Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dahulu, masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya seperti perumahan, sandang, pangan, obat-obatan, dan jasa lingkungan sangat bergantung pada hutan. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan hidup meningkat dan memicu terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya hutan secara komersial dan berskala besar. Eksploitasi mengakibatkan kerusakan hutan semakin parah dan meluas (Dunggio dan Hendra 2009). Berdasarkan hasil rekapitulasi KPH Cepu, kejadian pencurian kayu dan kebakaran hutan masih tinggi setiap tahunnya. Data pencurian kayu pada tahun 1998 sebesar 90.245 pohon dan meningkat hingga pada tahun 1999 mencapai 536.255 pohon, kemudian terjadi penurunan pencurian kayu hingga tahun 2002 menjadi sebesar 9.111 pohon. Selain pencurian kayu, di KPH Cepu pada tahun 1998 terjadi kebakaran hutan yang luasnya mencapai 346 Ha kemudian meningkat hingga seluas 1.055 Ha dan berfluktuasi sampai tahun 2002 menjadi seluas 867 Ha.

Merespon adanya peningkatan gangguan hutan, Perhutani menerapkan beberapa kebijakan baru secara multi sektoral terkait dalam pengelolaan hutan. Salah satu bentuk kebijakan baru tersebut adalah program PHBM. KPH Cepu mulai menerapkan program PHBM pada tahun 2003. Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan hutan. Hal tersebut dimulai dengan terjalinnya kerjasama antara Perhutani dengan LMDH. Menurut Kartasubrata (1983) dalam Hernanto (2007), partisipasi masyarakat sekitar hutan sangat diperlukan dalam program pengelolaan hutan agar manfaat ekonomis dan ekologis hutan dapat dinikmati secara berkelanjutan.

Salah satu unsur keberhasilan pelaksanaan program PHBM adalah efektivitas kelembagaan LMDH. LMDH yang efektif adalah LMDH yang melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan. Menurut Awang (2010), untuk merealisasikan pelaksanaan program PHBM yang sesuai dengan tujuan program PHBM dibutuhkan studi aksi yang berhubungan dengan isu-isu sosial, budaya,


(2)

ekonomi, lingkungan, teknik kehutanan, dan kelembagaan. Oleh karena itu, untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program PHBM diperlukan penggalian informasi dengan melakukan penelitian dalam mengkaji partisipasi masyarakat dalam program PHBM di Perum Perhutani.

1.2 Rumusan Masalah

Dari pernyataan di atas, rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi program PHBM di KPH Cepu?

2. Bagaimana partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pelaksanaan program PHBM?

3. Bagaimana efektivitas kelembagaan LMDH di KPH Cepu? 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kegiatan-kegiatan PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu. 2. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam program PHBM di KPH Cepu. 3. Menganalisis efektivitas kelembagaan LMDH.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Memberikan informasi kepada Perhutani tentang tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan PHBM di Perum Perhutani.


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi antara Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan (Perhutani 2002). Menurut Suharjito (2004), pengertian PHBM adalah pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang berarti masyarakat menjadi pelaku utama pengelolaan hutan. Masyarakat yang dimaksud adalah kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan dan bergantung kepada hutan untuk memenuhi kehidupannya (ekonomi, politik, religius, dan lainnya). Kata kunci berbasis menunjuk pada peran atau partisipasi masyarakat sebagai satu kesatuan yang membangun institusi dan pola hubungan sosial sehingga pengelolaan hutan berjalan menuju pada pencapaian kelestarian hutan, keadilan sosial, dan kemakmuran ekonomi.

Pada dasarnya program PHBM memiliki tujuan untuk memberi arahan kepada masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional. Perhutani (2002) menjabarkan tujuan program PHBM sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan, dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat.

2. Meningkatkan peran dan tanggung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan.

3. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan, produktivitas dan keamanan hutan. 4. Mendorong dan menyeleraskan pengelolaan sumber daya hutan sesuai dengan

kegiatan pembangunan wilayah dan sesuai kondisi dinamika sosial masyarakat desa hutan.

5. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara.

Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat memiliki dua bentuk kegiatan, yaitu: kegiatan berbasis lahan dan kegiatan berbasis bukan lahan.


(4)

Kegiatan berbasis lahan adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang sesuai karakteristik wilayah, yang menghasilkan produk budidaya dan lanjutannya serta produk konservasi dan estetika. Kegiatan berbasis bukan lahan adalah rangkaian kegiatan yang tidak berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang yang menghasilkan produk industri, jasa, dan perdagangan (Perhutani 2002).

Dalam program PHBM terdapat hak dan kewajiban masyarakat desa hutan dengan Perhutani. Berikut adalah hak dan kewajiban masyarakat desa hutan dengan Perhutani (Perhutani 2002):

1. Masyarakat desa hutan dalam PHBM berhak:

a. Bersama PT. Perhutani (Persero) dan pihak yang berkepentingan menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Program PHBM.

b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan.

2. Masyarakat desa hutan dalam PHBM berkewajiban:

a. Bersama PT. Perhutani (Persero) dan pihak yang berkepentingan melindungi dan melestarikan sumber daya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya.

b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan kemampuannya. 3. PT. Perhutani (Persero) dalam PHBM berhak:

a. Bersama masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PHBM. b. Memperoleh manfaat dan hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi

faktor produksi yang dikontribusikan.

c. Memperoleh dukungan masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam perlindungan sumber daya hutan untuk berkelanjutan fungsi dan manfaatnya.

4. PT Perhutani (Persero) dalam PHBM berkewajiban:

a. Memfasilitasi masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam proses penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.


(5)

c. Mempersiapkan sistem, kultur dan budaya perusahaan yang kondusif. d. Bekerja sama dengan masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan

dalam rangka mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya kegiatan. Kegiatan berbagi hasil dalam PHBM dilakukan berdasarkan bagi hasil input dari masing-masing pihak. Satu hal yang perlu dicatat dari penerapan sistem ini adalah adanya pembagian hasil produksi kayu. Dalam sistem ini dimungkinkan pula pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk ikut terlibat dalam pengelolaan hutan. Besarnya bagi hasil yang menjadi hak LMDH dihitung berdasarkan umur perjanjian kerjasama yang dilakukan sampai dengan maksimal 25%. Besaran ini ditetapkan berdasarkan analogi dari sistem bawon di pertanian bawah tegakan dan hitungan kerugian Perhutani karena pencurian pohon sejak ditantanganinya perjanjian kerjasama (Dinas Kehutanan Jawa Tengah 2009).

2.2 Partisipasi Masyarakat Desa Hutan

Menurut Davis (1967) dalam Suprayitno (2011), partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk berkontribusi dalam mencapai tujuan kelompok dan saling berbagi tanggung jawab diantara anggota-anggota kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut, partisipasi memiliki tiga hal pokok, yaitu:

1. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional.

2. Menghendaki adanya kontribusi terhadap kepentingan atau tujuan kelompok. 3. Merupakan tanggung jawab terhadap kelompok.

Masyarakat desa hutan adalah orang-orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya (Perhutani 2002). Partisipasi masyarakat desa hutan dalam kegiatan pengelolaan hutan dibedakan menjadi dua yaitu partisipasi secara parsial dan partisipasi integral. Beberapa contoh bentuk partisipasi parsial adalah praktek tumpangsari yang dilakukan oleh masyarakat desa di areal Perum Perhutani di Jawa. Dalam partisipasi parsial ini masyarakat hanya ikutserta dalam kegiatan tumpangsari dan pemungutan hasil hutan non kayu. Pola tumpangsari yang diujicobakan di areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri adalah contoh lain dari praktek keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan secara


(6)

parsial. Pada program ini, peran masyarakat dalam kegiatan pembangunan hutan tidak begitu nyata (Suharti dan Murniati 2004).

Contoh lain partisipasi parsial adalah pelaksanaan PHBM di Desa Buniwangi dan Desa Citarik, BKPH Pelabuhan Ratu, KPH Sukabumi. Program PHBM di daerah ini ditetapkan bahwa masa kontrak lahan garap tergantung pada persen tumbuh tanaman pokok mencapai 90% atau lebih. Hal ini merupakan strategi Perhutani untuk memacu petugas lapang dan masyarakat dalam melakukan pemeliharaan tanaman yang maksimal. Namun ketetapan ini kurang menguntungkan masyarakat. Apabila masyarakat tidak mampu mencapai persen tumbuh tanaman pokok 90% maka mereka akan kehilangan seluruh hak dan kesempatan dalam memperpanjang kontrak dan bagi hasil. Demikian pula dalam penetapan jenis tanaman tumpangsari, masyarakat hanya melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan oleh Perhutani (Suharti dan Murniati 2004).

PHBM merupakan implementasi dari program Social Forestry yang mengembangkan pola investasi sesuai dengan perimbangan tanggungjawab dan andil biaya serta manfaat. Dasar dari PHBM adalah adanya jiwa berbagi dalam pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling mendukung. Nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM sesuai dengan nilai dan proporsi nilai produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. Setiap daerah memiliki isu sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda-beda yang menyebabkan keragaman sistem usaha tani, penggunaan input, serta kendala yang dihadapi dalam penerapan PHBM. Keragaman ini mengakibatkan penetapan dalam proporsi bagi hasil antara daerah satu dengan yang lain berbeda (Suharti dan Murniati 2004).

