8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri Leher
2.1.1 Definisi Nyeri Leher Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang serta eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.
Menurut International Association for Study of Pain IASP, nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Menurut Engel dalam Parjoto 2006 menyatakan nyeri sebagai
suatu dasar sensasi ketidak nyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang
nyata, ancaman atau fantasi luka Parjoto, 2006. Definisi nyeri yang diusulkan oleh the Subcommitte on Taxonomy of the
International Association for the Study of Pain IASP menyatakan bahwa nyeri merupakan sensasi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
yang diikuti gangguan atau kerusakan jaringan yang merupakan kombinasi dari respon sensoris, afektif dan kognitif sehingga hubungan nyeri dengan
kerusakan jaringan tidak sama dan tidak konstan. Nyeri menyebabkan fungsi
dan gerak tertentu dari tubuh menjadi terbatas sehingga sangat mengganggu aktivitas fungsional. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar
sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik
danatau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang individu Gerwin, 2010
Jadi dapat disimpulkan, nyeri merupakan suatu perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang akibat adanya kerusakan jaringan dan
nyeri tersebut merupakan suatu pengalaman yang pribadi serta bersifat subjektif sehingga rasa nyeri yang dirasakan setiap orang berbeda
– beda. 2.1.2 Fisiologi Nyeri
Tipe nyeri ada beberapa jenis, pertama yaitu nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh aktivitas nosiseptor reseptor nyeri sebagai respon terhadap
stimuli yang berbahaya. Nosiseptif sebenarnya merupakan alur nyeri yang dimulai dari transduksi, transmisi, modulasi sampai persepsi; kedua adalah
nyeri neuropatik yang disebabkan oleh sinyal yang diproses di sistem saraf perifer atau pusat yang menggambarkan kerusakan sistem saraf perifer atau
pusat yang menggambarkan kerusakan sistem saraf.1,3,8,9,10,12 Nosiseptor adalah aferen-aferen primer yang berespon terhadap stimulus yang berbahaya
dan intens. Pertama, stimulus mencetuskan aktivitas pada grup aferen primer di neuron-neuron ganglion sensorik nosiseptor. Melalui system spinal dan
berbagai sistem intersegmental, informasi tersebut mengakses pusat supraspinal
di batang otak dan talamus. Sistem proyeksi ini mewakili dasar rangsangan somatik dan visera yang memberikan hasil berupa usaha menarik diri atau
keluhan verbal. Nosisepsi merupakan istilah yang menunjukkan proses penerimaan yang menunjukkan proses penerimaan informasi nyeri yang dibawa
dari reseptor perifer di kulit dan visera ke korteks serebri melalui penyiaran neuron-neuron. Neuron-neuron sensorik pada akar dorsal ganglia mempunyai
ujung tunggal yang bercabang ke akson perifer dan sentral. Akson perifer mengumpulkan input sensorik dari reseptor jaringan, sementara akson sentral
menyampaikan input sensorik tersebut ke medula spinalis dan batang otak. Akson sensorik aferen nosiseptif tersebar luas di seluruh tubuh kulit,
persendian, visera dan meningen. Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf
aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel - sel saraf ini mempunyai reseptor pada
ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum - sum tulang belakang dan otak. Reseptor - reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls
yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor - reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor. Stimulus pada jaringan
akan merangsang nosiseptor melepaskan zat - zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim
proteolitik. Zat - zat kimia ini akan mensensitasi ujung saraf dan menyampaikan impuls ke otak Guyton Hall, 2008.
Kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori
asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak
bagian bawah dan bagian tengah dan impuls - impuls dipancarkan ke korteks serebri. Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden
harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam
kornu dorsalis yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan transmisi informasi yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden.
Seringkali area ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan
jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang.
Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri Guyton Hall, 2008.
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain serta stimulasi serabut yang mengirim
sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel - sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis
mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri Guyton Hall, 2008.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Leher Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya nyeri leher, yaitu Anggraeni, 2013: a. Trauma pada otot
Kerja otot secara berlebihan saat bekerja, dapat menyebabkan terjadinya trauma makro dan mikro pada otot. Trauma makro disebabkan karena injury
langsung pada jaringan otot sedangkan trauma makro yang terjadi menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang berujung pada pembentukan
jaringan-jaringan kolagen baru. Jaringan kolagen ini cenderung berbentuk tidak beraturan, dan menjadi pemicu munculnya myofascial trigger point pada
otot. Sedangkan trauma mikro disebabkan karena adanya cedera yang berulang-ulang pada otot repetitive injury akibat kerja yang terus menerus.
