Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah

(1)

PERANAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN

BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

DALAM UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN

DI KPH CEPU, PERUM PERHUTANI UNIT I, JAWA TENGAH

Rr. MITA RAMAYATI PRATIWI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERANAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN

BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

DALAM UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN

DI KPH CEPU, PERUM PERHUTANI UNIT I, JAWA TENGAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Rr. Mita Ramayati Pratiwi

E 14203032

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

RINGKASAN

Rr. MITA RAMAYATI PRATIWI. Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA.

Salah satu permasalahan yang kerap terjadi dalam pengelolaan hutan jati di KPH Cepu yaitu terjadinya kebakaran hutan. Kebakaran ini bukanlah kebakaran yang terjadi secara alami atau karena faktor alam melainkan dipicu oleh kegiatan manusia, atau lebih dikenal dengan aktivitas pembakaran hutan. Mengingat tingginya aksesibilitas terhadap hutan, masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu komponen potensial untuk turut menjaga hutan. Terkait hal tersebut, maka diperlukan suatu upaya pendekatan terhadap masyarakat sekitar hutan melalui penataan hubungan sinergis antara pengelola hutan dengan masyarakat, salah satunya yaitu melalui program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

PHBM menekankan adanya kerjasama dalam hal pengelolaan hutan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan sehingga tercipta kepedulian untuk menjaga kelestarian hutan tersebut. Salah satunya dalam hal perlindungan hutan yaitu mengurangi gangguan keamanan tegakan jati seperti kebakaran hutan. Pelaksanaan kegiatan yaitu oleh anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), khususnya seksi keamanan.

Penelitian berlangsung di KPH Cepu selama bulan Juni hingga Juli 2007. Metode penelitian yaitu menggali informasi keterlibatan LMDH dalam pengendalian kebakaran hutan baik melalui wawancara, observasi lapangan dan juga pengumpulan data-data sekunder Pengamatan dilakukan pada 6 BKPH yang dipilih sebagai sampel penelitian. Untuk LMDH, pengamatan dilakukan terhadap satu LMDH yang terdapat di enam BKPH tersebut. Acuan pemilihan yaitu berdasar data statistik kebakaran hutan KPH Cepu, dan informasi mengenai lokasi/BKPH yang rawan terbakar, serta LMDH yang potensial. Analisa peranan pelaksanaan PHBM dalam pengendalian kebakaran hutan dilakukan dengan membandingkan data luas kebakaran (kondisi kebakaran hutan) pada kurun waktu sebelum penerapan PHBM dan setelah penerapan PHBM, sesuai pedoman evaluasi PHBM dari Perhutani dan juga uji statistik menggunakan Paired Sample T-test

Dari hasil evaluasi peran PHBM terhadap gangguan hutan menurut Perhutani, pelaksanaan PHBM memberikan hasil positif dalam hal penurunan luas kebakaran hutan tepatnya dari tahun 2002, tahun awal pelaksanaan PHBM, hingga tahun 2005. Dari hasil pengujian secara statistik diperoleh p-value sebesar 0,811, sehingga asumsi H0 diterima, yang berarti adanya PHBM tidak berpengaruh nyata terkait upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Cepu. Dapat disimpulkan PHBM telah berperan dalam pengendalian kebakaran hutan namun belum optimal. Adapun bentuk kegiatan masyarakat desa sekitar hutan antara lain terlibat aktif dalam deteksi dini dan pelaporan, patroli hutan, penyuluhan mengenai kebakaran hutan, serta membantu pemadaman kebakaran.


(4)

SUMMARY

Rr. MITA RAMAYATI PRATIWI. The Role of Collaborative Forest Management on Forest Fire Control Management in KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Central Java. Under supervision of LAILAN SYAUFINA.

One of most problems of KPH Cepu’s teak forest is forest fire. The fire that is happened there could not be categorized as a natural disaster because this problem usually caused by human activity, especially by the activity of people who lived around the forest.

Based on that case, Perum Perhutani (KPH Cepu) treats Community Collaboration in Forest Management as the solution. This is a programme that explores the collaboration between Perhutani and traditional peoples in manage forest in Cepu area. In KPH Cepu, the activity that is started in 2002, is not only about sharing the land, but also in all steps of forest management: from planting, forest protection, until harvesting. Forest fire control management is also a part of forest protection. Perum Perhutani hopes that this program could improve sense of care by the people around the forest to protect forest condition to reach forest sustainability.

The program (usually called PHBM in Indonesia), is held by people around the forest that is grouped into Forest Village People Community (LMDH in Indonesia). For forest protection activity is held by the people who joined that community especially the Forest Safety Division.

In this research, all the primary information and data was collected by doing interview and observation of the real condition there, and for the secondary data was collected from KPH Cepu’s official and also LMDH’s official. To know the result about the role between the program to Perhutani forest, all data and information was processed using statistical and Perhutani’s evaluation method. For statistical process is using paired sample t-test to present the effectiveness of the program into forest fire control management in teak forest of KPH Cepu. Besides that, the research also explains about kinds of activity that is held by the people joining the program.

From 12 Small Forest Management Units (BKPH) in KPH Cepu, observation is held in 6 BKPH. Information about LMDH was collected from one LMDH of those BKPHs. These 6 BKPHs was chosen by the forest fire condition there based on forest fire statistical data and also information from KPH official.

As the result of the test, the collaboration gives p-value 0.811. This score means that H0 assumption is accepted, that means that the program is not give a good impact to the forest fire control program in KPH Cepu. But, the program was decreased forest fire problems in Cepu for 3 years, 2002 until 2005 around 251 Ha in average.

The activities of Forest Safety division in forest fire control management are forest patrol and fire detection, also socialize about forest fire to village people.

Key words: forest fire, forest fire control program, role, Collaborative Forest Management, KPH Cepu


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2007

Mita Ramayati Pratiwi


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Rr. Mita Ramayati Pratiwi

NIM : E 14203032

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc. NIP: 131 849 392

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP: 131 578 788


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penulisan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini merupakan pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB.

Dalam penelitian yang berjudul ”Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah” ini, penulis mengkaji mengenai keefektifan maupun metode kegiatan kerjasama antara masyarakat sekitar hutan dengan pengusaha dalam hal pengendalian kebakaran hutan mengingat penyebab utama kebakaran hutan saat ini ialah aktivitas manusia sebagai pengguna api di hutan.

Penelitian berlangsung di KPH Cepu dari bulan Juni hingga bulan Juli yang difasilitasi oleh penelitian program Hibah Bersaing DIKTI 2007 yang berjudul Penilaian Kesehatan Hutan Produksi dengan Menggunakan Metode Forest Health Monitoring (FHM). Walau objek kajian tidak terlalu luas, sebatas satu KPH dari lingkup pengelolaan hutan jati di Jawa, namun diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi dan masukan mengenai bentuk kerjasama dengan masyarakat sekitar hutan dalam hal keikutsertaan menjaga hutan dan dapat diterapkan di wilayah pengelolaan hutan lainnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini maupun untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Desember 2007

Penulis


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1985, merupakan putri pertama dari pasangan Bapak H. RM. Drs. Soekamto Danardjaja, BBA dan Ibu Hj. Sumijati, BSc (almh).

Penulis lulus dari SMU Negeri 8 Jakarta pada tahun 2003, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor setelah lulus seleksi penerimaan mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di Fahutan IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan seperti Forest Management Students Club (FMSC) selama 2 periode (2004-2006) dengan amanah terakhir sebagai Bendahara, Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSBMR) juga selama 2 periode (2004-2006). Penulis juga terlibat aktif dalam kepanitiaan beberapa kegiatan mahasiswa baik tingkat Jurusan/Departemen, Fakultas maupun IPB. Memasuki semester 6 (tahun 2006) penulis memilih bidang peminatan khusus Kelompok Ilmu/Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan untuk kajian penyusunan tugas akhir. Pada tahun 2007, penulis berkesempatan melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di IUPHHK PT. ITCI KARTIKA UTAMA, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, serta mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XX di Unila, Lampung melalui pelaksanaan kegiatan PKM Pengabdian Masyarakat di Desa Hegarmanah, Sukabumi, Jabar.

Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah, di bawah bimbingan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam proses penelitian maupun penyusunan skripsi berjudul Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah ini, penulis memperoleh begitu banyak bantuan dan dukungan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Allah SWT, betapa karunia-Mu begitu besar bagi semua. Terima kasih ya Allah untuk semua yang telah kuperoleh hingga saat ini, begitupun tuntunanMu dalam proses penelitian ini, mulai dari inspirasi judul hingga penyusunan skripsi.

2. Papa tercinta dan Mama di surga, terima kasih untuk semua doa, nasehat, juga dorongan semangat yang tiada henti mengisi hari-hari kehidupan penulis. Penulis juga berterima kasih untuk seluruh keluarga penulis, untuk perhatian, semangat serta kasih sayang yang senantiasa penulis peroleh dalam hidup. 3. Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc., selaku dosen pembimbing atas kesempatan

yang ditawarkan sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini, juga pengarahan, bimbingan, dan kesabaran yang penulis peroleh selama proses penelitian, dari rencana, pelaksanaan hingga penyusunan tugas akhir ini.

4. Bapak Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, MSi, selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas berbagai masukannya bagi penulis.

5. Bapak Efendi Tri Bahtiar, S.Hut selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan atas kritik dan sarannya bagi penulis.

6. Ir. Kasno, M.Sc. atas kesempatan keikutsertaan penulis menjadi bagian dalam penelitian Program Hibah Bersaing (FHM 2007) serta bimbingan dan masukan serta nasehat yang sangat berharga bagi penulis.

7. Ibu Dr. Ir. Noor Farikha Haneda, MS. atas kesempatan keikutsertaan penulis dalam penelitian Program Hibah Bersaing (FHM 2007), juga bimbingan yang penulis peroleh selama ini.

8. DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS atas kesempatan pelaksanaan Penelitian Program Hibah Bersaing tahun 2007, sehingga penelitian ini dapat berlangsung.


(10)

9. Keluarga besar KPH dan Puslitbanghut Cepu atas segala bantuan dan pengarahan serta rasa kekeluargaan yang penulis peroleh selama pelaksanaan penelitian di Cepu.

10.Keluarga besar LMDH di wilayah KPH Cepu atas segala informasi dan kerjasama yang penulis dapatkan yang berperan besar dalam penelitian ini. 11.Bapak Dr. Ir. Chamim Mashar, MS. atas segala bantuan dan masukannya. 12.Bapak Soni Trison, S.Hut, M.Si. atas segala bantuan dan dukungannya

13.Mbak Vien dan Edo Muhammad Suhada, atas bantuannya baik waktu, pemikiran, serta supply semangatnya yang tiada henti. Mari berjuang !!

14.Keluarga besar KPAP DSVK Silvikultur untuk bantuan terkait permasalahan perizinan sebelum pelaksanaan kegiatan ke berbagai pihak dan hal akademik. 15.Saudara-saudariku seperjuangan (FHM crew 2007): Lukman Hakim, Mamat

Rahmat, Bagus Ary.W, Sopari Yantina, Novia Tri. M, dan Dwi Pratiwi (Wiwiek). Terima kasih untuk segala bantuan, dukungan, juga kasih sayang yang tercurah selama pelaksanaan perjuangan kita.

