Korelasi Ukuran Testis Dengan Bobot Badan Dan Konsentrasi Spermatozoa Pada Tiga Jenis Ayam Lokal

KORELASI UKURAN TESTIS DENGAN BOBOT BADAN
DAN KONSENTRASI SPERMATOZOA PADA
TIGA JENIS AYAM LOKAL

EMILIA KAMUNG HAMBU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Korelasi Ukuran Testis
dengan Bobot Badan dan Konsentrasi Spermatozoa pada Tiga Jenis Ayam Lokal
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Emilia Kamung Hambu
NIM B352140151

RINGKASAN
EMILIA KAMUNG HAMBU. Korelasi Ukuran Testis dengan Bobot Badan dan
Konsentrasi Spermatozoa pada Tiga Jenis Ayam Lokal. Dibimbing oleh RADEN
IIS ARIFIANTINI, BAMBANG PURWANTARA, dan SRI DARWATI.
Peningkatan produktivitas ayam lokal diperlukan karena beberapa jenis
ayam lokal Indonesia merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang perlu
dilestarikan. Ayam lokal Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil daging dan
telur. Pelestarian dan pengembangan ayam lokal dapat dilakukan dengan
meningkatkan kualitas bibit yang dihasilkan melalui perkawinan dengan pejantan
unggul. Pejantan memiliki peran penting meningkatkan performa generasi
berikutnya. Kualitas reproduksi ternak jantan dapat diprediksi berdasarkan ukuran
testis. Testis berhubungan dengan potensi produksi spermatozoa dan testosteron.
Testis ayam terletak di dalam tubuh, sehingga untuk mengetahui potensi
reproduksi berdasarkan ukuran testis hanya bisa dilakukan dengan nekropsi.
Teknik memprediksi ukuran testis ayam tanpa melakukan nekropsi perlu

dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur potensi reproduksi ayam lokal
melalui analisis korelasi berat badan, ukuran testis, dan konsentrasi spermatozoa.
Sebanyak 15 ekor ayam jantan dari 3 jenis berbeda yang terdiri dari
merawang, kampung, dan persilangan sentul kampung kedu (SK kedu) digunakan
dalam penelitian. Penelitian ini terdiri atas 4 tahap, 1) penimbangan bobot badan.
2) analisis kualitas semen segar 3) pengukuran testis menggunakan USG. 4)
pengukuran testis secara langsung. Tahap 1. Penimbangan bobot badan dilakukan
seminggu sekali, dengan menggunakan timbangan digital (Osuka, skala max 5 kg,
d = 1 g). Tahap 2. Analisis kualitas semen segar, dilakukan setelah pengumpulan
semen dengan metode masase, dan diperoleh 540 total ejakulasi, (36 ejakulasi dari
masing-masing ayam).
Evaluasi makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, dan pH serta
evaluasi mikroskopis meliputi gerakan massa, motilitas, viabilitas, konsentrasi,
dan morfologi abnormal spermatozoa. Tahap 3, Pengukuran organ testis
menggunakan USG dilakukan pada bagian atas paha menggunakan frekuensi 7-9
MHz untuk menentukan ukuran penampang melintang dari testis kiri dan kanan.
Tahap 4, Koleksi dan pengukuran testis secara langsung setelah ayam dinekropsi.
Testis dikumpulkan dan diukur menggunakan electronic caliper pada penampang
memanjang dan penampang melintang testis. Berat testis ditimbang menggunakan
timbangan digital (skala max 1000 g, d = 0.1 g) dan volume testis menggunakan

gelas ukur.
Penelitian tahap 1 dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Penelitian tahap 2 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tersarang
Penelitian tahap 3 dan 4, ukuran testis hasil USG dan ukuran testis hasil
pengukuran langsung dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan
uji independen sample (t-test). Korelasi bobot badan dengan ukuran testis dan
konsentrasi sel spermatozoa dianalisis menggunakan analisis korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan bobot badan ayam merawang (2 712±320 g)
lebih besar dibandingkan ayam kampung (2 571±406 g) dan SK kedu
(2 258±428 g). Evaluasi makroskopis menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada

semua ayam kecuali pada parameter volume. Evaluasi mikroskopis menunjukkan
tidak terdapat perbedaan pada motilitas, viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa.
Hanya pada konsentrasi spermatozoa dan total spermatozoa per ejakulat yang
menunjukkan adanya perbedaan. Ayam merawang memiliki volume, konsentrasi
spermatozoa, dan total spermatozoa per ejakulat yang lebih tinggi dibandingkan
ayam kampung dan ayam SK kedu. Kualitas semen segar antara individu dalam
jenis ayam menunjukkan adanya variasi antara semua individu dalam jenis ayam.
Ukuran penampang melintang testis kiri dan kanan masing-masing berkisar
antara 15.94±2.59-18.92±0.93 mm dan 17.06±2.63-19.76±3.19 mm. Ukuran testis

hasil pengukuran langsung menunjukkan tidak berbeda pada berat (g), volume
(mL), penampang memanjang (mm), dan penampang melintang (mm) testis.
Berdasarkan hasil uji independen sample (t-test) adanya perbedaan antara ukuran
testis yang diukur menggunakan USG dan ukuran testis yang diukur secara
langsung. Ukuran testis hasil USG lebih kecil dibandingkan ukuran testis hasil
pengukuran langsung.
Ukuran testis hasil USG dengan bobot badan berkorelasi negatif tetapi
ukuran testis hasil pengukuran langsung berkorelasi positif dengan bobot badan
namun tidak nyata. Ukuran testis hasil pengukuran langsung berkorelasi positif
dengan konsentrasi spermatozoa tetapi tidak nyata. Terdapat korelasi positif
antara ukuran penampang melintang testis hasil USG dengan konsentrasi
spermatozoa.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bobot badan, volume, konsentrasi
spermatozoa, dan total spermatozoa per ejakulat ayam merawang lebih tinggi
dibandingkan ayam kampung dan SK kedu. Konsentrasi spermatozoa ayam dapat
diduga dengan mengukur penampang melintang testis menggunakan USG.
Kata kunci:

bobot badan, kualitas semen ayam lokal, ukuran testis, potensi
reproduksi.


SUMMARY
EMILIA KAMUNG HAMBU. Correlation beetwen Body Weight, Testis Size and
Concentration of Spermatozoa in Three Types of Local Chicken. Supervised by
RADEN IIS ARIFIANTINI, BAMBANG PURWANTARA, and SRI
DARWATI.
The increase of Indonesian local chicken productivity is needed several
types of Indonesian local chickens are native germplasm that need to be
preserved. Indonesian local chicken have potential productivity as meat and eggs
producer. Preservation and development of local chickens can be done by
improving its quality by mating hen with superior roosters. Rooster have an
important role in improving performance of the generation. The quality of sperm
production can be predicted based on testicular size. Testes have been associated
with the potential of spermatozoa and testosterone production. Rooster testicles
located inside the body. To determine its reproductive potensial base on testicle
size can only be done by a necropsy. The technique to predict rooster potential
through measuring testis size without necropsy need to be done. This experiment
aims to measure the reproductive potential of local chicken rooster through the
correlation analysis of body weight, testicular size, and sperm concentration.
A total of 15 roosters of 3 different chicken breeds i.e. merawang, kampung,

and sentul kampung kedu crosses (SK kedu) were used in this experiment. The
study divided into four activities, 1) measurement of body weight. 2) assessment
of fresh semen quality 3) measurement of testicular size by using ultrasound. 4)
collection and measurement of testicular size post mortem. Activity 1. Body
weight measurement conducted once a week, using digital balance (Osuka, scale
max 5 kg d = 1 g). Activity 2. Analyze of fresh semen quality, performed after
semen collection by the dorso-abdominal and cloaca massage method, in total
540 ejaculate were obtained, (36 ejaculate from each rooster).
Macroscopically evaluation including volume, color, consistency, and pH
and microscopic evaluation including mass movement, motility, viability,
concentration, and morphological abnormalities of sperm. Activity 3, Testicular
size measurement using an ultrasound using the 7-9 MHz frequency to determine
the cross section of the left and right testis. Activity 4, Collection and
measurement of testicular size directly of post mortem rooster. Testes were
collected and measurement using electronic caliper on the longitudinal sections
and cross section of the testicles. Testicular weight using digital balance (scale
max 1000 g x 0.1 g) and testicular volume using measuring cup.
The data ware analyzed using a completely randomized design (CRD) for
activity 1; nested design for activity 2; for activity 3 and 4, the data were
analyzed using CRD and independent test sample (t-test), correlation between

body weight, testicular size and sperm concentrations were analyzed using
correlation analysis used SPSS 16 software.
Results of the experiment demonstrated that merawang body weight (2
712±320 g) was significantly higher than kampung (2 571±406 g) and SK kedu
roosters (2 258±428 g). There were no differences between breeds in the aspect
of macroscopic analyzes, among all roosters, except for semen volume.
Microscopic evaluation demonstrated no differences between breeds on the sperm

motility, viability as well as sperm abnormality. Merawang rooster showed the
tendency of higher values on semen volume, sperm concentration, and total sperm
per ejaculate compared to kampung and SK kedu. Fresh semen quality among
individuals within breeds showed a variation in all chicken.
The cross section of the left and right testis ranged between 15.94±2.59 to
18.92±0.93 mm and 17.06±2.63 to 19.76±3.19 mm respectively. Post mortem
testicular size of 3 types of local chickens showed no difference between breed on
the weight, volume, longitudinal sections and in cross section. Independent
sample (t-test) between ultrasound and testicular size post mortem, were different
where testicular size of post mortem was higher than ultrasound.
There were negative correlation between body weight and ultrasound
testicular size but there were positive correlation between body weight and post

mortem testicular size in all breed chicken. Positive correlation but not significant
were detected between, post mortem testicular size and sperm concentration.
There was significant positive correlation between sperm concentration with
ultrasound cross section of testis.
It is concluded that body weight, semen volume, sperm concentration and
total number sperm in ejaculate of merawang were superior than kampung and
SK kedu roosters. Sperm concentration of roosters can be estimated by
untrasound throught measuring the cross section of testis.
Key words: body weight, local chicken semen quality, testicular size,
reproductive potential.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KORELASI UKURAN TESTIS DENGAN BOBOT BADAN
DAN KONSENTRASI SPERMATOZOA PADA
TIGA JENIS AYAM LOKAL

EMILIA KAMUNG HAMBU

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr drh Tuty Laswardi Yusuf, MS


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Juli 2016 ialah
Korelasi Ukuran Testis dengan Bobot Badan dan Konsentrasi Spermatozoa pada
Tiga Jenis Ayam Lokal.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Institut Pertanian Bogor sebagai
almamater penulis. Terima kasih dan rasa hormat penulis ucapkan kepada Ibu
Prof Dr Dra Raden Iis Arifiantini MSi, Prof Dr drh Bambang Purwantara MSc,
dan Dr Ir Sri Darwati MSi selaku komisi pembimbing dan motivator yang telah
meluangkan waktunya untuk menemani dan membimbing selama penelitian dan
memberi banyak masukkan serta saran dalam penulisan. Terima kasih kepada
Prof Dr drh M Agus Setiadi selaku Ketua Program Studi Biologi Reproduksi dan
Prof Dr drh Tuty L Yusuf, MS selaku penguji yang telah memberikan masukan
untuk penyempurnaan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir
W Marlene Nalley, MSi yang selalu memotivasi dan mendukung penulis selama
menempuh pendidikan S2. Terima kasih kepada drh Fakhrul Ulum Msi yang
sudah meluangkan waktu untuk ikut membantu penulis selama penelitian.
Penulis berterima kasih kepada seluruh staf dan pegawai pada Departemen
Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Bapak Bondan

Ahmadi SE, Bapak Ugan, Ibu Yanti, Ibu Seli dan Pak Dadang. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada rekan seperjuangan penelitian Sipora Petronela
Telnoni, Magfira dan Nila Pratiwi Abdullah untuk semangat dan kerja sama tim
selama penelitian serta penulis mengucapkan terima kasih kepada kakak Nikolaus
Kia Pati, kakak Yelly M. Mulik, kakak Elisabet Bre Boli dan adik Ardi Umbu
Pandangara yang selalu membantu penulis selama penelitian.
Penulis berterima kasih kepada keluarga besar gamanusratim, teman-teman
kosan kakak Yane, kakak Ano, kakak Ogen, kakak Ian, kakak Moni, om Somar,
Risma dan Bunga yang sudah menjadi keluarga terdekat penulis selama di Bogor.
Penulis juga mengucakpan terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan Biologi
Reproduksi 2014, mbak Alvin, kakak Elma, kakak Yuli, Pak Dadang, Pak Jaya,
Siska, Ani, Nanda, bang Mus, kakak Aji. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan
penulis Beasiswa Pendidikan Tesis untuk pembiayaan penelitian.
Rasa hormat dan terima kasih penulis persembahkan kepada kedua orang
tua Bapak Laurensius Hambu, Ibu Dorince Tasi, kakak adik tersayang (kakak
Yovi, kakak Nardi, kakak Esti, Kakak Berti, kakak Rido, kakak Nel, adik Seli,
Engki, Ina dan Apri), sahabat terbaik penulis Febby, Venta, dan Uni Tatik yang
senantiasa memberikan doa, semangat, dukungan dan kasih sayangnya. Penulis
menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Emilia K. Hambu

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

xiiii

DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xv

1

PENDAHULUAN

1

2

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Merawang
Ayam Kampung
Ayam Silangan
Anatomi Organ Reproduksi Ayam
Karakteristik Semen Ayam
Konsentrasi Spermatozoa
Bobot Badan
Ultrasonografi (USG) Testis

4
4
4
5
5
6
8
8
9

3

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Hewan Penelitian
Tahap Penelitian
Tahap 1. Penimbangan Bobot Badan
Tahap 2. Pemeriksaan Karakteristik Semen Segar
Tahap 3. Pengukuran Organ Testis dengan Ultrasonografi
(USG)
Tahap 4. Koleksi dan Pengukuran Organ Testis Secara
Langsung
Prosedur Analisis Data

10
10
10
10
10
11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Semen Ayam Merawang, Kampung, dan SK Kedu
Kualitas Semen Ayam Merawang
Kualitas Semen Ayam Kampung
Kualitas Semen Ayam SK Kedu
Bobot Badan Ayam Lokal
Berat, Volume, dan Penampang Memanjang Testis Hasil
Pengukuran Langsung
Penampang Melintang Testis Hasil Pengukuran Langsung dan
Ultrasonografi
Korelasi Bobot Badan dengan Ukuran Testis Hasil Pengukuran
Langsung dan Konsentrasi Spermatozoa
Korelasi Bobot Badan dengan Ukuran Testis Hasil

14
14
15
17
19
20
21

4

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
3

12
12
13

22
25

Pengukuran Langsung
Korelasi Bobot Badan dengan Konsentrasi Spermatozoa
Korelasi Ukuran Testis Hasil Pengukuran Langsung dengan
Konsentrasi Spermatozoa
Korelasi Bobot Badan dengan Ukuran Testis Hasil
Ultrasonografi dan Konsentrasi Spermatozoa

5

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
26
26
27
29
29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kualitas semen merawang, kampung, dan SK kedu (rerata± SD)
Bobot badan 3 jenis ayam lokal (rerata±SD)
Bobot badan individu dalam jenis ayam lokal (rerata±SD)
Berat, volume, dan penampang memanjang testis 3 jenis ayam
lokal (rerata±SD)
Penampang melintang testis hasil pengukuran langsung dan
hasil USG pada 3 jenis ayam lokal (rerata±SD)
Selisih ukuran testis hasil pengukuran langsung dengan hasil
USG pada 3 jenis ayam lokal (rerata±SD)
Pedoman interpretasi terhadap koefisien korelasi
Korelasi (r) antara bobot badan dengan bobot testis, volume
testis, penampang memanjang testis, penampang melintang
testis, dan konsentrasi spermatozoa 3 jenis ayam lokal
Korelasi (r) antara ukuran testis dengan konsentrasi spermatozoa
3 jenis ayam lokal
Korelasi (r) antara penampang melintang testis hasil USG
dengan bobot badan dan konsentrasi spermatozoa pada 3 jenis
ayam lokal

14
21
21
22
22
24
25
25
27
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Organ reproduksi ayam jantan
Volume semen individu ayam merawang
Persentase motilitas spermatozoa, spermatozoa hidup, dan
abnormalitas spermatozoa dari individu ayam merawang
Konsentrasi spermatozoa dan total spermatozoa per ejakulat dari
individu ayam merawang
Volume semen individu ayam kampung
Konsentrasi spermatozoa dan total spermatozoa per ejakulat
individu ayam kampung
Volume semen individu ayam SK kedu
Konsentrasi spermatozoa dan total spermatozoa per ejakulat
individu ayam SK kedu
Pengukuran penampang melintang testis menggunakan USG
Pengukuran penampang melintang testis secara langsung
menggunakan electronic calipers
Letak organ testis di dalam rongga tubuh ayam

6
16
16
17
18
18
19
20
23
23
24

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah di antaranya
jenis ayam seperti ayam lokal asli Indonesia maupun ayam lokal introduksi yang
telah lama beradaptasi di Indonesia. Beberapa di antaranya terdapat ayam
merawang, ayam kampung dan ayam silangan sentul kampung dan Kedu (SK
kedu). Ayam lokal dikenal sebagai ayam buras (bukan ras). Ayam lokal memiliki
kemampuan beradaptasi yang baik pada kondisi lingkungan tropis, mothering
ability yang baik, resistance terhadap penyakit tertentu. Namun ayam lokal
memiliki kelemahan yaitu laju pertumbuhan lambat, produksi telur rendah, dan
berukuran tubuh kecil jika dibandingkan dengan ayam ras (Dessie et al. 2011).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Sulandari et al. (2007) bahwa beberapa kelemahan
yang dimiliki ayam lokal adalah masih mempunyai sifat mengeram, lambat
dewasa kelamin, mutu genetik rendah, dan memiliki harga relatif mahal karena
permintaan tinggi yang tidak diimbangi oleh peningkatan produksi.
Peningkatan produktivitas ayam lokal perlu dilakukan mengingat beberapa
jenis ayam lokal Indonesia merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang perlu
dijaga kelestariannya. Ayam lokal memiliki sumber daya genetik yang berpotensi
sebagai penghasil daging dan telur. Kontribusi ayam lokal dalam mencukupi
kebutuhan pangan hewani di Indonesia yaitu 23% untuk kebutuhan daging dan
40% untuk kebutuhan telur (Suprijatna 2010). Beberapa indikasi menunjukkan
adanya peningkatan permintaan produk ayam lokal dari tahun ke tahun. Tingginya
preferensi masyarakat terhadap produk ayam lokal karena rasa daging yang khas,
trend beralihnya konsumen dari produk daging berlemak ke produk daging yang
lebih organik, adanya pasar ayam lokal terlihat dari banyaknya rumah makan yang
menggunakan ayam lokal. Tingginya permintaan produk ayam lokal dapat
mengancam populasi bila tidak diimbangi dengan pelestariannya.
Permasalahan yang sering ditemukan dalam meningkatkan produksi ayam
lokal adalah kurang tersedianya bibit unggul. Pencarian calon bibit unggul, selain
didasarkan pada tampilan luarnya juga dapat dilakukan melalui pemuliaan ternak
(Darwati 2000). Pemuliabiakan jenis ternak ayam lokal dilakukan untuk
menghasilkan bangsa ayam baru (proven breed) dengan mutu genetik yang lebih
baik.
Peningkatan mutu genetik ternak dapat dilihat dari aspek reproduksi yaitu
hubungan antara usia, berat badan, karakteristik testis, dan ukuran tubuh (Tariq
et al. 2012). Pelestarian dan pengembangan ayam lokal dapat dilakukan dengan
meningkatkan kualitas bibit yang dihasilkan melalui perkawinan dengan pejantan
unggul. Pejantan memiliki peranan yang sangat besar dalam menghasilkan
keturunan dan meningkatkan performa generasi berikutnya. Penilaian keunggulan
seekor pejantan dapat diduga berdasarkan ukuran testis karena testis berhubungan
dengan potensi produksi spermatozoa dan testosteron.
Kostaman et al. (2004) menyatakan bahwa ukuran testis berhubungan
positif terhadap konsentrasi sel spermatozoa, kemampuan pejantan untuk
mengawini sejumlah betina dan tingginya fertilitas. Kemampuan pejantan
mengawini betina berhubungan dengan libido yang dimiliki pejantan tersebut

2
karena dipengaruhi oleh kadar testosteron (Wahid dan Yunus 1995). Testosteron
berperan dalam pematangan spermatozoa dalam epididimis, pertumbuhan organ
kelamin, dan sifat-sifat kelamin sekunder peningkatan kekuatan dan massa otot,
penguatan dan pertumbuhan tulang (Pineda dan Dooley 2003).
Ukuran testis pada ternak sapi, kambing, dan domba secara tidak langsung
dapat diketahui dengan mengukur lingkar skrotum (Ningrum 2008). Lingkar
skrotum dapat mengasumsikan kuantitas spermatozoa, yang meliputi volume dan
konsentrasi spermatozoa. Berbeda dengan jenis ternak lainnya, ayam mempunyai
anatomi testis berbeda yaitu 2 buah testis berada di dalam rongga badan dekat
tulang belakang atau di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal sehingga
untuk mengetahui ukuran testis ayam hanya dapat dilakukan dengan nekropsi.
Testis berukuran besar diharapkan memiliki kuantitas spermatozoa yang
baik. Berat dan ukuran testis ternak dipengaruhi oleh umur, bobot badan, dan
bangsa ternaknya (Barth dan Waldner 2002; Togun et al. 2006). Bobot badan
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kualitas dan kuantitas semen.
Togun et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara bobot
badan dengan ukuran testis sedangkan ukuran testis sangat memengaruhi kualitas
semen. Semen berkualitas dari seekor pejantan unggul dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu berat badan, umur pejantan, sifat genetik, suhu, musim,
frekuensi ejakulasi, dan pakan (Susilawati et al. 1993). Berdasarkan penelitian
yang pernah dilakukan pada ternak sapi maka perlu dilakukannya penelitian pada
ayam untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara ukuran testis dengan
bobot badan.
Agar ternak ayam tetap bisa hidup, maka diperlukan suatu metode
pengamatan tanpa melakukan nekropsi untuk mengetahui ukuran testis pada ayam
jantan yaitu dengan menduga dari bobot badan ayam dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) testis. Penggunaan USG pada ternak jantan telah dilakukan
untuk mengetahui kondisi morfologi organ reproduksi di antaranya pemeriksaan
testis babi dan rusa (Cartee et al. 1986) juga sapi (Eilts dan Pechman 1988) serta
ukuran testis pada ayam jantan (Richardson et al. 2002; Bowling et al. 2003).
Mengingat peranan testis yang sangat penting maka informasi mengenai korelasi
ukuran testis dengan bobot badan dan konsentrasi spermatozoa pada 3 jenis ayam
lokal perlu diteliti lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi reproduksi
ayam lokal.
Tujuan Khusus :
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis kualitas semen segar dari 3 jenis ayam lokal dengan cara
membandingkan kualitas semen segar antara jenis ayam dan antara individu
dalam jenis ayam;
2. Mengukur potensi reproduksi ayam lokal melalui analisis korelasi ukuran
testis dengan bobot badan dan konsentrasi spermatozoa; dan

3
3. Menganalisis ukuran testis ayam lokal dengan cara membandingkan ukuran
testis hasil Ultrasonografi (USG) dan ukuran testis hasil pengukuran langsung.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan informasi
dasar korelasi ukuran testis dengan bobot badan dan konsentrasi spermatozoa
pada 3 jenis ayam lokal sehingga memudahkan penentuan pejantan unggul untuk
dilakukan seleksi dan dikembangbiakan.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Merawang
Ayam merawang merupakan ayam lokal berasal dari daerah Merawang
Kepulauan Bangka Belitung. Ayam merawang ditinjau dari aspek plasma nutfah,
merupakan suatu keuntungan sebagai salah satu ayam lokal khas Indonesia yang
sangat potensial mendukung sektor peternakan. Ayam merawang memiliki
spesifikasi khusus, warna bulunya seragam coklat kemerahan dan keemasan mirip
ayam ras petelur Rhode Island Red serta daging berwarna kuning. Ayam ini
berasal dari Cina yang dibawa ke Pulau Bangka beberapa ratus tahun yang lalu.
Ayam merawang disamping merupakan plasma nutfah dan aset bagi Bangka
Belitung juga mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan dan
ditingkatkan produktifitasnya (Hasnelly dan Kuntoro 2006).
Ayam merawang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai ayam
dwiguna yaitu sebagai penghasil telur dan daging. Bila dibandingkan dengan
ayam kampung biasa produksi telurnya lebih tinggi dengan rata-rata 165 butir
ekor-1 tahun-1 (Abubakar et al. 2005) sedangkan ayam lokal lainnya hanya
40-60 butir ekor-1 tahun-1. Bobot badan ayam merawang betina berkisar
1.35-2.5 kg ekor-1 (Armayanti 2005) dan bobot badan ayam merawang jantan
berkisar 1.9-3.1 kg ekor-1 (Ulfah 2005).
Ayam Kampung
Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan
merah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi,
terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya,
sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras.
Penyebaran ayam kampung hampir merata diseluruh pelosok tanah air. Di
Indonesia ayam kampung diternakkan secara tradisional dan turun temurun karena
sistem pemeliharaan yang sederhana dan modal yang rendah (Nataamijaya 2000).
Selera konsumen terhadap ayam kampung sangat tinggi terlihat dari permintaan
ayam kampung yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari
peningkatan produksi ayam kampung pada tahun 2001-2005 terjadi peningkatan
sebanyak 4.5% dan pada tahun 2005-2009 konsumsi ayam kampung dari
1.49 juta ton meningkat menjadi 1.52 juta ton (Aman 2011).
Masyarakat menyukai daging ayam kampung karena perlemakannya lebih
rendah dibandingkan dengan ayam broiler namun pengembangan ayam kampung
untuk memproduksi daging dalam jumlah besar mengalami hambatan karena laju
reproduksi dan pertumbuhannya lambat (Muryanto 2002). Salah satu ciri ayam
kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh,
dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman
genetiknya. Ukuran tubuh ayam kampung juga tergolong kecil, mirip dengan
badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf 2000). Menurut Mansjoer (1985), pada
sistem pemeliharaan yang sederhana rerata bobot badan ayam kampung jantan
umur 5 bulan 1 122 g dan ayam betina 916 g.

5
Ayam Silangan
Pengembangkan sektor peternakan ayam buras salah satunya dapat
dilakukan melalui persilangan antara galur ayam buras. Persilangan ayam
dilakukan dengan tujuan memperoleh hasil persilangan yang lebih produktif
daripada salah satu tertuanya dan untuk mengambil keuntungan dari kualitas
bagus yang berasal dari 2 atau lebih bangsa yang berbeda. Melakukan persilangan
ayam diharapkan menghasilkan keturunan dengan pertumbuhan badan yang cepat
dalam waktu singkat dan persentase karkas yang tinggi (Gunawan dan Sartika
2001).
Bangsa ternak berbeda yang tidak mempunyai hubungan keluarga jika
disilangkan akan menghasilkan keturunan pertama (F1) yang lebih baik dari
kedua tertuanya (Williamson et al. 1993). Salah satu jenis ayam silangan baru
yang ada di Indonesia adalah silangan ayam sentul, kampung dan kedu (SK kedu)
yang merupakan keturunan dari 2 generasi. Generasi pertama adalah silangan
antara ayam sentul dan ayam kampung. Ayam jantan dari hasil persilangan kedua
ayam ini kemudian disilangkan kembali dengan ayam kedu betina.
Anatomi Organ Reproduksi Ayam Jantan
Organ reproduksi ayam jantan terdiri atas sepasang testis, epididimis,
sepasang vas deferens, dan sebuah alat kopulasi yang disebut phallus yang
seluruhnya terletak di dalam rongga perut. Dijelaskan lebih lanjut bahwa unggas
jantan tidak memiliki kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap, akan tetapi semen
unggas di vas deferens bercampur cairan dari badan-badan vaskuler yang terletak
dekat ujung posterior vas deferens. Alat kopulasi pada ayam atau phallus terletak
pada lubang kloaka dan mengalami rudimenter (Ensminger 1992).
Testis merupakan organ kelamin primer yang mempunyai 2 fungsi yaitu
menghasilkan spermatozoa dan mensekresikan hormon kelamin jantan yaitu
testosteron. Spermatozoa dihasilkan di dalam tubuli seminiferi sedangkan
testosteron diproduksi oleh sel-sel interstitial dari sel leydig. Pengukuran
penampang memanjang dan penampang melintang testis pada ayam berbeda dari
ternak lainnya karena tidak dapat dilakukan secara lagsung. Hal ini disebabkan
oleh anatomi organ reproduksi ayam berbeda dengan beberapa hewan ternak
lainnya. Struktur testis ayam tidak menggantung seperti sapi, kambing, domba,
dan kuda tetapi terletak di dalam rongga perut, melekat pada bagian punggung dan
dekat dengan ujung anterior ginjal. Testis melekat pada bagian dorsal dari rongga
abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium. Testis ayam berbentuk bulat
oval seperti kacang dengan warna pucat kekuningan.
Secara sederhana untuk menentukan ukuran testis pada ayam adalah dengan
melakukan nekrospsi post mortem karena letaknya berada di bagian dalam tubuh
(Bowling 2003). Menurut Getty (1975) testis memiliki ukuran yang bervariasi
bergantung dari jenis atau bangsa, umur, status gizi, dan stadium reproduksi
unggas. Berat sebuah testis ayam saat dewasa kelamin dapat mencapai kisaran
antara 40-60 g. Testis kiri lebih besar dari testis kanan dan berat total testis adalah
sekitar 1% dari total berat badan, bergantung pada jenis unggas. Berat testis
berkorelasi positif dengan bobot badan, volume semen, dan konsentrasi
spermatozoa (Lee et al. 1999).

6
Testis dilapisi selaput tipis (tunica albugenia). Di dalam testis, secara
histologis terdapat tubuli seminiferi yang mengandung beberapa lapis epitel yang
akan menghasilkan spermatozoa. Spermatozoa yang dihasilkan dalam tubulus
seminiferus akan segera disalurkan ke dalam rete testis, kemudian ke duktuli
efferens testis, duktus epididimis dan disimpan dalam vas deferens sebelum
diejakulasikan. Di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel interstisial dalam
jumlah kecil, yang mampu memproduksi dan mensekresikan hormon androgen
(testosteron). Sel-sel interstisial penghasil hormon androgen ini disebut juga sel
leydig (Castro et al. 2002). Organ reproduksi ayam jantan dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Organ reproduksi ayam jantan (Ensminger 1992; Jacob dan Pescatore
2011)
Karakteristik Semen Ayam
Warna semen dapat dijadikan gambaran dari kenormalan, konsistensi, dan
konsentrasi. Sopiyana et al. (2006) melaporkan bahwa semen ayam rata-rata
berwarna putih bersih dengan konsistensi kental dan hanya sebagian kecil bening
dengan konsistensi encer. Warna, konsistensi semen, dan konsentrasi spermatozoa
saling berhubungan. Warna dan konsistensi semen menentukan konsentrasi
spermatozoa, bila semen kental dan berwarna putih pekat maka konsentrasi
spermatozoa tinggi, sebaliknya bila semen encer dan berwarna bening maka
konsentrasi spermatozoa per mL rendah (Malik et al. 2013). Semen berwarna
kemerahan dapat disebabkan oleh semen bercampur darah akibat teknik masase
yang terlalu kuat saat memencet papillae dari proktodaeum kloaka dan teknik
penyedotan semen menggunakan spuit yang terlalu kuat saat menyedot semen.

7
Berdasarkan laporan Almahdi et al. (2014) yang melakukan penelitian pada ayam
lingnan, bangkok, kedu, dan ayam arab semen ayam normal berwarna putih susu.
Secara umum semen ayam memiliki volume yang rendah tetapi memiliki
konsentrasi spermatozoa yang tinggi (Malik et al. 2013). Rendahnya volume
semen unggas disebabkan unggas tidak mempunyai kelenjar aksesoris (Ensminger
1992). Individu berbeda dalam jenis ayam yang sama dapat menghasilkan volume
semen yang berbeda. Rata-rata volume semen ejakulat menggunakan teknik
masase pada bagian abdominal yaitu 0.25 mL. Bah et al. (2001) melaporkan ratarata volume semen ayam yaitu 0.28±0.14 mL. Volume semen ayam yang
dikoleksi berkisar antara 0.37±0.02 dan 0.73±0.01 mL (Peters et al. 2008; Tuncer
et al. 2008). Variasi volume semen antara jenis ayam dapat disebabkan oleh
fisiologis normal proses spermatogenesis dan respon terhadap teknik masase
selama koleksi semen (Tarif et al. 2013). Donoghue et al. (2000) menyatakan
bahwa volume ejakulasi bergantung pada bangsa, umur, individu, musim,
pencahayaan, dan faktor lingkungan lainnya.
Semen unggas memiliki pH sedikit basa dengan kisaran 7.0-7.5 (Abdillah
1996). Motilitas spermatozoa umumnya tinggi pada kisaran pH 7.0-7.4 dan juga
meningkatkan kemampuan fertilitas dibandingkan kisaran pH 6.4, hal ini
disebabkan oleh kerusakan membran plasma yang terjadi pada spermatozoa pada
kisaran pH rendah (Latif et al. 2005). Siudzinska dan Lukaszewicz (2008b),
melaporkan beberapa percobaan mengindikasikan spermatozoa ayam mampu
bertahan pada kisaran pH 6.0-8.0. Peters et al. (2008) juga melaporkan bahwa
rerata pH semen ayam adalah 7.01±0.01, sedangkan Tuncer et al. (2008) dan Bah
et al. (2001) melaporkan pH semen ayam berkisar antara 7.54±0.04 sampai
7.80±0.03.
Gerakan massa spermatozoa adalah gerakan spermatozoa dalam
sekelompok spermatozoa yang mempunyai kecenderungan bergerak bersamasama ke satu arah sehingga gerakan tersebut terlihat seperti gelombang yang tebal
atau tipis dan bergerak cepat atau lambat. Gerakan massa dapat digunakan sebagai
perkiraan gambaran motilitas spermatozoa (Yusuf 2015). Gerakan massa yang
baik pada ayam menurut Junaedi et al. (2016) adalah plus 3 (+++). Gerakan
individu spermatozoa dapat digambarkan oleh gerakan massa. Gerakan massa
semen yang baik seperti awan tebal dan bergerak cepat. Semakin aktif dan
semakin banyak spermatozoa yang bergerak ke depan, semen akan mempunyai
kualitas yang semakin baik.
Motilitas spermatozoa merupakan salah satu parameter yang paling sering
digunakan untuk mengevaluasi semen. Indikator ukuran kemampuan spermatozoa
membuahi ovum dalam proses fertilisasi salah satunya dilihat dari motilitas
spermatozoa. Garner dan Hafez (2000) melaporkan bahwa motilitas pada unggas
berkisar 60%-80%. Motilitas spermatozoa menunjukkan presentase spermatozoa
yang bergerak motil progresif. Froman dan Kirby (2008) yang menyatakan
kualitas semen dipengaruhi oleh bangsa, individu, umur, ukuran badan, nutrisi
pakan, dan frekuensi penampungan semen.
Viabilitas atau pengujian persentase spermatozoa hidup menurut
Graham et al. (2004) mempunyai prinsip yang sama dengan pemeriksaan
keutuhan membran plasma, yaitu berdasarkan prinsip kerja pompa ion masuk ke
dalam dan keluar sel spermatozoa. Spermatozoa mati mempunyai permeabilitas
membran yang tinggi sehingga akan menyerap warna yang dipaparkan sedangkan

8
spermatozoa yang hidup tidak akan menyerap warna (transparan) pada bagian
kepala spermatozoa. Persentase spermatozoa hidup lebih tinggi dari pada
spermatozoa motil karena dari jumlah spermatozoa yang hidup belum tentu
semuanya motil progresif (Kostaman dan Sutama 2006). Secara fisiologi terdapat
hubungan antara membran plasma utuh dengan motilitas dan daya hidup
spermatozoa. Kerusakan membran plasma apabila terjadi dapat menyebabkan
hilangnya enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme sehingga tidak
dihasilkan energi sehingga motilitas serta daya hidup rendah (Rizal et al. 2003).
Evaluasi terhadap abnormalitas spermatozoa penting dilakukan.
Abnormalitas yang tinggi dapat mengganggu fertilitas jantan secara umum
(Garner dan Hafez 2000). Abnormalitas pada ayam ada 2 jenis yaitu abnormalitas
primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer merupakan
ketidaknormalan morfologi spermatozoa yang terjadi ketika spermatozoa masih di
dalam tubuli seminiferi (spermatogenesis). Semen dengan persentase abnormalitas
cukup tinggi cenderung memiliki fertilitas yang rendah karena berkaitan dengan
kemampuan mengawali fertilisasi. Abnormalitas sekunder merupakan morfologi
spermatozoa tidak normal yang terjadi selama spermatozoa melewati saluran
reproduksi. Arifiantini et al. (2005) mengatakan spermatozoa abnormal biasanya
disebabkan karena ketidakseimbangan nutrisi dan endokrin.
Konsentrasi Spermatozoa
Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa per mL semen.
Konsentrasi spermatozoa menggambarkan sifat-sifat semen dan digunakan
sebagai salah satu kriteria penentuan kualitas semen. Penilaian konsentrasi
spermatozoa yang akurat sangatlah penting (Maes et al. 2010), karena akan
menentukan jumlah bahan pengencer yang akan ditambahkan. Seekor hewan atau
ternak harus memenuhi standar konsentrasi tertentu agar dapat membuahi sel telur
(Knox et al. 2002). Konsentrasi spermatozoa sangat penting untuk menentukan
dosis IB (Junaedi et al. 2016).
Salisbury dan Vandemark (1985) menyatakan bahwa konsentrasi
spermatozoa ayam bervariasi antara 0.03-11 milyar sel mL-1. Perbedaan
konsentrasi spermatozoa antar ayam dapat disebabkan oleh faktor jumlah pakan
yang dikonsumsi, perbedaan bobot badan dan rumpun (Malik et al. 2013) serta
umur dan musim (Elagib et al. 2012). Rumpun ayam yang besar memiliki
konsentrasi spermatozoa yang tinggi (Donoghue et al. 2000). Kekentalan atau
konsistensi semen akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi
spermatozoa. Teknik yang telah lama dikenal dalam melakukan penilaian
konsentrasi spermatozoa adalah dengan menggunakan neubauer chamber
(Arifiantini 2012).
Bobot Badan
Pertambahan bobot tubuh per satuan waktu yang meliputi perubahan ukuran
otot, tulang, dan organ-organ lainnya merupakan bagian dari pertumbuhan ternak.
Sejak lahir sampai ternak mencapai dewasa kelamin ternak mengalami
pertumbuhan secara cepat terutama pada bagian otot dan jaringan. Ternak yang
telah melewati masa pubertas mengalami peningkatan bobot badan dengan laju

9
pertambahan bobot badan yang semakin menurun dan peningkatan bobot badan
tidak terjadi setelah dewasa tubuh dicapai. Saat mencapai dewasa kelamin ternak
tetap mengalami pertumbuhan dengan kecepatan yang semakin berkurang sampai
dengan pertumbuhan tulang dan otot berhenti (Herren 2000).
Bobot badan merupakan karakter kuantitatif yang ditentukan oleh faktor
genetik (Daryono et al. 2012). Zainal et al. (2012) menyatakan bahwa penyebab
terjadinya perbedaaan bobot badan, adalah faktor genetik, pakan dan lingkungan
serta rataan bobot badan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Menurut
Tadondjou et al. (2013) bobot badan ayam jantan dipengaruhi oleh kandungan
energi dalam pakan, suhu lingkungan, konsumsi pakan, dan konversi pakan.
Ultrasonografi (USG) Testis
USG adalah suatu teknik diagnosis organ yang dihasilkan oleh gelombang
suara berfrekuensi tinggi yaitu antara 1-10 MHz (Barr 1990). Alat ini digunakan
sebagai alat bantu diagnostik suatu penyakit dengan melihat gambaran organ
dalam hewan dan digunakan untuk membantu pengambilan sampel biopsi guna
menentukan spesifitas penyakit (Noviana et al. 2012). Penggunaan USG pada
ternak jantan telah dilakukan, di antaranya untuk pemeriksaan testis babi, rusa
(Cartee et al. 1986) dan sapi (Eilts dan Pechman 1988). USG juga telah digunakan
untuk menilai status ovarium dan perkembangan folikel pada ayam betina
(Melnychuk et al. 2002) serta ukuran testis pada ayam jantan (Richardson et al.
2002; Bowling et al. 2003). Dijelaskan lebih lanjut bahwa saat ini dengan
teknologi USG memungkinkan untuk mengidentifikasi ukuran bahkan bagian
patologi organ dalam serta pengukuran penampang melintang testis menggunakan
USG lebih disarankan karena dapat mengukur dengan akurat tanpa melukai ternak.
Penggunaan USG termasuk dalam kategori non invasif atau tidak
menimbulkan rasa sakit atau perdarahan pada hewan dan tidak merusak jaringan
(Glasbey et al. 1996). Pemanfaatkan gelombang suara berfrekuensi sangat tinggi
dari tranduser sekaligus menghasilkan citra struktur hasil pantulan (gema) yang
ditangkap kembali untuk ditampilkan menjadi suatu gambar merupakan prinsip
kerja USG (Noviana et al. 2012). Gelombang suara pada USG tersebut tidak
memengaruhi kondisi kesehatan hewan dan secara ekonomis membutuhkan biaya
aplikasi yang relatif murah (Conington et al.1995; Larsgard dan Kolstad 2003).
Pencitraan organ secara USG dengan komposisi cairan akan terlihat sebagai
warna hitam (anekhoik), komposisi jaringan lunak berwarna abu-abu (hipoekhoik),
dan komposisi udara atau jaringan keras berwarna putih (hiperekhoik)
(Noviana et al. 2012).

10

3 MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Juli 2016 di Kandang
Pemuliaan Fakultas Peternakan IPB dan di Laboratorium Unit Rehabilitasi
Reproduksi, Divisi Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi,
dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Semua prosedur yang dilakukan
dalam penelitian ini telah mendapatkan persetujuan atas perlakuan etik (ethical
approval) dari Komisi Etik Institut Pertanian Bogor dengan Sertifikat Persetujuan
Etik Hewan Nomor: 024/ACUC/10/2016.
Hewan Penelitian
Penelitian ini menggunakan 15 ekor ayam jantan dari 3 jenis ayam jantan
yang berbeda masing-masing 5 ekor ayam jantan merawang, 5 ekor ayam jantan
kampung, dan 5 ekor ayam jantan silangan SK kedu. Ayam jantan yang
digunakan berumur 1.5 tahun yang diketahui berdasarkan hasil rekording dari
kandang pemuliaan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semua ayam
yang digunakan dalam penelitian adalah ayam sehat yang telah dewasa kelamin
dan sudah bereproduksi serta divaksinasi secara teratur.
Ayam jantan dikandangkan secara individual pada kandang berukuran
50 cm x 50 cm x 90 cm (panjang x lebar x tinggi) yang dilengkapi dengan tempat
pakan dan minum. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yang diberikan setiap
pagi dan sore hari dengan jumlah 100 g ekor-1 hari-1, serta air minum yang
diberikan ad libitum. Pakan yang diberikan berupa pakan komersial berbentuk
crumble dari perusahaan PT. Gold Coin Indonesia. Kandungan zat gizi pakan
yang diketahui dari label karung pakan yaitu 17% protein kasar, 2 229.40 Kkal
energi metabolime, 13% kadar air, 6% serat kasar, 3% lemak, 14% abu, 0.6%-1%
phosphor dan 3.0%-4.2% kalsium.
Tahap Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu :
1. Penimbangan bobot badan;
2. Pemeriksaan karakteristik semen segar;
3. Pengukuran organ testis menggunakan ultrasonografi (USG); dan
4. Koleksi dan pengukuran organ testis secara langsung.
Tahap 1 Penimbangan Bobot Badan
Setelah masa aklimatisasi selesai, dilakukan pengumpulan data bobot badan
yaitu ditimbang menggunakan timbangan digital (Osuka, skala max 5 kg, d = 1 g).
Pengumpulan data bobot badan dilakukan pada awal penelitian, selanjutnya
seminggu sekali sampai sebelum dieuthanasia untuk mengkoleksi organ testis.

11
Tahap 2 Pemeriksaan Karakteristik Semen Segar
Koleksi Semen. Semen dikoleksi dari setiap ayam 3 kali seminggu
menggunakan teknik pengurutan (masase) pada bagian punggung dan kloaka
ayam. Semua ayam telah dilatih agar terbiasa untuk dikoleksi semennya.
Penampungan semen dilakukan 2 orang. Sebelum koleksi, kloaka dibersihkan
menggunakan kapas yang telah dibasahi NaCl fisiologis. Orang pertama
memegang ayam pada kedua pahanya dengan tangan kiri sambil mengurut bagian
punggung sampai ujung ekor dengan tangan kanan untuk merangsang keluarnya
semen, Pengurutan dilakukan beberapa kali sampai terjadinya rangsangan pada
ayam yang ditandai dengan peregangan tubuh ayam, naiknya bulu ekor dan
keluarnya papillae dari proktodaeum kloaka. Saat ereksi mencapai maksimal,
akan diikuti ejakulasi dan semen dikoleksi oleh orang kedua yang bertugas
mengkoleksi semen yang telah diejakulasikan.
Evaluasi Semen. Ejakulat dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis.
Evaluasi semen secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, dan pH.
Pemeriksaan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, motilitas, persentase
spermatozoa hidup, abnormalitas, konsentrasi dan jumlah spermatozoa per
ejakulat. Teknik evaluasi mengadopsi Arifiantini (2012) dengan beberapa
modifikasi.
Evaluasi makroskopis. Volume semen, warna dan konsistensi
dievaluasi secara visual. pH semen dievaluasi menggunakan pH special indicator
paper (Merk skala 6.4-8). Semen diteteskan sebanyak 1 µL di atas kertas pH dan
dibiarkan 15-30 detik lalu warna kertas pH dicocokan dengan standar.
Evaluasi mikroskopik. Pengamatan gerakan massa dilakukan dengan
meneteskan 5 µL semen di atas object glass kemudian diamati di bawah
mikroskop cahaya (Olympus CH 20) dengan pembesaran 100 kali. Penilaian
dilakukan dengan melihat gelombang spermatozoa dan dinilai dengan (+3) jika
gelombang massa tebal dan cepat berpindah tempat, (+2) jika gelombang massa
tebal tetapi lambat berpindah tempat atau gelombang massa sedang tetapi cepat
berpindah tempat, (+1) jika gelombang massa tipis dan lambat berpindah tempat,
dan (-) jika tidak ada gelombang massa (Arifiantini 2012).
Pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan dengan meneteskan 2 µL
semen di atas object glass kemudian diteteskan 1 tetes NaCl fisiologis. Larutan
dihomogenkan dan ditutup dengan cover glass. Preparat diamati di bawah
mikroskop pembesaran 400 kali. Motilitas spermatozoa dinilai secara estimasi
dari 5-10 lapangan pandang dengan cara membandingkan jumlah spermatozoa
yang bergerak maju ke depan dengan gerakan spermatozoa yang lain, nilai
dinyatakan dalam persen.
Pengamatan spermatozoa hidup dilakukan dengan meneteskan 2 µL semen
yang ditambah 4-5 tetes larutan eosin negrosin di atas object glass. Campuran
semen tersebut dihomogenkan kemudian dibuat preparat ulas dan dikeringkan di
atas heating table 10-15 detik. Preparat ulas diamati di bawah mikroskop dengan
pembesaran 400 kali. Persentase spermatozoa hidup dihitung dalam 10 lapangan
pandang dengan jumlah sel minimal > 200 sel. Spermatozoa hidup tidak
menyerap warna, sedangkan spermatozoa mati akan menyerap warna merah pada
bagian kepala, dihitung dengan rumus:

12
% spermatozoa hidup =





x 100%

Pengamatan morfologi spermatozoa (normalitas dan abnormalitas)
menggunakan pewarnaan yang sama untuk pemeriksaan spermatozoa hidup.
Persentase spermatozoa abnormal dan normal dilakukan pada 10 lapang pandang
dengan jumlah sel minimal > 200 sel.
% spermatozoa abnormal =





x 100%

Konsentrasi spermatozoa dihitung menggunakan neubauer chamber.
Semen diencerkan dengan formolsalin 500 kali (2 µL semen dalam 998 µL
formolsalin). Kamar hitung neubauer chamber diamati di bawah mikroskop
dengan pembesaran 400 kali. Penghitungan jumlah spermatozoa dilakukan pada
5 kamar hitung menurut arah diagonal. Penghitungan konsentrasi spermatozoa
berdasarkan rumus berikut : konsentrasi spermatozoa per mL semen = jumlah
spermatozoa terhitung x 25 x 106. Total spermatozoa per ejakulat dihitung dengan
mengalikan konsentrasi spermatozoa dan volume semen.
Tahap 3 Pengukuran Organ Testis dengan Ultrasonografi (USG)
Hewan coba dipuasakan ±3 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan menggunakan portable ultrasonografi (sonomed model
SD5V) dengan transduser semi convex (frekuensi 7-9 MHz). Hewan dipegang
secara langsung dan dibaringkan pada posisi dimiringkan ke samping kanan
ataupun kiri (lateral recumbence) yang nyaman tanpa menggunakan sedasi atau
pembiusan. Pemeriksaan dilakukan pada bagian atas paha kiri dan kanan pada
kulit atau otot antar rusuk. Bulu pada daerah pemeriksaan dicabut dan digunakan
gel ultrasound untuk memperoleh gambar yang baik. Pemeriksaan dilakukan pada
potongan melintang dari testis. Interpretasi dilakukan secara real time dan
sonogram yang diperoleh disimpan dalam gambar digital.
Tahap 4 Koleksi dan Pengukuran Organ Testis Secara Langsung
Koleksi organ testis pada 3 jenis ayam lokal diawali dengan melakukan
euthanasia secara fisik yaitu pemenggalan leher (decapitation). Ayam
dieuthanasia dengan cara memotong 3 saluran yang terletak pada bagian leher
yang terdiri dari saluran pernapasan, pencernaan, dan pembuluh darah. Euthanasia
dilakukan secara cepat dalam waktu singkat. Ayam yang dipastiakan sudah benarbenar mati dilanjutkan dengan tahap nekropsi. Organ testis ayam yang berwana
putih terletak di anterior ginjal kiri dan kanan diambil menggunakan gunting dan
dilanjutkan dengan pengukuran.
Pengukuran organ testis ayam yang meliputi berat, volume, penampang
memanjang, dan penampang melintang testis dilakukan setelah ayam dieuthanasia.
Berat testis adalah berat testis kiri dan kanan yang ditimbang menggunakan
timbangan digital (skala max 1000 g) dengan ketelitian 0.1 g. Berat kedua testis
dirata-ratakan dari masing-masing ayam jantan. Volumetrik testis diukur dengan
prosedur, testis yang telah dibersihkan dimasukkan ke dalam gelas ukur skala 100
mL yang telah diisi cairan NaCl fisiologis sebanyak 50 mL. Testis dimasukkan

13
satu per satu sesuai dengan jenis ayam. Selisih perubahan angka dengan volume
awal pada gelas ukur berisi cairan NaCl fisiologis merupakan volume testis yang
diukur. Penampang memanjang testis diukur tegak lurus sepanjang testis dan
penampang melintang testis diukur pada bagian terlebar testis menggunakan
electronic calipers dalam satuan mm.
Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian tahap 1 disampaikan dalam bentuk
rerata dan standar deviasi (SD) dan dianalisis menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL). Penelitian tahap 2 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
tersarang dengan 15 ulangan. Data penelitian dianalisis secara deskriptif dan
menggunakan analisis of variance (ANOVA) menggunaakan software SPSS 16
jika ditemukan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan, dilanjutkan dengan
uji Duncan.
Penelitian tahap 3 dan 4, ukuran testis hasil USG dan ukuran testis hasil
p