Validasi metode spektrofotometri derivatif ultraviolet untuk penentuan reserpin dalam tablet obat

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI
DERIVATIF ULTRAVIOLET UNTUK PENENTUAN
RESERPIN DALAM TABLET OBAT

NIKEN WULANDARI

DEPATEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PENDAHULUAN
Pengawasan produk obat harus dilakukan
untuk menjamin mutu dan keamanannya.
Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut
adalah analisis kadar senyawa aktif dalam
proses pengendalian mutu obat. Penentuan
kadar senyawa aktif memerlukan suatu
metode analisis dengan ketelitian dan
ketepatan yang cukup baik. Selain itu juga

memenuhi kriteria lain seperti spesifisitas,
linearitas, limit deteksi, limit kuantitasi, dan
ketangguhan (robustness).
Metode spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) telah dikembangkan oleh
Rachmanti (2006) untuk penentuan kadar
reserpin dalam tablet obat hipertensi yang
mengandung reserpin. Teknik ini dapat
menjadi alternatif dalam pengawasan mutu
produk obat hipertensi dengan senyawa aktif
reserpin karena berbagai keuntungan yang
dimilikinya seperti cepat, mudah, murah, dan
tanpa adanya tahap pemisahan. Metode
analisis penentuan reserpin dapat digunakan
untuk analisis rutin jika telah tervalidasi.
Validasi metode analisis adalah suatu
proses penilaian terhadap metode analisis
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium
untuk membuktikan bahwa metode tersebut
memenuhi persyaratan untuk digunakan
(Harmita 2004). Proses ini bukan suatu proses

tunggal, namun merupakan salah satu bagian
dari prosedur analisis yang tidak dapat
dipisahkan (Ermer & Miller 2005). Validasi
metode dilakukan untuk metode yang baru
dikembangkan, atau jika metode tersebut akan
digunakan untuk kegiatan yang bersifat rutin,
jika terjadi perubahan antara kondisi analisis
dan kondisi pada saat validasi metode, dan
jika terjadi perubahan metode dari metode
standar.
Penentuan kadar reserpin dengan SDUV
merupakan suatu metode baru yang
dikembangkan untuk contoh tablet obat
dengan matriks yang kompleks. Validasi
metode SDUV dapat digunakan untuk
mengetahui keabsahan data yang dihasilkan.
Menurut ICH (1995), metode analisis dapat
memberikan data yang dipercaya jika
memenuhi beberapa parameter yang telah
disyaratkan, yaitu spesifisitas, ketelitian

(presisi), ketepatan (akurasi), linearitas,
kisaran, limit deteksi, limit kuantitasi, dan
ketangguhan. Untuk penentuan kadar senyawa
aktif dalam produk obat, parameter ketangguhan tidak perlu ditentukan, sedangkan
parameter yang akan ditentukan dalam
penelitian ini hanya meliputi linearitas, limit

deteksi, limit kuantitasi, ketelitian, dan
ketepatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui
keabsahan data yang dihasilkan dari metode
SDUV untuk penentuan kadar reserpin dalam
tablet obat Serpasil®.

TINJAUAN PUSTAKA
Reserpin
Reserpin (C33H40N2O9) (Gambar 1) merupakan salah satu jenis alkaloid indol yang
digunakan untuk pengobatan penyakit hipertensi, menurunkan denyut jantung, terapi bagi
penderita skizofrenia, dan obat penenang
(Forney 2007). Reserpin dapat diperoleh dari
ekstrak tumbuhan genus Rauwolfia, terutama

spesies R. serpentina dan R. vomitoria.
Sumber lain dari obat ini adalah berbagai
spesies tanaman dari genus Alstonia,
Excatavia, Ochrosia, Tanduzia, Vallesia, dan
Vinca (Apocynaceae), namun kadarnya sangat
rendah (Hesse 2002).
H3C

O

O

CH3
O

O

O
H
H

N
H3C

H

H
N

CH3
O

O

O

CH3

O
CH3


Gambar 1 Struktur reserpin (C33H40N2O9).
Beberapa sifat fisik dan kimia dari
reserpin adalah berwujud padatan (bubuk
kristal) yang berwarna putih, tidak berbau dan
menjadi berwarna kehitaman jika dibiarkan di
udara terbuka. Reserpin tidak larut dalam air
dan eter, sukar larut dalam etanol dingin, serta
larut dalam kloroform dan asam asetat.
(British Pharmacopoeia 1993).
Metode penentuan kadar reserpin dalam
tablet obat yang telah lazim dilakukan adalah
spektrofotometri sinar tampak (British
Pharmacopoeia 1993, Singh et al. 2004,
AOAC 2005), spektrofluorometri (AOAC
2005), dan kromatografi cair kinerja tinggi
(USP 2006). Metode-metode tersebut dapat
menghasilkan data yang akurat, namun
mempunyai beberapa kekurangan, misalnya
untuk kromatografi cair kinerja tinggi
biayanya sangat mahal dan metode spektrofotometri tidak dapat digunakan untuk contoh

dengan matriks yang kompleks.

2

Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet
(SDUV)

Spektrum
normal
Absorbans

n

Dn =

d A

d ε
n


=

bc



dengan Dn adalah turunan orde ke-n pada
panjang gelombang λ. Spektrum normal
diperoleh dari plot hubungan antara nilai
absorbans (A) dan nilai panjang gelombang
(λ), sedangkan spektrum turunan pertama
merupakan plot hubungan antara dA/dλ dan
nilai λ, nilai plot spektrum turunan pertama
digunakan untuk menentukan d2A/dλ2 yang
apabila diplot terhadap λ maka akan menghasilkan plot spektrum turunan kedua. Untuk
memperoleh spektrum turunan ke-n maka
dibuat plot hubungan antara dnA/dλn dan nilai
λ (Gambar 2) (Skujins 1986). Penerapan
hukum Lambert-Beer ini berdasarkan pada
pemilihan kondisi optimum, termasuk

pemilihan pita spektrum yang paling sesuai,
orde derivatif yang cocok, serta metode
pengukuran dan optimalisasi semua parameter
instrumen yang penting (Popovic et al. 2000).
n

n

Spektrum
turunan ke-1
Amplitudo

Spektrum
turunan ke-2
Amplitudo

Panjang gelombang (nm)

Gambar 2 Spektrum serapan normal dan
turunannya (O’Haver 1979).

Analisis kuantitatif pada metode SDUV
dilakukan dengan cara mengukur amplitudo
spektrum derivatif. Jika konsentrasi contoh
pada spektrum normal sebanding dengan
absorbans, maka konsentrasi contoh pada
spektrum
derivatif
sebanding
dengan
amplitudo. Metode pengukuran amplitudo ada
beberapa cara, yaitu dari puncak ke puncak
(p1, p2), puncak ke garis dasar (z), dan puncak
tangen (t) (Gambar 3) (Popovic et al. 2000).
Gambar 3 Pengukuran amplitudo
pada spek-trum derivatif (Popovic
et al. 2000).
Ampliyudo

Teknik SDUV telah diperkenalkan pada
tahun 1953 (Popovic et al. 2000) dan

mengalami perkembangan cukup pesat selama
25 tahun terakhir serta digunakan secara luas
sebagai alat untuk analisis kuantitatif,
pencirian, dan kendali mutu di bidang
pertanian, farmasi, dan biomedis (Kazemipour
et al. 2002). Metode SDUV merupakan
metode paling umum untuk penentuan secara
serentak campuran biner suatu senyawa
dengan spektrum yang bertumpang tindih (El
Sayed & El Salem 2004).
Metode SDUV didasarkan pada spektrum
turunan (derivatif) ke-n yang diperoleh dari
spektrum serapan normal UV-Vis (ultraviolet
dan sinar tampak) atau spektrum turunan ke-0
(Karpinska 2004). Spektrum derivatif diperoleh dengan menggunakan persamaan matematika. Keuntungan dari cara ini adalah
spektrum derivatif dapat dihitung dengan
parameter yang berbeda dan teknik penghalusan dapat digunakan untuk meningkatkan
nisbah sinyal terhadap derau (noise) (Ojeda &
Rojas 2004).
Menurut O’Haver (1979), spektrofotometri derivatif merupakan pengukuran
kemiringan garis spektrum, yaitu rerata
perubahan absorbans terhadap panjang
gelombang. Spektrofotometri derivatif tetap
mempertahankan semua hukum (persamaan)
spektrofotometri konvensional (Karpinska
2004). Hukum Beer pada spektrum normal, A
= εbc, pada bentuk derivatif akan menjadi

yang

(nm)

Teknik
SDUV
mempunyai beberapa keuntungan
tidak dapat diperoleh dari teknik

lain. Beberapa di antaranya adalah
mempercepat waktu analisis, mengurangi
biaya yang dibutuhkan dan dapat digunakan
untuk pemisahan senyawa campuran dengan
spektrum yang bertumpang tindih tanpa
membutuhkan tahap pemisahan analit dari
matriksnya (Karpinska 2004). Selain itu,
pergeseran garis dasar dapat dihilangkan dan
efek kekeruhan dapat dikurangi (O’Haver
1979), meningkatkan selektivitas dan sensitivitas analisis komponen minor, meningkatkan
resolusi spektrum, serta dapat menentukan

3

serapan maksimum secara tepat (Popovic et
al. 2000).

4

Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu
proses penilaian terhadap metode analisis
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium
untuk membuktikan bahwa metode tersebut
memenuhi persyaratan untuk digunakan
(Harmita 2004). Suatu metode yang baru
dikembangkan untuk kegiatan rutin harus
divalidasi sebelum digunakan. Selain itu,
validasi metode dilakukan jika terjadi
perubahan kondisi antara kondisi analisis dan
kondisi pada saat validasi metode, atau terjadi
perubahan metode dari metode standar.
Beberapa manfaat validasi metode analisis
adalah untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu
metode analisis, menjamin prosedur analisis,
menjamin keakuratan dan kedapatulangan
hasil prosedur analisis, dan mengurangi risiko
penyimpangan yang mungkin timbul.
Terdapat beberapa rujukan validasi
metode seperti United State Pharmacopoeia
(USP),
British
Pharmacopoeia
(BP),
Association of Official Analytical Chemists
(AOAC), International Conference on Harmonization (ICH), dan International Union of
Pure and Applied Chemistry (IUPAC).
Penelitian ini mengacu pada petunjuk validasi
metode dari ICH (1995) yang dikhususkan
untuk analisis obat-obatan. Menurut ICH
(1995), prosedur analisis yang harus divalidasi
meliputi beberapa jenis pengujian, yaitu
identifikasi suatu senyawa tertentu, kuantitasi
adanya pengotor, uji limit untuk mengendalikan keberadaan pengotor, serta uji
kuantitatif komponen aktif atau komponen
lain dalam produk obat-obatan. Selain itu,
terdapat 8 parameter validasi metode analisis,
yaitu spesifisitas, ketelitian, ketepatan,
linearitas, kisaran, limit deteksi, limit kuantitasi, dan ketangguhan, sedangkan parameter
yang harus dipenuhi untuk validasi metode
analisis produk obat-obatan meliputi spesifisitas, linearitas, kisaran, limit deteksi, limit
kuantitasi, ketelitian, dan ketepatan.
Linearitas
Linearitas menunjukkan kemampuan suatu
metode analisis untuk memperoleh hasil
pengujian yang sesuai dengan konsentrasi
analit dalam contoh pada kisaran konsentrasi
tertentu (ICH 1995). Hal ini dapat dilakukan
dengan cara membuat kurva kalibrasi dari
beberapa set larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya. Persamaan garis
yang digunakan pada kurva kalibrasi
diperoleh dari metode kuadrat terkecil, yaitu y
= a + bx. Persamaan ini akan menghasilkan

koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi
inilah yang digunakan untuk mengetahui
linearitas suatu metode analisis. Penetapan
linearitas minimum menggunakan lima
konsentrasi yang berbeda. Nilai koefisien
korelasi yang memenuhi persyaratan adalah
lebih besar dari 0.9970 (ICH 1995 diacu
dalam Chan 2004).
Linearitas juga dapat diketahui dari
kemiringan garis, intersep, dan residual
(Ermer & Miller 2005). Residual menyatakan
besarnya penyimpangan yang terjadi antara
nilai yang terukur (y) dan nilai teoretis yang
dihitung dari persamaan regresi (ŷ). Plot
antara residual dan konsentrasi dibuat untuk
mengetahui distribusi residual secara statistik.
Jika residual terdistribusi secara normal
(rerata mendekati nol dan berbentuk linear),
maka persamaan regresi dapat dikatakan
mempunyai bentuk yang benar.
Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi
Limit deteksi (LD) merupakan jumlah atau
konsentrasi terkecil analit dalam contoh yang
dapat dideteksi, namun tidak perlu diukur
sesuai dengan nilai sebenarnya. Limit
kuantitasi (LK) adalah jumlah analit terkecil
dalam contoh yang dapat ditentukan secara
kuantitatif pada tingkat ketelitian dan
ketepatan yang baik. Limit kuantitasi
merupakan parameter pengujian kuantitatif
untuk konsentrasi analit yang rendah dalam
matriks yang kompleks dan digunakan untuk
menentukan adanya pengotor atau degradasi
produk (ICH 1995). Limit deteksi dan limit
kuantitasi dihitung dari rerata kemiringan
garis dan simpangan baku intersep kurva
standar yang diperoleh.
Ketelitian
Ketelitian prosedur analisis menyatakan
kedekatan hasil dari sederet pengukuran yang
diperoleh dari contoh yang homogen pada
kondisi tertentu (ICH 1995). Ketelitian
dinyatakan dengan 3 cara, yaitu keterulangan
(repeatability), ketelitian intermediet (intermediet precision), dan ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah pengukuran
ketelitian dengan metode, peralatan, dan
laboratorium yang sama pada selang waktu
tertentu. Ketelitian intermediet dilakukan
dalam laboratorium yang sama, namun
dengan operator dan peralatan yang berbeda
serta pada hari yang berlainan. Ketertiruan
merupakan pengukuran ketelitian yang
dilakukan dengan peralatan, operator, dan
laboratorium yang berbeda.

5

Pengujian ketelitian dinyatakan dengan
simpangan baku relatif (SBR). Menurut ICH
(1995), kriteria nilai SBR yang dapat diterima
adalah kurang dari 2%.
Ketepatan
Ketepatan
suatu
metode
analisis
didefinisikan sebagai kedekatan hasil yang
diterima (baik sebagai nilai teoretis maupun
sebagai nilai rujukan yang diterima) dengan
nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran
(ICH 1995 diacu dalam Chan 2004).
Ketepatan dinyatakan sebagai perolehan
kembali yang ditentukan dengan cara
menambahkan sejumlah tertentu standar dari
analit yang akan diukur ke dalam contoh.
Perolehan kembali (%) yang dapat diterima
menurut ICH adalah 98–102%. ICH juga
mensyaratkan minimum 9 kali pengukuran
pada 3 tingkat konsentrasi yang berbeda.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah tablet
obat Serpasil®, standar reserpin, etanol
absolut, larutan H2SO4 0.25 M, larutan
natrium nitrit 0.3% (b/v), dan larutan asam
sulfamat 5% (b/v).
Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis 2800 Hitachi beserta kuvet
1 cm, neraca analitik, seperangkat komputer,
peranti lunak UV Solutions versi 2.0 dan
Microsoft Excel tahun 2003, pemanas, dan
alat-alat kaca.
Pengukuran Konsentrasi Reserpin dengan
Metode SDUV
Parameter validasi metode SDUV yang
ditentukan meliputi linearitas, ketepatan,
ketelitian, limit deteksi, dan limit kuantitasi.
Penentuan kadar reserpin dilakukan pada
kondisi optimum yang telah ditentukan pada
penelitian sebelumnya (Rahmanti 2006).
Kadar reserpin yang diperoleh dengan metode
SDUV dibandingkan dengan metode rujukan
British Pharmacopoeia (1993) (Lampiran 1).

dengan etanol. Larutan stok standar dengan
konsentrasi 100 g/l diencerkan menjadi 10,
20, 30, 40, dan 50 g/ml.
Tablet obat sebanyak 0.5 g dihaluskan dan
dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian
ditambahkan 20 ml etanol absolut hangat dan
dipanaskan pada suhu 50 ºC sambil diaduk
dengan pengaduk magnetik selama 20 menit.
Larutan ini dimasukkan ke dalam labu takar
25 ml dan ditepatkan dengan etanol.
Pengukuran Larutan Standar dan Contoh
Pengukuran larutan standar dan contoh
dilakukan pada kondisi optimum yang telah
ditentukan oleh Rachmanti (2006). Larutan
standar dan contoh diukur serapannya dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 200–350 nm dengan kecepatan
pemayaran 200 nm/menit. Spektrum yang
diperoleh kemudian diolah dengan perangkat
lunak UV Solutions pada kondisi optimum
sebagai berikut: orde turunan 1, orde penghalusan 2, jumlah jendela 17, dan amplitudo
diukur dari puncak spektrum ke garis dasar (z)
pada panjang gelombang 277.4 nm.
Validasi Metode SDUV
Linearitas
Sebanyak 5 larutan standar disiapkan
dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50 g/ml.
Masing-masing konsentrasi dibuat sebanyak 6
ulangan kemudian setiap larutan diukur
dengan menggunakan spektrofotometer UVVis pada kondisi optimum dan dibuat
persamaan garisnya dengan metode regresi
linear (y = a + bx). Peubah a menyatakan
intersep dan b adalah kemiringan garis dari
kelima larutan standar yang diukur. Linearitas
kurva kalibrasi dilihat dari nilai koefisien
korelasi (r).
Limit Deteksi (LD) dan Limit Kuantitasi
(LK)
Persamaan linear yang diperoleh pada uji
linearitas selanjutnya digunakan untuk menghitung limit deteksi dan limit kuantitasi. LD
dan LK dihitung dari rerata kemiringan garis
dan simpangan baku intersep kurva standar
yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Pembuatan Larutan Standar dan Contoh
Sebanyak 10 mg serbuk reserpin dimasukkan ke dalam gelas piala dan
ditambahkan 20 ml etanol absolut hangat
kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik
selama 20 menit. Larutan ini dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan

LD = 3.3

Sa

LK = 10

b

dengan:
LD = limit deteksi ( g/ml)
LK = limit kuantitasi ( g/ml)

Sa
b

6

Sa = simpangan baku intersep kurva standar
(n = 6)
b

= rerata kemiringan garis kurva standar

Ketelitian
Larutan contoh yang telah disiapkan sesuai
dengan prosedur di atas kemudian diukur
dengan spektrofotometer UV-Vis sebanyak 6
ulangan pada hari yang sama (intraday) dan
pada hari yang berlainan (interday) selama 5
hari berturut-turut. Ketelitian diukur dengan
menghitung persentase simpangan baku relatif
(%SBR) data dengan menggunakan rumus

s

(

=

SBR (%) =

)

2
n
∑ i =1 xi − x
n −1
s

× 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

x

Keterangan:
s
= simpangan baku
SBR
= simpangan baku relatif
xi
= kadar reserpin tiap ulangan
x
n

= rerata kadar reserpin
= jumlah ulangan

Ketepatan
Larutan standar reserpin disiapkan dengan
konsentrasi 100 g/ml dan larutan stok contoh
dibuat dengan konsentrasi 50
g/ml.
Sebanyak 10 ml contoh dipindahkan ke dalam
labu takar 50 ml dan ditambahkan larutan
standar reserpin masing-masing sebanyak 10,
15, dan 17.5 ml kemudian volumenya
ditepatkan dengan etanol. Masing-masing
larutan dibuat 3 ulangan. Perolehan kembali
dihitung dengan rumus
Perolehan kembali (%) =

a−b

contoh obat mudah larut. Larutan didinginkan
dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml
dan ditera dengan etanol. Larutan ini disebut
larutan A.
Larutan A sebanyak 10 ml dimasukkan ke
dalam gelas piala kemudian ditambahkan 2 ml
H2SO4 0.25 M dan 2 ml larutan natrium nitrit
0.3% (b/v) segar. Campuran dipanaskan pada
suhu 55 ºC selama 35 menit pada penangas air
kemudian didinginkan. Larutan asam sulfamat
5% (b/v) sebanyak 1 ml ditambahkan ke
dalam larutan contoh kemudian larutan contoh
dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dan
ditera dengan etanol. Larutan dibuat sebanyak
6 ulangan dan absorbans diukur pada λ = 389
nm menggunakan sel rujukan yang berisi 10
ml larutan A tanpa penambahan natrium nitrit.

× 100%

c
dengan:
a = konsentrasi contoh + konsentrasi standar
yang terukur
b = konsentrasi contoh
c = konsentrasi standar teoretis yang
ditambahkan

Pengukuran Reserpin dengan Metode
British Pharmacopoeia (1993)
Serbuk obat sebanyak 0.5 g dimasukkan
ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan 1
ml etanol, 1 ml H2SO4 0.25 M, dan ditambahkan 5 ml etanol. Larutan ini dihangatkan agar

Kondisi Optimum Metode SDUV
Penentuan reserpin dalam tablet obat
Serpasil® dengan metode SDUV dilakukan
pada kondisi optimum yang telah ditentukan
oleh Rahmanti (2006). Reserpin dalam obat
dapat ditentukan dengan metode SDUV
karena bentuk spektrum contoh dengan
standar reserpin saling berimpit (bentuknya
sama). Spektrum serapan normal (turunan ke0) dibuat pada panjang gelombang 200–350
nm, yaitu daerah panjang gelombang sinar
UV. Spektrum dibuat dengan kecepatan
pemayaran 200 nm/menit sehingga spektrum
yang diperoleh tetap akurat setelah
diturunkan.
Spektrum yang diperoleh kemudian diolah
dengan peranti lunak UV Solutions. Orde
turunan yang digunakan adalah 1, yaitu
hubungan antara dA/dλ dan nilai λ. Jika orde
turunan terlalu tinggi, nisbah sinyal terhadap
derau akan menurun. Namun, hal ini dapat
diatasi dengan proses penghalusan menggunakan teknik Savitzky-Golay yang meliputi
orde penghalusan dan jumlah jendela. Orde
penghalusan yang dipilih adalah 2 dengan
jumlah jendela 17. Orde penghalusan yang
semakin tinggi menyebabkan amplitudo
semakin besar sementara jumlah jendela yang
digunakan semakin banyak menyebabkan
amplitudo semakin kecil. Gambar 4
menunjukkan spektrum serapan standar
reserpin dan contoh pada kondisi optimum.

7

Amplitudo

Panjang gelombang (nm)

Gambar 4 Spektrum serapan reserpin pada
kondisi optimum.
Keterangan:
Cokelat = standar reserpin 10
Biru tua = standar reserpin 20
Hijau
= standar reserpin 30
Biru
= standar reserpin 40
Hitam
= standar reserpin 50
Merah
= contoh obat

g/ml
g/ml
g/ml
g/ml
g/ml

Persamaan regresi linear untuk kurva
standar rerata adalah y = (1.42x + 2.94) × 10-4
(Gambar 5). Nilai intersep (a) dan batas
galatnya (tSa) pada selang kepercayaan 95%
sebesar 2.94 × 10-4 ± 7.27 × 10-5 (Tabel 2).
Nilai intersep menyatakan adanya pengaruh
matriks pada larutan. Nilai intersep yang
semakin jauh dari nol dipengaruhi oleh
matriks dalam larutan yang semakin besar.
Hal ini dapat mengganggu penentuan analit
dalam contoh yang akan ditentukan.
Persamaan regresi kurva standar rerata
mempunyai intersep yang tidak jauh dari nol,
yaitu 2.94 × 10-4 ± 7.27 × 10-5 sehingga
matriks contoh tidak terlalu mengganggu
penentuan kadar reserpin.
Amplitudo
0.008

y = 0.000142x + 0.000294
r = 0.9999

0.006
0.004
0.002

Linearitas
Linearitas metode SDUV ditentukan
dengan cara membuat kurva hubungan antara
amplitudo spektrum derivatif pada sumbu y
dan konsentrasi standar pada sumbu x.
Konsentrasi yang digunakan berkisar 10–50
g/ml. Pengujian parameter ini dilakukan
sebanyak 6 ulangan. Tabel 1 menyajikan
persamaan regresi linear dari masing-masing
kurva standar (Lampiran 2) dan kurva standar
rerata. Linearitas dinyatakan dengan koefisien
korelasi (r). Berdasarkan hasil pengujian,
diperoleh koefisien korelasi dari 6 ulangan
berkisar 0.9997–0.9999, dan untuk kurva
standar rerata sebesar 0.9999. Menurut ICH
(1995 diacu dalam Chan 2004), nilai ini
memenuhi syarat yang ditetapkan, yaitu
0.9970. Nilai koefisien korelasi yang tinggi
menunjukkan hubungan yang linear antara
sinyal detektor yang terukur dan jumlah
reserpin dalam contoh.
Tabel 1
No.
1
2
3
4
5
6
Rerata

Koefisien korelasi dan persamaan
regresi linear kurva standar (n = 6)
Persamaan Regresi Linear
r
y = (1.38x + 2.58) × 10-4 0.9998
y = (1.41x + 2.96) × 10-4 0.9999
y = (1.36x + 2.70) × 10-4 0.9999
y = (1.46x + 3.30) × 10-4 0.9999
y = (1.44x + 2.95) × 10-4 0.9997
y = (1.45x + 2.71) × 10-4 0.9999
y = (1.42x + 2.94) × 10-4 0.9999

0
0

10

20

30

40
50
[Reserpin] (ppm)

Gambar 5 Kurva standar rerata reserpin pada
konsentrasi 10–50 g/ml.
Nilai kemiringan garis menyatakan
sensitivitas suatu metode. Nilai kemiringan
garis yang kecil menunjukkan bahwa
perubahan konsentrasi yang kecil tidak terlalu
berpengaruh terhadap sinyal detektor yang
dihasilkan, sehingga metode mempunyai
sensitivitas yang kurang baik. Nilai
kemiringan garis (b) dan batas galatnya (tSb)
adalah 1.42 × 10-4 ± 2.19 × 10-6 (Tabel 2).
Nilai ini cukup besar sehingga perubahan
konsentrasi yang kecil akan berpengaruh
terhadap perubahan sinyal detektor. Contoh
perhitungan parameter statistika disajikan
pada Lampiran 3.
Tabel 2 Parameter statistika kurva standar
rerata (n = 6)
Parameter statistika
Persamaan regresi linear
Intersep (a)
Sa
tSa
Kemiringan garis (b)
Sb
tSb
Koefisien korelasi (r)

Metode SDUV
y = (1.42x + 2.94) × 10-4
2.94 × 10-4
3.08 × 10-5
7.27 × 10-5
1.42 ×10-4
9.30 × 10-7
2.19 × 10-6
0.9999

8

Persamaan regresi yang diperoleh dari
kurva kalibrasi metode mempunyai residual
yang terdistribusi secara normal, sehingga
dapat dikatakan bahwa penyimpangan yang
terjadi tidak terlalu besar. Hal ini
menunjukkan bahwa persamaan regresi dapat
digunakan untuk menentukan kadar reserpin
dalam contoh. Plot antara residual dan
konsentrasi standar reserpin dapat dilihat pada
Gambar 6.
Residual
0.0015
0.0005
-0.0005 0

20

40

60

-0.0015
[Reserpin] (ppm)

Gambar 6 Hubungan antara konsentrasi
reserpin dan residual kurva
standar rerata.
Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi
Limit deteksi (LD) dan limit kuantitasi
(LK) ditentukan dari persamaan regresi linear
kurva standar rerata hasil penentuan linearitas.
Parameter ini ditentukan untuk mengetahui
konsentrasi terendah pada saat sinyal antara
blangko dan analit dapat dibedakan. Kedua
parameter ini mempunyai nilai yang berbeda
bergantung pada metode yang digunakan,
walaupun menggunakan instrumen yang
sama. Limit deteksi metode SDUV untuk
penentuan reserpin dalam tablet obat sebesar
0.7158 g/ml. Nilai ini menunjukkan bahwa
sinyal antara reserpin dan blangko dapat
dibedakan pada konsentrasi terendah 0.7158
g/ml. Instrumen tidak dapat membedakan
sinyal antara blangko dan reserpin pada
konsentrasi di bawah nilai ini.
Limit
kuantitasi
ditentukan
untuk
mengetahui konsentrasi terendah yang dapat
ditentukan oleh suatu metode pada tingkat
ketelitian dan ketepatan yang baik. Nilai limit
kuantitasi berdasarkan hasil penelitian adalah
2.1690 g/ml. Konsentrasi analit yang terukur
di bawah nilai ini memberikan ketelitian dan
ketepatan yang tidak baik. Perhitungan limit
deteksi dan limit kuantitasi tertera pada
Lampiran 4.
Ketelitian
Ketelitian metode SDUV ditentukan
sebanyak 6 ulangan, baik intraday maupun

interday. Ketelitian yang ditentukan adalah
keterulangan karena dilakukan oleh operator,
instrumen, peralatan, dan laboratorium yang
sama.
Keterulangan
dilakukan
untuk
mengetahui adanya galat acak yang berasal
dari penyiapan larutan maupun instrumen.
Keterulangan intraday dapat digunakan untuk
mengetahui adanya galat acak yang berasal
dari penyiapan larutan, seperti penimbangan,
pembuatan larutan, dan penyaringan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa SBR intraday
untuk masing-masing hari bernilai kurang dari
2% (Tabel 3) dengan kadar reserpin rerata
dalam 1 tablet obat untuk hari ke-1 hingga
hari ke-5 secara berturut-turut adalah 0.2628;
0.2565; 0.2580; 0.2631; dan 0.2534 mg. Nilai
SBR di bawah 2% menunjukkan bahwa galat
acak yang berasal dari penyiapan larutan tidak
memengaruhi hasil analisis secara nyata. Data
dan perhitungan ketelitian untuk hari ke-1
hingga hari ke-5 ditunjukkan pada Lampiran
5.
Tabel 3 Simpangan baku relatif (%SBR)
untuk intraday maupun interday
Hari ke-

Reserpin (mg)

SBR (%)

1

0.2628

1.32

2

0.2565

0.89

3

0.2580

1.10

4

0.2631

1.04

5
Rerata

0.2534
0.2588

0.85
1.61

Keterulangan interday dilakukan selama 5
hari berturut-turut. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui adanya galat acak yang berasal
dari instrumen dan kondisi laboratorium pada
hari yang berlainan. Nilai SBR untuk
keterulangan interday adalah 1.61% dengan
kadar reserpin rerata 0.2588 ± 0.0052 mg per
tablet obat (Lampiran 6), sehingga dapat
dikatakan bahwa galat acak yang berasal dari
instrumen dan kondisi laboratorium yang
berbeda tidak memengaruhi hasil analisis.
Oleh sebab itu, metode SDUV mempunyai
keterulangan intraday dan interday yang baik.
Ketepatan
Ketepatan metode SDUV ditentukan
dengan metode penambahan standar dan
dinyatakan dengan perolehan kembali (%).
Perolehan kembali merupakan jumlah standar
yang dapat diperoleh kembali setelah
ditambahkan ke dalam contoh. Ketepatan

9

dapat menunjukkan adanya galat sistematik
yang dapat memengaruhi metode analisis.
Galat sistematik dapat menyebabkan hasil
analisis menjadi lebih besar atau lebih kecil.
Beberapa contoh penyebab galat sistematik di
antaranya adalah galat pada saat pengambilan
contoh, kurva kalibrasi yang tidak linear, serta
galat yang disebabkan oleh instrumen dan
peralatan kaca yang digunakan (Harvey
2000).
Penentuan ketepatan dilakukan dengan
menambahkan standar reserpin sebanyak 1.00,
1.5, dan 1.75 mg ke dalam contoh obat yang
telah berisi 0.5 mg reserpin. Perolehan
kembali yang diperoleh berkisar antara 107.72
dan 108.75% (Tabel 4). Menurut ICH (1995
diacu dalam Chan 2004), nilai ini berada di
luar batas nilai yang diterima, yaitu 98–102%.
Namun, menurut AOAC (1993), nilai ini
berada pada kisaran yang dapat diterima, yaitu
80–110%, sehingga dapat dikatakan metode
ini mempunyai ketepatan yang cukup baik.
Perhitungan perolehan kembali ditunjukkan
pada Lampiran 7.

Absorbans
1

0.6
0.4
0.2
0
0

20

40

60
[Reserpin] (ppm)

Gambar 7 Persamaan regresi linear standar
reserpin menggunakan metode
British Pharmacopoeia (1993).

Perbandingan Metode SDUV dan British
Pharmacopoeia (1993)
Kadar reserpin hasil penentuan dengan
metode SDUV selanjutnya dibandingkan
dengan metode rujukan. Hal ini dilakukan
dengan cara melakukan uji statistika yang
meliputi uji F dan uji t. Uji F dilakukan untuk
membandingkan keragaman kedua metode.
Kedua metode mempunyai keragaman yang
tidak berbeda nyata karena Fhitung < Ftabel pada
selang kepercayaan 95% (Tabel 5). Uji t
digunakan untuk membandingkan efektivitas
dan efisiensi metode baik dari segi teoretis
maupun dari segi teknis (biaya). Nilai thitung
kedua metode lebih besar jika dibandingkan
dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan
95% (Tabel 5), sehingga kedua metode
memberikan hasil yang berbeda nyata.
Metode SDUV menghasilkan nilai yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan metode
British Pharmacopoeia (1993).

Tabel 4 Perolehan kembali rerata metode
SDUV
Standar Reserpin (mg)
Perolehan
Ditambahkan Ditemukan kembali (%)
1.00
1.5875
108.75
1.50
2.1173
107.82
1.75
2.3851
107.72

Pengukuran Kadar Reserpin dengan
Metode British Pharmacopoeia (1993)
Metode British Pharmacopoeia (1993)
digunakan sebagai metode rujukan untuk
menentukan kadar reserpin dalam tablet obat.
Metode ini menggunakan teknik spektrofotometri UV-Vis konvensional, yaitu pengukuran
absorbans contoh pada panjang gelombang
tertentu. Pengukuran dimulai dengan membuat kurva standar pada konsentrasi 10–50
g/ml. Persamaan regresi kurva standar yang
diperoleh adalah y = 0.01604x + 0.0374
dengan nilai r = 0.9999 (Gambar 7).
Kadar reserpin rerata dalam obat dengan
menggunakan metode ini adalah 0.2375 mg
dengan batas galat (selang kepercayaan 95%)
0.0025 mg. Perhitungan penentuan kadar
reserpin dengan metode ini dapat dilihat pada
Lampiran 8.

y = 0.01604x + 0.0374
r = 0.9999

0.8

Tabel 5 Uji statistika metode SDUV dan
British Pharmacopoeia (1993)
Parameter
statistika
Kurva standar
r
Kadar reserpin
Batas galat

Metode SDUV

Metode BP 1993

y=(1.42x + 2.94)×10-4 y=0.01604x+0.0374
0.9999

0.9999

0.2588 mg

0.2375 mg

0.0052

0.0025

F hitung

1.3611

F tabel

5.0500

t hitung

9.0704

t tabel

2.2620

10

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengujian parameter validasi menunjukkan bahwa metode SDUV mempunyai
keabsahan data yang kurang baik. Metode ini
mempunyai linearitas yang baik dengan r =
0.9999, limit deteksi dan limit kuantifikasi
berturut-turut adalah 0.7158 dan 2.1690
g/ml, ketelitian yang baik dengan nilai SBR
di bawah 2%, namun mempunyai ketepatan
yang kurang baik dengan perolehan kembali
berkisar 107.72–108.75%. Uji statistika antara
metode SDUV dan metode British Pharmacopoeia (1993) memperlihatkan keragaman
yang sama (uji F) namun memberikan hasil
yang berbeda nyata (uji t).
Saran
Perlu dilakukan penentuan ketidakpastian
pengukuran dan sumber galat yang dapat
mempengaruhi metode SDUV. Selain itu
perlu digunakan metode pembanding yang
lain seperti kromatografi cair kinerja tinggi
dan metode lain untuk penentuan parameter
ketepatan.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 1993. AOAC Peer – Verified
Methods Program. Arlington: AOAC Inter
national.
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemistry. 2005. Official Methods of
Analysis of AOAC International. Ed ke-18.
Maryland: AOAC International.
British Pharmacopoeia. 1993. British Pharmacopoeia Department of Health &
Social Services for Northern Ireland.
London: British Pharmacopoeia.
Chan CC. 2004. Potency Method Validation.
Di dalam: Chan CC, Lee YC, Lam H,
Zhang XM, editor. Analytical Method
Validation and Instrument Performance
Verification. New Jersey: John Wiley &
Sons.
El-Sayed AAY, El-Salem NA. 2005. Recent
development of derivative spectrophotometry and their analytical applications
[ulasan]. Anal Sci 21:595-614.

Ermer J, Miller JH, editor. 2005. Method
Validation in Pharmaceutical Analysis.
Weinheim: Wiley-VCH.
Forney B. 2007. Reserpine For Veterinary
Use. [terhubung berkala] www.wedge
woodpharmacy.com [29 Jan 2007].
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi
metode dan perhitungannya. Maj Ilmu
Kefarmasian, 1(3):117–135.
Harvey D. 2000. Modern
Chemistry: McGraw-Hill.

Analytical

Hesse M. 2002. Alkaloids, Nature’s Curse or
Blessing. Weinheim: Wiley-VCH.
[ICH] International Conference on Harmonization. 1995. Validation of Analytical
Prosedures: Methodology Q2B [terhubung
berkala]. www.ich.org. [19 Des 2006]
[ICH] International Conference on Harmonization. 1995. Validation of Analytical
Prosedures: Text and Methodology Q2
(R1) [terhubung berkala]. www.ich.org.
[19 Des 2006]
Karpinska J. 2004. Derivative spectrophotometry recent applications and directions of
development [ulasan]. Talanta 64:801822.
Kazemipour M, Noroozian E, Tehrani MS,
Mahmoudian M. 2002. A new secondderivative spectrophotometry methods for
the determination of permenthrin in
shampoo. J Pharm Biomed Anal 30:13791384.
Lewis RJ. 2002. Hazardous Chemicals. Ed ke5. New York: A John Willey & Sons.
O’Haver TC. 1979. Potential clinical
applications of derivative and wavelength
modulation spectrometry. Clin Chem
25:1548-1553.
Ojeda CB, Rojas FS. 2004. Recent development in derivative ultraviolet/visible
absorption spectrophotometry [ulasan].
Anal Chim Acta 518:1-24
Popovic GV, Pfendt LB, Stefanovic VM.
1999. Analytical application of derivative
spectro-photometry. J Serb Chem Soc
65:457-472

11

Rachmanti WD. 2006. Metode cepat untuk
kuantitasi reserpin dalam obat dan ekstrak
Rauwolfia serpentina secara spektrofotometri derivatif ultraviolet [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Singh DK, Srivastava B, Sahu A. 2004.
Spectrophotometry
determination
of
Rauwolfia alkaloids: Estimation of
reserpine in pharmaceuticals. Anal Sci
20:571-573.
Skujins S. 1986. Application of UV-Visible
Derivative Spectrophotometry. Steinhausertasse: Varian AG.
[USP] United States Pharmacopoeia. 2006.
USP/NF. Maryland: USP Convention.

12

LAMPIRAN

13

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Standar Reserpin dan
Contoh obat

Metode Spektrofotometri
Derivatif Ultraviolet

Metode Rujukan
British Pharmacopoeia (1993)

Penyiapan standar dan contoh

Pengukuran larutan standar
dan contoh pada kondisi
optimum

Valisasi Metode SDUV
(Penentuan ketelitian, ketepatan,
linearitas, limit deteksi, dan limit
kuantitasi)

Uji statistika

14

Lampiran 2 Persamaan regresi linear kurva standar reserpin ulangan ke 1 (a), 2 (b), 3 (c),
4 (d), 5 (e), 6 (f)
Amplitudo

Amplitudo
0.008

y = 0.000138x + 0.000258
r = 0.9999

0.006

0.008

0.004

0.004

0.002

0.002

0
0

10

20

30

(a)

40
50
[Reserpin] (ppm)

y = 0.000141x + 0.000296
r = 0.9999

0.006

0
0

10

20

30

(b)

Amplitudo

40
50
[Reserpin] (ppm)

Amplitudo

0.008

y = 0.000136x + 0.000270
r = 0.9999

0.006

0.008

0.004

0.004

0.002

0.002

0

y = 0.000146x + 0.000330
r = 0.9999

0.006

0
0

10

20

30

(c)

40
50
[Reserpin] (ppm)

Amplitudo
0.008

10

20

30

(d)

40
50
[Reserpin] (ppm)

Amplitudo

y = 0.000144x + 0.000295
r = 0.9999

0.006

0

0.008

0.004

0.004

0.002

0.002

0

y = 0.000145x + 0.000271
r = 0.9999

0.006

0

0

10

20

(e)

30

40
50
[Reserpin] (ppm)

0

10

20

(f)

30

40
50
[Reserpin] (ppm)

15

Lampiran 3 Parameter statistika kurva standar rerata metode SDUV

xi

(xi - x )2
400
100
0
100
400

10
20
30
40
50

xi2

yi

ŷi

(yi - ŷi)2

100
400
900
1600
2500

0.00169
0.00313
0.00458
0.00595
0.00736

0.00171
0.00313
0.00455
0.00597
0.00739

4.00x10-10
0.00
9.00x10-10
4.00x10-10
9.00x10-10

Keterangan: xi = konsentrasi standar; yi = amplitudo yang terukur; ŷi = amplitudo teoritis

Persamaan regresi linear rerata: y = (1.42x + 2.94) × 10-4
Σ xi2 = 5500
Σ (yi - ŷi)2 = 2.60 × 10-9
Σ (xi - x )2 = 1000
Simpangan baku regresi (Sr)

=

Simpangan baku intersep (Sa)

=S

Simpangan baku kemiringan (Sb) =

n
) 2
∑ ( yi − yi )
i =1
n−2

r

∑ xi
i

= 2.94 × 10-5

2

= 3.08 × 10-5

n ∑ (xi − x )
i

Sr
∑ (xi − x )
i

2

= 9.30 × 10-7
2

Selang kepercayaan intersep untuk α = 0.05 dan derajat bebas = 7 (ttabel = 2.36) yaitu

a ± tSa = 1.42 × 10-4 ± (2.36)(3.08 × 10-5)
= 1.42 × 10-4 ± 7.27 × 10-5
Selang kepercayaan kemiringan garis untuk α = 0.05 dan derajat bebas = 7 (ttabel = 2.36) yaitu

b ± tSb = 2.94 × 10-4 ± (2.36)(9.30 × 10-7)
= 2.94 × 10-4 ± 2.19 × 10-6

16

Lampiran 4 Penentuan limit deteksi dan limit kuantitasi metode SDUV
LD = 3,3

Sa

LK = 10

b

=

3.3 x 3.08 x 10

b

−5
=

10 x 3.08 x 10

0.000142

0.000142

= 0.7158 g/ml

= 2.1690 g/ml

Keterangan:
LD = limit deteksi ( g/ml)
LK = limit kuantitasi ( g/ml)
Sa = simpangan baku intersep kurva standar (n = 6)
b

Sa

= rerata kemiringan garis kurva standar

−5

17

Lampiran 5 Penentuan ketelitian intraday metode SDUV hari ke-1 hingga hari ke-5
Hari ke-1
Ulangan

Bobot Obat (g)

Amplitudo

1
2
3
4
5
6

0.5008
0.5009
0.5007
0.5008
0.5008
0.5001

0.00402
0.00405
0.00399
0.00406
0.00406
0.00393

Kadar dalam
25 ml ( g/ml)
26.2394
26.4507
26.0282
26.5211
26.5211
25.6056

x =
s=
SBR =
Batas galat (95%) =

Bobot 25 obat = 5.0165 g
Contoh perhitungan ulangan 1:

y = (1.42x + 2.94) × 10-4
0.00393 = (1.42x + 2.94) × 10-4

x = 26.2394 g/ml
Kadar reserpin dalam 25 tablet obat
=

kadar dalam 0.5 g obat × volume larutan × bobot 25 tablet
bobot 0.5 g obat

=

26.2394 ppm × 0.025 l × 5.0165 g

= 6.5802 mg

0.5001 g

Kadar reserpin dalam 1 tablet

=

kadar reserpin dalam 25 tablet
25

=

6.5802 mg

= 0.2628 mg

25

Simpangan baku =

(

)

2
n
∑ i =1 xi − x
n −1

Simpangan baku relatif (%)

= 0.0035 mg
=
=

s

× 100%
x
0.0035 mg
0.2628 mg

Batas galat

= t × s
n

=

2.571× 0.0035 mg
6

= 0.0036 mg

× 100% = 1.32%

Kadar dalam
1 tablet (mg)
0.2628
0.2649
0.2608
0.2657
0.2657
0.2568
0.2628
0.0035
1.32%
0.0036

18

lanjutan Lampiran 5
Hari ke-2
Ulangan

Bobot Obat (g)

Amplitudo

1
2
3
4
5
6

0.5006
0.5006
0.5002
0.5001
0.5005
0.5008

0.00390
0.00390
0.00397
0.00396
0.00395
0.00392

Kadar dalam
25 ml ( g/ml)
25.3944
25.3944
25.8873
25.8169
25.7465
25.5352

x =
s=
SBR =
Batas galat (95%) =

Kadar dalam
1 tablet (mg)
0.2540
0.2540
0.2592
0.2585
0.2576
0.2554
0.2565
0.0023
0.89%
0.0024

Hari ke-3
Ulangan
1
2
3
4
5
6

Bobot Obat
(g)
0.5004
0.5004
0.5002
0.5003
0.5006
0.5009

Amplitudo
0.00398
0.00397
0.00401
0.00393
0.00392
0.00402

Kadar dalam
25 ml ( g/ml)
25.9577
25.8873
26.1690
25.6056
25.5352
26.2394

x =
s=
SBR =
Batas galat (95%) =

Kadar dalam
1 tablet (mg)
0.2586
0.2579
0.2608
0.2552
0.2543
0.2612
0.2580
0.0028
1.10%
0.0030

Hari ke-4
Ulangan

Bobot Obat (g)

Amplitudo

1
2
3
4
5
6

0.5007
0.5003
0.5004
0.5007
0.5005
0.5005

0.00398
0.00404
0.00401
0.00406
0.00409
0.00402

Kadar dalam
25 ml ( g/ml)
25.9577
26.3803
26.1690
26.5211
26.7324
26.2394

x =
s=
SBR =
Batas galat (95%) =

Kadar dalam
1 tablet (mg)
0.2593
0.2637
0.2615
0.2649
0.2671
0.2622
0.2631
0.0027
1.04%
0.0029

19

lanjutan Lampiran 5
Hari ke-5
Ulangan

Bobot Obat (g)

Amplitudo

1
2
3
4
5
6

0.5003
0.5003
0.5007
0.5002
0.5002
0.5009

0.00392
0.00392
0.00389
0.00392
0.00386
0.00386

Kadar dalam
25 ml ( g/ml)
25.5352
25.5352
25.3239
25.5352
25.1127
25.1127

x =
s=
SBR =
Batas galat (95%) =

Lampiran 6 Penentuan ketelitian interday metode SDUV
Hari
1
2
3
4
5

Kadar reserpin
tiap tablet (mg)
0.2628
0.2565
0.2580
0.2631
0.2534
x =
s=
SBR =
Batas galat =

SBR (%)
1.32%
0.89%
1.10%
1.04%
0.85%
0.2588
0.0042
1.61%
0.0052

Kadar dalam
1 tablet (mg)
0.2552
0.2552
0.2529
0.2552
0.2510
0.2507
0.2534
0.0022
0.85%
0.0023

20

Lampiran 7 Penentuan perolehan kembali metode SDUV
Standar Reserpin (mg)
Ditambahkan
Terukur
1.0000
1.5804
1.0000
1.5946
1.0000
1.5875
1.5000
2.1161
1.5000
2.1161
1.5000
2.1196
1.7500
2.3839
1.7500
2.3875
1.7500
2.3839

Perolehan
kembali (%)
108.04
109.46
108.75
107.74
107.74
107.98
107.65
107.86
107.65

Rerata (%)

Batas Galat

SBR (%)

108.75

1.77

0.66

107.82

0.34

0.13

107.72

0.29

0.11

Contoh perhitungan untuk jumlah standar yang ditambahkan = 1.00 mg (ulangan 1):
a−b
Perolehan kembali (%)
=
× 100%
c
(1.5804 − 0.5000) mg
=
× 100%
1.0000 mg
= 108.04%
Keterangan:
a = konsentrasi contoh + konsentrasi standar yang terukur
b = konsentrasi contoh
c = konsentrasi standar teoritis yang ditambahkan

Simpangan baku (SB) =

(

n −1

= 0.0071 mg

SB

× 100%
x
0.71 mg
=
× 100% = 0.66%
108.75 mg

Simpangan baku relatif (%)

Batas galat

)

2
n
∑ i =1 xi − x

=

= t × SB
n

=

4.3030 × 0.71 mg
3

= 1.77 mg

21

Lampiran 8 Penentuam kadar reserpin dengan metode British Pharmacopoeia (1993)
Serapan standar reserpin pada λ = 389 nm
[Standar Reserpin]
Absorbans
( g/ml)
10

0.199

20

0.365

30

0.527

40

0.684

50

0.843

Absorbans
1

y = 0.01604x + 0.0374
r = 0.9999

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

20

40
60
[Reserpin] (ppm)

Kurva sandar reserpin metode British Pharmacopoeia (1993)

Ulangan

Serapan contoh obat pada λ = 389 nm
Kadar dalam
Bobot obat (g) Absorbans
25 ml larutan

1

0.5008

0.414

23.4788

0.2347

2

0.5007

0.416

23.6035

0.2360

3

0.5004

0.426

24.2269

0.2424

4

0.5007

0.425

24.1646

0.2417

5

0.5007

0.413

23.4165

0.2342

6

0.5004

0.416

23.6035

0.2362

x =

0.2375

s=

0.0036

Batas galat (95%) =

0.0025

SBR =

1.51%

Contoh perhitungan ulangan 1:
y = 0.01604x + 0.0374
0.460 = 0.01604x + 0.0374
x = 25.9938 g/ml

Kadar reserpin dalam 25 tablet obat
=

kadar dalam 0.5 g obat × volume larutan × bobot 25 tablet
bobot 0.5 g obat

=

Kadar dalam
1 obat (mg)

23.4788 ppm × 0.025 ml × 5.0071 g
0.5008 g

= 5.8686 mg

22

lanjutan Lampiran 8
Kadar reserpin dalam 1 tablet

=

kadar reserpin dalam 25 tablet
25

=

5.8686 mg

= 0.2347 mg

25

(

)

2
n
∑ i =1 xi − x
Simpangan baku =
= 0.0036 mg
n −1
s
Simpangan baku relatif (%)
=
× 100%
x
0.0036 mg
× 100% = 1.51%
=
0.2375 mg

Batas galat

= t × s
n

=

2.781 × 0.0036 mg
6

= 0.0025 mg

23

Lampiran 9 Uji statistika metode SDUV dan metode British Pharmacopoeia (1993)
s1 (s metode SDUV)
s2 (s metode British Pharmacopoeia)
Fhitung

= 0.0042
= 0.0036

2
= (s1 )
(s )
2

2

2
= (0.0042)
(0.0036)

2

= 1.3611
Ftabel (derajat bebas = 5 pada selang kepercayaan 95%) = 5.0500
Fhitung < Ftabel (tidak berbeda nyata)

S2

=

2
2
(n1 − 1 )s1 + (n 2 − 1 )s 2
= 1.5040 × 10-5
(n1 + n 2 − 2 )

= 3.8781 x 10-3
(x1 − x 2 )
thitung
=
1
1
s
+
n1 n 2
( 0.2588 − 0.2375)
=
−3 1 1
3.8781x10
+
5 6
= 9.0704
ttabel (derajat bebas n1 + n2 – 2 = 9 pada selang kepercayaan 95%) = 2.2620
thitung > ttabel (berbeda nyata)
S

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI
DERIVATIF ULTRAVIOLET UNTUK PENENTUAN
RESERPIN DALAM TABLET OBAT

NIKEN WULANDARI

DEPATEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PENDAHULUAN
Pengawasan produk obat harus dilakukan
untuk menjamin mutu dan keamanannya.
Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut
adalah analisis kadar senyawa aktif dalam
proses pengendalian mutu obat. Penentuan
kadar senyawa aktif memerlukan suatu
metode analisis dengan ketelitian dan
ketepatan yang cukup baik. Selain itu juga
memenuhi kriteria lain seperti spesifisitas,
linearitas, limit deteksi, limit kuantitasi, dan
ketangguhan (robustness).
Metode spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) telah dikembangkan oleh
Rachmanti (2006) untuk penentuan kadar
reserpin dalam tablet obat hipertensi yang
mengandung reserpin. Teknik ini dapat
menjadi alternatif dalam pengawasan mutu
produk obat hipertensi dengan senyawa aktif
reserpin karena berbagai keuntungan yang
dimilikinya seperti cepat, mudah, murah, dan
tanpa adanya tahap pemisahan. Metode
analisis penentuan reserpin dapat digunakan
untuk analisis rutin jika telah tervalidasi.
Validasi metode analisis adalah suatu
proses penilaian terhadap metode analisis
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium
untuk membuktikan bahwa metode tersebut
memenuhi persyaratan untuk digunakan
(Harmita 2004). Proses ini bukan suatu proses
tunggal, namun merupakan salah satu bagian
dari prosedur analisis yang tidak dapat
dipisahkan (Ermer & Miller 2005). Validasi
metode dilakukan untuk metode yang baru
dikembangkan, atau jika metode tersebut akan
digunakan untuk kegiatan yang bersifat rutin,
jika terjadi perubahan antara kondisi analisis
dan kondisi pada saat validasi metode, dan
jika terjadi perubahan metode dari metode
standar.
Penentuan kadar reserpin dengan SDUV
merupakan suatu metode baru yang
dikembangkan untuk contoh tablet obat
dengan matriks yang kompleks. Validasi
metode SDUV dapat digunakan untuk
mengetahui keabsahan data yang dihasilkan.
Menurut ICH (1995), metode analisis dapat
memberikan data yang dipercaya jika
memenuhi beberapa parameter yang telah
disyaratkan, yaitu spesifisitas, ketelitian
(presisi), ketepatan (akurasi), linearitas,
kisaran, limit deteksi, limit kuantitasi, dan
ketangguhan. Untuk penentuan kadar senyawa
aktif dalam produk obat, parameter ketangguhan tidak perlu ditentukan, sedangkan
parameter yang akan ditentukan dalam
penelitian ini hanya meliputi linearitas, limit

deteksi, limit kuantitasi, ketelitian, dan
ketepatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui
keabsahan data yang dihasilkan dari metode
SDUV untuk penentuan kadar reserpin dalam
tablet obat Serpasil®.

TINJAUAN PUSTAKA
Reserpin
Reserpin (C33H40N2O9) (Gambar 1) merupakan salah satu jenis alkaloid indol yang
digunakan untuk pengobatan penyakit hipertensi, menurunkan denyut jantung, terapi bagi
penderita skizofrenia, dan obat penenang
(Forney 2007). Reserpin dapat diperoleh dari
ekstrak tumbuhan genus Rauwolfia, terutama
spesies R. serpentina dan R. vomitoria.
Sumber lain dari obat ini adalah berbagai
spesies tanaman dari genus Alstonia,
Excatavia, Ochrosia, Tanduzia, Vallesia, dan
Vinca (Apocynaceae), namun kadarnya sangat
rendah (Hesse 2002).
H3C

O

O

CH3
O

O

O
H
H
N
H3C

H

H
N

CH3
O

O

O

CH3

O
CH3

Gambar 1 Struktur reserpin (C33H40N2O9).
Beberapa sifat fisik dan kimia dari
reserpin adalah berwujud padatan (bubuk
kristal) yang berwarna putih, tidak berbau dan
menjadi berwarna kehitaman jika dibiarkan di
udara terbuka. Reserpin tidak larut dalam air
dan eter, sukar larut dalam etanol dingin, serta
larut dalam kloroform dan asam asetat.
(British Pharmacopoeia 1993).
Metode penentuan kadar reserpin dalam
tablet obat yang telah lazim dilakukan adalah
spektrofotometri sinar tampak (British
Pharmacopoeia 1993, Singh et al. 2004,
AOAC 2005), spektrofluorometri (AOAC
2005), dan kromatografi cair kinerja tinggi
(USP 2006). Metode-metode tersebut dapat
menghasilkan data yang akurat, namun
mempunyai beberapa kekurangan, misalnya
untuk kromatografi cair kinerja tinggi
biayanya sangat mahal dan metode spektrofotometri tidak dapat digunakan untuk contoh
dengan matriks yang kompleks.

2

Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet
(SDUV)

Spektrum
normal
Absorbans

n

Dn =

d A

d ε
n

=

bc



dengan Dn adalah turunan orde ke-n pada
panjang gelombang λ. Spektrum normal
diperoleh dari plot hubungan antara nilai
absorbans (A) dan nilai panjang gelombang
(λ), sedangkan spektrum turunan pertama
merupakan plot hubungan antara dA/dλ dan
nilai λ, nilai plot spektrum turunan pertama
digunakan untuk menentukan d2A/dλ2 yang
apabila diplot terhadap λ maka akan menghasilkan plot spektrum turunan kedua. Untuk
memperoleh spektrum turunan ke-n maka
dibuat plot hubungan antara dnA/dλn dan nilai
λ (Gambar 2) (Skujins 1986). Penerapan
hukum Lambert-Beer ini berdasarkan pada
pemilihan kondisi optimum, termasuk
pemilihan pita spektrum yang paling sesuai,
orde derivatif yang cocok, serta metode
pengukuran dan optimalisasi semua parameter
instrumen yang penting (Popovic et al. 2000).
n

n

Spektrum
turunan ke-1
Amplitudo

Spektrum
turunan ke-2
Amplitudo

Panjang gelombang (nm)

Gambar 2 Spektrum serapan normal dan
turunannya (O’Haver 1979).
Analisis kuantitatif pada metode SDUV
dilakukan dengan cara mengukur amplitudo
spektrum derivatif. Jika konsentrasi contoh
pada spektrum normal sebanding dengan
absorbans, maka konsentrasi contoh pada
spektrum
derivatif
sebanding
dengan
amplitudo. Metode pengukuran amplitudo ada
beberapa cara, yaitu dari puncak ke puncak
(p1, p2), puncak ke garis dasar (z), dan puncak
tangen (t) (Gambar 3) (Popovic et al. 2000).
Gambar 3 Pengukuran amplitudo
pada spek-trum derivatif (Popovic
et al. 2000).
Ampliyudo

Teknik SDUV telah diperkenalkan pada
tahun 1953 (Popovic et al. 2000) dan
mengalami perkembangan cukup pesat selama
25 tahun terakhir serta digunakan secara luas
sebagai alat untuk analisis kuantitatif,
pencirian, dan kendali mutu di bidang
pertanian, farmasi, dan biomedis (Kazemipour
et al. 2002). Metode SDUV merupakan
metode paling umum untuk penentuan secara
serentak campuran biner suatu senyawa
dengan spektrum yang bertumpang tindih (El
Sayed & El Salem 2004).
Metode SDUV didasarkan pada spektrum
turunan (derivatif) ke-n yang diperoleh dari
spektrum serapan normal UV-Vis (ultraviolet
dan sinar tampak) atau spektrum turunan ke-0
(Karpinska 2004). Spektrum derivatif diperoleh dengan menggunakan persamaan matematika. Keuntungan dari cara ini adalah
spektrum derivatif dapat dihitung dengan
parameter yang berbeda dan teknik penghalusan dapat digunakan untuk meningkatkan
nisbah sinyal terhadap derau (noise) (Ojeda &
Rojas 2004).
Menurut O’Haver (1979), spektrofotometri derivatif merupakan pengukuran
kemiringan garis spektrum, yaitu rerata
perubahan absorbans terhadap panjang
gelombang. Spektrofotometri derivatif tetap
mempertahankan semua hukum (persamaan)
spektrofotometri konvensional (Karpinska
2004). Hukum Beer pada spektrum normal, A
= εbc, pada bentuk derivatif akan menjadi

yang

(nm)

Teknik
SDUV
mempunyai beberapa keuntungan
tidak dapat diperoleh dari teknik

lain. Beberapa di antaranya adalah
mempercepat waktu analisis, mengurangi
biaya yang dibutuhkan dan dapat digunakan
untuk pemisahan senyawa campuran dengan
spektrum yang bertumpang tindih tanpa
membutuhkan tahap pemisahan analit dari
matriksnya (Karpinska 2004). Selain itu,
pergeseran garis dasar dapat dihilangkan dan
efek kekeruhan dapat dikurangi (O’Haver
1979), meningkatkan selektivitas dan sensitivitas analisis komponen minor, meningkatkan
resolusi spektrum, serta dapat menentukan

3

serapan maksimum secara tepat (Popovic et
al. 2000).

4

Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu
proses penilaian terhadap metode analisis
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium
untuk membuktikan bahwa metode tersebut
memenuhi persyaratan untuk digunakan
(Harmita 2004). Suatu metode yang baru
dikembangkan untuk kegiatan rutin harus
divalidasi sebelum digunakan. Selain itu,
validasi metode dilakukan jika terjadi
perubahan kondisi antara kondisi analisis dan
kondisi pada saat validasi metode, atau terjadi
perubahan metode dari metode standar.
Beberapa manf