16.Bapak Wardana dan keluarga besar Lab. Kebakaran Hutan dan Lahan, juga teman-teman satu lab : Bagus, Lukman, Sopa dan Ade W, untuk bantuan kerjasama serta kekeluargaan yang penulis peroleh selama ini.

17.Staff Perpustakaan IPB, atas segala bantuan yang penulis dapatkan.

18.Saudara-saudariku BDH 40 (Silvicrew 40) atas semua hal yang telah dijalani bersama selama ini yang memberi warna-warni dalam perjuangan penulis. 19.Rekan-rekanku seangkatan (THH, MNH dan KSH 40), kakak-kakakku

(Fahutan 37,38, dan 39) dan adik-adikku (Fahutan 41,42, dan 43), serta semua teman satu perjuangan di bumi kampus IPB yang juga mewarnai kehidupan penulis selama ini. Semoga silaturahmi kita dapat terus terjaga.

20.Ibu Har dan saudari-saudariku anggota Diastin Family (38-42), atas keindahan kebersamaan kita selama ini. Semoga tali silaturahmi kita tiada terhenti.

21.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu di sini.

Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi yang memerlukan.

Desember, 2007 Penulis


(11)

PERANAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN

BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

DALAM UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN

DI KPH CEPU, PERUM PERHUTANI UNIT I, JAWA TENGAH

Rr. MITA RAMAYATI PRATIWI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PERANAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN

BERSAMA MASYARAKAT (PHBM)

DALAM UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN

DI KPH CEPU, PERUM PERHUTANI UNIT I, JAWA TENGAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Rr. Mita Ramayati Pratiwi

E 14203032

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

RINGKASAN

Rr. MITA RAMAYATI PRATIWI. Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA.

Salah satu permasalahan yang kerap terjadi dalam pengelolaan hutan jati di KPH Cepu yaitu terjadinya kebakaran hutan. Kebakaran ini bukanlah kebakaran yang terjadi secara alami atau karena faktor alam melainkan dipicu oleh kegiatan manusia, atau lebih dikenal dengan aktivitas pembakaran hutan. Mengingat tingginya aksesibilitas terhadap hutan, masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu komponen potensial untuk turut menjaga hutan. Terkait hal tersebut, maka diperlukan suatu upaya pendekatan terhadap masyarakat sekitar hutan melalui penataan hubungan sinergis antara pengelola hutan dengan masyarakat, salah satunya yaitu melalui program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

PHBM menekankan adanya kerjasama dalam hal pengelolaan hutan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan sehingga tercipta kepedulian untuk menjaga kelestarian hutan tersebut. Salah satunya dalam hal perlindungan hutan yaitu mengurangi gangguan keamanan tegakan jati seperti kebakaran hutan. Pelaksanaan kegiatan yaitu oleh anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), khususnya seksi keamanan.

Penelitian berlangsung di KPH Cepu selama bulan Juni hingga Juli 2007. Metode penelitian yaitu menggali informasi keterlibatan LMDH dalam pengendalian kebakaran hutan baik melalui wawancara, observasi lapangan dan juga pengumpulan data-data sekunder Pengamatan dilakukan pada 6 BKPH yang dipilih sebagai sampel penelitian. Untuk LMDH, pengamatan dilakukan terhadap satu LMDH yang terdapat di enam BKPH tersebut. Acuan pemilihan yaitu berdasar data statistik kebakaran hutan KPH Cepu, dan informasi mengenai lokasi/BKPH yang rawan terbakar, serta LMDH yang potensial. Analisa peranan pelaksanaan PHBM dalam pengendalian kebakaran hutan dilakukan dengan membandingkan data luas kebakaran (kondisi kebakaran hutan) pada kurun waktu sebelum penerapan PHBM dan setelah penerapan PHBM, sesuai pedoman evaluasi PHBM dari Perhutani dan juga uji statistik menggunakan Paired Sample T-test

Dari hasil evaluasi peran PHBM terhadap gangguan hutan menurut Perhutani, pelaksanaan PHBM memberikan hasil positif dalam hal penurunan luas kebakaran hutan tepatnya dari tahun 2002, tahun awal pelaksanaan PHBM, hingga tahun 2005. Dari hasil pengujian secara statistik diperoleh p-value sebesar 0,811, sehingga asumsi H0 diterima, yang berarti adanya PHBM tidak berpengaruh nyata terkait upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Cepu. Dapat disimpulkan PHBM telah berperan dalam pengendalian kebakaran hutan namun belum optimal. Adapun bentuk kegiatan masyarakat desa sekitar hutan antara lain terlibat aktif dalam deteksi dini dan pelaporan, patroli hutan, penyuluhan mengenai kebakaran hutan, serta membantu pemadaman kebakaran.


(14)

SUMMARY

Rr. MITA RAMAYATI PRATIWI. The Role of Collaborative Forest Management on Forest Fire Control Management in KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Central Java. Under supervision of LAILAN SYAUFINA.

One of most problems of KPH Cepu’s teak forest is forest fire. The fire that is happened there could not be categorized as a natural disaster because this problem usually caused by human activity, especially by the activity of people who lived around the forest.

Based on that case, Perum Perhutani (KPH Cepu) treats Community Collaboration in Forest Management as the solution. This is a programme that explores the collaboration between Perhutani and traditional peoples in manage forest in Cepu area. In KPH Cepu, the activity that is started in 2002, is not only about sharing the land, but also in all steps of forest management: from planting, forest protection, until harvesting. Forest fire control management is also a part of forest protection. Perum Perhutani hopes that this program could improve sense of care by the people around the forest to protect forest condition to reach forest sustainability.

The program (usually called PHBM in Indonesia), is held by people around the forest that is grouped into Forest Village People Community (LMDH in Indonesia). For forest protection activity is held by the people who joined that community especially the Forest Safety Division.

In this research, all the primary information and data was collected by doing interview and observation of the real condition there, and for the secondary data was collected from KPH Cepu’s official and also LMDH’s official. To know the result about the role between the program to Perhutani forest, all data and information was processed using statistical and Perhutani’s evaluation method. For statistical process is using paired sample t-test to present the effectiveness of the program into forest fire control management in teak forest of KPH Cepu. Besides that, the research also explains about kinds of activity that is held by the people joining the program.

From 12 Small Forest Management Units (BKPH) in KPH Cepu, observation is held in 6 BKPH. Information about LMDH was collected from one LMDH of those BKPHs. These 6 BKPHs was chosen by the forest fire condition there based on forest fire statistical data and also information from KPH official.

As the result of the test, the collaboration gives p-value 0.811. This score means that H0 assumption is accepted, that means that the program is not give a good impact to the forest fire control program in KPH Cepu. But, the program was decreased forest fire problems in Cepu for 3 years, 2002 until 2005 around 251 Ha in average.

The activities of Forest Safety division in forest fire control management are forest patrol and fire detection, also socialize about forest fire to village people.

Key words: forest fire, forest fire control program, role, Collaborative Forest Management, KPH Cepu


(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2007

Mita Ramayati Pratiwi


(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Rr. Mita Ramayati Pratiwi

NIM : E 14203032

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc. NIP: 131 849 392

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP: 131 578 788


(17)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penulisan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini merupakan pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB.

Dalam penelitian yang berjudul ”Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah” ini, penulis mengkaji mengenai keefektifan maupun metode kegiatan kerjasama antara masyarakat sekitar hutan dengan pengusaha dalam hal pengendalian kebakaran hutan mengingat penyebab utama kebakaran hutan saat ini ialah aktivitas manusia sebagai pengguna api di hutan.

Penelitian berlangsung di KPH Cepu dari bulan Juni hingga bulan Juli yang difasilitasi oleh penelitian program Hibah Bersaing DIKTI 2007 yang berjudul Penilaian Kesehatan Hutan Produksi dengan Menggunakan Metode Forest Health Monitoring (FHM). Walau objek kajian tidak terlalu luas, sebatas satu KPH dari lingkup pengelolaan hutan jati di Jawa, namun diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi dan masukan mengenai bentuk kerjasama dengan masyarakat sekitar hutan dalam hal keikutsertaan menjaga hutan dan dapat diterapkan di wilayah pengelolaan hutan lainnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini maupun untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. Penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Desember 2007

Penulis


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1985, merupakan putri pertama dari pasangan Bapak H. RM. Drs. Soekamto Danardjaja, BBA dan Ibu Hj. Sumijati, BSc (almh).

Penulis lulus dari SMU Negeri 8 Jakarta pada tahun 2003, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor setelah lulus seleksi penerimaan mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di Fahutan IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan seperti Forest Management Students Club (FMSC) selama 2 periode (2004-2006) dengan amanah terakhir sebagai Bendahara, Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSBMR) juga selama 2 periode (2004-2006). Penulis juga terlibat aktif dalam kepanitiaan beberapa kegiatan mahasiswa baik tingkat Jurusan/Departemen, Fakultas maupun IPB. Memasuki semester 6 (tahun 2006) penulis memilih bidang peminatan khusus Kelompok Ilmu/Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan untuk kajian penyusunan tugas akhir. Pada tahun 2007, penulis berkesempatan melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di IUPHHK PT. ITCI KARTIKA UTAMA, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, serta mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XX di Unila, Lampung melalui pelaksanaan kegiatan PKM Pengabdian Masyarakat di Desa Hegarmanah, Sukabumi, Jabar.

Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah, di bawah bimbingan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc.


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam proses penelitian maupun penyusunan skripsi berjudul Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah ini, penulis memperoleh begitu banyak bantuan dan dukungan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Allah SWT, betapa karunia-Mu begitu besar bagi semua. Terima kasih ya Allah untuk semua yang telah kuperoleh hingga saat ini, begitupun tuntunanMu dalam proses penelitian ini, mulai dari inspirasi judul hingga penyusunan skripsi.

2. Papa tercinta dan Mama di surga, terima kasih untuk semua doa, nasehat, juga dorongan semangat yang tiada henti mengisi hari-hari kehidupan penulis. Penulis juga berterima kasih untuk seluruh keluarga penulis, untuk perhatian, semangat serta kasih sayang yang senantiasa penulis peroleh dalam hidup. 3. Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc., selaku dosen pembimbing atas kesempatan

yang ditawarkan sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini, juga pengarahan, bimbingan, dan kesabaran yang penulis peroleh selama proses penelitian, dari rencana, pelaksanaan hingga penyusunan tugas akhir ini.

4. Bapak Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, MSi, selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas berbagai masukannya bagi penulis.

5. Bapak Efendi Tri Bahtiar, S.Hut selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan atas kritik dan sarannya bagi penulis.

6. Ir. Kasno, M.Sc. atas kesempatan keikutsertaan penulis menjadi bagian dalam penelitian Program Hibah Bersaing (FHM 2007) serta bimbingan dan masukan serta nasehat yang sangat berharga bagi penulis.

