saat konsumsi theobromin lebih dari 300 mg/kg bobot hidup dengan indikasi penurunan konsumsi dan bobot hidup (EFSA, 2008). Adanya kafein diketahui mempunyai efek diuretik. Tanin dilaporkan dapat mengendapkan protein dan karbohidrat sehingga mempengaruhi ketersediaan nutrien pod kakao (Purnama, 2004).

Berdasarkan hasil analisa dari Balai Penelitian Biologi (2003) diketahui bahwa pod kakao mengandung tanin kondensasi yaitu proanthocyanidin sebesar 2,04%. Kelompok tanin ini dapat mempengaruhi konsumsi pakan, palatabilitas dan kecernaan pakan serta dapat bersifat toksik pada level 5% dalam ransum. Di dalam rumen tanin yang ada di dalam pod kakao dapat menghambat proses fermentasi yang terjadi. Hal ini disebabkan tanin membentuk ikatan komplek dengan protein dan karbohidrat, menghambat aktivitas enzim mikrobial dan menghambat pertumbuhan mikroba dengan penyerapan dalam membran sel yang dapat menyebabkan defisiensi nutrisi (Leinmuller et al., 1991).

Upaya peningkatan kualitas dan gizi pakan hasil samping pertanian/perkebunan yang berkualitas rendah, merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan penggunaan pod kakao pada ternak perlu ditingkatkan kualitasnya, salah satunya dengan cara fermentasi. Perbandingan kandungan nutrisi pod kakao tanpa fermentasi dan pod kakao yang difermetasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan


(25)

Tabel 1. Perbandingan kandungan nutrisi pod kakao

Uraian Bahan

Pod Kakao tanpa fermentasi Pod Kakao Fermentasi

BK (%) LK (%) SK (%) PK (%) Abu (%) KA (%) GE (k.kal/gr) 82,92a 1,74a 32,47a 9,33a 11,45a 17,08a 3,4859b 84,65a 1,89a 24,79a 12,52a 12,31a 15,35a 3,5418b

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, FP USU (2012) b. Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2012)

Fermentasi

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarmo, 1983).

Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam medium cair (Hardjo et al., 1989).

Menurut Winarno et al., (1980) fermentasi merupakan proses biokimia

yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan yang mengalami fermentasi biasanya nilai gizi yang lebih baik dari asalnya disebabkan


(26)

karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks dan menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.

Menurut Winarno dan Fardiaz (1979), pada proses fermentasi dibutuhkan dosis jamur tertentu pula, makin banyak dosis jamur yang digunakan makin cepat proses fermentasi berlangsung, dan semakin lama waktu yang digunakan untuk fermentasi, semakin banyak bahan yang akan dirombak. Fermentasi kapang pada umumnya membutuhkan waktu antara 2 sampai 5 hari.

Mikroorganisme Fermentasi

Rhizhopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang

membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang

juga disebut stolon yang menyebar diatas substratnya, karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak

sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi

(Postlethwait dan Hopson, 2006).

Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses

fermentasi pod kakao, dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim

β–glukosidase. Selama proses fermentasi berlangsung, isoflavon glukosidase


(27)

disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur dan anti kanker (2,3,4), bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β-glukosidase. Enzim ini selain terdapat didalam kedelai, juga diproduksi oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung yang mampu memecah komponen glukosida menjadi aglikon dan gugus gula (Ewan et al., 1992).

Hasil penelitian Rotib (1994) dengan melakukan fermentasi bungkil

kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar

bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2%, sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

Saccharomyces sp

Saccharomyces merupakan genus

kemampuan mengubah2. Saccharomyces

merupakan mikroorganisme be Saccharomyces

termasuk kelompokoC dan pH 4,8.

Beberapa kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat

beradaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol

hingga 13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida

dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya


(28)

dari penambaha optimum untuk fermentasi antara 28-30oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam

genus ini diantaranya yait

da

Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting dalam pembuatan industri makanan. Banyak manfaat khamir dalam makanan yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti. Produk makanan terfermentasi adalah sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal untuk fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang

hingga saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.

Saccharomyces sp mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah

subtrat menjadi bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi.

Saccharomyces sp merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang

hidup bersama secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari

genus Aspergillus sp yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces,

Candida, Hansenula yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan

bermacam-macam zat organik lainnya serta bakteri (Acetobacter) yang

menumpang untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).

Lactobacillus sp

Lactobacillus adal

menguba ini, umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat


(29)

ditemukan di dalam

dan merupakan sebagian kecil dariLactobacillus

memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah

memilikiLactobacillus sering digunakan untuk

industri pembuata hewan, seperti yang merupakan kultur simbiotik antara

berkembang di

da

Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat

Berdasarkan penelitian Jamila et al, (2009) memperoleh kesimpulan

bahwa penggunaan Lactobacillus sp dalam proses fermentasi feses ayam

cenderung meningkatkan kandungan protein kasar feses ayam tetapi tidak berpengaruh terhadap kandungan serat kasar.

Inokulan Cair

Inokulan cair merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat inokulan cair ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt.


(30)

Mikroorganisme dasar dalam inokulan cair ini adalah Saccharomyces yang

berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan

enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan

enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.

c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan

enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain 10 liter air sumur, 1,5 liter air tebu (gula merah), 60 gr ragi tape (5 buah), 60 gr ragi tempe, ± 30cc youghurt. Semuanya dimasukkan ke galon ukuran 19 liter, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja atau tidak, bila kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair (Compost Centre, 2009).

Air Tebu

Air tebu adalah hasil pengolahan batang tebu yang diperas, dan akan menghasilkan air berwarna putih bening. Air tebu mengandung karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi sehingga bisa juga dijadikan pakan ternak


(31)

walaupun sifatnya hanya sebagai pakan pendukung. Disamping harganya murah,

kelebihan lain air tebu terletak pada aroma dan rasanya

(Widayati dan Widalestari, 1996).

