Perbandingan Intervensi Auto Stretching Dan Active Isolated Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Otot Upper Trapezius Pada Pegawai Negeri Sipil Di Dinas Kelautan Dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali.

(1)

SKRIPSI

PERBANDINGAN INTERVENSI AUTO STRETCHING DAN ACTIVE

ISOLATED STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI OTOT UPPER

TRAPEZIUS PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS KELAUTAN DAN

PERIKANAN PEMERINTAH PROVINSI BALI

011

I GUSTI BAGUS ARI PRADNYANA PUTRA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

i

SKRIPSI

PERBANDINGAN INTERVENSI AUTO STRETCHING DAN

ACTIVE ISOLATED STRETCHING TERHADAP PENURUNAN

NYERI OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA PEGAWAI NEGERI

SIPIL DI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PEMERINTAH

PROVINSI BALI

Laporan Penelitian ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA FISIOTERAPI

011

OLEH:

I GUSTI BAGUS ARI PRADNYANA PUTRA 1202305014

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(3)

(4)

(5)

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Intervensi Auto Stretching dan Active Isolated Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Otot

Upper Trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah

Provinsi Bali”.

Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, PFK selaku ketua Program Studi Fisioterapi Universitas Udayana.

3. Bapak Ari Wibawa, SSt.Ft, M.Fis selaku pembimbing sekaligus pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Dr. dr. Susy Purnawati, M.K.K,AIFO selaku pembimbing sekaligus pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dosen-dosen pengajar dan staf Program Studi Fisioterapi yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

vi

6. Ajik, Ibu dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh teman-teman Fisioterapi 2012 (Axoplasmic) yang selalu membantu dan memberikan semangat.

8. Seluruh kerabat dan sejawat yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak penulis sangat harapkan.

Denpasar, Juni 2016


(8)

vii

PERBANDINGAN INTERVENSI AUTO STRETCHING DAN ACTIVE

ISOLATED STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI OTOT UPPER

TRAPEZIUS PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS KELAUTAN DAN

PERIKANAN PEMERINTAH PROVINSI BALI ABSTRAK

Nyeri leher adalah rasa nyeri yang meliputi kelainan saraf, tendon, otot dan ligamen di sekitar leher. Pekerjaan sebagai pegawai kantor berpotensi mengalami keluhan nyeri leher. Kasus ini sering terjadi pada otot upper trapezius dan menyebabkan keterbatasan pada lingkup gerak sendi leher. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara latihan Auto Stretching dengan Active Isolated Stretching

terhadap penurunan nyeri otot Upper Trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan pretest-postest two group design menggunakan sampel 24 orang, yang dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok 1 diberikan latihan Auto Stretching, sedangkan Kelompok 2 diberikan latihan

Active Isolated Stretching. Pengukuran nilai nyeri diukur dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Setelah mendapatkan data hasil penelitian, dilakukan uji normalitas dengan Shapiro wilk test dan uji homogenitas dengan Levene’s test, untuk selanjutnya dilakukan uji statistik dengan Independent Sample T-test..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis perbedaan rerata skor nyeri sesudah Intervensi antar kelompok menggunakan Independent T-test

ditemukan adanya perbedaan skor nyeri yang signifikan (p<0,05). Intervensi Auto Stretching memberi efek menurunkan nyeri otot Upper Trapezius dengan rerata (1,16±0,167), sedangkan Intervensi Active Isolated Stretching memberi efek penurunan nyeri sebesar (1,66±0,220). Intervensi Active Isolated Stretching menurunkan nyeri otot

Upper Trapezius sebesar 45,58% dibandingkan Intervensi Auto Stretching yang memberikan efek penurunan nyeri sebesar 34,65%.

Dapat disimpulkan bahwa latihan Active Isolated Stretching lebih menurunkan intensitas nyeri otot Upper Trapezius daripada Auto Stretching pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali.


(9)

viii

THE COMPARASION OF AUTO STRETCHING AND ACTIVE ISOLATED STRETCHING TO REDUCE PAIN OF UPPER TRAPEZIUS MUSCLE AMONG CIVIL SERVANTS IN THE DEPARTMENT OF MARINE FISHERIES

AND PROVINCIAL BALI GOVERNMENT ABSTRACT

Neck pain is pain that include neurological disorders, tendon, muscles and ligaments around the neck. Office workers potertially experiencing neck pain. This case often occurs in the upper trapezius muscle and cause limitations on the range of motion of the neck. The purpose of this study was to determine the difference between Auto Stretching exercise with Active Isolated Stretching the Upper Trapezius muscle pain reduction in the Civil Service Marine and Fisheries Agency of Bali Provincial Government.

The research is experimental pretest - posttest design with two group design. Group 1 was given Auto Stretching exercise, while the second group was given Active Isolated Stretching. Measurement values measured pain using the Visual Analouge Scale (VAS). After getting the data from the study, conducted by Shapiro Wilk normality test

and homogeneity test with Levene’s tes, for further statistical test with Independent Sample T-test.

The results of this research showed that based on the analysis of difference mean pain score after intervention between the groups using Independent T-test reveal any significant differences in pain score (p < 0,05). Auto Stretching intervention gave effect is decreasing Upper Trapezius muscle pain with average (1,16±0,167) meanwhile Active Isolated Stretching intervention gave effect in decreasing pain in amount of (1,66±0,220). Active Isolated Stretching intervention decreases the Upper Trapezius muscle pain by 45,58% compared to Auto Stretching intervention which gives effect on the reduction of the pain by 34,65%.

Based on these results, it can be concluded that the Active Isolated Stretching exercises reduce pain intensity over Upper Trapezius muscle than Auto Stretching on Civil Servants in the Marine and Fisheries Agency of Bali Provincial Government.


(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... .... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….……. iv

KATA PENGANTAR...v

ABSTRAK……….…...vii

ABSTRACT……….. viiii DAFTAR ISI………....ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2 Praktis ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Nyeri Leher ... 8

2.1.1 Definisi Nyeri Leher ... 8

2.1.2 Fisiologi Nyeri ... 9

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Leher……… ... 12

2.1.4 Nyeri Otot Upper Trapezius………. .. 13

2.1.5 Pengukuran Nyeri………. .. 15

2.2 Biomekanik dan Anatomi Terapan Cervical ... 17

2.2.1 Regio Cervical ... ..17


(11)

x

2.2.3 Anatomi Terapan pada Otot Upper Trapezius……… ... 21

2.2.4 Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi serta Relaksasi Otot………... ... 22

2.3 Sikap Kerja Pegawai Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali ... 24

2.4 Auto Stretching ... 26

2.4.1 Pengertian ... 26

2.4.2 Indikasi dan Kontra Indikasi ... 26

2.4.3 Prinsip Aplikasi Auto Stretching ... 27

2.4.4 Mekanisme Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius dengan Pemberian Auto Stretching ... 28

2.5 Active Isolated Stretching………... 30

2.5.1 Pengertian……… ... 30

2.5.2 Indikasi dan Kontra Indikasi……… ... 30

2.5.3 Prinsip Aplikasi Active Isolated Stretching………... ... 31

2.5.4 Pedoman Latihan Active Isolated Stretching………. ... 32

2.5.5 Mekanisme Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius dengan Pemberian Active Isolated Stretching... ... 34