7. Ibu Dr. Ir. Noor Farikha Haneda, MS. atas kesempatan keikutsertaan penulis dalam penelitian Program Hibah Bersaing (FHM 2007), juga bimbingan yang penulis peroleh selama ini.

8. DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS atas kesempatan pelaksanaan Penelitian Program Hibah Bersaing tahun 2007, sehingga penelitian ini dapat berlangsung.


(20)

9. Keluarga besar KPH dan Puslitbanghut Cepu atas segala bantuan dan pengarahan serta rasa kekeluargaan yang penulis peroleh selama pelaksanaan penelitian di Cepu.

10.Keluarga besar LMDH di wilayah KPH Cepu atas segala informasi dan kerjasama yang penulis dapatkan yang berperan besar dalam penelitian ini. 11.Bapak Dr. Ir. Chamim Mashar, MS. atas segala bantuan dan masukannya. 12.Bapak Soni Trison, S.Hut, M.Si. atas segala bantuan dan dukungannya

13.Mbak Vien dan Edo Muhammad Suhada, atas bantuannya baik waktu, pemikiran, serta supply semangatnya yang tiada henti. Mari berjuang !!

14.Keluarga besar KPAP DSVK Silvikultur untuk bantuan terkait permasalahan perizinan sebelum pelaksanaan kegiatan ke berbagai pihak dan hal akademik. 15.Saudara-saudariku seperjuangan (FHM crew 2007): Lukman Hakim, Mamat

Rahmat, Bagus Ary.W, Sopari Yantina, Novia Tri. M, dan Dwi Pratiwi (Wiwiek). Terima kasih untuk segala bantuan, dukungan, juga kasih sayang yang tercurah selama pelaksanaan perjuangan kita.

16.Bapak Wardana dan keluarga besar Lab. Kebakaran Hutan dan Lahan, juga teman-teman satu lab : Bagus, Lukman, Sopa dan Ade W, untuk bantuan kerjasama serta kekeluargaan yang penulis peroleh selama ini.

17.Staff Perpustakaan IPB, atas segala bantuan yang penulis dapatkan.

18.Saudara-saudariku BDH 40 (Silvicrew 40) atas semua hal yang telah dijalani bersama selama ini yang memberi warna-warni dalam perjuangan penulis. 19.Rekan-rekanku seangkatan (THH, MNH dan KSH 40), kakak-kakakku

(Fahutan 37,38, dan 39) dan adik-adikku (Fahutan 41,42, dan 43), serta semua teman satu perjuangan di bumi kampus IPB yang juga mewarnai kehidupan penulis selama ini. Semoga silaturahmi kita dapat terus terjaga.

20.Ibu Har dan saudari-saudariku anggota Diastin Family (38-42), atas keindahan kebersamaan kita selama ini. Semoga tali silaturahmi kita tiada terhenti.

21.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu di sini.

Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi yang memerlukan.

Desember, 2007 Penulis


(21)

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR TABEL ... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Kerangka Pemikiran ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Api dan Kebakaran Hutan ... 5 2.2 Sebab-sebab Kebakaran Hutan ... 6 2.3 Pengaruh Kebakaran Hutan ... 9 2.4 Pengendalian Kebakaran Hutan ... 10 2.5 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 14 (PHBM)

BAB III. METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18 3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Jenis Data ……… 18

3.4 Metode Pengumpulan Data ………. 19 3.5 Metode Analisis Data ... 20

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum KPH Cepu ... 23 4.2 Keorganisasian dan Pembagian Wilayah Kerja ... 24 4.3 Kegiatan Kerja Kehutanan ... 26 4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 27

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kejadian Kebakaran Hutan di KPH Cepu ... 33 5.2 Kondisi pelaksanaan PHBM di Cepu ... 42 5.3 Peranan PHBM dalam Pengendalian Kebakaran Hutan 49


(23)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 62 6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(24)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi luas areal terbakar ... 10 2. Pembagian wilayah hutan KPH Cepu ... 24 3. Keadaan lapangan bagian hutan di KPH Cepu ... 24 4. Pembagian wilayah kerja KPH Cepu ... 26 5. Kejadian kebakaran hutan per BKPH di KPH Cepu periode

tahun 1996 hingga 2006 (tanpa tahun 1999) ... 34 6. Frekuensi kejadian kebakaran hutan berdasarkan klasifikasi luas

kebakaran hutan menurut Chandler et al. (1983) dari 6 wilayah

BKPH di KPH Cepu selama tahun 2001-2006 ……….. 38 7. Deskripsi kondisi beberapa LMDH di wilayah KPH Cepu ... . 44 8. Data Rekapitulasi Gangguan Hutan : Kebakaran Hutan

Tahun 2000 - 2006 KPH Cepu ... 56


(25)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Skema kerangka pemikiran penelitian ... 3 2. Proses pembakaran ... 5 3. Indutri kerajinan ukiran tunggak jati (BKPH Cabak) ... 32 4. Kondisi kejadian kebakaran hutan di KPH Cepu periode tahun

1996 hingga 2006 berdasarkan luas areal yang terbakar ... 35 5. Rata-rata luas kebakaran hutan tiap BKPH di KPH Cepu

periode1996-2006 ... 37 6. Frekuensi kejadian kebakaran hutan per BKPH di KPH Cepu

dalam periode 1996-2006 ... 37 7. Areal bekas terbakar di BKPH Pasarsore, KPH Cepu ... 39 8. Grafik musim kebakaran di KPH Cepu ……… 41 9. Kegiatan LMDH terkait pemanfaatan dana sharing Perhutani .... 46 10. Pengangkutan tunggak, bentuk usaha LMDH dan warga ... 47 11. Papan peringatan larangan membakar hutan ... 49 12. Kegiatan patroli hutan rutin (berjaga di pos keamanan) ... 52 13. Pos Penjagaan Hutan di BKPH Pasarsore (a) dan BKPH Cabak (b) 53 14. Kegiatan penyuluhan kebakaran hutan di Desa Cabak ………….. 54 15. Menara pengawas hutan di Gubug Payung, BKPH Pasarsore ... 59 16. Alat pemadam kebakaran milik pengurus LMDH ... 60


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Proporsi berbagi sharing antara Perhutani dan LMDH 68 2. Peta wilayah KPH Cepu ……… 69 3. Data Kebakaran per-per BKPH Cepu tahun 1996-2006 ………… 71 4. Peta curah hujan propinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta ….. 72 5. Data kebakaran hutan per petak untuk 6 BKPH di KPH Cepu

Periode 2000 s.d. 2006 ………... 73 6. Daftar LMDH wilayah KPH Cepu (sampai dengan Juni 2007) … 74 7. Rekapitulasi realisasi sharing produksi kayu jati KPH Cepu …… 75 8. Susunan pengurus LMDH ………. 77 9. Jadwal patroli seksi keamanan beberapa LMDH KPH Cepu …… 79 10. Laporan kebakaran hutan ……….. 82 11. Surat keterangan tugas Sie. Keamanan LMDH Tunggak Semi … 87 12. Hasil pengujian statistik : T-Test ……….. 88 13. Penghitungan penurunan luas area terbakar KPH Cepu ………… 89 14. Klasifikasi luas area terbakar per tahun per BKPH ……….. 90 15. Frekuensi kebakaran hutan tiap bulan di 6 BKPH tahun 2001-2006 91


(27)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kekayaan alam yang juga berperan besar sebagai aset bangsa Indonesia ialah sumber daya hutan. Produksi hasil hutan, baik kayu maupun hasil hutan non-kayu merupakan sumber pemasukan negara terbesar kedua setelah sektor migas. Oleh sebab itu keberadaan hutan penting untuk dilestarikan. Namun hingga saat ini kelestarian hutan Indonesia makin terancam dengan semakin maraknya gangguan-gangguan hutan, antara lain pengurangan luasan areal fisik hutan karena kejadian kebakaran dan perambahan lahan, atau gangguan terhadap

tegakan hutannya sendiri meliputi kasus penebangan liar (illegal logging),

gangguan akibat adanya hama atau juga penyakit, juga penggembalaan yang dilakukan di dalam areal hutan.

Kebakaran hutan merupakan satu dari gangguan tersebut, namun kerusakan yang ditimbulkannya sangatlah besar. Kebakaran tak hanya menghabiskan tegakan, tetapi dapat merusak kondisi tempat hidup (tapak) terutama untuk kasus kebakaran bawah dan permukaan. Gangguan ini hampir setiap tahun terjadi di kawasan hutan di Indonesia. Kebakaran tak hanya terjadi di hutan alam yang terkadang masih sulit dijangkau aksesnya tetapi juga di hutan tanaman yang pengelolaannya lebih terpantau. Fenomena ini tentunya menimbulkan kerugian bagi pengelola hutan khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.

Salah satu contoh hutan tanaman yaitu hutan jati di wilayah Jawa yang pengelolaannya dilakukan oleh Perum Perhutani, seperti halnya hutan jati di KPH Cepu yang pengelolaannya dibawah Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Tegakan di KPH Cepu ini juga rawan terkena kasus kebakaran hutan. Walaupun aksesibilitas ke dalam hutan terbilang mudah, namun tetap saja hampir di setiap tahun ditemukan kebakaran melanda hutan di dalam wilayah KPH tersebut.

Kondisi iklim Indonesia yang memiliki curah hujan serta kelembaban tinggi menyebabkan kemungkinan terjadinya kebakaran karena faktor alam sangat kecil terjadi, sehingga hampir seluruh kasus kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia


(28)

2

disebabkan karena adanya campur tangan manusia. Dapat dikatakan kasus tersebut bukanlah kebakaran hutan, melainkan pembakaran hutan. Umumnya kejadian ini marak pada hutan-hutan yang arealnya berdekatan dengan lokasi pemukiman penduduk dan intensitas interaksi masyarakat terhadap hutan tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya pengendalian kebakaran hutan kini lebih ditekankan pada upaya-upaya pendekatan kepada masyarakat untuk menghentikan kegiatan pembakaran hutan maupun lahan. Upaya pengendalian kebakaran hutan sendiri terdiri dari tiga hal yakni pencegahan, pemadaman, dan penggunaan api untuk tujuan tertentu dalam pengelolaan hutan. Dalam hal ini, pencegahan merupakan hal yang lebih utama untuk diupayakan, mengingat besarnya biaya untuk pemadaman dan kerugian yang ada bila kebakaran telah terjadi.

Pencegahan kebakaran hutan meliputi kegiatan 3E, yakni Education

(pendidikan), Engineering (teknis), dan (Law) Enforcement (penegakan hukum).

Untuk setiap upaya pencegahan kebakaran hutan, pengelola hutan selalu berpedoman pada ketiga hal tadi, adapun bentuk kegiatan di lapangan dapat bervariasi dan berkembang.

Pihak Perum Perhutani (termasuk KPH Cepu) ikut serta menerapkan kegiatan pencegahan kebakaran hutan yang dititikberatkan pada upaya pendekatan kepada masyarakat, salah satunya melalui pelaksanaan program PHBM (Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat). Kegiatan-kegiatan dalam PHBM ini diadakan dalam rangka menjalin kerjasama dengan masyarakat sekitar hutan, agar tercipta rasa ikut memiliki hutan sehingga masyarakat tidak menjadi pelaku kerusakan hutan seperti melakukan aktivitas pembakaran melainkan menjadi rekan kerja dalam pengendalian masalah tersebut, terutama dalam upaya pencegahan kasus kebakaran hutan.

Namun hingga saat ini peran program PHBM dalam upaya pengendalian kebakaran hutan masih kurang dikaji dan dipublikasikan, sehingga masih diperlukan adanya penelitian mengenai hubungan keduanya dan keefektifan penerapannya, dimana bila terbukti efektif, maka program ini dapat dijadikan salah satu model upaya pengendalian kebakaran hutan yang dapat diadopsi oleh pengelola-pengelola hutan lainnya.


(29)

3

1.2. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang serta hal yang ingin dicapai, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat terlihat pada gambar berikut :

KPH CEPU

PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

Tegakan Jati di Wilayah Cepu

Perlu upaya pengendalian :

Pendekatan masyarakat

PHBM

Peranan PHBM dalam Upaya Pengendalian

Kebakaran Hutan di wilayah KPH Cepu

Gangguan Hutan : KEBAKARAN HUTAN 99% penyebab karena ulah manusia

(Pembakaran)

Pengelola

PHBM melalui LMDH merupakan bentuk kerjasama masyarakat sekitar hutan dengan Perhutani untuk ikut merawat hutan, termasuk menjaga hutan dari gangguan, salah satunya kebakaran hutan.

1. Kejadian kebakaran KPH Cepu (’96-’06)

2. Keefektifan PHBM dalam pengendalian

kebakaran hutan di KPH Cepu

3. Kegiatan LMDH dalam upaya pengendalian

kebakaran hutan


(30)

4

1.3. Tujuan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk :

a. Menganalisa kejadian kebakaran hutan berupa luas area terbakar dan frekeunsi kebakaran hutan dalam kurun waktu sebelum diterapkannya program PHBM dan setelah penerapan PHBM.

b. Menguraikan bentuk-bentuk kerjasama masyarakat melalui LMDH dengan Perhutani dalam hal penanggulangan kasus kebakaran hutan di KPH Cepu yang disesuaikan dengan Prinsip Pengendalian Kebakaran Hutan.

c. Menguji keefektifan penerapan program PHBM dalam upaya pengendalian kebakaran hutan, dimana kelak dapat dimodifikasi untuk dapat diterapkan di daerah lain.

1.4.. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keefektifan penerapan program PHBM dalam upaya pengendalian kebakaran hutan, dimana konsep PHBM ini dapat dimodifikasi dan diterapkan oleh pengelola hutan di wilayah lain yang juga memiliki kendala terkait interaksi negatif antara masyarakat sekitar hutan dengan kawasan hutan yang dikelolanya.


(31)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Api dan Kebakaran Hutan

Menurut Brown dan Davis (1973), api dalam kebakaran merupakan gejala fisik alam yang terjadi karena adanya kombinasi antara sumber penyalaan

(temperatur penyalaan/panas), oksigen, dan bahan-bahan sebagai bahan bakar,

serta mempunyai karakteristik yaitu bersifat panas, berpijar, dan biasanya menyala. Kombinasi ketiga hal tersebut kini lebih dikenal dengan segitiga api. Bila salah satu komponen tersebut tidak tesedia, maka kecil kemungkinan api dapat menyala.

Kebakaran hutan adalah suatu proses pembakaran yang gerakannya bebas dan menghabiskan bahan-bahan bakar dalam hutan, seperti : tunggak-tunggak, rumput-rumputan, biji-bijian, semak, tanah, maupun pepohonan keseluruhan (Rachmatsjah 1985). Tambahan penting menyangkut pengertian kebakaran hutan yaitu setiap kebakaran yang bukan dilakukan secara sengaja pada areal-areal yang tidak direncanakan. Apabila kebakaran terjadi karena adanya unsur kesengajaan, maka tidak disebut kebakaran melainkan pembakaran (Saharjo 2003).

Proses kebakaran hutan terjadi bukan saja melalui proses kimia melainkan juga proses fisika yang menghabiskan bahan-bahan berkayu serta

merubah strukturnya sambil melepaskan energi panas. Adapun proses pembakaran dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.

Karbondioksida (CO2) + Air + Energi (panas)

Sellulosa + Oksigen + Energi

(bahan bakar) (O2) (temperatur tinggi)


(32)

6

Api dalam proses pembakaran di atas mempunyai potensi merusak. Namun,

tidak semua dampaknya bersifat merusak. Setelah melaksanakan pengamatan, diketahui bahwa ternyata di alam pembakaran dapat mempercepat proses penguraian bahan-bahan yang tertimbun serta membantu dalam usaha-usaha pengelolaaan hutan dalam rangka pembersihan lapangan, yang akan memperingan pekerjaan bidang penanaman.

2.2. Sebab-Sebab Kebakaran Hutan

Dalam pengendalian kebakaran hutan, hal utama yang perlu terlebih dahulu diketahui yaitu sebab-sebab kebakaran, karena sebab ini akan berpengaruh terhadap perencanaan, penanggulangan, dan pemadaman, serta upaya antisipasinya kelak sebagai upaya pencegahan.

Sumber api penyebab kebakaran hutan dapat dibagi dua : alam dan ulah manusia. Adapun sumber dari alam dapat karena petir, batubara, dan gesekan kayu. Sedangkan sumber akibat ulah manusia diantaranya sengaja membakar, puntung rokok yang disambung dengan botol yang berisi minyak tanah atau sebungkus korek api, penggunaan obor minyak tanah untuk penyulut api, konflik sosial, api unggun, iseng, operasi pembalakan (Saharjo 2003).

Sebagai faktor alam, api dari petir berpotensi sangat kecil menjadi penyebab kebakaran hutan Indonesia. Sebagai negara dengan curah hujan tinggi, di Indonesia bila ada petir maka akan disertai turunnya hujan, sehingga dapat langsung memadamkan bila sempat terjadi nyala api akibat petir. Sedangkan faktor cuaca pernah melatarbelakangi terjadinya kebakaran hutan besar-besaran di Indonesia, khususnya kebakaran hutan tahun 1997-1998 dan 2002, yaitu karena adanya pengaruh kemarau panjang akibat El-Nino.

Kebakaran hutan di Indonesia menurut Asian Development Bank (ADB)

tahun 1997/1998 diacu dalam Sumantri (2003) disebabkan 99% oleh perbuatan manusia dan 1% oleh faktor alam. Kasus akibat oleh manusia dapat terjadi karena disengaja (pembakaran hutan) maupun tidak disengaja (unsur kelalaian). Pembakaran hutan umumnya dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu, yang seringkali sangat kompleks dan sukar untuk ditelusuri. Hal ini yang menyulitkan upaya pendekatan untuk penanggulangan masalah kebakaran hutan.


(33)

7

Berdasarkan kaji ulang penelitian mengenai kasus kebakaran hutan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam diketahui bahwa beberapa aktifitas manusia yang menjadi penyebab kebakaran hutan di beberapa daerah Indonesia diantaranya sebagai berikut (Wibowo 2003) :

a. Sumatera Selatan : kegiatan perladangan dan usaha mendapatkan rumput

untuk ternak.

b. Kalimantan Selatan (Riam Kanan) : terjadinya kebakaran pada areal reboisasi

karena api yang merambat dari penyiapan lahan masyarakat untuk perladangan.

c. Jawa Timur (KPH Banyuwangi) : kebakaran terjadi akibat penggunaan api

oleh para pencari rotan dan madu.

d. Jawa Barat (Gunung Ciremai) : kebakaran terjadi akibat pendaki gunung atau

wisatawan yang lalai dalam penggunaan api.

Siswanto (1993) mengungkapkan beberapa motivasi manusia untuk menimbulkan api di hutan bermacam-macam, misalnya:

a. Perladangan berpindah, yang masih merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

sebagian masyarakat yang hidup di dalam hutan.

b. Pembakaran alang-alang dalam rangka melaksanakan reboisasi di lahan kritis,

yang sering kali atau terkadang tidak dapat dikendalikan lagi sehingga berakibat pada terjadinya kebakaran yang luas

c. Pembakaran alang-alang pada padang penggembalaan dengan tujuan

mendapatkan rumput-rumput baru yang segar sebagai pakan ternak.

d. Perburuan binatang liar di hutan yang sering terjadi dan umumnya disertai

dengan membuat sumber api, baik untuk menghangatkan diri ataupun untuk merangsang hewan buruan.

e. Rekreasi dan perkemahan di hutan yang kurang hati-hati sehingga dapat

mengakibatkan menjalarnya sisa sumber api yang ditinggalkan.

f. Khusus untuk hutan di Pulau Jawa sering dijumpai adanya unsur kesengajaan

membakar hutan sebagai akibat dari adanya rasa sakit hati kepada petugas pengelola hutan, pengalihan perhatian petugas untuk memepermudah

pengambilan rencek (kayu bakar), merangsang turunnya hujan dan


(34)

8

Sumber api penyebab kebakaran hutan pada umumnya sangat erat hubungannya dengan kegiatan manusia dalam menggunakan api serta kesadaran mereka akan bahaya yang ditimbulkan oleh api apabila tidak terkendalikan. Sumantri (2003) menggolongkan jenis kegiatan manusia yang sering dilaporkan sebagai penyebab kebakaran hutan di Indonesia atas tiga kelompok kategori, yaitu sebagai berikut:

a. Contoh Kelompok Kelalaian:

Wisatawan yang meninggalkan api unggun setelah berkemah di hutan, pencari lebah madu yang menggunakan obor dalam aktivitasnya, pembuat arang di dalam hutan, dll.

b. Contoh Kelompok Kesengajaaan:

Pembakaran oleh pencuri kayu hutan dengan tujuan mengalihkan perhatian petugas, pemburu liar yang menggunakan api untuk menarik hewan buruannya, membakar untuk kesenangan (kasus di NTT), adanya konflik penguasaan lahan yang tak berakhir damai sehingga membakar hutan membakar untuk mendapat bahan pakan ternak, dll.

c. Kelompok Kesengajaan Membakar Limbah Vegetasi

Setelah ada keputusan melarang kegiatan membakar limbah vegetasi, maka perusahaan pengelolaan hutan yang melakukan kegiatan ini pasca persiapan lahannya dapat dikenakan tuduhan sebagai pelaku pembakaran dan terkena sanksi yang cukup berat. Maka banyak pengelola tersebut yang memanfaatkan tenaga petani/masyarakat sekitar untuk membersihkan lahan mereka, atau sengaja membakar ladang atau lahan lain untuk menyamarkan sumber api, atau lokasi awal kebakaran tersebut.

Kondisi kesejahteraan sosial masyarakat sekitar hutan memegang kunci dalam hal adanya tekanan maupun gangguan pada hutan seperti terjadinya kebakaran. Adapun sumber utama masalah kebakaran hutan dan lahan terkait manusia meliputi dua hal pokok, yaitu kesejahteraan dan tingkat pendidikan penduduk di sekitar dan di dalam hutan yang masih rendah. Apabila masyarakat di sekitar hutan, yang umumnya hidup dengan kondisi serba kekurangan, tidak ditunjang dengan upaya pendidikan dan peningkatan kesadaran akan arti dan fungsi hutan maka akan cenderung menimbulkan tekanan bagi hutan.