Dedak Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan sumber bahan makanan yang

menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras terutama terdiri dari lapisan ari. Kandungan nutrisi dedak tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan nutrisi dedak padi

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

13,3a 13,5b 7,2c 0,07a 1,61a 2850a

Sumber : a. NRC (1998) b. Hartadi et al (1997)

c. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, FP USU, (2000)

Tepung Jagung

Kandungan energi jagung cukup tinggi dan citarasanya baik, sehingga lazim digunakan untuk bahan ransum ternak babi. Jagung kuning cukup baik untuk babi, karena mengandung tinggi karoten atau vitamin A. Jagung dapat diberikan pada babi dalam bentuk butir utuh, digiling, dicampur dengan bahan lain (Sihombing, 2006). Kandungan nutrisi tepung jagung tertera pada Tabel 3.


(32)

Tabel 3. Kandungan nutrisi tepung jagung

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

8,3a 2,2b 3,9a 0,03a 0,28a 3420a

Sumber : a. NRC (1998) b. Hartadi et al (1997)

Tepung ikan

Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Boniran, 1999). Kandungan nutrisi tepung ikan tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi tepung ikan

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

52,6a 2,2a 4,8b 6,65b 3,59b 2810b

Sumber : a. Hartadi et al (1997) b. NRC (1998)

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan


(33)

penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12 % (Hutagalung, 1999). Kandungan nutrisi bungkil kedelai tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kedelai

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%) 43,8a 4,4b 1,5a 0,32a 0,65a

Sumber : a. NRC (1998) b. Hartadi et al (1997)

Bungkil Inti Sawit

Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lainnya. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein, kandungan asam amino esensialnya cukup lengkap (Lubis, 1993). Kandungan nutrisi bungkil inti sawit tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit

Uraian Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar Kalsium (%) Posfor (%)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

15,4a 6,41b 16,9a 0,58b 0,34b 2814b

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, FP USU (2000) b. Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih (2009)

Pigmix

Zat-zat mineral lebih kurang merupakan 3-5% dari tubuh hewan. Hewan tidak dapat membuat mineral karenanya harus disediakan dalam makanannya. Dari hasil penelitian dapat diterangkan bahwa mineral tersebut harus disediakan


(34)

dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup. Terlalu banyak mineral dapat membahayakan individu. Suatu keuntungan ialah bahwa sebagian besar mineral dapat diberikan dalam jumlah yang besar dalam ransum tanpa mengakibatkan kematian, tetapi kesehatan hewan menjadi mundur sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang besar (Anggorodi, 1990).


(35)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Pintu Air Kelurahan Kwala bekala kecamatan Medan Johor, Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan dimulai Juli 2012 sampai September 2012.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puluh ekor ternak babi jantan peranakan landrace umur lima bulan sebagai objek yang diteliti, tepung kulit buah kakao fermentasi, dedak padi, bungkil inti sawit, tepung jagung, kapur kerang, minyak nabati, pig mix, bungkil kedelai, dan tepung ikan sebagai bahan pakan. Air tebu, ragi tape, ragi tempe dan youghurt sebagai pembuatan

inokulen cair, serta obat – obatan seperti obat cacing (Vermizyn SBK) dan air

minum.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual ukuran 1 x 2m sebanyak 20 unit, beserta perlengkapan seperti tempat pakan dan tempat air minum, timbangan duduk untuk menimbang bobot badan hidup berkapasitas 100 Kg dengan kepekaan 100 g dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan alat kebersihan (ember, masker, sepatu boot, sapu, lidi, sekop), thermometer ruang sebagai pengukur suhu kandang, alat tulis, kalkulator, alat penerangan, mesin penggiling (grinder) untuk


(36)

menggiling kulit kakao fermentasi dan terpal plastik untuk alat menjemur pod kakao.

Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan rancangan acak kelompok (RAK) yang berdasarkan rataan berat badan dengan lima kelompok empat perlakuan.

Bobot badan awal babi setiap kelompok yaitu:

Kelompok I : 24,76±1,31

Kelompok II : 29,73±1,15 Kelompok III : 36,30±4,41 Kelompok IV : 43,38±2,22 Kelompok V : 49,43±2,23 Perlakuan Penelitian yaitu:

P0 : 0% pod kakao fermentasi dalam ransum

P1 : 10% pod kakao fermentasi dalam ransum

P2 : 20% pod kakao fermentasi dalam ransum

P3 : 30% pod kakao fermentasi dalam ransum

Model matematika percobaan yang digunakan adalah: Yij = µ + φi + αj + εij

Dimana:

i = 1, 2, 3,...i = perlakuan

j = 1, 2, 3,...i = kelompok

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j


(37)

φi = pengaruh dari perlakuan ke-i

αj = pengaruh dari kelompok ke-j

εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i pada kelompok ke-j. Denah pemeliharaan sebagai berikut :

KELOMPOK

III IV I V II

P1 P2 P3 P0 P0 P2 P3 P1 P3 P0 P1 P2 P1 P3 P2 P0 P2 P3 P0 P1 Parameter Penelitian

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya – biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya pakan, biaya bibit, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang dan biaya sewa kandang.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga jual babi dan penjualan kotoran babi.

Laba/Rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara : K = TR – TC

Dimana :


(38)

TR = total penerimaan TC = total pengeluaran.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan

biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. Pendapatan

merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (kg hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan ternak. Artinya jika nilai pertambahan bobot badan dikali harga jual akibat perlakuan lebih besar daripada biaya pakan yang dikeluarkan selama penggemukan maka usaha tersebut efisien, dan sebaliknya jika nilai pertambahan bobot badan dikali harga jual akibat perlakuan lebih kecil daripada biaya pakan yang dikeluarkan selama penggemukan maka usaha tersebut tidak efisien.

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan.

B/C Ratio =

Total Biaya Produksi Total Hasil Produksi

Dengan menggunakan konsep benefit cost ratio (BCR) yaitu untuk

mengetahui imbangan antara total penghasilan (input) dengan total biaya

(out put). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin


(39)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan kandang Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt.

Semuanya dimasukkan ke galon ukuran 19 liter, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Manfaat penutupan dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja atau tidak, dimana bila kantong plastik terjadi pengelembungan, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair. Pembuatan inakulan cair dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Skema pembuatan inokulan cair

Sumber : Compost Centre 2009

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon berkapasitas 19 liter Dimasukkan air tebu sebanyak 1½ liter Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan youghurt sebanyak ± 30 cc Diaduk bahan sampai merata

Ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama tiga hari


(40)

2. Penempatan dan pengacakan babi

Penempatan babi dilakukan dengan sistem pengacakan sesuai dengan kelompoknya dan sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan awal.

