Pengembangan metode deteksi molekuler Chrysanthemum stunt viroid (CSVd) penyebab penyakit kerdil pada tanaman krisan (Dendranthema grandiflora Kitam)

PENGEMBANGAN METODE DETEKSI MOLEKULER
CHRYSANTHEMUM STUNT PTROID (CSVd) PENYEBAB

PENYAKIT KERDIL PADA TANAMAN KRISAN
(Dendranthema grandiflora Kitam.)

ERNIAWATI DININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

~ e & a nini saya menyatakan bahwa tesis PENGEMBANGAN METODE
DETEKSI MOLEKULER CHRYSANTHEMIIM STINT VIROID (C SVd)
PENYEBAB PENYAKIT KERDIL PADA TANAMAN KRISAN (Dendranthema grandflora Kitam.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber infonnasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalarn Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Emiawati Diningslh

NIM A45 1060091

ABSTRACT
ERNIAWATI DININGSIH. The Development of Molecular-Based
Detection Method for Chrysanthemum stunt viroid Causing Stunt Diseases of
Chrysanthemum Plant (Dendranthema grandzjlora Kitam). Advised by GEDE
SUASTIKA DAN YOYO SULYO.
Chrysanthemum stunt viroid (CSVd) is the most prevalent and
economically important viroid infecting chrysanthemum in Indonesia. In florist
chrysanthemum, the viroid causes vein clearing, malformation on leaves and
flowers and reduces plant growth. The viroid is readily transmitted by mechanical
means and vegetative plant materials (such as plant cutting) and spreads
efficiently in greenhouses or in the field in the absence of any specific vector. One
possible control method for the disease, therefore, is using CSVd-fiee seedlings.

In the seed certification program, a sensitive detection method is a crucial tool.
The purpose of this research is to characterize CSVd Indonesian isolate, and to
develop molecular-based detection method for CSVd. The research was carried
out in Plant Virology Laboratory, Plant Protection Departemen, Bogor
Agricultural University and in Indonesian Ornamental Crop Research Institute
(IOCRI) Segunung, West Java from May 2007 to June 2008. Using reverse
transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR), a fragment of 250 bp was
successfully amplified from diseased chrysanthemum plant. The nucleotide
sequence of the amplified fragment of CSVd Indonesian isolate was found to have
high homology to those of CSVd isolates from Japan, Korea, India, and USA. A
return polyacrylamide gel electrophoresis (return-PAGE) was also successfully
applied for detection of CSVd. Based on the nucleotide sequence of CSVd
Indonesian isolate, a specific, non-radioactive RNA probe was developed. Using
the probe, a tissue blot hybridization method was successfully developed and
could be applied to detect CSVd in large number of samples.
Keyword: Chrysanthemum stunt viroid, RT-PCR, tissue blot hybridization,
return-PAGE.

RINGKASAN
ERNIAWATI DININGSIEI. Pengembangan Metode Deteksi Molekuler

Chrysanthemum Stunt Viroid (CSVd) Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman
Krisan (Dendranthema grandflora Kitam.). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA
dan YOYO SULYO.
Krisan (Dendrantlzema grandzj7ora Kitam.) merupakan tanaman bunga
potong yang sudah menjadi komodtas dunia. Menurut Direktorat Jenderal
Hortikultura (2008), produksi krisan dalam negeri meningkat dari 1,7 juta bibit
pada tahun 2005 menjadi 5,9 juta bibit di tahun 2006 dan 6,5 juta bibit di tahun
2007. Walaupun terjadi peningkatan produksi bibit krisan di dalam negeri, impor
bibit juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada tahun yang sama.
Kejadian penyakit oleh Chrysanthemum stunt viroid (CSVd) pada tanaman
krisan di Indonesia sampai saat ini masih sangat tinggi sehingga produksi krisan
mutunya masih rendah. Tanaman krisan yang sudah terserang viroid terrnasuk
CSVd tidak dapat disembuhkan. Eradikasi tanaman yang terserang sering menjadi
pilihan untuk melindungi tanaman di sekitarnya. Pada kejadian penyakit yang
cukup tinggi, tindakan eradikasi menyebabkan penurunan kuantitas bunga yang
cukup merugikan. Cara pengendalian yang paling menjanjikan adalah penggunaan
bibit krisan bebas CSVd.
Dalam sertifikasi, terutama mengenai kesehatan bibit, metode deteksi
patogen sasaran menjadi alat bantu penentu keberhasilan. Metode yang digunakan
hams memenuhi persyaratan sensitivitas, massal dan ekonomis. Metode deteksi

virus yang biasa digunakan, yaitu metode serologi, tidak dapat digunakan untuk
mendeteksi viroid. Pendekatan molekuler merupakan salah satu cam yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi viroid karena kelompok patogen ini hanya tersusun
dari asam nukleat.
Saat ini telah diketahui tiga metode utama yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi CSVd, yaitu return electrophoresis, dot-blot hybridization assay, dan
reverse transcrrption-polymerase chain reaction (RT-PCR). Namun demikian,
penelitian dan pendeteksian terhadap CSVd belum pernah dilakukan di Indonesia.
Oleh karena itu dalam penelitian ini dikembangkan metode deteksi berbasis
molekuler.
Penelitian ini bertujuan (I) mengungkap identitas molekuler CSVd isolat
Indonesia melalui perunutan nukleotida sebagai landasan penyusunan metode
deteksi, (2) eksplorasi metode deteksi CSVd berbasis molekuler yang optimal
untuk penapisan bibit krisan bebas viroid, dan (3) menerapkan metode deteksi
CSVd yang telah ditetapkan untuk pengujian massal pada berbagai bahan tanaman
krisan.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, Bogor, dan rumah kaca serta
Laboratorium Virologi, Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Segunung,
Cianjur, Jawa Barat, dari Mei 2007 sarnpai dengan Juni 2008.

Penelitian ini meliputi delapan kegiatan, yaitu (1) pengambilan tanaman
contoh dari lapangan, (2) persiapan media tanam dan penanaman tanaman
indikator, (3) ekstraksi RNA total, (4) amplifikasi dengan RT-PCR dan perunutan
nukleotida CSVd, (5) uji kisaran inang CSVd, (6) pembuatan pelacak non-

radioaktif, (7) deteksi dengan return-PAGE, dan (8) deteksi dengan teknik tissue
blot hybridization.
Tanaman krisan yang diduga terserang CSVd diambil dari kebun
percobaan Balitlu (Segunung), pertanaman knsan petani di Bali dan Medan serta
perusahaan swasta di Cianjur.
RNA total diekstraksi dari daun tanaman krisan menggunakan Rneasy
Plant Mini Kits (Qiagen, Germany). Prosedur ekstraksi sesuai dengan instruksi
perusahaan penyedia kit. RNA total yang diperoleh dan terdapat dalam tabung,
disimpan di ruang penyimpanan pada suhu -80 "C sampai akan digunakan.
Arnplifikasi seluruh genom CSVd dilakukan dengan teknik reverse
transcrption-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan pasangan
primer 5'-CAACTGAAGCTTCAACGCCTT-3' dan 5'-AGGATTACTCCTGTC
TCGCA-3' yang dilaporkan dapat menghasilkan produk PCR dengan ukuran 250 bp
(Hosokawa et al. 2004).
Tanaman yang diketahui hanya terinfeksi oleh CSVd digwlakan untuk uji

kisaran inang. Setiap tanaman indikator dipersiapkan 3 tanaman sebagai ulangan
dan memililu umur tanam yang sama. Parameter yang diamati meliputi gejala
yang muncul dan masa inkubasi, serta keberadaan CSVd dalam tanaman uji.
Keberadaan CSVd dalam tanaman uji dideteksi dengan teknik RT-PCR.
Deteksi dengan return-PAGE dilakukan mengikuti prosedur EPPO 2002
yang dimodifikasi. RNA total hasil ekstraksi, divisualisasikan dengan
elektroforesis gel akrilamid 5%, dan diwarnai dengan perak nitrat.
Deteksi dengan tissue blot hybridization dilakukan menurut Dietzgen
(1997). Pembuatan pelacak DNA non-radiokatif dilakukan melalui teknik PCR.
Tangkai dam pucuk bibit h s a n dipotong kemudian segera ditempelkan selama 1
menit pada membran nitrosellulose. Membran yang sudah dipersiapkan dan sudah
mengandung cairan tanaman sampel, selanjutnyta diperlakukan dalam beberapa
tahap proses hibridisasi, yaitu prehibridisasi dalam 10 ml larutan Dig Easy Hyb
(50 "C selama 60 menit), hibridisasi dalam 2 ml larutan Dig Easy Hyb yang
mengandung pelacak DNA (20 p1 pelacaM200 Dig Easy Hyb) yang sudah
didenatwasi ( inkubasi 50 "C, semalam). Selanjutnya pewarnaan menggunakan
NBTIBCIP.
Berdasarkan pengamatan di lapangan pada saat pengambilan sampel,
gejala kerdil hampir ditemukan di seluruh lokasi tempat dibudidayakannya
tanaman krisan.

Hasil amplifikasi menunjukkan primer Forward (F) (5'-CAACTGAA
GCTTCAACGCCTT-3') dan primer Reverse (R) (5'-AGGATTACTCCTG
TCTCGCA-3') dapat mengamplifikasi cDNA CSVd dengan ukuran 250 basa
pada empat sampel tanaman knisan, yaitu isolat Bali 3, Bali 6 , Medan A dan
Cipanas.
Analisa menunjukkan bahwa CSVd isolat Indonesia (isolat Cipanas)
memiliki genom yang sangat identik (kesamaan genetik 94-99%) dengan genomgenom CSVd yang berasal dari negara-negara Jepang, Korea, India dan Amerika
Serikat.
Dari sebelas jenis tanaman indikator yang diuji, terdapat tiga jenis tanaman
yang menunjukkan reaksi positif terhadap CSVd (berdasarkan RT-PCR), yaitu S.

cruentus, P. hibrida dan D. grandflora F1 hibrid, dan tanaman yang
menunjukkan gejala hanya S. cruentus dan D.grandrJlora F1 Hibrid.
Teknik return-PAGE dengan menggunakan alat hasil modifikasi, dapat
diaplikasikan untuk mendeteksi RNA CSVd dalam jaringan tanaman krisan yang
ditunjukkan dengan diperolehnya suatu pita RNA CSVd yang terletak di bagian
tengah gel dalam daerah running pada tanaman yang sakit dan kontrol positif.
Pelacak DNA CSVd yang dibuat dalam penelitian ini, dapat mendeteksi
langsung keberadan RNA CSVd dalam jaringan tanaman krisan yang terinfeksi.
Keberhasilan deteksi ini dibuktikan dengan adanya spot-spot berwarna ungu pada

daerah tempat ditempelkannya potongan batang pucuk tanaman krisan sakit pada
membran nylon, dan tidak ditemukannya signal tersebut pada tanaman yang sehat,
termasuk penyangga sebagai kontrol negatif. Deteksi dengan tissue blot
hybridization dapat diaplikasikan untuk sejurnlah sampel yang cukup banyak
dalam waktu yang bersamaan sehngga efisiensi terhadap penggunaan waktu.
Dari luasan membran nylon sekitar 12 cm2dapat diuji sebanyak 48 buah sampel
(terrnasuk kontrol positif dan negatif).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa urutan nukleotida
CSVd isolat Indonesia (Cipanas) memiliki homologi yang tinggi dengan isolat
CSVd lainnya yang terdapat di gene Bank, terutama dengan isolat-isolat dari
Jepang, Korea, India, dan Amerika Serikat, dengan kemiripan genom berkisar dari
94-99%.
Keberadaan RNA CSVd dalam tanaman krisan dapat dideteksi
menggunakan teknik RT-PCR, tissue blot hybridization, dan return PAGE.
Tissue blot hybridization merupakan teknik yang paling memungkinkan
diterapkan dalam program sertifikasi bibit krisan karena dapat diaplikasikan untuk
sejurnlah besar sampel dalam waktu yang bersamaan.
Kata kunci : Chrysanthemum stunt viroid, RT-PCR, tissue blot hybridization,
return-PA GE


@ Hak cipta miiik IPB, tuhun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undung
I. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpu
mencantumkan atau menyebutkm sumber
a. Penyutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitiun, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Yengutpan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dulam bentuk upapun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN METODE DETEKSI MOLEKULER
CHRYSANTHEMUM STUNT KlROID (CSVd) PENYEBAB

PENYAKIT KERDIL PADA TANAMAN KRISAN
(Dendranthema grandzjlora Kitam.)

ERNLAWATI DININGSIH


TesIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Proteksi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Bogor

2008

Judul Tesis

: Pengembangan

Metode Deteksi Molekuler
Chrysanthemum Stunt Viroid (CSVd) Penyebab
Penyakit
Kerdil

pada
Tanaman
Krisan
(Dendranthema grandrflora Kitam.)

