Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi

PEMANFAATAN REDISTILAT ASAP CAIR CANGKANG
KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI
PADA BAKSO SAPI

IHSAN ANGGARA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Redistilat
Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso
Sapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Ihsan Anggara
NIM G44100094

ABSTRAK
IHSAN ANGGARA. Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit
sebagai Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi. Dibimbing oleh SUMINAR
SETIATI ACHMADI dan HARSI D KUSUMANINGRUM.
Penyalahgunaan bahan kimia, seperti formalin, untuk pengawet masih
banyak ditemukan dalam bahan olahan pangan. Penggunaan bahan tersebut dapat
digantikan oleh redistilat asap cair cangkang kelapa sawit. Pada identifikasi
senyawa dengan kromatografi gas-spektrometer massa, tidak terdapat senyawa
berbahaya seperti tar dan hidrokarbon aromatik polisiklik. Kadar asam dan pH
redistilat asap cair suhu 80 °C memiliki hasil yang lebih baik dengan nilai masingmasing 5.14% dan 2.26. Nilai LC50 yang dihasilkan dengan metode uji letalitas
larva udang adalah 0.16%. Zona hambat pada uji antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dengan asap cair 0.1% dan 0.8% masing-masing adalah
6.11 mm dan 6.08 mm, sedangkan terhadap bakteri Escherichia coli masingmasing adalah 0 mm dan 6.95 mm. Zona hambat tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan kloramfenikol 100 ppm, yaitu 14.17 mm pada bakteri S
aureus dan 12.60 mm pada bakteri E coli. Redistilat asap cair dengan konsentrasi
0.8% lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 0.1% dalam menghambat
pertumbuhan total mikrob pada bakso. Penambahan redistilat asap cair mampu
menghambat pertumbuhan mikrob hingga 18 jam penyimpanan di suhu ruang.
Kata kunci: bakso, cangkang kelapa sawit, pengawet alami, redistilat asap cair

ABSTRACT
IHSAN ANGGARA. Utilization of Redistilled Liquid Smoke of Oil-Palm Shells
as a Natural Preservative for Beef Meatballs. Supervised by SUMINAR SETIATI
ACHMADI and HARSI D KUSUMANINGRUM.
The misapplication of chemicals, such as formaldehyde, for preservative is
still found in processed food ingredients. The use of these materials can be
replaced by redistilled liquid smoke from oil palm shells. Identification using gas
chromatography-mass spectrometer showed that there were no harmful
compounds such as tar and polycyclic aromatic hydrocarbons. Acid level and pH
of redistilled liquid smoke on 80 °C possess better result with the respectively
values were 5.14% and 2.26. The LC50 value with brine shrimp lethality test
method is 0.16%. Inhibition zone on the antibacterial test to Staphylococcus
aureus with redistilled liquid smoke on 0.1% and 0.8% were respectively 6.11

mm and 6.08 mm while to Escherichia coli were respectively 0 mm and 6.95 mm.
The inhibition zone redistilled liquid smoke was lower than 100 ppm
chloramphenicol, which were 14.17 mm on S. aureus and 12.60 mm on E. coli.
Redistilled liquid smoke with concentration of 0.8% was better than the
concentration of 0.1% in inhibiting the growth of total microbial on the meatballs.
The addition of redistilled liquid smoke was able to inhibit the growth of
microbial up to 18 hours at room temperature.
Key words: meatball, natural preservative, oil-palm shells, redistilled liquid
smoke

PEMANFAATAN REDISTILAT ASAP CAIR CANGKANG
KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI
PADA BAKSO SAPI

IHSAN ANGGARA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kimia
pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai
Bahan Pengawet Alami pada Bakso Sapi
Nama
: Ihsan Anggara
NIM
: G44100094

Disetujui oleh

Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD
Pembimbing I


Dr Ir Harsi D Kusumaningrum
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Pemanfaatan Redistilat Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit sebagai Bahan
Pengawet Alami pada Bakso Sapi. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret–
Agustus 2014 di Laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro, Laboratorium
Kimia Organik Departemen Kimia IPB, dan Laboratorium Mikrobiologi Pusat
Studi Biofarmaka. Penelitian ini adalah bagian dari kegiatan “Membangun
Standar Nasional Indonesia untuk Komoditas Minyak Atsiri Masoyi dan Asap

Cair Kayu” yang didanai oleh BOPTN IPB tahun 2014 dengan ketua peneliti Prof
Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Prof Ir
Suminar Setiati Achmadi, PhD dan Ibu Dr Ir Harsi D Kusumaningrum atas
petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian
dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Nunuk Kurniati Nengsih, SFarm, Apt, Bapak Guring Pohan, Ibu Yenni
Karmila, dan Bapak Sabur yang telah membimbing penulis dalam pemakaian alat
dan bahan di laboratorium.
Ungkapan terima kasih kepada Papa, Mama, Kakak, Adik, dan seluruh
keluarga atas dukungan dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih kepada Ayu
Riza Bestary, Muhana Nurul Hidayah, Muhammad Alif Hamimdal, Dicky Annas,
Ika Nurmeilia, dan Wulan Suci Pamungkas yang telah memberikan semangat,
motivasi, dan dorongan dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi pembaca.
Bogor, September 2014
Ihsan Anggara

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Tempat, Alat, dan Bahan
Metode
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Kimia
Toksisitas
Aktivitas Antibakteri
Aplikasi Redistilat pada Bakso
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii

vii
1
2
2
2
5
5
7
10
11
13
13
13
13
16
27

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7

Kadar asam dan pH redistilat asap cair
Hasil analisis GCMS redistilat asap cair dengan kemiripan ≥90%
Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair
suhu 80 °C
Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair
suhu 90 °C
Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair
suhu 90 °C
Nilai penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus
Nilai penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri E. coli

6
7
8

8
9
11
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Metode cakram kertas untuk setiap ragam suhu (80, 90, dan 100 °C)
pada konsentrasi 0.1 0.2, 0.4, dan 0.8% (b/v)
Proses aplikasi asap cair redistilasi pada bakso daging
Tampilan asap cair kasar (a) dan redistilat asap cair (b)
Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada

redistilat asap cair suhu 80 °C
Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada
redistilat asap cair suhu 90 °C
Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada
redistilat asap cair suhu 100 °C
Zona hambat redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus (a) dan
bakteri E.coli (b)
Laju pertumbuhan total mikrob tanpa redistilat asap cair , dengan
redistilat asap cair 0.1% , dan 0.8%

4
4
6
8
9
9
10
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Bagan alir penelitian
Perhitungan kadar asam dan pH
Hasil analisis GCMS redistilat asap cair suhu 80, 90, dan 100 °C
Perhitungan uji toksisitas redistilat asap cair
Hasil uji angka lempeng total (ALT) pada bakso

16
17
18
21
24

PENDAHULUAN
Bakso merupakan salah satu bahan pangan olahan yang banyak disukai oleh
masyarakat Indonesia. Pada umumnya, bahan baku utama yang digunakan untuk
pembuatan bakso adalah daging, sehingga bakso memiliki kandungan protein
hewani, mineral, dan vitamin yang tinggi. Bakso memiliki masa simpan yang
singkat, yaitu hanya mampu disimpan selama 12 jam hingga maksimal 24 jam
penyimpanan pada suhu ruang (Sudarwati 2007). Hal tersebut disebabkan oleh
kandungan nutrien dan kadar air yang tinggi sehingga memudahkan mikrob untuk
berkembang.
Aktivitas mikrob dapat menyebabkan kerusakan, kebusukan, serta sumber
racun pada produk pangan. Hal tersebut membuat produsen bakso memerlukan
bahan tambahan makanan sebagai pengawet untuk memperpanjang masa simpan
bakso. Meningkatnya penyalahgunaan bahan-bahan kimia berbahaya untuk
pengawet makanan, mendorong usaha pencarian alternatif bahan pengawet
makanan yang lebih aman. Sampai saat ini masih banyak produsen bakso yang
menggunakan bahan pengawet makanan sintetik yang berbahaya seperti formalin.
Hasil penelitian Arnim et al. (2012) menunjukkan bahwa asap cair dapat
digunakan sebagai salah satu bahan pengawet makanan pada bakso. Masa simpan
bakso tersebut dapat ditingkatkan hingga 15 hari pada suhu 4±1 °C dengan
menggunakan asap cair pada konsentrasi 7%.
Asap cair diperoleh dari hasil pirolisis kayu yang mengandung selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Hasil pirolisis tersebut menghasilkan senyawa asam dan
turunannya, alkohol, fenol, aldehida, karbonil, keton, dan piridina. Haji et al.
(2007) melaporkan bahwa asap cair kasar pada umumnya berwarna merah
kecokelatan serta semakin tinggi suhu pirolisis, kadar fenolnya cenderung
semakin meningkat. Kadar fenol yang tinggi pada asap cair dapat menghambat
aktivitas mikrob secara lebih baik sebagaimana yang telah dilaporkan oleh
Meenazir (2010) dan Zuraida et al. (2011).
Asap cair kasar juga mengandung senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik
(PAH) dan residu tar yang bersifat karsinogenik. Oleh sebab itu, asap cair kasar
perlu dimurnikan kembali untuk menghilangkan atau meminimumkan komponenkomponen yang bersifat karsinogenik tersebut. Distilasi ulang atau redistilasi
merupakan salah satu proses pemurnian asap cair yang terbaik dibandingkan
dengan cara pengendapan selama 24 jam (Luditama 2006). Redistilasi asap cair
pada suhu 80 °C menghasilkan senyawa-senyawa asam karboksilat dan fenolik
yang dapat menggantikan formalin sebagai bahan pengawet makanan (Achmadi et
al. 2013).
Suhu yang digunakan pada saat redistilasi akan memengaruhi kandungan
senyawa fenol dan asam-asam organik lainnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai kondisi suhu optimum asap cair redistilasi yang
aman untuk digunakan sebagai bahan pengawet alami. Dalam penelitian ini
ditentukan kondisi suhu optimum redistilasi dan konsentrasi terbaik untuk
menghambat pertumbuhan mikrob pada produk pangan bakso sapi.

2

BAHAN DAN METODE
Tempat, Alat, dan Bahan
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret–Agustus 2014 di Laboratorium
Proses Balai Besar Industri Agro, Laboratorium Kimia Organik Departemen
Kimia IPB, dan Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Biofarmaka.
Alat utama untuk redistilasi asap cair adalah alat boule tipe TA62D dan
untuk identifikasi dan kuantifikasi digunakan alat kromatografi gas-spektrometer
massa (GCMS). Kromatogram GCMS diperoleh dengan metode ionisasi serangan
elektron pada kromatografi gas GC-17A (Shimadzu) yang ditandem dengan
spektrometer massa MS QP 5050A [kolom kapiler DB-5 ms (J&W) (silika, 30 m
× 250 μm × 0.25 μm), suhu kolom 50 °C (t = 0 menit) hingga 290 °C pada laju
15 °C/menit, gas pembawa helium pada tekanan tetap 7.6411 psi, dengan
pangkalan data Wiley 7N (2008)] di Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta.
Bahan-bahan yang digunakan ialah asap cair kasar dari hasil pirolisis
cangkang kelapa sawit pada suhu 400 °C (asap cair berasal dari PT Global Deorub
Industry), bakso sapi, bakteri Staphylococus aureus ATCC 25923, Escherichia
coli ATCC 25922, larutan butterfield’s phosphate buffered (BFP), media plate
count agar (PCA), media trypticase soy agar (TSA) dan trypticase soy broth
(TSB).

Metode
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu redistilasi dan identifikasi
komponen, uji toksisitas, analisis GC-MS, uji aktivitas antibakteri, uji aplikasi
redistilat pada bakso sapi, dan uji angka lempeng total. Bagan alir penelitian
ditunjukkan pada Lampiran 1.
Redistilasi dan Identifikasi Komponen (Achmadi et al. 2013)
Asap cair kasar kulit kelapa sawit dimasukkan wadah besar kemudian
didistilasi menggunakan boule tipe TA62D pada suhu 80, 90, dan 100 °C. Distilat
tersebut dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah tertutup. Kadar total asam
diukur menggunakan metode titrasi (AOAC 2005).
Uji Toksisitas (Nurhayati et al. 2006)
Setiap kelompok redistilat asap cair diencerkan menjadi 0, 500, 1000, 2000,
3000, 4000, dan 5000 ppm. Pengujian dilakukan dengan memasukkan 10 ekor
larva udang Artemia salina ke dalam multiwell yang berisi 2 mL air laut dan 2 mL
asap cair hasil pengenceran. Setelah 24 jam, jumlah larva yang mati dihitung
dengan menggunakan kaca pembesar. Setiap perlakuan diulang 3 kali. Parameter
yang digunakan adalah jumlah larva yang mati 50% dari total larva uji. Kemudian
dihitung nilai LC50 dengan memasukkan angka probit.

3

Keterangan:
T = jumlah rata-rata larva udang sampel yang mati
K = jumlah rata-rata larva udang kontrol yang mati
Analisis GC-MS (Achmadi et al. 2013)
Senyawa kimia yang terkandung dalam redistilat asap cair dianalisis
menggunakan GC-MS. Instrumen GC-MS dilengkapi dengan kolom HP5 60
meter. Suhu detektor, suhu kolom awal, suhu kolom akhir masing-masing adalah
250, 280, dan 290 °C. Gas pembawa yang digunakan ialah gas helium dengan laju
alir 23.7 mL min-1 pada tekanan 17/56 psi.
Persiapan Bakteri Uji (modifikasi Noverita et al. (2009) dan Pradana (2013))
Kultur bakteri (S. aureus dan E. coli) yang diperoleh terlebih dahulu
digoreskan ke agar-agar miring TSA untuk membiakkan mikrob. Agar-agar
miring tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C. Inokulum yang akan
digunakan untuk mengukur penghambatan pertumbuhan disiapkan dengan cara
sebagai berikut: satu ose bakteri pada agar-agar miring TSA diinokulasi ke dalam
media TSB steril dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Selanjutnya
inokulum dapat digunakan untuk pengujian atau disimpan dalam lemari pendingin
pada suhu 4–5 °C.
Sebanyak satu ose koloni bakteri uji diinokulasi dalam larutan NaCl
fisiologis 0.9% sebanyak 5 mL. Kekeruhannya diseragamkan dengan
menggunakan standar McFarland 0.5 (kepadatan bakteri 1.5 × 108) pada latar
belakang hitam dan cahaya terang. Standar kekeruhan McFarland dibuat dengan
cara 0.5 mL larutan BaCl2 1% ditambah dengan 9.5 mL H2SO4 1%.
Inokulasi bakteri yang diterapkan dalam penelitian ini adalah menggunakan
teknik swab steril. Swab steril dicelupkan ke dalam campuran bakteri uji dengan
NaCl fisiologis 0.9%, kemudian ditiriskan dengan cara ujung swab ditekan dan
diputar untuk membuang kelebihan cairan. Selanjutnya swab tersebut dioleskan
ke permukaan media TSA sebanyak 2 kali, yaitu secara horizontal dan vertikal
agar pertumbuhan bakteri merata.
Uji Aktivitas Antibakteri (modifikasi Darmawi et al. 2013)
Aktivitas antibakteri ditetapkan dengan metode Kirby-Bauer atau dikenal
sebagai metode cakram kertas. Setiap cakram kertas disterilisasi terlebih dahulu
dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit. Kemudian kertas cakram
dicelupkan ke dalam larutan uji (masing-masing dicelupkan ke redistilat asap cair
pada suhu 80, 90, dan 100 °C) dengan konsentrasi 0.1, 0.2, 0.4, dan 0.8% (b/v)
selama 10 menit. Cakram yang berisi supernatan kemudian didiamkan selama 15
menit sebelum diletakkan pada media uji. Kemudian secara aseptis, setelah kertas
cakram menyerap supernatan tersebut, masing-masing diletakkan pada permukaan
medium TSA yang telah berisi mikrob uji. Satu cawan petri berisi 6 buah cakram
dan masing-masing diatur jaraknya supaya tidak terlalu dekat (Gambar 1).

4
Sebagai kontrol positif digunakan cakram kloramfenikol 100 ppm dan untuk
kontrol negatif digunakan cakram kosong steril. Pengujian diulang 3 kali. Setelah
inkubasi pada suhu 37 °C selama 18–24 jam, diameter zona hambat di sekitar
cakram diukur dengan menggunakan jangka sorong digital.
Konsentrasi
0.1 %

Konsentrasi 0.2 %

Konsentrasi
0.4%

Kontrol positif

Kontrol negatif

Konsentrasi 0.8%

Gambar 1 Metode cakram kertas untuk setiap ragam suhu (80, 90, dan 100 °C)
pada konsentrasi 0.1 0.2, 0.4, dan 0.8% (b/v)
Uji Aplikasi Redistilat pada Bakso Sapi (Wibowo 2006)
Sebanyak 1 kg daging dilumatkan, kemudian dimasukkan ke dalam meat
grinder. Daging yang telah dilumatkan dicampur dengan es batu, 100 g tapioka,
25 g garam dapur, dan 20 g bumbu penyedap. Adonan dicetak menjadi bola bakso,
lalu direbus dalam larutan redistilat asap cair dengan konsentrasi tertentu hingga
matang (Gambar 2). Bakso dengan campuran redistilat asap cair tersebut disimpan
pada suhu ruang selama 0, 6, 12, 18, dan 24 jam. Selanjutnya setiap hari
dilakukan uji pendugaan umur simpan bakso secara visual meliputi kenampakan,
warna, bau, tekstur bakso daging, dan uji total mikrob.
Pelumatan
Daging Sapi

Daging sapi yang
telah dilumatkan

Adonan
Penambahan es
batu, tepung
tapioka, garam
dapur, dan
bumbu penyedap

Bakso

- Pencetakan bola bakso
- Perebusan dengan
menggunakan asap
cair
Gambar 2 Proses aplikasi asap cair redistilasi pada bakso daging
Uji Angka Lempeng Total (SNI 01-2332.3-2006)
Sampel secara aseptis ditimbang sebanyak 25 g, kemudian dimasukkan ke
dalam wadah plastik steril. Selanjutnya, ditambahkan 225 mL larutan BFP,
kemudian dihomogenkan dengan menggunakan alat stomacher selama 2 menit.
Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet

5
steril, sebanyak 1 mL homogenat diambil dan dimasukkan ke dalam tabung yang
berisi 9 mL larutan BFP untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran
selanjutnya (10-3) dilakukan dengan mengambil 1 mL sampel dari pengenceran
10-2 ke dalam 9 mL BFP. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan
sekurang-kurangnya 25 kali. Selanjutnya dapat dilakukan hal yang sama untuk
pengenceran 10-4, 10-5, dst, sesuai dengan kondisi sampel.
Dari setiap pengenceran dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan petri
steril. Setiap pengenceran dilakukan duplo. Kemudian, ke dalam setiap cawan
petri tersebut ditambahkan 12–15 mL PCA yang sudah didinginkan dalam
penangas air hingga mencapai suhu 45 °C ± 1 °C ke dalam setiap cawan yang
sudah berisi sampel. Setelah agar menjadi padat, cawan-cawan tersebut diinkubasi
dengan posisi terbalik dalam inkubator selama 48 ± 2 jam pada suhu 35 °C.
Perlakuan tersebut dapat dilakukan untuk kontrol tanpa sampel dengan
mencampur larutan pengencer dengan media PCA.
Cawan yang mengandung 25–250 koloni dan bebas spreader dipilih untuk
perhitungan. Pengenceran yang digunakan dan jumlah koloni dicatat kemudian
perhitungan angka lempeng total dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Keterangan:
N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per mL atau koloni per g
Σ C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d
: Pengenceran pertama yang dihitung

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Kimia
Redistilasi asap cair menghasilkan asap cair yang lebih jernih (Gambar 3).
Redistilat tersebut memiliki warna kekuningan yang jernih dan aroma yang khas.
Redistilasi tersebut bertujuan menghilangkan komponen berbahaya seperti
hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) yang bersifat karsinogenik, sebagaimana
yang dilaporkan oleh Luditama (2006). Septiaji (2012) dan Nursyamsi (2012)
juga melaporkan bahwa senyawa tar dan PAH tidak ditemukan pada redistilat
asap cair.

6

(a
(b)
Gambar 3 Tampilan)asap cair kasar (a) dan redistilat asap cair (b)
Kadar asam yang diperoleh dari redistilat asap cair suhu 80, 90, dan 100 °C
masing-masing adalah 5.14, 4.38, dan 3.79% serta nilai pH masing-masing adalah
2.26, 2.57, dan 2.49 (Tabel 1 dan Lampiran 2). Kadar asam dan derajat keasaman
(pH) merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat
kualitas dari asap cair (Wijaya et al. 2008). Menurut pendapatnya, semakin rendah
nilai pH dan semakin tinggi, maka semakin baik mutu asap cair. Berdasarkan
acuan tersebut, mutu redistilat asap cair yang diperoleh pada suhu 80 °C lebih
sesuai untuk pangan dibandingkan dengan redistilat pada suhu 90 dan 100 °C.
Namun, nilai pH dan kadar asam redistilat pada suhu 90 dan 100 °C tidak terlalu
berbeda dengan redistilat pada suhu 80 °C. Oleh sebab itu, redistilat suhu 90 dan
100 °C diduga memiliki mutu yang tidak terlalu berbeda nyata dengan redistilat
suhu 80 °C.
Tabel 1 Kadar asam dan pH redistilat asap cair
Sampel Ulangan Kadar asam (%) Rata-rata (%) pH
1
5.14
80 °C
2
5.14
5.14
2.26
3
5.14
1
4.38
90 °C
2
4.38
4.38
2.57
3
4.38
1
3.83
100 °C
2
3.83
3.79
2.49
3
3.72
Kadar asam dan pH yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan yang
dilaporkan oleh Achmadi et al. (2013), yaitu redistilat asap cair yang dihasilkan
memiliki kadar asam sebesar 9.2% dan pH 3.2. Perbedaan hasil tersebut diduga
karena perbedaan kadar selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang terkandung pada
cangkang kelapa sawit pada saat proses pirolisis (Darmadji 2002) serta perbedaan
metode yang digunakan untuk pirolisis (Budijanto et al. 2008).
Hasil GCMS menunjukkan bahwa redistilat asap cair pada suhu 80, 90, dan
100 °C pada umumnya memiliki komponen yang sama, yaitu asam asetat, fenol,
dan turunan fenol (Lampiran 3). Analisis GCMS ini dilakukan untuk melihat
komponen kimia yang terkandung di dalam redistilat asap cair dari setiap variasi
suhu. Hasil GCMS tersebut tidak menunjukkan keberadaan senyawa tar dan PAH
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