3. Pemberian pakan dan air minum

Pakan perlakuan diberikan secara ad libitum, pakan yang diberikan

disesuaikan dengan perlakuan dan sisa pakan yang ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama 2 minggu. Pemberian air minum juga dilakukan secara

ad libitum. Air minum diganti setiap hari dan tempat air minumnya dicuci

dengan air bersih. Ternak babi dimandikan dua kali sehari agar babi bersih dan merasa nyaman.

4. Pembuatan pod kakao fermentasi

Pembuatan pod kakao fermentasi menggunakan beberapa bahan antara lain pod kakao, inokulan cair, dedak halus. Alat yang digunakan yaitu terpal plastik untuk alas fermentasi. Pod kakao dicincang terlebih dahulu lalu diserakkan diatas alas, kemudian dicampur dengan dedak halus (dengan perbandingan untuk 500 kg pod kakao ditambah 3% dedak) sampai merata dengan cara membolak-balik dengan sekop atau garu, selanjutnya disiram dengan inokulan cair secara merata. Kemudian ditutup dengan selimut sabut kelapa agar panas yang terbentuk dapat mempercepat proses fermentasi. Dibiarkan selama 5 hari dan sudah bisa di keringkan. Pembuatan tepung pod kakao dilakukan dengan menggunakan mesin tepung/grinder. Setelah menjadi


(41)

tepung disimpan di tempat yang kering dan tidak lembab, tidak lepas pembuatan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

a. Premixing yaitu mencampur komponen bahan yang digunakan dalam

bentuk inokulan cair.

b. Mixing yaitu mencampur semua komponen bahan yang akan

digunakan.

c. Drying yaitu pengeringan dengan cara penjemuran.

Skema pembuatan pod kakao fermentasi dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Skema pembuatan pod kakao fermentasi

Sumber : Compost Centre 2009

5. Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu membuat kandang sebanyak

20 unit/plot dengan masing-masing kandang memiliki ukuran 1 m x 2 m Inokulan cair

Pencampuran dedak dengan pod kakao yang telah dicincang. Dengan perbandingan untuk

500 kg pod kakao ditambah 3% dedak.

Campuran pod kakao dengan dedak, kemudian di siram dengan inokulan cair secara merata

Ditutup dengan selimut sabut kelapa

Dibolak balik dan di ukur suhunya setiap hari

Setelah 5 hari, pod kakao fermentasi di bongkar dan di jemur selama 3 hari

Pod kakao fermentasi yang sudah kering kemudian digiling


(42)

yang terbuat dari bambu dan papan dengan lantai semen dan beratap rumbia. Kandang babi dan tempat pakan serta tempat minum berupa ember plastik dicucihamakan terlebih dahulu dengan menggunakan desinfektan. Bola lampu sebagai alat penerangan kandang.

6. Pemberian obat-obatan

Ternak babi pertama masuk kandang dan satu bulan penelitian setelah penelitian berlangsung diberikan obat cacing dan obat cacing diberikan sesuai bobot badan ternak.

7. Periode pengambilan data

Pemberian pakan dihitung setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan babi dengan timbangan dilakukan setiap 2 minggu dan pengambilan data pengukuran suhu kandang penelitian dilakukan tiga kali sehari dimulai dari pagi, siang dan malam hari dengan menggunakan thermometer ruang.

8. Analisis data

Data yang diperoleh dari setiap perlakuan dianalisis. Analisis yang dilihat adalah analisis laba rugi, analisis IOFC dan B/C ratio.


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Total Biaya Produksi

Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pembelian bibit babi, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang dan biaya tenaga kerja.

1.1Biaya Pakan Babi

Biaya pakan babi diperoleh dengan cara mengalikan semua jumlah konsumsi pakan dengan harga pakan per kilogram dan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Biaya pakan babi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl Kelompok Total Rataan

I II III IV V

P0 419.336,73 458.832,85 496.133,60 547.495,02 586.318,81 2.508.117,01 501.623,40 P1 405.944,32 439.258,72 475.231,44 522.269,86 570.964.27 2.413.668,61 482.733,72 P2 383.817,60 414.236,81 454.405,88 503.711,27 534.750,42 2.290.921,98 458.184,40 P3 360,311,33 394.938,53 432.376,68 476.132,51 513.435,18 2.177.194,23 435.438,85 Total 1.569.409,97 1.707.266,91 1.858.147,60 2.049.608,65 2.205.468,69 9.389.901,83

Ratan 469.495,09

1.2Biaya Pembelian Bibit

Biaya pembelian bibit yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit babi sebanyak 20 ekor dengan total bobot badan awal babi 734.4 kg dikali dengan harga Rp 27000/kg dan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Biaya pembelian bibit babi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl Kelompok Total Rataan

I II III IV V

P0 656.100 810.000 1.026.000 1.201.500 1.379.700 5.073.300 1.014.660 P1 675.000 788.400 923.400 1.188.000 1.312.200 4.887.000 977.400 P2 691.200 791.100 934.200 1.134.000 1.314.900 4.865.400 973.080 P3 653.400 820.800 1.036.800 1161.000 1.331.100 5.003.100 1.000.620 Total 2.675.700 3.210.300 3.920.400 4.684.500 5.337.900 1.982.8800


(44)

1.3Biaya Sewa Kandang dan Peralatan

Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh peralatan selama penelitian. Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan tempat minum dan kawat (sebagai pengikat tempat pakan dan air minum).

Tabel 9. Biaya sewa kandang dan peralatan tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl Kelompok Total Rataan

I II III IV V

P0 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 75.000 15.000 P1 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 75.000 15.000 P2 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 75.000 15.000 P3 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 75.000 15.000 Total 60.000 60.000 60.000 60.000 60.000 300.000 60.000

1.4Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan selama penelitian. Obat yang diberikan adalah vermizyn sbk. Tabel 10. Biaya obat-obatan tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl

Kelompok

Total Rataan

I II III IV V

P0 889,5 1.101 1.368 1.590 1.825,5 6.774 1.354,8

P1 903 1.068 1.254 1.572 1.641 6.438 1.287,6

P2 906 1.066,5 1.246.5 1.509 1.731 6.459 1.291,8 P3 864 1.050 1.329 1.471,5 1.726,5 6.441 1.288,2 Total 3.562,5 4.285,5 5.197,5 6.142,5 6.924 26.112

Rataan 1.305,6

1.5Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja diperoleh dari jumlah tenaga kerja dikali dengan UMRP Sumatera Utara (Upah Minimum Regional Provinsi). UMRP saat penelitian adalah sebesar Rp 1.300.000/bulan/200 ekor, jadi Biaya tenaga kerja untuk menangani 1 ekor babi pemeliharaan secara intensif per bulan sebesar Rp 6.500.


