Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak

(1)

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN

YANG MENIKAH DENGAN PARIBAN DALAM SUKU

BATAK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

TITIEN JULIYANTI

081301017

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2012/2013


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Yang Menikah Dengan Pariban Dalam Suku Batak

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah di tuliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2013

Titien Juliyanti Nim 081301017


(3)

Gambaran Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Yang Menikah Dengan Pariban Dalam Suku Batak

Titien Juliyanti dan Indri kemala Nasution

ABSTRAK

Kepuasan pernikahan merupakan evaluasi perasaan subjektif akan kebahagiaan, pengalaman menyenangkan, perasaan positif terhadap hubungan pernikahan serta terpenuhinya harapan dan kebutuhan pasangan dalam hubungan pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam Suku Batak. Adapun aspek-aspek kepuasan pernikahan pada pernikahan pariban dianalisa meliputi 10 aspek dari Olson & McCubbin (1983) yaitu: personality issue, communication, conflict resolution, financial management, leisure activity, sexual relationship, children and marriage, religious orientation, family and friends, egalitarian role.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam (Indepth interview) dan teknik pengambilan sampel berdasarkan teori terhadap 4 orang responden atau dua pasang, yang merupakan pasangan suami-istri. Responden 1, 2 merupakan pasangan pariban yang menikah melalui proses pacaran, dan responden 3, 4 merupakan pasangan pariban yang menikah melalui perjodohan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan yang dialami oleh responden 1 dan 2 berbeda dengan kepuasan pernikahan yang dialami oleh responden 3 dan 4. Dari pasangan 1 dan 2 didapatkan bahwa istri lebih puas dalam pernikahan dibandingkan dengan suami. Hasil ini dilihat dari istri lebih menerima kepribadian suami karena derajat seorang istri dalam Budaya Batak lebih rendah dari suami, istri lebih menerima jika dalam rumah tangga belum memiliki anak laki-laki meskipun dalam Budaya Batak belum memiliki anak laki-laki pernikahan belum sempurna. Peran istri berusaha mengurangi masalah dalam rumah tangga karena pernikahan pariban, jika memiliki masalah maka kedua keluarga akan mengalami masalah. Walaupun menikah dengan cara yang berbeda namun kepuasan pernikahan tetap lebih tinggi pada istri daripada suami, hal ini terlihat dari banyaknya aspek yang terpenuhi. Saran dari hasil penelitian ini adalah bagi pasangan yang menikah dengan pariban supaya lebih menghargai peran suami/istri karena suami/istri sudah menjadi pasangan hidup bukan sepupu lagi dan bagi pasangan pariban memberikan pola asuh yang sama pada anak walaupun anak laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada anak perempuan.


(4)

The Description of Marital Satisfaction in the Couples Who Married With Pariban in Batak Ethnic Group

Titien Juliyanti and Indri Kemala Nasution ABSTRACT

Marital Satisfaction is an evaluation of the subjective feelings of happiness, delightful experience, positive feeling toward the marital relationship and the fulfillment of expectations and needs of the couples in the marriage. This research aimed to describe the marital satisfaction in couples who married with their Pariban in Batak ethnic group. The aspects of marital satisfaction in Pariban marriage consist of 10 aspects by Olson & McCubbin (1983), of which are: personality issue, communication, conflict resolution, financial management, leisure activity, sexual relationship, children and marriage, religious orientation, family and friends, as well as egalitarian role.

The approach used in the present research is an qualitative method by conducting in-depth interviews and the technique theory-based of four respondents or two married couples. The first and second respondents are Pariban couples who married through the process of courtship, while the third and fourth respondents are Pariban couples who married through arranged marriage.

The results showed that marital satisfaction experienced by the first and second respondents were different from the one experienced by the third and fourth respondents. The couples 1 and 2 found that wives were more satisfied in marriage than the husband. These results received visits from his wife over the husband's personality because of the degree of a wife in Batak culture is lower than the husband, the wife is more accepted if the household does not have a boy despite the Batak culture has not had a boy not yet perfect wedding. Wife's role in trying to reduce problems due to marriage pariban household, if you have a problem then both families will have problems. Although married in a different way but remain higher marital satisfaction than husbands to wives, it is evident from the many aspects that are met. Advice from the results of this study are for couples who marry in order to appreciate the role pariban husband / wife because the husband / wife has a life partner is not for couples cousins again and pariban provide equal parenting in children, although a tad higher in rank than girls.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak rahmat serta kemudahan dalam penyusunan dan

penyelesaian skripsi ini. Dengan skripsi yang berjudul „Gambaran Kepuasan

Pernikahan pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak‟. Guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Kepada kedua orangtuaku Asnin dan Masri Henny Lubis atas setiap doanya, setiap dukungannya, setiap perhatiannya, setiap hal yang dilakukan demi selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari banyak pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Indri Kemala Nasution, M.Psi, psikolog, selaku dosen pembimbing utama yang selalu dengan sabar dan ketersediaan waktu di tengah kesibukan untuk mengarahkan, membimbing, dan memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktuknya untuk membimbing, memberikan masukan, nasihat, dan semangat selama masa perkulihan.


(6)

4. Seluruh dosen dan pegawai di Psikologi USU yang telah memberikan segala ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada penulis, serta seluruh staff pegawai Fakultas Psikologi yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi.

5. Terima kasih kepada uci dan SEMUA keluarga besar yang selalu bertanya

“kapan selesai?” “kapan wisuda?” atas dukungan, doa, nasehat, semangat

yang tidak ada hentinya yang membuat peneliti semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

6. Terima kasih kepada Kak Seri yang bersusah payah mencarikan dan mengirimkan buku yang menjadi dasar dari penelitian ini.

7. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Arif Safaruddin yang telah menemani peneliti dan senantiasa memberikan dukungan, semangat, kesabaran, bantuan dan kasih sayang dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas semuanya sehingga peneliti dapat belajar menjadi lebih dewasa dan lebih baik dalam menjalani hidup.

8. Terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua pasangan yang bersedia berbagi pengalaman dengan peneliti sehingga peneliti tidak hanya memperoleh data-data yang diperlukan tetapi juga memperoleh pelajaran berharga mengenai kehidupan.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan Adek, Intan, Trisnal, Royyan, Sofian, Idchal, Maria, Maulida, Idran yang selalu saling menyemangati untuk cepat wisuda. Terima kasih untuk semua doa, dukungan dan semangat yang kalian berikan.


(7)

10.Sahabat-sahabat kost yang selalu menadi penghibur disaat suntuk dalam mengerjakan skripsi ini, Nisa yang selalu ribut dengan nyanyiannya, Amel yang selalu menenangkan. Terima kasih teman-teman.

11.Teman seperjuangan skripsi yang saling menguatkan dan memberi semangat serta DOA. Calvina, Stella, Heni, Pipit, Odon, Rica, Siti, Asda, Kak Vina, Ervi, Nanda. Terima kasih karena selalu memberikan masukan dan saran yang bermanfaat untuk penelitian ini.

12.Teman-teman angkatan 2008 yang tidak pernah akan saya lupakan, terima kasih karena semua selalu saling menyemangati satu sama lain, serta segala keceriaan dan pertemanan yang telah terjalin selama ini.

13.Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dorongan, semangat, doa dan bantuannya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna dan memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat terbuka terhadap masukan, kritikan, serta saran yang membangun yang dapat digunakan untuk perbaikan skripsi ini dikemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Juni 2013


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Lembar Pernyataan

Abstrak

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II : LANDASAN TEORI ... 10

A. Pernikahan ... 10

1. Defenisi Pernikahan ... 10

2. Bentuk-Bentuk Pernikahan ... 11

3. Proses Menuju Ikatan Pernikahan ... 12

4. Defenisi Kepuasan Pernikahan ... 13


(9)

1. Defenisi Budaya Batak ... 21

2. Pernikahan dalam Budaya Batak ... 22

3. Jenis-Jenis Pernikahan dalam budaya Batak ... 23

C. Dewasa Awal ... 25

1. Defenisi Dewasa Awal ... 25

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 25

D. Kepuasan Pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam suku Batak ... 26

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Pendekatan Penelitian ... 30

B. Responden Penelitian ... 30

1. Karakteristik Responden Penelitian ... 30

2. Jumlah Responden penelitian ... 31

3. Teknik Pengambilan Sampel... 31

4. Lokasi Penelitian ... 32

C. Metode Pengambilan Sampe ... 32

1. Wawancara ... 32

D. Alat bantu Pengumpulan Data ... 33

1. Pedoman Wawancara ... 33

2. Alat Perekam ... 33

E. Kredibilitas (Validitas) Penelitian ... 34

F. Prosedur Penelitian... 35

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 35

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 36

BAB IV: ANALISA DAN INTERPRETASI ... 38

A. Pasangan 1 ... 38

1. Identitas Diri Responden 1 & 2 ... 38

2. Jadwal Wawancara Responden 1 & 2 ... 39


(10)