(35)

9

2.3. Pengaruh Kebakaran Hutan

Pengaruh kebakaran hutan sangat beragam, namun dapat dikelompokkan ke dalam pengaruh ekologis (terganggunya siklus nutrisi alami, terhambatnya dekomposisi, siklus hidrologi, atau suhu global), ekonomis (menurunkan produksi pertanian, gangguan transpotasi maupun aktivitas akibat asap), sosial dan kesehatan (maraknya wabah ISPA pada penduduk), bahkan psikologis dan politis (Suratmo 2003). Pengaruh ini ada yang sudah terjadi dan terasa pada saat kebakaran berlangsung tetapi ada pula yang hingga bertahun-tahun pasca kejadian (Rachmatsjah 1985).

Besarnya pengaruh kebakaran pada suatu hutan tergantung pada berbagai faktor, diantaranya tipe kebakaran, intensitas api, frekuensi kebakaran dan lama kebakaran, luas areal yang terbakar, tipe hutan, umur pohon dan ketahanan pohon

terhadap api (Husaeni 1994).

Adapun tekanan bagi hutan akibat kebakaran yaitu kerusakan areal hutan tersebut. Berikut tersaji klasifikasi kebakaran hutan menurut besarnya atau luasan

areal yang terbakar (Hawley & Stickel 1948 diacu dalamRachmatsjah 1985) :

Kelas A : areal yang terbakar seluas 0.25 acre (0.10 ha)

Kelas B : areal yang terbakar antara 1,5 - < 10 acre (0,61 – ≤ 4,05 ha)

Kelas C : areal yang terbakar antara 10 - < 100 acre (4,05 – < 40,47 ha)

Kelas D : areal yang terbakar antara 100 - < 300 acre (40,47 – 121,41 ha)

Kelas E : areal yang terbakar luasannya > 300 acre (≥ 121,41 ha)

(Catatan : 1 acre = 0.40469 ha).

Sejalan dengan perkembangan, terdapat klasifikasi lain untuk luas areal

terbakar menurut Chandler et al. (1983), yang lebih lengkap dalam


(36)

10

Tabel 1. Klasifikasi luas areal terbakar

Kelas areal Luas areal terbakar (acre) Luas areal terbakar (Ha)

A ≤ 0.25 ≤ 0.10

B 0.26 – 9 0.11 – 3.64

C 10 – 99 4.05 – 40.06

D 100 – 200 40.47 – 80.94

E 300 – 999 121.41 – 404.29

F 1000 – 4999 404.69 – 2023.05

G ≥ 5.000 ≥ 2023.45

Sumber : Chandler et al. (1983)

2.4. Pengendalian Kebakaran Hutan

Menurut Husaeni (2003), pengendalian kebakaran hutan (forest fire

management) adalah semua aktivitas untuk melindungi hutan dari kebakaran liar maupun penggunaan api secara sengaja, dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan hutan.

Pengendalian kebakaran ini mencakup tiga komponen kegiatan, yaitu : a. Mencegah terjadinya kebakaran hutan.

b. Memadamkan kebakaran hutan dengan segera sewaktu api masih kecil. c. Penggunaan api untuk tujuan-tujuan tertentu dalam pengelolaan hutan.

Sedangkan Suratmo (1974) mengemukakan bahwa pengendalian kebakaran hutan tidaklah hanya meliputi aktivitas dalam pemadamannya saja, tetapi juga meliputi pencegahan dan aktivitas persiapan pemadaman kebakaran.

Dalam aplikasinya di lapangan, upaya pengendalian kebakaran memerlukan perencanaan yang matang. Hal ini merupakan tugas dari pengelola hutan setempat yang juga bertanggung jawab dalam hal pengendalian kebakaran. Upaya ini juga harus terus dievaluasi dan direvisi setiap tahun, mengingat kondisi musim dan karakteristik bahan bakar yang perubahannya sangat dinamis bahkan untuk di suatu kawasan yang sama sekalipun.


(37)

11

2.4.1. Pencegahan Kebakaran Hutan

Dari ketiga komponen upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan diatas, terlihat pencegahan berada di posisi teratas, juga menjadi hal yang jauh lebih utama untuk dilakukan. Karena bila kebakaran sudah terjadi, maka yang muncul hanyalah kerugian, seperti kehilangan aset berupa potensi hutan, harus melakukan pemadaman hingga upaya perbaikan kualitas lahan bekas terbakar, dimana biaya pengadaan tentunya tidak kecil secara nominal. Dalam beberapa slogan kerap dinyatakan bahwa lebih baik mencegah daripada menanggulangi, hal ini juga berlaku terkait kebakaran hutan dan lahan.

Dalam mencegah kebakaran banyak metode yang dapat dipilih dan digunakan. Metode yang sering dilakukan yaitu menggunakan metode 3 E, yaitu Education (pendidikan/penyuluhan), (Law) Enforcement (penegakan hukum), dan Engineering (keteknikan). Untuk mencapai hasil yang optimal, hendaknya pelaksanaan metode ini tidak dilakukan secara terpisah-pisah, melainkan dikombinasikan. Berdasarkan Husaeni (2003), maksud dari metode 3 E ini yaitu : a. Education (Pendidikan / penyuluhan)

Fokus pencegahan E pertama dari rangkaian 3 E ini yaitu upaya pengenalan dan peningkatan kesadaran tentang bahaya, akibat atau besarnya kerugian akibat terjadinya kebakaran, sumber api penyebab kebakaran hutan, serta cara-cara pencegahannya. Sasaran dari kegiatan ini yaitu masyarakat umum, namun lebih dikhususkan bagi masyarakat sekitar hutan.

Dalam aplikasi di lapangan, hendaknya kegiatan disesuaikan dengan adat dan budaya masyarakat setempat. Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan seperti: penyuluhan perorangan, penyuluhan pada kelompok masyarakat, memanfaatkan media massa, kampanye, pendidikan di sekolah, pemasangan papan peringatan, poster, pendekatan melalui ceramah dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, dll.

b. (Law) Enforcement (Penegakan Undang-Undang dan Peraturan)

Untuk mengefektifkan metode ini, maka segala peraturan maupun undang-undang terkait pencegahan kebakaran hutan haruslah ditegakkan secara sungguh-sungguh, adil dan tak pandang bulu. Oleh sebab itu diperlukan kerjasama yang baik antara pihak pengelola hutan dengan pihak kepolisian dan kejaksaan.


(38)

12

Enforcement ini hendaknya juga didukung dengan upaya penyuluhan, yakni terkait pemasyarakatan peraturan-peraturan terkait.

c. Engineering (keteknikan)

Maksud keteknikan disini yakni upaya pencegahan kebakaran yang ditikberatkan pada kegiatan-kegiatan teknis di lapangan. Metodenya terbagi menjadi dua yakni: manajemen bahan bakar, seperti isolasi bahan bakar, modifikasi bahan bakar, maupun pengurangan bahan bakar dan penerapan teknik silvikultur, meliputi penyiangan, pendangiran dan pemupukan untuk mempercepat penutupan tajuk, pemangkasan cabang untuk memutus kontinuitas vertikal bahan bakar, dan penerapan sistem tumpangsari untuk penanaman, yakni untuk meningkatkan pengawasan sehingga dapat mencegah tanaman muda dari ancaman kebakaran.

Sedangkan menurut Sumantri (2003), metode pencegahan kebakaran hutan dikelompokkan menjadi pokok-pokok pencegahan kebakaran hutan, meliputi : a. Upaya untuk menggarap manusia sebagai sumber api, melalui 5 kegiatan

utama dengan berbagai variasinya, seperti : 1). Peningkatan pendapatan dan pendidikan

2). Pola penyadaran dan pembinaan melalui penyuluhan 3). Mendorong proses peran serta masyarakat

4). Rekayasa sosial 5). Law enforcement

b. Upaya untuk memodifikasi pemicu bahan bakar : kayu, gambut, dan batubara melalui teknik silvikultur, manajemen bahan bakar, penambangan terbatas, perencanaan sistem pengairan pada lahan gambut yang memenuhi syarat sesuai tapak, fuel break, green belt, dll.

c. Upaya untuk kewaspadaan : rambu-rambu, patroli, indeks kekeringan, daerah rawan, peringatan dini, apel siaga, dll.

d. Upaya untuk kesiap-siagaan : pengadaaan sarana dan prasarana, metode atau Standart Operating Procedure (SOP) dalam pencegahan, pendanaan, pengembangan SDM, pelatihan, simulasi, dan gladi posko.


(39)

13

2.4.2. Pemadaman Kebakaran Hutan

Tindakan pemadaman kebakaran hutan baru dapat dilakukan apabila telah diketahui adanya kebakaran hutan dan diketahui pula letaknya (Suratmo 1974). Untuk itulah, kegiatan deteksi kebakaran dan pelaporan sangat diperlukan, dimana perlu adanya persiapan juga untuk pemadaman, yang meliputi :

1). Penyediaan alat atau metode untuk mengetahui adanya kebakaran hutan (metode deteksi), misalnya dengan patroli darat, penggunaan stasiun pengawas (menara api), atau patroli udara dengan pesawat patroli yang dilengkapi peta areal.

2). Penyediaan alat komunikasi. 3). Penyediaan alat angkutan.

4). Persiapan alat pemadam kebakaran hutan.

5). Pembentukan organisasi beserta anggota tim (personil). 6). Mengadakan latihan untuk anggota tim.

Adapun prinsip pemadaman kebakaran hutan terdiri atas dua langkah, yang pertama yaitu menghentikan menjalarnya api, dan kedua memadamkan api (Anonymous 1977 diacu dalam Rachmatsjah 1985). Proses penyalaan api tergambarkan melalui segitiga api, yaitu tersedianya oksigen, bahan bakar, dan sumber panas yang cukup dan berkombinasi sesuai. Prinsip lain dalam pemadaman mendasarkan pada konsep segitiga api ini, yaitu menghilangkan satu unsur atau lebih dari sisi-sisi segitiga api tersebut, sehingga api tak dapat menyala. Hal yang dapat dilakukan sesuai prinsip tersebut adalah dengan pendinginan bahan bakar, yaitu agar suhu diturunkan sampai di bawah suhu penyulutan; pengurangan oksigen dengan memukul nyala api, menutupi dengan tanah, atau menyiramnya dengan air; atau melaparkan, yaitu menghilangkan pasokan bahan bakar yang tersedia atau membiarkan api membakar ke arah penghalang alami.

Adapun metode pemadaman api terdiri atas : 1. Metode Jalur :

yaitu membuat jalur mekanik dengan membersihkan bahan-bahan yang mudah terbakar. Jalur dibuat melintang/memotong arah menjalarnya api, sehingga penjalaran api akan terhenti sewaktu mencapai jalur.