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir ... 36

3.2 Konsep Penelitian ... 38

3.3 Hipotesis Penelitian ... 39

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian………. 40

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian……… 41

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian………. 41

4.3.1 Populasi Penelitian……….……… 41

4.3.1.1 Populasi Target……… 41

4.3.1.2 Populasi Terjangkau……… 41


(12)

xi

4.3.3 Besar Sample………. 43

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel………. 44

4.4 Variabel Penelitian……… 44

4.5 Definisi Operasional Variabel………... 45

4.6 Instrumen Penelitian……….. 46

4.7 Prosedur Penelitian……… 46

4.7.1 Persiapan Penelitian………... 46

4.7.2 Pelaksanaan Penelitian………... 48

4.8 Alur Penelitian………... 52

4.9 Teknik Analisa Data……….. 53

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Data Karakteristik Sampel………. 56

5.2 Uji Normalitas dan Homogenitas……….. 57

5.3 Uji Hipotesis……….. 58

5.3.1 Uji Beda Rerata Penurunan Nyeri Otot Upper Trapezius Sebelum dan Sesudah Pemberian Auto Stretching dan Active Isolated Stretching….. 58

5.3.2 Hasil Uji Komparasi Nilai Selisih Penurunan Nyeri Otot Upper Trapezius Sebelum dan Sesudah Perlakuan Antar Kelompok………… 59

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel………. 62

6.2 Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius Setelah Pemberian Auto Stretching……… 64

6.3 Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius Setelah Pemberian Active Isolated Stretching……… 65

6.4 Active Isolated Stretching Lebih Menurunkan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius daripada Auto Stretching………...67

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ………... 71


(13)

xii

DAFTAR PUSTAKA………. 73 LAMPIRAN


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Visual Analogue Scale... 16

Gambar 2.2 Otot Upper Trapezius ... 20

Gambar 2.3 Anatomi Otot Trapezius ... 22

Gambar 2.4 Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi serta Relaksasi Otot ... 23

Gambar 2.6Auto Stretching pada Leher ... 28

Gambar 2.7Post Isometric Relaxation ... 29

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 38

Gambar 4.1 Desain Penelitian ... 40


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Prosedur Assessment Fisioterapi ... 47 Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin………... 56

Tabel 5.2 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Usia dan Waktu Bekerja………... 56 Tabel 5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Penurunan Nyeri Otot Upper

TrapeziusSebelum dan Sesudah Intervensi……….57

Tabel 5.4 Hasil Uji Rerata Penurunan Nyeri Otot Upper Trapezius Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Masing –Masing Kelompok………59 Tabel 5.5 Hasil Uji Komparasi Nilai Selisih Penurunan Nyeri Otot Upper

TrapeziusSebelum dan Sesudah Intervensi Antar Kelompok………….60

Tabel 5.6 Presentase Penurunan Nyeri Otot Upper Trapezius


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai pegawai kantoran tersebut biasanya mleakukan pekerjaan dalam posisi statis dan cenderung monotone. Bekerja pada ruang lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta teknologi yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaannya. Salah satu fasilitas yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sebagai seorang pegawai kantoran adalah komputer. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi penggunaan komputer memberikan dampak positif dalam melaksanakan pekerjaan. Akan tetapi selain memberikan dampak positif, penggunaan komputer juga dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan tubuh.

Masalah yang sering dialami oleh pegawai kantoran khususnya Pegawai

Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali adalah

nyeri pada leher akibat posture yang kurang baik pada saat bekerja. Ada banyak

resiko dan dampak negatif bagi kesehatan tubuh yang ditimbulkan akibat bekerja,

salah satunya yaitu bekerja dengan menggunakan komputer. Saat menggunakan


(17)

2

ke bawah akibat posisi layar komputer yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi

sehingga operator harus melihat keatas, posisi tubuh yang sering membungkuk,

dan postur yang buruk seperti forward head position. Posisi duduk dan posisi

kepala yang sedikit fleksi serta membungkuk dan cenderung monotone dalam

waktu yang lama pada saat bekerja dapat menyebabkan leher menjadi terasa

pegal dan sakit akibat posisi kerja yang kurang baik dan kurang ergonomis.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suwantini (2015) dikatakan

bahwa posisi duduk yang cenderung statis dan posisi leher sedikit fleksi dalam

kurun waktu yang lama serta posisi kerja yang kurang ergonomis dapat

menimbulkan terjadinya nyeri leher. Keadaan tersebut akan mengarahkan tubuh

dalam keadaan posisi statis yang akan menyebabkan terjadinya keluhan

muskuloskeletal. Saat tubuh dalam posisi statis, terjadi kontraksi yang terjadi

secara terus-menerus pada otot. Jika dilakukan secara berulang-ulang (repetitif)

dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kerusakan

pada jaringan sehingga terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme. Perlengketan

jaringan akan terjadi akibat dari kurangnya nutrisi dan oksigen sehingga

menyebabkan ischemia. Hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada otot yang

berkontraksi terutama pada daerah leher. Nyeri muskuloskeletal di leher merupakan masalah kesehatan pada masyarakat modern. Sebuah studi menunjukkan prevalensi nyeri muskuloskeletal pada leher di masyarakat selama 1 tahun besarnya 40% dan prevalensi ini lebih tinggi pada wanita. Selama 1 tahun, prevalensi nyeri muskuloskelatal di daerah leher pada pekerja besarnya


(18)

3

berkisar antara 6 - 76% dan wanita ternyata juga lebih tinggi dibandingkan pria. Untuk mengevaluasi nyeri muskuloskeletal dapat menggunakan VAS, dimana menurut penelitian yg dilakukan oleh (Breivik H, et al., 2008) penggunan VAS valid untuk mengukur nyeri, dan VAS sering digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur derajat nyeri.

Nyeri muskuloskeletal di leher adalah rasa nyeri yang meliputi kelainan saraf, tendon, otot dan ligamen di sekitar leher. Berbagai jenis pekerjaan dapat mengakibatkan nyeri leher terutama selama bekerja dengan posisi tubuh yang salah sehingga membuat leher berada dalam posisi tertentu dalam jangka waktu lama. Misalkan pekerja yang sepanjang hari hanya duduk bekerja dengan komputer, Keluhan nyeri leher tersebut terjadi akibat otot-otot yang mengalami ketegangan pada saat menunduk menatap layar komputer adalah otot yang berfungsi untuk ekstensi kepala atau yang membantu pada saat ekstensi kepala. Otot yang membantu ekstensi leher dan letaknya superfisial adalah otot upper trapezius (Diana, 2007).

Jadi apabila posisi leher menunduk statis ke depan menatap layar komputer selama beberapa jam secara terus-menerus dapat menyebabkan spasme pada otot upper trapezius. Maka dari itu pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil yang terlalu lama bekerja dalam posisi statis dan cenderung monoton secara terus-menerus berpotensi mengalami keluhan nyeri. Keluhannya berupa rasa nyeri dan kaku di bagian leher sampai bahu, terkadang keluhan tersebut sampai menjalar ke tangan. Kalau hal tersebut dibiarkan tanpa mendapat penangan yang


(19)

4

tepat bisa menyebabkan keluhan yang lebih parah, seperti myofacial syndrome

(Tana, et al., 2009).

Pengobatan yang biasa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri adalah pengobatan secara farmakologi dan non farmakologi. Salah satu pengobatan non farmakologi adalah dengan fisioterapi. Penanganan yang dapat dilakukan oleh fisioterapi pada penderita yang mengalami keluhan nyeri leher adalah dengan cara mobilisasi serta manipulasi sendi dan otot (stretching & strengthening), TENS, Ultrasound, traksi ataupun koreksi postur (Sugijanto, 2008). Salah satu terapi fisioterapi yang dapat diberikan dan dilakukan sendiri oleh pasien adalah

stretching. Stretching dapat dilakukan sebagai proses terapi latihan untuk mencegah dampak yang lebih parah dari keluhan nyeri leher tersebut.

