Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Di Kph Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL
HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM
DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
RINGKASAN
Fajar Munandar. E14102901. Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan
Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah. Dibawah Bimbingan Ir. Budi Kuncahyo, MS.
Metode pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume tebangan
per tahun yang digunakan oleh pihak Perum Perhutani sampai saat ini adalah
metode Burn. Metode Burn merupakan model pengaturan hasil yang statis selain
itu juga kondisi tegakan dianggap tidak mengalami gangguan atau tetap.
Kenyataan di lapangan hampir setiap tahun hutan tanaman yang dikelola oleh
Perum Perhutani mengalami gangguan hutan berupa pencurian kayu. Gangguan
hutan berupa pencurian kayu yang terjadi di areal kerja Perum Perhutani tidak
bisa lepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan
penelitian Sakti (1998), faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh nyata
terhadap terjadinya pencurian kayu di areal kerja KPH Blora, Cepu, dan
Randublatung. Gangguan hutan tersebut berakibat pada penurunan potensi
tegakan. Penurunan potensi tegakan sebagai akibat dari terjadinya gangguan
berupa pencurian kayu mengindikasikan bahwa perhitungan etat khususnya etat
volume (massa) yang statis sudah tidak relevan.
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu pengkajian
menyangkut model pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume
pohon yang dapat ditebang setiap tahunnya yang mempertimbangkan segala aspek
khususnya aspek gangguan berupa pencurian kayu. Untuk keperluan tersebut
digunakan pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui prospek
kelestarian berdasarkan metode pengaturan hasil yang digunakan di KPH Cepu,
(2) menyusun model pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan
berupa pencurian kayu di KPH Cepu, (3) menyusun suatu formula dalam
penetapan jumlah volume kayu yang dapat ditebang berdasarkan besarnya
gangguan hutan berupa pencurian kayu.
Kelestarian hasil menuntut tingkat produksi yang konstan untuk intensitas
pengelolaan tertentu, dimana pertumbuhan dan pemanenan harus seimbang
(Simon, 1994). Nilai etat volume berdasarkan metode Burn ini didasarkan atas
total volume tegakan persediaan dibagi dengan daur tanaman. Nilai etat volume
sebelum dilakukan pengujian adalah sebesar 28.137 m3 /th, dan setelah dilakukan
pengujian jangka waktu penebangan sebesar 29.544,86 m3 /th. Pengujian jangka
waktu penebangan dilakukan sebanyak dua kali pengujian. Berdasarkan hasil
pengujian jangka waktu penebangan, diketahui untuk memperoleh volume
tebangan yang kurang lebih sama setiap tahun waktu yang dibutuhkan lebih dari
satu daur (80 tahun). Sehingga dengan memperhatikan hal tersebut metode
pengaturan hasil dengan menggunakan metode Burn memiliki prospek kelestarian
yang rendah.
Selain itu juga karena metode penga turan hasil dengan metode Burn
merupakan metode pengaturan hasil yang statis, maka etat volume yang
dihasilkan setelah pengujian yaitu sebesar 29.544,86 m3 /th berlaku untuk jangka
sepuluh tahun ke depan. Nilai etat volume yang relatif tetap untuk jangka sepuluh
tahun kedepan menandakan bahwa dengan model pengaturan hasil yang statis,
tegakan hutan dianggap tidak mengalami perubahan. Metode pengaturan hasil
dengan mengunakan metode Burn tidak bisa merespon terhadap pencurian kayu
yang terjadi.
Kondisi tegakan hutan tanaman jati yang ada di KPH Cepu merupakan
kondisi tegakan hutan yang terganggu. Luas total tegakan persediaan hasil risalah
awal di KPH Cepu sebesar 23.170,35 Ha, lebih besar dari luas total tegakan
persediaan hasil risalah sela sebesar 18.217,25 Ha, atau terjadi penurunan seluas
4.953,1 Ha (21,38%). Sedangkan volume total tegakan persediaan hasil risalah
awal di KPH Cepu sebesar 2.168.048,27 m3 lebih besar daripada volume total
tegakan persediaan hasil risalah sela sebesar 1.422.351,71 m3 ,atau terjadi
penurunan sebesar 745.696,6 m3 (34,39%). Penurunan potensi tegakan persediaan
di KPH Cepu tidak terlepas dari terjadinya gangguan hutan berupa pencurian
kayu. Gangguan hutan berupa pencurian kayu tidak bisa terlepas dari kondisi
sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan.
Kondisi sosial ekonomi berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner
diketahui mayoritas mata pencaharian responden di kedua desa contoh adalah
sebagai petani. Begitu pula halnya dengan mayoritas tingkat pendidikan
responden di kedua desa contoh adalah sekolah dasar. Jumlah angota keluarga
responden untuk Desa Temengan rata-rata sebanyak tiga orang dan Desa Kemiri
rata-rata sebanyak empat orang. Total responden dalam kategori miskin pada
desa contoh di KPH Cepu adalah sebanyak 49 orang responden atau sebanyak
61,25 %. Sedangkan jumlah responden dalam kategori tidak miskin di KPH Cepu
sebanyak 31 orang atau sebanyak 38,75 %. Kriteria kemiskinan yang digunakan
adalah krteria Sajogyo yang didasarkan pada tingkat pengeluaran setara dengan
harga beras setempat. Sehingga atas dasar tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi
sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan khususnya di Desa Temengan dan
Desa Kemiri masih tergolong cukup memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan
jumlah responden yang tergolong miskin pada masing- masing desa contoh yang
cukup besar.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang memprihatinkan mendorong
masyarakat untuk memperbaiki kondisi sosial ekonominya. Salah satu cara yang
paling mungkin adalah dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya
yaitu sumberdaya hutan. Hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan
sumberdaya hutan adalah dengan memanfaatkan kayu baik untuk keperluan
pribadi atau dengan menjualnya. Rata-rata konsumsi kayu pertukangan unt uk 40
responden pada Desa Temengan dan Desa Kemiri masing- masing sebesar 0,44
m3 /kapita/th dan 0,35 m3 /Kapita/th. Sedangkan rata-rata konsumsi kayu bakar
untuk 40 responden pada Desa Temengan dan Desa Kemiri masing- masing
sebesar 29,84 sm/th dan 10,61 sm/th.
Harga kayu jati yang telah ditetapkan oleh pihak Perum Perhutani berkisar
Rp 600.000,00 sampai Rp. 1.500.000,00 per m3 sedangkan harga jual kayu bakar
adalah Rp 22.000,00/sm. Mengingat sebagian besar responden pada desa contoh
termasuk dalam kriteria miskin berdasarkan penggolongan kemiskinan menurut
Sajogyo, maka hampir dipastikan sebagian besar responden memenuhi kebutuhan
akan kayu bakar dan kayu pertukangan dengan mengambilnya langsung dari
hutan (mencuri). Atas dasar tersebut perlunya memasukan variabel gangguan
hutan berupa pencurian kayu dalam penentuan jumlah volume pohon yang
ditebang setiap tahun. Untuk keperluan tersebut digunakan pendekatan sistem
sebagai upaya penyusunan model pengaturan hasil yang memperhatikan seluruh
aspek khususnya aspek gangguan hutan yang disebabkan faktor sosial ekonomi
masyarakat sekitar hutan.
Model pengaturan hasil terdiri dari tujuh sub model yaitu sub model
potensi tegakan, sub model luas areal berhutan, sub model pengaturan hasil, sub
model dinamika penduduk, sub model keuangan perusahaan, sub model
gangguan hutan, sub model jumlah pengangguran. Antara sub model satu dengan
sub model lainnya saling mempengaruhi.
Berdasarkan hasil penelitian Sumadi (2002), kewajaran model dan
kelogisan model pengaturan hasil dapat dilihat dari besarnya etat pada hutan tidak
terganggu. Hutan tanpa gangguan potensi tegakan akan mengalami kenaikan tiap
tahunnya. Besarnya etat volume pada tegakan hutan yang tidak terganggu di KPH
Cepu mengalami peningkatan. Evaluasi sensitivitas model pengaturan hasil untuk
KPH Cepu menunjukan besarnya etat volume akan semakin menurun dengan
semakin meningkatnya persen pengangguran.
Persen pengangguran yang
meningkat berakibat pada semakin meningkatnya gangguan hutan berupa
pencurian kayu. Sehingga model yang dihasilkan sesuai dengan pola yang
diharapkan.
Penggunaan model berfungsi untuk menerapkan model dalam skenarioskenario yang telah ditetapkan dalam rangka memberikan jawaban mengenai
tujuan penelitian. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah Menyusun model
pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan berupa pencurian
kayu di KPH Cepu. Untuk memenuhi tujuan tersebut dilakukan dengan
membandingkan nilai etat volume yang dihasilkan berdasarkan formula yang
disusun dengan nilai etat volume berdasarkan metode Burn. Penggunaan etat
volume dinamis lebih sesuai dibanding dengan etat volume berdasarkan metode
Burn karena mampu merespon penurunan potensi tegakan akibat gangguan hutan
berupa pencurian kayu.
STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL
HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM
DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
Judul Penelitian
: Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan
Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah
Nama Mahasiswa
: Fajar Munandar
Nomor Pokok
: E.14102901
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Ir. Budi Kuncahyo, MS
NIP : 131578798
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP : 131430799
Tangal Lulus
: 6 Oktober 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 19 Oktober 1982,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari orang tua yang bernama Dedi
Karyadinata dan Nani Muslia.
Pada tahun 1987, penulis mulai masuk pendidikan di bangku Taman
Kanak-kanak Tunas Kartika Cibinong, kemudian masuk Sekolah Dasar Negeri
Cibinong 03 pada tahun 1988 dan lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama negeri I Cibinong, lulus
tahun 1997 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bogor
sampai tahun 2000.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen Hutan
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 sebagai mahasiswa pindahan dari
Jurusan Manajemen Hutan Universitas Lampung. Pada semester ke lima penulis
memilih Laboratorium Biometrika Hutan.
Dalam rangka memperoleh gelas Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi
dengan judul : Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan
Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah dibawah bimbingan Ir. Budi Kuncahyo, MS.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta beserta adik-adikku (Senja dan Tria) atas segala kasih
sayang yang telah diberikan.
2. Bapak Ir. Budi Kuncahyo, MS
berserta keluarga atas nasehat, bimbingan,
kritik, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ir.Sucahyo Sadiyo, MS dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Dr.
Ir.Burhanudin Mahsyud, MS dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
selaku dosen penguji.