4. Analisa Data Wawancara Responden 1 ... 40

5. Interpretasi Intra Responden 1 ... 58

6. Analisa Data Wawancara Responden 2 ... 64

7. Inerpretasi Intra Responden 2 ... 78

B. Pasangan 2 ... 86

1. Identitas Diri Responden 3 & 4 ... 86

2. Jadwal Wawancara Responden 3 & 4 ... 86

3. Gambaran Umum Responden 3 & 4 ... 86

4. Analisa Data Wawancara responden 3 ... 87

5. Interpretasi Intra Responden 3 ... 108

6. Analisa Data Wawancara Responden 4 ... 115

7. Interpretasi Intra Responden 4 ... 133

C. Pembahasan ... 146

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 155

A. Kesimpulan ... 155

1. Gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban melalui proses pacaran ... 155

2. Gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban melalui perjodohan ... 157

3. Kepuasan pernikahan pada pasangan pariban ... 158

B. Saran ... 160

1. Saran Praktis ... 160

2. Saran Metodologis ... 161


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Identitas Diri Responden 1 & 2 ... 38

Tabel 2. Jadwal Wawancara Responden I ... 39

Tabel 3. Jadwal Wawancara Responden 2 ... 39

Tabel 4. Interpretasi Intra Responden 1 ... 58

Tabel 5. Interpretasi Intra Responden 2 ... 80

Tabel 6. Identitas Diri Responden 3 & 4 ... 86

Tabel 7. Jadwal Wawancara Responden 3 ... 86

Tabel 8. Jadwal Wawancara Responden 4 ... 86

Tabel 9. Interpretasi Intra Responden 3 ... 108

Tabel 10. Interpretasi Intra Responden 4 ... 133

Tabel 11. Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak ... 150


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Dinamika Teoritis ... 29

Gambar 2 Gambaran Kepuasan Pernikahan Pada Responden 1 ... 63

Gambar 3 Gambaran Kepuasan Pernikahan Pada Responden 2 ... 85

Gambar 4 Gambaran Kepuasan Pernikahan Pada Responden 3 ... 114

Gambar 5 Gambaran Kepuasan Pernikahan Pada Responden 4 ... 139


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 165 Lampiran 2 Lembar Persetujuan (Informed Consent) ... 172


(14)

Gambaran Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Yang Menikah Dengan Pariban Dalam Suku Batak

Titien Juliyanti dan Indri kemala Nasution

ABSTRAK

Kepuasan pernikahan merupakan evaluasi perasaan subjektif akan kebahagiaan, pengalaman menyenangkan, perasaan positif terhadap hubungan pernikahan serta terpenuhinya harapan dan kebutuhan pasangan dalam hubungan pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam Suku Batak. Adapun aspek-aspek kepuasan pernikahan pada pernikahan pariban dianalisa meliputi 10 aspek dari Olson & McCubbin (1983) yaitu: personality issue, communication, conflict resolution, financial management, leisure activity, sexual relationship, children and marriage, religious orientation, family and friends, egalitarian role.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam (Indepth interview) dan teknik pengambilan sampel berdasarkan teori terhadap 4 orang responden atau dua pasang, yang merupakan pasangan suami-istri. Responden 1, 2 merupakan pasangan pariban yang menikah melalui proses pacaran, dan responden 3, 4 merupakan pasangan pariban yang menikah melalui perjodohan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan yang dialami oleh responden 1 dan 2 berbeda dengan kepuasan pernikahan yang dialami oleh responden 3 dan 4. Dari pasangan 1 dan 2 didapatkan bahwa istri lebih puas dalam pernikahan dibandingkan dengan suami. Hasil ini dilihat dari istri lebih menerima kepribadian suami karena derajat seorang istri dalam Budaya Batak lebih rendah dari suami, istri lebih menerima jika dalam rumah tangga belum memiliki anak laki-laki meskipun dalam Budaya Batak belum memiliki anak laki-laki pernikahan belum sempurna. Peran istri berusaha mengurangi masalah dalam rumah tangga karena pernikahan pariban, jika memiliki masalah maka kedua keluarga akan mengalami masalah. Walaupun menikah dengan cara yang berbeda namun kepuasan pernikahan tetap lebih tinggi pada istri daripada suami, hal ini terlihat dari banyaknya aspek yang terpenuhi. Saran dari hasil penelitian ini adalah bagi pasangan yang menikah dengan pariban supaya lebih menghargai peran suami/istri karena suami/istri sudah menjadi pasangan hidup bukan sepupu lagi dan bagi pasangan pariban memberikan pola asuh yang sama pada anak walaupun anak laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada anak perempuan.


(15)

The Description of Marital Satisfaction in the Couples Who Married With Pariban in Batak Ethnic Group

Titien Juliyanti and Indri Kemala Nasution ABSTRACT

Marital Satisfaction is an evaluation of the subjective feelings of happiness, delightful experience, positive feeling toward the marital relationship and the fulfillment of expectations and needs of the couples in the marriage. This research aimed to describe the marital satisfaction in couples who married with their Pariban in Batak ethnic group. The aspects of marital satisfaction in Pariban marriage consist of 10 aspects by Olson & McCubbin (1983), of which are: personality issue, communication, conflict resolution, financial management, leisure activity, sexual relationship, children and marriage, religious orientation, family and friends, as well as egalitarian role.

The approach used in the present research is an qualitative method by conducting in-depth interviews and the technique theory-based of four respondents or two married couples. The first and second respondents are Pariban couples who married through the process of courtship, while the third and fourth respondents are Pariban couples who married through arranged marriage.

The results showed that marital satisfaction experienced by the first and second respondents were different from the one experienced by the third and fourth respondents. The couples 1 and 2 found that wives were more satisfied in marriage than the husband. These results received visits from his wife over the husband's personality because of the degree of a wife in Batak culture is lower than the husband, the wife is more accepted if the household does not have a boy despite the Batak culture has not had a boy not yet perfect wedding. Wife's role in trying to reduce problems due to marriage pariban household, if you have a problem then both families will have problems. Although married in a different way but remain higher marital satisfaction than husbands to wives, it is evident from the many aspects that are met. Advice from the results of this study are for couples who marry in order to appreciate the role pariban husband / wife because the husband / wife has a life partner is not for couples cousins again and pariban provide equal parenting in children, although a tad higher in rank than girls.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia mengalami banyak transisi dalam kehidupannya. Menurut Santrock (1995) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi secara fisik, transisi secara intelektual dan transisi peran sosial. Dariyo (2003) mengatakan bahwa masa transisi peran sosial menuntut individu untuk segera menikah, agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang baru.

Menikah dan membina kehidupan rumah tangga merupakan salah satu aktivitas sentral dari manusia yang bertujuan untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia. Menikah juga merupakan saat yang penting bagi siklus kehidupan manusia. Menurut Duvall & Miller (1985) Pernikahan adalah suatu bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi hubungan seksual, legitimasi untuk memiliki keturunan (memiliki anak), dan penetapan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pasangan.

Proses menuju jenjang pernikahan biasanya dilakukan dengan berbagai cara. Secara sejarah dan lintas kultur, cara paling umum memilih pasangan adalah

melalui perjodohan, baik oleh orang tua maupun „mak comblang‟ professional.

Terkadang perjodohan terjadi di masa kanak-kanak. Pengantin pria dan wanita akan bertemu pada hari pernikahan (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).


(17)

2

Cara lain menuju jenjang pernikahan adalah melalui pacaran. Pacaran merupakan proses awal menuju pernikahan atau dengan kata lain pacaran merupakan sarana dalam memilih pasangan yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup (Benokraitis, 1996). Menurut DeGenova (2008) pacaran merupakan proses menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas untuk mengenal satu sama lain, mempelajari pasangan, bersosialisasi dengan pasangan, dan memilih pasangan dengan pilihan mutual. Proses pacaran biasanya dilakukan sebagai dasar pernikahan.

Di Indonesia biasanya pacaran merupakan salah satu cara yang dilakukan masyarakat dalam memilih pasangan hidup. Namun ada beberapa budaya yang masih memegang teguh adat mengenai pernikahan tanpa melalui proses pacaran melainkan dengan cara dijodohkan. Pernikahan tanpa melalui proses pacaran biasanya terjadi karena kesepakatan untuk menikah diatur oleh orang tua atau orang lain, yaitu dengan jalan dijodohkan. Perrnikahan yang terjadi tanpa didahului dengan pacaran biasanya dilakukan karena alasan latar belakang budaya. Salah satu budaya yang menganut paham perjodohan adalah Budaya Batak (Nasution, 2005). Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan bahwa perjodohan dalam Budaya Batak masih banyak terjadi.