Stretching adalah istilah yang digunakan untuk memanjangkan struktur jaringan lunak yang memendek, rileksasi, nyeri berkurang dan spasme berkurang (Ylinen, 2007). Stretching adalah suatu metode atau cara untuk meningkatkan dan menjaga fleksibiltas serta mobilitas dari otot dan persendian, serta stretching

juga mampu mengurangi terjadinya cedera dan gangguan postur tubuh (Kisner, 2007). Stretching yang digunakan pada penelitian ini adalah Auto Stretching dan Active Isolated Stretching.

Auto stretching adalah stretching otot pada posisi yang benar, yang dapat mencegah dan atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman atau nyeri pada otot, mengurangi nyeri leher dengan cara menstimulasi golgi tendon, jumlah sakomer meningkat, pelepasan zat adhesi berkurang, relaksasi serta


(20)

5

meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas otot sehingga nyeri berkurang (Herbert, 2002). Sedangkan active isolated stretching merupakan suatu teknik atau metode

stretching yang menggunakan adaptasi suatu kontraksi otot agonis secara aktif dan merelaksasikan otot antagonisnya melalui inhibisi timbal balik yang menyebabkan terjadinya peregangan pada otot antagonis tanpa meningkatkan ketegangan otot (Muscle Tension). (Longo, 2009)

Meskipun kedua metode stretching tersebut memiliki kesamaan tujuan dalam menurunkan nyeri dan mengurangi ketegangan otot akibat pemendekan, namun masih perlu dibuktikan salah satu yang lebih baik dari kedua metode

stretching tersebut dalam meningkatkan fleksibilitas otot upper trapezius. Sehingga fisioterapis dan penderita dapat memilih pelatihan yang sesuai dan efektif untuk mengurangi tightness dan menurunkan nyeri pada otot upper trapezius. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitan eksperimental untuk memberikan pelatihan tentang cara mengurangi serta penanganan nyeri akibat spasme dan pemendekan otot. Mengingat ruang lingkup kondisi kerja dari pegawai kantoran sangat rentan mengalami keluhan nyeri leher akibat kondisi kerja yang cenderung statis serta posisi kerja yang kurang ergonomis.


(21)

6

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian intervensi auto stretching dapat menurunkan nyeri otot

upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali ?

2. Apakah pemberian intervensi active isolated stretching dapat menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali ?

3. Apakah pemberian intervensi active isolated stretching lebih baik daripada

auto stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran secara umum perbandingan intervensi

auto stretching dengan intervensi active isolated stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan pemberian intervensi auto stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali.


(22)

7

2. Untuk membuktikan pemberian intervensi active isolated stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali.

3. Untuk membuktikan pemberian intervensi active isolated stretching lebih baik daripada auto stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius

pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca khususnya manfaat auto stretching dan active isolated stretching dalam menurunkan intensitas nyeri pada otot upper trapezius.

1.4.2 Manfaat Praktis

Bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemilihan intervensi bagi peneliti berikutnya mengenai cara mengatasi nyeri pada otot upper trapezius. Serta dapat memberikan pengalaman, pengetahuan dan informasi yang sangat berharga bagi peneliti yang dapat memberikan manfaat serta berguna dalam melaksanakan tugas nantinya.


(23)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Leher

2.1.1 Definisi Nyeri Leher

Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang serta eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Menurut Engel dalam Parjoto (2006) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi ketidak nyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka (Parjoto, 2006).

Definisi nyeri yang diusulkan oleh the Subcommitte on Taxonomy of the International Association for the Study of Pain (IASP) menyatakan bahwa nyeri merupakan sensasi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang diikuti gangguan atau kerusakan jaringan yang merupakan kombinasi dari respon sensoris, afektif dan kognitif sehingga hubungan nyeri dengan kerusakan jaringan tidak sama dan tidak konstan. Nyeri menyebabkan fungsi


(24)

9

dan gerak tertentu dari tubuh menjadi terbatas sehingga sangat mengganggu aktivitas fungsional. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang individu (Gerwin, 2010)

Jadi dapat disimpulkan, nyeri merupakan suatu perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang akibat adanya kerusakan jaringan dan nyeri tersebut merupakan suatu pengalaman yang pribadi serta bersifat subjektif sehingga rasa nyeri yang dirasakan setiap orang berbeda – beda.

2.1.2 Fisiologi Nyeri

Tipe nyeri ada beberapa jenis, pertama yaitu nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh aktivitas nosiseptor (reseptor nyeri) sebagai respon terhadap stimuli yang berbahaya. Nosiseptif sebenarnya merupakan alur nyeri yang dimulai dari transduksi, transmisi, modulasi sampai persepsi; kedua adalah nyeri neuropatik yang disebabkan oleh sinyal yang diproses di sistem saraf perifer atau pusat yang menggambarkan kerusakan sistem saraf perifer atau pusat yang menggambarkan kerusakan sistem saraf.1,3,8,9,10,12 Nosiseptor adalah aferen-aferen primer yang berespon terhadap stimulus yang berbahaya dan intens. Pertama, stimulus mencetuskan aktivitas pada grup aferen primer di neuron-neuron ganglion sensorik (nosiseptor). Melalui system spinal dan berbagai sistem intersegmental, informasi tersebut mengakses pusat supraspinal


(25)

10

di batang otak dan talamus. Sistem proyeksi ini mewakili dasar rangsangan somatik dan visera yang memberikan hasil berupa usaha menarik diri atau keluhan verbal. Nosisepsi merupakan istilah yang menunjukkan proses penerimaan yang menunjukkan proses penerimaan informasi nyeri yang dibawa dari reseptor perifer di kulit dan visera ke korteks serebri melalui penyiaran neuron-neuron. Neuron-neuron sensorik pada akar dorsal ganglia mempunyai ujung tunggal yang bercabang ke akson perifer dan sentral. Akson perifer mengumpulkan input sensorik dari reseptor jaringan, sementara akson sentral menyampaikan input sensorik tersebut ke medula spinalis dan batang otak. Akson sensorik (aferen nosiseptif) tersebar luas di seluruh tubuh (kulit, persendian, visera dan meningen).

Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel - sel saraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum - sum tulang belakang dan otak. Reseptor - reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor - reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat - zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat - zat kimia ini akan mensensitasi ujung saraf dan menyampaikan impuls ke otak (Guyton & Hall, 2008).


(26)

11

Kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls - impuls dipancarkan ke korteks serebri. Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan transmisi informasi yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden.

Seringkali area ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah

membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Guyton & Hall, 2008).

Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain serta stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel - sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri (Guyton & Hall, 2008).


(27)

12

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Leher

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri leher, yaitu (Anggraeni, 2013):

a. Trauma pada otot

Kerja otot secara berlebihan saat bekerja, dapat menyebabkan terjadinya trauma makro dan mikro pada otot. Trauma makro disebabkan karena injury

langsung pada jaringan otot sedangkan trauma makro yang terjadi menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang berujung pada pembentukan jaringan-jaringan kolagen baru. Jaringan kolagen ini cenderung berbentuk tidak beraturan, dan menjadi pemicu munculnya myofascial trigger point pada otot. Sedangkan trauma mikro disebabkan karena adanya cedera yang berulang-ulang pada otot (repetitive injury) akibat kerja yang terus menerus. Beban kerja yang diterima terus menerus ini dapat menstimulasi terbentuknya jaringan kolagen baru dan berujung pada terbentuknya jaringan fibrous. Hal ini lah yang memicu semakin berkembangnya trigger point pada otot (Gerwin, 2001).

b. Postur tubuh

Postur tubuh yang buruk dalam aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan terjadinya myofascial pain syndrome. Aktivitas manusia saat ini cenderung statis dengan postur yang buruk, seperti: forward head posture dan lateral head posture dapat menyebabkan beban yang berlebihan pada otot upper


(28)

13

trapezius. Hal ini jika berlangsung lama akan menimbulkan terbentuknya

trigger point pada otot . c. Sikap bekerja

Sikap kerja yang buruk saat bekerja, seperti: bekerja dalam posisi stastis dalam waktu yang lama dan otot yang lelah akibat terlalu lama menahan beban dari kepala dalam posisi ekstensi yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri sertau kekakuan atau spasme pada otot upper trapezius. Hal ini jika dibiarkan secara terus-menerus akan memicu terjadinya myofascial pain syndrome.

d. Usia

Faktor usia juga turut mempengaruhi myofascial pain syndrome. Kasus ini lebih sering terjadi pada usia pertengahan (usia dewasa). Hal ini kemungkinan disebabkan karena kemampuan otot untuk menahan beban dan mengatasi trauma akibat beban tersebut mulai menurun. Selain itu, semakin tua usia seseorang akan menyebabkan degenerasi pada ototnya. Hal ini ditandai dengan penurunan jumlah serabut otot, atrofi serabut otot, dan berkurangnya masa otot. Dampaknya yaitu pada penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot. 2.1.4 Nyeri Otot Upper Trapezius

Otot upper trapezius adalah otot tipe I (tonik) atau disebut juga red muscle karena berwarna lebih gelap dari otot lainnya, yang banyak mengandung hemoglobin dan mitokondria. Otot upper trapezius bekerja secara konstan bersama-sama dengan otot-otot shoulder girdle lain yaitu memfiksasi


(29)

14

scapula dan leher termasuk mempertahankan postur kepala yang cenderung jatuh ke depan karena kekuatan gravitasi dan berat kepala itu sendiri.Kerja otot ini akan meningkat pada kondisi tertentu seperti adanya postur yang jelek, ergonomi kerja yang buruk, degenerasi otot, trauma atau strain kronis. Keadaan ini akan beresiko untuk terjadinya gangguan pada jaringan miofasial otot upper trapezius itu sendiri (Neuman, 2002). Otot tonik berfungsi untuk mempertahankan sikap, kelainan tipe otot ini cenderung tegang dan memendek. Itu sebabnya jika otot upper trapezius berkontraksi dalam jangka waktu lama jaringan ototnya menjadi tegang dan akhirnya timbul nyeri. Otot upper trapezius berfungsi untuk gerak menarik bahu keatas (elevasi). Keluhan yang dirasakan pasien adalah nyeri otot pada bagian leher sampai pundak. Kondisi ini lebih lanjut sering disebut sindroma miofasial yang pada kasus ini adalah pada otot upper trapezius.

Sebagaimana diketahui pada jaringan miofasial yang sehat terdapat keseimbangan antara kompresi atau ketegangan dengan rileksasi. Keseimbangan ini dipelihara oleh adanya substansi dasar (ground substance) dari jaringan miofasial. Substansi dasar ini mempertahankan keseimbangan kompresi atau tegangan dengan relaksasi melalui cara mempertahankan jarak antar serabut jaringan ikat, berperan sebagai alat transpor zat gizi dan sebagai alat transpor zat-zat sisa metabolisme (Neuman, 2002).


(30)

15

2.1.5 Pengukuran Nyeri

Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang dianggap paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian dan pengaturan klinis. VAS umumnya disajikan dalam bentuk garis horizontal berupa garis lurus yang panjangnya biasanya 10 cm atau 100 mm, dengan penggambaran verbal pada masing - masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat). Dalam perkembangannya VAS menyerupai NRS yang cara penyajiannya diberikan angka 0-10 yang masing-masing nomor dapat menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. VAS juga sering digunakan untuk menilai nyeri pada pasien untuk dapat memperoleh sensitivitas obat pada uji coba obat analgetik. Dalam penggunaan VAS terdapat beberapa keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh. Keuntungan penggunaan VAS antara lain VAS adalah metode pengukuran intensitas nyeri paling sensitif, murah dan mudah dibuat. VAS mempunyai korelasi yang baik dengan skala-skala pengukuran yang lain dan dapat diaplikasikan pada semua pasien serta VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis nyeri. Namun kekurangan dari skala ini adalah VAS memerlukan pengukuran yang lebih teliti dan sangat bergantung pada pemahaman pasien terhadap alat ukur tersebut (Breivik H, et al., 2008).

VAS telah direkomendasikan untuk menilai keparahan nyeri pada IHS edisi pertama untuk trial kontrol obat-obat migren pada tahun 1991. Beberapa studi lainnya juga telah menunjukkan bahwa VAS merupakan alat ukur yang


(31)

16

valid dan reliable pada pengukuran intensitas nyeri baik kronik maupun akut. Pengukuran nyeri dilakukan dengan cara pasien diminta untuk menandai sepanjang garis tersebut, sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah nilai yang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian nilai tersebut dicatat untuk melihat kemajuan dari pengobatan atau terapi yang dilakukan.

Gambar 2.1 : Visual Analogue Scale

(Sumber :Warden et al, 2003)

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-10 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi


(32)

17

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

2.2 Biomekanik dan Anatomi Terapan Cervical 2.2.1 Regio Cervical

Regio cervical disusun oleh 3 sendi penyusun yaitu atlanto-occipital joint

(C0-C1), atlanto-axial joint (C1-C2) dan vertebra joints (C2-C7). Regio ini merupakan regio yang paling sering bergerak dari seluruh bagian tulang vertebra. Hal itu dapat terlihat dari peranannya yaitu untuk mengatur sendi dan memfasilitasi posisi dari kepala, termasuk penglihatan (vision), pendengaran, penciuman dan keseimbangan tubuh. Adapun gerakan yang dihasilkan pada regio ini yaitu fleksi-ektensi, rotasi dan lateral fleksi cervical (Neuman, 2002) a. Atlanto-occipital Joint (C0-C1)

Atlanto-occipital Joint berperan dalam gerakan fleksi-ekstensi dan lateral fleksi cervical. Arthrokinematika pada gerakan fleksi condylus yang conveks

akan slide ke arah belakang terhadap facet articularis yang concaf sebesar 100. Sedangkan pada gerakan ekstensi condylus yang conveks akan slide ke arah depan terhadap facet articularis yang concaf sebesar 17o. Pada gerakan lateral fleksi cervical akan terjadi roll dari sisi-sisi pada jumlah yang kecil pada

condylis occipital yang conveks terhadap facet articularis(atlas) yang concaf


(33)

18

b. Atlanto-axial Joint (C1-C2)

Gerakan utama pada atlanto-axial joint adalah gerakan rotasi cervical

ditambah dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Pada gerakan fleksi akan terjadi gerakan pivot kedepan dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis (C2) sebesar 15o sedangkan pada gerakan ekstensi gerakan pivot kebelakang dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis (C2).

Gerakan rotasi pada sendi ini sebesar 45o dimana atlas yang berbentuk cincin akan berputar disekitar procesus odonthoid bagian procesus articularis inferior atlas yang sedikit concaf akan slide dengan arah sirkuler (melingkar) terhadap procesus articularis superior axis (Neuman, 2002)

c. Vertebra Joints (C2-C7)

Pada vertebra joint terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan lateral fleksi

cervical. Pada gerakan fleksi permukaan procesus articularis inferior vertebra superior yang berbentuk concaf akan slide ke arah atas dan depan terhadap

procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 40o, sedangkan pada gerakan ekstensi permukaan procesus articularis inferior vertebra superior

yang berbentuk concaf akan slide ke arah bawah dan belakang terhadap

procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 70o.

