Universitas Sumatera Utara
BAB II LANDASAN TEORI
II.A KOMUNIKASI
II.A.1 Pola Komunikasi
Devito 1997 pola komunikasi didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi antara dua orang atau diantara kelompok kecil orang-orang, dimana terjadi
proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan, dengan beberapa umpan balik seketika. Sedangkan Djamarah 2004, pola komunikasi merupakan bentuk
hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan
dimengerti. Sehingga secara sederhana, dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses menyamakan persepsi, pikiran, dan rasa antara komunikator
dengan komunikan Mulyana, 2000. Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau
pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan secara tepat.
II.A.2 Pola Komunikasi Keluarga
Balswick dan Balswick 1990, menyatakan komunikasi yang terjadi dalam lingkungan keluarga merupakan jantung kehidupan, guna menunjang
interaksi dan komunikasi antar anggota keluarga, di samping mengeksplorasi emosi. Keluarga menentukan bagaimana bentuk komunikasi yang disepakati dan
14
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
akhirnya membentuk suatu pola tertentu yang membedakan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Pola komunikasi keluarga menentukan tingkat kepuasan anggota keluarga didalamnya. Kehadiran komunikasi memberikan pengaruh yang sangat kuat
dalam menciptakan suasana kondusif dalam keluarga. Sebab, setiap masalah yang mungkin muncul dalam sebuah keluarga dapat diselesaikan dengan
cara berkomunikasi. John Gottman dalam DeGenova, 2008 menemukan bahwa pola komunikasi pada keluarga atau pasangansangat penting dalam kebahagiaan
pernikahan. Triandis 1994, menyatakan bahwa pola komunikasi di dalam keluarga
berbeda berdasarkan budayanya, dimana budaya Asia atau sering disebut budaya Timur umumnya memiliki jenis komunikasi High Context communication, di
mana apa yang diucapkan belum tentu sama maksud yang sebenarnya. Sementara budaya di negara-negara Barat lebih ke arah Low Context communication, yaitu
mengemukakan apa yang ingin disampaikan secara tegas dan apa adanya bahkan di depan public, apa yang disampaikan adalah apa yang dirasakan
Pola komunikasi keluarga merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan pernikahan. Menurut Joseph A. Devito 1997 terdapat empat pola
komunikasi keluarga yang umum pada keluarga inti ataupun pasangan suami-istri yaitu :
a. Pola Komunikasi Persamaan Equality Pattern
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan
kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada
hubungan interpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang
memainkan peran yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan
diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang
sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang
akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah diamati dan
dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-
ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model komunikasi dari pola ini
digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik
dan seimbang.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
b. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah Balance Split Pattern
Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya
masing-masing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk
bekerjamencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki
pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak
dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri- sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang
menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal
urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki
wilayahnya sendiri-sendiri. c.
Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah Unbalanced Split Pattern Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai
ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa
kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau
berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil
keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi
opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa
aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta
pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.
d. Pola Komunikasi Monopoli Monopoly Pattern
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada
mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka
jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada
konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan
pendapat atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang
dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain,
sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga
ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.
II.A.3 Definisi Komunikasi
Joseph A. Devito 1997 mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu tindakan oleh dua orang atau lebih, yang mengirim dan menerima suatu pesan
yang terdistorsi oleh suatu gangguan noise, terjadi dalam konteks tertentu, dengan pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.
Sedangkan, menurut Effendy 2000 komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan langsung ataupun
tidak langsung melalui media. Untuk mencapai komunikasi yang efektif dan efisien tidak semudah
seperti yang dibayangkan orang. Banyak hal-hal yang harus diperhatikan agar pesan atau pernyataan yang disampaikan kepada orang lain bisa dimengerti serta
dipahami. Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila timbul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak, si pengirim dan penerima informasi memahami.
Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian komunikasi tidak berarti hanya menyampaikan sesuatu kapada orang lain, akan tetapi bagaimana
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
caranya penyampaian itu agar penerima mudah mengerti dan memahami dengan perasaan ikhlas.
II.A.4 Komunikasi Efektif
Joseph A. Devito 1997, menyatakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif, yaitu :
a. Keterbukaan openess
Keterbukaan yang menunjukkan adanya sikap untuk saling terbuka antara pelaku komunikasi dalam melangsungkan komunikasinya.
b. Empati emphaty
Kemampuan seseorang memproyeksikan dirinya dalam peran terhadap orang lain.
c. Sikap positif positiveness
Sikap yang positif terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. d.