Budaya Batak adalah budaya yang menganut paham patrilineal yaitu mengikuti garis keturunan ayah. Garis keturunan yang bersifat patrilineal turut menentukan dengan siapa seseorang boleh menikah dan tidak boleh menikah. Menurut Duvall dan Miller (1985) ada dua konsep utama dalam pemilihan pasangan yaitu secara eksogami dan endogami. Budaya Batak biasanya


(18)

menerapkan sistem eksogami. Sistem eksogami artinya pernikahan dilakukan di luar klan atau marga (Tambunan, 1982). Sistem eksogami juga turut menentukan seorang pemuda/pemudi Batak dalam memilih pasangan.

Pernikahan dalam Budaya Batak ada beberapa macam, yaitu pernikahan pariban, pernikahan gancih abu, pernikahan lako man. Tradisi pernikahan yang paling umum dilakukan biasanya pernikahan antar keluarga. Pernikahan antar keluarga dalam Budaya Batak sering disebut pernikahan dengan pariban. Pernikahan dengan pariban adalah pernikahan dimana seorang pemuda mengambil anak tulang (paman, saudara laki-laki dari ibu) untuk dijadikan istri atau seorang perempuan menikah dengan anak Bouk (tante, saudari perempuan ayah) (Nasution, 2005).

Pernikahan pariban merupakan pernikahan ideal bagi orang Batak karena mampu mewujudkan semakin kuatnya kesatuan dan aliran cinta kasih dalam pihak saudara ibu dan saudari ayah (Tambunan, 1982). Hal ini dipertegas oleh hasil penelitian yang dilakukan Fessler (2007) mengenai pernikahan antar impal (pariban) pada Suku Batak Karo yang menyatakan bahwa pernikahan antar impal adalah pernikahan yang ideal karena bisa meningkatkan kekerabatan dan mempertahankan status ritual.

Pernikahan pariban bisa terjadi dengan dua cara yaitu melalui pacaran dan perjodohan. Pernikahan pariban sering terjadi dalam Budaya batak. Salah satu keuntungan menikah dengan pariban bisa mempererat tali kekeluargaan. Namun pernikahan pariban juga memiliki kelemahan, menikah dengan pariban harus


(19)

4

bertanggungjawab terhadap keharmonisan pernikahan. Hal ini disebabkan masalah kedua pasangan suami istri akan menjadi masalah besar kedua keluarga.

Pernikahan dengan pariban awalnya bertujuan untuk pembagian harta warisan. Di masyarakat Batak tradisional dahulu, seorang anak dinikahkan dengan paribannya supaya harta keluarganya tidak jatuh ke tangan orang lain. Hal ini dilakukan agar harta keluarga diturunkan kepada saudara sendiri yang sudah jelas siapa orangnya dari pada harta keluarga nanti akan diwariskan kepada orang yang tidak dikenal (Lacapitale, 2012).

Tradisi perjodohan dengan pariban ini masih bertahan hingga sekarang. Namun sesuai dengan perkembangan jaman, tujuan perjodohan dengan pariban sudah tidak lagi seputar persoalan harta warisan. Saat ini, tujuan perjodohan dengan pariban sering kali demi menjaga kekerabatan di dalam sebuah keluarga besar. Hal ini disebabkan kekhawatiran orangtua akan longgarnya hubungan kekerabatan di dalam keluarga besar jika anak di dalam keluarga tersebut menikah dengan orang yang tidak dekat dengan keluarganya (Lacapitale, 2012).

Menurut masyarakat Batak sendiri, orangtua dan keluarga masih memegang peranan yang besar dalam penentuan pasangan hidup seseorang. Dalam masyarakat Batak pernikahan terjadi bukan hanya antara kedua individu yang akan menikah, tetapi juga pernikahan antar dua keluarga. Tidak jarang orangtua dan keluarga menolak pilihan calon pasangan hidup anak mereka jika calonnya tersebut bukan berasal dari orang Batak. Para orang tua mengatur kesepakatan dalam menentukan pernikahan, siapa pasangan yang cocok untuk anaknya, dengan cara dijodohkan (Tambunan, 1982).


(20)

Pemuda maupun pemudi Batak sudah mengenal istilah pariban sejak kecil, sehingga banyak pemuda/pemudi Batak yang menjalin hubungan dengan pariban bahkan ada yang sampai ke jenjang pernikahan. Berpacaran dengan pariban membuat pemuda/pemudi harus serius dalam menjalankan hubungan, karena kalau hanya sekedar main-main akan mempermalukan kedua keluarga. Pacaran dengan pariban tidak hanya sekedar pacaran biasa, tapi juga menjaga nilai hubungan keluarga.

Setelah menikah, maka istri berada di bawah kekuasaan kerabat suami, hidup matinya menjadi tanggungjawab kerabat suami dan menetap diam di tempat kerabat suami. Pada umumnya bentuk pernikahan pariban berlaku adat “pantang cerai”, jadi senang dan susah selama hidupnya istri harus bersedia mendampingi suami. Dalam rumah tangga pariban kewajiban seorang suami memikul kehidupan rumah tangga sedangkan istri hanya sebagai pendamping (Hadikusuma, 2003).

Menurut Tambunan (1982) dalam budaya Batak hubungan pernikahan antara suami-istri sangat menentukan keberhasilan dan kepuasan sebuah rumah tangga dapat tercapai. Banyak faktor yang harus diketahui suami-istri dalam usaha mencapai kepuasan pernikahan itu.

Menurut Dariyo (2003) kebahagiaan lahir dan batin dalam membina kehidupan rumah tangga dapat diraih dengan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam pernikahan. Menurut beberapa penelitian, pasangan yang memiliki banyak kesamaan seperti: ketertarikan pada hobi, ketertarikan pada jumlah anak (Kaslow & Robinson, 1996), keyakinan pada


(21)

6

agama, dan philosophy kehidupan (Bradbury et al., 2000; Chinitz, 2001; Greeff, 2000; Greenberg 1996; Kohn 2001; Rosen Grandon, 1998) dengan pasangannya akan mempengaruhi kepuasan pernikahan.

Menurut Hawkins (dalam Olson & McCubbin, 1983) kepuasan pernikahan merupakan perasaan subjektif akan kebahagiaan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan dalam pernikahan dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam pernikahan. Sebuah pernikahan dapat dikatakan mencapai kepuasan apabila kedua pasangan dapat sepenuhnya menerima pasangannya dan kepuasan itu dirasakan dari waktu ke waktu sepanjang rentang pernikahannya (Bowman & Spanier dalam Gray & Burks, 1983).

Menurut DeGenova (2008) dua tahun pertama pernikahan itu bisa digunakan untuk memprediksi kepuasan pernikahan yang dialami oleh sepasang suami istri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Huston, Caughlin, Houts, Smith, dan George (2001) yang meneliti hubungan dua tahun pertama pernikahan dengan kepuasan pernikahan dan hasilnya menunjukkan perubahan yang terjadi setelah dua tahun pertama akan mempengaruhi nasib dari pernikahan. Perubahan tersebut seperti cara mengekspresikan kasih sayang, memiliki sikap yang bertentangan yang bisa membuat pernikahan menjadi tidak harmonis yang berujung pada ketidakpuasan pernikahan (DeGenova, 2008).

Tingginya tingkat kepuasan dalam pernikahan antara suami-istri bisa juga disebabkan karena harapan yang dimiliki suami atau istri sangat besar terhadap pernikahannya. Ketika harapan yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan


(22)

maka suami atau istri akan merasakan ketidakpuasan dalam pernikahannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Epstein & Eidelson (1981) pasangan yang tidak bahagia menunjukkan harapan yang tidak realistik terhadap pasangannya (dalam Santrock, 1995).

Menurut Tambunan (1982) pasangan suami istri yang menerima paribannya sebagai suami atau istri harus menjalani hubungan pernikahan yang baik terlepas dari harapan yang dimiliki suami atau istri terhadap pasangannya, karena hubungan yang baik antara suami istri sangat menentukan keberhasilan sebuah rumah tangga yang bahagia sehingga akan berujung pada kepuasan pernikahan. Kalau suatu pernikahan dengan pariban itu berhasil baik, sudah tentu segala sesuatu akan dapat tercapai dengan baik dan memuaskan baik itu dalam kehidupan rumah tangga maupun dimasyarakat. Pasangan yang memiliki pandangan yang positif terhadap hidup juga lebih bisa menjaga hubungan pernikahan yang memuaskan (DeGenova, 2008).

Berdasarkan fenomena diatas, pernikahan pariban masih banyak terjadi dalam Budaya Batak. Untuk itu peneliti ingin mengetahui gambaran kepuasan

pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam suku Batak”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai: “Gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam Suku Batak berdasarkan aspek-aspek kepuasan pernikahan?”