(40)

14

2. Metode Pembakaran Balik :

yaitu membuat jalur mekanik yang tidak lebar terlebih dahulu, kemudian dilebarkan dengan pembakaran ke arah berlawanan datangnya api.

3. Metode Pemadaman Api Secara Langsung :

yaitu dengan memadamkan bahan bakar yang telah terbakar atau memisahkan bahan bakar tersebut dari bahan bakar yang belum terbakar. Kegiatan dilaksanakan pada tepi api di areal kebakaran. Metode ini dapat dilakukan bila nyala api masih kecil dan tenaga pemadam berjumlah besar.

2.5. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sudah ditetapkan menjadi satu-satunya sistem pengelolaan hutan di wilayah kerja Perum

Perhutani, sehingga sudah menjadi “icon/brand” di Perhutani untuk seluruh lini

pekerjaan pada seluruh strata.

Namun, PHBM bukanlah kegiatan pertama yang diadakan oleh Perum Perhutani untuk membina hubungan sinergi antara kegiatan masyarakat dengan hutan, juga antara masyarakat dengan pihak Perhutani sebagai pengelola hutan. Tercatat telah diterapkan program-program sejenis, diantaranya pada tahun 1974 diluncurkan program Ma-Lu (Mantri-Lurah) dan Ma-Ma (Malang-Magelang) yang berlanjut dengan program Inmas Tumpangsari. Namun karena penerapan di lapangan kurang berhasil, maka diupayakan kegiatan lain seperti penerapan PMDH (Pembangunan Masyarakat Desa Hutan) tahun 1982, yang lalu ditindaklanjuti tahun 1986 dengan diadakannya program Perhutanan Sosial serta PMDH terpadu di tahun 1994 (Yuwono 2007).

Penerapan PHBM di Perum Perhutani dilandasi dan didukung oleh aturan-aturan, yaitu :

a. Surat Keputusan Nomor : 136/Kpts/Dir/2001 tentang Pengelolaan

Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

b. Surat Keputusan Nomor : 001/Kpts/Dir/2002 tentang Pedoman Berbagi Hasil

Hutan Kayu

c. Peraturan-peraturan lainnya yang dibuat di tingkat Propinsi/Unit serta


(41)

15

Azas yang melandasi program ini adalah “bersama dan berbagi” (care and

share), yaitu kesediaan pihak-pihak terkait untuk berbagi dalam pengelolaan sumberdaya hutan sesuai kaidah keseimbangan, keberlanjutan, keserasian dan keselarasan. Adapun prinsip-prinsip dasar PHBM adalah sebagai berikut :

a. Keadilan dan demokratis

b. Keterbukaan dan kebersamaan

c. Pembelajaran bersama dan saling memahami

d. Kejelasan hak dan kewajiban

e. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan

f. Kerjasama kelembagaan

g. Perencanaan Partisipatif

h. Kesederhanaan sistem dan prosedur

i. Perusahaan sebagai fasilitator

j. Kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah

Dalam sistem ini, masyarakat sekitar hutan tidak lagi menjadi sebatas pelaksana semata, melainkan posisinya sebagai mitra yang sejajar yang mampu bekerja sama membangun, melindungi, dan memanfaatkan sumberdaya hutan,

bersama-sama dengan stakeholder lain untuk menumbuhkembangkan budaya dan

tradisi pengelolaan sumberdaya hutan di lahan-lahan desa yang berada di sekitar kawasan hutan. Sehingga budaya “memiliki” dan “bertanggungjawab” terhadap pengelolaan hutan dan pelestarian sumberdaya hutan oleh masyarakat dapat terbangun dan pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri. Adapun implementasi PHBM semakin kuat karena berlandaskan hukum dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri No.P.01/Menhut-II/2004 tanggal 12 Juli 2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam atau di Sekitar

Hutan dalam rangka Social Forestry di Pulau Jawa oleh Menteri Kehutanan RI.

Secara umum, pola kerjasama dalam PHBM melibatkan 3 unsur yang berdasar pada “kemitraan sejajar” yaitu : PT. Perhutani (Persero) (dulu, kini Perum Perhutani), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), dan pihak lain yang berkepentingan seperti pemerintah, LSM, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Swasta, Lembaga pendidikan dan lembaga donor.


(42)

16

Pihak lain ini dapat berperan sebagai investor atau motivator, fasilitator dalam pelaksanaan PHBM (PT. Perhutani Unit I 2002).

Memasuki tahun 2007, tepatnya bulan Maret, pihak Direksi Perum Perhutani menetapkan perbaikan dari kegiatan PHBM yang telah berjalan dengan meluncurkan program PHBM PLUS melalui Keputusan Direksi Perum Perhutani No.286/KPTS/DIR/2007. Menurut Direksi Perum Perhutani (2007), jiwa dari pelaksanaan PHBM Plus yaitu mengelola sumberdaya hutan secara bersama,

berdaya, dan berbagi dengan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)

atas dasar fleksibilitas dan karakteristik usaha serta kondisi sosial/kultural masyarakat setempat. Berbagi disini menurut Pedoman Pelaksanaan PHBM, meliputi berbagi peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan dan pelestarian hutan, juga berbagi hasil, baik hasil hutan kayu, bukan kayu, atau hasil usaha produktif.

Untuk hasil hutan kayu dari penebangan maupun tipe kayu perkakas hasil penjarangan, ketentuan berbagi yang umum berlaku yaitu Perhutani 75% dan LMDH 25%. Sedangkan untuk hasil penjarangan pertama berupa kayu bakar, yaitu kayu berdiameter < 7cm, merupakan hak masyarakat sepenuhnya (100%).

Bagian sebesar 25 % inilah yang diistilahkan dengan dana sharing dari Perhutani,

yang akan diberikan bagi pengembangan masyarakat melalui sistem pengelolaan oleh LMDH. Adapun proporsinya secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengelolaan Sumber Daya Hutan (SDH) dalam PHBM Plus meliputi beberapa bidang seperti: Perencanaan, Pembinaan Sumber Daya Hutan, Produksi, Pemasaran dan Industri, Keamanan, Keuangan dan Sumber Daya Manusia

(SDM), yang dilaksanakan oleh para stakeholders , dengan berkaidah 4K yaitu :

a. Keseimbangan : ekologi, sosial, ekonomi

b. Kesesuaian : kultur, budaya setempat

c. Keselarasan : pembangunan wilayah / daerah

d. Keberlanjutan : fungsi dan manfaat SDH.

Dalam pembentukan LMDH, sebagai pelaksana PHBM untuk suatu wilayah/desa, memerlukan beberapa rangkaian tahapan kegiatan, seperti :


(43)

17

a. Sosialisasi

Berupa pengadaan pertemuan dengan masyarakat beserta para tokoh-tokoh setempat, untuk menjelaskan apa itu PHBM, bentuk kegiatannya, serta nilai-nilai lebih yang dapat diperoleh masyarakat kelak. Pertemuan minimal dilaksanakan sebanyak 3 kali. Waktu sosialisasi ini kurang lebih sekitar 3 bulan, namun dapat lebih dari itu.

b. Pembentukan

Penetapan dan pembentukan pengurus LMDH desa tersebut, yang berasal dari masyarakat dan disetujui oleh masyarakat desa tersebut. Para pengurus dikenal dan diketahui warga. Pelaksanaannya yaitu melalui musyawarah desa, yang juga dihadiri perwakilan dari pihak Perhutani.

c. Penetapan legalitas lembaga

Pembentukan akte notaris untuk lembaga tersebut, yang diajukan oleh perwakilan lembaga (ketua) dan pihak Perhutani (ADM atau Asper), atau dari pihak lembaga saja.

d. Pelaksanaan kegiatan berdasarkan ketetapan yang telah ada

Tahapan akhir yaitu melaksanakan kegiatan berdasarkan segala ketentuan yang tercantum dalam akte tersebut, diantaranya penetapan AD/ART lembaga serta rencana kerja lembaga selama kepengurusan maupun tahunan.

Dalam rangka mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan PHBM untuk tingkat lembaga khususnya, maka dibentuk Forum Komunikasi PHBM (FK PHBM). FK yang berhubungan langsung dan erat dengan LMDH desa yaitu FK PHBM Desa. Selain FK PHBM tingkat Desa, juga dibentuk FK tingkat Kecamatan, FK tingkat Kabupaten serta FK PHBM Propinsi.

Adapun tugas Forum Komunikasi PHBM adalah (Gubernur Jawa Tengah 2001) :

a. Memberikan masukan dalam penyusunan rencana PHBM.

b. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PHBM. c. Membantu kelancaran pelaksanaan PHBM.

d. Melaporkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a,b dan c kepada Gubernur bagi FK PHBM tingkat Propinsi, dan kepada Bupati/Walikota bagi FK tingkat Kabupaten/Kota.


(44)

18

BAB III

METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu

Kegiatan survei informasi awal dilakukan di Kantor Perum Perhutani Pusat, Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta pada minggu kedua Mei 2007. Sedangkan penelitian ini dilaksanakan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, pada bulan Juni sampai dengan Juli 2007.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan penelitian antara lain : data statistik kebakaran tahun 1996 – 2006 dari Perum Perhutani, data sekunder mengenai KPH Cepu, data kondisi sosial masyarakat sekitar hutan KPH Cepu, dan data pendukung lainnya.

Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain : alat perekam suara (tape

recorder, MP4 player) alat tulis, kamera, daftar pertanyaan untuk wawancara terbuka bagi responden baik masyarakat maupun petugas Perhutani.

3.3. Jenis Data

Data yang diperlukan terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud yaitu data-data yang diperoleh melalui wawancara serta pengamatan langsung di lapangan yang meliputi: kegiatan penanggulangan kebakaran hutan di KPH Cepu baik oleh LMDH sebagai pelaksana PHBM, maupun oleh pihak Perhutani sendiri, perkembangan LMDH, kondisi tegakan hutan serta masyarakat di beberapa BKPH di KPH Cepu.

Sedangkan data sekunder yang diperlukan antara lain: data statistik kebakaran hutan wilayah KPH Cepu dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2006, data-data mengenai kondisi kawasan KPH Cepu, data kondisi sosial masyarakat sekitar hutan KPH Cepu, perkembangan kegiatan LMDH, laporan kebakaran hutan dari beberapa BKPH, maupun data-data pendukung lainnya.

Data tahun 1999 tidak diikutsertakan karena dinilai tidak valid. Hal ini dikarenakan untuk tahun 1999 hanya tercantum satu nilai data saja, yaitu dari satu BKPH dengan luas wilayah yang sangat kecil sehingga dianggap tidak mewakili


(45)

19

kondisi yang sebenarnya di lapangan. Selain itu, kondisi data sangat berbeda bila dibandingkan dengan data dari tahun-tahun lainnya.

