6 ini, perdagangan elektronik dan pemerintahan elektronik yang sedang digalakkan
Pemerintah Indonesia tidak akan berkembang dan tidak akan memberikan kontribusi yang baik pada pembangunan Indonesia. Kepercayaan ini dapat dicapai dengan
memberikan kepastian hukum terhadap tulisan elektronik.
B. Arsip Kertas Sebagai Alat Bukti
Dalam perkara perdata, perkara pidana, maupun perkara tata usaha negara,
bukti surat in casu arsip diakui sebagai alat bukti. Kekuatan alat bukti surat ini
menurut hukum yang berlaku adalah tidak sama, karena ada perbedaan antara kekuatan pembuktian yang berupa surat biasa dan surat yang dikategorikan dengan
“akta”. Akta juga ada yang otentik dan ada juga akta di bawah tangan. Akta ialah surat yang berisi pernyataanjanjiperistiwa yang ditandatangani
oleh yang menyatakanberjanjimenyaksikan, yang dibuat untuk alat bukti dalam proses hukum. Dua hal penting mengenai akta ialah:
1. Ditandatangani 2. Dibuat untuk alat bukti.
7
Akta Otentik
Menurut Pasal 1868 BW, suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan dalam undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat
umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat. Singkatnya, akta otentik:
1. Dibuat oleh pejabat umum;
2. Dalam bentuk yang ditentukan UU;
3. Di tempat di mana pejabat itu berwenang membuat akta itu.
Siapa pejabat umum itu? Pejabat umum itu antara lain:
8
1. Notaris
2. Hakim
3. Panitera Pengadilan Negeri
4. Juru Sita di Pengadilan Negeri
7
Effendi Perangin dan Nandang Alamsah D., Ketrampilan Membuat Akta Perjanjian Dokumen Lainnya, CLTC, Jakarta, 1991, hlm. 3-7.
8
Ibid., hlm. 4.
7 5.
Pegawai Kantor Catatan Sipil 6.
Juru Lelang 7.
Pejabat Pembuat Akta Tanah. Bentuk akta masing-masing pejabat itu ditentukan oleh UU atau peratutran
perundang-undangan yang lain. Tempat akta otentik itu dibuat harus dalam wilayah kekuasaan pejabat itu.
Notaris yang diangkat untuk wilayah Jakarta, tidak boleh membuat akta di Surabaya. Juru Sita di Pengadilan Negeri Medan tidak boleh membuat Berita Acara Sita
Jaminan di Bogor. Sedangkan yang dimaksud dengan akta bawah tangan adalah akta yang boleh
dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas dan di mana saja.
Kekuatan Pembuktian Kekuatan pembuktian akta otentik adalah sempurna Pasal 165 HIR dan Pasal
1870 BW. Sempurna bagi siapa? 1.
Para Pihak. 2.
Ahli waris para pihak. 3.
Orang yang mendapat hak dari masing-masing pihak.
Terhadap orang lain pihak ketiga, kekuatan pembuktian akta otentik: bebas. Kekuatan pembuktian sempurna, berarti : jika kepada hakim diberikan akta
itu sebagai bukti, maka hakim harus menerimanya sebagai bukti yang cukup: tidak perlu bukti lainnya.
Kekuatan pembuktian bebas, berarti: jika kepada hakim diberikan akta
sebagai bukti, maka hakim boleh menerimanya atau menolaknya sebagai bukti yang cukup.
Kekuatan pembuktian akta bawah tangan adalah sempurna kalau diakui para pihak ps 1, b staatsblad 1967 No. 29 dan ps.1875 BW.
Perhatikan: supaya memperoleh kekuatan pembuktian yang sempurna, akta bawah
tangan harus diakui para pihak. Akta otentik tidak perlu pengakuan para pihak;
dengan sendirinya mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
8 Ingat : Kekuatan pembuktian akta bawah tangan yang sempurna itu juga berlaku
untuk : 1.
Para pihak 2.
Ahli waris para pihak 3.
Orang yang mendapat hak dari masing-masing pihak bagi pihak ketiga : bukti bebas.
Kekuatan pembuktian sempurna, tidak berati tidak dapat dibantah. Jika ada
bukti sebaliknya yang kuat, yang dapat diterima hakim, maka kekuatan pembuktian itu dapat dihancurkan. Contoh: Dalam surat kuasa notariil disebut bahwa A hadir
didepan notaris dan memberi kuasa memasang hipotek kepada bank Utama. Ternyata A tidak pernah hadir di depan notaris pada tanggal yang disebut dalam surat kuasa itu.
Jika A berhasil membuktikan bahwa pada tanggal itu ia berada di New York misalnya, maka kekuatan pembuktian akta notaris itu hancur.
Perbedaan antara akte otentik dengan akte di bawah tangan:
No. Akte otentik
Akte di Bawah Tangan
1. Bentuknya ditentukan UU
Bentuknya bebas 2.
Dibuat oleh pejabat umum Dibuat oleh siapa saja asal
berwenang 3.
Mempunyai pembuktian
sempurna, artinya jika akte dijadikan bukti maka akte
itu dianggap benar isinya, tanggalnya,
dan tanda
tangannya. Jika
ada bantahan maka orang yang
membantah itu yang harus membuktikannya sendiri.
Baru mempunyai
pembuktian sempurna jika diakui oleh pihak lawan.
Jika ditolak atau diingkari maka
yang harus
membuktikan adalah orang yang membuat akte di
bawah tangan itu.
Akta yang harus Otentik
Pada umumnya akta boleh dibuat otentik, boleh pula bawah tangan. Tetapi ada akta-akta yang oleh undang-undang diharuskan dalam bentuk otentik, misalnya:
Akta hibah : Pasal 1682 BW Akta Pendirian PT : Pasal 38 KUHD jo Pasal 7 UU No. 11995 tentang PT
FaCV: Pasal 22 KUHD Akta Perkawinan : Pasal 100 BW
Akta Perjanjian Kawin : Pasal 147 BW
9 Akta Hipotek: Pasal1171 1 BW
Surat kuasa memasang hipotek: Pasal 11712 BW Akta tentang Tanah: Pasal 37 PP 24 1997
Akta Pengakuan anak: Pasal 281 BW. Jual beli, hibah, tukar menukar, pembagianpemisahan warisan, pemasukan
kedalam PT. Jika akta yang harus otentik dibuat bawah tangan, maka tidak ada akibat
hukumnya tindakan itu tidak sah. Arsip kertas atau surat akan menjadi tidak berarti secara hukum jika sudah
daluwarsa. Eksistensi daluwarsa dan Jadwal Retensi Arsip ada saling hubungan. Di samping ada persamaan antara keduanya, juga ada perbedaannya. Hubungannya
terutama dalam masalah penentuan arsip yang sudah tidak berguna dari segi hukum yang akan dijadikan sebagai alat pembuktian di Pengadilan. Artinya bisa saja daluarsa
arsip ini ditentukan atau bersandarkan kepada jadwal retensi arsip. Arsip yang sudah melewati jangka waktu yang telah tertentu dalam Jadwal Retensi Arsip dapat berarti
sudah daluarsa, tetapi dapat juga tidak jika secara tegas ada peraturan yang mengatur lain mengenai jangka waktu daluwarsanya. Sebab Jadwal Retensi Arsip ini tidak
hanya menentukan arsip yang harus dimusnahkan saja tetapi juga menentukan arsip yang harus disimpan permanen walaupun menurut Peraturan Perundang-undangan
sudah daluwarsa. Dengan demikian perbedaannya adalah adanya daluwarsa arsip menjadikan
arsip tidak berfungsi sebagai alat bukti di Pengadilan walaupun menurut Jadwal Retensi Arsip, “arsip” yang bersangkutan termasuk kategori permanen sehingga harus
disimpan selamanya umpamanya di ANRI, tetapi dari segi hukum pembuktian sudah tidak ada gunanya lagi karena sudah lewat waktu atau daluwarsa umpamanya
sudah 30 tahun.
C. Peraturan Perundang-undangan Tentang Pembuktian Yuridis