7
Berdasarkan data GCMS, luas area senyawa fenol dan turunannya di dalam
redistilat asap cair paling dominan, yaitu sebanyak 50.95%. Senyawa fenol dan
turunannya diduga berperan sebagai antioksidan dan perisa pada produk pangan
(Kadir et al. 2011). Asam asetat dan fenol merupakan senyawa yang paling
dominan pada asap cair. Asam asetat tersebut merupakan hasil degradasi termal
dari selulosa dan hemiselulosa pada suhu 250–300 °C. Asam-asam organik yang
dihasilkan merupakan asam lemah, tetapi lebih asam dibandingkan dengan fenol.
Hal tersebut disebabkan oleh efek stabilisasi anion karboksilat. Fenol dihasilkan
dari dekomposisi lignin pada suhu 300–450 °C (Akbar et al. 2013).
Tabel 2 Hasil analisis GCMS redistilat asap cair dengan kemiripan ≥90%
Waktu retensi
Luas
Kemiripan
Senyawa
(menit)
area (%)
(%)
4.19
36.96
asam asetat
91
5.16
3.95
furfural
91
6.22
0.27
5-metil-2-furaldehida
91
6.40
36.25
fenol
94
7.09
1.54
o-kresol
97
7.31
1.22
benzil alkohol
97
7.31
1.22
p-kresol
97
7.46
6.85
2-metoksi fenol
97
7.91
0.17
3-etil fenol
94
8.03
0.31
2,3-dimetil fenol
94
8.03
0.31
3,5-dimetil fenol
94
8.30
0.3
2,4-dimetil fenol
95
8.46
2.71
2-metoksi-4-metil fenol
95
9.28
1.29
4-etil-2-metoksi fenol
94

Toksisitas
Toksisitas pada penelitian ini ditentukan melalui metode uji letalitas larva
udang (BSLT). Data uji toksisitas disajikan pada Lampiran 4. Hasil uji toksisitas
redistilat asap cair pada suhu 80 °C ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 4.
Persamaan regresi linear yang diperoleh digunakan untuk mencari nilai LC50.
Peubah y menunjukkan nilai 50% kematian populasi hewan uji dan x
menunjukkan log konsentrasi. Persamaan regresi pada suhu 80 °C adalah y =
120.9x – 337.99 sehingga pada nilai y=50 diperoleh nilai log x = 3.2092 dan nilai
x = 1618.82 ppm (0.16% (b/v)). Hal ini menunjukkan bahwa kematian hewan uji
mencapai 50% saat konsentrasi redistilat asap cair 80 °C sebesar 0.16% (b/v).

8
Tabel 3 Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair
suhu 80 °C
Kematian
Konsentrasi
Jumlah
log
%
larva
Rata-rata
sampel (ppm)
kematian
konsentrasi kematian
1
2
3
kontrol
0
0
0
0
0
0
500
0
0
0
0
0
2.6990
0
1000
0
0
0
0
0
3.0000
0
2000
8
5
7
20
6.67
3.3010
66.67
3000
9
10 10
29
9.67
3.4771
96.67
4000
10 10 10
30
10
3.6021
100
5000
10 10 10
30
10
3.6990
100

Persen kematian

150
y = 120,9x - 337,99
R² = 0,909

100
50
0
0,0000
-50

1,0000

2,0000

3,0000

4,0000

log konsentrasi

Gambar 4 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada
redistilat asap cair suhu 80 °C
Hasil uji toksisitas redistilat asap cair pada suhu 90 °C ditunjukkan seperti
pada Tabel 4 dan Gambar 5. Persamaan garis yang didapatkan pada redistilat asap
cair suhu 90 °C adalah y = 107.08x – 301.87 sehingga diperoleh nilai log x =
3.2860 dan nilai x = 1932.18 ppm (0.19% (b/v)). Hal ini menunjukkan bahwa
kematian hewan uji mencapai 50% saat konsentrasi redistilat asap cair 90 °C
sebesar 0.19% (b/v).
Tabel 4 Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair
suhu 90 °C
Kematian
Konsentrasi
Jumlah
log
%
larva
Rata-rata
sampel (ppm)
kematian
konsentrasi kematian
1
2
3
Kontrol
1
0
0
3
0.33
0
500
2
0
0
0
0.67
2.6990
3.33
1000
0
2
1
0
1
3.0000
6.67
2000
0
8
1
0
3
3.3010
26.67
3000
7
9
8
9
8
3.4771
76.67
4000
10 10 10
30
10
3.6021
96.67
5000
10 10 10
30
10
3.6990
96.67

9

Persen kematian

150
y = 107.08x - 301.87
R² = 0.8701

100
50
0
0,0000
-50

1,0000

2,0000

3,0000

4,0000

log konsentrasi

Gambar 5 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada
redistilat asap cair suhu 90 °C
Hasil uji toksisitas redistilat asap cair pada suhu 100 °C ditunjukkan seperti
pada Tabel 5 dan Gambar 6. Persamaan garis yang didapatkan pada redistilat asap
cair suhu 100 °C adalah y = 98.247x – 284.97 sehingga pada nilai y=50 diperoleh
nilai log x = 3.4095 dan nilai x = 2767.44 ppm (0.26% (b/v)). Hal ini
menunjukkan bahwa kematian hewan uji mencapai 50% saat konsentrasi redistilat
asap cair 100 °C sebesar 0.26% (b/v).
Tabel 5 Persentase kematian larva A. salina yang mati pada redistilat asap cair
suhu 90 °C
Kematian
Konsentrasi
Jumlah
log
%
larva
Rata-rata
sampel (ppm)
kematian
konsentrasi kematian
1
2
3
Kontrol
0
0
0
0
0
0
500
0
0
0
0
0
2.6990
0
1000
0
0
0
0
0
3.0000
0
2000
4
0
0
4
1.33
3.3010
13.33
3000
6
1
5
12
4
3.4771
40
4000
7
7
10
24
8
3.6021
80
5000
10 10 10
30
10
3.6990
100

Persen kematian

150
100

y = 98,247x - 284,97
R² = 0,7771

50
0
0,0000
-50

1,0000

2,0000

3,0000

4,0000

log konsentrasi

Gambar 6 Hubungan antara persen kematian A. salina dan log konsentrasi pada
redistilat asap cair suhu 100 °C

10
Berdasarkan data uji toksisitas tersebut, terlihat bahwa semakin tinggi suhu
redistilat asap cair, semakin tinggi nilai LC50 yang diperoleh. Suatu zat dikatakan
aktif atau toksik bila nilai LC50 ˂ 1000 ppm (0.1%) untuk ekstrak dan ≤ 30 ppm
(0.03%) untuk suatu senyawa (Juniarti et al. 2009). Nilai LC50 redistilat asap cair
suhu 80, 90, dan 100 °C masing-masing adalah 0.16%, 0.19%, dan 0.26%,
ketiganya lebih besar dari 1000 ppm (0.1%). Oleh karena itu redistilat asap cair ini
dapat dikatakan aman (tidak toksik) bila dijadikan sebagai bahan tambahan
pangan (Juniarti et al. 2009).
Budijanto et al. (2008) melaporkan bahwa asap cair memiliki nilai LD50
sebesar 15000 mg.kg-1. Namun, batas aman tersebut bukan untuk dikonsumsi
setiap hari dan dalam jangka waktu yang lama. Penetapan acceptable daily intake
(ADI), yaitu suatu bahan yang dapat dikonsumsi setiap hari dan aman bagi
kesehatan, dilakukan berdasarkan no observed effect level (NOEL) dari penelitian
sub-akut bersama dengan data toksisitas akut, data metabolisme, dan data
penelitian jangka panjang (Lu 2006).