4. Pihak Perum Perhutani atas informasi dan data yang telah diberikan.
5. Dia, atas perhatian, kasih sayang, dan kesabarannya (far from the eyes close to
the heart).
6. Sahabat-sahabat terbaikku Amy, Kiki, Puji, Mia, Tessy, Beller, Egil, Eki,
Bodonk, Ucup, Uban, Wika.
7. Mas Agus “Gepenk” dan Mas Budi atas bantuannya dalam pengolahan data.
8. Teman-teman Manajemen Hutan 38 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Walau
demikian, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi
siapa saja yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian......................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian..................................................................................... 2
Manfaat Penelitian....................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Lestari .......................................................................... 3
Pengaturan Hasil ......................................................................................... 5
Masyarakat Desa Sekitar Hutan.................................................................. 6
Sistem, Model, dan Simulasi ...................................................................... 7
Hasil- hasil Penelitian Terdahulu................................................................. 10
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 12
Bahan dan Alat ........................................................................................... 12
Pengumpulan Data ...................................................................................... 12
Analisis Data .............................................................................................. 13
Penentuan Etat ...................................................................................... 13
Pendekatan Sistem................................................................................ 13
Formulasi model konseptual........................................................ 14
Spesifikasi model kuantitatif ....................................................... 15
Evaluasi model............................................................................ 15
Penggunaan Model...................................................................... 15
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas ........................................................................................... 16
Keadaan Lapangan dan Jenis Tanah............................................................ 16
Iklim ............................................................................................................ 17
Sosial Ekonomi Masyarakat........................................................................ 18
Keadaan Umum Desa Contoh..................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prospek Kelestarian..................................................................................... 20
Hutan Terganggu ......................................................................................... 22
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Hutan.......................... 23
Pendekatan Sistem....................................................................................... 27
Penyusunan Model ............................................................................... 27
Sub Model Potensi Tegakan ........................................................ 28
Sub Model Pengaturan Hasil ......................................................... 29
Sub Model Keuangan Perusahaan................................................. 30
Sub Model Dinamika Penduduk .................................................... 32
Sub Model Luas Areal Berhutan................................................... 33
Sub Model Gangguan Hutan......................................................... 34
Sub Model Jumlah Pengangguran................................................. 35
Evaluasi model ..................................................................................... 36
Mengevaluasi Kewajaran dan Kelogisan Model .......................... 36
Analisis Sensitivitas Model .......................................................... 36
Penggunaan Model............................................................................... 37
Perbandingan Nilai Etat Volume ................................................... 38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
.............................................................................................. 41
....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42
LAMPIRAN ..................................................................................................... 44
STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL
HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM
DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
RINGKASAN
Fajar Munandar. E14102901. Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan
Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah. Dibawah Bimbingan Ir. Budi Kuncahyo, MS.
Metode pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume tebangan
per tahun yang digunakan oleh pihak Perum Perhutani sampai saat ini adalah
metode Burn. Metode Burn merupakan model pengaturan hasil yang statis selain
itu juga kondisi tegakan dianggap tidak mengalami gangguan atau tetap.
Kenyataan di lapangan hampir setiap tahun hutan tanaman yang dikelola oleh
Perum Perhutani mengalami gangguan hutan berupa pencurian kayu. Gangguan
hutan berupa pencurian kayu yang terjadi di areal kerja Perum Perhutani tidak
bisa lepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan
penelitian Sakti (1998), faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh nyata
terhadap terjadinya pencurian kayu di areal kerja KPH Blora, Cepu, dan
Randublatung. Gangguan hutan tersebut berakibat pada penurunan potensi
tegakan. Penurunan potensi tegakan sebagai akibat dari terjadinya gangguan
berupa pencurian kayu mengindikasikan bahwa perhitungan etat khususnya etat
volume (massa) yang statis sudah tidak relevan.
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu pengkajian
menyangkut model pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume
pohon yang dapat ditebang setiap tahunnya yang mempertimbangkan segala aspek
khususnya aspek gangguan berupa pencurian kayu. Untuk keperluan tersebut
digunakan pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui prospek
kelestarian berdasarkan metode pengaturan hasil yang digunakan di KPH Cepu,
(2) menyusun model pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan
berupa pencurian kayu di KPH Cepu, (3) menyusun suatu formula dalam
penetapan jumlah volume kayu yang dapat ditebang berdasarkan besarnya
gangguan hutan berupa pencurian kayu.
Kelestarian hasil menuntut tingkat produksi yang konstan untuk intensitas
pengelolaan tertentu, dimana pertumbuhan dan pemanenan harus seimbang
(Simon, 1994). Nilai etat volume berdasarkan metode Burn ini didasarkan atas
total volume tegakan persediaan dibagi dengan daur tanaman. Nilai etat volume
sebelum dilakukan pengujian adalah sebesar 28.137 m3 /th, dan setelah dilakukan
pengujian jangka waktu penebangan sebesar 29.544,86 m3 /th. Pengujian jangka
waktu penebangan dilakukan sebanyak dua kali pengujian. Berdasarkan hasil
pengujian jangka waktu penebangan, diketahui untuk memperoleh volume
tebangan yang kurang lebih sama setiap tahun waktu yang dibutuhkan lebih dari
satu daur (80 tahun). Sehingga dengan memperhatikan hal tersebut metode
pengaturan hasil dengan menggunakan metode Burn memiliki prospek kelestarian
yang rendah.
Selain itu juga karena metode penga turan hasil dengan metode Burn
merupakan metode pengaturan hasil yang statis, maka etat volume yang
dihasilkan setelah pengujian yaitu sebesar 29.544,86 m3 /th berlaku untuk jangka
sepuluh tahun ke depan. Nilai etat volume yang relatif tetap untuk jangka sepuluh
tahun kedepan menandakan bahwa dengan model pengaturan hasil yang statis,
tegakan hutan dianggap tidak mengalami perubahan. Metode pengaturan hasil
dengan mengunakan metode Burn tidak bisa merespon terhadap pencurian kayu
yang terjadi.
Kondisi tegakan hutan tanaman jati yang ada di KPH Cepu merupakan
kondisi tegakan hutan yang terganggu. Luas total tegakan persediaan hasil risalah
awal di KPH Cepu sebesar 23.170,35 Ha, lebih besar dari luas total tegakan
persediaan hasil risalah sela sebesar 18.217,25 Ha, atau terjadi penurunan seluas
4.953,1 Ha (21,38%). Sedangkan volume total tegakan persediaan hasil risalah
awal di KPH Cepu sebesar 2.168.048,27 m3 lebih besar daripada volume total
tegakan persediaan hasil risalah sela sebesar 1.422.351,71 m3 ,atau terjadi
penurunan sebesar 745.696,6 m3 (34,39%). Penurunan potensi tegakan persediaan
di KPH Cepu tidak terlepas dari terjadinya gangguan hutan berupa pencurian
kayu. Gangguan hutan berupa pencurian kayu tidak bisa terlepas dari kondisi
sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan.
Kondisi sosial ekonomi berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner
diketahui mayoritas mata pencaharian responden di kedua desa contoh adalah
sebagai petani. Begitu pula halnya dengan mayoritas tingkat pendidikan
responden di kedua desa contoh adalah sekolah dasar. Jumlah angota keluarga
responden untuk Desa Temengan rata-rata sebanyak tiga orang dan Desa Kemiri
rata-rata sebanyak empat orang. Total responden dalam kategori miskin pada
desa contoh di KPH Cepu adalah sebanyak 49 orang responden atau sebanyak
61,25 %. Sedangkan jumlah responden dalam kategori tidak miskin di KPH Cepu
sebanyak 31 orang atau sebanyak 38,75 %. Kriteria kemiskinan yang digunakan
adalah krteria Sajogyo yang didasarkan pada tingkat pengeluaran setara dengan
harga beras setempat. Sehingga atas dasar tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi
sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan khususnya di Desa Temengan dan
Desa Kemiri masih tergolong cukup memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan
jumlah responden yang tergolong miskin pada masing- masing desa contoh yang
cukup besar.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang memprihatinkan mendorong
masyarakat untuk memperbaiki kondisi sosial ekonominya. Salah satu cara yang
paling mungkin adalah dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya
yaitu sumberdaya hutan. Hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan
sumberdaya hutan adalah dengan memanfaatkan kayu baik untuk keperluan
pribadi atau dengan menjualnya. Rata-rata konsumsi kayu pertukangan unt uk 40
responden pada Desa Temengan dan Desa Kemiri masing- masing sebesar 0,44
m3 /kapita/th dan 0,35 m3 /Kapita/th. Sedangkan rata-rata konsumsi kayu bakar
untuk 40 responden pada Desa Temengan dan Desa Kemiri masing- masing
sebesar 29,84 sm/th dan 10,61 sm/th.
Harga kayu jati yang telah ditetapkan oleh pihak Perum Perhutani berkisar
Rp 600.000,00 sampai Rp. 1.500.000,00 per m3 sedangkan harga jual kayu bakar
adalah Rp 22.000,00/sm. Mengingat sebagian besar responden pada desa contoh
termasuk dalam kriteria miskin berdasarkan penggolongan kemiskinan menurut
Sajogyo, maka hampir dipastikan sebagian besar responden memenuhi kebutuhan
akan kayu bakar dan kayu pertukangan dengan mengambilnya langsung dari
hutan (mencuri). Atas dasar tersebut perlunya memasukan variabel gangguan
hutan berupa pencurian kayu dalam penentuan jumlah volume pohon yang
ditebang setiap tahun. Untuk keperluan tersebut digunakan pendekatan sistem
sebagai upaya penyusunan model pengaturan hasil yang memperhatikan seluruh
aspek khususnya aspek gangguan hutan yang disebabkan faktor sosial ekonomi
masyarakat sekitar hutan.
Model pengaturan hasil terdiri dari tujuh sub model yaitu sub model
potensi tegakan, sub model luas areal berhutan, sub model pengaturan hasil, sub
model dinamika penduduk, sub model keuangan perusahaan, sub model
gangguan hutan, sub model jumlah pengangguran. Antara sub model satu dengan
sub model lainnya saling mempengaruhi.
Berdasarkan hasil penelitian Sumadi (2002), kewajaran model dan
kelogisan model pengaturan hasil dapat dilihat dari besarnya etat pada hutan tidak
terganggu. Hutan tanpa gangguan potensi tegakan akan mengalami kenaikan tiap
tahunnya. Besarnya etat volume pada tegakan hutan yang tidak terganggu di KPH
Cepu mengalami peningkatan. Evaluasi sensitivitas model pengaturan hasil untuk
KPH Cepu menunjukan besarnya etat volume akan semakin menurun dengan
semakin meningkatnya persen pengangguran.