(23)

8

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain, adalah: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis membangun dan mengembangkan khasanah keilmuan dan pengetahuan bidang Psikologi khususnya Psikologi Perkembangan. Penelitian ini ingin memberikan sumbangan yang berupa kajian yang mendalam mengenai kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam Suku Batak.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan masukan kepada pasangan yang menikah melalui perjodohan untuk mencapai kepuasan pernikahan.

b. Memberikan informasi kepada pasangan yang menikah dengan pariban mengenai apa-apa saja aspek yang bisa mempengaruhi kepuasan pernikahan.

c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan penelitian dapat dijadikan sebagai masukan dan acuan sehingga dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya.


(24)

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi atas lima bab dan masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Sistematika penulisan penelitian ini adalah:

Bab I: Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II: Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian. Meliputi landasan teori mengenai Pernikahan, Kepuasan Pernikahan, Budaya Batak, Pernikahan dalam Budaya Batak, Dewasa Awal, dan Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak.

Bab III: Metodologi Penelitian

Bab ini membicarakan tentang metode kualitatif yang digunakan termasuk teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini serta metode pengambilan data. Selain itu juga memuat responden penelitian dan lokasi penelitian. Bab IV: Analisa dan Interpretasi

Bab ini akan memuat deskripsi data, analisa data, dan pembahasan. Bab V: Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Bab ini akan menjelaskan kesimpulan dari penelitian ini, diskusi mengenai hasil penelitian yang ada serta saran-saran yang dianjurkan mengenai penelitian ini.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kepuasan Pernikahan 1. Defenisi Pernikahan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa (Hadikusuma, 2007).

Menurut Duvall & Miller (1985) Pernikahan merupakan suatu bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi hubungan seksual, legitimasi untuk memiliki keturunan (memiliki anak), dan penetapan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pasangan.

Menurut Papalia, Olds & Feldman, 2008 ; Atwater & Duffy, 2005 ; Santrock, 1995 pernikahan adalah pernyataan telah menikah yang melibatkan hubungan antara laki-laki dan perempuan secara legal dan tinggal bersama juga penyatuan antara dua sistem keluarga yang saling beradaptasi secara keseluruhan dan mengembangkan sebuah sistem baru yaitu sistem ketiga.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang bersatu secara legal, meliputi hubungan seksual, memiliki keturunan, memiliki kewajiban, tinggal bersama, serta menyatukan dua sistem keluarga yang berbeda.


(26)

2. Bentuk-Bentuk Pernikahan

Adat pernikahan sangat beragam akan tetapi secara umum ada beberapa bentuk pernikahan menurut Papalia, Olds, & Feldman (2008), yaitu :

1) Pernikahan Monogami

Pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana pada prinsipnya suami hanya mempunyai satu istri begitupun sebaliknya istri hanya mempunyai satu suami.

2) Pernikahan Poligami

Pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana seorang laki-laki menikahi banyak perempuan.

3) Pernikahan Poliandrus

Pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana perempuan menikahi lebih dari satu laki-laki atau memiliki suami lebih dari satu.

Menurut Coleman & Watson (2005) dan Prinst (2004) dalam Budaya Batak ada beberapa sistem pernikahan pada masyarakat Indonesia, yaitu :

1) Sistem Endogami

Pada sistem ini seseorang harus menikah dengan sesama anggota kelompok atau komunitas tertentu. Pada sistem ini seseorang hanya diperbolehkan menikah dalam keluarganya sendiri (Prinst, 2004).

2) Sistem Eksogami

Pada sistem ini seseorang harus menikah dengan orang dari luar suku keluarganya atau dari luar marganya.


(27)

12

3) Sistem Eleutherogami

Pada sistem ini tidak dikenal adanya larangan-larangan atau keharusan menikah dengan kelompok tertentu. Larangan-larangan yang ada hanyalah yang memiliki ikatan darah atau kekeluargaan dekat (Prinst, 2004).

3. Proses Menuju Ikatan Pernikahan

Menurut Papalia, Olds, & Feldman (2008) secara sejarah dan lintas kultural cara paling umum dalam memilih pasangan untuk memasuki ikatan pernikahan bisa dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:

a) Perjodohan

Perjodohan adalah suatu cara untuk mencari pasangan hidup seseorang dengan landasan keserasian antara kedua belah pihak. Perjodohan bisa dilakukan oleh orangtua maupun mak comblang. Perjodohan bisa terjadi dari masa-masa kanak-kanak dan individu yang dijodohkan akan bertemu saat pernikahan hendak dilaksanakan.

b) Pacaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pacaran didefenisikan sebagai, “Hubungan dengan teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan bathin, biasanya menjadi tunangan atau kekasih”. Menurut kamus bahasa Indonesia kontemporer (Salim & Salim, 1991), pacaran didefenisikan sebagai: “Hubungan dengan lawan jenis yang tetap dan


(28)

Menurut DeGenova (2008) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas untuk mengenal satu sama lain, mempelajari, bersosialisasi, dan memilih pasangan dengan pilihan mutual. Proses pacaran dilakukan sebagai dasar pernikahan.

4. Definisi Kepuasan Pernikahan

Menurut Hawkins (dalam Olson dan McCubbin, 1983) kepuasan pernikahan merupakan evaluasi perasaan subjektif akan kebahagiaan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan dalam pernikahan dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam penikahan.

Menurut DeGenova (2008); Bradbury, Fincham & Beach (2000) kepuasan pernikahan merupakan sejauh mana pasangan puas dan memiliki perasaan yang positif terhadap hubungan pernikahan serta terpenuhinya harapan dan kebutuhan pasangan dalam hubungan pernikahan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah evaluasi perasaan subjektif akan kebahagiaan, pengalaman menyenangkan, perasaan yang positif terhadap hubungan pernikahan serta terpenuhinya harapan dan kebutuhan.


(29)

14

5. Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan

Menurut Olson & McCubbin (1983) terdapat beberapa aspek dalam pernikahan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pernikahan, antara lain :

a. Personality issue

Aspek ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Melihat bagaimana persepsi indivdu terhadap perilaku dan sifat pasangan. Sifat contohnya lambat, pemarah, pemurung, pecemburu, dan posesif, juga melihat bagaimana ketergantungan, dan kecenderungan pasangan dalam mendominasi di dalam rumah tangga.

Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila individu bisa menyesuaikan diri dengan pasangan dan merasa puas dengan kepribadian pasangan. Sedangkan kepuasan pernikahan dikatakan tidak tercapai apabila individu kurang menerima atau kurang nyaman dengan kepribadian dan perilaku pasangan.


(30)

b. Communication

Aspek ini melihat bagaimana perasaan, keyakinan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Seberapa penting peran komunikasi di dalam hubungan pernikahan. Area ini berfokus pada rasa senang yang dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi dimana mereka saling berbagi dan rasa yakin terhadap pasangan, persepsi pasangan dalam menerima dan memberikan informasi, dan respon yang diberikan saat berkomunikasi dengan pasangan.

Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima elemen dasar, yaitu: keterbukaan diantara pasangan (openness), kejujuran terhadap pasangan (honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain (ability to trust), sikap empati terhadap pasangan (empathy), dan kemampuan menjadi pendengar yang baik (listening skill).

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila pasangan menyadari dan puas dengan tipe komunikasi yang ada di dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan dikatakan tidak tercapai apabila kurang puas dengan komunikasi di dalam pernikahan.

c. Conflict resolution

Aspek ini berfokus untuk menilai sikap individu, perasaan, keyakinan yang mengarah terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya di dalam sebuah hubungan pernikahan. Area ini juga berfokus pada keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi dan prosedur yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah


(31)

16

bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain. Dan pasangan puas dengan cara pemecahan masalah yang dilakukan.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila adanya sikap yang realistis mengenai konflik di dalam hubungan pernikahan, dan nyaman dengan cara pemecahan masalah yang dilakukan di dalam hubungan pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila adanya rasa tidak puas dengan cara pemecahan masalah dalam hubungan pernikahan.

d. Financial management

Aspek ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk pengeluaran, dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Aspek ini berfokus kepada apakah individu cenderung menjadi boros atau menabung, memperhatikan masalah kredit dan utang, membuat keputusan dalam membelanjakan keuangan rumah tangga, adanya rasa puas terhadap status ekonomi dalam hubungan pernikahan.

Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock, 1980). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangannya dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila adanya rasa puas terhadap pengaturan keuangan yang dilakukan oleh pasangan dan sikap yang realistis terhadap keuangan rumah tangga. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai


(32)

apabila menunjukkan adanya berbagai masalah karena pengaturan keuangan dalam hubungan rumah tangga.

e. Leisure activity

Aspek ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila menunjukkan adanya kecocokan, fleksibilitas, dan kesepakatan dalam menggunakan waktu bersama. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila menunjukkan adanya ketidakpuasan dalam menghabiskan waktu luang bersama pasangan di dalam hubungan pernikahan.

f. Sexual relationship

Aspek ini menilai perasaan individu dan konsen pada kasih sayang dan hubungan seksual. Merefleksikan kepuasan dalam mengekspresikan kasih sayang, rasa nyaman dalam membicarakan masalah seksual, sikap terhadap perilaku seksual, hubungan seksual, keputusan dalam pengendalian kelahiran, dan perasaan tentang kesetiaan terhadap pasangan.

Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak tercapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, dan dapat membaca


(33)

18

tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila mencerminkan kepuasan dalam mengekspresikan kasih sayang dan sikap positif tentang peran seksualitas dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan adanya ketidakpuasan dalam mengekspresikan kasih sayang dalam hubungan pernikahan dan perselisihan atas keputusan mengenai pengendalian kelahiran.

g. Children and Marriage

Aspek ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak, kesepakatan dalam jumlah anak. Fokusnya adalah seberapa besar pengaruh anak dalam hubungan rumah tangga, kepuasan terhadap peran dan tanggung jawab sebagai orangtua dalam membesarkan anak. Bagaimana orangtua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila ada kesepakatan mengenai jumlah anak yang diinginkan, persepsi mengenai pengaruh anak dalam hubungan pernikahan, dan kepuasan terhadap peran dan tanggungjawab orangtua. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila kurangnya kesepakatan mengenai keputusan untuk memiliki anak dan ukuran keluarga yang dimiliki,


(34)

konsep yang berlebihan terhadap pengaruh anak dalam hubungan pernikahan, dan rasa tidak nyaman mengenai peran dan tanggung jawab orangtua.

h. Religious orientation

Aspek ini menilai sikap individu, perasaan dan perhatian mengenai makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pernikahan. Jika seseorang memiliki keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang perduli terhadap hal-hal keagamaan dan mau beribadah.

Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada anaknya. Mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anut.

Kepuasan pernikaha akan tercapai apabila mencerminkan pandangan yang lebih tradisional bahwa agama merupakan komponen yang sangat penting di dalam sebuah pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan interpretasi yang lebih individualitas dan kurangnya peran agama dalam pernikahan.

i. Family and Friends

Aspek ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Aspek ini juga merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan teman-teman. Pernikahan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunakan sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri, jika


(35)

20

ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama (Hurlock, 1980).

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila mencerminkan hubungan yang nyaman dengan keluarga dan teman. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan adanya ketidaknyamanan ketika bersama keluarga dan teman-teman, dan adanya potensi untuk munculnya konflik.

j. Egalitarian role

Aspek ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, peran rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila menunjukkan adanya peran yang beragam dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila menunjukkan kurangnya kepuasan, yang mengindikasikan adanya peran suami-istri secara tradisional dalam pernikahan dan tanggung jawab dalam rumah tangga.


(36)

B. Budaya Batak

1. Defenisi Budaya Batak

Budaya batak adalah salah satu Budaya yang memegang teguh adat istiadat kebudayaannya. Budaya yang memiliki solidaritas kekeluargaan yang erat diantara satu marga dengan marga lainnya sehingga hal ini menjadi semacam tata hidup yang bernilai tinggi. Baik secara formal atau tidak sifat kekeluargaan berdasarkan Dalihan Na Tolu yang menjadi landasan hidup masyarakat Batak (Tambunan, 1982).

Masyarakat Batak mempertahankan kelestarian budayanya dengan mengikuti garis keturunan Ayah (patrilineal). Garis keturunan yang bersifat patrilineal turut menentukan dengan siapa seseorang boleh menikah dan tidak boleh menikah. Oleh karena itu pernikahan di daerah Batak bersifat eksogami (Tambunan, 1982). Eksogami artinya pernikahan dilakukan diluar klan atau marga.

Masyarakat Batak secara sadar mengikuti marga turun temurun. Anak-anak lelaki dan perempuan dari seorang ayah menggunakan marga ayahnya, dan pernikahan semarga sangat terlarang karena orang semarga masih dianggap saudara kandung. Dan seorang wanita tidak berhak lagi memakai marga ayahnya setelah ia menikah, dan secara otomatis pula ia memakai marga suaminya (Tambunan, 1982).


(37)

22

2. Pernikahan dalam Budaya Batak

Pernikahan adalah suatu keharusan bagi setiap orang. Selain panggilan alamiah, pernikahan dianggap suci dan membawa kebahagiaan untuk meneruskan keturunan. Adat istiadat pernikahan dalam Budaya Batak merupakan salah satu bagian dari kebudayaan (Tambunan, 1982).

Pernikahan dalam Budaya Batak harus keluar dari klan atau marga dan harus pula dikuatkan oleh adat. Adat dan jiwa itu mengikat batin kedua mempelai, disamping cinta kasih yang telah dahulu mempersatukan kedua insan tersebut. Pernikahan dalam Budaya Batak hanya mengizinkan bentuk pernikahan monogami. Pernikahan monogami merupakan pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan di mana seorang suami hanya memiliki satu istri begitupun sebaliknya seorang istri hanya memiliki satu suami (Tambunan, 1982).

Pernikahan dalam masyarakat Batak itu sendiri terjadi bukan hanya antara kedua individu yang akan menikah, tetapi juga pernikahan antar dua keluarga. Tidak jarang orangtua dan keluarga menolak pilihan calon pasangan hidup anak mereka jika calonnya tersebut bukan berasal dari Batak (Tambunan, 1982). Hal ini disebabkan adanya kekhwatiran akan lunturnya kekerabatan dalam suatu keluarga terjadi jika seorang anak tidak menikah dengan seseorang yang tidak dekat dengan keluarganya. Terlebih lagi jika kedekatan antar keluarga yang telah bersatu tidak dapat terjalin (Tambunan, 1982).


(38)

3. Jenis-Jenis Pernikahan dalam Budaya Batak

Menurut Prinst (2004) jenis-jenis pernikahan dalam Budaya Batak adalah sebagai berikut:

1. Pernikahan dengan Pariban

Pada masyarakat Batak, jika berbicara tentang pernikahan maka tidak jauh-jauh dari yang namanya pasangan hidup. Baik itu perjodohan dengan pariban maupun pacaran dengan pariban. Hal ini bukanlah hal yang aneh, karena dengan berbagai macam tradisi di masyarakat Batak, terkadang pemuda Batak pun dituntut untuk memiliki pasangan hidup yang berasal dari suku sendiri. Masyarakat Batak tentu tidak asing lagi dengan yang namanya perjodohan dengan pariban. Seorang pemuda Batak pertama-tama akan dipasangkan dengan anak perempuan mama‟nya atau tulang (paman, saudara ibu), sedangkan pemudi dengan anak laki-laki bibinya (Tambunan, 1982).

Awal sejarah dari perjodohan dengan pariban sendiri adalah pembagian harta warisan. Di masyarakat Batak tradisional dahulu, seorang anak dinikahkan dengan paribannya supaya harta keluarganya tidak jatuh ke tangan orang lain. Hal ini dilakukan agar harta keluarga diturunkan kepada saudara sendiri yang sudah jelas siapa orangnya dari pada harta keluarga nanti akan diwariskan kepada orang yang tidak dikenal (Lacapitale, 2012).

Tradisi perjodohan dengan pariban masih bertahan hingga sekarang. Namun sesuai dengan perkembangan jaman, tujuan perjodohan dengan pariban sudah tidak lagi seputar persoalan harta warisan. Saat ini, tujuan perjodohan dengan pariban sering kali demi menjaga kekerabatan di dalam sebuah keluarga


(39)

24

besar. Karena tidak jarang ada kekhawatiran akan longgarnya hubungan kekerabatan di dalam keluarga besar jika anak di dalam keluarga tersebut menikah dengan orang yang tidak dekat dengan keluarganya. Khawatir akan adanya perubahan hubungan kekerabatan di dalam keluarga (Lacapitale, 2012).

Penentuan pasangan hidup di masyarakat Batak sendiri masih dipegang oleh orangtua dan keluarga. Orang Batak sangat menghormati orang tua. Etika hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral sebagaimana yang tercantum dalam ajaran agama leluhur merupakan ciri lain dari suku Batak. Mereka mengatakan bahwa orangtua merupakan wali dari Allah di dunia (Tambunan, 1982).

Pacaran dengan pariban juga merupakan hal yang biasa dalam Budaya Batak. Pacaran dengan pariban tidak boleh main-main, sekali pacaran dengan pariban maka harus melanjutkan ke jenjang pernikahan. Pacaran dengan pariban juga dilandaskan kecocokan dengan pariban yang akan mempengaruhi kebahagiaan rumah tangga.

2. Pernikahan Gancih abu (ganti tikar)

Pernikahan dimana seorang perempuan menikah dengan seorang laki-laki menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai istri (Prinst, 2004).