Nama

: Erniawati Diningsih

NIM
Program Studi

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gede Suastika, MSc.
Ketua

I;. Yovo Sulyo. MSc.
Awgota

Diketahui

Ketua Program Studi
Entomologi-Fitopatologi

M - W
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Tanggal ujian tesis : 2 1 Agustus 2008

Tanggal lulus :

2 8 AUG 2008

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini dengan sebaik-baiknya. Solawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi
Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Segala kemampuan baik tenaga maupun material telah penulis curahkan
untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya. Pada kesempatan ini
penulis tak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Badan Litbang Pertanian yang telah memberi kesempatan kepada penulis
dan memberikan beasiswa untuk melanjutkan 52 di Institut Pertanian
Bogor, juga memberikan bantuan dam penelitian yang cukup besar
melalui Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Pergwuan
Tinggi (KKP3T).
2. Bapak Dr. Ir. Gede Suastika, MSc (dosen Departemen Proteksi Tanaman,
IPB) dan Bapak Ir. Yoyo Sulyo, MS (Peneliti Balai Penelitian Tanaman
Hias) selaku pembimbing atas arahan dan bimbingannya sejak dimulainya
penelitian sarnpai penyelesaian tesis ini.
3. Bapak Dr. Ir. Ali Nurmansyah, Msi selaku penguji luar komisi atas segala
masukannya untuk perbaikan tesis ini.
4. Teknisi Balai Penelitian Tanman Hias, Saudardi Laily Qodriyah dan Ee
Saepudin, serta teknisi dan laboran Laboratoriurn virologi, Departemen
Proteksi Tanaman, IPB, atas bantuan tenaganya selama melaksanakan
penelitian.
5. Ayahanda Edi Junaedi dan ibunda Wasilah, serta adlk-adik tercinta Meli,

Wandi, Desi, Marni, dan Hani yang telah memberikan dorongan
sepenuhnya demi keberhasilan studi.
6 . Suami tercinta, Saryono, serta putra-putri tercinta Annisa Berliana Yodi

dan M. Lutfi Bagaskara Yodi, yang telah memberikan bantuan moril
sehingga tesis ini clapat diselesaikan.

7. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

yang telah memberikan dorongan, dan semangat untuk penyelesaian tesis
ini.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan urnumnya bagi siapa saja yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2008
Erniawati Diningsih

RIWAYAT HIDUP
Penulis Qlahrkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1974,
sebagai anak pertama dari enam bersaudara dari Bapak Edi Junaedi dan Ibu
Wasilah. Sampai saat ini penulis telah memiliki satu orang putri dan satu orang
putra.
Setelah lulus dari SD Negeri Q Cipanas pada tahun 1987 dan SMP Negeri
I Cipanas pada tahun 1990, penulis melanjutkan ke SMA Negeri I Cianjur, Jawa

Barat dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun yang sarna penulis Qterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Bakat
(PMDK). Setahun berikutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Hama
dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, dan lulus pada Februari 1998.
Dua tahun setelah lulus (Maret 2000), penulis bekerja sebagai pengajar
mata ajaran biologi dan fisika Q salah satu SMP di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat,
dan pada tahun 2001 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Q Balai
Penelitian Tanaman Hias, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, yang
akhirnya diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2003.
Semenjak bekerja d~ Balai Penelitian Tanaman Hias sampai dengan
sekarang, penulis terdaftar sebagai anggota Perhimpunan Fitophatolog Indonesia
(PFI), dan telah pernah menulis karya ilmiah yang diterbitkan, baik sebagai
penulis pertama maupun bukan.
Pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan dari Badan Litbang
Pertanian untuk melanjutkan sekolah S2 di Institut Pertanian Bogor, Departemen
Proteksi Tanarnan, Program Studi Fitopatologi.

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar belakang ..................................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................................
Manfaat Penelitian ............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
Krisan (Dendranthema grandflora Kitam.) ...................................
Penyaht pada Tanaman Krisan .......................................................
Chrysanthemum stunt vzroid (CSVd).................................................

Struktur Genom CSVd ..............................................................
Ciri Biomolekul CSVd ..............................................................
Cara Penularan CSVd ...............................................................
Persebaran Geografi CSVd .......................................................
Kisaran Inang CSVd .................................................................
Gejala Tanaman Terinfeksi CSVd ............................................
Patogenesis CSVd .....................................................................
Pengendalian CSVd ..................................................................
Pembebasan CSVd ....................................................................
Deteksi CSVd............................................................................

BAHAN DAN METODE ...........................................................................

Tempat dan Waktu .............................................................................
Metode ...............................................................................................
Pengambilan Tanaman Contoh dari Lapang .............................
Persiapan Tanaman Indikator ..................................................
Ekstraksi RNA Total .................................................................
Amplifikasi dan Perunutan Nukleotida CSVd ..........................

xiv

...

Xlll

Halaman
Uji Kisaran Inang CSVd ...........................................................
Deteksi dengan Return Polyacrylamide Gel Electrophoresis
(Return-PAGE) ....................................................................
Preparasi Sampel...............................................................
Pembuatan Gel ..................................................................
Elektroforesis Gel .............................................................
Pewarnaan dengan Perak Nitrat ........................................
Pembuatan Pelacak (Probe) DNA Non-Radioaktif ................
Deteksi CSVd pada Bibit Krisan Melalui Tissue Blot
Hybridization ........................................................................
HASIL DAN PEMBAWASAN...................................................................
Gejala Tanaman Krisan Terinfeksi CSVd di Lapangan ....................
Amplifikasi Genom CSVd dengan RT-PCR .....................................
Perunutan Nukleotida CSVd ..............................................................
Kisaran Inang CSVd ..........................................................................
Deteksi dengan Return Polyacrylamide Gel Electrophoresis
(Return PAGE).............................................................................
Deteksi CSVd pada Bibit Krisan Melalui Tissue Blot
Hybridization ...............................................................................
Pembahasan Umum ...........................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................
Kesimpulan ........................................................................................
Saran ..................................................................................................
UCAPAN TERIMAKASIH........................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN...............................................................................................

16

DAFTAR TABEL
Nomor

1. Hasil pengujian serologi dengan teknik ELISA pada sumber
inokulum CSVd (isolat Cipanas) terhadap antiserum CVB dan
CMV .........................................................................................
2. Analisa uji kisaran inang CSVd pada beberapa tanaman
indikator ....................................................................................

Halaman

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Nomor

Teks
1. Gejala pada tanaman knsan yang diduga terinfeksi oleh
CSVd. a) Gejala kerdil pada tanaman D. grand$ora cv
Puspita Kencana (A) dibandingkan tanaman yang normal cv
P. Nusantara (B) yang ditanam di salah satu rumah kaca Balai
Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Jawa Barat. b&c) Gejala
kerdil pada jenis kultivar krisan lainnya (jenis kultivar tidak
diketahui), tinggi tanaman hanya mencapai 1/3 dari tinggi
tanaman yang normal. d) Gejala kerdil dan penguningan pada
daun serta penipisan daun pada tanaman krisan
pot..............................................................................................
2. Gejala tanaman krisan terinfeksi CSVd berdasarkan analisa
dengan RT-PCR. A) Perturnbuhannya kerdil, narnun tidak
menunjukkan adanya gejala pada daun, B) mas-ruas batang
lebih pendek ...............................................................................
3. Fragmen DNA beberapa isolat CSVd hasil amplifikasi (PCR)
menggunakan primer F dan primer R pada gel agarose 1,5%:
1) DNA marker 100 bp, 2) Kontrol negatif (tanaman sehat), 3)
Isolat Bali 3 , 4) Isolat Bali 6, 5) Isolat Medan A, 6) Isolat
Medan B, 7) Isolat Medan C, dan 8) Isolat Cipanas.................