2.3Efektivitas Kelembagaan LMDH

Kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat dalam suatu organisasi yang memiliki faktor pembatas dan pengikat berupa norma, aturan formal, maupun non formal untuk mencapai tujuan bersama (Djogo et al. 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kelembagaan mempunyai 10 unsur penting, yaitu: institusi, norma tingkah laku, peraturan, aturan dalam masyarakat, kode etik, kontrak, pasar, hak milik, organisasi, dan insentif. LMDH


(7)

adalah lembaga masyarakat desa yang bekerjasama pada program PHBM. Anggota LMDH berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut (Perhutani 2002). Dari pengertian-pengertian di atas, kelembagaan LMDH adalah tatanan atau pola hubungan antara masyarakat dalam wadah LMDH yang memiliki faktor pembatas dan pengikat berupa aturan baik formal maupun non formal untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.

Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rahmadana dan Widho 2002). Menurut Robertson (2002), masing-masing stakeholder memiliki pandangan yang berbeda tentang organisasi yang efektif, yaitu:

1. Investor dan pemegang saham: organisasi yang memberikan laba atas investasi, stabilitas jangka panjang, dan pertumbuhannya.

2. Karyawan: organisasi yang memberikan kepuasan kerja, stabilitas kerja, prospek karir, dan penghargaan

3. Stakeholder lain: organisasi yang memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan mereka.

Menurut Gibson (1984) dalam Muhidin (2009), terdapat tiga pendekatan dalam efektivitas, yaitu:

1. Pendekatan tujuan. Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

2. Pendekatan teori sistem. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar. Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-proses-pengeluaran dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang menopang organisasi.

3. Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi.

Berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut, Muhidin (2009) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu: adanya tujuan yang jelas, struktur organisasi, adanya partisipasi masyarakat, dan adanya sistem nilai yang dianut. Hal ini sama dengan pendapat Steers dalam


(8)

Muhidin (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas adalah: karakteristik organisasi, karakteristik lingkungan, karakteristik pekerja, dan karakteristik manajemen atau kebijakan. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Karakteristik lingkungan berupa lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi sedangkan lingkungan eksternal adalah lingkungan di luar batas organisasi yang berpengaruh terhadap organisasi. Karakteristik pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan, maka organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi, sedangkan karakteristik manajemen atau kebijakan merupakan strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi tersebut sehingga efektivitas dapat tercapai.

.


(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Bleboh dan Desa Nglebur KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada bulan September sampai dengan November 2011.

3.2 Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera digital, dan netbook dengan aplikasi Microsoft Word 2007. Objek penelitian ini adalah pesanggem sebagai peserta program PHBM.

3.3 Pemilihan Desa Contoh dan Jumlah Responden

Desa contoh dipilih berdasarkan tingkat kemajuan LMDH dan besarnya bagi hasil. Desa tersebut adalah Desa Bleboh dan Desa Nglebur. Jumlah respoden yang diambil secara acak sebanyak 30 orang pada masing-masing desa sehingga jumlah total adalah 60 responden.

3.4 Jenis Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi:

a. Data tentang kondisi umum lokasi penelitian (peta, dan gambaran kondisi umum lokasi)

b. Struktur organisasi (LMDH) c. Alokasi bagi hasil

d. Data-data lain yang berhubungan dengan PHBM. 3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Metode Pengamatan Langsung

Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan pesanggem dalam Program PHBM.


(10)

b. Metode Wawancara

Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi dari ketua LMDH, pengurus LMDH, dan KSS PHBM KPH Cepu mengenai kegiatan dalam PHBM.

c. Studi Pustaka

Data diperoleh dari KPH Cepu. Data tersebut berisi tentang profil KPH Cepu, rekapitulasi nilai pencurian kayu dan kebakaran hutan pada tahun 1995-2011, struktur organisasi LMDH, dan alokasi bagi hasil.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan data dilakukan dengan tabulasi sedangkan analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah suatu tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya (Nazir 2003).

Menurut Huberman (1992), pengolahan data kualitatif diolah melalui tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Tahapan kedua adalah penyajian data. Data disajikan dalam bentuk persentase, grafik, dan bagan. Seluruh informasi yang diperoleh dalam tahap penyajian data digabungkan dalam suatu bentuk padu dan mudah dimengerti kemudian ditarik kesimpulan.


(11)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum KPH Cepu

4.1.1 Letak Geografi dan Luas Kawasan

Berdasarkan peta geografis, KPH Cepu terletak antara 111°16” – 111°38” Bujur Timur dan 06°528” – 07°248” Lintang Selatan. Secara administratif, wilayah KPH Cepu meliputi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Luas total kawasan KPH Cepu adalah 33.047,3 Ha. Dari luas total kawasan KPH Cepu tersebut kurang lebih dua per tiganya berada di Kabupaten Blora sedangkan sisanya berada di Kabupaten Bojonegoro. Adapun batas – batas wilayah KPH Cepu ialah:

1. Sebelah Utara : KPH Kebonharjo 2. Sebelah Timur : KPH Parengan

3. Sebelah Selatan : Sungai Bengawan Solo 4. Sebelah Barat : KPH Randublatung. 4.1.2 Pembagian Wilayah Hutan

Terkait kepentingan kegiatan perencanaan hutan, maka wilayah hutan KPH Cepu dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) bagian hutan (BH) beserta luas arealnya yang tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1 Pembagian wilayah hutan KPH Cepu

No Bagian Hutan Luas Areal (Ha)

1. Payaman 3.376,3

2. Cabak 4.506,8

3. Nanas 4.979,7

4. Ledok 4.453,3

5. Kedewan 5.949,1

6. Kedinding 5.007,2

7. Blungun 4.792,9

Jumlah 33.047,3

Sumber : KPH Cepu (2010) 4.1.3 Keadaan lapangan

Keadaan lapangan wilayah KPH Cepu sebagian besar berkonfigurasi datar sampai bergelombang. Adapun ketinggian lokasi dari permukaan laut berkisar 30–


(12)

250 m. Kondisi lapangan kawasan hutan khususnya bagian hutan KPH Cepu dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 Keadaan lapangan bagian hutan di KPH Cepu No Bagian Hutan Konfigurasi Lapangan

1. Payaman Miring, bergelombang, sedikit berbukit 2. Cabak Lereng, bergelombang

3. Nanas Lereng/ miring, berbukit, sangat bergelombang 4. Kedewan Miring, landai, datar sangat bergelombang

5. Ledok Lereng, miring, bergelombang sedikit curam di tepi sungai 6. Kedinding Miring, landai, sangat bergelombang

7. Blungun Datar, sangat berbukit, bergelombang Sumber: KPH Cepu (2010)

4.1.4 Jenis Tanah

Jenis tanah di wilayah hutan KPH Cepu terdiri dari 4, yaitu Litosol, Grumusol, Mediteran dan Aluvial. Kawasan hutan KPH Cepu sebagian besar berbatu (KPH Cepu 2010).

4.1.5 Iklim

Wilayah hutan KPH Cepu dan sekitarnya beriklim tropis, yang ditandai dengan kehadiran musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Menurut Schmidt dan Ferguson, tipe iklim di wilayah KPH Cepu yaitu C dan D. Adapun kondisi iklim ini sangat sesuai untuk ditanami jati. Curah hujan rata-rata sebesar 1.636 mm/tahun (KPH Cepu 2010).

4.2 Keorganisasian dan Pembagian Wilayah Kerja

KPH Cepu dipimpin oleh seorang Administratur (ADM), dengan dibantu oleh 5 Ajun Administratur. Setiap Ajun Administratur membawahkan bagian-bagian yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi dan Kepala Urusan. Pada struktur pelaksanaan pengelolaan di lapangan, Perum Perhutani KPH Cepu dibagi menjadi 12 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang dikepalai oleh seorang Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan hutan (KBKPH/Asper) dan 34 orang Kepala setingkat KBKPH/Asper, yaitu 3 orang Kepala TPK dan Kepala Bangun-bangunan (Bangun-bangunan asset Perhutani). Satuan terkecil unit kerja KPH adalah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh seorang Kepala RPH (KRPH/ Mantri), sedangkan dalam kegiatan pengelolaan hutan, KPH Cepu menerapkan pembagian wilayah-wilayah kerja (KPH Cepu 2010).


(13)

KPH Cepu terbagi ke dalam 2 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH), yaitu SKPH Cepu Utara dan SKPH Cepu Selatan. Masing-masing SKPH terbagi ke dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), dengan keseluruhan jumlahnya yaitu 12 BKPH (KPH Cepu 2010). Jumlah BKPH di KPH Cepu dan luas masing-masing disajikan dalam Lampiran 1.

4.3 Kondisi Umum Desa Bleboh

Desa ini terletak di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Desa Bleboh memiliki luas wilayah 5.250,995 Ha dengan topografi datar dan bergelombang. Dari luas total wilayah Desa Bleboh tersebut, kurang lebih setengahnya berupa hutan negara dan setengahnya lagi berupa lahan persawahan, lahan kering, dan pemukiman. Batas-batas wilayah Desa Bleboh, yaitu:

1. Sebelah Utara : Desa Jiken 2. Sebelah Timur : Desa Janjang 3. Sebelah Selatan : Desa Sambong 4. Sebelah Barat : Desa Nglebur. 4.3.1 Kependudukan

Total jumlah penduduk Desa Bleboh pada tahun 2009 sebanyak 6.168 jiwa dengan proporsi laki-laki sebanyak 3.070 orang dan perempuan sebanyak 3.098 orang. Data mengenai klasifikasi penduduk berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi penduduk Desa Bleboh berdasarkan umur

No Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. 0-14 2.509 40,68

2. 15-64 3.385 54,88

3. ≥65 274 04,44

Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009) 4.3.2 Mata Pencaharian

Desa Bleboh merupakan desa yang berada di sekitar hutan yang memiliki aksesibilitas rendah. Namun, mata pencaharian penduduk Desa Bleboh beragam. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani dan sisanya memiliki mata pencaharian sebagai kuli bangunan, pedagang, dan rumah usaha. Data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Bleboh disajikan dalam Tabel 4.


