Kerusakan Ekosistem Mangrove TINJAUAN PUSTAKA

larva berbagai biota laut. Kondisi seperti ini juga sangat penting dalam menyediakan tempat untuk bertelur, pemijahan dan pembesarkan serta tempat mencari makan berbagai macam ikan dan udang kecil, karena suplai makanannya tersedia dan terlindung dari ikan pemangsa. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan, kepiting dan kerang-kerangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi Pramudji 2001. Lebih lanjut, Pramudji 2001 menjelaskan bahwa secara fisik hutan mangrove juga mempunyai peranan sebagai pelindung kawasan pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta berperan juga sebagai benteng dari pengaruh banjir dari daratan. Tipe perakaran beberapa jenis tumbuhan mangrove pneumatophore tersebut juga mampu mengendapkan lumpur, sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan mangrove. Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu berperan sebagai perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang berarti pula dapat melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari bahaya pelumpuran. Terciptanya keutuhan dan kelestarian ketiga ekosistem dari bahaya kerusakan tersebut, dapat menciptakan suatu ekosistem yang sangat luas dan komplek serta dapat memelihara kesuburan, sehingga pada akhirnya dapat menciptakan dan memberikan kesuburan bagi perairan kawasan pantai dan sekitarnya.

2.2 Kerusakan Ekosistem Mangrove

Data mengenai perkiraan luas kawasan mangrove di Indonesia sangat beragam sehingga sulit untuk mengetahui secara pasti seberapa besar penurunan luas kawasan mangrove tersebut. Meskipun mangrove tidak terlalu sulit untuk dikenali dari data citra satelit dan kemudian dipetakan, namun untuk memperoleh data yang memadai mengenai luas kawasan mangrove pada masa yang lalu dan saat ini tidak terlalu mudah. Indonesia baru mulai mengumpulkan data mengenai kawasan mangrove baru dimulai sejak tahun 1930-an Kint 1934 dalam Noor et al. 1999. Konversi dan hilangnya mangrove tampaknya bukan merupakan sesuatu yang baru terjadi pada dekade terakhir ini saja. Jauh sebelumnya, lebih dari 90 tahun yang lalu, Meindersma 1923 dalam Noor et al. 1999 telah melaporkan sangat sulit untuk menemukan mangrove yang alami dan tidak terganggu di Pulau Jawa, kecuali di Segara Anakan dan Teluk Pangong dekat selat Bali. Aktifitas masyarakat yang memberikan sumbangan terbesar terhadap menurunnya luas kawasan mangrove di Indonesia adalah pengambilan kayu untuk keperluan komersial serta peralihan peruntukan untuk tambak dan kawasan pertanian seperti padi dan kelapa bahkan sekarang sudah untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit. Penduduk juga memberikan sumbangan terhadap penurunan luas mangrove di Indonesia. Seperti diketahui, penduduk setempat telah memanfaatkan mangrove dalam kurun waktu yang lama, namun diyakini bahwa kegiatan mereka tidak sampai menimbulkan kerusakan yang berarti pada ekosistem ini. Akan tetapi, hal tersebut telah berubah dalam dekade terakhir ini seiring dengan adanya pertambahan populasi penduduk, baik karena pertambahan alami maupun perpindahan dari luar. Kegiatan masyarakat yang menyebabkan hilangnya mangrove ini terutama adalah pemanfaatan kawasan mangrove untuk pembangunan tambak. Fiselier et al. 1990 dalam Noor et al. 1999 bahkan menyatakan: “Reklamasi untuk keperluan budidaya perikanan, pertanian dan perkebunan tampaknya saat ini dianggap sebagai suatu kegiatan pembangunan utama yang berlangsung di kawasan mangrove. Kegiatan reklamasi tersebut sebenarnya berbiaya tinggi dan acapkali tidak berkelanjutan, serta sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap lingkungan. Keuntungan yang dihasilkan sebagian besar diraup oleh mereka yang datang dari luar, dan hanya sebagian kecil saja yang dinikmati oleh penduduk setempat, berupa hasil penangkapan ikan dan pengumpulan hasil hutan yang dilaksanakan secara tradisional”.

2.3 Rehabilitasi dan Konservasi Mangrove