Persen pengangguran yang
meningkat berakibat pada semakin meningkatnya gangguan hutan berupa
pencurian kayu. Sehingga model yang dihasilkan sesuai dengan pola yang
diharapkan.
Penggunaan model berfungsi untuk menerapkan model dalam skenarioskenario yang telah ditetapkan dalam rangka memberikan jawaban mengenai
tujuan penelitian. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah Menyusun model
pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan berupa pencurian
kayu di KPH Cepu. Untuk memenuhi tujuan tersebut dilakukan dengan
membandingkan nilai etat volume yang dihasilkan berdasarkan formula yang
disusun dengan nilai etat volume berdasarkan metode Burn. Penggunaan etat
volume dinamis lebih sesuai dibanding dengan etat volume berdasarkan metode
Burn karena mampu merespon penurunan potensi tegakan akibat gangguan hutan
berupa pencurian kayu.
STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL
HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM
DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
Judul Penelitian
: Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan
Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah
Nama Mahasiswa
: Fajar Munandar
Nomor Pokok
: E.14102901
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Ir. Budi Kuncahyo, MS
NIP : 131578798
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP : 131430799
Tangal Lulus
: 6 Oktober 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 19 Oktober 1982,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari orang tua yang bernama Dedi
Karyadinata dan Nani Muslia.
Pada tahun 1987, penulis mulai masuk pendidikan di bangku Taman
Kanak-kanak Tunas Kartika Cibinong, kemudian masuk Sekolah Dasar Negeri
Cibinong 03 pada tahun 1988 dan lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama negeri I Cibinong, lulus
tahun 1997 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bogor
sampai tahun 2000.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen Hutan
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 sebagai mahasiswa pindahan dari
Jurusan Manajemen Hutan Universitas Lampung. Pada semester ke lima penulis
memilih Laboratorium Biometrika Hutan.
Dalam rangka memperoleh gelas Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi
dengan judul : Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan
Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah dibawah bimbingan Ir. Budi Kuncahyo, MS.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta beserta adik-adikku (Senja dan Tria) atas segala kasih
sayang yang telah diberikan.
2. Bapak Ir. Budi Kuncahyo, MS
berserta keluarga atas nasehat, bimbingan,
kritik, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ir.Sucahyo Sadiyo, MS dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Dr.
Ir.Burhanudin Mahsyud, MS dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
selaku dosen penguji.
4. Pihak Perum Perhutani atas informasi dan data yang telah diberikan.
5. Dia, atas perhatian, kasih sayang, dan kesabarannya (far from the eyes close to
the heart).
6. Sahabat-sahabat terbaikku Amy, Kiki, Puji, Mia, Tessy, Beller, Egil, Eki,
Bodonk, Ucup, Uban, Wika.
7. Mas Agus “Gepenk” dan Mas Budi atas bantuannya dalam pengolahan data.
8. Teman-teman Manajemen Hutan 38 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Walau
demikian, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi
siapa saja yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian......................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian..................................................................................... 2
Manfaat Penelitian....................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Lestari .......................................................................... 3
Pengaturan Hasil ......................................................................................... 5
Masyarakat Desa Sekitar Hutan.................................................................. 6
Sistem, Model, dan Simulasi ...................................................................... 7
Hasil- hasil Penelitian Terdahulu................................................................. 10
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 12
Bahan dan Alat ........................................................................................... 12
Pengumpulan Data ...................................................................................... 12
Analisis Data .............................................................................................. 13
Penentuan Etat ...................................................................................... 13
Pendekatan Sistem................................................................................ 13
Formulasi model konseptual........................................................ 14
Spesifikasi model kuantitatif ....................................................... 15
Evaluasi model............................................................................ 15
Penggunaan Model...................................................................... 15
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas ........................................................................................... 16
Keadaan Lapangan dan Jenis Tanah............................................................ 16
Iklim ............................................................................................................ 17
Sosial Ekonomi Masyarakat........................................................................ 18
Keadaan Umum Desa Contoh..................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prospek Kelestarian..................................................................................... 20
Hutan Terganggu ......................................................................................... 22
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Hutan.......................... 23
Pendekatan Sistem....................................................................................... 27
Penyusunan Model ............................................................................... 27
Sub Model Potensi Tegakan ........................................................ 28
Sub Model Pengaturan Hasil ......................................................... 29
Sub Model Keuangan Perusahaan................................................. 30
Sub Model Dinamika Penduduk .................................................... 32
Sub Model Luas Areal Berhutan................................................... 33
Sub Model Gangguan Hutan......................................................... 34
Sub Model Jumlah Pengangguran................................................. 35
Evaluasi model ..................................................................................... 36
Mengevaluasi Kewajaran dan Kelogisan Model .......................... 36
Analisis Sensitivitas Model .......................................................... 36
Penggunaan Model............................................................................... 37
Perbandingan Nilai Etat Volume ................................................... 38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
.............................................................................................. 41
....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42
LAMPIRAN ..................................................................................................... 44
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1.
Batas Geografis Wilayah Hutan KPH Cepu......................................... 16
2.
Luas Areal Kerja KPH Cepu ................................................................ 16
3.
Keadaan topografi dan Ketinggian Tempat KPH Cepu ....................... 17
4.
Jenis Tanah dan Geologi KPH Cepu.................................................... 17
5.
Tipe Iklim dan Curah Hujan KPH Cepu............................................... 18
6.
Kondisi Umum Desa Contoh di KPH Cepu........................................ 19
7.
Nilai Etat dan Pengujian Jangka waktu Penebangan........................... 20
8.
Rekapitulasi Luas dan Volume Tegakan Persediaan Pada
Awal Jangka dan Risalah Sela di KPH Cepu ....................................... 22
9.
Kondisi Sosial Ekonomi Hasil Wawancara dan Kuesioner
pada Desa Contoh di KPH Cepu .............................................................................. 24
10.
Rekapitulasi Rata-rata Konsumsi Kayu Bakar dan Kayu
Pertukangan Responden Desa Contoh di KPH Cepu........................... 26
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1. Perbandingan Metode Pemecahan Masalah Dalam Lingkup
Pemahaman Relatif. .................................................................................
9
2. Pencurian kayu di KPH Cepu................................................................... 21
3. Perubahan Potensi Tegakan Persediaan Awal Jangka dan
Risalah Sela di KPH Cepu ....................................................................... 22
4. Hubungan Antar Sub Model ................................................................... 28
5. Sub Model Pengaturan Hasil.................................................................... 30
6. Sub Model Keuangan Perusahaan............................................................ 31
7. Sub Model Dinamika Penduduk .............................................................. 33
8. Sub Model Gangguan Hutan.................................................................... 34
9. Sub Model Jumlah Pengangguran............................................................ 35
10. Etat Volume Pada Tegakan Tanpa Gangguan KPH Cepu....................... 36
Etat Volume KPH Cepu Pada Peningkatan Persen Pengangguran
0% (1). Peningkatan Persen Pengangguran 50% (2), dan
Peningkatan persen Pengangguran 100% (3). ........................................................ 37
11. Hasil Simulasi 20 Tahun ke Depan Terhadap Nilai Etat volume
Metode Burn dan Volume Tegakan Persediaan di KPH Cepu ............... 38
12. Hasil Simulasi 20 Tahun ke Depan Terhadap Nilai Etat volume
Dinamis dan Volume Tegakan Persediaan di KPH Cepu....................... 39
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1. Potensi Tegakan Normal Hasil Risalah Sela Tahun 1998 KPH Cepu ................ 44
2. Data Dasar dan Asumsi.............................................................................. 45
3. Perhitungan Etat dan Pengujian Jangka Waktu Penebangan di KPH
Cepu. ........................................................................................................... 48
4. Batasan Sistem ........................................................................................... 51
5. Hasil Simulasi ............................................................................................ 55
6. Hasil Simulasi Metode Burn ...................................................................... 57
7. Persamaan Model Simulasi Pengaturan Hasil ............................................ 58
8. Sub Model Potensi Tegakan ......................................................................... 68
9. Sub Model Luas Areal Berhutan ................................................................... 69
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Metode pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume tebangan
per tahun yang digunakan oleh pihak Perum Perhutani sampai saat ini adalah
metode Burn. Metode pengaturan hasil dengan menggunakan metode Burn ini
merupakan model pengaturan hasil yang statis. Pada model pengaturan hasil statis
tersebut besarnya etat volume adalah tetap untuk jangka waktu tertentu. Jangka
waktu yang biasa digunakan adalah sepuluh tahun.
Selain itu pada metode pengaturan hasil dengan menggunakan metode
Burn, kondisi tegakan dianggap tidak mengalami gangguan atau tetap. Kenyataan
di lapangan hampir setiap tahun hutan tanaman yang dikelola oleh pihak Perum
Perhutani mengalami gangguan berupa pencurian kayu. Gangguan hutan berupa
pencurian kayu yang terjadi di areal kerja Perum Perhutani tidak bisa lepas dari
kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan penelitian Sakti
(1998), faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh nyata terhadap terjadinya
pencurian kayu di areal kerja KPH Blora, Cepu, dan Randublatung.
Gangguan hutan tersebut berakibat pada penurunan potensi tegakan.
Penurunan potensi tegakan sebagai akibat dari terjadinya gangguan berupa
pencurian kayu mengindikasikan bahwa perhitungan etat khususnya etat volume
(massa) yang statis sudah tidak relevan. Dengan terjadinya penurunan potensi
tegakan, kegiatan pengaturan hasil sangat sulit untuk dilakukan dan kelestarian
hutan akan terancam. Pengaturan hasil merupakan masalah pokok dalam
pencapaian kelestarian hasil. Kelestarian hasil ini menitikberatkan pada hasil kayu
yang diperoleh setiap tahun kurang lebih adalah sama.
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu pengkajian
menyangkut model
pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume
pohon yang dapat ditebang setiap tahunnya yang mempertimbangkan segala aspek
khususnya aspek gangguan berupa pencurian kayu. Untuk keperluan tersebut
digunakan pendekatan sistem.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui prospek kelestarian berdasarkan metode pengaturan hasil yang
digunakan di KPH Cepu.