4. Fragmen DNA CSVd isolat Cipanas hasil amplifikasi (PCR)
menggunakan primer F dan primer R pada gel agarose 1,5%:
(1) annealing 60 OC, (2) annealing 61 OC, (3&4) annealing 62
"C, (M) DNA marker 100 bp.....................................................
5. Pohon filogenetik Chrysanthemum stunt viroid........................

6 . Hasil inokulasi CSVd pada tanaman indikator. A&D)
Cineraria cruentus & Petunia hibrida (tanpa inokulasi),
B&E) gejala laten pada S. cruentus dan Petunia hibrida yang
diinokulasi pada 2 bsi, C) gejala kerdil dan penyusutan
ukuran daun S. cruentus pada 5 bsi, F) penguningan pada
daun D. grandlflora F1 hlbrid pada 2 bsi ..................................

xvi
Nomor

Halaman

Teks
7. Fragmen DNA CSVd pada beberapa sampel tanaman
indikator hasil uji kisaran inang. M) Marker DNA Ladder 100
bp, 1) D. grandzflora cv Jennan Flag, 2) D. grandflora F1
Hibrid, 3) Petunia hibrida, 4) Dahlia sp, 5) Senecio cruentus,
dan 6) Kontrol negatif (S. cruentus tanpa inokulasi).................

8. Hasil analisa pola pita CSVd berdasarkan metode returnPAGE. 1 kontrol. .negatif, 2. tanaman sehat, 3 tanaman sakit,
4-8. Kontrol positif ...................................................................
9. Hasil analisa tissue blot hybridization. A1 dan B1 adalah
kontrol positif (klon CSVd): C1 dan Dl adalah kontrol
negatif (bufer); A2-A12, B2-B 12, C2-C 10, dan D2-D 10
adalah sampel dari kebun percobaan Balitlv dengan gejala
kerdil; C 11 dan D 11 adalah sampel kultur in vitro; C 12 dan
D 12 adalah kontrol negatif (tanaman sehat, berdasarkan hasil
deteksi dengan RT-PCR). ..........................................................

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krisan (Dendranthema grandrflora Kitam.) merupakan tanaman bunga
potong yang sudah menjadi komoditas dunia. Jepang, Belanda dan Kolombia
merupakan negara produsen utama krisan dunia (Bouwen 2003). Indonesia,
sampai saat ini, masih mengimpor stek untuk memenuhi kebutuhan akan bunga
tersebut. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008), produksi krisan dalam
negeri meningkat dari 1,7 juta bibit pada tahun 2005 menjadi 5,9 juta bibit Q
tahun 2006 dan 6,5 juta bibit di tahun 2007. Walaupun terjadi peningkatan
produksi bibit krisan di dalam negeri, impor bibit juga mengalami peningkatan
yang cukup tinggi pada tahun yang sama. Hal ini disebabkan karena kebutuhan
bibit krisan meningkat lebih cepat dibandng kemampuan produksi bibit di dalam
negeri.
Pengadaan bahan tanaman melalui impor menyebabkan harga bunga
krisan mahal, sehingga petani Indonesia berusaha memproduksi sendiri stek
dengan menggunakan tanaman induk yang berasal dari impor. Namun demikian,
penggunaan tanaman induk yang sama secara terus menerus mengakibatkan
terjaQnya degenerasi, akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat
(stunting) dengan perakaran yang terbatas, dam-daun berukuran kecil dan
benvarna hijau pucat, pembungaan lebih cepat (beberapa hari) dibandingkan
dengan yang sehat, bunga yang dihasilkan berukuran sangat kecil dengan warna
lebih pudar. Fenomena degenerasi ini menyebabkan petani kembali menggunakan
bibit (asal stek) krisan impor. Penyebab utama terjadinya degenerasi pada
tanaman krisan ialah Chrysanthemum stunt vzroid (CSVd) yang terbawa dalam
bibit (Duran et al. 1996; Hill et al. 1996).
Kejadian penyakit oleh CSVd pada tanaman krisan di Indonesia sampai
saat ini masih sangat tinggi, sehingga produksi krisan mutunya masih rendah.
Kondisi seperti ini sangat mungkin oleh kenyataan bahwa perbanyakan bahan
tanaman krisan melalui stek akan memberikan kesempatan yang sangat baik bagi
perkembangbiakan CSVd, sebagai parasit obligat, untuk menyebar secara luas
bersamaan dengan penyebaran bahan tanaman tersebut (Kryczynski et al. 1988;

Gora-Sochacka 2004). Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa CSVd telah
ditemukan tersebar luas di semua daerah sentra produksi krisan di Indonesia dan
telah menyebabkan kerusakan dan p e n m a n hasil bunga potong pada beberapa
daerah tersebut (hasil pengamatan peneliti, data tidak diperlihatkan).
Tanaman knsan yang sudah terserang viroid terrnasuk CSVd tidak dapat
disembuhkan karena sampai saat ini belurn tersedia secara komersial bahan antiviroid yang tidak merusak sel tanaman (Duran et al. 1996; Gora-Sochacka 2004).
Eradikasi tanaman yang terserang sering menjadi pilihan untuk melindungi
tanaman di sekitarnya dari infeksi sekunder karena CSVd juga dapat ditularkan
melalui pisau potong.

Pada kejadian penyalut yang cukup tingg, tindakan

eradikasi menyebabkan p e n w a n kuantitas bunga yang cukup merugikan.
Untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan untuk mengurangi
impor (dengan demikian dapat mengurangi biaya produksi), fenomena degradasi
pada tanaman h s a n perIu diatasi. Cara yang paling menjanjikan ialah
menggunakan bibit krisan bebas CSVd. Perbanyakan tanaman (stek) dari tanaman
induk yang bebas CSVd menjadi persyaratan utama untuk penyediaan bibit h s a n
sehat tersebut. Oleh karena itu, sertifikasi penangkar benih h s a n menjadi ha1
yang krusial agar petani pengguna tidak mengalami kerugian yang tidak
seharusnya mereka tanggung.
Dalam sertifikasi, terutama mengenai kesehatan bibit, metode deteksi
patogen sasaran menjadi alat bantu penentu keberhasilan. Metode yang digunakan
harus memenuhi persyaratan sensitivitas, massal dan ekonomis. Metode yang
sensitif berarti metode tersebut mampu mendeteksi keberadaan CSVd dalam
jaringan bibit knsan walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Metode
tersebut harus mampu mendeteksi CSVd pada sejurnlah sampel bibit h s a n dalam
waktu yang bersamaan (massal) sehingga efisien dan segi penggunaan waktu. Di
samping itu, metode deteksi tersebut hams ekonomis sehingga tidak menambah
input produksi bibit secara nyata. Metode deteksi virus yang biasa digunakan,
yaitu metode serolog, tidak dapat diterapkan untuk mendeteksi viroid. Hal ini
disebabkan metode serologi hanya dapat digunakan untuk mendeteksi protein,
sedangkan viroid tidak memilih mantel protein seperti virus (Bos 1990).