(45)

Maka biaya yang dikeluarkan untuk memelihara 20 ekor babi adalah Rp 130.000/bulan dan Rp 260.000 selama penelitian.

Tabel 11. Biaya upah tenaga kerja tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl Kelompok Total Rataan

I II III IV V

P0 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 65.000 13.000 P1 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 65.000 13.000 P2 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 65.000 13.000 P3 13.000 13.000 13.000 13.000 13.000 65.000 13.000 Total 52.000 52.000 52.000 52.000 52.000 26.0000 52.000

1.6Total seluruh biaya produksi selama penelitian adalah

Biaya pakan babi Rp 9389901.83

Biaya pembelian bibit babi Rp 19.828.800

Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Rp 300.000

Biaya Obat-obatan Rp 26.112

Biaya tenaga kerja

Total Rp 29.804.813,83

Rp 260.000 +

Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi seperti diatas. Maka biaya produksi tiap level perlakuan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 12. Total biaya produksi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl

Kelompok

Total Rataan

I II III IV V

P0 1.104.326,23 1.297.933,85 1.551.501,60 1.778.585,02 1.995.844,31 7.728.191,01 1.545.638,20 P1 1.109.847,32 1.256.726,72 1.427.885,44 1.739.841,86 1.912.805,27 7.447.106,61 1.489.421,32 P2 1.103.923,60 1.234.403,31 1.417.852,38 1.667.220,27 1.879.381,42 7.302.780,98 1.460.556,20 P3 1.042.575,33 1.244.788,53 1.498.505,68 1.666.604,01 1.874.261,68 7.326.735,23 1.465.347,05 Total 4.360.672,47 5.033.852,41 5.895.745,10 6.852.251,15 7.662.292,69 29.804.813,83 RATAAN 1.490.240,69

Pada Tabel diatas dapat dilihat bahwa total biaya produksi pemeliharaan babi jantan selama penelitian menunjukkan perbedaan besar dimana total biaya produksi perlakuan tertinggi terdapat pada P0 sebesar Rp 7.728.191,01 dan yang terendah pada P3 sebesar Rp 7.326.735,23. Perbedaan jumlah pengeluaran ini


(46)

dikarenakan adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian bibit, pakan, biaya obat-obatan, sewa kandang dan peralatan sedangkan upah tenaga kerja adalah sama. Hal ini seperti dinyatakan oleh Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dan dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi.

2. Total Hasil Produksi

Total hasil produksi adalah seluruh perolehan dari hasil penjualan yaitu penjualan babi dan penjualan kotoran babi (feses).

2.1Hasil penjualan babi

Penjualan babi diperoleh dari harga jual babi hidup perkilogram. Harga pada waktu penjualan yaitu sebesar Rp 28.000/kg dikali dengan bobot badan akhir babi (1331,1 kg). Maka harga jual seluruh babi adalah Rp 36.738.800

Tabel 13. Hasil penjualan babi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl

Kelompok

Total Rataan

I II III IV V

P0 1.352.400 1.646.400 1.996.400 2.234.400 2.539.600 9.769.200 1.953.840 P1 1.344.000 1.596.000 1.884.400 2.198.000 2.422.000 9.444.400 1.888.880 P2 1.313.200 1.587.600 1.822.800 2.130.800 1.867.600 8.722.000 1.744.400 P3 1.274.000 1.397.200 1.820.000 1.957.200 2.354.800 8.803.200 1.760.640 Total 5.283.600 6.227.200 7.523.600 8.520.400 9.184.000 3.673.8800

Rataan 1.836.940

2.2Penjualan feses babi

Penjualan feses babi diperoleh dari harga jual feses babi perkilogram dikali dengan jumlah feses selama penelititan. Harga penjualan yaitu sebesar Rp 100 (feses dalam keadaan basah).


(47)

Tabel 14. Hasil penjualan feses babi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl Kelompok Total Rataan

I II III IV V

P0 22.400 22.400 22.400 22.400 22.400 112.000 22.400

P1 22.400 22.400 22.400 22.400 22.400 112.000 22.400

P2 22.400 22.400 22.400 22.400 22.400 112.000 22.400

P3 22.400 22.400 22.400 22.400 22.400 112.000 22.400

Total 89.600 89.600 89.600 89.600 89.600 448000

Rataan 22.400

2.3Total Hasil Produksi

Hasil Penjualan Babi Rp 36.738.800

Hasil Penjualan feses babi

Total Rp 37.186.800

Rp 448.000+

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi seperti diatas. Maka hasil produksi tiap level perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Total hasil produksi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl

Kelompok

Total Rataan

I II III IV V

P0 1.374.800 1.668.800 2.018.800 2.256.800 2.562.000 9.881.200 1.976.240 P1 1.366.400 1.618.400 1.906.800 2.220.400 2.444.400 9.556.400 1.911.280 P2 1.335.600 1.610.000 1.845.200 2.153.200 1.890.000 8.834.000 1.766.800 P3 1.296.400 1.419.600 1.842.400 1.979.600 2.377.200 8.915.200 1.783.040 Total 5.373.200 6.316.800 7.613.200 8.610.000 9.273.600 37.186.800

Rataan 1.859.340

Pada Tabel dapat dilihat bahwa rataan total hasil produksi pemeliharaan babi jantan selama penelitian menunjukkan perbedaaan yang besar dimana rataan hasil pendapatan tertinggi terdapat pada P0 yaitu sebesar Rp 1.976.240 dan yang terendah pada P2 yaitu sebesar Rp 1.766.800. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan bobot badan babi dan disebabkan kualitas pakan yang diberikan selama penelitian sehingga nilai pendapatan dari penjualan babi berbeda pada setiap


(48)

kelompok. Ini sesuai dengan pernyataan Agus (1990) yang menyataka bahwa, penerimaan pendapatan berasal dari penjualan barang, begitu juga pendapat dari Kadarsan (1995) yang menyatakan bahwa penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman serta hasil olahannya serta panen dari peternakan serta hasil olahannya.