2. Menyusun model pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan
berupa pencurian kayu di KPH Cepu.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang ingin diuji dalam penelitian ini adalah kesesuaian metode
pengaturan hasil ditentukan oleh kemampuannya dalam merespon terjadinya
perubahan potensi tegakan persediaan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi pihak perencana dan pengelola hutan dalam menentukan jumlah tebangan
yang diperbolehkan setiap tahun. Sehingga dapat diambil langkah- langkah untuk
menyusun rencana pengelolaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya dari hutan serta meminimalkan dampak negatifnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Lestari
Pengelolaan hutan yang lestari adalah pengurusan dan penggunaan lahan
hutan dan hutan pada tingkatan rata-rata yang memungkinkan tetap terpeliharanya
keanekaragaman hayati, produktivitas, kapasitas regenerasi, vitalitas, dan
kemampuannya untuk memenuhi fungsi- fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial pada
tingkat lokal, nasional, dan global serta tidak me nyebabkan kerusakan terhadap
ekosistem lainnya pada saat ini maupun pada masa yang akan datang (Ministerial
Conference on the Protection of Forest in Europe (1993) dalam Helms, 1998).
Menurut FAO (1994) dalam Darusman (2002), pengelolaan hutan yang
berkela njutan dimulai dengan perencanaan yang berhati- hati, menggunakan
pekerja yang terlatih di bawah pengawasan dan bimbingan tenaga supervisor yang
berkemampuan teknis, dan merumuskan rencana pemanenan yang matang disertai
rencana pemeliharaan tegakan selanjutnya secara menyeluruh.
Sejak konferensi bumi yang kedua di Rio De Janeiro tahun 1992,
pengelolaan hutan yang lestari tidak hanya menjadi perhatian rimbawan saja,
melainkan menjadi tanggung jawab semua perencana pembangunan di semua
sektor dan bersifat global. Pengelolaan hutan tidak hanya berorientasi terhadap
masalah kelestarian hasil hutan saja tetapi juga memperhitungkan kesejahteraan
masyarakat lokal, kelestarian lingkungan hidup secara luas, dan keanekaragaman
hayati (Simon, 1994).
Menurut ITTO dalam Sukadri (n.d.) untuk dapat terlaksananya manajemen
hutan lestari, maka terdapat lima pokok kriteria yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Forest Resource Base, yaitu terjaminnya sumber-sumber hutan yang dapat
dikelola secara lestari.
2. The Continuity of Flow of Forest Products, yaitu kontinuitas hasil hutan
yang dapat dipungut berdasarkan azas-azas kelestarian.
3. The level of Environmental Control, yang secara sungguh-sungguh
mempertimbangkan kondisi lingkungan dan dampak-dampaknya yang
perlu diperhatikan dalam pengelolaan hutan lestari yang berwawasan
lingkungan.
4. Social and Economic Aspects, yaitu dengan memperhitungkan pengaruhpengaruh kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di
sekitar hutan. Dalam tingkat nasional, juga memperhitungkan peningkatan
pendapatan penduduk dan negara dalam arti luas.
5. Institutional Frameworks, yaitu penyempurnaan wadah kelembagaan yang
dinamis
dan
mendukung
pelaksanaan
pengelolaan
hutan
lestari.
Institutional frameworks juga mencakup pengembangan sumber daya
manusia, serta kemajuan penelitian, ilmu dan teknologi yang kesemuanya
turut mendukung terciptanya manajemen hutan lestari.
Kelima kriteria yang diperkenalkan ITTO tersebut kemudian dijabarkan lebih
lanjut dalam bentuk ciri atau indikator. Maka indikator berikut merupakan tandatanda yang diperlukan dalam pelaksanaan manajemen hutan yang lestari.
1. Tersedianya tata guna hutan yang komprehensif yang secara penuh
mempertimbangkan tujuan-tujuan pengelolaan hutan dan kehutanan.
2. Tercukupinya luas hutan permanen, yaitu hutan tetap yang dipertahankan
fungsinya sebagai hutan. Luas hutan yang permanen akan mendukung target
dan sasaran pembangunan hutan dan kehutanan.
3. Ditetapkannya target dan sasaran pembangunan hutan tanaman, distribusi kelas
umur, dan rencana tanaman tahunan
Kesemua indikator tersebut di atas
mengarah terhadap terlaksananya kriteria
pertama yaitu Forest Resource Base.
Menurut Meyer (1961), kelestarian hasil hutan adalah penyediaan yang
teratur dan kontinyu hasil hutan yang diperuntukan sesuai kemampuan maksimum
hutan tersebut. Tipe-tipe kelestarian hasil yang dikenal antara lain :
1. Hasil integral (integral yield), terdiri dari satu tegakan seumur sehingga
penanaman dilakukan pada saat yang sama dan pemanenan pada saat yang
sama pula.
2. Hasil periodik (intermittent yield), terdiri dari beberapa kelas umur sehingga
penanaman dan penebangan dilakukan pada selang waktu tertentu.
3. Hasil tahunan (annual yield), terdiri dari beberapa kelas umur dan selalu ada
bagian tegakan yang siap ditebang setiap tahun.
Kelestarian hasil hutan menuntut tingkat produksi yang konstan untuk
intensitas pengelolaan hutan tertentu, dimana antara pertumbuhan dan pemanenan
harus seimbang. Hutan yang tertata penuh akan menghasilkan kayu yang sama,
tahunan atau selama periode tertentu, baik dalam arti volume, ukuran maupun
kualita (Simon, 1994). Lebih lanjut Simon (1994) menyatakan, syarat
terwujudnya kelestarian hutan adalah adanya jaminan kepastian kawasan hutan
yang tetap yang diakui oleh semua pihak, sistem perhitungan etat yang tidak overcutting, dan telah dirumuskan sistem permudaan yang menjamin permudaan
kembali kawasan bekas tebangan.
Pengaturan Hasil
Menurut Simon (1994) dalam pelaksanaan pengaturan hasil hutan
memerlukan tiga tahap kegiatan, yaitu :
1. Perhitungan etat, yaitu jumlah hasil yang dapat diperoleh setiap tahun atau
selama jangka waktu tertentu. Bila hasil tersebut dinyatakan dalam luas
dinamakan etat luas, dan bila dinyatakan dalam m3 dinamakan etat volume.
2. Pemisahan jumlah hasil tersebut ke dalam hasil penjarangan dan hasil tebangan
akhir.
3. Penyusunan rencana tebangan, baik tebangan penjarangan maupun tebangan
akhir, berikut keterangan tentang keadaan tegakan serta tata waktunya.
Sedangkan menurut Osmaston (1968), ada beberapa alasan penebangan
dan pengaturan hasil dalam hub ungannya dengan jumlah, mutu, tempat dan
waktu. Alasan tersebut adalah :
1. Penyediaan bagi konsumen, penebangan harus dilaksanakan agar tersedia
jenis, ukuran, mutu dan jumlah kayu sesuai dengan permintaan pasar.
2
Pemeliharaan
tegakan
persediaan
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan produksi di dalam bentuk serta kualitas yang baik secepat
mungkin.
3. Penyesuaian jumlah dan bentuk tegakan persediaan agar lebih sesuai dengan
tujuan pengelolaan.
4. Penebangan perlindungan, terutama dipergunakan dalam sistem silvikultur
untuk melindungi tegakan dari angin, kebakaran hutan dan sebagainya.
Metode pengaturan hasil menurut Osmaston (1968) dapat dilakukan
berdasarkan :
1. Berdasarkan luas
- Pengendalian silvikultur atau daur tebang
- Pengendalian rotasi dan sebaran kelas umur
- Pengendalian pengembangan atau perlakuan
2. Berdasarkan volume
- Pengendalian didasarkan daur atau umur eksploitasi
3. Berdasarkan volume dan riap
Masyarakat Desa Sekitar Hutan
Berdasarkan surat keputuan direksi PT. Perhutani (sebelum berubah
kembali statusnya menjadi Perum Perhutani) No 001/Kpts/DIR/2002 yang
dimaksudkan masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang bertempat
tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan
sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sedangkan menurut
Darusman (2002), masyarakat desa sekitar hutan adalah bahagian atau unsur dari
ekosistem hutan, yang saling tergantung. Mereka adalah sejumlah besar warga
bangsa Indonesia yang ingin sejahtera serta berhak mendapatkan keadilan setelah
sekian lama terpinggirkan dan tercampakan.
Lebih lanjut Darusman (2002)
menyatakan sektor kehutanan seharusnya memperhatikan masyarakat di dalam
dan sekitar hutan dengan terlebih dahulu mengetahui bentuk-bentuk partisipasi
atau pemenuhan keinginan mereka tersebut, serta mengetahui dan memahami di
mana partisipasi mereka dapat disalurkan atau keinginan mereka itu dapat
dipenuhi.
Interaksi masyarakat desa hutan dengan hutan bersifat fungsional ekologis.
Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan merupakan bagian
dari kebudayaan mereka.
Pada masa awal, tidak ditemukan masalah dalam
interaksi keduanya karena masyarakat menyadari bahwa mereka adalah bagian
dari alam sehingga harus menjaga hubungan yang harmonis (Sianipar & Awang,
2001). Menurut Mubyarto (1990) dalam Sianipar & Awang (2001) pembangunan
kehutanan di Indonesia telah berlangsung selama tiga dasawarsa dengan orientasi
utama pada pemanfaatan kayu. Kenyataan ini hanya memberikan keuntungan
bagi sedikit orang, sedangkan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan masih
tetap dalam kemiskinan.
Menurut Sumodiningrat (1997), kemiskinan terdiri dari tiga jenis yaitu
kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural.
Kemiskinan
absolut adalah kemiskinan yang terjadi dikarenakan tingkat pendapatannya di
bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum, antara lain kebutuhan sandang, pangan,
kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja.
Kemiskinan relatif kemiskinan yang terjadi dikarenakan pendapatan
seseorang yang sudah di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah
dibanding pendapatan masyarakat di sekitarnya.
Kemiskinan kultural adalah
kemiskinan yang mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang
(disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat
kehidupan meskipun ada usaha dari pihak lain untuk membantunya.
Untuk mengetahui berapa banyak penduduk yang tergolong miskin
umumnya dilakukan dengan penetapan suatu garis kemiskinan (poverty line)
(Rusli et al, 1995). Penggolongan kemiskinan menurut Sajogyo (1977) dalam
Kartasubrata (1986) :
1. Golongan termiskin yaitu pengeluarannya kurang dari nilai tukar beras
sebanyak 180 kg per kapita per tahun.
2. Golongan miskin sekali ya itu pengeluarannya kurang dari nilai tukar beras
sebanyak 240 kg per kapita per tahun.
3. Golongan miskin yaitu pengeluarannya kurang dari nilai tukar beras sebanyak
320 kg/kapita/tahun.
4.
HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM
DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
RINGKASAN
Fajar Munandar. E14102901. Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan
Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah. Dibawah Bimbingan Ir. Budi Kuncahyo, MS.
Metode pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume tebangan
per tahun yang digunakan oleh pihak Perum Perhutani sampai saat ini adalah
metode Burn. Metode Burn merupakan model pengaturan hasil yang statis selain
itu juga kondisi tegakan dianggap tidak mengalami gangguan atau tetap.
Kenyataan di lapangan hampir setiap tahun hutan tanaman yang dikelola oleh
Perum Perhutani mengalami gangguan hutan berupa pencurian kayu. Gangguan
hutan berupa pencurian kayu yang terjadi di areal kerja Perum Perhutani tidak
bisa lepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan
penelitian Sakti (1998), faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh nyata
terhadap terjadinya pencurian kayu di areal kerja KPH Blora, Cepu, dan
Randublatung. Gangguan hutan tersebut berakibat pada penurunan potensi
tegakan. Penurunan potensi tegakan sebagai akibat dari terjadinya gangguan
berupa pencurian kayu mengindikasikan bahwa perhitungan etat khususnya etat
volume (massa) yang statis sudah tidak relevan.
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu pengkajian
menyangkut model pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume
pohon yang dapat ditebang setiap tahunnya yang mempertimbangkan segala aspek
khususnya aspek gangguan berupa pencurian kayu. Untuk keperluan tersebut
digunakan pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui prospek
kelestarian berdasarkan metode pengaturan hasil yang digunakan di KPH Cepu,
(2) menyusun model pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan
berupa pencurian kayu di KPH Cepu, (3) menyusun suatu formula dalam
penetapan jumlah volume kayu yang dapat ditebang berdasarkan besarnya
gangguan hutan berupa pencurian kayu.
Kelestarian hasil menuntut tingkat produksi yang konstan untuk intensitas
pengelolaan tertentu, dimana pertumbuhan dan pemanenan harus seimbang
(Simon, 1994). Nilai etat volume berdasarkan metode Burn ini didasarkan atas
total volume tegakan persediaan dibagi dengan daur tanaman. Nilai etat volume
sebelum dilakukan pengujian adalah sebesar 28.137 m3 /th, dan setelah dilakukan
pengujian jangka waktu penebangan sebesar 29.544,86 m3 /th. Pengujian jangka
waktu penebangan dilakukan sebanyak dua kali pengujian. Berdasarkan hasil
pengujian jangka waktu penebangan, diketahui untuk memperoleh volume
tebangan yang kurang lebih sama setiap tahun waktu yang dibutuhkan lebih dari
satu daur (80 tahun). Sehingga dengan memperhatikan hal tersebut metode
pengaturan hasil dengan menggunakan metode Burn memiliki prospek kelestarian
yang rendah.
Selain itu juga karena metode penga turan hasil dengan metode Burn
merupakan metode pengaturan hasil yang statis, maka etat volume yang
dihasilkan setelah pengujian yaitu sebesar 29.544,86 m3 /th berlaku untuk jangka
sepuluh tahun ke depan. Nilai etat volume yang relatif tetap untuk jangka sepuluh
tahun kedepan menandakan bahwa dengan model pengaturan hasil yang statis,
tegakan hutan dianggap tidak mengalami perubahan. Metode pengaturan hasil
dengan mengunakan metode Burn tidak bisa merespon terhadap pencurian kayu
yang terjadi.
Kondisi tegakan hutan tanaman jati yang ada di KPH Cepu merupakan
kondisi tegakan hutan yang terganggu. Luas total tegakan persediaan hasil risalah
awal di KPH Cepu sebesar 23.170,35 Ha, lebih besar dari luas total tegakan
persediaan hasil risalah sela sebesar 18.217,25 Ha, atau terjadi penurunan seluas
4.953,1 Ha (21,38%). Sedangkan volume total tegakan persediaan hasil risalah
awal di KPH Cepu sebesar 2.168.048,27 m3 lebih besar daripada volume total
tegakan persediaan hasil risalah sela sebesar 1.422.351,71 m3 ,atau terjadi
penurunan sebesar 745.696,6 m3 (34,39%). Penurunan potensi tegakan persediaan
di KPH Cepu tidak terlepas dari terjadinya gangguan hutan berupa pencurian
kayu. Gangguan hutan berupa pencurian kayu tidak bisa terlepas dari kondisi
sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan.
Kondisi sosial ekonomi berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner
diketahui mayoritas mata pencaharian responden di kedua desa contoh adalah
sebagai petani. Begitu pula halnya dengan mayoritas tingkat pendidikan
responden di kedua desa contoh adalah sekolah dasar. Jumlah angota keluarga
responden untuk Desa Temengan rata-rata sebanyak tiga orang dan Desa Kemiri
rata-rata sebanyak empat orang. Total responden dalam kategori miskin pada
desa contoh di KPH Cepu adalah sebanyak 49 orang responden atau sebanyak
61,25 %. Sedangkan jumlah responden dalam kategori tidak miskin di KPH Cepu
sebanyak 31 orang atau sebanyak 38,75 %. Kriteria kemiskinan yang digunakan
adalah krteria Sajogyo yang didasarkan pada tingkat pengeluaran setara dengan
harga beras setempat. Sehingga atas dasar tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi
sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan khususnya di Desa Temengan dan
Desa Kemiri masih tergolong cukup memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan
jumlah responden yang tergolong miskin pada masing- masing desa contoh yang
cukup besar.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang memprihatinkan mendorong
masyarakat untuk memperbaiki kondisi sosial ekonominya. Salah satu cara yang
paling mungkin adalah dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya
yaitu sumberdaya hutan. Hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan
sumberdaya hutan adalah dengan memanfaatkan kayu baik untuk keperluan
pribadi atau dengan menjualnya. Rata-rata konsumsi kayu pertukangan unt uk 40
responden pada Desa Temengan dan Desa Kemiri masing- masing sebesar 0,44
m3 /kapita/th dan 0,35 m3 /Kapita/th. Sedangkan rata-rata konsumsi kayu bakar
untuk 40 responden pada Desa Temengan dan Desa Kemiri masing- masing
sebesar 29,84 sm/th dan 10,61 sm/th.
Harga kayu jati yang telah ditetapkan oleh pihak Perum Perhutani berkisar
Rp 600.000,00 sampai Rp. 1.500.000,00 per m3 sedangkan harga jual kayu bakar
adalah Rp 22.000,00/sm. Mengingat sebagian besar responden pada desa contoh
termasuk dalam kriteria miskin berdasarkan penggolongan kemiskinan menurut
Sajogyo, maka hampir dipastikan sebagian besar responden memenuhi kebutuhan
akan kayu bakar dan kayu pertukangan dengan mengambilnya langsung dari
hutan (mencuri). Atas dasar tersebut perlunya memasukan variabel gangguan
hutan berupa pencurian kayu dalam penentuan jumlah volume pohon yang
ditebang setiap tahun. Untuk keperluan tersebut digunakan pendekatan sistem
sebagai upaya penyusunan model pengaturan hasil yang memperhatikan seluruh
aspek khususnya aspek gangguan hutan yang disebabkan faktor sosial ekonomi
masyarakat sekitar hutan.
Model pengaturan hasil terdiri dari tujuh sub model yaitu sub model
potensi tegakan, sub model luas areal berhutan, sub model pengaturan hasil, sub
model dinamika penduduk, sub model keuangan perusahaan, sub model
gangguan hutan, sub model jumlah pengangguran. Antara sub model satu dengan
sub model lainnya saling mempengaruhi.
Berdasarkan hasil penelitian Sumadi (2002), kewajaran model dan
kelogisan model pengaturan hasil dapat dilihat dari besarnya etat pada hutan tidak
terganggu. Hutan tanpa gangguan potensi tegakan akan mengalami kenaikan tiap
tahunnya. Besarnya etat volume pada tegakan hutan yang tidak terganggu di KPH
Cepu mengalami peningkatan. Evaluasi sensitivitas model pengaturan hasil untuk
KPH Cepu menunjukan besarnya etat volume akan semakin menurun dengan
semakin meningkatnya persen pengangguran.
Persen pengangguran yang
meningkat berakibat pada semakin meningkatnya gangguan hutan berupa
pencurian kayu. Sehingga model yang dihasilkan sesuai dengan pola yang
diharapkan.
Penggunaan model berfungsi untuk menerapkan model dalam skenarioskenario yang telah ditetapkan dalam rangka memberikan jawaban mengenai
tujuan penelitian. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah Menyusun model
pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan berupa pencurian
kayu di KPH Cepu. Untuk memenuhi tujuan tersebut dilakukan dengan
membandingkan nilai etat volume yang dihasilkan berdasarkan formula yang
disusun dengan nilai etat volume berdasarkan metode Burn. Penggunaan etat
volume dinamis lebih sesuai dibanding dengan etat volume berdasarkan metode
Burn karena mampu merespon penurunan potensi tegakan akibat gangguan hutan
berupa pencurian kayu.
STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL
HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM
DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
Judul Penelitian
: Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan
Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah
Nama Mahasiswa
: Fajar Munandar
Nomor Pokok
: E.14102901
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Ir. Budi Kuncahyo, MS
NIP : 131578798
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP : 131430799
Tangal Lulus
: 6 Oktober 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 19 Oktober 1982,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari orang tua yang bernama Dedi
Karyadinata dan Nani Muslia.
Pada tahun 1987, penulis mulai masuk pendidikan di bangku Taman
Kanak-kanak Tunas Kartika Cibinong, kemudian masuk Sekolah Dasar Negeri
Cibinong 03 pada tahun 1988 dan lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama negeri I Cibinong, lulus
tahun 1997 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bogor
sampai tahun 2000.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen Hutan
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 sebagai mahasiswa pindahan dari
Jurusan Manajemen Hutan Universitas Lampung. Pada semester ke lima penulis
memilih Laboratorium Biometrika Hutan.
Dalam rangka memperoleh gelas Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi
dengan judul : Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan
Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah dibawah bimbingan Ir. Budi Kuncahyo, MS.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta beserta adik-adikku (Senja dan Tria) atas segala kasih
sayang yang telah diberikan.
2. Bapak Ir. Budi Kuncahyo, MS
berserta keluarga atas nasehat, bimbingan,
kritik, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ir.Sucahyo Sadiyo, MS dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Dr.
Ir.Burhanudin Mahsyud, MS dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
selaku dosen penguji.
4. Pihak Perum Perhutani atas informasi dan data yang telah diberikan.
5. Dia, atas perhatian, kasih sayang, dan kesabarannya (far from the eyes close to
the heart).