Pada gerakan rotasi akan terjadi slide pada procesus articularis inferior vertebra superior ke arah belakang dan bawah pada ipsilateral arah rotasi dan akan terjadi slide ke arah depan atas pada sisi contralateral terhadap procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 45o.


(34)

19

Gerakan lateral fleksi cervical, procesus articularis inferior vertebra superior pada sisi ipsilateral slide ke arah bawah dan sedikit ke belakang dan pada sisi contralateral akan slide ke arah atas dan sedikit kedepan sebesar 35o.

Inlinasi pada bentuk facet joint akan menghasilkan gerakan coupling yang searah dimana selama gerakan rotasi akan disertai dengan lateral fleksi yang searah (Neuman, 2002)

2.2.2 Biomekanik Terapan pada Otot Upper Trapezius

Otot trapezius adalah salah satu grup otot besar pada tubuh manusia, otot ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu upper, midle dan lower trapezius. Otot upper trapezius merupakan grup otot pada tubuh manusia yang berfungsi untuk elevasi bahu, ekstensi dan lateral fleksi cervical. Otot upper trapezius

merupakan otot yang berperan sentral dalam stabilisasi postur kepala. Stabilisasi tersebut dikarenakan adanya otot agonis dan antagonis yang dimainkan oleh upper trapezius kiri dan kanan. Otot ini memberikan arah tarikan ke inferolateral pada cervical sehingga dengan adanya suatu gangguan pada otot ini akan menyebabkan postur kepala yang tidak seimbang antara kanan dan kiri dan menimbulkan nyeri (Neuman, 2002). Untuk menanggulangi gangguan pada otot upper trapezius dapat dilakukan suatu peregangan dengan metode auto stretching, dimana teknik dari peregangan ini memiliki mekanisme

Post isometric relaxation yang memberikan pengaruh pada pengurangan tonus otot agonis setelah kontraksi isometrik. Hal ini terjadi karena pengaruh reseptor


(35)

20

terhadap overstretching otot oleh inhibisi otot yang selanjutnya berkontraksi. Selain auto stretching, juga dapat dilakukan teknik active isolated stretching

yang merupakanteknik stretching dengan menggunakan reflek neurologis yang disebut reciprocal inhibition (RI). RI menyebabkan otot antagonis dari suatu sendi terhambat kontraksinya dan memfasilitasi otot agonis untuk berkontraksi. Fasilitasi kontraksi pada otot agonis menyebabkan otot antagonis menjadi rileks (Fakhrana, 2014). Gambar 2.2 seperti di bawah menunjukkan otot upper trapezius

Gambar 2.2 : Otot Upper Trapezius

(Sumber : Lippert, 2011) ekstensi cervical

elevasi bahu


(36)

21

2.2.3 Anatomi Terapan pada Otot Upper Trapezius

Otot trapezius dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Upper Trapezius

Origo : Squama ossia occipital diantara linea suprema dan linea nuchalis superior

Insertio : sepertiga acromion clavicula

Fungsinya : menahan gelang bahu dan lengan agar tidak jatuh. Rotasi kepala ke arah kontra lateral

b. Middle Trapezius

Origo : processus spinatus pada vertebra dan cervical bawah dan thorakal atas

Insertio : pada acromion

Fungsinya : menarik scapula dan rotasi scapula ke arah medial c. Lower Trapezius

Origo : processus spinosus vertebra thorakal tengah sampai bawah Insertio : pada spina scapula

Fungsinya : menarik scapula dan rotasi scapula ka arah kaudal

Gambar 2.3 di bawah menunjukkan struktur anatomi otot trapezius, dimana otot trapezius tersebut dibagi menjadi 3, yaitu upper trapezius, middle trapezius dan lower trapezius.


(37)

22

Gambar 2.3 : Anatomi Otot Trapezius

(Sumber : Lippert, 2011)

2.2.4 Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi serta Relaksasi Otot

Selain otot melakukan kontraksi, otot juga akan melakukan relaksasi. Mekanisme kontraksi dan relaksasi otot ini selalu terjadi, dimana setelah mengalami kontraksi otot akan mengalami relaksasi. Apabila kontraksi otot terjadi dalam waktu yang cukup lama, akan terjadi kelelahan otot. Kelelahan otot akan menghambat aliran darah ke otot yang sedang kontraksi, sehingga kelelahan akan semakin parah dengan hilangnya suplai makanan, utamanya otot kehilangan suplai oksigen. Akibat dari ketiadaan suplai oksigen tersebut maka tidak ada ion kalsium yang masuk ke dalam sitoplasma karena pintu masuk kalsium menjadi tertutup sehingga kalsium akan kembali masuk ke dalam

sarcoplasmic reticulum. Sehingga menyebabkan posisi troponin kembali normal sehingga posisi tropomiosin kembali normal serta memutus hubungan antara kepala miosin dan aktin. Kemudian otot akan kembali rileks pada saat kepala miosin dan aktin tidak lagi saling berhubungan sehingga tak ada lagi

Upper trapezius

Middle trapezius


(38)

23

pergeseran molekul. Gambar 2.4 menunjukkan struktur otot dan mekanisme kontraksi serta relaksasi otot.

Gambar 2.4 : Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi serta Relaksasi Otot (Sumber : Sherwood, 2006)

Ada 2 tipe serabut yang utama yaitu serabut slow-twitch dan serabut fast-twitch. Kedua tipe serabut tersebut terdapat di dalam suatu otot tunggal.

1. Tipe I atau slow twitch (tonik muscle fibers) : Jenis otot tunggal menunjukkan 'tonik' karakteristik kontraksi lambat dari otot postural. Ini adalah berwarna merah karena banyak mengandung hemoglobin dan mitokondria, kekuatan motor unit yang rendah, serat busur kaya mitokondria dan enzim oksidatif, tetapi miskin phosphorylases. Karena metabolisme aerobik berkembang dengan baik, serat lambat sangat tahan terhadap kelelahan.

2. Tipe II atau fast twitch (phasic muscle fibers) : disebut juga white muscle

karena berwarna lebih pucat. Otot ini menunjukkan kontraksi cepat 'phasic', diperlukan untuk gerakan skala besar dari segmen tubuh. Ini adalah pucat (putih) dalam warna karena jumlah kecil mioglobin. Serat busur kaya glikogen dan phosphorylases , tetapi miskin dalam mitokondria dan enzim


(39)

24

oksidatif. Banyak mengandung myofibril serta durasi kontraksi lebih pendek dan berfungsi untuk melakukan gerakan yang cepat dan kuat

Kontraksi otot isotonik dibagi menjadi konsentrik dan eksentrik. Kontraksi konsentrik merupakan kontraksi otot yang membuat otot memendek dan terjadi gerakan pada sendi sedangkan kontraksi eksentrik merupakan kontraksi otot pada saat memanjang untuk menahan beban. Kontraksi isometrik merupakan kontraksi otot yang tidak disertai dengan perubahan panjang otot (Lippert, 2011).

2.3 Sikap Kerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali

Profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu pekerjaan manual, yang dilakukan dalam posisi duduk dengan posisi statis, leher agak menunduk ke depan selama beberapa jam. Menurut Diana (2007) otot-otot yang mengalami ketegangan pada saat leher menunduk adalah otot yang berfungsi untuk ekstensi kepala atau yang membantu ekstensi kepala. Otot yang letaknya superfisial dan membantu ekstensi kepala adalah otot upper trapezius.Jadi jika posisi leher menunduk statis ke depan selama beberapa menit dapat menyebabkan ketegangan pada otot upper trapezius. Oleh karena itu, profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di depan komputer sambil menunduk menatap layar komputer dan mengetik serta posisi kerja yang kurang ergonomis secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama dapat


(40)

25

menyebabkan kelelahan secara fisiologis yang disebabkan karena aktivitas kerja dan mempertahankan tubuh pada saat melakukan pekerjaan. Berdasarkan analisis ilmu ergonomi pada pegawai kantoran, terdapat beberapa permasalahan ergonomi yang ditimbulkan akibat pekerjaannya, diantaranya :

1. Sakit leher

Sakit leher ini bisa disebabkan oleh karena posisi duduk dan posisi kepala yang sedikit fleksi serta membungkuk dan monoton dalam waktu lama pada saat bekerja, sehingga menyebabkan leher menjadi terasa pegal-pegal dan sakit.

2. Pegal pada bagian lengan dan pergelangan serta jari-jari tangan

Pegal pada bagian lengan dan pergelangan tangan ini bisa disebabkan oleh karena aktivitas mengetik yang monoton, sehingga bisa menyebabkan pegal-pegal pada bagian lengan dan pergelangan tangan serta jari-jari tangan. 3. Sakit punggung dan nyeri pada pinggang bagian bawah

Sakit punggung dan nyeri pada pinggang bagian bawah ini sama-sama disebabkan karena posisi duduk yang terlalu lama, yaitu selama 7-8 jam sehingga otot-otot punggung biasanya mulai dan terasa letih. Sehingga akibatnya mulai dirasakan nyeri pada pinggang bagian bawah. Nyeri pada pinggang bagian bawah ini akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak di sekitarnya.


(41)

26

2.4 Auto Stretching 2.4.1 Pengertian

Auto stretching juga dikenal sebagai self-stretching karena tipe ini dilakukan sendiri oleh pasien secara aktif. Auto stretching adalah stretching

otot pada posisi yang benar, yang dapat mencegah dan atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman. Auto stretching merupakan

stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot yang membatasi gerakan. Teknik auto stretching merupakan aspek penting dari program latihan di rumah (home programe) dan merupakan penatalaksanaan terapi jangka panjang pada beberapa gangguan muskuloskeletal. Pemberian edukasi terhadap pasien tentang cara yang aman melakukan prosedur auto stretching di rumah sangat penting untuk pencegahan injuri kembali atau mencegah terjadinya disfungsi di masa akan datang (Evjenth Olaf & Hamberg Jean , 1997).

2.4.2 Indikasi dan kontraindikasi

a. Indikasi pemberian auto stretching yaitu : 1. Pemendekan otot dan jaringan ikat

2. Keterbatasan gerak karena deformitas struktur skeletal 3. Kelemahan otot dan perubahan jaringan otot

b. Kontraindikasi pemberian auto stretching yaitu : 1. Sedang mengalami patah tulang


(42)

27

3. Terdapat pengurangan atau penurunan fungsi pada daerah pergerakan 4. Masih adanya tanda – tanda inflamasi akut atau proses infeksi di sekitar

sendi

2.4.3 Adapun prinsip untuk mengaplikasikan auto stretching adalah sebagai berikut (Evjenth Olaf & Hamberg Jean , 1997):

1. Posisi badan dan kepala pasien tegak, pertahankan dalam kondisi stabil dan relaks

2. Latihan harus selalu terkontrol dan mempunyai dampak yang sesuai harapkan.

3. Otot atau grup otot harus dalam keadaan terulur di berbagai posisi dan memanjang sebisa mungkin sehingga dapat mencapai batas dari mobilitas normal.

Prinsip-prinsip vital ini yang membuat auto stretching efektif dan aman.

Auto stretching membantu bergerak dengan mudah dan lebih baik. Tidak ada reaksi perlindungan yang ditimbulkan dan tidak terdapat resiko overs tretch

atau kerobekan pada otot jika stretching dilakukan secara perlahan dan lembut (Evjenth Olaf & Hamberg Jean , 1997).


(43)

28

Gambar 2.6 : Auto Stretching pada Leher (Sumber : Evjenth Olaf & Hamberg Jean , 1997)

2.4.4 Mekanisme Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius dengan Pemberian Auto Stretching

Pemberian auto stretching dapat mengurangi iritasi terhadap saraf Aδ

dan saraf tipe C yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal cross link. Mengaktifkan motor unit maksimal yang ada pada seluruh otot sehingga menstimulus golgi tendon organ, memudahkan pelemasan otot, meningkatkan LGS, aliran darah lancar, relaksasi, nyeri berkurang (Apleton, 2006).

Auto stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot upper trapezius yang membatasi gerakan dan merupakan teknik peregangan dengan konsep kontraksi isotonik (kontraksi dinamik) (Evjenth Olaf & Hamberg Jean , 1997). Pada intervensi auto stretching akan terjadi mekanisme post isometric relaxation (PIR). Post isometric relaxation


(44)

29

isometrik. Hal ini terjadi karena pengaruh reseptor stretch yang disebut golgi tendon organ pada otot agonis. Reseptor ini bereaksi terhadap overstretching

otot oleh inhibisi otot yang selanjutnya berkontraksi. Hal ini secara natural melindungi reaksi terhadap regangan berlebih, mencegah ruptur dan memiliki pengaruh pemanjangan karena relaksasi yang terjadi tiba-tiba pada seluruh otot dibawah pengaruh stretching (Chaitow, 2006).

Gambar 2.7 : Post Isometric Relaxation

(Sumber: Chaitow, 2006)

Dalam teknik ini, kekuatan kontraksi otot terhadap perlawanan yang sama memicu reaksi golgi tendon organ. Impuls saraf afferent dari golgi tendon organ masuk ke bagian dorsal spinal cord dan bertemu dengan inhibitor motor neuron. Hal ini menghentikan impuls motor neuron efferent

dan oleh karena itu terjadi pencegahan kontraksi lebih lanjut, tonus otot menurun, yang menghasilkan relaksasi dan pemanjangan otot agonist sehingga nyeri dapat berkurang (Chaitow, 2006).


(45)

30

2.5 Active Isolated Stretching 2.5.1 Pengertian

Active Isolated Stretching merupakan suatu teknik atau metode

stretching yang menggunakan adaptasi suatu kontraksi otot agonis secara aktif dan merelaksasikan otot antagonisnya melalui inhibisi timbal balik yang menyebabkan terjadinya peregangan pada otot antagonis tanpa meningkatkan ketegangan otot (Muscle Tension). (Longo, 2009)

Active Isolated Stretching merupakan stretching aktif yang melibatkan komponen system neuromuskuler, kemudian didalam terapi disebut metode

Mattes. Metode Mattes digunakan terapi myofacial release dan penguluran untuk otot yang dangkal maupun yang dalam, tendon dan facia. Stretching ini

berguna untuk mengoptimalkan fleksibilitas. Gerakan aktif yang memungkinkan otot antagonis untuk relaksasi, sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas tanpa hambatan. Adapun tujuan dari pemberian Active Isolated Stretching adalah untuk menurunkan nyeri, mencegah dan atau mengurangi kekakuan serta mengulur struktur jaringan lunak (soft tissue) yang berkaitan dengan spasme sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS). (Koncho, 2009)

2.5.2. Indikasi dan kontraindikasi

a. Indikasi pemberian active isolated stretching yaitu :

1. Adanya pemendekan, kontraktur, atau spastisitas pada otot 2. Kelemahan otot dan peningkatan fleksibilitas otot.


(46)

31

3. Adanya malposition pada unsur tulang

b. Kontraindikasi pemberian active isolated stretching yaitu : 1. Cedera muskuloskeletal akut

2. Adanya fraktur tulang yang tidak stabil

3. Adanya penyatuan dan ketidakstabilan pada sendi 4. Osteoporosis

5. Gangguan kardiovaskuler

2.5.3 Adapun prinsip untuk mengaplikasikan active isolated stretching adalah sebagai berikut :

1. Posisi awal harus aman dan stabil, sehingga pasien dalam keadaan relaks 2. Sebelum menerapkan active isolated stretching, fisioterapis melakukan

pemeriksaan pada otot atau sendi yang mengalami tightness, hipomobile, hipermobile dan spasme dengan palpasi untuk menentukan target jaringan yang akan dilakukan treatment. Teknik palpasi yang dilakukan dengan tekanan yang halus. Otot atau sendi harus dalam keadaan yang relaks saat dilakukan gerak pasif.

3. Otot atau grup otot harus dalam keadaan terulur di berbagai posisi dan memanjang sebisa mungkin sehingga dapat mencapai batas dari mobilitas normal. Intensitas kekuatan yang digunakan adalah 60% sampai 80% kekuatan maksimal dan disesuaikan pada setiap posisi. Beban perlahan ditingkatkan sampai pada akhirnya kekuatan otot meningkat.


(47)

32

4. Waktu kontraksi dan latihan isometrik dilakukan 6 sampai 10 detik. Latihan yang dilakukan kurang dari 6 detik belum menimbulkan adaptasi atau perubahan anatomi dan fisiologi otot sedangkan latihan yang dilakukan terlalu lama dapat menimbulkan kelelahan dan bahkan bila berulang ulang dapat menimbulkan cedera.

5. Pernapasan pada saat melakukan active isolated stretching sangat penting, karena rileksasi yang diberikan lebih besar dan sangat baik untuk meningkatkan sirkulasi darah. Saat melakukan kontraksi isometrik, pasien diinstruksikan untuk mengeluarkan napas dengan perlahan dan rileks. Setelah penerapan active isolated stretching, pasien diinstruksikan untuk menarik dan menghembuskan napas dengan perlahan dan rileks. Tujuan pernapasan ini dilakukan untuk memberikan efek rileksasi pada jaringan dan otot agar ketegangan jaringan dan otot menurun serta memberikan efek yang nyaman bagi pasien.

6. Waktu pengulangan yang dilakukan sebanyak 10 kali, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Waktu pengulangan ini efektif bagi rileksasi jaringan dan otot.

7. Latihan harus selalu terkontrol dan mempunyai dampak yang sesuai. 2.5.4 Pedoman Latihan Active Isolated Stretching

a. Neck Flexion

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di kepala bagian belakang, dorong dan gerakan kepala menunduk dengan posisi


(48)

33

dagu menuju ke arah dada. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

b. Neck Extension

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, kedua telapak tangan berada di bawah dagu, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala bagian depan menhadap ke atas. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

c. Neck Side Extension

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala ditekuk pada bagian samping kiri dan kanan menuju ke arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set d. Neck Rotation

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala berputar ke arah samping kiri dan kanan menuju ke arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

e. Neck Oblique Flexion

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong atau tarik kepala dalam posisi rotasi dengan sedikit ke bawah, ke arah samping kiri dan kanan menuju arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set


(49)

34

f. Neck Oblique Extension

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian dagu, dorong atau tarik kepala dalam posisi rotasi dengan sedikit ke atas, ke arah samping kiri dan kanan menuju arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

2.5.5 Mekanisme Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius dengan Pemberian Active Isolated Stretching

Pemberian active isolated stretching dapat mengurangi iritasi terhadap

saraf Aδ dan saraf tipe C yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal

cross link. Hal ini dapat terjadi karena pada saat diberikan active isolated stretching serabut otot ditarik keluar sampai panjang sarkomer penuh. Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa serabut atau abnormal cross link pada otot yang memendek. Active isolated stretching

dapat bermanfaat pada serabut otot yang mengalami pemendekan. Serabut otot yang terganggu akan menyebabkan penurunan elastisitas otot akibat adanya taut band dalam serabut otot. Sarkomer sebagai komponen elastis di dalam serabut otot akan mengalami gangguan

Active isolated stretching merupakan teknik stretching yang menggunakan reflek neurologis yang disebut reciprocal inhibition (RI). RI menyebabkan otot antagonis dari suatu sendi terhambat kontraksinya dan memfasilitasi otot agonis untuk berkontraksi. Fasilitasi kontraksi pada otot agonis menyebabkan otot antagonis menjadi rileks. Otot antagonis ini adalah


(50)

35

otot target yang akan di stretching. Setelah otot target terinhibisi dan menjadi rileks maka stretching akan semakin efektif. Hal tersebut akan mengaktivasi

muscle spindle untuk memberikan rangsangan kepada system saraf pusat untuk mengirim sinyal fasilitasi pada otot. Bersamaan dengan itu Golgi Tendon Organ (GTO) teraktivasi dan memberikan rangsangan kepada sistem saraf pusat untuk memberikan input sinyal inhibisi kepada otot upper trapezius. Sinyal inhibisi yang menghambat kontraksi otot upper trapezius ini dimanfaatkan untuk melakukan penguluran pada otot tersebut. Pada saat penguluran berlangsung kondisi aktin dan miosin yang saling bertumpang tindih (tightness) akan diusahakan kembali ke posisi semulanya atau dalam posisi rileks. Sehingga jaringan otot akan bertambah panjang akibat hilangnya aksi tumpang tindih abnormal yang terjadi pada aktin dan miosin.

Pemberian active isolated stretching yang dilakukan secara perlahan akan menghasilkan peregangan pada sarkomer sehingga peregangan akan mengembalikan elastisitas sarkomer yang terganggu. Active isolated stretching dapat mencegah dan atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman. Active isolated stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot upper trapezius yang membatasi gerakan (Fakhrana, 2014).


(1)

2.5 Active Isolated Stretching 2.5.1 Pengertian

Active Isolated Stretching merupakan suatu teknik atau metode stretching yang menggunakan adaptasi suatu kontraksi otot agonis secara aktif dan merelaksasikan otot antagonisnya melalui inhibisi timbal balik yang menyebabkan terjadinya peregangan pada otot antagonis tanpa meningkatkan ketegangan otot (Muscle Tension). (Longo, 2009)

Active Isolated Stretching merupakan stretching aktif yang melibatkan komponen system neuromuskuler, kemudian didalam terapi disebut metode Mattes. Metode Mattes digunakan terapi myofacial release dan penguluran untuk otot yang dangkal maupun yang dalam, tendon dan facia. Stretching ini berguna untuk mengoptimalkan fleksibilitas. Gerakan aktif yang memungkinkan otot antagonis untuk relaksasi, sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas tanpa hambatan. Adapun tujuan dari pemberian Active Isolated Stretching adalah untuk menurunkan nyeri, mencegah dan atau mengurangi kekakuan serta mengulur struktur jaringan lunak (soft tissue) yang berkaitan dengan spasme sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS). (Koncho, 2009)

2.5.2. Indikasi dan kontraindikasi

a. Indikasi pemberian active isolated stretching yaitu :

1. Adanya pemendekan, kontraktur, atau spastisitas pada otot 2. Kelemahan otot dan peningkatan fleksibilitas otot.


(2)

3. Adanya malposition pada unsur tulang

b. Kontraindikasi pemberian active isolated stretching yaitu : 1. Cedera muskuloskeletal akut

2. Adanya fraktur tulang yang tidak stabil

3. Adanya penyatuan dan ketidakstabilan pada sendi 4. Osteoporosis

5. Gangguan kardiovaskuler

2.5.3 Adapun prinsip untuk mengaplikasikan active isolated stretching adalah sebagai berikut :

1. Posisi awal harus aman dan stabil, sehingga pasien dalam keadaan relaks 2. Sebelum menerapkan active isolated stretching, fisioterapis melakukan

pemeriksaan pada otot atau sendi yang mengalami tightness, hipomobile, hipermobile dan spasme dengan palpasi untuk menentukan target jaringan yang akan dilakukan treatment. Teknik palpasi yang dilakukan dengan tekanan yang halus. Otot atau sendi harus dalam keadaan yang relaks saat dilakukan gerak pasif.