Pendekatan molekuler merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi viroid karena kelompok patogen ini hanya tersusun dari asam nukleat
(Duran et al. 1996; Gora-Sochacka 2004).
Saat ini telah diketahui tiga metode utarna yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi CSVd, yaitu return electrophoresis (OEPP/ EPPO 2002), dot-blot
hybridization assay (Candrese et al. 1988), dan reverse transcription-polymerase
chain reaction (RT-PCR) (Hosokawa et al. 2006). Namun demikian, penelitian

dan pendeteksian terhadap CSVd belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh
karena itu dalam penelitian ini dikembangkan metode deteksi berbasis molekuler
yang handal yang diharapkan dapat mencegah masuknya CSVd isolat luar negeri
yang mungkin terbawa dalam bahan tanaman krisan yang diimpor. Disamping itu
juga akan dapat mencegah penyebaran CSVd yang sudah terdapat di Indonesia ke
daerah-daerah sentra produksi krisan lainnya di Indonesia yang belurn terserang.
Demiluan juga sebaliknya dapat mencegah peristiwa ditolaknya ekspor bibit
krisan Indonesia karena sebelumnya telah dilakukan pemeriksaanldeteksi yang
memadai melalui metode molekuler yang akan dihasilkan dalam penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan (1) mengungkap identitas molekuler CSVd isolat
Indonesia melalui perunutan nukleotida sebagai landasan penyusunan metode
deteksi, (2) eksplorasi metode deteksi CSVd berbasis molekuler yang optimal
untuk penapisan bibit krisan bebas viroid, dan (3) menerapkan metode deteksi
CSVd yang telah ditetapkan mtuk pengujian massal pada berbagai bahan tanaman
krisan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan surnbangan pada
pengkayaan ilmu pengetahuan dan teknologi antara lain melalui (1) penyelaan
metode deteksi CSVd yang handal yang dapat diterapkan dalam program
sertifikasi bibit krisan di Indonesia dan pembebasan tanaman yang terinfeksi, dan

(2) publikasi hasil penelitian yang diusulkan pada jurnal ilmiah nasional maupun

internasional.

TINJAUAN PUSTAKA
Krisan (Dendrantherna grandijlora Kitam.)
Tanaman krisan merupakan tanaman h a s bunga yang sangat populer yang
memiliki dua tipe siklus hidup, yaitu krisan semusim (hardy annual) dan krisan
tahunan (hardy perennial). Tanaman h s a n dapat dijual baik dalam bentuk bunga
potong maupun dalam bentuk tanaman pot.
Di daerah tropis, krisan umumnya dibudidayakan dan tumbuh baik di
dataran medium sampai tinggi pada kisaran 650 hingga 1200 di atas permukaan
laut (dpl) (Budiarto et al. 2006). Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008),
daerah sentra produksi benih tanaman krisan dalam bentuk stek pucuk dilakukan
di lokasi sentra pengembangan krisan di Kab. Cianjur dan Kab.Bandung (Jawa
Barat), Kab. Sleman @I Yogyakarta) dan Kota Batu (Jawa Timur).
Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800-an dan dikembangkan secara
komersial sejak tahun 1940. Varietas krisan di Indonesia umumnya hbrida,
berasal dari negeri Belanda, Amerika Serikat, dan Jepang. Krisan yang ditanam &
Indonesia terdiri atas (a) Krisan lokal, berasal dari luar negeri, tetapi telah lama
dan beradaptasi di Indonesia, (b) Krisan introduksi (knsan hibrida), hidupnya
berhari pendek dan dibudidayakan sebagai tanaman annual, dan (c) b s a n produk
Indonesia yang diproduksi oleh Balai Penelitian Tanaman Hias (Marwoto et al.
1999).
Tanaman knsan banyak diminati oleh masyarakat di dunia, terutarna dari
kalangan menengah sampai kalangan atas. Mereka memanfaatkan tanaman knsan
baik untuk dipergunakan pada acara-acara pesta pernikahan, hiasan dalam rurnah,
taman, maupun pada acara kematian bahkan peresmian sebuah gedung.
Penyakit pada Tanaman Krisan
Menurut hasil penelitian, diketahui bahwa tanaman krisan dapat terinfeksi
oleh lima jenis virus dan d m jenis viroid. Viroid yang menginfeksi tanaman
krisan yaitu Chrysanthemum stunt viroid (CSVd) (Pospiviroidae) dan
Chrysanthemum chlorotic mottle viroid (CChMVd) (Avsunviroidae). CChMVd
hanya diketahui terdapat di Arnerika Serikat dan Jepang (Randles 2004), dan

infeksinya pada pertanaman krisan terbatas pada areal relatif kecil (Flores et al.
2004). Beberapa jenis patogen tersebut kemungkinan berada dalam tanaman yang
sama dan menyebabkan kombinasi dalam gejala penyakit yang ditimbulkannya.

Chrysanthemum stunt viroid (CSVd)
Struktur Genom CSVd

CSVd merupakan spesies viroid dari genus Pospiviroid, famili
Pospiviroidae. Genom Pospiviroidae terdiri dari RNA utas tunggal dan bulat

melingkar, yang dapat bereplikasi sendiri dan tidak dapat dikode menjadi protein
apapun (tidak ada OW). Genom Pospiviroidae terbagi menjadi 5 bagian, yaitu 1)
Terminal left (TL) domain, 2) Pathogenic (P) domain (merupakan daerah yang

mempengaruhi tingkat keparahan suatu penyakit yang ditimbulkannya, dan
memiliki stabilitas terrnodinamik yang rendah), 3) Central (C) domain
(merupakan daerah yang memiliki urutan nukleotida yang relatif concerve
diantara viroid), 4) Variable (V) domain (merupakan daerah yang bervariasi yang
membedakan antara strain viroid yang satu dengan yang lainnya, dan 5) Terminal
right (TR) domain (Steger & Riesner 2003).