3. Pernikahan Lako man (turun ranjang)

Pernikahan dimana seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang awalnya adalah istri saudaranya atau bapaknya yang telah meninggal (Prinst, 2004).


(40)

C. Dewasa Awal 1. Defenisi Dewasa Awal

Istilah adult berasal dari bentuk lampau kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna, atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, individu dewasa awal adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan individu dewasa lainnya (Hurlock, 1980). Masa dewasa awal dimulai pada umur 20 sampai 40 tahun (Papalia, Olds & Feldman, 2008) saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock, 1980). Individu dewasa awal diharapkan memainkan peranan baru seperti peran suami/isteri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini.

Menurut Santrock (1995) masa dewasa awal adalah masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa dan transisi dari sekolah menengah ke atas menuju universitas. Pada masa dewasa awal tidak hanya mencapai puncak kemampuan fisik saja tetapi juga penurunan kemampuan fisik.

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Menurut Hurlock (1980) tugas perkembangan pada individu dewasa awal, antara lain:

a) Mulai bekerja


(41)

26

c) Belajar hidup bersama suami atau istri membentuk sebuah keluarga d) Mengasuh dan membesarkan anak

e) Mengelola rumah tangga

f) Mengambil tanggung jawab sebagai warga Negara g) Mencari kelompok sosial yang menyenangkan

Menurut Havighurst (dalam Aiken, 2002) tugas perkembangan dewasa awal adalah:

a) Mencari dan menemukan calon pasangan hidup serta menikah b) Membina kehidupan rumah tangga

c) Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan rumah tangga d) Menjadi warga Negara yang bertanggung jawab

D. Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan yang Menikah dengan Pariban dalam Suku Batak

Menurut Hawkins (dalam Olson & McCubbin, 1983) kepuasan pernikahan adalah perasaan subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh masing-masing pasangan dalam pernikahan dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek dalam pernikahan. Kepuasan pernikahan termasuk kualitas pernikahan, penyesuaian pernikahan dan kebahagiaan pernikahan (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

Kepuasan pernikahan juga ditandai dengan terpenuhinya harapan-harapan mengenai pernikahan. Ketika seseorang merasa pernikahannya tidak sesuai dengan harapan maka akan tercapai rasa tidak bahagia. Menurut Dariyo (2003) kebahagiaan lahir dan batin dalam membina kehidupan rumah tangga dapat diraih


(42)

dengan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam pernikahan.

Penentuan pasangan hidup dalam masyarakat Batak masih ditentukan oleh orangtua. Karena pernikahan dalam budaya Batak tidak hanya antara dua individu melainkan pernikahan antar dua keluarga. Tidak jarang orangtua dan keluarga menolak pilihan calon pasangan hidup anak mereka jika calonnya tersebut bukan berasal dari orang Batak. Para orang tua mengatur kesepakatan dalam menentukan pernikahan, siapa pasangan yang cocok untuk anaknya, dengan cara di jodohkan (Tambunan, 1982).

Pernikahan berdasarkan perjodohan biasa disebut pernikahan dengan pariban dalam budaya Batak. Pernikahan pariban juga bisa terjadi dengan cara pacaran dengan pariban. Pernikahan yang ideal menurut budaya Batak dimana seorang laki-laki mengambil anak perempuan pamannya untuk dijadikan istri. Dalam budaya Batak hubungan pernikahan antara suami-istri sangat menentukan keberhasilan dan kepuasan sebuah rumah tangga dapat tercapai. Banyak faktor yang harus diketahui suami-istri dalam usaha mencapai kepuasan pernikahan itu (Tambunan, 1982).

Menurut Tambunan (1982) pasangan suami istri yang menerima impal atau paribannya sebagai suami atau istri harus menjalani hubungan pernikahan yang baik terlepas dari harapan yang dimiliki suami atau istri terhadap pasangannya, karena hubungan yang baik antara suami istri sangat menentukan keberhasilan sebuah rumah tangga yang bahagia sehingga akan berujung pada kepuasan pernikahan. Kalau suatu pernikahan dengan pariban itu berhasil baik,


(43)

28

sudah tentu segala sesuatu akan dapat tercapai dengan baik dan memuaskan baik itu dalam kehidupan rumah tangga maupun dimasyarakat.

Puas atau tidaknya pasangan dalam hubungan pernikahannya dapat pula dilihat dari berbagai kesamaan yang dimiliki pasangan. Pasangan pernikahan dengan pariban berasal dari budaya yang sama, memakai bahasa yang sama, menganut agama yang sama. Hal ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan oleh Bradburry et al (2000) mengenai faktor yang menentukan kepuasan pernikahan bahwa memiliki banyak kesamaan dengan pasangan baik itu suami atau istri akan mempengaruhi kepuasan pernikahan.


(44)

E. Dinamika Teoritis

Budaya Batak

Penentuan pasangan hidup

Ditetapkan oleh ortu/ dijodohkan Berpacaran

Pernikahan ideal dalam Budaya Batak Pernikahan dengan Pariban

Pasangan pariban harus menjaga hubungan yang baik & mengesampingkan harapan dalam pernikahan

Kepuasan pernikahan (Olson & McCubbin, 1983)

1. Personality issue 2. Communication 3. Conflict resolution 4. Financial management 5. Leisure activity

6. Sexual relationship 7. Children and marriage 8. Religious orientation 9. Family and friends

Jenis Pernikahan dalam Budaya Batak

Nilai-nilai dalam Budaya Batak

-Menjunjung tinggi kebersamaan keluarga

- Suami memiliki peran utama dalam keluarga sedangkan istri hanya sebagai peran pembantu

- Mengutamakan anak laki-laki sebagai penerus marga

-Berlaku adat pantang cerai -Jika terjadi masalah akan mempengaruhi

keharmonisan kedua keluarga besar

-Menbuat hubungan kekeluargaan semakin dekat

Harus melanjutkan pada jenjang pernikahan karena kalau tidak serius akan mempermalukan kedua keluarga besar.

Sering dilakukan oleh orangtua dalam Budaya Batak karena pernikahan pariban tidak hanya menikahkan kedua individu namun menikahkan dua keluarga. Terjadinya pernikahan pariban -ketertarikan pada pasangan -harapan orangtua -harapan budaya


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Menurut Poerwandari (2009) metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain.

Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata (Patton dalam Poerwandari, 2009).

Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk melihat gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam Suku Batak dengan dasar pemikiran bahwa kepuasan pernikahan merupakan hal yang subjektif di dalam kehidupan seseorang.

B. Responden Penelitian

1. Karakteristik responden penelitian  Pasangan yang menikah dengan pariban

Dalam penelitian ini yang diangkat menjadi responden penelitian adalah pasangan suami istri yang menikah dengan pariban baik itu pernikahan melalui perjodohan maupun yang


(46)

melakukan proses pacaran. Hal ini dilakukan karena yang menikah dengan pariban tidak hanya suami atau istri saja melainkan kedua-duanya sehingga kedua pasangan tersebut menjadi responden penelitian.

 Sudah memasuki usia pernikahan lebih dari 2 tahun

Menurut DeGenova dua tahun pertama pernikahan itu bisa digunakan untuk memprediksi kepuasan pernikahan yang dialami oleh sepasang suami istri karena setelah dua tahun pertama mulai terlihat hal-hal yang membuat ketidakpuasan dalam rumah tangga terjadi.

2. Jumlah responden penelitian

Penelitian kualitatif tidak mementingkan jumlah responden penelitian, yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah responden bisa memberikan sebanyak mungkin informasi yang ingin dicapai. Pada penelitian ini jumlah responden yang direncanakan sebanyak 2 pasang suami-istri yang menikah melalui perjodohan maupun pernikahan melalui proses pacaran dengan pariban dalam suku Batak.

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel berdasarkan teori dimana sampel dipilih berdasarkan criteria tertentu, berdasarkan teori atau sesuai dengan tujuan penelitian (Poerwandari, 2009).


(47)

32

4. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Sumatera Utara, karena terdapat kemudahan bagi peneliti dalam menemukan sampel karena di Sumatera Utara merupakan mayoritas penduduknya bersuku Batak.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara. Hal ini sesuai dengan pendapat Poerwandari (2009) yang mengatakan ada beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu (a) observasi, (b) wawancara, (c) Fokus group discussion, dll. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi sebagai penunjang yang menggambarkan

setting alamiah saat wawancara. 1. Wawancara

Menurut Banister dkk (1994) wawancara adalah percakapan dan Tanya jawab untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk memperoleh pengetahuan dan informasi (dalam Poerwandari, 2009).

Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.