Dukungan Supportivenees Sikap pelaku komunikasi yang mendukung terjadinya komunikasi
tersebut, tetapi pihak yang diajak berkomunikasi sudah menolak sejak awal, maka komunikasi yang diharapkan tidak akan terjadi.
e. Kesetaraan equality
Adanya unsur kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berkomunikasi. Misalnya, adanya unsur kesamaan bahasa dan budaya
akan memudahkan terjadinya komunikasi yang efektif.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Effendy 2000 menambahkan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif jika dapat menimbulkan dampak sebagai berikut :
a. Kognitif
meningkatan pengetahuan komunikan. b.
Afektif perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena
hatinya tergerak akibat komunikasi. c.
Konatif perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada
komunikan.
II.A.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
Scott M. Cultip dan Allen H. Center dalam IG. Wursanto, 1987 mengemukakan bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi, yaitu :
a. Keterpercayaan
Dalam komunikasi antara komunikator dengan komunikan harus saling mempercayai. Jika tidak ada unsur saling mempercayai,
komunikasi tidak akan berhasil atau menghambat komunikasi. b.
Hubungan Keberhasilan komunikasi berhubungan erat dengan situasi atau kondisi
lingkungan pada waktu komunikasi berlangsung c.
Kepuasan Komunikasi harus dapat menimbulkan rasa kepuasan, antara kedua
belah pihak. Kepuasan ini akan tercapai apabila isi berita dapat dimengerti oleh komunikan dan sebaliknya pihak komunikan mau
memberikan reaksi atau respon kepada pihak komunikator
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
d. Kejelasan
Kejelasan yang dimaksud adalah kejelasan yang meliputi kejelasan akan berita, tujuan yang hendak dicapai dan kejelasan istilah-istilah
yang dipergunakan e.
Kesinambungan dan konsistensi Komunikasi harus dilakukan terus-menerus dan informasi yang
disampaikan jangan bertentangan dengan informasi yang terdahulu. f.
Kemampuan pihak penerima beritapesan Komunikator harus menyesuaikan istilah-istilah yang dipergunakan
dengan kemampuan dan pengetahuan komunikan g.
Saluran pengiriman berita Agar komunikasi berhasil, hendaknya dipakai saluran-saluran
komunikasi yang sudah biasa dipergunakan dan sudah dikenal oleh umum.
II.B PERNIKAHAN ANTAR BANGSA
II.B.1 Definisi Pernikahan Antar Bangsa
Pengertian pernikahan antar bangsa menurut Undang-Undang Republik Indonesia UU RI Nomor 1 tahun 1974 pasal 57 tentang pernikahan, menyatakan
bahwa pernikahan antar bangsa adalah pernikahan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan
yang salah satu berkewarganegaraan asing dan salah satu berkewarganegaraan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Tseng, Dermott, J.F., Maretzki, T.W 1977 mengatakan bahwa pernikahan antar bangsa adalah :
Marriage which, takes place between spouses of different cultural background. They maybe different in their values, beliefs, customs, traditions, on
style of life so that cultural dimensions are a relatively significant aspect of such marriage.
Pernikahan antar bangsa dapat diartikan sebagai pernikahan yang terjadi antar pasangan yang berbeda kultur atau budaya, dimana mereka berbeda dalam
hal nilai-nilai, kepercayaan, adat istiadat, tradisi, gaya hidup, sehingga dimensi budaya itu menjadi aspek signifikan yang relatif dalam pernikahan.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan antar bangsa adalah pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari
latar belakang budaya dan kewarganegaraan yang berbeda
.
II.B.2 Permasalahan Pernikahan Antar Bangsa
Roland 1996 mengemukakan sumber-sumber masalah yang mungkin muncul dalam pernikahan antar bangsa, yang dapat menyebabkan konflik
terutama pada pasangan individual-kolektif : a.
Perbedaan konsep “aku” I-selfdan “kita” we-self Pada budaya individualis konsep diri adalah sebagai aku individual,
dimana fokusnya pada pikiran dan perasaan diri sendiri. Sedangkan pada budaya kolektivis, konsep diri mementingkan hubungan dengan
orang lain, meliputi orang-orang terdekatnya yang dianggap signifikan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bagi dirinya. Misalnya keluarga, teman, masyarakat. Dalam budaya kolektivis, hubungan sesama individu adalah interdependent atau
saling tergantung satu sama lain, sebaliknya dalam budaya individualis hubungan antar individu adalah independent atau tidak tergantung
pada orang lain. Dalam pernikahan antar bangsa, perbedaan konsep ini dapat menimbulkan suatu permasalahan tersendiri. Misalnya di
kebudayaan kolektivis, anak-anak tetap memiliki keterikatan yang erat pada keluarganya meskipun sudah menikah, bahkan membahas
masalah keluarga bersama-sama. Sebaliknya dalam kebudayaan individualis, hubungan antar individu termasuk dengan keluarganya
tidak terlalu bergantung. b.