Ciri Biomolekul CSVd

CSVd merupakan patogen yang terdiri dari asam nukleat (RNA) berbentuk
sirkular single-stranded dengan panjang untai 354 atau 356 nukleotida dan
memiliki berat molekul RNA yang rendah, yaitu 111-114 kDa (Diener & Lawson
1973; Nikahara et al., 1999 ). CSVd tidak memiliki mantel protein dan memiliki
kekerabatan yang dekat dengan Potato spzndle tuber viroid (PSTVd) dan
Cucumber pale fiuit viroid (CPFVd). Ketiga viroid ini memiliki kisaran inang

dan gejala yang sama secara eksperimen, seperti halnya mobilitas elektroforetik
dari band-band RNAnya yang identik (Kryczynsky & Paduch 1987). Selain tahan
terhadap panas (Thermal inactivation pozn diantara 90- 100 C), infektivitasnya
dapat dipertahankan dalam ekstrak yang diberi perlakuan alkohol.

Dalam

jaringan tanaman yang mati, viroid tetap infeksius selama paling sedikit 2 tahun,

dan viroid dapat bertahan dibekukan secara in vitro selama paling sedikit satu
tahun. Pospiviroid memiliki struktur sekunder yang stabil secara termodinamika
(Steger & Riesner 2003). Molekul viroid tidak akan rusak oleh sejurnlah Rnase
yang terdapat dalam tanaman.
Cara Penularan CSVd
CSVd dapat Qtularkan dar~satu tanaman ke tanaman lainnya melalui
berbagai cara, terutama ditularkan melalui perbanyakan, yaitu oleh stek yang
diambil dari tanaman induk yang terinfeksi. Jika bahan tanaman h s a n yang
terinfeksi dikirim dan masuk ke pembibitan, CSVd akan menyebar dengan cepat
dari satu tanaman ke tanaman lainnya secara mekanik. Hal ini terutama dapat
terjaQ melalui penggunaan peralatan gunting yang terkontaminasi. Selain itu,
CSVd dapat juga ditularkan melalui Cuscuta sp. dan cairan perasan tanaman sakit.
Percobaan di Polandia menunjukkan bahwa CSVd dapat juga ditularkan dengan
polen akan tetapi tidak dapat ditularkan baik dengan serangga vektor maupun
dengan biji (Diener 1979; Bouwen 2003). Penyakit dapat terjadi karena vektor,
tetapi hanya sebagai kontaminan. Brierley & Smith (1949) menyebutkan bahwa
CSVd dapat dengan mudah ditularkan melalui grafting. Penyebaran CSVd antar
negara dapat terjadi dari transportasi tanaman dan stek krisan yang terinfeksi.
Untuk mencegah terjadinya penularan dari tanaman sakit ke tanarnan sehat,
gunting stek yang telah digunakan dapat diberi perlakuan dengan merendamnya
dalam larutan 2% trisodium orthophosphate (TSP) atau di dalam larutan 2%
formaldehyde selama 2-3 detik atau merendarn/mencelupkan tangan dalam larutan
2% TSP sebelum mengambil stek di lapangan (Bouwen-van Zaayen 2003).
Persebaran Geografi CSVd
Viroid ini bisa terdapat di manapun tanaman krisan dibudidayakan. Secara
geografik, CSVd dilaporkan telah menyebar di Eropa (Austria, Belgia, Republic
Czech, Denmark, Francis, Belanda, German, Spanyol, Italia, Nonvegia, Swedia,
Polandia), America Utara (USA, Canada), America Selatan (Brazil), Africa
(Africa Selatan), Asia (Jepang, India, Cina) dan Oceania (Australia, New Zealand)

(OEPP/EPPO 1999, Mumford 2001). Sampai saat ini belum dilaporkan adanya
CSVd di Indonesia, akan tetapi gejala-gejala penyakit pada tanaman krisan yang
mirip disebabkan oleh CSVd sudah banyak ditemukan di beberapa sentra produksi
tanaman knsan di Indonesia (Pengamatan peneliti). Di dalam OEPPIEPPO (1978)
disebutkan bahwa CSVd ialah termasuk patogen dalam kelompok A2 dalam
daftar Karantina Tumbuhan.

Kisaran Inang CSVd
Menurut Singh (1983), beberapa tanaman yang rentan terhadap CSVd
diketahui merupakan anggota dari famili Compositae, Cucurbitaceae, dan
Solanaceae. Inang yang utama bagi CSVd adalah floris't chrysanthemum
(Dendranthema mor~folium/Dendranthema indicum) (Defra UK-Plant Health
2000; Bouwen 2003). Petunia hibrih var. Surfinia dan Ageratum juga dilaporkan
dapat diinfeksi secara alami (Defra UK-Plant Health 2000). Beberapa tanaman
lainnya yang juga dilaporkan dapat terinfeksi oleh CSVd secara eksperimen ialah
dari famili Asteraceae, seperti Achillea spp, Ambrosia trtpida, Anthemis tinctoria,
Centaurea cyanus, Chrysanthemum spp yang lain, Dahlia pinnata, Echinacea
purpurea, Emilia javanica, Gynura aurantiacu, Heliopsis pitcheriana, Liatris
pycnostachya, Senecio spp, Tanacetum spp, Venidium fastuosum dan Zinnia
elegans. Dari 39 spesies dan kultivar rentan yang ditemukan, hanya 7 spesies
yang perkembangan gejalanya dapat dilihat (OEPPIEPPO 1989).
Gejala Tanaman Terinfeksi CSVd

Pada banyak kultivar tanaman krisan, hampir 30% tanaman yang terinfeksi
tidak menunjukkan gejala. Ekspresi gejalanya lambat, dan intensitas ekspresi
gejala bervariasi sangat besar pada varietas krisan yang berbeda. Krisan tipe
pompon lebih sensitif dibandingkan krisan tipe standar (Bouwen 2003). Ketika
gejalanya terlihat, gejala itu sering berubah dan sangat bergantung pada kondisi
lingkungan terutama temperatur dan cahaya. Gejala penyakit bervariasi diantara
kultivar tanaman krisan, tetapi biasanya terdiri dari gejala seperti (1) daun yang
lebih muda terlihat lebih pucat dan lebih tipis dibandingkan dengan daun yang

normal dan memiliki kecenderungan untuk turnbuh lebih tegak, (2) tanaman yang
terinfeksi menjadi kerdil setelah ditanarn beberapa minggu di dalam tanah, dan
setelah tanaman dewasa tingginya hanya mencapai setengah dari tinggi tanaman
yang normal (50% tereduksi) atau hanya sepertiganya (Bouwen 2003), (3)
pucukltunas-tunas bisa terbentuk dan kurnpulan bunga membuka seminggu atau
10 hari lebih dulu daripada tanaman yang sehat (pembungaan prematur), (4) pada
varietas-varietas tertentu, muncul pigmen benvama merah, dapat juga terjadi
colour breaking (pecah warna) pada bunga, bunga yang berwarna merah bisa
berubah menjadi lebih pudar (lighter shade), dan yang berwarna kuning atau putih
dapat berubah menjadi merah muda, (5) kelompok bunga berukuran lebih kecil,
(6) daun biasanya berukuran lebih kecil, dan daun bagian bawah mengkerut ke
atas, (7) beberapa varietas cenderung menunjukkan terjadinya proliferasi dan
penarnbahan dalam produksi stolon, (8) batang menjadi rapuh, dengan mudah
patah pada titik percabangan (Diener 1979; Bouwen 2003). Gejala yang sangat
ekstrim pada daun adalah gejala yang mirip dengan cacar air, yang kelihatannya
berupa bercak kuning yang besar. Menurut Bouwen (2003), berat segar kuncup
bunga bisa tereduksi sampai 65%. Perturnbuhan yang kerdil dapat terdeteksi
dengan baik ketika tanaman yang sehat dan tanaman sakit yang berumur sama
ditanam secara berdampingan. Di Inggris di laporkan bahwa periode inkubasi
untuk perkembangan gejala pada tanaman krisan telah ditemukan biasanya lebih
lama daripada di Arnerika Serikat (Holling & Stone 1973). Periode inkubasinya
sekitar 2 sampai 3 bulan, bergantung pada kultivar. Monsion et al. (1980)
menyatakan bahwa CSVd mungkin terdapat dalam bentuk gejala laten selama
periode yang panjang. Peneliti tersebut melakukan inokulasi viroid pada 13
kultivar tanaman pot dan tanaman bunga potong melalui chip budding; pada
semua kasus CSVd telah terdeteksi beberapa minggu atau bulan sebelum muncul
gejala yang khas. Di dalam hasil penelitiannya, Hosokawa et al. (2004)
menyebutkan bahwa CSVd bisa mengendalikan proses perkembangan bunga
secara kualitatif. Tanaman krisan 'Piato' yang terinfeksi berbunga satu bulan lebih
cepat dibandingkan tanaman yang sehat di bawah kondisi hari pendek secara

alami, dan semua tanaman krisan yang terinfeksi berbunga secara otonomi di
bawah kondisi hari panjang menggunakan sistem night break.
Patogenesis CSVd
CSVd masuk ke dalam inangnyaherpenetrasi melalui luka dan merupakan
parasit yang intraselular. Infeksi sistemik oleh viroid pada suatu tanaman inang
terdiri dari beberapa proses: pertama, viroid masuk ke dalam sel inang diikuti oleh
pergerakan viroid ke tempat replikasi intraselular (cell to cell movement);
melakukan replikasi, dan progenil keturunan yang dihasilkan keluar dari tempat
ini dan menyebar ke sel disekitarnya; dan akhirnya viroid bergerak dari organ ke
organ melalui jaringan pembuluh (long distance movement) untuk menginfeksi
tanaman secara keseluruhan (Ding & Owen 2003). Pergerakan viroid di dalam
jaringan tanaman lebih cepat dibandingkan dengan pergerakan virus (Hull 2002).
Kejadian utarna dari patogenesis mungkin melibatkan beberapa interaksi antara
genom viroid dan genom inang yang berpengaruh terhadap ekspresi gen. Hal ini
meliputi berfungsinya viroid secara langsung sebagai suatu elemen genetik, atau
sebagai suatu signal atau elicitor dari suatu senyawa sekunder seperti etilen, asam
salisilat, atau asam gentisic. Senyawa ini dalam suatu rangkaian reaksi mengubah
komposisi dan pengaturan jalur matabolisme. Contoh metabolit sekunder yang
mungkin dalam proses ini dapat digambarkan dari kemunculan pathogenesisrelated (PR) protein, modifikasi enzim spesifik, dan ketidakseimbangan hormon
yang menyebabkan perubahan dalam komposisi dan perkembangan jaringan.
Kemunculan PR protein yang menyertai infeksi viroid meningkatkan aktivitas
enzim termasuk enzim alkaline cysteine proteinase, chitinuse, dan J 1,3glucanase. Dua proteinase berberat molekul 69 k-Da (PR P69 dan PR P69B)
diidentifikasi sebagai enzim inang konstitutif yang munglun diekspresikan pada
tahap yang spesifik dari perkembangan sel dan juga sebagai suatu respon terhadap
patogen atau terhadap kondisi yang berhubungan dengan stres (Ding & Owen
2003). Ciri-ciri sel yang terinfeksi viroid adalah terganggunya sistem membran sel
yang disebut dengan plasmulemmusomes. Kejadian ini disertai perubahan yang
besar di &lam komposisi dan struktur dinding sel yang menggambarkan lebih

kepada suatu penyimpangan perkembangan daripada respon spesifik terhadap
viroid (Hull 2002).

Pengendalian CSVd
Pengendalian penyakit yang disebabkan CSVd sangat sulit dilakukan. Hal
ini disebabkan tingginya tingkat penularan di lapangan, periode laten yang lama,
dan adanya perbanyakan vegetatif krisan. Sebagai konsekuensinya, pengendalian
terutama terdiri dari usaha untuk mencegah penyebaran (Lawson 1987). Tindakan
pengendalian yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi oleh CSVd
adalah dengan cara (1) mengendalikan serangga setiap waktu, (2) tanaman induk
untuk perbanyakan disimpan seluruhnya di dalam rumah kaca dan dipelihara dari
serangan serangga apapun (bebas dari serangga), (3) untuk perbanyakan
digunakan tanah dan media tanam lain yang steril, dan (4) alat-alat yang
digunakan untuk menggunting tanaman hams steril (Diener 1979). Dengan kata
lain pengendalian penyakit yang disebabkan oleh viroid didasarkan pada
penggunaan

bahan

perbanyakan

yang

bebas

viroid,

membuang

dan

menghancurkan tumbuhan yang terinfeksi viroid, dan mencuci tangan dan
mensterilkan alat-alat setelah menangani tanaman yang terinfeksi viroid, sebelum
pindah ke tanaman sehat (Agrios 2005). Disamping itu tanaman krisan yang
dijaQkan tanarnan induk (stoch'mother plant) tidak boleh Qgunakan lebih dari
tiga generasi (Defra UK-Plant-Healt 2000).
Pembebasan CSVd