3. Otot atau grup otot harus dalam keadaan terulur di berbagai posisi dan memanjang sebisa mungkin sehingga dapat mencapai batas dari mobilitas normal. Intensitas kekuatan yang digunakan adalah 60% sampai 80% kekuatan maksimal dan disesuaikan pada setiap posisi. Beban perlahan ditingkatkan sampai pada akhirnya kekuatan otot meningkat.


(3)

4. Waktu kontraksi dan latihan isometrik dilakukan 6 sampai 10 detik. Latihan yang dilakukan kurang dari 6 detik belum menimbulkan adaptasi atau perubahan anatomi dan fisiologi otot sedangkan latihan yang dilakukan terlalu lama dapat menimbulkan kelelahan dan bahkan bila berulang ulang dapat menimbulkan cedera.

5. Pernapasan pada saat melakukan active isolated stretching sangat penting, karena rileksasi yang diberikan lebih besar dan sangat baik untuk meningkatkan sirkulasi darah. Saat melakukan kontraksi isometrik, pasien diinstruksikan untuk mengeluarkan napas dengan perlahan dan rileks. Setelah penerapan active isolated stretching, pasien diinstruksikan untuk menarik dan menghembuskan napas dengan perlahan dan rileks. Tujuan pernapasan ini dilakukan untuk memberikan efek rileksasi pada jaringan dan otot agar ketegangan jaringan dan otot menurun serta memberikan efek yang nyaman bagi pasien.

6. Waktu pengulangan yang dilakukan sebanyak 10 kali, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Waktu pengulangan ini efektif bagi rileksasi jaringan dan otot.

7. Latihan harus selalu terkontrol dan mempunyai dampak yang sesuai. 2.5.4 Pedoman Latihan Active Isolated Stretching

a. Neck Flexion

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di kepala bagian belakang, dorong dan gerakan kepala menunduk dengan posisi


(4)

dagu menuju ke arah dada. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

b. Neck Extension

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, kedua telapak tangan berada di bawah dagu, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala bagian depan menhadap ke atas. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

c. Neck Side Extension

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala ditekuk pada bagian samping kiri dan kanan menuju ke arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set d. Neck Rotation

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala berputar ke arah samping kiri dan kanan menuju ke arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

e. Neck Oblique Flexion

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong atau tarik kepala dalam posisi rotasi dengan sedikit ke bawah, ke arah samping kiri dan kanan menuju arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set


(5)

f. Neck Oblique Extension

Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian dagu, dorong atau tarik kepala dalam posisi rotasi dengan sedikit ke atas, ke arah samping kiri dan kanan menuju arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

2.5.5 Mekanisme Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius dengan Pemberian Active Isolated Stretching

Pemberian active isolated stretching dapat mengurangi iritasi terhadap saraf Aδ dan saraf tipe C yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal cross link. Hal ini dapat terjadi karena pada saat diberikan active isolated stretching serabut otot ditarik keluar sampai panjang sarkomer penuh. Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa serabut atau abnormal cross link pada otot yang memendek. Active isolated stretching dapat bermanfaat pada serabut otot yang mengalami pemendekan. Serabut otot yang terganggu akan menyebabkan penurunan elastisitas otot akibat adanya taut band dalam serabut otot. Sarkomer sebagai komponen elastis di dalam serabut otot akan mengalami gangguan

Active isolated stretching merupakan teknik stretching yang menggunakan reflek neurologis yang disebut reciprocal inhibition (RI). RI menyebabkan otot antagonis dari suatu sendi terhambat kontraksinya dan memfasilitasi otot agonis untuk berkontraksi. Fasilitasi kontraksi pada otot agonis menyebabkan otot antagonis menjadi rileks. Otot antagonis ini adalah


(6)

otot target yang akan di stretching. Setelah otot target terinhibisi dan menjadi rileks maka stretching akan semakin efektif. Hal tersebut akan mengaktivasi muscle spindle untuk memberikan rangsangan kepada system saraf pusat untuk mengirim sinyal fasilitasi pada otot. Bersamaan dengan itu Golgi Tendon Organ (GTO) teraktivasi dan memberikan rangsangan kepada sistem saraf pusat untuk memberikan input sinyal inhibisi kepada otot upper trapezius. Sinyal inhibisi yang menghambat kontraksi otot upper trapezius ini dimanfaatkan untuk melakukan penguluran pada otot tersebut. Pada saat penguluran berlangsung kondisi aktin dan miosin yang saling bertumpang tindih (tightness) akan diusahakan kembali ke posisi semulanya atau dalam posisi rileks. Sehingga jaringan otot akan bertambah panjang akibat hilangnya aksi tumpang tindih abnormal yang terjadi pada aktin dan miosin.

Pemberian active isolated stretching yang dilakukan secara perlahan akan menghasilkan peregangan pada sarkomer sehingga peregangan akan mengembalikan elastisitas sarkomer yang terganggu. Active isolated stretching dapat mencegah dan atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman. Active isolated stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot upper trapezius yang membatasi gerakan (Fakhrana, 2014).


Dokumen yang terkait

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING Pengaruh Latihan Active Isolated Stretching dan Auto Stretching dalam Meningkatkan Fleksibilitas Otot Hamstring pada Penjahit di Desa Kaliprau.

0 1 15

SKRIPSI PENGARUH LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING Pengaruh Latihan Active Isolated Stretching dan Auto Stretching dalam Meningkatkan Fleksibilitas Otot Hamstring pada Penjahit di Desa Kaliprau.

0 2 16

PENDAHULUAN Pengaruh Latihan Active Isolated Stretching dan Auto Stretching dalam Meningkatkan Fleksibilitas Otot Hamstring pada Penjahit di Desa Kaliprau.

0 10 4

PENGAR Pengaruh Auto Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Otot Upper Trapezius Kondisi Myofascial Trigger Point Syndrome Pada Pekerja Rental Komputer.

0 1 19

PENDAHULUAN Pengaruh Auto Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Otot Upper Trapezius Kondisi Myofascial Trigger Point Syndrome Pada Pekerja Rental Komputer.

0 1 5

PENGAR Pengaruh Auto Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Otot Upper Trapezius Kondisi Myofascial Trigger Point Syndrome Pada Pekerja Rental Komputer.

6 24 12

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA AUTO STRETCHING DENGAN Perbedaan Pengaruh Antara Auto Stretching Dengan Massage Dan Traksi Cervical Terhadap Nyeri Leher Karena Myostatic Upper Trapezius.

0 1 18

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA AUTO STRETCHING DENGAN Perbedaan Pengaruh Antara Auto Stretching Dengan Massage Dan Traksi Cervical Terhadap Nyeri Leher Karena Myostatic Upper Trapezius.

0 1 16

PERBEDAAN EFEK INTERVENSI STRAIN COUNTERSTRAIN DENGAN AUTO STRETCHING TERHADAP NYERI DAN DISABILITAS OTOT PADA KASUS SINDROMA MIOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS

0 0 11

PERBEDAAN EFEK INTERVENSI STRAIN COUNTERSTRAIN DENGAN AUTO STRETCHING TERHADAP NYERI DAN DISABILITAS OTOT PADA KASUS SINDROMA MIOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS

0 0 13