(14)

Tabel 4 Klasifikasi mata pencaharian penduduk Desa Bleboh

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Petani 2.315 93,50

2. Bangunan 107 04,32

3. Pedagang 39 01,57

4. Rumah usaha 15 00,61

Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009) 4.3.3 Tingkat Pendidikan

Penduduk Desa Bleboh memiliki tingkat pendidikan rendah karena sebagian besar adalah SD. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Bleboh disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Klasifikasi tingkat pendidikan penduduk Desa Bleboh

No Jenis Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. SD 2.223 45,15

2. SLTP 1.495 30,37

3. SLTA 1.163 23,62

4. DI,D2,D3 18 00,37

5. S1 21 00,43

6. S2 3 00,06

Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009) 4.4 Kondisi Umum Desa Nglebur

Desa ini terletak di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Luas Desa Nglebur yaitu 5.994,923 Ha. Setengah dari luas areal tersebut berupa hutan negara, seperempatnya berupa persawahan, dan sisanya berupa pemukiman dan lahan kering. Adapun batas-batas wilayah desa Nglebur yaitu :

1. Sebelah Utara : Desa Jiken, Kecamatan Jiken 2. Sebelah Timur : Desa Bleboh, Kecamatan Jiken 3. Sebelah Selatan : Desa Ledok, Kecamatan Jiken 4. Sebelah Barat : Desa Cabak, Kecamatan Jiken. 4.4.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Nglebur pada tahun 2009 sebanyak 5.398 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 2.789 orang dan perempuan sebanyak 2.609 orang. Data mengenai klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 6.


(15)

Tabel 6 Klasifikasi jumlah penduduk Desa Nglebur berdasarkan umur No Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 0-14 1.008 19,73

2. 15-64 1.396 27,32

3. ≥65 2.706 52,95

Sumber : Pemerintah Desa Nglebur (2009) 4.4.2 Mata pencaharian

Penduduk Desa Nlgebur sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani. Adapun data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Nglebur disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Mata pencaharian penduduk Desa Nglebur

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Petani 5.398 99,65

2. Bangunan 10 00,18

3. Pedagang 9 00,17

Sumber : Pemerintah Desa Nglebur (2009) 4.4.3 Tingkat pendidikan

Sebagian besar tingkat pendidikan penduduk di Desa Nglebur adalah SD, yaitu sebanyak 213 orang. Jika dibandingkan dengan Desa Bleboh, tingkat pendidikan penduduk di Desa Nglebur lebih rendah. Berikut adalah data mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Nglebur yang disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Tingkat pendidikan penduduk Desa Nglebur

No Jenis pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. SD 213 50,35

2. SLTP 156 36,88

3. SLTA 42 09,93

4. D1,D2,D3 9 02,13

5. S1 3 00,71


(16)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu

Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran hutan adalah program PHBM. Perhutani mencetuskan program PHBM pada tahun 2001. Landasan utama Program PHBM yaitu Perhutani „menggandeng‟ masyarakat desa hutan dan para pihak lain yang berkepentingan dalam mengelola dan melestarikan hutan sehingga fungsi hutan dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Berdasarkan rekapitulasi data KPH Cepu, data mengenai pencurian kayu dan kebakaran hutan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2, sebagai berikut:

Gambar 1 Grafik Nilai Pencurian Kayu tahun 1995-2011 (KPH Cepu 2010) Pencurian kayu terjadi pada tahun 1995 sampai dengan 2002 (sebelum diterapkannya PHBM) sebesar 800.414 pohon dengan total kerugian Rp. 75.530.228.000,00. Pencurian kayu terbesar terjadi pada tahun 2000 dengan kerugian sebesar Rp. 32.442.404.000,00 kemudian pencurian kayu mulai mengalami penurunan dengan kerugian sebesar Rp. 27.777.117.000,00 pada tahun 2001. Pada tahun 2002, pencurian kayu mengalami penurunan yang signifikan dengan kerugian sebesar Rp. 2.416.310.000,00. Pada tahun 2003 sampai dengan 2011, pencurian kayu berada dalam kondisi stabil dengan total kerugian sebesar Rp. 4.214.375.000. Program PHBM dapat menekan angka pencurian kayu sebesar

0 5.000.000 10.000.000 15.000.000 20.000.000 25.000.000 30.000.000 35.000.000

N

il

ai

(R

up

iah)


(17)

Rp. 71.315.853.000,00. Menurut Kusumawanti (2009), besarnya kerugian dihitung berdasarkan panjang dan diameter kayu yang hilang atau dicuri bukan berdasarkan banyaknya tunggak yang hilang. Jumlah tunggak yang sedikit dapat memiliki kerugian yang besar jika tunggak tersebut memiliki diameter dan panjang yang besar, begitu pun sebaliknya.

Gambar 2 menjelaskan tentang perubahan peristiwa kebakaran hutan yang terjadi dari tahun 1995 sampai dengan 2011, sebagai berikut:

Gambar 2 Grafik Nilai Kebakaran Hutan tahun 1995-2011 (KPH Cepu 2010) Peristiwa kebakaran hutan mulai tahun 1995 sampai dengan 2002 menyebabkan Perum Perhutani mengalami kerugian sebesar Rp. 310.185.000,00. Pada tahun 2003 sampai dengan 2011, KPH Cepu mengalami total kerugian sebesar Rp. 1.684.641.000,00. Peristiwa kebakaran terbesar terjadi pada tahun 2011, yaitu seluas 260,07 Ha. Menurut KSS PHBM KPH Cepu, peristiwa kebakaran yang terjadi pada tahun 2011 sebagian besar akibat human error. Selain itu, kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2011 juga memicu kebakaran hutan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Yantina (2008) bahwa penyebab dari kebakaran hutan sebagian besar terjadi karena aktivitas manusia. Selain itu juga didukung oleh faktor lingkungan seperti kondisi iklim yang kering.

Merespon adanya peningkatan pencurian kayu dan kebakaran hutan, KPH Cepu mulai mencanangkan program PHBM pada tahun 2003. Kegiatan dalam program PHBM meliputi kegiatan di dalam kawasan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan di dalam kawasan hutan terdiri dari penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Kegiatan di luar kawasan hutan terdiri dari pendirian toko saprotan, peternakan sapi dan kambing,

0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 900.000

Nil

ai

(Rup

iah)


(18)

budidaya empon-empon, dan persemaian. Kegiatan penanaman sampai dengan pemeliharaan tanaman pokok dikerjakan pesanggem bersamaaan dengan kegiatan tumpangsari di lahan andil. Perhutani memberikan pengarahan dalam menentukan jenis tanaman tumpangsari. Luas lahan andil yang dikerjakan pesanggem seluas 0,25 Ha. Kegiatan keamanan hutan dilakukan oleh Perhutani, LMDH maupun pesanggem. Perhutani melakukan kegiatan keamanan hutan berupa patroli setiap hari. LMDH melakukan kegiatan keamanan hutan berupa patroli bersama dengan Perhutani, sedangkan pesanggem melakukan kegiatan keamanan hutan secara tidak langsung dengan datang setiap hari ke hutan untuk menanam, memelihara jati dan tumpangsari.

Keterlibatan pesanggem menjadi penting dalam pengelolaan karena dapat meningkatkan efektivitas dalam pengamanan hutan dan juga meningkatkan kesejahteraan pesanggem. Wujud keterlibatan dan peran pesanggem disalurkan melalui wadah LMDH. KPH Cepu mempunyai 21 LMDH yang tersebar di Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Beberapa contoh LMDH tersebut adalah LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur.

a. LMDH Wana Sumber Mulyo

LMDH Wana Sumber Mulyo didirikan pada tanggal 18 September 2003 dengan Akta Notaris Nomor 436 tanggal 30 Desember tahun 2003. Petak pangkuan Desa Bleboh seluas 2.240,7 Ha yang berada di dua BKPH, yaitu BKPH Nglebur dan BKPH Nanas. Wilayah pangkuan Desa Bleboh yang berada di BKPH Nanas terdiri atas 51 petak yang tersebar di RPH Bleboh, RPH Janjang, RPH Nanas, dan RPH Sumberejo; sedangkan wilayah pangkuan di BKPH Nglebur berada di RPH Bulak sebanyak dua petak. LMDH ini memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris serta seksi-seksi yang terdiri dari seksi Humas, produksi, PSDH, usaha, dan keamanan disajikan dalam Lampiran 2. Dalam kepengurusan tersebut didominasi oleh tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perangkat desa karena dianggap memiliki pengaruh besar pada masyarakat dan berkompeten. Dalam kepengurusan tersebut terdiri atas beberapa seksi dengan tanggungjawab yang berbeda. Seksi Humas memiliki tanggungjawab mengadakan penyuluhan hutan lestari pada RT/RW, dan mengadakan penyuluhan tanaman produktif pada pesanggem. Seksi produksi


(19)

memiliki tanggungjawab terhadap sensus pohon, dan membantu kegiatan angkutan ketika tebangan. Seksi PSDH memiliki tanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan tanaman, dan membantu mengumpulkan pesanggem pada petak-petak pangkuan untuk kegiatan tumpangsari. Seksi usaha memiliki tanggungjawab dalam memberikan kursus atau pelatihan serta membantu pesanggem dalam usaha produktif. Seksi keamanan bertanggungjawab terhadap kegiatan patroli hutan bersama Polter, memberi pembinaan pada pencuri, dan melaksanakan sensus tegakan.

Kegiatan dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya berupa kegiatan di dalam kawasan hutan. Kegiatan tersebut terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil, dan monitoring evaluasi. Tahap perencanaan terdiri dari pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis. Rencana Operasional LMDH Wana Sumber Mulyo disusun oleh pengurus inti LMDH dan FK PHBM tingkat desa setiap satu tahun sekali. Rencana Operasional berisi tentang rencana kegiatan dan rencana pengalokasian bagi hasil selama satu tahun. Rencana Strategis disusun oleh KPH Cepu dan LMDH Wana Sumber Mulyo pada awal pelaksanaan PHBM saja karena mengasumsikan Rencana Strategis akan sama pada lima tahun berikutnya. Rencana tersebut berisi tentang kondisi sosial ekonomi desa, pangkuan hutan, identifikasi masalah, strategi dan rencana kegiatan PHBM.

Tahap pelaksanaan LMDH Wana Sumber Mulyo terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Pesanggem melakukan kegiatan tumpangsari di lahan andil yang luasnya 0,25 Ha. Pada lahan tersebut, pesanggem juga melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. sedangkan pada kegiatan keamanan hutan, pesanggem berpartisipasi secara tidak langsung dengan pergi ke hutan setiap hari untuk mencari ranting dan menjaga tanaman tumpangsari.

LMDH Wana Sumber Mulyo tidak memiliki usaha produktif. Namun, LMDH ini telah mendapat bantuan beberapa kali, yaitu berupa satu unit alat pengolah air mentah menjadi siap pakai dari Pemprov pada bulan Desember tahun 2010 serta benih padi non hibrida dari Pemda pada bulan September tahun 2011. Untuk meningkatkan keahlian anggota, LMDH Wana Sumber Mulyo mengadakan


(20)

pelatihan-pelatihan berupa pelatihan sirup secang dari Pemda dan pelatihan keuangan dari Dinas Pendidikan.

Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil produksi kayu dan non kayu. Besarnya bagi hasil produksi kayu yang diterima LMDH Wana Sumber Mulyo pada tahun 2010 untuk program kerja tahun 2011 sesuai SK Perum Perhutani No.001 tahun 2001 sebesar Rp. 44.439.474,00 dengan pajak sebesar 2% yaitu Rp. 888.789,00 sehingga besarnya bagi hasil bersih sebesar Rp. 43.550.685,00 dengan jumlah produksi kayu sebesar 760,381 m³. Pengalokasian bagi hasil disesuaikan dengan hasil kesepakatan bersama Perhutani, yaitu alokasi untuk seluruh kegiatan internal LMDH yaitu sebesar 90%, alokasi untuk dikelola Paguyuban sebesar 7%, dan dikelola KPH sebesar 3%. Alokasi penggunaan bagi hasil untuk dikelola internal LMDH sebesar Rp. 40.284.383,00. Data mengenai alokasi penggunaan bagi hasil yang dikelola internal LMDH disajikan dalam Lampiran 3.

Alokasi bagi hasil untuk honor setiap pengurus diatur oleh internal LMDH. Besarnya bagi hasil tersebut disesuaikan dengan jabatan dalam LMDH. Berikut adalah gambar pengalokasian bagi hasil honor pengurus.

Gambar 3 Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Sumber Mulyo (LMDH Wana Sumber Mulyo 2011)

Tahap monitoring dan evaluasi kegiatan di LMDH Wana Sumber Mulyo berupa pembuatan Laporan Pertanggungjawaban yang disusun oleh pengurus inti

4,58%

4,08% 3,01%

3%

2%

penanggungjawab, penasehat, pembina, dan ketua LMDH

sekretaris bendahara Koordinator seksi Anggota seksi


(21)

LMDH dan FK PHBM. Laporan Pertanggungjawaban tersebut diserahkan kepada Asper BKPH. Laporan pertanggungjawaban tersebut berisi tentang semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun.

b. LMDH Wana Tani Makmur

LMDH Wana Tani Makmur didirikan pada tanggal 27 Desember tahun 2003 dengan Akta Notaris Nomor 5 tanggal 3 Februari tahun 2003. Petak pangkuan LMDH seluas 3.011,2 Ha dengan total 86 petak yang tersebar di BKPH Nglebur, BKPH Nanas, BKPH Cabak, dan BKPH Wono Gadung. LMDH tersebut memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris serta seksi-seksi dengan total pengurus sebanyak 35 orang yang disajikan dalam Lampiran 4.

Kepengurusan LMDH Wana Tani Makmur sama dengan Wana Sumber Mulyo, yaitu didominasi oleh tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perangkat desa. Seksi LMDH Wana Tani Makmur terdiri atas seksi Sumber Daya Hutan, sosial, pengembangan usaha, keamanan, dan Humas. Seksi Sumber Daya Hutan memiliki beberapa kegiatan, yaitu membantu dalam tanaman, membantu babat dan wiwil pada petak tanaman. Kegiatan seksi sosial hanya membantu seksi-seksi yang lain dalam melaksanakan kegiatan. Kegiatan seksi pengembangan usaha terdiri atas pengawasan angkutan tebangan, pengambilan nota angkutan, pengadaan pelatihan anggota, dan pengawasan tebangan. Seksi keamanan mempunyai kegiatan yang terdiri dari patroli bersama polter di wilayah pangkuan dan orientasi wilayah pangkuan. Kegiatan seksi Humas yaitu penyuluhan tanaman produktif pada pesanggem dan mencari investor.

Kegiatan dalam program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan LMDH Wana Tani Makmur di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari dan keamanan hutan; sedangkan kegiatan di luar kawasan hutan berupa pendirian toko saprotan. Kegiatan di dalam kawasan hutan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil dan monitoring evaluasi. Tahap perencanaan yang ada di LMDH Wana Tani Makmur sama dengan di Desa Bleboh, yaitu berupa pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis. Rencana Operasional disusun oleh semua pengurus dan dihadiri oleh FK PHBM


(22)

tingkat desa pada saat bagi hasil akan dibagikan. Isi dari Rencana Operasional adalah rencana kegiatan dan rencana alokasi bagi hasil selama satu tahun. Rencana Strategis disusun oleh LMDH Wana Tani Makmur dan pihak KPH Cepu pada saat awal dilaksanakan PHBM karena mengasumsikan Rencana Strategis akan sama pada lima tahun berikutnya.

Tahap pelaksanaan PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari dan keamanan hutan. Pesanggem melakukan kegiatan tumpangsari di lahan andil yang luasnya 0,25 Ha. Pada lahan tersebut, pesanggem juga melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. Pesanggem ikut terlibat dalam kegiatan keamanan secara tidak langsung.

LMDH Wana Tani Makmur belum pernah mengadakan pelatihan-pelatihan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Hal tersebut menyebabkan kualitas sumberdaya manusia dalam kepengurusan LMDH Wana Tani Makmur masih kurang. Banyak pengurus yang tidak melakukan kewajibannya dengan baik. Selain itu, LMDH Wana Tani Makmur juga belum pernah mendapatkan bantuan teknik maupun ekonomi baik dari Pemda, Pemprov, ataupun pihak lain.

Tahap bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu. Pada tahun 2011, LMDH Wana Tani Makmur mendapatkan bagi hasil kayu sebesar Rp. 490.914.023,00 dengan pajak (2%) sebesar Rp. 9.818.280,00 dan subsidi silang (5%) sebesar Rp. 24.054.787,00 sehingga bagi hasil bersih yang diterima LMDH Wana Tani Makmur sebesar Rp. 457.040.956,00. Subsidi silang berlaku hanya untuk LMDH yang memperoleh bagi hasil di atas Rp. 50.000.000,00 yang digunakan untuk memperlancar kegiatan LMDH-LMDH yang memiliki bagi hasil kurang dari Rp. 10.000.000,00. Data mengenai alokasi penggunaan bagi hasil yang dikelola internal LMDH disajikan dalam Lampiran 5.

Persentase alokasi bagi hasil untuk honor pengurus diatur oleh internal LMDH. Besarnya honor setiap pengurus disesuaikan dengan jabatan dalam LMDH. Berikut adalah gambar pengalokasian bagi hasil untuk honor pengurus.


(23)

Gambar 4 Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Tani Makmur (LMDH Wana Tani Makmur 2011)

Tahap monitoring dan evaluasi di LMDH Wana Tani Makmur berupa pembuatan Laporan Pertanggungjawaban yang disusun oleh pengurus inti dan dihadiri oleh FK PHBM tingkat desa. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Laporan Pertanggungjawaban ini berisi tentang semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam satu tahun dan penggunaan bagi hasil. 5.2Karakteristik Responden

5.2.1 Umur Responden

Klasifikasi umur responden di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur beragam. Responden LMDH Wana Sumber Mulyo yang berusia 15-64 tahun sebanyak 28 orang dan dua orang berusia ≥65 tahun. Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur No Range umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 1-14 0 0,00

2. 15-64 28 93,33

3. ≥65 2 6,67

Jumlah 30 100,00

4,58%

4,08% 3,01%

3%

2%

penanggungjawab, penasehat, pembina, dan ketua LMDH sekretaris

bendahara Koordinator seksi Anggota seksi


(24)

Responden LMDH Wana Tani Makmur yang berusia 15-64 tahun sebanyak 26 orang dan sisanya berusia ≥65 tahun. Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur No Range umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 1-14 0 0,00

2. 15-64 26 86,67

3. ≥65 4 13,33

Jumlah 30 100,00

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), struktur umur penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok umur belum produktif (di bawah 15 tahun), kelompok umur produktif (usia 15 – 64 tahun), dan kelompok umur tidak produktif (usia 65 tahun ke atas).

5.4.2 Mata Pencaharian

Desa Bleboh dan Desa Nglebur merupakan desa yang berada di sekitar hutan yang secara tidak langsung mempengaruhi keberagaman jenis mata pencaharian masyarakat setempat. Berdasarkan hasil pengolahan data, 30 orang responden Desa Bleboh terdiri dari petani, pedagang, pekerja serabutan, dan kuli batu. Data mengenai klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan mata pencaharian

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Petani 12 40,00

2. Pedagang 4 13,34

3. Pekerja serabutan 1 3,33

4. Kuli batu 1 3,33

5. Tidak memiliki mata pencaharian

12 40,00

Jumlah 30 100,00

Mata pencaharian responden Desa Nglebur juga beragam, yaitu petani, pembuat arang, wiraswasta, pedagang kayu, kuli batu, pengrajin tunggak, dan pekerja serabutan. Di Desa Nglebur, masyarakat dapat mengambil tunggak jati setelah kegiatan tebangan untuk diolah menjadi kerajinan atau sekedar menjadi kayu bakar. Hal ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat. Data


(25)

mengenai klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan mata pencaharian

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Petani 13 43,33

2. Pembuat arang 4 13,33

3. Wiraswasta 1 3,33

4. Pedagang kayu 2 6,67

5. Kuli batu 1 3,33

6. Pengrajin tunggak 2 6,67

7. Pekerja serabutan 1 3,33

8. Tidak memiliki mata pencaharian

6 20,00

Jumlah 30 100,00

5.4.3 Kepemilikan Lahan

Sebagian besar responden LMDH Wana Sumber Mulyo memiliki mata pencaharian sebagai petani milik dan petani buruh. Responden yang mempunyai lahan milik sebanyak 17 orang. Data mengenai kepemilikan lahan disajikan dalam Tabel 13.

Tabel 13 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas kepemilikan lahan

No Luas Lahan Milik (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 0.01-0.25 10 33,34

2. 0.26-0.50 3 10,00

3. >0.50 4 13,33

4. Tidak memiliki lahan milik 13 43,33

Jumlah 30 100,00

Responden LMDH Wana Tani Makmur yang mempunyai lahan milik sebanyak 17 orang. Data selengkapnya mengenai kepemilikan lahan responden LMDH Wana Tani Makmur disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas kepemilikan lahan

No Luas Lahan Milik (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 0.01-0.25 11 36,67

2. 0.26-0.50 4 13,33

3. >0.50 2 6,67

4. Tidak memiliki lahan milik 13 43,33


(26)

5.4.4 Lahan Andil

Lahan andil adalah lahan Perhutani yang digarap pesanggem untuk kegiatan tumpangsari. Umumnya lahan andil yang dikerjakan pesanggem seluas 0,25 Ha per orang. Pesanggem dapat menggarap lahan andil lebih dari 0,25 Ha apabila lahan tersebut tidak digarap oleh pesanggem lainnya. Data selengkapnya mengenai luas lahan andil responden LMDH Wana Sumber Mulyo disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas lahan andil

No Luas Lahan Andil (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 0.25 23 76,67

2. 0.50 5 16,67

3. >0.50 2 6,67

Jumlah 30 100,00

Jumlah responden LMDH Wana Tani Makmur yang menggarap lahan andil seluas 0,25 Ha sebanyak 17 orang. Data selengkapnya mengenai luas lahan andil responden LMDH Wana Tani Makmur disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas lahan andil

No Luas Lahan Andil (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 0.25 17 56,67

2. 0.50 12 40,00

3. >0.50 1 3,33

Jumlah 30 100,00

5.3Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM 5.3.1 Partisipasi Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan PHBM dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuan, yaitu rencana jangka panjang (Rencana Strategis) dan jangka pendek (Rencana Operasional). Rencana Strategis disusun setiap lima tahun sekali yang berisi tentang kondisi sosial ekonomi desa, pangkuan hutan, identifikasi masalah, strategi, dan rencana kegiatan PHBM. Rencana Operasional disusun setiap satu tahun sekali yang berisi tentang rencana kerja dan rencana alokasi bagi hasil kayu. Rencana tersebut berisi tentang rencana kerja dan pengalokasian bagi hasil produksi kayu. Rencana jangka panjang disusun pada awal pelaksanaan program


(27)

PHBM disebabkan LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur mengasumsikan rencana jangka panjang akan sama untuk tahun-tahun berikutnya.

Menurut Hertianto (2004), perencanaan jangka panjang mutlak diperlukan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Perencanaan jangka panjang menjadi arahan bagi penyusunan rencana lain dengan jangka yang lebih pendek. Tanpa perencanaan jangka panjang akan sulit untuk membuat rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek yang berkelanjutan sehingga dapat diduga pelaksanaan PHBM di Desa Bleboh dan Nglebur sulit untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Keterlibatan pesanggem dalam tahap perencanaan sangat penting. Salah satu tujuan dilibatkannya pesanggem dalam tahap ini untuk meningkatkan rasa tanggungjawab dalam pengelolaan hutan. Distribusi partisipasi pesanggem pada tahap perencanaan ini disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Partisipasi pesanggem dalam tahap perencanaan

Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pembuatan RO terlibat 0 0

Tidak terlibat 60 100

Pembuatan Renstra terlibat 0 0

Tidak terlibat 60 100

Jumlah 60 100

Realisasi program PHBM pada tahap perencanaan belum melibatkan pesanggem. Hal tersebut ditandai dengan persentase partisipassi responden sebesar 0%. Hal tersebut sangat kontras dibandingkan dengan penelitian Hertianto (2004) di LMDH Wana Lestari KPH Randublatung. Konsep Rencana Strategis disusun oleh pihak Perhutani kemudian dibahas bersama dengan seluruh pengurus dan anggota LMDH serta pihak lain yang terkait, sedangkan Rencana Operasional disusun oleh pengurus LMDH kemudian dibahas bersama dengan anggota LMDH yaitu pesanggem. Dengan tidak adanya partisipasi pesanggem di KPH Cepu menyebabkan realisasi PHBM pada tahap perncanaan kurang berjalan efektif. Menurut Campbers dalam Hertianto (2004), paradigm pembangunan berkelanjutan manusia diletakkan sebagai inti dalam proses pembangunan yang tidak hanya sebagai obyek tetapi ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan menikmati pembangunan. Menurut Herdiansah (2005), perencanaan pengelolaan hutan di era Reformasi ini masih belum melibatkan


(28)

masyarakat dalam “proses merencanakan” kebijakan daerah tersebut. Masyarakat masih cenderung sebagai “pelaksana” dan penerima dampak kebijakan.

5.3.2 Partisipasi Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan PHBM terdiri dari kegiatan tanaman, pemeliharaan, keamanan, dan tumpangsari. Kegiatan tanaman meliputi babat dan pengolahan lahan. Pesanggem melakukan babat dan pengolahan lahan di lahan andil setelah kegiatan tebangan. Lahan yang tidak dibabat dan diolah pesanggem dikerjakan oleh pekerja borongan. Kegiatan pemeliharaan tanaman pokok meliputi pemupukan dan pendangiran. Kegiatan tumpangsari dilakukan pesanggem bersamaan dengan kegiatan pemeliharaan tanaman pokok. Pada kegiatan tumpangsari, masyarakat langsung melapor ke mandor untuk mendapatkan lahan andil. Luas lahan andil umumnya 0,25-0,5 Ha. Namun, ada sebagian pesanggem yang menggarap lahan andil dengan luasan lebih dari 0,5 Ha. Jenis tanaman tumpangsari arahan Perhutani adalah padi dan jagung, sedangkan tanaman yang ditentukan oleh pesanggem sendiri adalah singkong, cabai, tembakau, dan lain-lain.

Pada tahun 2011, pesanggem mendapat bantuan bibit padi non hibrida dari PT. Sang Hyang Seri melalui LMDH. Namun untuk mendapatkannya, pesanggem harus membeli dengan harga Rp. 5.000,00 per 5 kg. Pada kegiatan keamanan, pesanggem terlibat secara tidak langsung menjaga tegakan jati. Pada musim tanam, pesanggem ke hutan untuk menggarap lahan selain itu pesanggem juga mengambil ranting. Distribusi masyarakat menurut keikutsertaan dalam tahap pelaksanaan disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Partisipasi pesanggem dalam tahap pelaksanaan

Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tanaman terlibat 60 100

tidak terlibat 0 0

Pemeliharaan terlibat 60 100

tidak terlibat 0 0

Tebangan terlibat 60 100

tidak terlibat 0 0

Jumlah 60 100

Pesanggem terlibat dalam semua kegiatan pada tahap pelaksanaan dengan persentase 100%. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Hertianto


(29)

(2004) di KPH Randublatung, pesanggem terlibat dalam semua tahap pelaksanaan yang terdiri dari penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari.

5.3.3 Partisipasi Tahap Pemanfaatan Bagi Hasil

Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu. Distribusi pesanggem menurut keikutsertaan dalam tahap pemanfaatan bagi hasil disajikan dalam Tabel 19.

Tabel 19 Partisipasi pesanggem dalam tahap pemanfaatan bagi hasil

Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%) bagi hasil kayu terlibat

tidak terlibat

0 60

0 100 Bagi hasil non kayu terlibat

tidak terlibat

60 0

100 0

Jumlah 60 100

Pesanggem hanya terlibat dalam pemanfaatan bagi hasil non kayu pada tahap pemanfaatan bagi hasil. Bagi hasil non kayu dilaksanakan pada saat kegiatan tebangan. Pemanfaatan bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Budiarti (2011) di tiga desa di KPH Cianjur. Partisipasi pesanggem rendah pada tahap pemanfaatan bagi hasil dikarenakan sebagian besar hasil kegiatan di lapang langsung dikelola oleh pengurus LMDH (Budiarti 2011).