6. Sahabat-sahabat terbaikku Amy, Kiki, Puji, Mia, Tessy, Beller, Egil, Eki,
Bodonk, Ucup, Uban, Wika.
7. Mas Agus “Gepenk” dan Mas Budi atas bantuannya dalam pengolahan data.
8. Teman-teman Manajemen Hutan 38 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Walau
demikian, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi
siapa saja yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian......................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian..................................................................................... 2
Manfaat Penelitian....................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Lestari .......................................................................... 3
Pengaturan Hasil ......................................................................................... 5
Masyarakat Desa Sekitar Hutan.................................................................. 6
Sistem, Model, dan Simulasi ...................................................................... 7
Hasil- hasil Penelitian Terdahulu................................................................. 10
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 12
Bahan dan Alat ........................................................................................... 12
Pengumpulan Data ...................................................................................... 12
Analisis Data .............................................................................................. 13
Penentuan Etat ...................................................................................... 13
Pendekatan Sistem................................................................................ 13
Formulasi model konseptual........................................................ 14
Spesifikasi model kuantitatif ....................................................... 15
Evaluasi model............................................................................ 15
Penggunaan Model...................................................................... 15
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas ........................................................................................... 16
Keadaan Lapangan dan Jenis Tanah............................................................ 16
Iklim ............................................................................................................ 17
Sosial Ekonomi Masyarakat........................................................................ 18
Keadaan Umum Desa Contoh..................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prospek Kelestarian..................................................................................... 20
Hutan Terganggu ......................................................................................... 22
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Hutan.......................... 23
Pendekatan Sistem....................................................................................... 27
Penyusunan Model ............................................................................... 27
Sub Model Potensi Tegakan ........................................................ 28
Sub Model Pengaturan Hasil ......................................................... 29
Sub Model Keuangan Perusahaan................................................. 30
Sub Model Dinamika Penduduk .................................................... 32
Sub Model Luas Areal Berhutan................................................... 33
Sub Model Gangguan Hutan......................................................... 34
Sub Model Jumlah Pengangguran................................................. 35
Evaluasi model ..................................................................................... 36
Mengevaluasi Kewajaran dan Kelogisan Model .......................... 36
Analisis Sensitivitas Model .......................................................... 36
Penggunaan Model............................................................................... 37
Perbandingan Nilai Etat Volume ................................................... 38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
.............................................................................................. 41
....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42
LAMPIRAN ..................................................................................................... 44
STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL
HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM
DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
RINGKASAN
Fajar Munandar. E14102901. Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan
Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah. Dibawah Bimbingan Ir. Budi Kuncahyo, MS.
Metode pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume tebangan
per tahun yang digunakan oleh pihak Perum Perhutani sampai saat ini adalah
metode Burn. Metode Burn merupakan model pengaturan hasil yang statis selain
itu juga kondisi tegakan dianggap tidak mengalami gangguan atau tetap.
Kenyataan di lapangan hampir setiap tahun hutan tanaman yang dikelola oleh
Perum Perhutani mengalami gangguan hutan berupa pencurian kayu. Gangguan
hutan berupa pencurian kayu yang terjadi di areal kerja Perum Perhutani tidak
bisa lepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan
penelitian Sakti (1998), faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh nyata
terhadap terjadinya pencurian kayu di areal kerja KPH Blora, Cepu, dan
Randublatung. Gangguan hutan tersebut berakibat pada penurunan potensi
tegakan. Penurunan potensi tegakan sebagai akibat dari terjadinya gangguan
berupa pencurian kayu mengindikasikan bahwa perhitungan etat khususnya etat
volume (massa) yang statis sudah tidak relevan.
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu pengkajian
menyangkut model pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume
pohon yang dapat ditebang setiap tahunnya yang mempertimbangkan segala aspek
khususnya aspek gangguan berupa pencurian kayu. Untuk keperluan tersebut
digunakan pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui prospek
kelestarian berdasarkan metode pengaturan hasil yang digunakan di KPH Cepu,
(2) menyusun model pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan
berupa pencurian kayu di KPH Cepu, (3) menyusun suatu formula dalam
penetapan jumlah volume kayu yang dapat ditebang berdasarkan besarnya
gangguan hutan berupa pencurian kayu.
Kelestarian hasil menuntut tingkat produksi yang konstan untuk intensitas
pengelolaan tertentu, dimana pertumbuhan dan pemanenan harus seimbang
(Simon, 1994). Nilai etat volume berdasarkan metode Burn ini didasarkan atas
total volume tegakan persediaan dibagi dengan daur tanaman. Nilai etat volume
sebelum dilakukan pengujian adalah sebesar 28.137 m3 /th, dan setelah dilakukan
pengujian jangka waktu penebangan sebesar 29.544,86 m3 /th. Pengujian jangka
waktu penebangan dilakukan sebanyak dua kali pengujian. Berdasarkan hasil
pengujian jangka waktu penebangan, diketahui untuk memperoleh volume
tebangan yang kurang lebih sama setiap tahun waktu yang dibutuhkan lebih dari
satu daur (80 tahun). Sehingga dengan memperhatikan hal tersebut metode
pengaturan hasil dengan menggunakan metode Burn memiliki prospek kelestarian
yang rendah.
Selain itu juga karena metode penga turan hasil dengan metode Burn
merupakan metode pengaturan hasil yang statis, maka etat volume yang
dihasilkan setelah pengujian yaitu sebesar 29.544,86 m3 /th berlaku untuk jangka
sepuluh tahun ke depan. Nilai etat volume yang relatif tetap untuk jangka sepuluh
tahun kedepan menandakan bahwa dengan model pengaturan hasil yang statis,
tegakan hutan dianggap tidak mengalami perubahan. Metode pengaturan hasil
dengan mengunakan metode Burn tidak bisa merespon terhadap pencurian kayu
yang terjadi.
Kondisi tegakan hutan tanaman jati yang ada di KPH Cepu merupakan
kondisi tegakan hutan yang terganggu. Luas total tegakan persediaan hasil risalah
awal di KPH Cepu sebesar 23.170,35 Ha, lebih besar dari luas total tegakan
persediaan hasil risalah sela sebesar 18.217,25 Ha, atau terjadi penurunan seluas
4.953,1 Ha (21,38%). Sedangkan volume total tegakan persediaan hasil risalah
awal di KPH Cepu sebesar 2.168.048,27 m3 lebih besar daripada volume total
tegakan persediaan hasil risalah sela sebesar 1.422.351,71 m3 ,atau terjadi
penurunan sebesar 745.696,6 m3 (34,39%). Penurunan potensi tegakan persediaan
di KPH Cepu tidak terlepas dari terjadinya gangguan hutan berupa pencurian
kayu. Gangguan hutan berupa pencurian kayu tidak bisa terlepas dari kondisi
sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan.
Kondisi sosial ekonomi berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner
diketahui mayoritas mata pencaharian responden di kedua desa contoh adalah
sebagai petani. Begitu pula halnya dengan mayoritas tingkat pendidikan
responden di kedua desa contoh adalah sekolah dasar. Jumlah angota keluarga
responden untuk Desa Temengan rata-rata sebanyak tiga orang dan Desa Kemiri
rata-rata sebanyak empat orang. Total responden dalam kategori miskin pada
desa contoh di KPH Cepu adalah sebanyak 49 orang responden atau sebanyak
61,25 %. Sedangkan jumlah responden dalam kategori tidak miskin di KPH Cepu
sebanyak 31 orang atau sebanyak 38,75 %. Kriteria kemiskinan yang digunakan
adalah krteria Sajogyo yang didasarkan pada tingkat pengeluaran setara dengan
harga beras setempat. Sehingga atas dasar tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi
sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan khususnya di Desa Temengan dan
Desa Kemiri masih tergolong cukup memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan
jumlah responden yang tergolong miskin pada masing- masing desa contoh yang
cukup besar.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang memprihatinkan mendorong
masyarakat untuk memperbaiki kondisi sosial ekonominya. Salah satu cara yang
paling mungkin adalah dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya
yaitu sumberdaya hutan. Hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan
sumberdaya hutan adalah dengan memanfaatkan kayu baik untuk keperluan
pribadi atau dengan menjualnya. Rata-rata konsumsi kayu pertukangan unt uk 40
responden pada Desa Temengan dan Desa Kemiri masing- masing sebesar 0,44
m3 /kapita/th dan 0,35 m3 /Kapita/th. Sedangkan rata-rata konsumsi kayu bakar
untuk 40 responden pada Desa Temengan dan Desa Kemiri masing- masing
sebesar 29,84 sm/th dan 10,61 sm/th.
Harga kayu jati yang telah ditetapkan oleh pihak Perum Perhutani berkisar
Rp 600.000,00 sampai Rp. 1.500.000,00 per m3 sedangkan harga jual kayu bakar
adalah Rp 22.000,00/sm. Mengingat sebagian besar responden pada desa contoh
termasuk dalam kriteria miskin berdasarkan penggolongan kemiskinan menurut
Sajogyo, maka hampir dipastikan sebagian besar responden memenuhi kebutuhan
akan kayu bakar dan kayu pertukangan dengan mengambilnya langsung dari
hutan (mencuri). Atas dasar tersebut perlunya memasukan variabel gangguan
hutan berupa pencurian kayu dalam penentuan jumlah volume pohon yang
ditebang setiap tahun. Untuk keperluan tersebut digunakan pendekatan sistem
sebagai upaya penyusunan model pengaturan hasil yang memperhatikan seluruh
aspek khususnya aspek gangguan hutan yang disebabkan faktor sosial ekonomi
masyarakat sekitar hutan.
Model pengaturan hasil terdiri dari tujuh sub model yaitu sub model
potensi tegakan, sub model luas areal berhutan, sub model pengaturan hasil, sub
model dinamika penduduk, sub model keuangan perusahaan, sub model
gangguan hutan, sub model jumlah pengangguran. Antara sub model satu dengan
sub model lainnya saling mempengaruhi.
Berdasarkan hasil penelitian Sumadi (2002), kewajaran model dan
kelogisan model pengaturan hasil dapat dilihat dari besarnya etat pada hutan tidak
terganggu. Hutan tanpa gangguan potensi tegakan akan mengalami kenaikan tiap
tahunnya. Besarnya etat volume pada tegakan hutan yang tidak terganggu di KPH
Cepu mengalami peningkatan. Evaluasi sensitivitas model pengaturan hasil untuk
KPH Cepu menunjukan besarnya etat volume akan semakin menurun dengan
semakin meningkatnya persen pengangguran.