Jenis wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Banister (1994) menjelaskan bahwa wawancara mendalam adalah wawancara yang tetap menggunakan pedoman wawancara, namun penggunaannya tidak hanya wawancara terstruktur. Pedoman wawancara berisi


(48)

pertanyaan terbuka yang bertujuan agar arah wawancara tetap sesuai dengan tujuan penelitian. (Poerwandari, 2009). Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan (Patton dalam poerwandari, 2009).

D. Alat Bantu Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (2009) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 alat bantu, yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman wawancara juga berperan sebagai kerangka berpikir ketika melakukan wawancara dengan subjek. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan landasan teoritis yang telah dijabarkan di Bab II proposal ini.

2. Alat Perekam

Alat perekam digunakan untuk memudahkan peneliti untuk mengulangi kembali hasil wawancara yang telah dilakukan. Dengan adanya hasil rekaman wawancara tersebut akan memudahkan peneliti apabila ada kemungkinan data


(49)

34

yang kurang jelas sehingga responden yang diwawancarai dapat dihubungi kembali. Penggunaan alat perekam ini dilakukan dengan memperoleh persetujuan responden terlebih dahulu. Selain itu alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari responden. Alat perekam juga berguna untuk mengulang hasil rekaman wawancara.

E. Kredibilitas (Validitas) Penelitian

Dalam penelitian kualitatif dikenal istilah kredibilitas dan dalam penelitian kuantitatif disebut validitas. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif: variabel) dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2009), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks.

Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, antara lain dengan:

1. Memilih sampel yang sesuai dengan karakteristik, yaitu pasangan pariban yang menikah melalui proses pacaran dan pasangan pariban yang menikah melalui proses perjodohan.


(50)

3. Melakukan analisis data penelitian berdasarkan “validitas argumentatif” yang dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data mentah.

F. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua tahap penelitian, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan dilakukan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian:

a. Pertama, peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan aspek-aspek kepuasan pernikahan pada pasangan pariban. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukkan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan mengenai isi pedoman wawancarara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara.

b. Kedua, peneliti membuat pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku responden selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku responden dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara selesai.


(51)

36

c. Peneliti selanjutnya mencari responden yang sesuai dengan karakteristik responden penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada responden tentang kesiapannya untuk diwawancarai. Setelah responden bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan responden mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah dilakukan tahap persiapan penelitian kemudian masuk ke tahap pelaksanaan penelitian.

a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara

Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan responden. Konfirmasi ulang ini dilakukan sehari sebelum wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan responden dalam keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan wawancara.

b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara

Sebelum melakukan wawancara, peneliti meminta responden untuk menandatangani “Lembar Persetujuan Wawancara” yang menyatakan bahwa responden mengerti tujuan wawancara, bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu-waktu serta memahami bahwa hasil wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Setelah itu,


(52)

peneliti mulai melakukan proses wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya.

c. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip verbatim

Setelah proses wawancara selesai dilakukan dan hasil wawancara telah diperoleh, peneliti kemudian memindahkan hasil wawancara ke dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding dengan membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2009).

d. Melakukan analisa data

Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai dibuat kemudian dibuatkan salinannya. Peneliti kemudian menyusun dan menganalisa data dari hasil transkrip wawancara yang telah dikoding menjadi sebuah narasi yang baik dan menyusunnya berdasarkan alur pedoman wawancara yang digunakan saat wawancara.

e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran.

Setelah analisa data selesai, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan diskusi berdasarkan kesimpulan dan data hasil penelitian. Setelah itu, peneliti memberikan saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi dan data hasil penelitian.


(53)

BAB IV

ANALISA DAN INTERPRETASI

Pada bagian ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi. Untuk mempermudah pembaca dalam memahami kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam suku Batak, maka data akan dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasi per-responden. Interpretasi akan dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara.

Kutipan dalam setiap bagian analisa diberikan kode-kode tertentu sebab satu kutipan bisa diinterpretasikan beberapa kali. Contoh kode yang digunakan adalah : R1, W1, 30-38, maksud kode ini adalah kutipan dari Responden 1, wawancara pertama, baris 30 sampai 38.

A. Pasangan 1

1. Identitas Diri Responden 1 & 2

Tabel 1. Identitas Responden 1 & 2

Keterangan Suami Istri

Nama (Inisial) TL MN

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

Usia 27 tahun 26 tahun

Pendidikan Terakhir SMK MAN

Agama Islam Islam

Pekerjaan Supir Ibu Rumah Tangga

Umur pada saat menikah 23 Tahun 22 Tahun

Proses menikah Pacaran

Jumlah Anak 2 orang


(54)

2. Jadwal Wawancara Responden 1 & 2

Tabel 2. Jadwal Wawancara Responden 1 (TL) Responden Hari/ Tgl

Wawancara

Waktu Wawancara

Tempat Wawancara TL Rabu, 20 februari

2013

15.00-15.30 Wib Rumah TL TL Senin , 11 maret

2013

11.00-12.00 Wib Rumah TL TL Rabu , 13 maret

2013

16.20- 17.15 Wib Rumah TL TL Rabu, 03 April

2013

20.00-21.00 Wib Rumah TL

Tabel 3. Jadwal Wawancara Responden 2 (MN) Responden Hari/Tgl

Wawancara

Waktu Wawancara

Tempat Wawancara MN Senin, 18 Februari

2013

15.00-17.00 Wib Rumah TL MN Selasa, 02 April

2013

16.00-18.00 Wib Rumah TL

3. Gambaran Umum Responden 1 & 2

Pasangan 1 merupakan pasangan yang menikah dengan cara berpacaran. Responden pertama ialah TL. TL merupakan anak kedua dari dua bersaudara sedangkan MN anak kedua dari enam bersaudara. TL merupakan suami dari MN. Hubungan keluarga antara TL dan MN sangat dekat yaitu bersepupu kandung.

Pernikahan TL dan MN merupakan pernikahan pariban karena adanya hubungan keluarga. Istri TL merupakan seorang ibu rumah tangga yang mempunyai pendidikan yang sederajat dengan TL. Saat ini TL tinggal bersama kedua orangtua, istri dan anak. TL sudah memiliki dua orang anak.


(55)

40

Kesibukan TL sebagai seorang Supir membuat TL jarang menghabiskan waktu bersama keluarga. TL juga jarang melakukan aktivitas bersama kedua anaknya. Meskipun memiliki waktu yang sedikit TL tetap berusaha melakukan aktivitas semaksimal mungkin saat memiliki waktu luang untuk bercengkerama dengan keluarga.

4. Analisa Data Wawancara Responden 1 I. Pernikahan Pariban

TL dan pasangan sebenarnya sudah saling mengenal dan sering bertemu sejak kecil. Orangtua TL dan orangtua pasangan merupakan saudara kandung. Sehingga membuat TL sering bertemu dengan pasangan. Pernikahan pariban terjadi ketika pasangan memutuskan untuk tinggal dan membantu orangtua TL yang berjualan. Selama tinggal di rumah, TL mulai menyukai pasangan hingga memutuskan untuk melamar pasangan.

Menurut TL, terlalu lama pacaran banyak efek negatifnya. Akhirnya TL memutuskan untuk melamar pasangan menjadi istrinya. Menikah merupakan menjalin hubungan antara dua jenis kelamin yang berbeda dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

“Melalui pacaran gak sengaja.. hehehe.. (tertawa). Iya, jadi dulu kakak ni kan datang ke sini buat bantu-bantu bouk nya eh lama-lama ditengok abang malah suka sama pariban abang yang satu ni, mungkin karena sering jumpa ya. Kita kan tinggal serumah. Karena takut lama-lama kan pacaran serumah, takut buat fitnah jadi abang memutuskan untuk melamar kakak.”

(R1, W1, 36-55)

“Pernikahan itu menyatukan dua orang yaitu laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan. Selain itu pernikahan juga untuk mencapai keluarga yang Sakinah Mawaddah wa Rahmah.”


(56)

(R1, W1, 1-12)

Pernikahan dengan Pariban merupakan tradisi dalam keluarga TL dan istilah menikah dengan pariban sudah akrab di telinga TL. Dekatnya hubungan kekeluargaan antara TL dan pasangan, membuat TL memiliki suatu keyakinan bahwa pasangan akan menjadi istri yang baik dan dapat mengatur kehidupan rumah tangga. Sehingga TL dan pasangan memilih pariban sebagai pasangan hidup.

“Pernikahan pariban itu ya nikah sama anak mama (paman). Jadi pernikahan pariban itu terjadi ketika dua orangtua kita, misal pernikahan anak umak abang dengan anak abangnya atau adeknya yang laki-laki. Nah abang dan adek laki-laki dari umak abang itu punya anak perempuan, jadi anak perempuan tulang abang itulah paribannya abang. Pariban ini pariban kandung, istri abang merupakan anak dari paman abang.

(R1, W1, 13-35)

“Apa ya, mungkin karena keluarga juga, dan karena selama proses pacaran abang tengok ooh bagus juga anaknya, rajin. Rajn Shalat lagi. Makanya yakin untuk menjadikan pariban sebagai calon istri dan telah menjadi istri sekarang. Abang kan malas shalat dek nah si istri itu rajin sumbayangnya, jadi kan imbang, ada juga lah yang buat abang mau shalat walaupun kadang-kadang bertengkar juga kalau istri dah nyuruh shalat. Tapi abang bersyukur lah dapat istri yang rajin shalat. Lagipula kan abang juga kenal keluarga istri gimana, makanya tambah yakin.”

(R1, W4, 1-3)

II. Kepuasan pernikahan a. Personality issue

TL dan pasangan memiliki kepribadian yang berbeda, TL merupakan pribadi yang cenderung pendiam, sedangkan pasangan merupakan pribadi yang periang. Perbedaan kepribadian antara TL dan pasangan pada awal pernikahan menjadi tahap awal penyesuaian dalam rumah tangga TL.


(57)

42

“Kalau penyesuaian sama istri itu awal-awal menikah agak susah, ya paling penyesuaian sama perilaku aja dulu. Walaupun udah kenal sama istri dari sebelum menikah tapi tetap aja harus menyesuaikan sama sifat istri.”

(R1, W1, 56-67)

Menurut TL, setelah menikah pasangan menjadi lebih cerewet, hal ini sering membuat TL kesal dan merasa tidak nyaman.

“Penyesuaian yang sudah dilakukan sama istri itu, paling ya sama sifat ceria dia, semua dibawa senang-senang aja, terus merepet dia tu tuh yang dalam kondisi abang yang agak suntuk kadang-kadang buat abang gak tahan.”

(R1, W1, 68-79)

“Istri itu lebih bek-bek dalam bahasa mandailingnya tapi dalam bahasa kita cerewet, wuuuh cerewet kali dia sekarang. Beda lah dari sebelum menikah. Dulu gak sampe separah ini..”

(R1, W1, 80-90)

“Sebetulnya dibilang kesal iya, keberatan ya keberatan lah gak nyaman lah lebih tepatnya. siapa yang nyaman juga dek kalau abang nanti pulang kerja capek-capek eh istri bukannya nyambut dengan baik malah merepet merepet. Yang ada tambah pusing. Pokoknya keberatan kali lah sama sifat seperti itu, tapi ya itu ya kan kalau orang mandailing ni kalau gak bek-bek bukan mandailing namanya. Hehehe.”

(R1, W4, 140-169)

TL berharap pasangan menjadi lebih patuh, tidak cerewet dan lebih pengertian saat TL pulang bekerja. Sehingga TL bisa merasa nyaman ketika berada di rumah.

“Penginnya istri ltu nurut apa kata saya, nurut kata suami, patuh ama suami”

(R1, W1, 99-108)

“Belum terpenuhi, istri abang masih cerewet, masih bek-bek. Penginnya istri gak bek-bek sekali. Yang biasa aja yang bisa membuat suami nyaman ada di rumah. Janganlah bek-bek biar suami nyaman ada di rumah, gak tambah capek kalau pulang. Senyum lah kalau suami pulang kerja. Jangan di sambut dengan bek-bek.”

(R1, W4, 217-233)

Menurut TL, perilaku pasangan yang lebih berani dalam mengungkapkan perasaan disebabkan oleh faktor pariban. Karena sudah saling mengenal sejak


(1)

- Kesepakatan seperti apa yang diputuskan dalam membesarkan anak

h. Religious orientation

- Keyakinan agama seperti apa yang sering responden terapkan dalam kehidupan sehari-hari

- Apakah menurut responden agama itu penting dalam sebuah pernikahan

- Seberapa peduli responden dalam menjalankan agama

- Bagaimana cara responden mendidik anak dalam hal agama

- Bagaimana penerapan agama yang dilakukan responden terhadap anak

- Bagaimana harapan responden terhadap pasangan dalam hal agama

i. Family and friends

- Bagaimana hubungan responden dengan keluarga istri

- Bagaimana hubungan responden dengan ibu mertua

- Bagaimana hubungan responden dengan teman-teman istri

- Seberapa banyak responden menghabiskan waktu dengan para keluarga dan teman istri

j. Egalitarian role

- Bagaimana peran responden dalam rumah tangga

- Sudah sesuai atau tidak peran tersebut menurut responden

- Peran seperti apa yang diharapkan responden dari diri sendiri

- Bagimana kerjasama responden dengan istri dalam rumah tangga

- Apakah istri bekerja


(2)

Untuk Istri

Wawancara yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi:

I. Pandangan responden terhadap pernikahan dengan pariban

- Bagaimana pendapat responden terhadap pernikahan

- Bagaimana pendapat responden tentang pernikahan dengan pariban

- Apakah pernikahan terjadi karena dijodohkan atau melalui proses pacaran dengan pariban

- Bagaimana pendapat responden tentang pasangan pariban II. Aspek-aspek kepuasan pernikahan

a. Personality issue

- Bagamana penyesuaian responden terhadap suami

- Penyesuaian apa saja yang sudah dilakukan

- Apakah kepribadian suami berbeda dari sebelum menikah dengan sekarang

- Apa saja masalah yang terjadi mengenai kepribadian pasangan

- Tingkah laku seperti apa yang diharapkan dari suami b. Communication

- Bagaimana perasaan responden saat berkomunikasi dengan suami

- Hal apa saja yang sering di bicarakan dengan suami

- Komunikasi seperti apa yang diharapkan dengan suami

- Bagaimana keterbukaan responden terhadap suami c. Conflict resolution

- Bagaimana persepsi pasangan terhadap konflik yang dihadapi

- Bagaimana cara penyelesaian konflik yang diharapkan dari pasangan

- Apakah ada dukungan yang diberikan kepada suami kalau terjadi konflik


(3)

- Bagaimana keterbukaan pasangan dalam menghadapi konflik

d. Financial management

- Bagaimana cara responden dalam mengatur keuangan

- Apakah responden memberikan sepenuhnya hak kepada suami untuk mengelola keuangan

- Apakah responden percaya pada pengelolaan keuangan yang di buat suami

- Bagaimana keterbukaan pasangan dalam mengatur keuangan

e. Leisure activity

- Berapa banyak waktu yang dihabiskan dengan pasangan

- Apa pilihan aktivitas yang dilakukan responden dengan pasangan

- Bagaimana harapan responden terhadap aktivitas yang dilakukan bersama suami

- Bagaimana perasaan responden ketika menikmati waktu bersama suami

f. Sexual relationship

- Bagaimana pandangan pasangan terhadap hubungan seks dalam pernikahan

- Bagaimana kepuasan seksual di awal pernikahan

- Apakah harapan seksual responden terpenuhi atau tidak

- Bagaimana penyesuaian seksual terhadap pasangan

- Apakah ada msalah seperti perselingkuhan yang dilakukan pasangan

g. Children and parenting

- Bagaimana pengaruh anak terhadap pernikahan

- Bagaimana pandangan mendidik anak

- Bagaimana tentang kesepakatan dalam hal pengasuhan anak


(4)

- Kesepakatan seperti apa yang diputuskan dalam membesarkan anak

h. Religious orientation

- Keyakinan agama seperti apa yang sering responden terapkan dalam kehidupan sehari-hari

- Apakah menurut pasangan agama itu penting dalam sebuah pernikahan

- Seberapa peduli responden dalam menjalankan agama

- Bagaimana cara responden mendidik anak dalam hal agama

- Bagaimana penerapan agama yang dilakukan responden terhadap anak

- Bagaimana harapan responden terhadap pasangan dalam hal agama

i. Family and friends

- Bagaimana hubungan responden dengan keluarga suami

- Bagaimana hubungan responden dengan ibu mertua

- Bagaimana hubungan responden dengan teman-teman suami

- Seberapa banyak responden menghabiskan waktu dengan para keluarga dan teman suami

j. Egalitarian role

- Bagaimana peran responden dalam rumah tangga

- Sudah sesuai atau tidak peran tersebut menurut responden

- Peran seperti apa yang responden harapkan dari diri sendiri


(5)

LAMPIRAN II


(6)

INFORMED CONSENT

Pernyataan Pemberian Izin oleh Responden

Judul Penelitian : Gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam suku Batak

Peneliti : Titien Juliyanti

NIM : 081301017

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan serta dalam penelitian.

Saya telah diminta dan telah menyetujui untuk diwawancarai sebagai responden dalam penelitian ini mengenai gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah dengan pariban dalam suku Batak. Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian ini berserta tujuan dan manfaat penelitiannya. Dengan demikian, saya menyatakan kesediaan saya dan tidak keberatan memberi informasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada saya.

Saya mengerti bahwa identitas diri dan informasi yang saya berikan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian saja.

Natal , Februari 2013