5.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM

Partisipasi pesanggem dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur masih terbatas pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Menurut Budiarti (2011), partisipasi pesanggem dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, pendidikan, dan mata pencaharian sedangkan faktor eksternal meliputi luas lahan milik. Umur merupakan salah satu indikator kematangan berpikir, tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Berdasarkan karakteristik responden, sebagian besar pesanggem Desa Bleboh dan Desa Nglebur tergolong dalam usia produktif. Umur memiliki pengaruh terhadap partisipasi karena


(30)

semakin produktif umur seseorang maka semakin tinggi pula partisipasi yang diberikan.

Sebagian besar mata pencaharian pesanggem Desa Bleboh adalah petani dan sebagian lagi tidak memiliki mata pencaharian. Persentase pesanggem yang memiliki mata pencaharian petani sebesar 40% dan persentase pesanggem yang tidak memiliki mata pencaharian juga sebesar 40%, sedangkan sebagian besar pesanggem di Desa Nglebur memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan persentase sebesar 43%. Slamet (1993) mengemukakan bahwa mata pencaharian mempengaruhi bentuk partisipasi karena mata pencaharian berhubungan dengan waktu luang seseorang dan terkait dengan penghasilan yang diperolehnya. Tingginya partisipasi pesanggem pada kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan karena adanya hak yang diberikan kepada pesanggem dalam memanfaatkan lahan Perhutani untuk pertanian (tumpangsari). Selain itu, pesanggem juga mendapat bagi hasil berupa kayu bakar. Bagi hasil tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk wirausaha.

Sebagian besar pesanggem di Desa Bleboh dan Desa Nglebur yang memiliki mata pencaharian sebagai petani buruh dan petani hutan sudah memiliki lahan pertanian sendiri. Namun, luas lahan pertanian tersebut tergolong sempit sehingga tingkat interaksi dan ketergantungan pesanggem terhadap hutan tinggi. Oleh karena itu, luas kepemilikan lahan pertanian juga mempengaruhi partisipasi karena semakin sempit lahan milik pesanggem maka partisipasi dalam kegiatan PHBM semakin tinggi.

Sebelum dicanangkannya PHBM, pesanggem sudah sejak lama melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari di lahan Perhutani. Namun, tahap bagi hasil non kayu baru dilaksanakan setelah adanya PHBM. Partisipasi dalam kegiatan PHBM di Desa Bleboh dan Desa Nglebur masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada satu atau beberapa kegiatan saja. Program PHBM merupakan program Perhutani sebagai implementasi Sosial Forestry yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan tujuan agar hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Adanya pembatasan partisipasi masyarakat dalam PHBM menyebabkan program tersebut tidak berjalan optimal dan sasaran program belum tercapai.


(31)

5.4 Efektivitas Kelembagaan LMDH

Efektivitas kelembagaan merupakan keberhasilan suatu lembaga dalam mencapai tujuan. Faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu lembaga adalah tujuan yang jelas, struktur organisasi, dukungan atau partisipasi masyarakat, dan sistem nilai yang dianut. LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur telah memiliki tujuan dan struktur organisasi yang jelas yang tertuang dalam akta notaris. Namun, kondisi kedua LMDH saat ini kurang berjalan maksimal karena masih bersifat pasif. Kedua LMDH tersebut sangat bergantung pada bagi hasil dalam melaksanakan semua kegiatan. LMDH Wana Sumber Mulyo tidak memiliki usaha produktif sehingga dana operasional hanya bergantung pada bagi hasil produksi kayu. LMDH Wana Tani Makmur telah memiliki usaha produktif berupa koperasi saprotan. Namun, keuntungan dari koperasi tersebut sedikit sehingga dana operasional juga masih bergantung pada bagi hasil produksi kayu.

Kondisi internal kedua LMDH kurang begitu baik. Hal tersebut dikarenakan kurangnya koordinasi antara atasan dengan bawahan dan sesama pengurus. Pengurus juga masih belum memahami kewajiban masing-masing. Hal tersebut menyebabkan banyak rencana kegiatan LMDH yang kurang terealisasi dengan baik. Selain itu, baik kegiatan di LMDH Wana Sumber Mulyo maupun Wana Tani Makmur hanya aktif pada kegiatan patroli hutan. Kegiatan patroli hutan aktif diikuti pengurus LMDH apabila ada insentif dari Perhutani. Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas LMDH dalam pencapaian tujuan masih kurang.

Program PHBM yang merupakan kemitraan antara Perhutani dan LMDH mempunyai beberapa tahapan kegiatan, yaitu tahap perencanaan yang berupa pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis, tahap pelaksanaan yang terdiri dari kegiatan tanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan; dan tahap pemanfaatan bagi hasil berupa pengalokasian bagi hasil kayu dan non kayu. Setiap tahap kegiatan PHBM diharapkan semua pihak dapat terlibat. Namun pada kenyataannya, pembuatan Rencana Operasional, Rencana Strategis, serta pengalokasian bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH.


(32)

Menurut Hutapea et al. (2008), efektivitas dapat dievaluasi dengan dua hal, yaitu pencapaian sasaran dan proses pelaksanaan organisasi yang tercermin dalam perilaku organisasi ketika berinteraksi dengan lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Baik pencapaian sasaran maupun proses pelaksanaan organisasi memiliki peran yang sangat penting karena pencapaian sasaran yang tidak disertai dengan proses pelaksanaan organisasi yang baik akan mengakibatkan usaha pencapaian sasaran tidak berlangsung lama. Sasaran utama dalam PHBM ini adalah pesanggem. Partisipasi pesanggem dalam LMDH sangat penting sebagai sarana untuk mengetahui kebutuhan masyarakat setempat.

Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi pesanggem sebagai anggota LMDH masih bersifat parsial. Dari keseluruhan tahapan dalam PHBM, masyarakat hanya terlibat dalam tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Bagi hasil kayu dikelola oleh pengurus LMDH. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan dan sosialisasi pihak KPH Cepu dalam pengalokasian bagi hasil. Dalam penerapan program PHBM, pihak KPH Cepu belum mempunyai sistem nilai atau kebijakan yang mengatur tentang alokasi bagi hasil. Menurut Muttaqin dan Dwiprabowo (2007) dalam Subarudi (2008), Good forest governance adalah suatu tindakan atau cara melakukan kebijakan kehutanan dengan kualitas hasil yang tepat atau memadai. Menurut Solihin (2007), prinsip good forest governance terdiri atas prinsip akuntabilitas, transparansi, demokrasi, dan partisipasi. Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan empat prinsip good forest governance disajikan dalam Tabel 20, sebagai berikut:


(33)

Tabel 20 Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan prinsip good forest governance

No. Prinsip good forest

governance

Kriteria Implementasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur

1. Akuntabilitas  Kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan.

 Belum terdapat kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan. 2. Transparansi  Tersedianya informasi

yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik.

 Akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu.

 Dalam pembuatan program kerja, tidak semua pihak terkait dan berkontribusi.

 Akses informasi sulit dijangkau dan belum bebas diperoleh.

3. Demokrasi  Kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan berorganisasi.

 Kesempatan yang sama bagi anggota masyarakat untuk memilih dan membangun konsensus dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.

 Belum terdapat kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kesempatan yang sama bagi anggota untuk memilih dan membangun konsesus dalam pengambilan keputusan.

4. Partisipasi Pengambilan keputusan yang didasarkan atas konsensus bersama.

 Pengambilan keputusan belum didasarkan atas konsesus bersama.

Berdasarkan hasil analisis di atas, kelembagaan LMDH dapat dikatakan belum berjalan efektif karena belum memenuhi keempat prinsip good forest governance, yaitu:

1. Prinsip Akuntabilitas

LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur memiliki Rencana Operasional dan Lembar Pertanggungjawaban. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa rencana kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan Rencana Operasional. Rencana alokasi bagi hasil untuk kompensasi pesanggem juga belum dirasakan oleh pesanggem.


(34)

2. Prinsip Transparansi

Di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur terdapat beberapa hal yang belum transparan dalam pelaksanaan program PHBM. Sebagian besar pengurus kedua LMDH belum mengetahui tugas dan kewajiban masing-masing. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi program kerja kepada pengurus LMDH. Dalam program kerja pengalokasian bagi hasil, pihak-pihak yang terkait dan berkontribusi dalam memutuskan pengalokasian bagi hasil terdiri dari pengurus inti dan pihak Perhutani. Hasil keputusan tersebut tidak disosialisasikan kepada pengurus yang lain. Pengurus LMDH hanya mengetahui total bagi hasil dan alokasi bagi hasil untuk honor pengurus. Selain itu, sosialisasi mengenai bagi hasil juga belum sampai pada tingkat pesanggem.

3. Prinsip Demokrasi

Suatu lembaga dapat berjalan secara demokratis apabila dalam pembuatan kebijakan maupun rencana kerja dilakukan dengan musyawarah dan seluruh pihak dapat menyampaikan aspirasinya. Demokrasi dalam pembuatan Rencana Operasional, Rencana Strategis, dan pengalokasian bagi hasil tidak tercapai karena hanya melibatkan seluruh pengurus LMDH.

4. Prinsip Partisipasi

Partisipasi pesanggem dalam LMDH masih terbatas sebagai pelaksana kegiatan. Pesanggem belum diikutsertakan dalam pembuatan keputusan. Berdasarkan hasil analisis di atas, kelembagaan LMDH dapat dikatakan belum berjalan efektif karena belum memenuhi keempat prinsip good forest governance.