Aktivitas Antibakteri
Aktivitas antibakteri ditentukan dengan terbentuknya zona hambat (zona
bening) di sekitar kertas cakram (Gambar 7). Hasil penelitian diameter zona
hambat yang terbentuk disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Diameter zona hambat
merupakan petunjuk kepekaan bakteri uji: semakin luas zona hambat, semakin
tinggi aktivitas (Panagan dan Syarif 2009).

(a)

(b)

Gambar 7 Zona hambat redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus (a) dan
bakteri E.coli (b)
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penghambatan redistilat asap cair
terhadap bakteri S. aureus lebih besar dibandingkan dengan bakteri E. coli. Pada
Tabel 7 terlihat bahwa redistilat asap cair baru mampu menghambat pertumbuhan
bakteri E. coli pada konsentrasi 0.8%. Hal tersebut diduga karena perbedaan
struktur dinding sel yang menyusun kedua bakteri tersebut. Namun zona hambat
redistilat asap cair tersebut lebih rendah dibandingkan kloramfenikol 100 ppm,
yaitu 14.17 mm pada bakteri S. aureus dan 12.60 mm pada bakteri E. coli. Hal
tersebut disebabkan oleh kloramfenikol merupakan antibiotik murni yang
mengandung senyawa antibakteri.

11
Tabel 6 Nilai penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri S. aureus
Diameter zona bening (mm)
Perlakuan
80 °C
90 °C
100 °C°C
Kontrol negatif
0
0
0
0.10%
6.11
0.00
6.05
0.20%
7.00
6.34
7.24
0.40%
7.00
6.62
7.20
0.80%
6.08
7.17
6.95
Kloramfenikol (100 ppm)
14.17
13.19
13.74
Tabel 7 Nilai penghambatan redistilat asap cair terhadap bakteri E. coli
Diameter zona bening (mm)
Perlakuan
80 °C
90 °C
100 °C
Kontrol negatif
0
0
0
0.10%
0
0
0
0.20%
0
0
0
0.40%
0
0
0
0.80%
6.22
6.78
6.49
Kloramfenikol (100 ppm)
12.60
12.75
12.55
Bakteri E. coli merupakan bakteri Gram negatif. Struktur dinding sel bakteri
Gram negatif relatif lebih kompleks, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein,
lapisan tengah berupa lipopolisakarida, dan lapisan dalam peptidoglikan.
Sebaliknya, struktur dinding bakteri Gram positif, seperti S. aureus, relatif lebih
sederhana sehingga memudahkan senyawa antimikrob untuk masuk ke dalam sel
tersebut. Oleh sebab itu bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih
baik terhadap senyawa antibakteri dibandingkan dengan bakteri Gram positif
(Zuhud et al. 2001).
Senyawa utama dalam asap cair yang diketahui mempunyai efek
bakterisida/bakteriostatik adalah fenol dan asam-asam organik, sebagaimana yang
dilaporkan oleh Fatimah (2011). Widyastuti et al. (2012) selanjutnya menjelaskan
bahwa senyawaan fenol (guaiakol dan siringol bersama dengan homolog dan
derivatnya) dan komponen asam yang memengaruhi pH serta cita rasa dapat
berperan sebagai pengawet dalam bahan tambahan pangan.

Aplikasi Redistilat pada Bakso
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian kadar asam, pH, dan
aktivitas antibakteri, redistilat asap cair pada suhu 80 °C dipilih sebagai suhu yang
terbaik untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet pada bakso. Hasil yang
diperoleh dari uji angka lempeng total (ALT) menunjukkan perbedaan laju
pertumbuhan total mikrob antara bakso yang memakai redistilat dan yang tanpa
redistilat asap cair (kontrol). Bakso yang menggunakan redistilat memiliki laju
pertumbuhan total mikrob yang lebih lambat dibandingkan dengan kontrol. Bakso

12

log N

yang menggunakan redistilat pada konsentrasi 0.1 dan 0.8% memliki jumlah
koloni masing-masing sebesar 1.5×107 dan 2.4×106 koloni/g pada jam ke-18
sedangkan bakso kontrol memiliki jumlah koloni sebesar 1.9×106 koloni/g pada
jam ke-12 (Lampiran 5).
Batas maksimum cemaran mikrob dalam bakso adalah 1×105 koloni/g untuk
jenis cemaran total mikrob pada uji ALT (SNI 7388:2009). Oleh sebab itu, bakso
kontrol hanya mampu bertahan hingga 12 jam dan bakso dengan menggunakan
redistilat bertahan hingga 18 jam pada suhu ruang. Namun, penggunaan redistilat
asap cair pada konsentrasi 0.8% terlihat dapat menghambat laju pertumbuhan total
mikrob lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 0.1%. Semakin tinggi
konsentrasi yang digunakan, semakin baik aktivitas antimikrob tersebut dalam
menghambat laju pertumbuhan total mikrob seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 8.
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

8,4
7,33
7,08

6,22

6,26

5,83
4,61
2,46

7,37
6,76

4,97

4,16
3,45

2,43
2,17

0

6

12

18

24

Jam keGambar 8 Laju pertumbuhan total mikrob tanpa redistilat asap cair , dengan
redistilat asap cair 0.1% , dan 0.8%
Tekstur bakso pada jam ke-0 teramati lebih kompak dan tidak berlendir.
Sesuai dengan pernyataan Wibowo (2006) dan Usmiati (2009), tekstur bakso yang
lebih disukai lebih kompak dan tidak berlendir. Pada jam ke-24, tekstur bakso
mulai terlihat berlendir. Hal ini disebabkan oleh telah terjadi kerusakan akibat
adanya pertumbuhan mikrob yang telah melewati batas aman. Aroma yang
dihasilkan pada aplikasi redistilat asap cair dengan konsentrasi 0.1% dan 0.8%
tidak terlalu tajam. Konsentrasi yang digunakan ini cukup rendah, sehingga tidak
terlalu nyata memengaruhi aroma. Asap cair dapat digunakan untuk memberikan
rasa, aroma, dan tekstur pada produk pangan sebagaimana yang dilaporkan oleh
Nurhayati (2000) dan Ramakrishnan dan Moeller (2002).
Hasil penelitian ini berbeda dengan Arnim et al. (2012) yang melaporkan
bahwa redistilat asap cair dapat memperpanjang masa simpan hingga 15 hari pada
suhu 4±1 °C. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan
pada saat penyimpanan bakso dan konsentrasi redistilat asap cair yang digunakan.
Sementara Pradana (2013) melaporkan bahwa ekstrak daun tin dapat
memperpanjang masa simpan bakso selama 48 jam pada suhu ruang dengan
konsentrasi ekstrak sebesar 5% (b/b).

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Redistilat asap cair cangkang kelapa sawit memiliki warna yang lebih jernih,
bau yang khas, dan mudah menguap. Suhu optimum yang diperoleh untuk
redistilasi asap cair dan diaplikasikan pada bakso sapi adalah 80 °C yang memiliki
kadar asam 5% dan pH 3. Penambahan redistilat asap cair dengan konsentrasi
0.8% menghasilkan daya hambat pertumbuhan total mikrob yang lebih baik
dibandingkan dengan konsentrasi 0.1% dan kontrol (tanpa redistilat asap cair).
Aktivitas antibakteri redistilat asap cair lebih baik terhadap bakteri S. aureus
(Gram positif). Masa simpan bakso menggunakan redistilat asap cair lebih baik
dibandingkan dengan kontrol, yaitu dapat bertahan hingga 18 jam pada suhu
ruang dibandingkan kontrol yang hanya dapat bertahan hingga 12 jam.

Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat efek toksisitas pada
konsentrasi redistilat asap cair yang lebih tinggi serta mengukur cemaran mikrob
lainnya yang direkomendasikan oleh SNI 7388:2009. Uji organoleptik perlu
dilakukan untuk mengetahui gambaran penerimaan konsumen terhadap bakso
dengan menggunakan redistilat asap cair dan uji analisis kandungan kimia pada
produk bakso yang menggunakan redistilat.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analysis of AOAC International. Ed ke-18. Maryland (US): AOAC
International.
Achmadi SS, Mubarik NR, Nursyamsi R, Septiaji P. 2013. Characterization of
redistilled liquid smoke of oil-palm shells and its application as fish
preservatives. J Appl Sci. 13(3):401-408.
Akbar A, Paindoman R, Coniwanti P. 2013. Pengaruh variabel waktu dan
temperatur terhadap pembuatan asap cair dari limbah kayu pelawan
(Cyanometra cauliflora). J Tek Kim. 1(19):1-8.
Arnim, Ferawati, Marlinda Y. 2012. The effect of liquid smoke utilization as
preservative for meatballs quality. Pak J Nutr. 11(11):1078-1080.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Penentuan angka lempeng total
(ALT) pada produk perikanan. SNI 01-2332.3-2006. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Batas maksimum cemaran mikroba
dalam pangan. SNI 7388:2009. Jakarta (ID): BSN.

14
Budijanto S, Hasbullah R, Prabawati S, Setiadjit, Sukarno, Zuraida I. 2008. Kajian
keamanan asap cair tempurung kelapa untuk produk pangan. J Ilmu Pertan
Indones. 13(3):194-203.
Darmadji P. 2002. Optimasi pemurnian asap cair dengan metoda redistilasi. J
Teknol Indust Pangan. 13:267-271.
Darmawi, Manaf ZH, Putranda F. 2013. Daya hambat getah jarak cina (Jatropha
multifida L.) terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro. J Med Vet.
7(2):113-115.
Fatimah F. 2011. Komposisi dan aktivitas antibakteri asap cair sabut kelapa yang
dibuat dengan teknik pembakaran non pirolisis. Agritech. 31(4):305-311.
Haji AG, Mas’ud ZA, Lay BW, Sutjahjo SH, Pari G. 2007. Karakterisasi asap cair
hasil pirolisis sampah organik padat. J Tek Indust Pertan. 16(3):111-118.
Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas
(Brine Shrimp Lethality Test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains.
13(1):50-54.
Kadir S, Darmadji P, Hidayat C, Supriyadi. 2011. Kesetimbangan adsorpsi fenol
dari asap cair tempurung kelapa hibrida pada arang aktif. Agritech.
31(1):30-35.
Lu FC. 2006. Toksikologi Dasar. Jakarta (ID): UI Pr.
Luditama C. 2006. Isolasi dan pemurnian asap cair berbahan dasar tempurung dan
sabut kelapa secara pirolisis dan distilasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Meenazir R. 2010. Kajian identifikasi bahan tambahan pangan hasil fraksinasi
asap cair dari tongkol jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Noverita, Fitria D, Sinaga E. 2009. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri jamur
endofit dari daun dan rimpang Zingiber ottensii Val. J Farm Indones.
4(4):171-176.
Nurhayati T. 2000. Sifat destilat hasil destilasi kering 4 jenis kayu dan
kemungkinan pemanfaatannya sebagai pestisida. Bul Penel Hasil Hutan.
17:160-168.
Nurhayati APD, Abdulgani N, Febrianto R. 2006. Uji toksisitas ekstrak Eucheuma
alvarezii terhadap Artemia salina sebagai studi pendahuluan potensi anti
kanker. Akta Kimindo. 2(1):41-46.
Nursyamsi R. 2012. Aplikasi asap cair cangkang sawit sebagai pengawet ikan dan
antibakteri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Panagan AT, Syarif N. 2009. Uji daya hambat asap cair hasil pirolisis kayu
pelawan (Tristania abavata) terhadap bakteri Escherichia coli. J Lit Sains.
9:30-32.
Pradana AA. 2013. Potensi antimikroba daun tin (Ficus carica) terhadap
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta aplikasinya pada
produk bakso [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ramakrishnan S, Moeller P. 2002. Liquid smoke: product of hardwood pyrolysis.
Fuel Chem Div Prepints. 47(1):366-367.
Septiaji P. 2012. Daya repelensi-lalat asap cair redistilasi dari tempurung kelapa
sawit pada ikan asin jambal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sudarwati. 2007. Pembuatan bakso daging sapi dengan penambahan kitosan.
[skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

15
Usmiati S. 2009. Bakso sehat. Warta Penel Pengemb Pertan. 31(6):13-14.
Wibowo S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Widyastuti S, Saloko S, Murad, Rosmilawati. 2012. Optimasi proses pembuatan
asap cair dari tempurung kelapa sebagai pengawet makanan dan prospek
ekonomisnya. Agroteksos. 22(1):48-58.
Wijaya M, Noor E, Irawadi TT, Pari G. 2008. Karakterisasi komponen kimia asap
cair dan pemanfaatannya sebagai biopestisida. Bionature. 9(1):34-40.
Zuhud EM, Rahayu WP, Wijaya CH, Sari PP. 2001. Aktivitas antimikroba ekstrak
kedawung (Parkia roxburghii G. Don) terhadap bakteri patogen. J Teknol
Indust Pangan. 12(1):6-12.
Zuraida L, Sukarno, Budijanto S. 2011. Antibacterial activity of coconut shell
liquid smoke (CS-LS) and its application on fish ball preservation. Int Food
Res J. 18:405-410.