Perbedaan dalam hubungan yang hierarkis Dalam budaya kolektivis, hubungan ditandai dengan rasa hormat dari
yang posisinya lebih rendah kepada yang lebih superior, dan bimbingan serta nasihat dari superior kepada yang lebih rendah. Usia
dan kedudukan menentukan mana yang superior dan mana yang lebih rendah. Dalam budaya individualis, hubungan hierarkis ditandai
dengan hak dan kewajiban yang setara. Orang dihargai bukan berdasarkan status dan kekuasaan yang dimilikinya, namun
berdasarkan prestasi yang dimilikinya. c.
Perbedaan dalam menghadapi konflik Roland 1996 menyatakan dalam kebudayaan kolektivis
keharmonisan dijunjung tinggi dan konflik harus dihindari, sehingga
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
akibatnya orang lebih suka memendam hal yang tidak disukainya dibanding ia harus berkonflik dengan orang lain. Berbeda dengan
kebudayaan individualis konflik harus dipecahkan secara terbuka dan diselesaikan secara terbuka pula. Perbedaan ini dapat menimbulkan
masalah dalam pernikahan antar bangsa. d.
Perbedaan dalam berekspresi Dalam kebudayaan individualis setiap emosi baik itu rasa senang,
kekecewaan, penghargaan harus diekspresikan. Sebaliknya dalam budaya kolektivis emosi tidak perlu diekspresikan dengan asumsi
bahwa orang disekitar kita dapat merasakan apa yang kita rasakan Roland, 1996
e. Perbedaan dalam pola asuh
Roland 1996 menyatakan dalam budaya kolektivis, anak sangat dekat dengan ibunya dan biasa tergantung dengan orang tuanya, sedangkan
dalam budaya individualis anak sudah harus dibiasakan tidak tergantung dengan orang tua sejak kecil. Dalam kebudayaan kolektivis,
anak-anak diajarkan untuk menghormati orang tuanya dan tidak berkata kasar. Sementara dalam budaya individualis anak diajarkan
sejajar, dimana anak boleh bertanya dan mengkritik, karena perbedaan dalam pemilihan pola asuh inilah dapat menyebabkan konflik antar
pasangan pernikahan antar bangsa.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
f. Perbedaan bahasa
Roland 1996 menyatakan yang dimaksud dalam perbedaan bahasa adalah dalam pemahaman bahasa, dimana seringkali perbedaan
pemahaman bahasa ini menimbulkan kesalahpahaman dan akhirnya memicu konflik. Perbedaan bahasa dalam pernikahan antar bangsa ini
perlu mendapat perhatian karena dapat menimbulkan kesalahpahaman jika masing-masing pasangan tidak berusaha mengerti perbedaan
bahasa yang ditimbulkan karena perbedaan budaya ini. g.
Perbedaan sistem nilai Sistem nilai berimplikasi pada pola pikir, kebiasaan, adat istiadat, dan
kepribadian seseorang. Adanya perbedaan system nilai yang tertanam dalam diri individu dalam pernikahan antar bangsa dapat menimbulkan
kesalahpahaman. h. Perbedaan konsep peran
Hurlock 1999 menyatakan setiap lawan pasangan mempunya konsep yang pasti mengenai bagaimana seharusnya peranan seorang suami
dan istri, atau setiap individu mengharapkan pasangannya memainkan perannya, jika harapan terhadap peran tidak terpenuhi maka akan
mengakibatkan konflik dan penyesuaian yang buruk.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
II.C KONFLIK DALAM PERNIKAHAN
II.C.1 Konflik Interpersonal
Joseph A. Devito 2004 mengemukakan “interpersonal conflict refers to a disagreement between or among connected individuals: close friends, lovers, or
family members”, dapat diartikan konflik interpersonal berarti suatu ketidaksetujuan antar individu-individu yang saling berhubungan, sebagai contoh:
teman dekat, pasangan kekasih, atau anggota-anggota keluarga. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Luthans 2005, yaitu konflik interpersonal
merupakan konflik yang muncul di antara dua individu. Liliwery 2001 menyatakan bahwa konflik yang terjadi antar pasangan
suami-istri biasa disebut sebagai konflik interpersonal, dimana konflik interpersonal merupakan konflik yang ditimbulkan oleh persepsi terhadap perilaku
yang sama, namun bersumber dari harapan-harapan yang berbeda-beda. Konflik interpersonal selalu terjadi hanya karena mereka yang terlibat dalam komunikasi
menampilkan persepsi yang berbeda Liliwery, 2001. Dari uraian diatas disimpulkan konflik interpersonal adalah konflik yang
muncul ataupun terjadi antara dua individu, yaitu baik dengan rekan sekerja, sesama pasangan, anggota keluarga ataupun teman, yang terjadi dikarenakan
adanya perbedaan persepsi satu sama lain.