Persen pengangguran yang
meningkat berakibat pada semakin meningkatnya gangguan hutan berupa
pencurian kayu. Sehingga model yang dihasilkan sesuai dengan pola yang
diharapkan.
Penggunaan model berfungsi untuk menerapkan model dalam skenarioskenario yang telah ditetapkan dalam rangka memberikan jawaban mengenai
tujuan penelitian. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah Menyusun model
pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan berupa pencurian
kayu di KPH Cepu. Untuk memenuhi tujuan tersebut dilakukan dengan
membandingkan nilai etat volume yang dihasilkan berdasarkan formula yang
disusun dengan nilai etat volume berdasarkan metode Burn. Penggunaan etat
volume dinamis lebih sesuai dibanding dengan etat volume berdasarkan metode
Burn karena mampu merespon penurunan potensi tegakan akibat gangguan hutan
berupa pencurian kayu.
STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL
HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM
DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
Judul Penelitian
: Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan
Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah
Nama Mahasiswa
: Fajar Munandar
Nomor Pokok
: E.14102901
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Ir. Budi Kuncahyo, MS
NIP : 131578798
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP : 131430799
Tangal Lulus
: 6 Oktober 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 19 Oktober 1982,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari orang tua yang bernama Dedi
Karyadinata dan Nani Muslia.
Pada tahun 1987, penulis mulai masuk pendidikan di bangku Taman
Kanak-kanak Tunas Kartika Cibinong, kemudian masuk Sekolah Dasar Negeri
Cibinong 03 pada tahun 1988 dan lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama negeri I Cibinong, lulus
tahun 1997 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bogor
sampai tahun 2000.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen Hutan
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 sebagai mahasiswa pindahan dari
Jurusan Manajemen Hutan Universitas Lampung. Pada semester ke lima penulis
memilih Laboratorium Biometrika Hutan.
Dalam rangka memperoleh gelas Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi
dengan judul : Studi Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan dengan
Menggunakan Pendekatan Sistem di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah dibawah bimbingan Ir. Budi Kuncahyo, MS.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta beserta adik-adikku (Senja dan Tria) atas segala kasih
sayang yang telah diberikan.
2. Bapak Ir. Budi Kuncahyo, MS
berserta keluarga atas nasehat, bimbingan,
kritik, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ir.Sucahyo Sadiyo, MS dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Dr.
Ir.Burhanudin Mahsyud, MS dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
selaku dosen penguji.
4. Pihak Perum Perhutani atas informasi dan data yang telah diberikan.
5. Dia, atas perhatian, kasih sayang, dan kesabarannya (far from the eyes close to
the heart).
6. Sahabat-sahabat terbaikku Amy, Kiki, Puji, Mia, Tessy, Beller, Egil, Eki,
Bodonk, Ucup, Uban, Wika.
7. Mas Agus “Gepenk” dan Mas Budi atas bantuannya dalam pengolahan data.
8. Teman-teman Manajemen Hutan 38 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Walau
demikian, penulis berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi
siapa saja yang memerlukan.
Bogor, Oktober 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian......................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian..................................................................................... 2
Manfaat Penelitian....................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Lestari .......................................................................... 3
Pengaturan Hasil ......................................................................................... 5
Masyarakat Desa Sekitar Hutan.................................................................. 6
Sistem, Model, dan Simulasi ...................................................................... 7
Hasil- hasil Penelitian Terdahulu................................................................. 10
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 12
Bahan dan Alat ........................................................................................... 12
Pengumpulan Data ...................................................................................... 12
Analisis Data .............................................................................................. 13
Penentuan Etat ...................................................................................... 13
Pendekatan Sistem................................................................................ 13
Formulasi model konseptual........................................................ 14
Spesifikasi model kuantitatif ....................................................... 15
Evaluasi model............................................................................ 15
Penggunaan Model...................................................................... 15
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas ........................................................................................... 16
Keadaan Lapangan dan Jenis Tanah............................................................ 16
Iklim ............................................................................................................ 17
Sosial Ekonomi Masyarakat........................................................................ 18
Keadaan Umum Desa Contoh..................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prospek Kelestarian..................................................................................... 20
Hutan Terganggu ......................................................................................... 22
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Hutan.......................... 23
Pendekatan Sistem....................................................................................... 27
Penyusunan Model ............................................................................... 27
Sub Model Potensi Tegakan ........................................................ 28
Sub Model Pengaturan Hasil ......................................................... 29
Sub Model Keuangan Perusahaan................................................. 30
Sub Model Dinamika Penduduk .................................................... 32
Sub Model Luas Areal Berhutan................................................... 33
Sub Model Gangguan Hutan......................................................... 34
Sub Model Jumlah Pengangguran................................................. 35
Evaluasi model ..................................................................................... 36
Mengevaluasi Kewajaran dan Kelogisan Model .......................... 36
Analisis Sensitivitas Model .......................................................... 36
Penggunaan Model............................................................................... 37
Perbandingan Nilai Etat Volume ................................................... 38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
.............................................................................................. 41
....................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42
LAMPIRAN ..................................................................................................... 44
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1.
Batas Geografis Wilayah Hutan KPH Cepu......................................... 16
2.
Luas Areal Kerja KPH Cepu ................................................................ 16
3.
Keadaan topografi dan Ketinggian Tempat KPH Cepu ....................... 17
4.
Jenis Tanah dan Geologi KPH Cepu.................................................... 17
5.
Tipe Iklim dan Curah Hujan KPH Cepu............................................... 18
6.
Kondisi Umum Desa Contoh di KPH Cepu........................................ 19
7.
Nilai Etat dan Pengujian Jangka waktu Penebangan........................... 20
8.
Rekapitulasi Luas dan Volume Tegakan Persediaan Pada
Awal Jangka dan Risalah Sela di KPH Cepu ....................................... 22
9.
Kondisi Sosial Ekonomi Hasil Wawancara dan Kuesioner
pada Desa Contoh di KPH Cepu .............................................................................. 24
10.
Rekapitulasi Rata-rata Konsumsi Kayu Bakar dan Kayu
Pertukangan Responden Desa Contoh di KPH Cepu........................... 26
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1. Perbandingan Metode Pemecahan Masalah Dalam Lingkup
Pemahaman Relatif. .................................................................................
9
2. Pencurian kayu di KPH Cepu................................................................... 21
3. Perubahan Potensi Tegakan Persediaan Awal Jangka dan
Risalah Sela di KPH Cepu ....................................................................... 22
4. Hubungan Antar Sub Model ................................................................... 28
5. Sub Model Pengaturan Hasil.................................................................... 30
6. Sub Model Keuangan Perusahaan............................................................ 31
7. Sub Model Dinamika Penduduk .............................................................. 33
8. Sub Model Gangguan Hutan.................................................................... 34
9. Sub Model Jumlah Pengangguran............................................................ 35
10. Etat Volume Pada Tegakan Tanpa Gangguan KPH Cepu....................... 36
Etat Volume KPH Cepu Pada Peningkatan Persen Pengangguran
0% (1). Peningkatan Persen Pengangguran 50% (2), dan
Peningkatan persen Pengangguran 100% (3). ........................................................ 37
11. Hasil Simulasi 20 Tahun ke Depan Terhadap Nilai Etat volume
Metode Burn dan Volume Tegakan Persediaan di KPH Cepu ............... 38
12. Hasil Simulasi 20 Tahun ke Depan Terhadap Nilai Etat volume
Dinamis dan Volume Tegakan Persediaan di KPH Cepu....................... 39
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1. Potensi Tegakan Normal Hasil Risalah Sela Tahun 1998 KPH Cepu ................ 44
2. Data Dasar dan Asumsi.............................................................................. 45
3. Perhitungan Etat dan Pengujian Jangka Waktu Penebangan di KPH
Cepu. ........................................................................................................... 48
4. Batasan Sistem ........................................................................................... 51
5. Hasil Simulasi ............................................................................................ 55
6. Hasil Simulasi Metode Burn ...................................................................... 57
7. Persamaan Model Simulasi Pengaturan Hasil ............................................ 58
8. Sub Model Potensi Tegakan ......................................................................... 68
9. Sub Model Luas Areal Berhutan ................................................................... 69
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Metode pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume tebangan
per tahun yang digunakan oleh pihak Perum Perhutani sampai saat ini adalah
metode Burn. Metode pengaturan hasil dengan menggunakan metode Burn ini
merupakan model pengaturan hasil yang statis. Pada model pengaturan hasil statis
tersebut besarnya etat volume adalah tetap untuk jangka waktu tertentu. Jangka
waktu yang biasa digunakan adalah sepuluh tahun.
Selain itu pada metode pengaturan hasil dengan menggunakan metode
Burn, kondisi tegakan dianggap tidak mengalami gangguan atau tetap. Kenyataan
di lapangan hampir setiap tahun hutan tanaman yang dikelola oleh pihak Perum
Perhutani mengalami gangguan berupa pencurian kayu. Gangguan hutan berupa
pencurian kayu yang terjadi di areal kerja Perum Perhutani tidak bisa lepas dari
kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan penelitian Sakti
(1998), faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh nyata terhadap terjadinya
pencurian kayu di areal kerja KPH Blora, Cepu, dan Randublatung.
Gangguan hutan tersebut berakibat pada penurunan potensi tegakan.
Penurunan potensi tegakan sebagai akibat dari terjadinya gangguan berupa
pencurian kayu mengindikasikan bahwa perhitungan etat khususnya etat volume
(massa) yang statis sudah tidak relevan. Dengan terjadinya penurunan potensi
tegakan, kegiatan pengaturan hasil sangat sulit untuk dilakukan dan kelestarian
hutan akan terancam. Pengaturan hasil merupakan masalah pokok dalam
pencapaian kelestarian hasil. Kelestarian hasil ini menitikberatkan pada hasil kayu
yang diperoleh setiap tahun kurang lebih adalah sama.
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu pengkajian
menyangkut model
pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume
pohon yang dapat ditebang setiap tahunnya yang mempertimbangkan segala aspek
khususnya aspek gangguan berupa pencurian kayu. Untuk keperluan tersebut
digunakan pendekatan sistem.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui prospek kelestarian berdasarkan metode pengaturan hasil yang
digunakan di KPH Cepu.
2. Menyusun model pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan
berupa pencurian kayu di KPH Cepu.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang ingin diuji dalam penelitian ini adalah kesesuaian metode
pengaturan hasil ditentukan oleh kemampuannya dalam merespon terjadinya
perubahan potensi tegakan persediaan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi pihak perencana dan pengelola hutan dalam menentukan jumlah tebangan
yang diperbolehkan setiap tahun. Sehingga dapat diambil langkah- langkah untuk
menyusun rencana pengelolaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya dari hutan serta meminimalkan dampak negatifnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Lestari
Pengelolaan hutan yang lestari adalah pengurusan dan penggunaan lahan
hutan dan hutan pada tingkatan rata-rata yang memungkinkan tetap terpeliharanya
keanekaragaman hayati, produktivitas, kapasitas regenerasi, vitalitas, dan
kemampuannya untuk memenuhi fungsi- fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial pada
tingkat lokal, nasional, dan global serta tidak me nyebabkan kerusakan terhadap
ekosistem lainnya pada saat ini maupun pada masa yang akan datang (Ministerial
Conference on the Protection of Forest in Europe (1993) dalam Helms, 1998).
Menurut FAO (1994) dalam Darusman (2002), pengelolaan hutan yang
berkela njutan dimulai dengan perencanaan yang berhati- hati, menggunakan
pekerja yang terlatih di bawah pengawasan dan bimbingan tenaga supervisor yang
berkemampuan teknis, dan merumuskan rencana pemanenan yang matang disertai
rencana pemeliharaan tegakan selanjutnya secara menyeluruh.
Sejak konferensi bumi yang kedua di Rio De Janeiro tahun 1992,
pengelolaan hutan yang lestari tidak hanya menjadi perhatian rimbawan saja,
melainkan menjadi tanggung jawab semua perencana pembangunan di semua
sektor dan bersifat global. Pengelolaan hutan tidak hanya berorientasi terhadap
masalah kelestarian hasil hutan saja tetapi juga memperhitungkan kesejahteraan
masyarakat lokal, kelestarian lingkungan hidup secara luas, dan keanekaragaman
hayati (Simon, 1994).
Menurut ITTO dalam Sukadri (n.d.) untuk dapat terlaksananya manajemen
hutan lestari, maka terdapat lima pokok kriteria yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Forest Resource Base, yaitu terjaminnya sumber-sumber hutan yang dapat
dikelola secara lestari.
2. The Continuity of Flow of Forest Products, yaitu kontinuitas hasil hutan
yang dapat dipungut berdasarkan azas-azas kelestarian.
3. The level of Environmental Control, yang secara sungguh-sungguh
mempertimbangkan kondisi lingkungan dan dampak-dampaknya yang
perlu diperhatikan dalam pengelolaan hutan lestari yang berwawasan
lingkungan.
4. Social and Economic Aspects, yaitu dengan memperhitungkan pengaruhpengaruh kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di
sekitar hutan. Dalam tingkat nasional, juga memperhitungkan peningkatan
pendapatan penduduk dan negara dalam arti luas.
5. Institutional Frameworks, yaitu penyempurnaan wadah kelembagaan yang
dinamis
dan
mendukung
pelaksanaan
pengelolaan
hutan
lestari.
Institutional frameworks juga mencakup pengembangan sumber daya
manusia, serta kemajuan penelitian, ilmu dan teknologi yang kesemuanya
turut mendukung terciptanya manajemen hutan lestari.
Kelima kriteria yang diperkenalkan ITTO tersebut kemudian dijabarkan lebih
lanjut dalam bentuk ciri atau indikator. Maka indikator berikut merupakan tandatanda yang diperlukan dalam pelaksanaan manajemen hutan yang lestari.
1. Tersedianya tata guna hutan yang komprehensif yang secara penuh
mempertimbangkan tujuan-tujuan pengelolaan hutan dan kehutanan.
2. Tercukupinya luas hutan permanen, yaitu hutan tetap yang dipertahankan
fungsinya sebagai hutan. Luas hutan yang permanen akan mendukung target
dan sasaran pembangunan hutan dan kehutanan.
3. Ditetapkannya target dan sasaran pembangunan hutan tanaman, distribusi kelas
umur, dan rencana tanaman tahunan
Kesemua indikator tersebut di atas
mengarah terhadap terlaksananya kriteria
pertama yaitu Forest Resource Base.
Menurut Meyer (1961), kelestarian hasil hutan adalah penyediaan yang
teratur dan kontinyu hasil hutan yang diperuntukan sesuai kemampuan maksimum
hutan tersebut. Tipe-tipe kelestarian hasil yang dikenal antara lain :
1. Hasil integral (integral yield), terdiri dari satu tegakan seumur sehingga
penanaman dilakukan pada saat yang sama dan pemanenan pada saat yang
sama pula.
2. Hasil periodik (intermittent yield), terdiri dari beberapa kelas umur sehingga
penanaman dan penebangan dilakukan pada selang waktu tertentu.
3. Hasil tahunan (annual yield), terdiri dari beberapa kelas umur dan selalu ada
bagian tegakan yang siap ditebang setiap tahun.
Kelestarian hasil hutan menuntut tingkat produksi yang konstan untuk
intensitas pengelolaan hutan tertentu, dimana antara pertumbuhan dan pemanenan
harus seimbang. Hutan yang tertata penuh akan menghasilkan kayu yang sama,
tahunan atau selama periode tertentu, baik dalam arti volume, ukuran maupun
kualita (Simon, 1994). Lebih lanjut Simon (1994) menyatakan, syarat
terwujudnya kelestarian hutan adalah adanya jaminan kepastian kawasan hutan
yang tetap yang diakui oleh semua pihak, sistem perhitungan etat yang tidak overcutting, dan telah dirumuskan sistem permudaan yang menjamin permudaan
kembali kawasan bekas tebangan.
Pengaturan Hasil
Menurut Simon (1994) dalam pelaksanaan pengaturan hasil hutan
memerlukan tiga tahap kegiatan, yaitu :
1. Perhitungan etat, yaitu jumlah hasil yang dapat diperoleh setiap tahun atau
selama jangka waktu tertentu. Bila hasil tersebut dinyatakan dalam luas
dinamakan etat luas, dan bila dinyatakan dalam m3 dinamakan etat volume.
2. Pemisahan jumlah hasil tersebut ke dalam hasil penjarangan dan hasil tebangan
akhir.
3. Penyusunan rencana tebangan, baik tebangan penjarangan maupun tebangan
akhir, berikut keterangan tentang keadaan tegakan serta tata waktunya.
Sedangkan menurut Osmaston (1968), ada beberapa alasan penebangan
dan pengaturan hasil dalam hub ungannya dengan jumlah, mutu, tempat dan
waktu. Alasan tersebut adalah :
1. Penyediaan bagi konsumen, penebangan harus dilaksanakan agar tersedia
jenis, ukuran, mutu dan jumlah kayu sesuai dengan permintaan pasar.
2
Pemeliharaan
tegakan
persediaan
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan produksi di dalam bentuk serta kualitas yang baik secepat
mungkin.
3. Penyesuaian jumlah dan bentuk tegakan persediaan agar lebih sesuai dengan
tujuan pengelolaan.
4. Penebangan perlindungan, terutama dipergunakan dalam sistem silvikultur
untuk melindungi tegakan dari angin, kebakaran hutan dan sebagainya.
Metode pengaturan hasil menurut Osmaston (1968) dapat dilakukan
berdasarkan :
1. Berdasarkan luas
- Pengendalian silvikultur atau daur tebang
- Pengendalian rotasi dan sebaran kelas umur
- Pengendalian pengembangan atau perlakuan
2. Berdasarkan volume
- Pengendalian didasarkan daur atau umur eksploitasi
3. Berdasarkan volume dan riap
Masyarakat Desa Sekitar Hutan
Berdasarkan surat keputuan direksi PT. Perhutani (sebelum berubah
kembali statusnya menjadi Perum Perhutani) No 001/Kpts/DIR/2002 yang
dimaksudkan masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang bertempat
tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan
sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sedangkan menurut
Darusman (2002), masyarakat desa sekitar hutan adalah bahagian atau unsur dari
ekosistem hutan, yang saling tergantung. Mereka adalah sejumlah besar warga
bangsa Indonesia yang ingin sejahtera serta berhak mendapatkan keadilan setelah
sekian lama terpinggirkan dan tercampakan.
Lebih lanjut Darusman (2002)
menyatakan sektor kehutanan seharusnya memperhatikan masyarakat di dalam
dan sekitar hutan dengan terlebih dahulu mengetahui bentuk-bentuk partisipasi
atau pemenuhan keinginan mereka tersebut, serta mengetahui dan memahami di
mana partisipasi mereka dapat disalurkan atau keinginan mereka itu dapat
dipenuhi.
Interaksi masyarakat desa hutan dengan hutan bersifat fungsional ekologis.
Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan merupakan bagian
dari kebudayaan mereka.
Pada masa awal, tidak ditemukan masalah dalam
interaksi keduanya karena masyarakat menyadari bahwa mereka adalah bagian
dari alam sehingga harus menjaga hubungan yang harmonis (Sianipar & Awang,
2001). Menurut Mubyarto (1990) dalam Sianipar & Awang (2001) pembangunan
kehutanan di Indonesia telah berlangsung selama tiga dasawarsa dengan orientasi
utama pada pemanfaatan kayu. Kenyataan ini hanya memberikan keuntungan
bagi sedikit orang, sedangkan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan masih
tetap dalam kemiskinan.
Menurut Sumodiningrat (1997), kemiskinan terdiri dari tiga jenis yaitu
kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural.
Kemiskinan
absolut adalah kemiskinan yang terjadi dikarenakan tingkat pendapatannya di
bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum, antara lain kebutuhan sandang, pangan,
kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja.
Kemiskinan relatif kemiskinan yang terjadi dikarenakan pendapatan
seseorang yang sudah di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah
dibanding pendapatan masyarakat di sekitarnya.
Kemiskinan kultural adalah
kemiskinan yang mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang
(disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat
kehidupan meskipun ada usaha dari pihak lain untuk membantunya.
Untuk mengetahui berapa banyak penduduk yang tergolong miskin
umumnya dilakukan dengan penetapan suatu garis kemiskinan (poverty line)
(Rusli et al, 1995). Penggolongan kemiskinan menurut Sajogyo (1977) dalam
Kartasubrata (1986) :
1. Golongan termiskin yaitu pengeluarannya kurang dari nilai tukar beras
sebanyak 180 kg per kapita per tahun.
2. Golongan miskin sekali ya itu pengeluarannya kurang dari nilai tukar beras
sebanyak 240 kg per kapita per tahun.
3. Golongan miskin yaitu pengeluarannya kurang dari nilai tukar beras sebanyak
320 kg/kapita/tahun.
4.