Perlakuan panas merupakan cara yang tidak efektif untuk membebasakan
viroid, karena CSVd sangat toleran terhadap panas yang tinggi. CSVd masih
dapat bertahan bila diberi perlakuan panas selama 10 menit pada suhu 98" C.
Berdasarkan laporan, tanaman h s a n yang terinfeksi CSVd dapat dibebaskan dari
infeksi walaupun dengan peluang kesuksesan yang sangat rendah. Untuk
mendapatkan tanaman yang bebas CSVd, dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu (1) kultur meristem setelah perlakuan panas (Holling & Stone 1970), (2)
perbanyakan tunas melalui kultur meristem (Hosokawa et al. 2004), dan (3)

perlakuan tanaman pada suhu dingin, yaitu pada suhu 5 "C, paling sedikit selama 4
bulan, diikuti dengan kultur meristem. Paludan (1985) menyatakan bahwa ia
mendapatkan 67% tanaman bebas CSVd dengan aplikasi kombinasi perlakuan
dingin dan kultur meristem ini. Menurut Hosokawa (2004), pembebasan virus
dengan metode perbanyakan tunas dari primorha daun tunas meristem apikal
dapat menghasilkan laju tanaman bebas virus sekitar 14%. Kultur meristem dapat
menghasilkan tanaman bebas CSVd karena pada bagian meristem ini terdapat
suatu daerah yang diketahui terbebas dari infeksi viroid ataupun virus. Dalam
perkembangannya dalam jaringan tanaman, viroid atau virus tidak dapat mencapai
daerah ini. Namun dalam kultur meristem ini, bagian tanaman yang dapat
dikulturkan berukuran sangat kecil sekali. Sehingga perlu keahlian yang cukup di
bidang ini
Deteksi CSVd

Pengujian gejala CSVd secara visual pada tanaman yang terinfeksi dapat
dilihat hanya dalam periode waktu tertentu dalam satu tahun, ketika gejala
muncul, karena kemunculan gejala bergantung pada kultivar tanaman, keadaan
lingkungan, dan pada keahlian dari petanitpenanam atau inspektor. Ketiadaan
gejala bukan merupakan bukti bahwa infeksi CSVd tidak terjadi. Metode deteksi
yang biasa digunakan untuik virus, yaitu metode serologi, tidak dapat digunakan
untuk mendeteksi viroid. Hal ini disebabkan metode serologi hanya dapat
digunakan untuk mendeteksi protein, sedangkan viroid itu sendiri tidak memiliki
mantel protein seperti halnya virus (Bos 1990).
Sekarang telah diketahui bahwa untuk mendeteksi keberadaan CSVd
dalam tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode. Ada tiga
metode utama yang dapat dilakukan untuk mendeteksi CSVd, yaitu 1) Return
polyacrylamide gel electropl~oresis(return PAGE) ( OEPPt EPPO 2002), 2) Dotblot hybridization assay (Candrese et al. 1988), dan 3) Reverse transcrptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) (Hosokawa et al. 2006).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, Bogor, dan rumah kaca serta
Laboratorium Virologi, Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Segunung,
Cianjur, Jawa Barat, dari Mei 2007 sampai dengan Juni 2008.
Metode
Penelitian ini meliputi delapan kegiatan, yaitu (1) pengambilan tanaman
contoh dari lapangan, (2) persiapan media tanam dan penanaman tanaman
indikator, (3) ekstraksi RNA total, (4) amplifikasi dengan RT-PCR dan perunutan
nukleotida CSVd, (5) uji kisaran inang CSVd, (6) pembuatan pelacak nonradioaktif, (7) deteksi dengan return-PAGE, dan (8) deteksi dengan teknik tissue
blot hybridization.

Pengambilan Tanaman Contoh dari Lapangan
Tanaman krisan yang diduga terserang CSVd (dengan melihat gejala yang
muncul) Qambil dan kebun percobaan Balithi (Segunung), pertanaman h s a n
petani di Bali dan Medan serta perusahaan swasta di Cianjur. Tanaman contoh ini
disimpan dan dipelihara di rumah kaca Balithi, Segunung atau disimpan dalam
ruang penylmpanan -80 "C (untuk sampel dari Medan dan Bali).
Persiapan Tanaman indikator
Media tanam disiapkan dari campuran tanah dan pupuk kandang (1:1 vlv)
yang telah dipasteurisasikan (80 "C, 3 jam). Media tanam ini dimasukkan ke
dalam pot plastik yang berdiameter 15 cm, yang hpersiapkan untuk menanam biji
tanaman indikator untuk uji kisaran inang.
Sebelum ditanam, biji tanaman inQkator disemai pada media arang sekam
dalam pot plastik berdiameter 20 cm. Kemudian pot disimpan dalam balu yang
diisi dengan air agar kelembapan tempat pesemaian tetap terjaga.

Pot pesemaian disiinpan di dalam rumah kaca hingga tanaman siap
dipindahkan ke dalam pot-pot individu yang berisi media tanam, dan tanaman siap
digunakan untuk uji kisaran inang CSVd.

Ekstraksi RNA Total
RNA total diekstraksi dari daun tanaman krisan menggunakan Rneasy
Plant Mini Kits (Qiagen, Germany). Prosedur ekstraksi sesuai dengan instruksi

perusahaan penyedia kit. Sebanyak 100 mg daun tanaman yang diduga terinfeksi
CSVd digerus dalam nitrogen cair. Serbuk hasil gerusan tersebut kemudian
ditambah 450 pl bufer lisis (bufer lisis mengandung 1% merkaptoetanol),
kemudian dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf dan dipanaskan (dalam
penangas air) 56 "C selama 10 menit. Selanjutnya dimasukkan ke dalarn spin
column ungu dan disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rprn selama 2 menit pada

suhu ruang. Supernatan diambil dan ditambahkan 0,5 volume etanol 96%,
selanjutnya dihomogenisasi dengan ppeting.

Campuran dipindahkan ke spin

column warna merah muda dan disentrifugasi pada 13.000 rprn selama 1 menit.
Spin column dipindahkan ke tabung yang baru kemudian ditambahkan 700 pl

bufer RW I (Qiagen, Germany) dan disentrifugasi pada 10.000 rprn selama 1
menit. Cairan pada spin column dibuang, ditambahkan 500 pl bufer WE (Qiagen,
Germany), kemuhan disentrifugasi 10.000 rprn selama 1 menit (pencucian
dengan W E dilakukan 2 kali dengan lama sentrifugasi yang kedua 2 menit). Spin
column dipindahkan ke collection tube baru dan disentrifugasi pada 13.000 rprn

selama 1 menit (memastikan kolomnya bebas etanol). Spin column dipindahkan
ke tabung Eppendorfbaru 1,5 ml, kemudian ditambahkan 40 pl air bebas nuklease
ke dalam kolom dan diinkubasikan selama 10 menit pada suhu ruang, selanjutnya
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rprn selama 1 menit. RNA total yang
diperoleh dan terdapat dalam tabung, disimpan di ruang penyimpanan pada suhu 80 "C sampai akan digunakan.

Amplifikasi dan Perunutan Nukleotida CSVd

Amplifikasi seluruh genom CSVd dilakukan dengan tekmk reverse
transcription-polymerase chain reactzon (RT-PCR) menggunakan pasangan

primer 5'-CAACTGAAGCTTCAACGCCTT-3' dan 5'-AGGATTACTCCTGTC
TCGCA-3' yang dilaporkan dapat menghasi