Untuk data tahun lain, pada beberapa BKPH ada yang tidak tercantum nilainya (tidak ada nilai luas areal terbakar), maka hal tersebut diasumsikan bernilai 0 atau tidak ada kejadian kebakaran hutan. Asumsi didasarkan pada hasil wawancara dengan pihak Perhutani bahwa memang ada sejumlah tahun yang tidak terjadi kasus kebakaran hutan di BKPH tersebut.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yaitu informasi pra-penelitian dan selama penelitian. Untuk kegiatan pra-penelitian, dilakukan dengan mengunjungi kantor Perum Perhutani Pusat, melakukan wawancara terbuka dengan petugas terkait dan mengumpulkan dokumen guna memperoleh informasi mengenai kondisi kebakaran hutan di KPH Cepu selama periode terakhir serta sejarah pelaksanaan PHBM di Perum Perhutani, yang menjadi dasar pelaksanaan penelitian. Pengumpulan data selama penelitian ditujukan untuk pengumpulan data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung terhadap para responden, yakni personil KPH Cepu (pejabat di lingkungan KPH Cepu, Divisi Keamanan Hutan KPH Cepu, KBKH/Asper, KRPH/ Mantri, Mandor, Polter, dll.), masyarakat (petani, pengurus LMDH) dan petugas PHBM KPH Cepu (Ka. Divisi PHBM/Suplap, para tenaga penyuluh/LSM), serta observasi lapangan.

Sedangkan untuk data sekunder, berupa data statistik kebakaran hutan KPH Cepu yang diperoleh dari Divisi Keamanan KPH Cepu. Adapun data ini merupakan hasil rekapitulasi data kebakaran hutan tiap-tiap BKPH per tahunnya. Selain itu dikumpulkan juga beberapa laporan kebakaran dari beberapa RPH dan BKPH yang dikunjungi.

Penentuan BKPH contoh dilakukan dengan memperhatikan frekuensi kebakaran hutan (jumlah tahun terbakar). Dari 12 BKPH yang terdapat di wilayah KPH Cepu, diambil 6 BKPH sebagai contoh, dengan asumsi 3 BKPH dengan frekuensi kebakaran tertinggi dan 3 BKPH terendah. Penetapan juga berdasarkan hasil wawancara dengan petugas Perhutani mengenai BKPH yang rawan terjadi


(46)

20

kasus kebakaran hutan. BKPH contoh tersebut adalah: BKPH Cabak, BKPH Nglebur, BKPH Pasarsore, BKPH Kendilan, BKPH Nglobo, BKPH Kedewan.

Penentuan BKPH tersebut juga terkait dalam menetapkan LMDH contoh yang akan diamati. LMDH kajian yaitu satu LMDH yang berada di wilayah BKPH contoh tersebut. LMDH kajian (contoh) juga ditetapkan berdasarkan hasil rekomendasi Bagian PHBM KPH Cepu, diantaranya LMDH dengan perolehan sharing tertinggi, atau LMDH yang berada di desa dengan masyarakat dinamis.

Kurun waktu data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan pelaksanaan PHBM. Data diusahakan mencerminkan kondisi waktu pelaksanaan program yang sebanding, yaitu antara sebelum pelaksanaan dan setelah pelaksanaan. Kisaran waktu ditetapkan selama 5 tahun (5 tahun sebelum dan 5 tahun setelah). Berdasarkan informasi awal, PHBM berlangsung sejak 2001, maka data yang digunakan yaitu mulai tahun 1996 s.d. 2006.

Informasi mengenai kondisi lokasi praktek maupun sosial masyarakat diperoleh berdasarkan keterangan dari pihak KPH Cepu, pemerintah desa, maupun instansi-instansi terkait.

3.5. Metode Analisis Data

Data-data mengenai kondisi kejadian kebakaran hutan yang telah terjadi di KPH Cepu dalam kurun waktu pengamatan maupun informasi mengenai keberlangsungan program PHBM di KPH Cepu diolah dengan cara melihat jumlah total kejadian, rata-rata maupun perkembangan yang ada dan diulas secara deskripsi baik dengan narasi atau berupa grafik maupun tabel. Proses pengolahan lebih detail sebagai berikut :

3.5.1. Kejadian Kebakaran Hutan

a. Analisa berdasarkan data statistik kebakaran hutan KPH Cepu tahun 1996 hingga 2006, tanpa tahun 1999.

b. Analisa kejadian kebakaran hutan untuk tingkat KPH:

b.1). Menentukan luas total areal kebakaran hutan setiap tahunnya selama

periode pengamatan, dengan menjumlahkan data luas areal terbakar


(47)

21

b.2). Menentukan tahun-tahun dengan luas kebakaran hutan yang ekstrem,

(tahun dengan luas kebakaran terbesar dan terkecil).

c. Analisa kejadian kebakaran hutan tiap-tiap BKPH, yang meliputi luas maupun

frekuensi kebakaran.

c.1). Penilaian berdasar luas kebakaran :

c.1.1). Menghitung rata-rata dari luas total areal terbakar selama 10

tahun dari setiap BKPH.

c.1.2). Menentukan BKPH dengan areal terbakar terluas dan terkecil.

c.1.3). Melakukan klasifikasi luas areal terbakar berdasarkan

klasifikasi Chandler et al (1983) untuk setiap kasus kebakaran.

c.2). Penilaian frekuensi kejadian kebakaran hutan:

c.2.1). Menghitung berapa kali atau berapa tahun kebakaran hutan

terjadi di BKPH tersebut selama tahun 1996 hingga 2006.

c.2.2). Menentukan BKPH dengan frekuensi kasus kebakaran hutan

paling banyak (sering) dan paling sedikit (jarang).

Frekuensi kebakaran di sini tidak menyatakan jumlah kebakaran

selama setahun, melainkan jumlah tahun kebakaran selama jangka

waktu data dalam pengamatan (10 tahun).

3.5.2. Keefektifan PHBM terhadap Pengendalian Kebakaran Hutan

a. Menghitung rata-rata luas kejadian kebakaran per BKPH dari tahun

sebelum pelaksanaan PHBM (tahun 1996-2001), dan dengan metode yang sama juga dilakukan untuk tahun setelah penerapan PHBM (tahun 2002- 2006) menggunakan Microsoft Excel.

b. Nilai rata-rata ini kemudian menjadi data baru: Data Rata-rata Luas Sebelum PHBM dan Sesudah PHBM (Lampiran 12).

c. Mengolah data (b) menggunakan SPSS 13.0. menggunakan uji statistik

berupa Paired Sample T Test, atau Uji T Untuk Dua Sampel yang

Berpasangan (paired). Dua sample yang berpasangan diartikan sebagai sebuah

sampel subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran

yang berbeda.

e. Di dalam pengujian digunakan hipotesis/asumsi sebagai berikut :


(48)

22

pengendalian kebakaran hutan di KPH Cepu

H1 : adanya PHBM berpengaruh nyata terhadap upaya pengendalian

kebakaran di KPH Cepu.

f. Melakukan pengambilan keputusan/ hasil pengujian :

Bila nilai p-value > 0,05, maka H0 diterima

Bila nilai p-value < 0,05, maka H0 ditolak

g. Dilakukan pembahasan pengkajian mengenai kondisi atau faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengujian tersebut setelah diperoleh hasil uji.

3.5.3. Pengaruh PHBM terhadap Kejadian Kebakaran Hutan KPH Cepu Menurut standar evaluasi PHBM dari Perhutani Pusat (Direksi Perum Perhutani 2003) penilaian pengaruh PHBM untuk kebakaran hutan dilakukan terhadap laju penurunan gangguan keamanan hutan, dalam hal ini yaitu luas area yang terbakar (dalam satuan Ha).

Penghitungan hanya dilakukan untuk data kebakaran pada tahun setelah penerapan PHBM yaitu mulai tahun 2002. Karena tahun 2006 luas kebakaran kembali meningkat maka penghitungan hanya dilakukan selama 3 tahun, mulai dari 2002 hingga 2005.

Penghitungan laju penurunan luas area terbakar dilakukan dengan mengurangi luas tahun terukur dengan luas tahun sebelumnya lalu hasil diubah

dalam bentuk persen untuk discoring dengan acuan sebagai berikut:

penurunan < 50 % , score 1

penurunan 50 % - 60 %, score 3

penurunan > 60 % , score 5

3.5.4. Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan di Lapangan Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, dilakukan pembahasan mengenai pelaksanaan upaya pengendalian kebakaran hutan oleh Perhutani, sebagai pengelola hutan utama dari tegakan di kawasan tersebut, serta kegiatan-kegiatan LMDH, sebagai pelaksana PHBM, yang terkait dengan upaya pengendalian kebakaran hutan di wilayah KPH Cepu. Kegiatan dapat berupa hal-hal yang telah, sedang, maupun akan berlangsung, dimana dapat menjadi salah satu model kegiatan perlindungan hutan yang melibatkan masyarakat secara aktif.


(49)

23

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Keadaan Umum KPH Cepu

4.1.1. Letak Geografi dan Luas Kawasan

Berdasarkan peta geografis, KPH Cepu terletak antara 111°16” – 111°38” Bujur Timur dan 06°528” – 07°248” Lintang Selatan. Secara administratif, wilayah KPH Cepu meliputi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Hal ini didasari oleh Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 73 / Um / 52 pada tanggal 16 Juni 1952. Perum Perhutani KPH Cepu mempunyai luas total kawasan 33.047,3 ha, yang berada dalam dua wilayah kabupaten di atas, yaitu :

1. Kabupaten Blora, Propinsi Jateng seluas : 27.098,2 ha 2. Kabupaten Bojonegoro, Propinsi Jatim seluas : 5.949,1 ha

Secara umum, kawasan hutan Cepu di bagian utara terletak pada pegunungan Kendeng, di bagian barat termasuk ke dalam DAS Lusi, sedangkan di bagian selatan merupakan kawasan penyangga aliran Sungai Bengawan Solo. Adapun batas – batas wilayah KPH Cepu ialah :

a). Sebelah Utara : KPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jateng

b). Sebelah Timur : KPH Parengan, Perum Perhutani Unit II Jatim

c). Sebelah Selatan : Sungai Bengawan Solo

d). Sebelah Barat : KPH Randublatung, Perum Perhutani Unit I Jateng

Sebagai pusat pengelolaan, areal kantor KPH Cepu terletak di Jalan Sorogo, Cepu, Jawa Tengah. Namun kini karena gedung di Sorogo tersebut akan

direnovasi maka kegiatan dipindahkan di Wisma Tamu (Guest House) KPH Cepu,

di daerah Tuk Buntung, lebih dekat di pusat Kecamatan Cepu.

4.1.2. Pembagian Wilayah Hutan

Terkait kepentingan kegiatan perencanaan hutan, maka wilayah hutan KPH Cepu dikelompokkan kedalam 7 (tujuh) bagian hutan (BH) beserta luas arealnya yang tercantum pada Tabel 2.