II.C.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik Interpersonal
Menurut Luthans 2005, terdapat empat faktor yang mempengaruhi konflik interpersonal, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
a. Attitudes
Banyak orang memandang konflik sebagai sesuatu yang buruk dan destruktif, jadi mereka menghindari segala upaya yang berhubungan
dengan b.
Perceptions Menurut Luthans 2005, persepsi yaitu proses pengenalan arti dari apa
yang kita lihat atau dengar, merupakan inti dalam menentukan dan mempengaruhi konflik menghadapi situasi konflik
c. Control or Power Imbalance
Faktor lain adalah tingkat dimana individu merasa diri mereka kehilangan kendali atas suatu situasi, dan dengan demikian
menyebabkan suatu ketidakseimbangan kekuatan d.
Outcome Importance Kepentingan hasil yaitu tingkat dimana kita merasa bahwa kita
kehilangan kontrol atas masalah-masalah yang penting bagi kita dalam menentukan apakah konflik akan muncul
II.D DEWASA AWAL
II.D.1 Definisi Dewasa Awal
Menurut Hurlock 2000, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat
bersama orang dewasa lainnya. Transisi peran adalah suatu hal yang harus dicapai untuk menjadi seorang dewasa.Hurlock 2000 membagi masa dewasa ini menjadi
tiga tahapan, yaitu masa dewasa awal usia 18 sampai 40 tahun, masa dewasa
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
madya dimulai pada usia 40 sampai 60 tahun dan dewasa lanjut dimulai dari usia 60 tahun keatas. Hurlock 2000 mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai
pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu yangmenyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan baru dalam
masyarakat, pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis dan berusia18 hingga 40 tahun.
II.D.2 Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal
Menurut Havighurs dalam Hurlock, 2000, tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa dewasa awal adalah:
a. Mencari dan menemukan calon pasangan hidup.
b. Mulai membina kehidupan rumah tangga dan mengasuh anak.
c. Meniti karier dalam rangka rnemantapkan kehidupan ekonomi rumah
tangga. d.
Menjadi warga negara yang bertanggung jawab. e.
Mencari kelompok sosial yang menyenangkan.
II.E GAMBARAN POLA KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN
KONFLIK PADA WANITA INDONESIA YANG MENIKAH DENGAN PRIA ASING BARAT
Koentjaraningrat 1994 menyatakan di dalam pernikahan, suami istri adalah dua insan yang berbeda dalam hampir segala sifatnya. Sifat-sifat berbeda
diantara keduanya sulit dipersatukan kecuali ada kesadaran diri untuk saling
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
memahami satu sama lain.Pernikahan antar bangsa merupakan salah satu pernikahan yang terjadi pada pasangan yang berasal dari latar belakang budaya
yang berbeda, dan adanya penyatuan pola pikir dan cara hidup yang berbeda McDemott Maretzki, 1977. Pernikahan antar bangsa pasti tidak akan terlepas
dari perbedaan budaya; dimana wanita atau pria yang menikah dengan warga barat, dengan latar belakang kebangsaan dan budaya yang berbeda, biasanya akan
memiliki pandangan yang berbeda pula, sehingga cenderung lebih berpotensi menimbulkan konflik dan kehancuran pernikahan dibandingkan pernikahan dalam
budaya yang sama. Perbedaan budaya merupakan permasalahan yang mendasar dalam pernikahan antar bangsa. Hal ini dikarenakan pada masing-masing
pasangan menganut kebudayaan yang berbeda, yang mana pada kebudayaan barat lebih mengesankan kehidupan yang bebas sedangkan pada kebudayaan timur
lebih mengesankankehidupan kolektif yaitu kekeluargaan dan lebih berdasarkan pada norma-norma yang ada pada lingkungan sekitar Matsumoto Liang, 2006.