16
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Asap Cair
Redistilasi pada suhu 80, 90, dan 100 °C
Redistilat A
(80 °C)
- Penentuan kadar
asam dan pH
- Analisis GC-MS
- Uji BSLT
- Uji aktivitas
antibakteri
- Penentuan KHM
Redistilat A

Redistilat B
(90 °C)

Redistilat C
(100 °C)
- Penentuan kadar
asam dan pH
- Analisis GC-MS
- Uji aktivitas
antibakteri
- Uji BSLT
- Penentuan KHM

- Penentuan kadar
asam dan pH
- Analisis GC-MS
- Uji BSLT
- Uji aktivitas
antibakteri
- Penentuan KHM
Redistilat B

Redistilat C

Aplikasi pada
bakso daging
Uji angka lempeng total.
Hasil

17
Lampiran 2 Perhitungan kadar asam dan pH
a) Perhitungan total asam
Massa asam oksalat = 0.6339 g

Standardisasi NaOH dengan menggunakan asam oksalat 0.2012 N
VNaOH (mL)
Vas. oksalat
[NaOH]
Ulangan
(mL)
(N)
Vawal
Vakhir
Vterpakai
1
10
0
22.00
22.00
0.0915
2
10
0
22.00
22.00
0.0915
3
10
22.20
44.40
22.20
0.0906
Rata-rata
0.0912
Contoh perhitungan ulangan 1

Sampel

80 °C

90 °C

100 °C

Ulangan

VSampel
(mL)

Vawal

1
2
3
1
2
3
1
2
3

10
10
10
10
10
10
10
10
10

12.00
16.80
21.50
3.90
7.90
11.90
8.20
11.70
15.20

VNaOH (mL)
Vakhir
Vterpakai

b) Pengukuran pH redistilat asap cair
Sampel pH
80 °C
2.26
90 °C
2.57
100 °C 2.49

16.70
21.50
26.20
7.90
11.90
15.90
11.70
15.20
18.60

4.70
4.70
4.70
4.00
4.00
4.00
3.50
3.50
3.40

Kadar
asam (%)
5.14
5.14
5.14
4.38
4.38
4.38
3.83
3.83
3.72

Ratarata
(%)
5.14

4.38

3.79

18
Lampiran 3 Hasil analisis GCMS redistilat asap cair suhu 80, 90, dan 100 °C
a) Kromatogram analisis GCMS redistilat asap cair suhu 80 °C
A b u n d a n c e

T IC : F R A K S I 2 _ 8 0 .D
2 .4 e + 0 7

2 .2 e + 0 7

2 e + 0 7

Kelimpahan

1 .8 e + 0 7

1 .6 e + 0 7
6 .3 9
1 .4 e + 0 7

1 .2 e + 0 7
4 .1 9

1 e + 0 7

8 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0
7 .4 6
4 0 0 0 0 0 0
4 .3 7 5 .1 6

2 0 0 0 0 0 0

33 . . 89 94
2 .0 0

3 .0 0

4 .0 0

4 .8 0
5 .0 0

8 .4 6
7 .1 0
7 .3 1

5 .7 6
6 .0 0

7 .0 0

8 .0 0

9 .2 8

9 .0 0

1 0 .0 0 1 1 .0 0 1 2 .0 0 1 3

T im e - - >

Waktu
Waktu retensi
(menit)
4.19
5.16
6.22
6.40
7.09
7.31
7.31
7.46
8.30
8.46
9.28

Luas
area (%)
36.96
3.95
0.27
36.25
1.54
1.22
1.22
6.85
0.3
2.71
1.29

Senyawa
asam asetat
furfural
5-metil-2-furaldehida
fenol
o-kresol
benzil alkohol
p-kresol
2-metoksi fenol
2,4-dimetil fenol
2-metoksi-4-metil fenol
4-etil-2-metoksi fenol

Kemiripan
(%)
91
91
91
94
97
97
97
97
95
95
94

19
lanjutan Lampiran 3
b) Kromatogram analisis GCMS redistilat asap cair 90 °C
A b u n d a n c e

T IC : F R A K S I 2 _ 9 0 .D

2 .2 e + 0 7

2 e + 0 7

1 .8 e + 0 7

Kelimpahan

1 .6 e + 0 7

1 .4 e + 0 7

6 .3 9

1 .2 e + 0 7

1 e + 0 7
4 .1 9
8 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0
7 .4 6
4 0 0 0 0 0 0
5 .1 5
2 0 0 0 0 0 0

4 .3 8
3 .9 3
2 .0 0

3 .0 0

4 .0 0

8 .4 6

4 .8 1
5 .0 0

5 .7 4
6 .0 0

7 .0 9
7 .3 1
7 .0 0

9 .2 8
8 .0 0

9 .0 0

1 0 .0 0

1 1 .0 0

T im e - - >

Waktu

waktu retensi
(menit)
4.20
5.16
6.22
6.39
7.09
7.31
7.31
7.46
8.03
8.03
8.03
8.45
9.28

luas area
(%)
35.77
4.73
0.32
36.95
1.61
1.14
1.14
7.03
0.31
0.31
0.31
2.8
1.44

senyawa
asam asetat
furfural
5-metil-2-furaldehida
fenol
o-kresol
p-kresol
benzil alkohol
2-metoksi fenol
2,4-dimetil fenol
2,3-dimetil fenol
3,5-dimetil fenol
2-metoksi -4-metil fenol
4-etil-2-metoksi fenol

kemiripan
(%)
91
91
91
91
97
97
97
97
94
94
94
95
94

1 2 .0 0

20
lanjutan Lampiran 3
c) Kromatogram analisis GCMS redistilat asap cair 100 °C
A b u n d a n c e

T IC : F R A K S I 2 _ 1 0 0 .D

1 .8 e + 0 7

1 .6 e + 0 7

Kelimpahan

1 .4 e + 0 7
6 .3 9
1 .2 e + 0 7

1 e + 0 7
4 .2 1
8 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0

7 .4 6

4 0 0 0 0 0 0

4 .4 0 5 .1 5

2 0 0 0 0 0 0

2 .0 0

3 .0 0

3 .9 3

4 .8 2

4 .0 0

5 .0 0

T im e - - >

waktu retensi
(menit)
4.21
5.15
6.22
6.39
7.09
7.31
7.46
7.91
8.03
8.03
8.46
9.28

8 .4 6
7 7. 1 . 30 1
6 .0 0

7 .0 0

8 .0 0

9 .2 8
9 .0 0

1 0 .0 0 1 1 .0 0 1 2 .0 0 1 3 .0 0

Waktu
luas area
(%)
37.04
3.98
0.27
37.57
1.52
1.23
6.66
0.17
0.31
0.31
2.65
1.44

senyawa
asam asetat
furfural
5-metil-2-furaldehida
fenol
o-kresol
benzil alkohol
2-metoksi fenol
3-etil fenol
2,3-dimetil fenol
3,5-dimetil fenol
2-metoksi-4-metil fenol
4-etil-2-metoksi fenol

kemiripan
(%)
91
91
91
91
97
97
97
94
94
94
95
94

21
Lampiran 4 Perhitungan uji toksisitas redistilat asap cair
a) Redistilat asap cair suhu 80 °C
Kematian
Konsentrasi
Jumlah
larva
sampel
kematian
(ppm)
1
2
3
Kontrol
0
0
0
0
500
0
0
0
0
1000
0
0
0
0
2000
8
5
7
20
3000
9
10 10
29
4000
10 10 10
30
5000
10 10 10
30

Ratalog
%
rata konsentrasi kematian
0
0
0
6.67
9.67
10
10

2.6990
3.0000
3.3010
3.4771
3.6021
3.6990

0
0
0
66.67
96.67
100
100

120
y = 120.9x - 337.99
R² = 0.909

Persen kematian

100
80
60
40
20
0
0,0000
-20

1,0000

2,0000

log konsentrasi

50 % kematian (y):

(b/v)

3,0000

4,0000

22
lanjutan Lampiran 4
b) Redistilat asap cair suhu 90 °C
Kematian
Konsentrasi
Jumlah
larva
sampel (ppm)
kematian
1 2 3
Kontrol
1 0 0
3
500
2 0 0
0
1000
0 2 1
0
2000
0 8 1
0
3000
7 9 8
9
4000
10 10 10
30
5000
10 10 10
30