(35)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan yang terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan yang terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan; dan di luar kawasan hutan berupa pendirian toko saprotan.

2. Partisipasi pesanggem dalam program PHBM masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengalokasian bagi hasil non kayu. Pada tahap pelaksanaan, pesanggem terlibat dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan; sedangkan pada pengalokasian bagi hasil non kayu, pesanggem terlibat dalam pembagian kayu bakar saat tebangan.

3. Efektivitas kelembagaan LMDH masih belum sesuai dengan empat prinsip good forest governance, yaitu belum terdapat kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan, dalam pembuatan program kerja, tidak semua pihak terkait dan berkontribusi, akses informasi sulit dijangkau dan belum bebas diperoleh, belum terdapat kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kesempatan yang sama bagi anggota untuk memilih dan membangun konsesus dalam pengambilan keputusan, dan pengambilan keputusan yang belum didasarkan atas konsesus bersama.

6.2 Saran

1. Perlu adanya peningkatan penyuluhan mengenai PHBM oleh Perum Perhutani. 2. Perlu adanya pelatihan usaha produktif agar LMDH menjadi LMDH mandiri. 3. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat


(36)

MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I

JAWA TENGAH

DWI NOOR SUKHMAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Awang SA. 2010. Pembelajaran dari Kemitraan PHBM [makalah]. http://sanafriawang.staff.ugm.ac.id/2010/05 [28 Maret 2012].

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Konsep Tenaga Kerja. http://bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=64&Ite mid=58 [13 Juni 2012].

Budiarti S. 2011. Persepsi dan partisipasi masyarakat desa sekitar hutan terhadap sistem PHBM Di Perum Perhutani: kasus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Djogo T, Sunaryo, Suharjito D, Sirait M. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. Bogor: ICRAF.

Dinas Kehutanan Jawa Tengah. 2009. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Semarang: Lumbung Media.

Dunggio I, Gunawan H. 2009. Telaah Sejarah Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 06: 01. Herdiansah. 2005. Pengelolaan Hutan di era Otonomi Daerah. Di dalam:

Simposium Nasional Dunia Kehutanan. Prosiding Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional III; Bogor, 5-6 Sep 2005. Bogor: Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. hlm 77-81.

Hernanto Y. 2007. Partisipasi dan pendapatan masyarakat dalam program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat: kasus di Desa Magelung, RPH Mugas, BKPH Mangkang, KPH Kendal, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Hertianto. 2004. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dalam rangka pengelolaan hutan berkelanjutan: kasus desa Jegong Kabupaten Blora. [tesis]. Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro.

Hutapea P, Thoha N. 2008. Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.

[KPH] Kesatuan Pemangkuan Hutan Cepu. 2010. Profil KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

Kusumawanti I. 2009. Evaluasi perubahan kelas hutan produktif tegakan jati (tectona grandis l.f.) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

[LMDH] Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Sumber Mulyo. 2011. Rencana Alokasi Penggunaan Bagi Hasil Tahun 2010 untuk Tahun 2011. Blora: LMDH Wana Sumber Mulyo.


(38)

[LMDH] Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Tani Makmur. 2011. Penggunaan Bagi Hasil Produksi LMDH Wana Tani Makmur Tahun 2010 untuk Tahun 2011. Blora: LMDH Wana Tani Makmur.

Matthew B, Huberman A M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Rohendi Tjetjep, penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Qualitative Data Analysis.

Muhidin S. 2009. Konsep Efektivitas Organisasi. http://www.sambasalim.com/ manajemen / konsep - efektivitas - organisasi. html. [3Mei 2012].

Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia. http://tizarrah mawan.wordpress.com/2009/12/09/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/ [3 Mei 2012].

[Pemdes] Pemerintah Desa Bleboh. 2009. Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Kabupaten Blora. Blora: Pemerintah Desa Bleboh.

[Pemdes] Pemerintah Desa Bleboh. 2010. Keputusan Kepala Desa No: 07/IX/10 Tentang Reposisi dan Perampingan Pengurus LMDH Wono Sumber Mulyo Desa Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Masa Bakti 2009-2014. Blora: Pemerintah Desa Bleboh.

[Pemdes] Pemerintah Desa Nglebur. 2009. Keputusan Kepala Desa No: /SK/NGL/XII/2009 Tentang Reposisi LMDH Wana Tani Makmur Desa Nglebur Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Periode Tahun 2008-2013. Blora: Pemerintah Desa Nglebur.

[Pemdes] Pemerintah Desa Nglebur. 2009. Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Kabupaten Blora. Blora: Pemerintah Desa Bleboh.

[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Perusahaan Hutan Negara Indonesia. 2002. Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Unit I Jawa Tengah. Semarang: Perum Perhutani.

Rahmadana F, Widho B. 2002. Pengaruh Sistem Informasi Manajemen dan Struktur Organisasi terhadap Efektivitas Pengambilan Keputusan pada Kantor Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe A Belawan. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Vol. 02: 02.

Robertson I, Callinan M, Bartam D. 2002. Organizational Effectiveness: The Role of Psychology. Chicester: John Wiley and Sons,ltd.

Slamet Y. 1993. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Solihin D. 2007. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pembangunan Daerah. http://www.slideshare.net/Dadang Solihin/ penerapan-prinsip-prinsip-good-governance-dalam-pembangunan-daerah-56123 [3 Mei 2012].

Subarudi. 2008. Tata Kelola Kehutanan yang Baik: Sebuah Pembelajaran dari Sragen. Jurnal Kebijakan Kehutanan Vol. 05: 03.


(39)

Suharjito D. 2004. Pengembangan Kapasitas Masyarakat Lokal dan Stakeholder dalam Pembangunan Pengelolaan Hutan. Di dalam: Seminar Masyarakat Sekitar Hutan. Prosiding Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional II ; Bogor, 7 Sept 2004. Bogor: Lembaga-lembaga Kemahasiswaan Fakultas Kehutanan IPB.

Suharti S, Muniarti. 2004. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat; Peluang Usaha, Peningkatan Kesejahteraan, dan Permasalahan Peningkatan Produktivitas. Di dalam: Makalah Penunjang pada Ekspose Penerapan Hasil Litbang dan Konservasi Alam. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang dan Konservasi Alam; Palembang, 15 Des 2004. Palembang: Peneliti pada Kelompok Peneliti Perhutanan Sosial. hlm 176-185.

Suprayitno A. 2011. Model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan Kemiri rakyat: kasus pengelolaan hutan Kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Yantina S. 2008. Penilaian dampak kebakaran hutan terhadap vegetasi di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.


(40)

MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I

JAWA TENGAH

DWI NOOR SUKHMAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(41)

PARTISIPASI MASYARAKAT DESA HUTAN

DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA

MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I

JAWA TENGAH

DWI NOOR SUKHMAWATI

E14070065

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(42)

RINGKASAN

Dwi Noor Sukhmawati (E14070065). Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Dibimbing oleh Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA dan Dr. Corryanti.

Sejak dahulu, masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya seperti rumah, sandang, pangan, obat-obatan, dan jasa lingkungan sangat bergantung pada hutan. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan hidup meningkat dan memicu terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya hutan secara komersial dan berskala besar. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPH Cepu, kejadian pencurian hutan dan kebakaran masih tinggi setiap tahunnya.

Merespon adanya peningkatan gangguan hutan, Perhutani menerapkan beberapa kebijakan baru secara multi sektoral terkait dalam pengelolaan hutan. Salah satu bentuk kebijakan baru tersebut adalah program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). KPH Cepu mulai mencanangkan program PHBM pada tahun 2003. Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan hutan. Hal ini dimulai dengan terjalinnya kerjasama antara Perhutani dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Salah satu unsur keberhasilan pelaksanaan program PHBM adalah efektivitas kelembagaan LMDH. LMDH yang efektif adalah LMDH yang melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan.

Penelitian dilakukan di Desa Bleboh dan Desa Nglebur Perum Perhutani KPH Cepu Unit I Jawa Tengah pada bulan September 2011 sampai dengan bulan November 2011. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kegiatan-kegiatan PHBM, menganalisis partisipasi masyarakat dalam program PHBM, dan menganalisis efektivitas kelembagaan LMDH. Jumlah desa yang dipilih sebanyak dua desa yaitu Desa Bleboh dan Desa Nglebur dengan jumlah responden 30 orang pada masing-masing desa.

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kegiatan dalam program PHBM di KPH Cepu terdiri dari kegiatan di dalam kasan hutan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan

keamanan. Kegiatan di luar kawasan hutan meliputi pendirian toko saprotan,

peternakan sapi dan kambing, budidaya empon-empon, dan persemaian. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan, sedangkan program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Partisipasi pesanggem dalam program PHBM masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengalokasian bagi hasil non kayu. Efektivitas kelembagaan LMDH masih belum sesuai dengan empat prinsip good forest governance.


(43)

SUMMARY

Dwi Noor Sukhmawati (E14070065). Participation of Rural Forest Community in the Program of Forest Management together with Community in KPH Cepu, Perhutani Unit I, Central Java. Supervised by Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA and Dr. Corryanti.

Since a long time ago, the people of Indonesia in satisfying such needs as houses, clothing, food, medicine, and environmental services have depended heavily on forests. The increase of population has caused the living necessities to increase and triggered the exploitation of forest resources commercially at a large-scale. Based on the recapitulation of KPH Cepu, the incidence of theft and forest fires is high every year.

Responding to the increasing forest disturbances, Perhutani applied several new multi-sector policies related to forest management. One form of the new policies is the PHBM (Forest Management together with Community) program. KPH Cepu began to launch the program in 2003. This program opens an opportunity for people to participate directly in forest management. This started with the establishment of cooperation between Perhutani and LMDH (Rural Forest Community Institution). One element of the successful implementation of PHBM is the effectiveness of LMDH. An effective LMDH is one that involve the community in each activity.