(50)

24

Tabel 2. Pembagian wilayah hutan KPH Cepu

No. Bagian Hutan Luas areal (ha)

1. BH Payaman 3.376,3

2. BH Cabak 4.506,8

3. BH Nanas 4.979,7

4. BH Ledok 4.453,3

5. BH Kedewan 5.949,1

6. BH Kedinding 5.007,2

7. BH Blungun 4.792,9

JUMLAH 33.047,3

Sumber : Sekilas Mengenal KPH Cepu, Perum Perhutani KPH Cepu 2005

4.1.3. Keadaan lapangan

Keadaan lapangan wilayah KPH Cepu sebagian besar berkonfigurasi datar sampai bergelombang, dan sebagian kecil berbukit yang disela-selanya terdapat mata air yang menjadi sumber air bagi masyarakat sekitar lokasi tersebut, seperti sumber air Banyu Urip yang terdapat di petak 42 RPH Pasarsore. Adapun ketinggian lokasi dari permukaan laut berkisar 30 – 250 m. Kondisi lapangan kawasan hutan khususnya bagian hutan KPH Cepu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Keadaan lapangan bagian hutan di KPH Cepu

No Bagian Hutan Konfigurasi Lapangan

1. Payaman Miring, bergelombang, sedikit berbukit

2. Cabak lereng, bergelombang

3. Nanas lereng/miring, berbukit, sangat bergelombang

4. Kedewan Miring, landai, datar sangat bergelombang

5. Ledok lereng, miring, bergelombang sedikit curam di tepi sungai

6. Kedinding Miring, landai, sangat bergelombang

7. Blungun datar, sangat berbukit, bergelombang


(51)

25

4.1.4. Jenis Tanah

Jenis tanah di wilayah hutan KPH Cepu pada umumnya terdiri dari 4 jenis tanah yaitu Litosol, Grumusol, Mediteran dan Aluvial. Sebagian besar berupa tanah Grumusol kelabu tua dan asosiasi Grumusol coklat keabuan serta kelabu kekuningan. Kawasan hutan KPH Cepu sebagian besar berbatu (kapur).

4.1.5. Iklim

Wilayah hutan KPH Cepu dan sekitarnya beriklim tropis, yang ditandai dengan kehadiran musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Menurut Schmidt dan Ferguson, tipe iklim di wilayah KPH Cepu yaitu bertipe iklim C dan D. Adapun kondisi iklim ini sangat sesuai untuk ditanami jati. Temperatur rata-rata yaitu 26° C, sedangkan curah hujan rata-rata di wilayah Cepu ini yaitu 1.636 mm/tahun.

4.2. Keorganisasian dan Pembagian Wilayah Kerja

KPH Cepu dipimpin oleh seorang Administratur (ADM), dengan dibantu oleh 5 Ajun Administratur. Tiap-tiap Ajun Administratur membawahi bagian-bagian yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi dan Kepala Urusan.

Untuk struktur pelaksanaan pengelolaan di lapangan, Perum Perhutani KPH Cepu dibagi menjadi 12 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang dikepalai oleh seorang Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan hutan (KBKPH/Asper) dan 34 orang Kepala setingkat KBKPH/Asper, yaitu 3 orang

Kepala TPK dan Kepala Bangun-bangunan (bangunan asset Perhutani). Adapun

satuan terkecil unit kerja KPH adalah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh seorang Kepala RPH (KRPH/ Mantri). Sedangkan terkait kegiatan pengelolaan hutan, KPH Cepu menerapkan pembagian wilayah-wilayah kerja.

KPH Cepu terbagi ke dalam 2 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH), yaitu SKPH Cepu Utara dan SKPH Cepu Selatan. Masing-masing SKPH terbagi kedalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), dengan keseluruhan jumlahnya yaitu 12 BKPH. Jumlah BKPH di KPH Cepu dan luas masing-masing tersaji dalam Tabel 4.


(52)

26

Tabel 4. Pembagian Wilayah Kerja KPH Cepu

Sub KPH Cepu Utara Sub KPH Cepu Selatan

BKPH RPH Luas BKPH

(ha)

BKPH RPH Luas BKPH

(ha)

1. Nglamping 21. Gianti

2. Ketringan 22.Gagakan

1.Wonogadung

3. Kedungprahu

2.410,0 7. Ledok

23. Kejalen

2.938,2

4. Kemuning 24. Gerdusapi

5. Cabak 25. Ngasahan

2. Cabak

6. Pengkok

2.650,5 8. Kendilan

26. Mejurang

2.922,1

7. Talun 27. Ngawenan

8. Nanas 28. Pasarsore

3. Nanas

9. Bleboh

2.576,9 9. Pasarsore

29.Temengeng

2.993,5

11. Bulak 30. Nglobo

12. Nglebur 31. Dulang

4. Nglebur

13. Sumberjo

2.643,1

32. Kaliklampok

14. Beji 33. Jomblang

15. Kedewan 10. Nglobo 34. Klopoduwur 2.911,5 5. Kedewan 16. Dandangilo 2.739,8 35. Payaman

17. Kawengan 36. Ngodo

18. Ngelo

11. Blungun

37. Blungun

2.360,0

19. Sekaran 38. Galuk

6. Sekaran 20. Kasiman 3.208,5 39. Pucung 40. Wadung 12. Pucung 41. Klompok 2.681,9

Luas Sub KPH Cepu Utara 16.239,8 ha

Luas Sub KPH Cepu Selatan 16.807,2 ha Luas total area KPH Cepu = 16.239,8 ha + 16.807,7 ha = 33.407,3 ha

Sumber : “Sekilas Mengenal KPH Cepu” Perum Perhutani KPH Cepu (2005)

Segenap jajaran petugas KPH Cepu berupaya untuk selalu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan dan berupaya mengembangkan pengetahuan serta keterampilan dengan mengikuti berbagai bentuk pelatihan, baik yang diadakan oleh intern pihak KPH maupun dari pihak lain. Adapun pedoman/prinsip pelaksanaan kerja di KPH Cepu ialah : ”Mengawali setiap pelaksanaan tugas dengan semangat, dan mengakhirinya dengan prestasi”.


(53)

27

4.3. Kegiatan Kerja Kehutanan

Sebagai suatu kesatuan unit pengelolaan hutan jati, maka KPH Cepu melaksanakan berbagai macam kegiatan mulai dari penanaman hingga produksi (panen). Dengan tujuan memperoleh hasil produksi terbaik dari tegakan jati yang dikelolanya dan berdasar pada prinsip kelestarian, maka kegiatan pengelolaan bersifat sinergis dan terkait satu sama lain. Adapun kegiatan-kegiatan teknis kehutanan yang dilaksanakan di KPH Cepu yaitu penanaman, khususnya dalam upaya reboisasi lahan-lahan bekas tebangan, maupun di tanah-tanah kosong. Penanaman ini selain menggunakan tanaman jati juga memanfaatkan jenis-jenis tanaman rimba. Khusus jati, KPH Cepu juga mengembangkan penanaman JPP, atau Jati Plus Perhutani yaitu tanaman jati yang bibitnya berasal dari pemuliaan pohon jati plus. Penanaman JPP ini telah berlangsung sejak tahun 2001.

Selain penanaman, juga dilaksanakan upaya pemeliharaan tegakan, dengan tujuan memperoleh tegakan jati yang baik. Kegiatan dalam pemeliharaan ini antara lain penyulaman, babat, dangir, pemupukan dan wiwilan (tanaman berusia

1-3 tahun), pembabatan tumbuhan bawah dan prunning/pemangkasan (untuk

tanaman umur 4 s.d 6 tahun), dan penjarangan, bagi tegakan hutan yang telah memenuhi tata waktu frekuensi penjarangan. Untuk tegakan yang siap tebang, pada T-2 (2 tahun sebelum penebangan) dilaksanakan penerasan dengan tujuan untuk mematikan pohon sehingga akan memudahkan pelaksanaan penebangan. Umumnya, tegakan yang akan ditebang yaitu tegakan-tegakan pada KU tua seperti KU VII keatas.

Dalam usaha memperoleh tegakan yang sehat dan baik, maka selain pemeliharaan, bidang perlindungan atau keamanan hutan juga menjadi salah satu prioritas kegiatan di kawasan hutan KPH Cepu. Kegiatan keamanan meliputi penerapan upaya-upaya pre-emptif, preventif, dan represif secara terpadu, yang dalam pelaksanaannya tidak hanya oleh petugas KPH Cepu (polisi kehutanan) saja tetapi melibatkan pihak Polri, Pemda setempat, juga menjalin kerjasama dengan masyarakat sekitar. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan keamanan hutan juga merupakan salah satu bentuk implementasi program PHBM di lapangan. Adapun pengadaan berbagai kegiatan ini merupakan upaya untuk mengurangi laju tingkat kerugian perusahaan akibat gangguan keamanan seperti


(1)

Bulan Tahun Kelas kebakaran

hutan

Frekuensi kebakaran

hutan

Total jumlah kebakaran

per bulan

Januari 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 0 D 0 2004 A 0 B 0 C 0 D 0 2005 A 0 B 0 C 0 D 0 2006 A 0 B 0 C 0 D 0

0

Februari 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 0 D 0


(2)

B 0 C 0 D 0 2006 A 0 B 0 C 0 D 0

Maret 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 0 D 0 2004 A 0 B 0 C 0 D 0 2005 A 0 B 0 C 0 D 0 2006 A 0 B 0 C 0 D 0

0

April 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 0 D 0 2004 A 0 B 0


(3)

C 0 D 0 Mei 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 0 D 0 2004 A 0 B 0 C 0 D 0 2005 A 0 B 0 C 0 D 0 2006 A 0 B 0 C 0 D 0

0

Juni 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 1 D 0 2004 A 0 B 0 C 0 D 0


(4)

B 0 C 0 D 0

Juli 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 5 C 16 D 0 2004 A 0 B 0 C 1 D 0 2005 A 0 B 0 C 0 D 0 2006 A 0 B 0 C 0 D 0

22

Agustus 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 1 C 0 D 0 2003 A 0 B 18 C 22 D 0 2004 A 0 B 2 C 10 D 1 2005 A 0 B 1


(5)

C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 1 D 0 2003 A 0 B 4 C 5 D 0 2004 A 0 B 4 C 5 D 0 2005 A 0 B 2 C 10 D 1 2006 A 0 B 6 C 17 D 0

Oktober 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 1 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 0 D 0 2004 A 0 B 4 C 3 D 0 2005 A 0 B 0 C 1 D 0


(6)

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 0 D 0 2004 A 0 B 0 C 0 D 0 2005 A 0 B 0 C 0 D 0 2006 A 0 B 0 C 3 D 0

Desember 2001 A 0

B 0 C 0 D 0 2002 A 0 B 0 C 0 D 0 2003 A 0 B 0 C 0 D 0 2004 A 0 B 0 C 0 D 0 2005 A 0 B 0 C 0 D 0 2006 A 0 B 0


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN (Studi Di Wilayah Perum Perhutani KPH Malang)

1 8 17

Implementasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Perum Perhutani Unit II Di Desa Sumbersalak Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember

0 5 7

Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui pendekatan kelompok kasus pengelolaan hutan bersama masyarakat pada areal hutan produksi Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah

3 81 325

Tinjauan Penyelenggaran Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : Studi Kasus di RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat

0 2 113

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Peningkatan Peran Masyarakat dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 14 132

Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 9 114

Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 11 68

Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Banyumas Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 6 40

PEMBERIAN HAK KELOLA LAHAN OLEH PERHUTANI KEPADA MASYARAKAT DESA HUTAN MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI PERUM PERHUTANI KPH BLORA.

0 0 1