Ratalog
%
rata konsentrasi kematian
0.33
0.67
1
3
8
10
10

2.6990
3.0000
3.3010
3.4771
3.6021
3.6990

0
3.33
6.67
26.67
76.67
96.67
96.67

120

Persen kematian

100

y = 107.08x - 301.87
R² = 0.8701

80
60
40
20
0
0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000 3,0000 3,5000 4,0000
-20

log konsentrasi

50 % kematian (y):

(b/v)

23
lanjutan Lampiran 4
c) Redistilat asap cair suhu 100 °C
Kematian
Konsentrasi
Jumlah
larva
sampel
kematian
(ppm)
1
2
3
Kontrol
0
0
0
0
500
0
0
0
0
1000
0
0
0
0
2000
4
0
0
4
3000
6
1
5
12
4000
7
7 10
24
5000
10 10 10
30

Ratalog
%
rata konsentrasi kematian
0
0
0
1.33
4
8
10

2.6990
3.0000
3.3010
3.4771
3.6021
3.6990

120

Persen kematian

100
y = 98.247x - 284.97
R² = 0.7771

80
60
40
20
0
0,0000
-20
-40

1,0000

2,0000

log konsentrasi

50 % kematian (y):

(b/v)

3,0000

4,0000

0
0
0
13.33
40
80
100

24
Lampiran 5 Hasil uji angka lempeng total (ALT) pada bakso
Pada jam ke-0 ulangan 1
Konsentrasi
Sampel (% b/v)
Kontrol
0.10%
0.80%

U

Tingkat Pengenceran (koloni)
-1

-2

-3

-4

-5

-6

1
2
1
2

10
37
57
30
48

10
8
3
11
4

10
0
0
2
0

10
0
0
0
0

10
0
0
0
0

10
0
0
0
0

1

9

0

0

0

0

0

2

21

2

0

0

0

0

Rata-rata
Koloni
4.8×102
4.2×102
1.5×102

Pada jam ke-0 ulangan 2
Konsentrasi
Sampel (% b/v)

U

Kontrol

Tingkat Pengenceran (koloni)
-1

-2

-3

10

10

10

10

1
2

17
15

4
2

0
0

0.10%

1
2

23
12

1
1

0.80%

1
2

9
17

2
5

-4

-5

-6

Rata-rata
Koloni

10

10

0
0

0
0

0
0

1.7×102

0
0

0
0

0
0

0
0

1.7×102

0
0

0
0

0
0

0
0

1.5×102

Pada jam ke-6 ulangan 1
Konsentrasi
Sampel (% b/v)
Kontrol
0.10%
0.80%

U
1
2
1
2
1
2

Pada jam ke-6 ulangan 2
Konsentrasi
U
Sampel (% b/v)
Kontrol
0.10%
0.80%

Tingkat Pengenceran (koloni)
-1

10
416
408
64
93
13
22

-2

10
48
51
17
24
2
2

-3

10
3
6
0
3
0
0

-4

10
0
0
0
0
0
0

-5

10
0
0
0
0
0
0

-6

10
0
0
0
0
0
0

Tingkat Pengenceran (koloni)
-1

-2

-3

10

10

10

10

1
2
1
2

72
110
26
26

9
10
2
3

2
3
0
0

1
2

4
2

1
1

0
0

-4

-5

-6

10

10

0
0
0
0

0
0
0
0

0
0
0
0

0
0

0
0

0
0

Rata-rata
Koloni
5.0×103
9.0×102
1.8×102

Rata-rata
Koloni
1.1×103
2.6×102
3.6×101

25
lanjutan Lampiran 5
Pada jam ke-12 ulangan 1
Tingkat Pengenceran (koloni)
Konsentrasi
U
Sampel (% b/v)
10-1
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6
Kontrol
0.10%
0.80%

1
2
1
2

T
T
T
T

T
T
T
T

T
T
T
T

158
124
60
72

23
23
22
20

0
0
0
0

1.5×106

1
2

T
T

T
T

232
230

17
10

1
2

0
0

2.2×105

Pada jam ke-12 ulangan ke 2
Tingkat Pengenceran (koloni)
Konsentrasi
U
-1
Sampel (% b/v)
10
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6
Kontrol
0.10%
0.80%

Rata-rata
Koloni

7.9×105

Rata-rata
Koloni

1
2
1
2

T
T
T
T

T
T
T
T

153
224
64
60

20
15
1
3

0
0
0
0

0
0
0
0

1.9×106

1
2

T
T

296
281

39
41

7
0

0
0

0
0

4.0×104

5.8×105

Pada jam ke-18 ulangan 1
Konsentrasi
Sampel (% b/v)
Kontrol
0.10%
0.80%

U

Tingkat Pengenceran (koloni)
-1

-2

-3

-4

-5

-6

Rata-rata
Koloni

10

10

10

10

10

10

1
2
1
2

T
T
T
T

T
T
T
T

T
T
T
T

T
T
T
T

250
272
141
120

30
41
31
29

2.7×107

1
2

T
T

T
T

T
T

240
250

27
17

2
7

2.4×106

1.5×107

26
lanjutan Lampiran 5
Pada jam ke-18 ulangan 2
Tingkat Pengenceran (koloni)
Konsentrasi
U
Sampel (% b/v)
10-1
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6
Kontrol
0.10%
0.80%

Rata-rata
Koloni

1
2
1
2

T
T
T
T

T
T
T
T

T
T
T
T

T
T
T
T

125
224
109
92

6
7
0
0

1.7×107

1
2

T
T

T
T

T
T

136
131

19
13

0
0

1.4×106

Pada jam ke-24 ulangan 1
Tingkat Pengenceran (koloni)
Konsentrasi
U
Sampel (% b/v)
10-1
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6
1
T
T
T
T
T
263
Kontrol
2
T
T
T
T
T
260
1
T
T
T
T
248
32
0.10%
2
T
T
T
T
229
29
1
T
T
T
T
123
16
0.80%
2
T
T
T
T
123
20

1.0×107

Rata-rata
Koloni
2.4×108
2.3×107
2.6×106

Pada jam ke-24 ulangan 2
Konsentrasi
Sampel (% b/v)
Kontrol
0.10%
0.80%

U
1
2
1
2
1
2

Tingkat Pengenceran (koloni)
-1

10
T
T
T
T
T
T

-2

10
T
T
T
T
T
T

-3

10
T
T
T
T
T
T

-4

10
T
T
T
T
T
T

-5

10
T
T
229
229
30
25

Keterangan:
T = Terlalu banyak untuk dihitung (TBUD) ( >250 koloni).

-6

10
236
239
22
20
0
0

Rata-rata
Koloni
2.4×108
2.3×107
2.8×106

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 1992 sebagai anak ke dua
dari 4 bersaudara dari pasangan Syahril Hasibuan dan Jumiyati. Tahun 2010,
penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) pada
Departemen Kimia FMIPA IPB.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan, sebagai anggota Forum for Scientific Studies (Forces) IPB tahun
2010/2011, pengurus himpunan profesi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) IPB
tahun 2011/2012, ketua Imasika IPB tahun 2012/2013, dan pengurus Ikatan
Himpunan Mahasiswa Kimia Indonesia (Ikahimki) tahun 2012/2014. Penulis juga
pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia TPB tahun 2013 dan Asisten Praktikum
Kimia Organik tahun 2014.