The study was conducted in the villages of Bleboh and Nglebur, Perum Perhutani KPH Cepu Unit I Central Java, from September 2011 through November 2011. The data used were of primary and secondary types. The purpose of this study was to identify the activities of PHBM, analyze people‟s participation in the PHBM program, and analyze the effectiveness of LMDH. the number of selected villages was two, namely the village of Bleboh and Nglebur with 30 respondents in each village.

Based on the research results, there are two types of activities in PHBM at KPH Cepu: the activities inside the forest area and the activities outside the forest area. The inside activities include planting, maintaining, intercropping, and security. The outside activities involve the establishment of saprotan shop, cattle and goats breeding, empon-empon farming, and nurseries. The implemented program of PHBM in LMDH of Wana Sumber Mulyo consists of the activities only inside forest area, whereas the PHBM program in LMDH of Wana Tani Makmur includes the activities both inside and outside the forest area. Participation of pesanggem in PHBM program is still partial, i.e. limited to the phase of implementation and allocation of shared profit from non-wood products. The effectiveness LMDH as an institution has not yet complied with the four principles of good forest governance.


(44)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012


(45)

Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

Nama : Dwi Noor Sukhmawati NIM : E14070065

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., MPPA Dr. Corryanti

NIP. 130813798 NIP. 19600103 198603 2 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001


(46)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu secara moril dan materil untuk menyelesaikan skripsi ini, sebagai berikut:

1. Ayahanda Supriyadi, ibunda Sholihah, Kakak (Ikha Noor Rakhmawati), Adik (Tri Noormawati dan Siti Noor Fatmawati) serta segenap anggota keluarga yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang serta dukungan moralnya. 2. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., MPPA selaku dosen pembimbing pertama

yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan penelitian hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini dan Dr. Corryanti selaku pembimbing kedua dari pihak Perum Perhutani Cepu yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam proyek penelitian serta memberikan bimbingan dalam pengambilan data di lapang.

3. Rekan-rekan MNH 44 yang telah memberikan semangat dan dukungannya selama proses perkuliahan sampai dengan selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran yang membangun untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik.

Bogor, Juli 2012


(1)

 Pemeliharaan (pemupukan dan pendangiran):

 Tebangan (tebang pohon, pembagian batang, klem pohon, dan pengangkutan):

 Keamanan (patroli, sensus tegakan, informan, dan pembinaan pencuri): 15. Keterlibatan pembagian dan pengalokasian dana sharing?

16. Keterlibatan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan PHBM g. Permasalahan dalam pelaksanaan PHBM


(2)

Lampiran 7 Kuisioner untuk Pihak Perhutani a. Data Pribadi

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Usia :

4. Jabatan :

b. Wawancara dengan Perhutani 1. Luas areal hutan di KPH Cepu?

2. Kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat desa hutan?

3. Kondisi internal perhutani? (menjelaskan tentang manajemen SDM, tata kerja internal, manajemen data dan informasi, dan strategi pelaksanaan PHBM)

4. Pola Kemitraan PHBM? (menjelaskan tentang pola koordinasi dengan pihak terkait, kesiapan semua pihak dalam PHBM, pendampingan kesepakatan multipihak, permasalahan dalam koordinasi)

5. Teknis pelaksanaan PHBM dalam kawasan hutan? (menjelaskan tentang penyusunan Rencana Strategis LMDH, keterlibatan MDH dalam pengelolaan hutan mulai dari penanaman, sampai dengan keamanan, penerapan perjanjian bagi hasil, transparansi sharing, mekanisme pengawasan sharing, alokasi sharing, aturan dalam penggunaan sharing, permasalahan dalam pembagian dan penggunaan sharing, dan monitoring dan evaluasi)

6. Kebijakan Perhutani dalam meningkatkan peran masyarakat desa hutan dalam pengelolaan sumberdaya hutan? (menjelaskan tentang kebijakan KPH agar LMDH dapat lebih berperan dalam pengelolaan hutan, penyusunan Rencana Strategis LMDH, peran Perhutani dalam meningkatkan fungsi LMDH, dan dukungan stakeholder dalam kegiatan pengelolaan hutan)


(3)

Lampiran 8 Dokumentasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur

Tumpangsari pesanggem LMDH Wana Tani Makmur

Tumpangsari pesanggem LMDH Wana Sumber Mulyo


(4)

Kantor LMDH Wana Tani Makmur

Daerah pangkuan LMDH Wana Tani Makmur


(5)

RINGKASAN

Dwi Noor Sukhmawati (E14070065). Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Dibimbing oleh Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA dan Dr. Corryanti.

Sejak dahulu, masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya seperti rumah, sandang, pangan, obat-obatan, dan jasa lingkungan sangat bergantung pada hutan. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan hidup meningkat dan memicu terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya hutan secara komersial dan berskala besar. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPH Cepu, kejadian pencurian hutan dan kebakaran masih tinggi setiap tahunnya.

Merespon adanya peningkatan gangguan hutan, Perhutani menerapkan beberapa kebijakan baru secara multi sektoral terkait dalam pengelolaan hutan. Salah satu bentuk kebijakan baru tersebut adalah program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). KPH Cepu mulai mencanangkan program PHBM pada tahun 2003. Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan hutan. Hal ini dimulai dengan terjalinnya kerjasama antara Perhutani dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Salah satu unsur keberhasilan pelaksanaan program PHBM adalah efektivitas kelembagaan LMDH. LMDH yang efektif adalah LMDH yang melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan.

Penelitian dilakukan di Desa Bleboh dan Desa Nglebur Perum Perhutani KPH Cepu Unit I Jawa Tengah pada bulan September 2011 sampai dengan bulan November 2011. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kegiatan-kegiatan PHBM, menganalisis partisipasi masyarakat dalam program PHBM, dan menganalisis efektivitas kelembagaan LMDH. Jumlah desa yang dipilih sebanyak dua desa yaitu Desa Bleboh dan Desa Nglebur dengan jumlah responden 30 orang pada masing-masing desa.

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kegiatan dalam program PHBM di KPH Cepu terdiri dari kegiatan di dalam kasan hutan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan

keamanan. Kegiatan di luar kawasan hutan meliputi pendirian toko saprotan,

peternakan sapi dan kambing, budidaya empon-empon, dan persemaian. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan, sedangkan program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Partisipasi pesanggem dalam program PHBM masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengalokasian bagi hasil non kayu. Efektivitas kelembagaan LMDH masih belum sesuai

dengan empat prinsip good forest governance.


(6)

SUMMARY

Dwi Noor Sukhmawati (E14070065). Participation of Rural Forest Community in the Program of Forest Management together with Community in KPH Cepu, Perhutani Unit I, Central Java. Supervised by Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA and Dr. Corryanti.

Since a long time ago, the people of Indonesia in satisfying such needs as houses, clothing, food, medicine, and environmental services have depended heavily on forests. The increase of population has caused the living necessities to increase and triggered the exploitation of forest resources commercially at a large-scale. Based on the recapitulation of KPH Cepu, the incidence of theft and forest fires is high every year.

Responding to the increasing forest disturbances, Perhutani applied several new multi-sector policies related to forest management. One form of the new policies is the PHBM (Forest Management together with Community) program. KPH Cepu began to launch the program in 2003. This program opens an opportunity for people to participate directly in forest management. This started with the establishment of cooperation between Perhutani and LMDH (Rural Forest Community Institution). One element of the successful implementation of PHBM is the effectiveness of LMDH. An effective LMDH is one that involve the community in each activity.

The study was conducted in the villages of Bleboh and Nglebur, Perum Perhutani KPH Cepu Unit I Central Java, from September 2011 through November 2011. The data used were of primary and secondary types. The purpose of this study was to identify the activities of PHBM, analyze people‟s participation in the PHBM program, and analyze the effectiveness of LMDH. the number of selected villages was two, namely the village of Bleboh and Nglebur with 30 respondents in each village.

Based on the research results, there are two types of activities in PHBM at KPH Cepu: the activities inside the forest area and the activities outside the forest area. The inside activities include planting, maintaining, intercropping, and security. The outside activities involve the establishment of saprotan shop, cattle and goats breeding, empon-empon farming, and nurseries. The implemented program of PHBM in LMDH of Wana Sumber Mulyo consists of the activities only inside forest area, whereas the PHBM program in LMDH of Wana Tani Makmur includes the activities both inside and outside the forest area. Participation of pesanggem in PHBM program is still partial, i.e. limited to the phase of implementation and allocation of shared profit from non-wood products. The effectiveness LMDH as an institution has not yet complied with the four principles of good forest governance.


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN (Studi Di Wilayah Perum Perhutani KPH Malang)

1 8 17

Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui pendekatan kelompok kasus pengelolaan hutan bersama masyarakat pada areal hutan produksi Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah

3 81 325

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Peranan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Cepu, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah

1 41 109

Persepsi dan partisipasi masyarakat desa sekitar hutan terhadap sistem PHBM di Perum Perhutani (Kasus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat)

1 13 177

Evaluasi Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) LMDH Wana Bumi Tirta Makmur, Desa Banjaranyar, BKPH Margasari, KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 11 68

Peran Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dalam Mengatasi Masalah Pencurian Kayu Studi Kasus di KPH Jember Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

7 35 72

Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Banyumas Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 6 40

KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN SARADAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

1 20 161

PEMBERIAN HAK KELOLA LAHAN OLEH PERHUTANI KEPADA MASYARAKAT DESA HUTAN MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI PERUM PERHUTANI KPH BLORA.

0 0 1