3. Analisis Ekonomi Berdasarkan Data-Data 3.1. Analisis Laba Rugi

Analisis ekonomi atau laba rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau menguntungkan dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi dengan total biaya produksi.

Keuntungan = total hasil produksi - total biaya produksi.

Keuntungan = Rp 37.186.800 - Rp 29.804.813,83 = Rp 7.381.986,2 Tabel 16. Analisis laba-rugi tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl

Kelompok

Total Rataan

I II III IV V

P0 270.473,77 370.866,15 467.298,40 478.214,98 566.155,69 2.153.008.99 430.601,80 P1 256.552,68 361.673,28 478.914,56 480.558,14 531.594,73 2.109.293,39 421.858,68 P2 231.676,40 375.596,69 427.347,62 485.979,73 10.618,58 1.531.219,02 306.243,80 P3 253.824,67 174.811,47 343.894,32 312.995,99 502.938,32 1.588.464,77 317.692,95 Total 1.012.527,53 1.282.947,59 1.717.454,90 1.757.748,85 1.611.307,31 7.381.986,17

Rataan 369.099,31

Analisis laba rugi dari pemberian kulit buah kakao fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada setiap total level perlakuannya. Perlakuan P0 (0%) memberikan keuntungan rata-rata Rp 430.601,80/ekor, pada perlakuan P1 (10%) memberikan keuntungan rata-rata sebesar Rp 421.858,68/ekor, pada perlakuan P2 (20%) memberikan keuntungan rata-rata Rp 306.243,80/ekor, pada perlakuan P3 (30%) memberikan keuntungan rata-rata Rp 317.692,95/ekor.


(49)

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu tanpa pengunaan kulit buah kakao fermentasi dalam pakan, hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan babi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini juga disebabkan terdapat perbedaan harga dan kualitas ransum ditiap level perlakuan. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah penjualan feses ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya pakan, biaya bibit babi, biaya obat-obatan, biaya peralatan dan sewa kandang dan biaya tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan Kasmir (2008) yaitu keuntungan adalah yang menyatakan dari jumlah pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba rugi. Jika pendapatan lebih besar dari jumlah biaya, maka perusahaan dikatakan beruntung, dan sebaliknya jika jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya produksi maka perusahaan dikatakan rugi. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengetahui yang perlu di evaluasi terhadap setiap bidang usaha yang dilakukan.

3.2. Income over feed cost (IOFC)

IOFC didapat dengan cara menghitung nilai usaha peternakan yang didapat dari pertambahan bobot badan ternak (Bobot akhir - Bobot awal) dikali harga ternak/kg dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi dikali harga pakan) dan dapat dilihat pada Tabel 17.


(50)

Tabel 17. Income over feed cost (IOFC) tiap level perlakuan kelompok (Rp/ekor)

Perl

Kelompok

Total Rataan

I II III IV V

P0 252.663,27 347.567,15 436.266,40 440.904,98 522.481,19 1.999.882,99 399.976,60 P1 238.055,68 339.141,28 451.568,56 443.730,14 490.235,73 1.962.731,39 392.546,28 P2 212.582,40 352.963,19 399.594,12 451.088,73 501.249,58 1.917.478,02 383.495,60 P3 236.088,67 151.061,47 312.423,32 277.067,49 460.964,82 1.437.605,77 287.521,15 Total 939.390,03 1.190.733,09 1.599.852,40 1.612.791,35 1.974.931,31 7.317.698,17

Rataan 365.884,91

IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu rata-rata sebesar Rp 399.976,60/ekor, hal ini dikarenakan kualitas pakan dan pertambahan bobot

badan babi yang tinggi dan dikalikan dengan harga jual perkilogram sehingga pendapatan penjualan babi lebih tinggi dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi babi tersebut dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi babi tersebut yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.

IOFC terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu rata-rata sebesar Rp 287.521,15/ekor, hal ini dikarenakan bobot badan akhir babi rendah dari

perlakuan yang lain sehingga menyebabkan harga jual babi lebih rendah dengan perlakuan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada perlakuan P3 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) bahwa pendapatan usaha peternakan itu dibandingkan dengan biaya pakan. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar selisih total pendapatan dengan biaya pakan yang digunkan selama penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual pada ternak.


(51)

3.3. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:

B/C Ratio =

Produksi Biaya

Total

Produksi Hasil

Total

Tabel 18. Benefit cost ratio (B/C Ratio) tiap level perlakuan kelompok (%/ekor)

Perl

Kelompok

Total Rataan

I II III IV V

P0 1,24 1,29 1,30 1,27 1,28 6,38 1,28

P1 1,23 1,29 1,34 1,28 1,28 6,41 1,28

P2 1,21 1,30 1,30 1,29 1,01 6,11 1,22

P3 1,24 1,14 1,23 1,19 1,27 6,07 1,21

Total 4,93 5,02 5,17 5,02 4,84 24,98

Rataan 1,25

B/C Ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa usaha ternak babi yang diberi pakan kulit buah kakao fermentasi efisien digunakan karena tiap perlakuan

menunjukkan rata-rata lebih dari 1 (satu). Hal ini sesuai dengan pernyataan Karo-karo dkk (1995) yang menyatakan bahwa nilai B/C Ratio >1 menyatakan

usaha tersebut menguntungkan, semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien. Efisien usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep

Benefit Cost Ratio (BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (input) dengan

total biaya (out put).Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa titik modal

akan tercapai jika rata-rata bobot babi tiap perlakuan yang dihasilkan pada P0

sebesar 70,58 kg P1 sebesar 66,20 kg P2 sebesar 60,90 kg dan P3 sebesar 63,68 kg.


(52)

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat rekapitulasi hasil penelitian seperti pada Tabel 19

Tabel 19. Rekapitulasi hasil penelitian tiap level perlakuan

Parameter Penelitian Perlakuan Total biaya

produksi (Rp)

Total Hasil Produksi

(Rp)

Total Laba (Rp)

Total IOFC (Rp)

Rataan B/C Ratio P0 7.728.191,01 9.881.200 2.153.008.99 1.999.882,99 1.28 P1 7.447.106,61 9.556.400 2.109.293,39 1.962.731,39 1.28 P2 7.302.780,98 8.834.000 1.531.219,02 1.917.478,02 1.22 P3 7.326.735,23 8.915.200 1.588.464,77 1.437.605,77 1.21

Dari Tabel 19 rekapitulasi hasil penelitian diatas dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan. Pada perlakuan P0,P1,P2 dan P3 menunjukan total hasil produksi yang berbeda-beda yaitu : Rp 9.881.200, Rp 9.556.400, Rp 8.834.000 dan Rp 8.915.200, total hasil produksi yang tertinggi adalah perlakuan P0 memberikan keuntungan. Hal ini dipengarungi oleh perbedaan biaya produksi. Keuntungan (laba) yang diperoleh pada perlakuan P0 lebih tinggi yaitu sebesar Rp 2.153.008.99 dari perlakuan P1, P3 , P2, hal ini disebabkan oleh efisiensi biaya produksi, termasuk biaya ransum sehingga mempengaruhi total hasil produksi.

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum secara ekonomis, selain memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan juga memperhatikan efisiensi ransum yang diberikan. Income over feed cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk

mengetahui efisiensi biaya yang diperoleh dari hasil pertambahan bobot badan babi selama produksi dikurangi biaya ransum. Maka IOFC yang diperoleh pada penelitian tertinggi pada P0 sebesar Rp 1.999.882,99 dan terendah adalah P2


(53)

sebesar Rp 1.437.605,77. Hal ini disebabkan karena perbedaan biaya ransum pada perlakuan yang tidak sama sehingga nilai IOFC tiap perlakuan berbeda.

B/C ratio merupakan perbandingan antara total hasil produksi dengan total biaya produksi. B/C ratio, nilai tertinggi diperoleh pada P0 dan P1 sebesar 1,28 dan nilai terendah diperoleh pada P3 sebesar 1,21. Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost ratio (BCR) yaitu imbangan antara total

penghasilan (input) dengan total biaya (out put). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha

tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo dkk. 1995). Maka penggunaan pod kakao fermetasi dalam bahan pakan dari segi analisis usaha beternak babi layak digunakan.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Analisis usaha penggunaan pod kakao yang difermentasi Rhizopus sp,

Saccharomicyes sp dan Lactobacillus sp dapat menurunkan IOFC dan B/C ratio

akan tetapi masih efisien digunakan sebagai bahan pakan ternak babi.

Saran

Pod kakao yang difermentasi Rhizopus sp, Saccharomicyes sp dan


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Agus 1990 Analisis Peluang Pokok. UGM Press. Yogyakarta.

Anggorodi R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Boniran S. 1999. Quality Control Untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality management Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak.

Compost Centre. 2009. Guidelines Training On Compost : A Takakura Method. Sumatera Utara University Campus Medan.

Dwidjoseputro 1994. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.

Ensminger M. E. 1991. Food and Nutrition. Second Edition. The Ensminger Publishing Company. USA.

Ewan C.V. Moor and A. Seo. 1992 Isoflavon Aglycones and Volatiles Compound in Soybeans Effect of Soaking Treatment. Journal Food Science 57677-682. Fardiaz S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada

Kerjasama dengan PAU antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB Bogor.

Goenadi D. H dan A. A. Prawoto. 2007. Kulit Buah Kakao Sebagai Bahan Pakan Ternak. Makalah Seminar dan Ekspose Sistem Integrasi Tanaman Pangan dan Ternak. Bogor 22-23 Mei 2007. KP muara. Bogor.

Handjani H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azzola Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadyah Malang

Hardjo S N. S. Indrasti dan B. Tajuddin. 1989. Biokonveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat antar Universitas Pangan dan Giji. IPB. Bogor. http://www.wikipedi.org/wikipedia/fermentasi.2012.

Jamila Tangdilintin F. K dan R Astuti. 2009. Kandungan Protein Dasar dan Serat Kasar Pada feses Ayamyang Difermentasi dengan Lactobacillus sp. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makasar.

Jumingan 2006. Analisis Laporan Keuangan. PT Bumi aksara. Jakarta

Kadariah.1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.


(56)

Kadarsan H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis Cetakan Kedua. PT. Gramedia Jakarta.

Karo – karo s. junias Sirait and Henk Knipsheer 1995. Farmers Shares Marketing Margin and Demand for Small Ruminant in North Sumatera. Working Paper No.150 November.

Kasmir 2008. Analisis Laporan Keungan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kidder, D. E dan M. J. Manners, 1978. Digestionin the Pig. Scientechnica. Bristol.

Laboratorium loka Penelitian Kambing potong. 2012. Sei Putih. Laboratorium Ilmu makanam Ternak. 2012. USU. Medan. Lay B. W. dan Hastowo S. 1992. Mikrobiologi : Rajawali Pers.

Leinmuller E. H Steingass dan K. H. Menke. 1991. Tannin in Ruminant Feed Stuffs Animal Research and development. Edited in Conjuntion with Numerous Members of German Universities and Research Institution by The Institute for Scientific Co-Operation. Tubigen germany.

Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan, Jakarta..

NRC. 1979. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic animal Tenth revised edition National Academy Press. Washington DC.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic

Animal, Tenth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.

Poedjiwidodo M. S. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus agriwidya Jawa Tengah.

Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt Rinehart dan Winston. Texas

Prawirokusumo S. 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta.

Purnama, I. N. 2004. Kajian Potensi Isolat Kapang Pemecah Ikatan Tanin pada Kulit Buah Kakao (Theobromti cacao L). Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisis dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sigit S. 1991. Analisa Break even. Rancangan Linear secara Ringkas dan Praktis. BPFE. Yogyakarta.

Slot R dan Minnaar H. G. 1996. Dasar – Dasar ekonomi Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(57)

Soekartawi 1995. Dasar penyususnan evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Suharno, B dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. ________________. 2006. Ilmu ternak Babi. UGM Press. Yogyakarta

Widayati, E dan R. E. Widalestari, Y. 1996. Limbah untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana. Surabaya

Winarno F. G. Fardiaz. S. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung.

Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.


(58)

LAMPIRAN

Lapiran 1. Formulasi ransum yang diberikan selama penelitian Bahan pakan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Kakao F (3% dedak) 0 10 20 30

Dedak 31,5 20,5 10,5 0

T. Jagung 50 50 50 50

T. Ikan 7,5 7,5 75 7,5

B. Kedelai 4,5 4,5 4,5 4,5

Bungkil Inti Sawit 2 2 2 2

M. Nabati 3,5 4,5 4,5 5

Pig mix 0,5 0,5 0,5 0,5

Kapur 0,5 0,5 0,5 0,5

Jumlah 100 100 100 100

Lampiran 2. Jumlah kandungan nutrisi dalam tiap perlakuan Nutrisi Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Protein kasar (%) 14.56 14,35 14,27 14,124

Energi metabolism (Kkal) 3283.58 32887,58 3232,08 3206,33

Serat kasar 6,054 7,047 8,639 9,238

Lemak kasar 4,774 4,170 3,639 3,0727

Ca (%) 0,752 0,764 0,777 0,7898

P(%) 0,952 0,7782 0,628 0,466

Lampiran 3. Daftar harga bahan ransum pada perlakuan Perlakuan P0

Bahan Harga/Kg (Rp)

Jumlah (%) Total

Kakao F (3% dedak) 1.300 0 0

Dedak 3.000 31,5 945

T. Jagung 3.000 50 1.500

T. Ikan 6.000 7,5 450

B. Kedelai 7.000 4,5 315

Bungkil Inti Sawit 1.600 2 32

M. Nabati 10.000 3,5 350

Pigmix 18.000 0,5 90

Kapur 500 0,5 2,5


(59)

Perlakuan P1

Bahan Harga/Kg (Rp)

Jumlah (%) Total (Rp)

Kakao F (3% dedak) 1300 10 130

Dedak 3000 20,5 615

T. Jagung 3000 50 1500

T. Ikan 6000 7,5 450

B. Kedelai 7000 4,5 315

Bungkil Inti Sawit 1600 2 32

M. Nabati 10000 4,5 450

Pigmix 18000 0,5 90

Kapur 500 0,5 2,5

Total 100 3584.5

Perlakuan P2

Bahan Harga/Kg (Rp)

Jumlah Total

Kakao F (3% dedak) 1300 20 260

Dedak 3000 10,5 315

T. Jagung 3000 50 1500

T. Ikan 6000 7,5 450

B. Kedelai 7000 4.5 315

Bungkil Inti Sawit 1600 2 32

M. Nabati 10000 4,5 450

Pigmix 18000 0,5 90

Kapur 500 0,5 2,5

Total 100 3414.5

Perlakuan 3

Bahan Harga/Kg (Rp)

Jumlah Total

Kakao F (3% dedak) 1300 30 390

Dedak 3000 0 0

T. Jagung 3000 50 1500

T. Ikan 6000 7,5 450

B. Kedelai 7000 4.5 315

Bungkil Inti Sawit 1600 2 32

M. Nabati 10000 5 500

Pigmix 18000 0,5 90

Kapur 500 0,5 2,5


(60)

Penentu harga pod kakao fermentasi

Bahan fermentasi Harga (Rp) Usage Biaya (Rp)

Pod kakao segar 200/kg 500 100.000

Dedak padi 3000/kg 15 45000

Ragi tape 41,67/gr 60 gr 2500,2

Ragi tempe 18/gr 60 gr 1080

Air tebu 4500/l 1,5 l 6750

Biokult 30/ml 15 ml 450

Total 153280

Penyusutan pod kakao setelah difermentasi 30% dari bahan. 30% * 500kg pod kakao segar = 150 Total biaya Rp 153.280 : 150 = Rp 1.021,86 (bagian 1) Biaya giling Rp 250*150 = 37.500

Penyusutan pod kakao setelah digiling 1% * 150 = 1,5 Total biaya Rp 37.500/148,5 = Rp 252,52 (bagian 2)

Biaya tepung pod kakao/kg = Rp 1.021,86+ Rp 252,52 = Rp 1274,38 = Rp 1300/kg

Lampiran 4. Total pertambahan bobot badan babi perkelompok/2 minggu sekali selama penelitian

Kelompok

Minggu

Rataan

1 2 3 4 Total

I 12 23.3 24.5 25.8 85.6 21.4

II 20.7 27.1 28.1 27.6 103.5 25.875

III 25.5 30.6 33.8 33.6 123.5 30.875

IV 30.4 32.1 34.9 33.4 130.8 32.7

V 50.6 37.7 39.1 37.7 165.1 41.275

Total 139.2 150.8 160.4 158.1 608.5


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agus 1990 Analisis Peluang Pokok. UGM Press. Yogyakarta.

Anggorodi R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Boniran S. 1999. Quality Control Untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality management Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak.

Compost Centre. 2009. Guidelines Training On Compost : A Takakura Method. Sumatera Utara University Campus Medan.

Dwidjoseputro 1994. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.

Ensminger M. E. 1991. Food and Nutrition. Second Edition. The Ensminger Publishing Company. USA.

Ewan C.V. Moor and A. Seo. 1992 Isoflavon Aglycones and Volatiles Compound in Soybeans Effect of Soaking Treatment. Journal Food Science 57677-682. Fardiaz S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada

Kerjasama dengan PAU antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB Bogor.

Goenadi D. H dan A. A. Prawoto. 2007. Kulit Buah Kakao Sebagai Bahan Pakan Ternak. Makalah Seminar dan Ekspose Sistem Integrasi Tanaman Pangan dan Ternak. Bogor 22-23 Mei 2007. KP muara. Bogor.

Handjani H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azzola Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadyah Malang

Hardjo S N. S. Indrasti dan B. Tajuddin. 1989. Biokonveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat antar Universitas Pangan dan Giji. IPB. Bogor. http://www.wikipedi.org/wikipedia/fermentasi.2012.

Jamila Tangdilintin F. K dan R Astuti. 2009. Kandungan Protein Dasar dan Serat Kasar Pada feses Ayamyang Difermentasi dengan Lactobacillus sp. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makasar.

Jumingan 2006. Analisis Laporan Keuangan. PT Bumi aksara. Jakarta

Kadariah.1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.


(2)

Kadarsan H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis Cetakan Kedua. PT. Gramedia Jakarta.

Karo – karo s. junias Sirait and Henk Knipsheer 1995. Farmers Shares Marketing Margin and Demand for Small Ruminant in North Sumatera. Working Paper No.150 November.

Kasmir 2008. Analisis Laporan Keungan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kidder, D. E dan M. J. Manners, 1978. Digestionin the Pig. Scientechnica. Bristol.

Laboratorium loka Penelitian Kambing potong. 2012. Sei Putih. Laboratorium Ilmu makanam Ternak. 2012. USU. Medan. Lay B. W. dan Hastowo S. 1992. Mikrobiologi : Rajawali Pers.

Leinmuller E. H Steingass dan K. H. Menke. 1991. Tannin in Ruminant Feed Stuffs Animal Research and development. Edited in Conjuntion with Numerous Members of German Universities and Research Institution by The Institute for Scientific Co-Operation. Tubigen germany.

Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan, Jakarta..

NRC. 1979. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic animal Tenth revised edition National Academy Press. Washington DC. NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Tenth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC. Poedjiwidodo M. S. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus agriwidya Jawa

Tengah.

Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt Rinehart dan Winston. Texas

Prawirokusumo S. 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta.

Purnama, I. N. 2004. Kajian Potensi Isolat Kapang Pemecah Ikatan Tanin pada Kulit Buah Kakao (Theobromti cacao L). Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisis dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sigit S. 1991. Analisa Break even. Rancangan Linear secara Ringkas dan Praktis. BPFE. Yogyakarta.

Slot R dan Minnaar H. G. 1996. Dasar – Dasar ekonomi Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(3)

Soekartawi 1995. Dasar penyususnan evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Suharno, B dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. ________________. 2006. Ilmu ternak Babi. UGM Press. Yogyakarta

Widayati, E dan R. E. Widalestari, Y. 1996. Limbah untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana. Surabaya

Winarno F. G. Fardiaz. S. 1979. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung.

Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.


(4)

LAMPIRAN

Lapiran 1. Formulasi ransum yang diberikan selama penelitian Bahan pakan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Kakao F (3% dedak) 0 10 20 30

Dedak 31,5 20,5 10,5 0

T. Jagung 50 50 50 50

T. Ikan 7,5 7,5 75 7,5

B. Kedelai 4,5 4,5 4,5 4,5

Bungkil Inti Sawit 2 2 2 2

M. Nabati 3,5 4,5 4,5 5

Pig mix 0,5 0,5 0,5 0,5

Kapur 0,5 0,5 0,5 0,5

Jumlah 100 100 100 100

Lampiran 2. Jumlah kandungan nutrisi dalam tiap perlakuan Nutrisi Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Protein kasar (%) 14.56 14,35 14,27 14,124

Energi metabolism (Kkal) 3283.58 32887,58 3232,08 3206,33

Serat kasar 6,054 7,047 8,639 9,238

Lemak kasar 4,774 4,170 3,639 3,0727

Ca (%) 0,752 0,764 0,777 0,7898

P(%) 0,952 0,7782 0,628 0,466

Lampiran 3. Daftar harga bahan ransum pada perlakuan Perlakuan P0

Bahan Harga/Kg (Rp)

Jumlah (%) Total

Kakao F (3% dedak) 1.300 0 0

Dedak 3.000 31,5 945

T. Jagung 3.000 50 1.500

T. Ikan 6.000 7,5 450

B. Kedelai 7.000 4,5 315

Bungkil Inti Sawit 1.600 2 32

M. Nabati 10.000 3,5 350

Pigmix 18.000 0,5 90

Kapur 500 0,5 2,5


(5)

Perlakuan P1

Bahan Harga/Kg (Rp)

Jumlah (%) Total (Rp)

Kakao F (3% dedak) 1300 10 130

Dedak 3000 20,5 615

T. Jagung 3000 50 1500

T. Ikan 6000 7,5 450

B. Kedelai 7000 4,5 315

Bungkil Inti Sawit 1600 2 32

M. Nabati 10000 4,5 450

Pigmix 18000 0,5 90

Kapur 500 0,5 2,5

Total 100 3584.5

Perlakuan P2

Bahan Harga/Kg (Rp)

Jumlah Total

Kakao F (3% dedak) 1300 20 260

Dedak 3000 10,5 315

T. Jagung 3000 50 1500

T. Ikan 6000 7,5 450

B. Kedelai 7000 4.5 315

Bungkil Inti Sawit 1600 2 32

M. Nabati 10000 4,5 450

Pigmix 18000 0,5 90

Kapur 500 0,5 2,5

Total 100 3414.5

Perlakuan 3

Bahan Harga/Kg (Rp)

Jumlah Total

Kakao F (3% dedak) 1300 30 390

Dedak 3000 0 0

T. Jagung 3000 50 1500

T. Ikan 6000 7,5 450

B. Kedelai 7000 4.5 315

Bungkil Inti Sawit 1600 2 32

M. Nabati 10000 5 500

Pigmix 18000 0,5 90

Kapur 500 0,5 2,5


(6)

Penentu harga pod kakao fermentasi

Bahan fermentasi Harga (Rp) Usage Biaya (Rp)

Pod kakao segar 200/kg 500 100.000

Dedak padi 3000/kg 15 45000

Ragi tape 41,67/gr 60 gr 2500,2

Ragi tempe 18/gr 60 gr 1080

Air tebu 4500/l 1,5 l 6750

Biokult 30/ml 15 ml 450

Total 153280

Penyusutan pod kakao setelah difermentasi 30% dari bahan. 30% * 500kg pod kakao segar = 150 Total biaya Rp 153.280 : 150 = Rp 1.021,86 (bagian 1) Biaya giling Rp 250*150 = 37.500

Penyusutan pod kakao setelah digiling 1% * 150 = 1,5 Total biaya Rp 37.500/148,5 = Rp 252,52 (bagian 2)

Biaya tepung pod kakao/kg = Rp 1.021,86+ Rp 252,52 = Rp 1274,38 = Rp 1300/kg

Lampiran 4. Total pertambahan bobot badan babi perkelompok/2 minggu sekali selama penelitian

Kelompok

Minggu

Rataan

1 2 3 4 Total

I 12 23.3 24.5 25.8 85.6 21.4

II 20.7 27.1 28.1 27.6 103.5 25.875

III 25.5 30.6 33.8 33.6 123.5 30.875

IV 30.4 32.1 34.9 33.4 130.8 32.7

V 50.6 37.7 39.1 37.7 165.1 41.275

Total 139.2 150.8 160.4 158.1 608.5