Beban kerja yang diterima terus menerus ini dapat menstimulasi terbentuknya jaringan kolagen baru dan berujung pada terbentuknya jaringan fibrous. Hal
ini lah yang memicu semakin berkembangnya trigger point pada otot Gerwin, 2001.
b. Postur tubuh Postur tubuh yang buruk dalam aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan
terjadinya myofascial pain syndrome. Aktivitas manusia saat ini cenderung statis dengan postur yang buruk, seperti: forward head posture dan lateral
head posture dapat menyebabkan beban yang berlebihan pada otot upper
trapezius. Hal ini jika berlangsung lama akan menimbulkan terbentuknya trigger point pada otot .
c. Sikap bekerja Sikap kerja yang buruk saat bekerja, seperti: bekerja dalam posisi stastis
dalam waktu yang lama dan otot yang lelah akibat terlalu lama menahan beban dari kepala dalam posisi ekstensi yang dapat menyebabkan terjadinya
nyeri sertau kekakuan atau spasme pada otot upper trapezius. Hal ini jika dibiarkan secara terus-menerus akan memicu terjadinya myofascial pain
syndrome. d. Usia
Faktor usia juga turut mempengaruhi myofascial pain syndrome. Kasus ini lebih sering terjadi pada usia pertengahan usia dewasa. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena kemampuan otot untuk menahan beban dan mengatasi trauma akibat beban tersebut mulai menurun. Selain itu, semakin tua usia
seseorang akan menyebabkan degenerasi pada ototnya. Hal ini ditandai dengan penurunan jumlah serabut otot, atrofi serabut otot, dan berkurangnya
masa otot. Dampaknya yaitu pada penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot. 2.1.4 Nyeri Otot Upper Trapezius
Otot upper trapezius adalah otot tipe I tonik atau disebut juga red muscle karena berwarna lebih gelap dari otot lainnya, yang banyak
mengandung hemoglobin dan mitokondria. Otot upper trapezius bekerja secara konstan bersama-sama dengan otot-otot shoulder girdle lain yaitu memfiksasi
scapula dan leher termasuk mempertahankan postur kepala yang cenderung jatuh ke depan karena kekuatan gravitasi dan berat kepala itu sendiri.
Kerja otot ini akan meningkat pada kondisi tertentu seperti adanya postur yang jelek,
ergonomi kerja yang buruk, degenerasi otot, trauma atau strain kronis. Keadaan ini akan beresiko untuk terjadinya gangguan pada jaringan miofasial otot upper
trapezius itu sendiri Neuman, 2002. Otot tonik berfungsi untuk
mempertahankan sikap, kelainan tipe otot ini cenderung tegang dan memendek. Itu sebabnya jika otot upper trapezius berkontraksi dalam jangka waktu lama
jaringan ototnya menjadi tegang dan akhirnya timbul nyeri. Otot upper trapezius berfungsi untuk gerak menarik bahu keatas elevasi. Keluhan yang
dirasakan pasien adalah nyeri otot pada bagian leher sampai pundak. Kondisi ini lebih lanjut sering disebut sindroma miofasial yang pada kasus ini adalah
pada otot upper trapezius. Sebagaimana diketahui pada jaringan miofasial yang sehat terdapat
keseimbangan antara
kompresi atau
ketegangan dengan
rileksasi. Keseimbangan ini dipelihara oleh adanya substansi dasar ground substance
dari jaringan miofasial. Substansi dasar ini mempertahankan keseimbangan kompresi atau tegangan dengan relaksasi melalui cara mempertahankan jarak
antar serabut jaringan ikat, berperan sebagai alat transpor zat gizi dan sebagai alat transpor zat-zat sisa metabolisme Neuman, 2002.
2.1.5 Pengukuran Nyeri Visual Analogue Scale VAS merupakan alat pengukuran intensitas nyeri
yang dianggap paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian dan pengaturan klinis. VAS umumnya disajikan dalam bentuk garis horizontal
berupa garis lurus yang panjangnya biasanya 10 cm atau 100 mm, dengan penggambaran verbal pada masing - masing ujungnya, seperti angka 0 tanpa
nyeri sampai angka 10 nyeri terberat. Dalam perkembangannya VAS menyerupai NRS yang cara penyajiannya diberikan angka 0-10 yang masing-
masing nomor dapat menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. VAS juga sering digunakan untuk menilai nyeri pada pasien untuk dapat
memperoleh sensitivitas obat pada uji coba obat analgetik. Dalam penggunaan VAS terdapat beberapa keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh.
Keuntungan penggunaan VAS antara lain VAS adalah metode pengukuran intensitas nyeri paling sensitif, murah dan mudah dibuat. VAS mempunyai
korelasi yang baik dengan skala-skala pengukuran yang lain dan dapat diaplikasikan pada semua pasien serta VAS dapat digunakan untuk mengukur
semua jenis nyeri. Namun kekurangan dari skala ini adalah VAS memerlukan pengukuran yang lebih teliti dan sangat bergantung pada pemahaman pasien
terhadap alat ukur tersebut Breivik H, et al., 2008. VAS telah direkomendasikan untuk menilai keparahan nyeri pada IHS
edisi pertama untuk trial kontrol obat-obat migren pada tahun 1991. Beberapa studi lainnya juga telah menunjukkan bahwa VAS merupakan alat ukur yang
valid dan reliable pada pengukuran intensitas nyeri baik kronik maupun akut. Pengukuran nyeri dilakukan dengan cara pasien diminta untuk menandai
sepanjang garis tersebut, sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi
oleh pasien ukuran mm, dan itulah nilai yang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian nilai tersebut dicatat untuk melihat kemajuan dari pengobatan
atau terapi yang dilakukan.
Gambar 2.1 : Visual Analogue Scale Sumber :
Warden et al, 2003
Keterangan : 0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-10 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
2.2 Biomekanik dan Anatomi Terapan Cervical