Menurut Roland 1996, perbedaan budaya bukanlah satu hal yang mendasar dari permasalah dalam pernikahan antar bangsa, tetapi terdapat juga permasalahan
mendasar lainnya seperti : perbedaan konsep, perbedaan dalam menghadapi konflik, perbedaan dalam berekspresi, perbedaan bahasa, perbedaan sistem nilai,
dan lainnya; dimana perbedaan-perbedaan tersebutlah yang menjadi akar permasalahan dalam pernikahan antar bangsa, sehingga dapat menimbulkan
konflik di dalam kehidupan pernikahan. Seperti halnya dengan hasil penelitianoleh Abigail 2009, terhadap pasangan Inggris suami dan Indonesia
istri, menyebutkan bahwa kendala yang dihadapi pada pasangan pernikahan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
antar bangsa umumnya adalah kendala dalam pola komunikasi, perbedaan nilai dan perbedaan pola perilaku kultural; hal tersebutlah yang dapat memunculkan
konflik. John Gottman dalam DeGenova, 2008 menyatakan bahwa pola
komunikasi padapasangan suami dan istri sangat penting dalam kebahagiaan pernikahan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan DeGenova 2008, dimana
ketika pernikahan mendapati konflik, itu dikarenakan gagalnya komunikasi. Triandis 1994 menambahkan bahwa pola komunikasi dalam keluarga yang
berbeda budaya memang berbeda, dimana budaya Asia budaya timur umumnya menggunakan High Context communication, dimana memiliki karakteristik
komunikasi yang dicirikan oleh pesan bersifat eksplisit, tidak langsung, dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku non
verbalnya seperti intonasi suara, gerakan tangan, ekspresi wajah, tatapan mata atau bahkan konteks fisik. Sementara budaya di negara-negara Barat lebih ke arah
Low Context communication, dimana memiliki karakteristik komunikasi yang dicirikan oleh pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas, dan berterus
terang. Gaya pola komunikasi yang digunakan di dalam kehidupan pernikahan
atau dalam keluarga, sudah jelas berbeda dari satu keluarga dengan keluarga lainnya. Menurut Devito 1997 terdapat 4 pola komunikasi yang biasanya
digunakan di dalam keluarga ataupun pasangan suami istri pada umumnya, yaitu : Equality pattern, Balance Split pattern, Unbalance Split pattern, Monopoly
pattern. Pola Komunikasi yang tepat merupakan hal yang sangat penting antara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
suami dan istri di dalam kehidupan pernikahan, agar terjalin pernikahan yang sehat dan dapat mencegah terjadinya konflik serta dapat menyelesaikan konflik
dengan baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dewi Minangsari dalam Konselor Keluarga, 2011, yang menyatakan bahwa pola komunikasi yang tepat
merupakan inti keberhasilan pernikahan pada pasangan pernikahan antar bangsa, karena melalui pola komunikasi yang tepat konflik dalam pernikahan dapat
dihindari dan diselesaikan dengan baik. Dapat dikatakan bahwa, komunikasi merupakan hal yang dapat digunakan
dalam penyelesaian konflik dalam pernikahan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitianoleh Nabeshima 2007 menunjukkan bahwa dalam kasus pasangan
antar-bangsa Amerika-Jepang, 80 memiliki keakraban yang lebih intens, kerjasama dan saling pengertian yang lebih tinggi ditunjukkan oleh mereka; hal
ini dapat terjadi dikarenakan pola komunikasi yang harmonis lebih terjalin erat di antara mereka; sehingga pola komunikasi yang tepat merupakan hal yang
dibutuhkan dalam penyelesaian konflik dalam pernikahan, khususnya pada pernikahan antar bangsa.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. PARADIGMA BERPIKIR
MAKA
Tugas Perkembangan Dewasa Awal
usia 18 – 40 tahun Hurlock 2000 :
• Mencari pasangan hidup
• Mulai membina kehidupan
rumah tangga dan mengasuh anak
Pemilihan pasangan hidup
Adanyaperbedaan kebangsaan
Yoshida, 2008 Matching principle
Sears dkk, 1992
Sumber masalah dalam pernikahan Roland, 1996 :
• Perbedaan menghadapi konflik
• Perbedaan sistem nilai
• Perbedaan bahasa
• Perbedaan pola asuh
• Perbedaan persepsi
KONFLIK DeGenova 2008
“ketika pernikahan mendapati konflik, itu
dikarenakan gagalnya komunikasi”
Dibutuhkan pola komunikasi Devito, 1997 :
• Equality Pattern
• Balance Split Pattern
• Unbalance Split Pattern
• Monopoly Pattern
John Gottman 1998 “Pola Komunikasi yang tepat
pada keluarga inti pasangan suami-istri sangat penting dalam
kebahagiaan pernikahan” Pernikahan antar
bangsa wanitapria – warga asing
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN