Pemanfaatan Asap Cair Dari Tempurung Kelapa Sebagai Koagulan Komersial Karet Alam Nias Utara

PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI KOAGULAN KOMERSIAL KARET ALAM NIAS UTARA
TESIS Oleh ZULMAKMUR TELAUMBANUA 117006008 / KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI KOAGULAN KOMERSIAL KARET ALAM NIAS UTARA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZULMAKMUR TELAUMBANUA 117006008/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Judul Tesis
Nama mahasiswa Nomor Pokok Program studi

: PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI KOAGULAN KOMERSIAL KARET ALAM NIAS UTARA.
: ZULMAKMUR TELAUMBANUA : 117006008 : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing


Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D Ketua

Eddyanto, Ph.D Anggota

Ketua Program Studi
Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D Tanggal lulus 26 April 2013

Dekan Dr. Sutarman, M.S
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Telah diuji pada Tanggal : 26 April2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D

Anggota : 1. Eddyanto, Ph.D


2. Prof. Dr. Harlem Marpaung

3. Dr. Darwin Yunus Nasution, M.S

4. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc

5. Prof. Dr. Yunazar Manjang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERNYATAAN ORISINALITAS
PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI KOAGULAN KOMERSIAL KARET ALAM NIAS UTARA
TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Perguruan Tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebut sumbernya dalam daftar pustaka.
Medan, 26 April 2013
Zulmakmur Telaumbanua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI


Nama lengkap Tempat dan Tanggal lahir Alamat Rumah Telepon/HP Email Istansi Tempat Bekerja Alamat Kantor Telepon/Faks/HP

: ZULMAKMUR TELAUMBANUA : Iraonogeba, 20 Juni 1966 : Jl. Kartini No. 6, Kelurahan Pasar Lahewa, Nias Utara : 0813 9753 5553 : zul.mtel@yahoo.co.id : SMA Negeri 1 Lotu : Desa Lolofaoso, Kecamatan Lotu, Nias Utara :

DATA PENDIDIKAN

SD SMP SMA D-3 Strata-1

: SD Negeri No. 070978 Gunungsitoli : SMP Negeri 3 Gunungsitoli : SMA Swasta BNKP Gunungsitoli : D-3 Kimia FMIPA USU : Pendidikan Kimia UNIMED

Tamat : 1979 Tamat : 1982 Tamat : 1985 Tamat : 1988 Tamat : 2001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI KOAGULAN KOMERSIAL KARET ALAM NIAS UTARA ABSTRAK
Penggunanaan asap cair, residu, dan destilatnya asap cair sebagai penggumpal karet alam dari Kabupaten Nias Utara telah diteliti. Seluruh karet yang terkoagulasi yang diperoleh dengan memanfaatkan koagulan di atas telah dianalisa sesuai dengan uji baku karet Indonesia. Hasil penelitian ini telah dibandingkan dengan gumpalan karet yang menggunakan asam formiat. Kadar kotoran, kadar abu, dan kadar nitrogen, juga kandungan bahan mudah menguap, viskositas Mooney, dan plastisasi retensi indeks (PRI) telah diuji. Kecepatan koagulasi, dan kualitas terbaik diperoleh saat menggunakan destilat asap cair sebagai koagulan dan hasil akhir produkini adalah setar dengan SIR-20.
Kata Kunci : Asap cair, Residu asap cair, Destilat asap cair, Asam formiat, SIR 20.
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


THE USE OF LIQUID SMOKE OBTAINED FROM COCONUT SHELL AS COMMERCIAL COAGULANT OF NATURAL RUBBER ORIGINALLY FROM NORTH NIAS ABSTRACT
The use of liquid smoke, the residu, and its destilate as coagulant for natural rubber originally from North Nias District have been researched. All coagulated rubber obtained by using the above coagulants have been analysed follow the Standar Indonesia Rubber (SIR). Those results were compared to formic acid as a refrence. The impurity, ash, and nitrogen content, and volatile, Mooney viscosity, and plasticity retention index (PRI) have been tested. The highest coagulation rate as well as the best quality of the rubber occurs by using destilate smoke liquid and the final product is nearly equal to the quality of SIR-20. Keywords: liquid smoke, the residu, destilate of liquid smoke, formic acid, and
standar Indonesia rubber (SIR).
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan karunia yang dianugerahkan , sehingga penulis dapat menyusun penelitian Tesis ini, dengan judul "Pemanfaatan Asap Cair Dari Tempurung Kelapa Sebagai Koagulan Komersial Karet Alam Nias Utara". Pada kesempatan ini ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Bapak Komisi Pembimbing, yaitu Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D selaku Promotor, dan Bapak Eddyanto, Ph.D sebagai Co-Promotor atas segala bantuan, arahan dan bimbingan selama perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M. & H,
M.Sc. (C.T.M), Sp.A. (K) yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk mengikuti program pendidikan Magister dalam bidang Ilmu Kimia pada FMIPA USU. 2. Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas bantuan dan izin belajar untuk mengikuti Program S-2 Ilmu Kimia. 3. Ketua Program Studi S-2 dan S-3 Ilmu Kimia FMIPA USU, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Bapak Sekretaris Program S-2 dan S-3 Ilmu Kimia, Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan kepada penulis. 4. Tim penguji, Prof. Dr. Harlem Marpaung, Dr. Darwin Yunus Nasution, MS, Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc dan Prof. Dr. Yunazar Manjang yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan penilaian maupun saran-saran untuk perbaikan tesis ini. 5. Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi saya sampai selesainya Tesis ini.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

iv
6. Kepala Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU dan Kepala serta seluruh staf Laboratorium Pusat Penelitian Karet Sungei Putih yang telah memberikan bantuan dan fasilitas dalam melakukan penelitian teisis ini.
7. Bupati Nias Utara dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Utara atas kesempatan serta dukungan luar biasa yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana USU Medan.
8. Secara khusus kepada Bapak Saharman Gea, Ph.D yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan di FMIPA USU.
9. Rekan-rekan mahasiswa Pacasarjana Jurusan Ilmu kimia FMIPA USU yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tesis ini.
10. Tak lupa buat adik-adik, Elman Lase, ST, serta ponakan Destarius Zebua, S.Pd dan Sonazaro Telaumbanua yang telah membantu penulis dalam merampungkan tesis ini.
11. Teristimewa kepada istri tercinta Nelly Niasta Sembiring, M.PdK yang sangat mendukung dan memotivasi saya dalam penulisan Tesis ini dan ketiga buah hati tercinta, Sally Geba Latami Telaumbanua, Patricia Pikarola Telaumbanua dan Berhan No Fanolo Telaumbanua sebagai sumber inspirasi saya. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih kurang sempurna oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca demi kesempurnaan Tesis ini.
Penulis
Zulmakmur Telaumbanua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI
ABSTRAK ABTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.2.Rumusan Masalah 1.3. Pembatasan Masalah 1.4. Tujuan Penelitian 1.5. Hipotesis Penelitian 1.6. Manfaat Penelitian 1.7. Ruang Lingkup Kegiatan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam
2.1.1. Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional 2.1.2. Prospek Perdagangan Karet Alam 2.1.3. Jenis-Jenis Karet Alam 2.1.4. Kontaminan Pada Bahan Olah Karet 2.2 Stabilitas Koloid Lateks 2.3. Penggumpalan Lateks 2.4. Standar Karet Indonesia 2.4.1. Syarat Mutu Karet Indonesia 2.4.2. Penetapan Kadar Kotoran [ISO 249 - 1987 ( E )] 2.4.3. Penetapan Kadar Abu [ISO 247 - 1990 (E)] 2.4.4. Penentuan Kadar Nitrogen [ISO 1656 - 1988 (E)]

i ii iii v viii ix
1 3 4 4 4 5 5
6 9 10 11 12 13 14 15 15 17 18 19

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

vi

2.4.5. Penetapan Kadar Zat Menguap [ISO 248 – 1991 (E)] 2.4.6. Pengujian Viskositas Mooney [ISO 289 - 1985 (E)] 2.4.7.Penetapan Plasticity Retention Index [ISO 2930 - 1991 (E)] 2.5. Asap Cair 2.5.1. Proses Pembentukan Asap Cair 2.5.2. Komposisi Kimia Asap Cair BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat 3.2.2. Bahan 3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Pembuatan Asap Cair 3.3.2. Penentuan pH Koagulan 3.3.3. Penggumpalan Lateks 3.3.4. Penetapan Kadar Kotoran [ISO 249 - 1987 ( E )] 3.3.5. Penetapan Kadar Abu [ISO 247 - 1990 (E)] 3.3.6. Penentuan Kadar Nitrogen [ISO 1656 - 1988 (E)] 3.3.7. Penetapan Kadar Zat Menguap [ISO 248 – 1991 (E)] 3.3.8. Pengujian Viskositas Mooney [ISO 289 - 1985 (E)] 3.3.9.Penetapan Plasticity Retention Index [ISO 2930 - 1991 (E)] BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembuatan Asap Cair Secara Pirolisis 4.2. Penggumpalan Lateks 4.3. Karakterisasi 4.3.1. Penetapan Kadar Kotoran [ISO 249 - 1987 ( E )] 4.3.2. Penetapan Kadar Abu [ISO 247 - 1990 (E)] 4.3.3. Penentuan Kadar Nitrogen [ISO 1656 - 1988 (E)] 4.3.4. Penetapan Kadar Zat Menguap [ISO 248 – 1991 (E)]


20 21 21 24 25 25
28 28 28 28 29 29 30 30 30 33 33 34 35 36
43 45 48 49 51 54 56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

vii

4.3.5. Pengujian Viskositas Mooney [ISO 289 - 1985 (E)] 4.3.6. Penetapan Plasticity Retention Index [ISO 2930 - 1991 (E)] BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN A Kesimpulan B Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

59 61
65 66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Nomor


Judul

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi Karet Alam (Surya 2006)

8

Tabel 2.2. Skema Persyaratan Mutu

16

Tabel 2.3. Komposisi Kimia Asap Cair

26

Tabel 2.4. Analisis Kimia Yang Dilakukan Terhadap Asap Cair

26


Tabel 4.1. pH Asap Cair, Residu Asap Cair dan Destilat Asap Cair

45

Tabel 4.2. Lama Penggumpalan Beberapa Jenis Koagulan

46

Tabel 4.3. Penetapan Kadar Kotoran [ISO 249 - 1987 ( E )]

49

Tabel 4.4. Penetapan Kadar Abu [ISO 247 - 1990 (E)]

52

Tabel 4.5.Penentuan Kadar Nitrogen [ISO 1656 - 1988 (E)]

54


Tabel 4.6.Penetapan Kadar Zat Menguap [ISO 248 – 1991 (E)]

57

Tabel 4.7. Pengujian Viskositas Mooney [ISO 289 - 1985 (E)]

59

Tabel 4.8.Penetapan Plasticity Retention Index [ISO 2930 - 1991 (E)]

61

Tabel 4.9. Karakterisasi dari Koagulum dengan Koagulan Asam Formiat, Asap Cair, Residu Asap Cair dan Destilat Asap Cair Dibandingkan SIR 20

64

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ix


DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Gambar 1.1. Gambar Karet Nias Utara dan Kolom Penyimpanannya

Gambar 2.1. Rumus Struktur Kimia Karet Alam

Gambar 2.2. Karet Alam Nias Utara

Gambar 2.3. Hidrolisa Protein

Gambar 3.1. Alat Pembuat Asap Cair, (a) Reaktor Asap Cair, (b) Kondensor, dan (c) Penampung Asap Cair.

Halaman 5 6 8
19


Gambar 3.2. Contoh Potongan Uji Untuk Plastisitas
Gambar 3.3. Flowchart Penelitian Penambahan Asam Formiat
Gambar 3.4. Flowchart Penelitian Penambahan Asap Cair
Gambar 3.5. Flowchart Penelitian Penambahan Residu Asap Cair
Gambar 3.6. Flowchart Penelitian Penambahan Destilat Asap Cair
Gambar 4.1. (a)Tempurung Kelapa, (b) Tempurung Kelapa yang Sudah Bersih
Gambar 4.2. Asap Cair dari Tempurung Kelapa
Gambar 4.3. (a) Asap Cair, (b) Residu Asap Cair dan (c) Destilat Asap Cair
Gambar 4.4. Grafik Lama Penggumpalan Koagulan Asam Formiat, Asap Cair, Residu Asap Cair dan Destilat Asap Cair
Gambar 4.5. Penggumpalan Dengan Koagulan (a) Asam Formiat, (b) Asap Cair, (c) Residu Asap Cair dan (d) Destilat Asap Cair

37 39 40 41 42
43 44 44
47
47

Gambar 4.6. Koagulum dengan Koagulan (a) Asam Formiat, (b) Asap Cair, (c) Residu Asap Cair dan (d) Destilat Asap Cair

48

Gambar 4.7. Grafik Kadar Kotoran Koagulum Dibandingkan dengan SIR 20

50

Gambar 4.8. Grafik Kadar Abu Koagulum Dibandingkan dengan SIR 20
Gambar 4.9. Grafik Kadar Nitrogen Koagulum Dibandingkan dengan SIR 20

52 55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.10. Gambar Kadar Zat Menguap Koagulum Dibandingkan dengan SIR 20
Gambar 4.11. Grafik Viskositas Mooney
Gambar 4.12. Grafik Nilai PRI Koagulum Dibandingkan dengan SIR 20

x
58 60 62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI KOAGULAN KOMERSIAL KARET ALAM NIAS UTARA ABSTRAK
Penggunanaan asap cair, residu, dan destilatnya asap cair sebagai penggumpal karet alam dari Kabupaten Nias Utara telah diteliti. Seluruh karet yang terkoagulasi yang diperoleh dengan memanfaatkan koagulan di atas telah dianalisa sesuai dengan uji baku karet Indonesia. Hasil penelitian ini telah dibandingkan dengan gumpalan karet yang menggunakan asam formiat. Kadar kotoran, kadar abu, dan kadar nitrogen, juga kandungan bahan mudah menguap, viskositas Mooney, dan plastisasi retensi indeks (PRI) telah diuji. Kecepatan koagulasi, dan kualitas terbaik diperoleh saat menggunakan destilat asap cair sebagai koagulan dan hasil akhir produkini adalah setar dengan SIR-20.
Kata Kunci : Asap cair, Residu asap cair, Destilat asap cair, Asam formiat, SIR 20.
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

THE USE OF LIQUID SMOKE OBTAINED FROM COCONUT SHELL AS COMMERCIAL COAGULANT OF NATURAL RUBBER ORIGINALLY FROM NORTH NIAS ABSTRACT
The use of liquid smoke, the residu, and its destilate as coagulant for natural rubber originally from North Nias District have been researched. All coagulated rubber obtained by using the above coagulants have been analysed follow the Standar Indonesia Rubber (SIR). Those results were compared to formic acid as a refrence. The impurity, ash, and nitrogen content, and volatile, Mooney viscosity, and plasticity retention index (PRI) have been tested. The highest coagulation rate as well as the best quality of the rubber occurs by using destilate smoke liquid and the final product is nearly equal to the quality of SIR-20. Keywords: liquid smoke, the residu, destilate of liquid smoke, formic acid, and
standar Indonesia rubber (SIR).
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah pemilik lahan terluas perkebunan karet di dunia. Namun bila dibandingkan dengan negara lain produsen karet seperti : Malaysia dan Thailand, tingkat produktivitas karet di tanah air jauh lebih rendah, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Untuk itu upaya untuk meningkatkan produktivitas ini harus senantiasa dilakukan sehingga mampu bersaing dan juga memberi sumbangan berarti bagi kesejahteraan petani karet.
Saat ini tercatat sekitar 3.2 juta Ha perkebunan karet tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar (85%) kebun karet milik rakyat, 7% milik pemerintah dan sisanya milik swasta. Total produksi karet saat ini sekitar 2.5 juta ton/tahun. Jumlah ini tentu akan bisa ditingkatkan dengan memberdayakan lahan-lahan kosong yang (apabila) masih tersedia dan disertai dengan perbaikan sistem tanam yang lebih produktif. Namun, selain upaya perluasan lahan, inovasi peningkatan mutu dan pemberian nilai tambah secara ekonomi pada produk-produk karet terus dilakukan sehingga produk-produk tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, bahkan menjadi komponen barang-barang berteknologi tinggi.
Menurut data International Rubber Study Group (2007), dalam kurun waktu 5 tahun terakhir konsumsi karet alam di dalam negeri meningkat rata-rata sebesar 10,98% per tahun, sedangkan di dunia Internasional meningkat rata-rata 4,72% per tahun. Peningkatan harga minyak bumi yang sangat tajam di pasaran Internasional, menyebabkan permintaan terhadap karet alam semakin pesat, karena karet sintetis yang bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi harganya ikut meningkat tajam. Permasalahan lain dari pengembangan industri karet adalah relatif masih tingginya kandungan impor produksi barang-barang karet, masih rendahnya prokdutivitas tanaman karet karena belum menggunakan klon unggul. Masih rendahnya kualitas
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2
bahan olahan karet yang menyebabkan rendahnya kualitas karet remah (crumb rubber). Masih rendahnya kualitas SDM petani dalam budi daya tanaman, prapanen, pascapanen dan pengolahan primer, serta masih lemahnya kelembagaan petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan yang menyebabkan rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga yang sesuai (masih sekitar 60% harga FOB).
Disisi lain, tuntutan konsumen terhadap standar mutu suatu produk baik pangan maupun non pangan sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu, merupakan langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Permentan No 38 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olahan Karet (bokar) serta Permendag No 53 Tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olahan Komoditi Ekspor Standard Indonesia Rubber (SIR) yang diperdagangkan, maka kebijakan tersebut harus ditindaklanjuti dengan pengawasan mutu agar bokar yang diperdagangkan dapat memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.
Pulau Nias, terdiri dari lima kabupaten/kota, merupakan penghasil karet di Provinsi Sumatera Utara dan hingga saat ini belum memiliki pabrik pengolahan karet. Khususnya karet di Nias Utara masih berupa produk karet hulu yang memiliki kualitas rendah sehingga dijual dengan harga yang sangat murah melalui stasiun pengumpul karet di Gunungsitoli untuk dibawa ke Sumatera. Untuk meningkatkan kualitas dan nilai jual karet petani di Nias Utara perlu dilakukan penelitian untuk mengolah karet alam Nias Utara menjadi bahan olahan karet hulu, produk karet antara, dan bahkan karet olahan hilir sehingga nilai jual karet dapat ditingkatkan, pendapatan petani karet Nias Utara, dan pendapatan asli daerah.
Kabupaten Nias Utara merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di wilayah Propinsi Sumatera Utara, berdasarkan hasil Asistensi Pemerintah Daerah Nias Utara dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan. Luas wilayah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3
Kabupaten NiasUtara adalah 1.501,63 Km2 yang terdiridari 11 kecamatan dan 112 desa dan 1 kelurahan. Ibukota Kabupaten Nias Utara terletak di Lotu.
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang cukup strategis yang memberikan kontribusi pada peningkatan kegiatan perekonomian di Kabupaten Nias Utara. Namun sejauh ini pengelolaan yang dilakukan oleh para petani masih bersifat tradisional. Tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Nias Utara adalah tanaman perkebunan rakyat dengan komoditi karet, kelapa, kopi, dan cengkeh. Khusus produksi karet di Kabupaten Nias Utara terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi karet Kabupaten Nias bisa menghasilkan sebanyak 52.470 ton per tahun dari luas tanam 7.982 Ha. Dengan rata-rata produksi sebanyak 4.372,5 ton per bulan (Nias dalam angka 2012).
Selain pertimbangan kualitas produk dan ekonomi, faktor keamanan dan keramahan lingkungan juga harus menjadi patokan dalam mengembangkan produksi karet. Salah satu cara yang sedang digemari adalah pemanfaatan asap cair yang dapat diperoleh dari pembakaran tempurung kelapa. Khusus dalam penelitian ini akan digunakan asap cair yang diperoleh dari pembakaran tempurung kelapa Nias Utara. Asap cair diharapkan dapat menggumpalkan karet alam Nias Utara dan dapat menggantikan koagulan yang selama ini dipergunakan seperti: air batre, pupuk urea, nenas dan air pembusukan makanan. Dengan demikian penggumpalan karet di Nias Utara, akan teratasi dengan metode ini. Oleh karena itu penting dilakukan kajian dan penelitian dengan judul ―Pemanfaatan Asap Cair Dari Tempurung Kelapa Sebagai Koagulan Komersial Karet Alam Nias Utara ‖
1.2. Rumusan Masalah. Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karet dan bahan olahan karet Nias Utara yang dihasilkan dengan
menggunakan koagulan asap cair dari tempurung kelapa?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4
2. Bagaimana kualitas karet dan bahan olahan karet Nias Utara yang menggunakan koagulan asap cair dari tempurung kelapa dapat memenuhi standar mutu karet Indonesia (SNI) sesuai dengan SIR 20?
3. Apakah penggunaan koagulan dari asap cair dapat menggantikan koagulan yang biasa dipergunakan selama ini untuk karet dan bahan olahan karet Nias Utara?
1.3.Pembatasan Masalah. Pada penelitian ini permasalahan hanya dibatasi pada : 1. Koagulan yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa asap cair yang berasal
dari tempurung kelapa Nias Utara. 2. Lateks segar yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari Nias Utara. 3. Lembaran karet yang dianalisa adalah lembaran karet yang menggunakan
koagulan dari asap cair, residu asap cair dan destilat asap cair.
1.4. Tujuan Penelitian 1. Membandingkan karet dan bahan olahan karet Nias Utara yang menggunakan
koagulan asap cair dengan karet dan bahan olahan karet yang menggunakan koagulan asam formiat. 2. Membandingkan kualitas karet dan hasil olahan karet yang diperoleh dari tanaman karet rakyat Nias Utara yang menggunakan koagulan asap cair dengan standar mutu karet Indonesia (SNI) sesuai dengan SIR 20. 3. Merekomendasikan koagulan dari asap cair sebagai koagulan untuk karet dan bahan olahan karet Nias Utara.
1.5. Hipotesis Penelitian. Pada penelitian ini akan dilakukan upaya untuk penggumpalan karet serta
peningkatan mutu karet alam Nias Utara dengan cara pemanfaatan sumber daya alam setempat, dengan cara pemanfaatan asap cair dari tempurung kelapa sebagai bahan koagulan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5 1.6. Manfaat Penelitian.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi dunia industri, ilmu pengetahuan, dan secara khusus bagi masyarakat dalam mempergunakan koagulan dari asap cair untuk penggumpalan sekaligus peningkatan kualitas karet dan bahan olahan karet Nias Utara. 1.7. Ruang Lingkup Kegiatan 1. Mempelajari dan mengamati bagaimana proses penanganan karet rakyat dan bahan
olahan karet di Nias Utara. 2. Mempelajari jenis-jenis kontaminan yang ada di dalam pengolahan bahan baku
karet dan bahan olahan karet di Nias Utara. 3. Mengusulkan teknik koagulasi dengan koagulan alternatif dan pemrosesan bahan
olahan karet menjadi karet yang bermutu.
Gambar 1.1 Karet Nias Utara dan Kolom Penyimpanannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7
1. Karet konvensional. Karet konvensional adalah karet yang tingkatan mutunya ditetapkan berdasarkan
sifat-sifat penampakan (visual), seperti warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan noda-noda lain. Sesuai dengan mutu, sifat visual dan cara pengepakan, karet alam terdiri dari 8 (delapan) tipe (The Green Book, 1969), yaitu :
a. Ribbed Smoked Sheets (RSS) b. White and Pale Crepes c. Estate Brown Crepes d. Compo Crepes e. Thin Crepes f. Thin Blanket Crepes g. Flat Bark Crepesa h. Pure Smoked Blanket Crepes. 2. Karet spesifikasi teknis. Karet spesifikasi teknis adalah karet yang diolah dalam bentuk karet remah dan jenis mutunya ditetapkan berdasarkan pengujian sifat-sifat teknis sesuai dengan rumusan International Standard Organization (ISO), yaitu mencakup kadar kotoran, kadar abu, kadar tembaga, kadar mangan, kadar zat yang mudah menguap, kadar nitrogen, PRI dan karakteristik vulkanisasi (curing characteristics). Di Indonesia karet spesifikasi teknis ini dikenal sebagai SIR (Standars Indonesian Rubber), yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian Republik Indonesia dan mengacu kepada perkembangan teknologi serta permintaan konsumen. Selain itu mengenal lateks kebun yang berwarna putih kekuning-kuningan, diperoleh dari pohon Hevea brasiliensis. Komponen utamanya adalah karet (36%), protein (2%), air (59%), damar (1%), abu (0,5%), dan gula (1,5%). Angka-angka tersebut di atas tidak tetap, tergantung pada beberapa faktor seperti jenis klon karet, keadaan tanah, keadaan cuaca, keadaan iklim, musim dan lain sebagainya. Hasil pengolahan lateks kebun secara teknis pemusingan kimiawi, dengan menambahkan bahan penggumpal asam organik seperti asam formiat dan asam asetat pada pH sekitar 4,5 menghasilkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8
lateks pekat dengan kadar karet kering 60% dan mutunya memenuhi spesifikasi teknis yang mengacu kepada American Society for Testing and Material (ASTM) D1076 atau International Organization for Standardization 2004 (ISO 2004). Berdasarkan kadar amonia yang terdapat dalam lateks pekat dikenal: lateks pekat amonia rendah (Low Ammonia) adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimum 0,29%, lateks pekat amonia tinggi (High Ammonia) adalah lateks pekat yang mengandung amonia maksimmum 0,60%.

Gambar.2.2 Karet Alam Nias Utara

Tabel.2.1. Komposisi Karet Alam (Surya 2006)

No Komponen
1 Hidrokarbon 2 Protein 3 Karbohidrat 4 Lipida 5 Persenyawaan Organik Lain 6 Persenyawaan Anorganik 7 Air

Komponen dalam
latex segar (%) 36 1,4 1,6 1,6 0,4 0,5 58,5

Komponen dalam
latex kering (%) 92-94 2,5-3,5 2,5-3,2 0,1-0,5 0,3-1,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

9
2.1.1.Peranan Karet Alam Dalam Perekonomian Nasional Karet memiliki berbagai peranan penting bagi Indonesia, antara lain: (a) Sumber pendapatan dan lapangan kerja penduduk (b) Sumber devisa negara dari ekspor non-migas (c) Mendorong tumbuhnya agro-industri di bidang perkebunan (d) Sumber daya hayati dan pelestarian lingkungan.
Luas areal tanaman karet pada tahun 2006 sekitar 3,31 juta hektar, dengan produksi 2,64 juta ton atau 27,3% produksi karet alam dunia (9.2 juta ton), menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Thailand (IRSG, 2007). Pada tahun 2005, karet mampu menghasilkan devisa hingga US $ 2,58 milyar, naik menjadi US $ 3,77 milyar pada tahun 2006, menempatkan karet sebagai komoditas penghasil devisa terbesar diantara komoditas perkebunan. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 2,29 juta ton pada tahun 2006. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2005 mencapai US$ 2,58 milyar, dan meningkat tajam menjadi US $ 4,36 milyar pada tahun 2006 seiring dengan melonjaknya harga karet dari 1,2 USD/kg hingga sekitar 2 USD/kg pada tahun 2006 (Depperind, 2007).
Bagi perekonomian nasional, karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Karet bersamasama dengan kelapa sawit merupakan dua komoditas utama penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, karet menyumbang devisa dari 25% hingga 40% terhadap total ekspor produk perkebunan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

10
2.1.2 Prospek Perdagangan Karet Alam Hasil kajian para pakar memperlihatkan bahwa prospek perdagangan karet alam
dunia sangat baik. Dalam jangka panjang, perkembangan produksi dan konsumsi karet menurut ahli pemasaran karet dunia yang juga Sekretaris Jenderal International Rubber Study Group, Dr. Hidde P. Smit, menunjukkan bahwa konsumsi karet alam akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari 8,5 juta ton di tahun 2005, naik menjadi 9,23 pada tahun 2006, dan diprediksi menjadi 11,9 juta ton pada tahun 2020. Sementara itu produksi karet alam dunia sebesar 8,5 juta ton pada tahun 2005, naik menjadi 9,18 juta ton pada tahun 2006, diprediksi menjadi 11,4 juta ton di tahun 2020. Harga karet alam di pasar dunia juga diprediksikan tetap bertahan pada level di atas US $ 1 per kg, bahkan pada tahun 2013 diperkirakan bisa menembus US $ 2,4 per kg dan bahkan level harga tersebut telah dicapai pada tahun 2006 ini. Pada tahun 2020 diperkirakan harga karet alam di pasaran dunia tetap bertahan pada angka US $ 1,9 per kg.Timbulnya peningkatan konsumsi karet alam di negara-negara Asia disebabkan makin meningkatnya perkembangan industri ban dan komponen industri lainnya. Konsumsi karet alam dan karet sintetik dunia yang pada tahun 2004 baru mencapai 20,03 juta ton akan meningkat mencapai 28,67 juta ton pada tahun 2020, diantaranya 11,9 juta ton karet alam. Indonesia diharapkan dapat memasok 3,5 juta ton pada tahun 2020.
ISRG berpendapat bahwa pada jangka panjang diperkirakan terdapat kekurangan pasokan yang tidak saja disebabkan oleh permintaan dunia yang meningkat dengan cepat tetapi juga 2 diantara 3 negara penghasil karet alam yaitu Malaysia dan Thailand yang merupakan negara dengan ekonomi yang berkembang cepat, mungkin menjadi generasi baru dari Newly Industrialized Countries (NICs), sehingga kedua negara akan meninggalkan agrobisnis karet. Indonesia diharapkan dapat mengisi kekurangan pasokan untuk kebutuhan dunia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

11
2.1.3 Jenis-Jenis Karet Alam Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula sebagai
elastomer. Saat ini karet tergolong atas karet sintetik dan karet alam. Karet sintetik dibuat secara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi. Contoh karet sintetik yang kini banyak beredar adalah SBR (Strirene Butadiene Rubber), NBR (Nitrile Butadiene Rubber), karet silikon, Urethane dan karet EPDM (EthilenePropileneDiMonomer). Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis. Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet alam sangat dibutuhkan terutama oleh industri ban. Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet lembaran asap, karet krep dan crumb rubber. (a) Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang
umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering, kadar NaOH, nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya. (b) Karet sit asap atau dikenal dengan nama RSS (Rubber Smoked Sheet) dan karet krep (crepe) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dulu menggumpalkannya kemudian digiling menjadi lembaran-lembaran tipis, dan dikeringkan dengan cara pengasapan untuk karet sit asap, dan dengan cara pengeringan menggunakan udara panas untuk karet krep. Mutu karet konvensional dinilai berdasarkan analisis visual permukaan lembaran karet. Mutu karet akan makin tinggi bila permukaannya makin seragam, tidak ada gelembung, tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin kekar/kokoh. (c) Karet remah digolongkan sebagai karet spesifikasi, karena penilaian mutunya tidak dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisika-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

12
kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar nitrogen, plastisitas Wallace dan viskositas Mooney. Karet remah produksi Indonesia dikenal dengan nama Standard Indonesian Rubber (SIR). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat dari lump atau sleb dari perkebunan rakyat. Disebabkan bahan bakunya kotor, maka proses pengolahan di pabrik karet remah melibatkan berbagai peralatan pengecilan ukuran (size reduction) dan pencucian.
2.1.4 Kontaminan Pada Bahan Olah Karet Lateks sebagai sumber pertama dari bahan baku karet remah sesungguhnya
merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung bahan-bahan yang berperan penting dalam menjaga mutunya agar tetap baik. Pada lateks, selain hidrokarbon karet (polimer poliisoprena), terkandung juga berbagai senyawa penting antara lain lipid dan protein. Lipid berperan sebagai antioksidan, yakni bahan pencegah terjadinya oksidasi terhadap molekul karet. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Masuknya kontaminan pada karet, akan merusak bahan-bahan alami tersebut (Archer, et al., 1983). Kontaminasi terhadap sesuatu produk diartikan sebagai pencemaran. Dengan demikian kontaminan bisa didefinisikan sebagai zat pencemar, karena berdampak buruk terhadap mutu, seperti bersifat meracuni, produk menjadi cepat busuk, merusak tekstur, warna, rasa dan kerusakan mutu lainnya. Demikian pula untuk karet, kontaminan bisa menyebabkan karet mudah teroksidasi, memperlemah elastisitas, menurunkan kekuatan tarik, dan ketahanan sobek dari vulkanisatnya.
Sebagai contoh kasus untuk karet, tawas sebagai koagulan bisa dianggap sebagai kontaminan, karena di dalam tawas terkandung logam alkali yang bersifat sebagai pro-oksidan, serta berdampak menahan air yang memudahkan berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. Itulah sebabnya mengapa koagulan yang disarankan hingga kini adalah asam semut, asam cuka atau asam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

13
lemah lainnya. Koagulan-koagulan tersebut tidak berbahaya, bahkan meningkatkan mutu karena bersifat mendorong air/serum untuk segera keluar dari koagulum.
Contoh lain yang sering terjadi di dalam bahan baku karet remah adalah sering bercampurnya pasir dan tanah ke dalam bokar secara sengaja maupun tidak disengaja. Untuk mengeluarkan kedua zat pengotor tersebut diperlukan serangkaian proses pengecilan dan pencucian yang banyak memerlukan air, listrik dan waktu proses. Dengan demikian, kontaminan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap mutu produk, namun juga memerlukan biaya tambahan untuk membersihkannya.
2.2. Stabilitas Koloid Lateks Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi
frokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut : 1. Ada kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum)
misalnya asosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikelpartikel karet. 2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri (Robert, 1988).
Disamping kedua faktor di atas ada 3 (tiga) faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet menjadi tetap stabil, yaitu : 1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak
menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi
terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3. Energi bebas antara permukaan yang rendah.
Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada permukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Penambahan bahan pengawet ammonia dan bahan pemantap ammonium laurat akan menyempurnakan lapisan pelindung tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

14
2.3. Penggumpalan Lateks Rusaknya kemantapan sistem koloid lateks mengakibatkan terjadinya
penggumpalan. Kerusakan ini dapat terjadi antara lain dengan jalan penetralan muatan protein dengan penambahan asam sehingga muatan negatif dan muatan positif lateks setimbang (tercapai titik isoelektrik). Titik isoelektrik dari lateks pada umumnya sekitar pH 4,7. Penggumpalan diawali dengan flokulasi yaitu interaksi antara partikel karet dengan partikel karet lainnya selanjutnya terjadilah koagulasi.
Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama berlaku untuk alat-alat yang digunakan dalam pekerjaan penggumpalan lateks bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan pengotor lateks oleh kotorankotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah.
Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prakougulasi. Tetapi penggunaan anti koagulasi ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena biasanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan (Setyamidjaja, 1993).
Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat disekelilingnya. Mikroba ini merombak senyawa-senyawa bukan karet seperti karbohidrat, protein atau lipid menghasilkan lemak eteris (asam asetat dan asam propionat). Penggumpalan dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan penambahan alkohol yang bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

15
penambahan larutan elektrolit bermuatan positif yang menetralkan muatan negatif dari sistem koloid seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988)
Adapun bahan-bahan penggumpal lateks yang sering digunakan adalah asam asetat (CH3COOH) dan asam formiat (HCOOH). Pada waktu penggumpalan lateks harus diperhatikan hal-hal berikut : 1. Jumlah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 ml CH3COOH
2,5% atau 20 ml HCOOH 2% tiap 1 liter lateks. 2. Pengadukan harus dengan hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan
gelembung udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata.
2.4. Standar Karet Indonesia. Standar ini meliputi ruang lingkup, defenisi, penggolongan, bahan olah, syarat
ukuran, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, pengemasan, syarat penandaan dan catatan umum SIR. SIR digolongkan dalam 6 jenis mutu, yaitu: 1. SIR 3 CV (Constant Viscosity) 2. SIR 3 L (Light) 3. SIR 3 WF (Whole Field) 4. SIR 5 5. SIR 10 6. SIR 20
2.4.1 Syarat Mutu Karet Indonesia. Pada Tabel 2.2 disajikan skema SIR yang merupakan standar mutu karet remah
produksi Indonesia atau skema persyaratan mutu. Karet remah tidak dapat dinilai secara visual, tetapi harus dinilai atas dasar spesifikasi teknis. Dengan demikian kekurangan-kekurangan dari penilaian visual dapat dihindarkan. Dengan spesifikasi teknis para konsumen karet dapat mengetahui secara obyektif sifat-sifat tertentu dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

16

karet. Karet remah disebut juga sebagai SIR yaitu karet alam produksi Indonesia yang dijual dalam bentuk bongkahan dan mutunya dinilai berdasarkan spesifikasi teknis.

Tabel : 2.2 Skema Persyaratan Mutu

JENIS MUTU
NO JENIS UJI / KARAKTERISTIK BAHAN OLAH SATUAN

SIR CV

SIR 3 L

PERSYARATAN SIR 3 WF SIR 5

SIR 10 SIR 20

LATEKS

KOAGULUM LATEKS

1 Kadar Kotoran (b/b)
2 Kadar Abu (b/b)
3 Kadar Zat Menguap (b/b)
4 PRI
5 Po
6 Nitrogen (b/b)
7 Kemantapan Visikositas/WASHT (Skala Plastisitas Wallace)
8 Viskositas Moony ML (1 + 4) 100 C
9 Warna Skala Lovibond
10 Pemasakan ( cure)
11 Warna Lambang

% % % %
-
-

12 Warna Plastik Pembungkus Bandela
13 Warna Pita Plastik

-

14 Tebal Plastik Pembungkus Bandela

Mm

15 Titik Leleh Plastik Pembungkus Bandela

oC

Sumber SNI 06-1903-2000

Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03 Maks 0.03

Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.50 Maks 0.75 Maks 1.00

Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80 Maks 0.80

Min 60

Min 75

Min 75

Min 70

Min 60

Min 50

-

Min 30

Min 30

Min 30

Min 30

Min 30

Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60 Maks 0.60

Maks 8

-

-

-

-

-

*) - - - - -

- Maks 6 - - - -

**) **) **)

-

-

-

Hijau

Hijau

Hijau

Hijau Bergaris Coklat

Coklat

Merah

Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan Transparan

Jingga

Transparan

Putih Susu/ Transparan

Putih Susu/ Transparan

Putih Susu/ Transparan

Putih Susu/ Transparan

0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01 0.03 ± 0.01

Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108 Maks 108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

17

Keterangan :

*) Tanda Pengenal Tingkatan

Batasan Viskositas Mooney :

CV — 50

45 — 55

CV — 60

55 — 65

CV — 70

65 — 75

'*) Informasi mengenai cure dibenkan dalam bentuk Rheograph sebagai Standard non—mandatory

2.4.2. Penetapan Kadar Kotoran [ISO 249 — 1987 (E)] Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325
mesh. Adanya kotoran di dalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan vulkanisat tipis.
Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan di dalam pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat untuk memudahkan larutnya karet (rubber peptiser). Larutan kotor yang tertinggal kemudian dituangkan melalui saringan 325 mesh. Kotoran yang tertinggal pada saringan setelah dikeringkan di dalam oven, kemudian ditimbang setelah didinginkan. Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah bergeraknya kotoran kering di dalam saringan. Kadar kotoran dapat dihitung dengan rumus :

Kadar kotoran =

x 100 % …………………………. (2.1)

Dengan: A = bobot saringan berikut kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot potongan uji

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

18

2.4.3 Penetapan Kadar Abu [ISO 247 — 1990 (E)] Abu di dalam karet terjadi dari oksida, karbonat dan fosfat dari kalium,
magnesium, kalsium, natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbedabeda. Abu dapat pula mengandung silikat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet.
Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral di dalam karet. Beberapa bahan mineral di dalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul (heat build-up) dan ketahanan retak lentur (flex cracking resistance) dari vulkanisasi karet alam.
Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakukan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan menggunakan ammonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering tinggi.
Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum (Kartowardoyo, 1980). Kadar abu dapat dihitung dengan rumus :

Kadar Abu =

x 100 % ………………………….. (2.2)

dengan: A = bobot cawan berikut abu B = bobot kosong C = bobot potongan uji

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

19
2.4.4 Penentuan Kadar Nitrogen [ISO 1656 — 1988 (E)] Karet alam pada umumnya memiliki kadar nitrogen yang cukup tinggi, yang
besarnya berpengaruh terhadap sifat teknis karet. Menurut Alfa et al (1998), tingginya kadar nitrogen akan mempengaruhi karakteristik vulkanisasi dan sifat vulkanisat karet. Kandungan nitrogen karet alam terdapat dalam bentuk protein. Menurut Yapa (1984), hidrolisis protein dapat dilakukan dengan metode kimiawi dan metode enzimatis.
Menurut Johnson dan Peterson (1974), cara efisien untuk menghidrolisis protein adalah dengan menggunakan enzim protease. Enzim protease atau proteolitik adalah enzim yang dapat menguraikan atau memecahkan protein. Protease termasuk dalam kelas utama enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi reaksi hidrolisis. Menurut Winarno (1989), reaksi kalalisis enzim protease adalah menghidrolisis ikatan peptida pada protein. Reaksi hidrolisisi protein dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3.Hidrolisa Protein (Winarno, 1989) Nitrogen terdapat di dalam karet terutama berasal dari protein dan dapat
digunakan sebagai petunjuk besarnya kadar protein. Walaupun banyaknya nitrogen bergantung pada jenis protein, diperkirakan kadar protein = 6,25 x kadar nitrogen, tetapi tidak dapat dianggap sebagai kadar protein yang sebenarnya. Karet Skim mengandung kadar nitrogen yang tinggi. Nitrogen ditetapkan dengan cara semimikro Kjeldahl. Karet dioksidasi dengan pemanasan oleh campuran katalis dan asam sulfat pekat, yang merubah senyawaan nitrogen menjadi ammonium hidrogensulfat. Setelah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

20
suasana dirubah menjadi basa, amonia dipisahkan dengan destilasi uap dan diikat oleh larutan standar asam borat, kemudian dititer dengan larutan standar asam sulfat. Kadar Nitrogen dapat dihitung dengan rumus :
Kadar Nitrogen  (V1  V2 ) N x 0.0140 x 100%..............................(2.3) w
dengan: V1 = ml H2SO4 untuk titrasi larutan berisi contoh V2 = ml H2SO4 untuk titrasi larutan blanko N = Normalitas H2SO4 W = Bobot contoh (gram)
2.4.5. Penetapan Kadar Zat Menguap [ISO 248 — 1991 (E )]. Zat menguap di dalam karet sebagian besar terdiri dari uap air dan sisanya adalah
zat-zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100oC. Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan.
Adanya zat yang mudah menguap di dalam karet, selain dapat menyebabkan bau busuk, memudahkan tumbuhnya jamur yang dapat menimbulkan kesulitan pada waktu mencampurkan bahan-bahan kimia ke dalam karet pada waktu pembuatan kompon tersebut terutama untuk pencampuran arang hitam pada suhu rendah.
Potongan uji untuk menetapkan kadar zat menguap ditimbang lalu ditipiskan dan digunting menjadi potongan kecil-kecil untuk memperluas permukaan guna memudahkan pengeringan pada suhu 100oC. Kadar zat menguap dapat dihitung dengan rumus :
100 %
Dengan : A = bobot cawan berikut contoh sebelum dipanaskan B = bobot cawan berikut contoh setelah dipanaskan C = bobot potongan uji
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

21
2.4.6. Pengujian Viskositas Mooney [ISO 289 — 1985 (E )] Viskositas Mooney karet alam menunjukkan panjangnya rantai molekul karet
atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan kata lain karetnya semakin kental dan keras. Sebaliknya, karet yang memiliki viskositas sangat rendah akan memberikan sifat karet jadi lembek dan kuat. Pada pembuatan ban dari karet alam dengan berat molekul tinggi cukup menarik karena sifat fisika ban yang dihasilkan seperti daya kenyal, tegangan tarik, perpanjangan putus dan sebagainya cukup baik.
Karet mempunyai nilai viskositas yang berbeda-beda dan nilai ini naik terus selama penyimpanan atau disebut juga dengan pengerasan selama penyimpanan. Karet yang sudah direaksikan dengan bahan kimia ini akan mempunyai nilai viskositas yang tetap dan tidak berubah lagi untuk beberapa waktu. Karet yang mempunyai viskositas konstan disebut viscosity stabilized rubber.
Viskositas dari karet pada umumnya diuji dengan alat Mooney Viscometer yang prinsip kerjanya adalah memutarkan sebuah rotor yang berbentuk silinder di dalam karet tersebut. Makin besar viskositas karet, makin besar pula perlawanan yang diberikan oleh karet tersebut kepada rotor. Besarnya torak yang dialami oleh sumbu rotor diukur oleh sebuah pegas yang berbentuk U dan dihubungkan dengan mikrometer yang mempunyai skala 0-100.
2.4.7. Penetapan Plasticity Retention Index [ISO 2930 — 1991 (E)] Penentuan Plasticity Retention Index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana
dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi. Oksidasi karet oleh udara (O2) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet, yang akan berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai polimer semakin pendek.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

22
Terputusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah. Bila nilai PRI diketahui, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet menjadi lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan dengan vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat dari barang jadi karet yang lebih kuat.
Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan karet. Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada karet. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya oksidasi pada karet antara lain adalah: a. Sinar Matahari.
Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum terkena langsung oleh sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan koagulum. b. Pengenceran lateks dan Koagulum. Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran yang melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentra