Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI ANTIFERTILITAS EKSTRAK N-HEKSANA BIJI JARAK

PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN

(Rattus novergicus) GALUR Sprague Dawley SECARA IN VIVO

SKRIPSI

INDAH FADLUL MAULA

NIM : 109102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA JANUARI 2014


(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI ANTIFERTILITAS EKSTRAK N-HEKSANA BIJI JARAK

PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN

(Rattus novergicus) GALUR Sprague Dawley SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

INDAH FADLUL MAULA

NIM : 109102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA JANUARI 2014


(3)

iii

Skripsiiniadalahhasilkaryasayasendiri, dansemuasumberbaik yang dikutipmaupundirujuk

telahsayanyatakandenganbenar.

Nama :Indah Fadlul Maula NIM : 109102000037

Tandatangan :


(4)

(5)

(6)

vi

Nama : Indah Fadlul Maula Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi :Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak n-heksanabiji jarak pagar (Jatropha curcasL.) pada beberapa parameterreproduksi tikus jantan. Beberapa penelitian terkait topik ini sudah dilakukan dalam ekstrak etanol dan etil asetat, sedangkan dalam penelitian kali ini yang digunakan adalah ekstrak n-heksana. Ekstrak diberikan secara oral sekali sehari dalam 48 hari. Sampel terdiri dari 20 ekor tikus galur Sprague Dawley yang dibagi 4 kelompok yaitu kelompok I, II (5mg/kg BB), III (25mg/kg BB), dan IV (50 mg/kg BB). Kelompok I merupakankontrol negatif dengan perlakuan Na CMC1 %. Data dianalisa menggunakan analisis one way Anova dan dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons jenis LSD. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar dengan dosis 5 mg/kg BB, 25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB memberikan

penurunan yang bermakna (p≤0,05) terhadap konsentrasi

spermatozoa, berat testis, dan diameter tubulus seminiferus. Jumlah spermatosit pakiten dihitung pada seluruh tahapan dan perbandingan jumlah spermatosit pakiten per sel Sertoli masing-masing dihitung dalam tahap II,VII dan XII dari siklus epitel seminiferus. Hasil menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dosis 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB berupa penurunan jumlah spermatosit pakiten pada kelompok perlakuan (p≤ 0,05). Ekstrak n-heksana biji jarak pagar dosis 5 mg/kg BB dan 25 mg/kgBB tidak menunjukkan penurunan jumlah spermatosit pakiten per sel Sertoli secara bermakna (p≥0,05) dalam setiap tahapan, namun dosis 50 mg/kgBB dapat menurunkan jumah spermatosit pakiten per sel Sertoli dalam setiap tahapan secara tidak bermakna (p ≥ 0,05).Kedepan diharapkan hasil penelitian dapat dikembangkan sebagai bahan kontrasepsi pria.

Kata kunci : n-heksana, biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ), berat testis, konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus, spermatosit pakiten.


(7)

vii

Name : Indah Fadlul Maula Program Study : Pharmacy

Title : Study of Antifertility Effect of n-hexane Extract of Jatropha curcas seeds in White Male (Rattus novergicus) Sprague Dawley Rats In Vivo

The present study is conducted to evaluate the antifertile effect of n-hexane extract of Jatropha curcas seed on reproductive parameters of male rats. Several studies towards the same topic had done in an ethanolic and ethyl acetate extract, while this study used n-hexane extract which owned a non polar characteristic. The extract was given orally once a day in 48 days. The sample consisted of 20 rats Sprague Dawley strain that were divided four groups: control group, treatment I (5 mg/Kg body weight), II (25 mg/Kg body weight), and III (50 mg/Kg body weight).The first group as negative control was treated by 1%CMC Na.The data resulted from the experiment then being analyzed by using One Way ANOVA and continued by multiple comparisons tests typed LSD. The results showed that the provide of ethanolic extract of

Jatropha curcas seed with dosage 5 mg/Kg body weight, 25 mg/Kg body weight, and 50 mg/Kg body weight are significantly lowering the sperm concentration, testis weight, and diameter of

seminiferous tubules (p≤0,05). Numbers of pachytene per Sertoli cell were also counted in all stages and the numbers of pachytene per Sertoli cell were counted in stages II,VII and XII of the cycle of the seminiferous epithelium.The results showed significant difference between the control, treatment with 25 mg/Kg body weight dosage and treament with 50 mg/Kg body weightdosage group which existed as the decreasing numbers of pachyten spermatocytes in treatment groups (p≤ 0,05).n-heksana extract of

Jatrophacurcas seed 5 mg /Kg body weight dosage and 25 mg/Kg body weight showed no decreasing effect in the numbers of pachytene spermatocytes per Sertoli cells, significantly (p≥0,05), in every stage. While 50 mg/Kg body weight dosage decreasing the numbers of pachytene spermatocytes per Sertoli cells in each

stage,unsignificantly (p≥0,05). It is expected that the result of this study can be developed into a male contraception.

Key Words:n-hexane,Jatropha curcas seeds, testis weight, sperm concentration, diameter of seminiferous tubules, sperm concentration, pachytene spematocyte.


(8)

viii

Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, karunia, hidayah, serta inayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang membantu dan sangat memberikan kontribusi kepada penulis. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus bertindak selaku pembimbing I, terima kasih atas ilmu, arahan, bimbingan dan kesabaran dalam meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis selama ini.

2. Drs. Umar Mansur M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Azrifitria, M.Si, Apt sebagai pembimbing II, terimakasih telah banyak memberikan ilmu, pengarahan, bimbingan, dukungan serta perhatian yang begitu besar kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

5. Seluruh kakak laboran (kak eris, kak tiwi, kak lisna, dll) yang sangat membantu penulis selama penelitian di kampus.

6. Kedua orang tua, abah saya Maftuh Aziz dan umi saya Masiroh, yang senantiasa memberikan pengertian, dorongan, semangat, dukungan dan perhatian terbesar bagi penulis baik secara moril dan materiil.

7. Adik – adik tercinta, Muhammad Nazieh Elfikar, Kanza Rufaida, dan Matswa Akrimi atas setiap motivasi, doa dan dukungannya bagi penulis.

8. Mbak yuyun sekeluarga yang telah membantu penulis mendapatkan sampel penelitian, serta kak Widya Dwi Arini yang telah membantu dan membimbing penulis selama penelitian.

9. Gian pertela, yang telah menjadi rekan, sahabat, sekaligus keluarga terbaik bagi penulis.

10.Sahabat seperjuangan sepenelitian Widya Larassati yang selalu mendampingi penelitian saya, terima kasih atas


(9)

ix

11.Sahabat-sahabat tersayang yang selalu ada (Nadya, Arif, Irsyad, Puput, Emma, Bella, Ulfa, Zia, Caca, Neneng, Dyah, Cucut, Nisa, Zil Ardi) yang tak henti memberikan doa, semangat dan masukan untuk kelancaran penyusunan skripsi.

12.Sahabat Al-muna, (Acan, Syifa, Isma, Fanny, Lita, Noveline, Mbak Nia, Masna) atas setiap dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

13.Sahabat tersayang, Sujatna, Nurul Pradana sari, Arina Aisyalhana, Soraya Reza, Matlaun Huda, Dhanang ML, Faris Aziz, Muhammad Khairiskam, atas kebaikan, doa, dan dukungan selama proses penyusunan skripsi.

14.Keluarga besar BEM Farmasi 2012 dan BIMKES 2013 atas segala pengertian, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis.

15.Teman-teman Farmasi 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, dukungan, dan persaudaraannya selama ini.

16.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah membantu penyelesaian skripsi.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki kemampuan penulis.

Jakarta, 1 Januari 2014


(10)

x

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Indah Fadlul Maula NIM : 109102000037 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi / karya ilmiah saya dengan judul :

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawleysecara In Vivo

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta Tanggal : Januari 2014

Yang menyatakan :


(11)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

GAMBAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan ... 5

1.4Hipotesis ... 5

1.5Manfaat ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) ... 7

2.1.1 Sejarah dan sinonim ... 7

2.1.2 Klasifikasi ... 8

2.1.3 Morfologi ... 8

2.1.4 Kandungan Bahan Aktif ... 9

2.1.5 Kegunaan ... 10

2.2Simplisia dan Ekstrak ... 11

2.2.1 Simplisia ... 11

2.2.2 Ekstrak ... 11

2.3Ekstraksi ... 11

2.3.1 Cara dingin ... 11

2.3.2 Cara Panas ... 12

2.3.3 Destilasi ... 13

2.3.4 Cara Ekstraksi Lainnya ... 13

2.4Tinjauan Hewan Percobaan ... 14

2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih ... 14

2.4.2 Biologis Tikus Putih ... 14

2.5Sistem Reproduksi Tikus Jantan ... 16

2.5.1 Produksi Sperma ... 18


(12)

xii

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.1.1 Tempat... 23

3.1.2 Waktu ... 23

3.2Alat dan Bahan ... 23

3.2.1 Hewan Uji ... 23

3.2.2 Bahan Uji ... 23

3.2.3 Bahan Kimia ... 23

3.2.4 Alat ... 24

3.3Rancangan Penelitian ... 24

3.4Kegiatan Penelitian ... 25

3.4.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ... 25

3.4.2 Penyiapan Simplisia ... 25

3.4.3 Pembuatan Ekstrak ... 25

3.4.4 Penapisan Fitokimia ... 25

3.4.5 Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak ... 28

3.4.6Persiapan Hewan Uji ... 29

3.4.7 Pemberian Perlakuan ... 30

3.4.8 Pembuatan Preparat ... 30

3.4.9 Pengukuran Bobot Testis ... 31

3.4.10. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa ... 31

3.4.11 Pengukuran Jumlah Sel Germinal & Diameter Tubulus Seminiferus ... 33

3.5Analisis Data ... 34

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 35

4.1.1 Determinasi Tanaman ... 35

4.1.2 Ekstraksi ... 35

4.1.3 Penapisan Fitokimia ... 35

4.1.4 Parameter Standar ... 36

4.1.5 Pengukuran Berat Badan Tikus ... 36

4.1.6 Pengukuran Bobot Testis ... 37

4.1.7 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 38

4.1.8 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 40

4.1.9 Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Sel Sertoli ... 42

4.2 Pembahasan ... 45

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53


(13)

xiii

Tabel Halaman

1. Data Biologis Tikus ... ... 15

2. Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak yang Dihitung………... ... 32

3. Cara Pengenceran ... ... 32

4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa... 33

5. Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk dan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar ... 35

6. Parameter Standar Simplisia dan Ekstrak ... 36

7. Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ... 36

8. Rata-rata Berat Testis Tikus Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ... 37

9. Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tikus Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ... 39

10.Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus Tikus Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ... 40

11.Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten... 43

12.Rata-rata Jumlah Sel Sertoli ... 44

13.Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ... 45

14.Hasil Pengukuran Bobot Testis ... 72

15.Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 73

16.Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 74

17.Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten per Sel Sertoli... 75

18.Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten ... 76

19.Hasil Uji Normalitas Berat Testis Tikus ... 77

20.Hasil Uji Homogenitas Berat Testis Tikus ... 77

21.Hasil Uji BNT Berat Testis Tikus ... 78

22.Hasil Uji Normalitas Konsentrasi Spermatozoa... 79

23.Hasil Uji Homogenitas Konsentrasi Spermatozoa ... 80

24.Hasil Uji BNT Konsentrasi Spermatozoa ... 81

25.Hasil Uji Normalitas Diameter Tubulus Seminiferus ... 82

26.Hasil Uji Homogenitas Diameter Tubulus Seminiferus ... 83

27.Hasil Uji ANOVA Diameter Tubulus Seminiferus... 84

28.Hasil Uji BNT Diameter Tubulus Seminiferus ... 85

29.Hasil Uji Normalitas Jumlah Spermatosit Pakitendansertoli ... 86

30.Hasil Uji Homogenitas Jumlah Spermatosit Pakiten ... 87

31.Hasil Uji ANOVA Jumlah Spermatosit Pakiten ... 87


(14)

xiv

Gambar Halaman

1. Bunga, buah dan biji Jatropha curcas L ... 9

2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan……… .... 16

3. Spermatozoa tikus... ... 18

4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus ... 19

5. Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok ... 37

6. Grafik hasil rata-rata berat testis setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari ... 38

7. Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa (juta/ml) setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari ... 39

8. Grafik hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari... 40

9. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari ... 43

10.Grafik hasil rata-rata jumlah selsertoli setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari ... 44

11.Hasil uji alkaloid ... 62

12.Hasil uji saponin ... 62

13.Hasil uji flavonoid ... 62

14.Hasil uji tanin ... 62

15.Hasil uji steroid ... 62

16.Biji jarak pagar ... 63

17.Serbuk simplisia biji jarak pagar ... 63

18.Tikus putih jantan galur Sprague Dawley ... 63

19.n-heksana ... 63

20.Ekstrak kental n-heksan biji jarak pagar ... 63

21.Larutan Na CMC 1%... 63

22.Ekstrak untuk bahan uji ... 63

23.Larutan George ... 63

24.Larutan NaCl fisiologis ... 64

25.Alat pencekok oral ... 64

26.Seperangkat alat bedah ... 64

27. Vacuum rotary evaporator (Eyela) ... 64

28.Timbangan berat badan hewan uji (Ohauss) ... 64


(15)

xv

32.Freeze dry (Eyela FDU 1200)) ... 65

33.Mikropipet ukuran 200 µl ... 65

34.Mikropipet ukuran 10-20 µl ... 65

35.Mikroskop optik (Motic BA310) ... 65

36.Haemositometer Improved Neubeur ... 65

37.Penimbangan serbuk simplisia biji jarak pagar ... 66

38.Maserasi serbuk simplisia biji jarak pagar dengan n-heksan ... 66

39.Pemekatan maserat ... 66

40.Penyaringan maserat ... 66

41.Proses freeze dry ekstrak cair n-heksan biji jarak pagar ... 66

42.Pembuatan larutan Na CMC 1% ... 66

43.Pemberian makan hewan uji ad libitum ... 66

44.Pemberian minum hewan uji ad libitum ... 66

45.Penimbangan berat badan hewan uji ... 67

46.Pemberian ekstrak secara oral menggunakan alat pencekok oral ... 67

47.Pembiusan hewan uji ... 67

48.Pembedahan hewan uji ... 67

49.Pengeluran cairan sperma dari cauda epididymis dengan bantuan cairan NaCl ... 67

50.Pencucian organ testis dengan larutan NaCl fisiologis ... 67

51.Epididimis ... 68

52.Pengawetan organ testis ... 68

53.Penimbangan organ testis ... 68

54.Organ testis dan epididymis ... 68

55.Pengambilan cairan spermatozoa ... 68

56.Pengenceran spermatozoa dengan larutan george ... 68

57.Spermatozoa pada kamar hemositometer ... 68

58.Pengamatan spermatozoa di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x ... 68

59.Kontrol,tahap II, Perbesaran 400x... 90

60.Kontrol,tahap VII, Perbesaran 400x ... 90

61.Kontrol,tahap XII, Perbesaran 400x ... 90

62.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x ... 91

63.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x` ... 91

64.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x ... 91 65.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),


(16)

xvi

66.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),

tahap VII, Perbesaran 400x ... 92 67.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),

tahap XII,

Perbesaran 400x ... 92 68.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),

Perbesaran 400x ... 93 69.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),

tahap II, Perbesaran 400x ... 94 70.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),

tahap VII, Perbesaran 400x ... 94 71.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),

tahap XII, Perbesaran 400x ... 94 72.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),


(17)

xvii

Lampiran Halaman

1. Hasil Determinasi Tanaman ... 61

2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar ... 62

3. Gambar Bahan dan Alat Penelitian ... 63

4. Gambar Kegiatan Penelitian Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar ... 66

5. Pengamatan Parameter Ekstrak ... 69

6. Alur penelitian ... 70

7. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Biji Jarak ... 71

8. Hasil Pengukuran Bobot Testis ... 72

9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 73

10.Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 74

11.Hasil Perhitungan Jumlah Spermatozoa Pakiten per Sel Sertoli ... 75

12.Analisis Data Berat Testis ... 77

13.Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa ... 79

14.Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus ... 82

15.Analisa Data Jumlah Spermatosit Pakiten dan Sel Sertoli ... 86

16.Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Kontrol ... 90

17.Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (5 mg/kgBB) ... 91

18.Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (25 mg/kgBB) ... 92

19.Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kgBB) ... 95


(18)

(19)

[Type text] 1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG

Kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang mengalami perkembangan kompleksitas disetiap tahunnya, terlebih mengenai permasalahan yang mengacu pada aspek pengendalian kuantitas penduduk. Data terakhir menunjukkan angka pertumbuhan di Indonesia bertambah 32,5 juta jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan 1,49 % pada sensus yang dilakukan tahun 2010. Dengan persen rata – rata pertumbuhan sebesar 1,49, jika tidak disertai aspek pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk, Indonesia berpotensi mengalami ancaman ledakan penduduk kedepan. (BKKBN, 2012). Keluarga Berencana (KB), program yang merupakan bagian dari pembangunan nasional, memegang peranan penting dalam mengatasi permasalahan tersebut melalui pelaksanaan fungsi kontrol terhadap ketiga aspek yang telah dipaparkan diatas.

Optimalisasi pelaksanaan program Peserta KB idealnya dicapai dengan peningkatan peran serta penduduk, baik pria maupun wanita, dalam ber-KB. Akan tetapi pada kenyatannya di Indonesia masih didominasi oleh perempuan.Pemerintah dengan berbagai sumber daya yang ada telah berupaya untuk meningkatkan kesertaan pria dalam ber-KB. Namun hasilnya belum seperti yang diharapkan. (BKKBN, 2008). Keikutsertaan pria dalam ber-KB masih minim, pilihannya masih berbatas pada penggunaan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi, serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami (metode sanggama terputus dan metode pantang berkala) (Bhakti Ekarini, 2008).

Di Indonesia, terdapat berbagai tanaman yang berkhasiat menghasilkan aktifitas antifertilitas (Hartini, 2011). Hal ini dapat menjadi solusi, mengingat animo masyarakat Indonesia belakangan ini lebih memilih alternatif menggunakan obat tradisional karena dianggap relatif lebih murah, efisien dan


(20)

UIN SyarifHidayatullah Jakarta lebih aman dari efek samping dibandingkan dengan obat sintetik (Andria, 2012). Animo ini juga didukung dengan kondisi alam Indonesia yang kaya akan sumber daya tanaman obat, sehingga mempunyai peluang untuk memperoleh kontrasepsi tikus jantan yang berasal dari tanaman. Penelitian diharapkan tidak hanya berfokus pada perkembangan efektivitas dan keamanan kontrasepsi priatetapi jugasecara ideal memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen)(BKKBN, 2006).

Beberapa penelitian telah dilakukan menggunakan beberapa jenis tanaman yang kemudian diteliti efeknya terhadap organ reproduksi pria. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis tanaman yang telah diteliti efeknya terhadap organ reproduksi jantan. Beberapa tanaman tersebut adalah ekstrak etanol batang manggarsih dimana selama 35 hari mampu menyebabkan penurunan jumlah spermatosit sekunder dan jumlah spermatozoa mencit namun tidak mampu menyebabkan penurunan berat testis, diameter tubulus seminiferous testis, jumlah spermatogonium, jumlah spermatosit primer, dan jumlah spermatid (Ulimaz,2010).

Dari penelitian Yurnadi dkk (2002) diketahui bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya selama 20 hari (1,5 siklus epitel seminiferus) pada berbagai dosis terhadap tikus belum dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa vas deferen, akan tetapi dapat menurunkan populasi sel spermatogonium A dan spermatosit primer preleptoten. Selain itu, pada tanaman Momordica charantia L. dengan pemberian selama 20 hari memberikan hasil penurunan pada jumlah spermatozoa dan pada 40 hari memberikan hasil penurunan jumlah spermatozoa yang lebih banyak. Namun, pada pemberian Momordica charantia L. selama 60 hari tidak memberikan perubahan yang bermakna (Saptogino & Juniarto, 2010)

Salah satu penelitian yang juga mengambil fokus pada tanaman yang memiliki efek pada organ reproduksi tikus jantan dilakukan oleh Widya Dwi Arini terhadap tanaman jarak pagar dalam skripsinya yang berjudul “Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) pada Tikus Jantan Galur


(21)

UIN SyarifHidayatullah Jakarta pengobatan yang besar. Ekstrak tanaman dapat digunakan untuk mengobati alergi, luka bakar, peradangan, kusta, leucoderma, kudis dan cacar. (Sachdeva et al., 2012).Penggunaanobattradisional untukekstrakdari bijijarak pagar diantaranya sebagai pencahar, abortivum, antipiretik, antihelmintik, serta pengobatan gout dan gonorrhea (Barceloux, 2008).). Menurut Ejelonu et al. (2010), hasil skrining fitokimia dari biji jarak pagar positif mengandung terpenoid, alkaloid, cardenolid, dan steroid. Kandungan lainnya adalah lemak, protein, karbohidrat, dan air (Tim Departemen Teknologi Pertanian, 2005).Dalam suatu penelitian dilaporkan bahwa dengan pemberian ekstrak n-heksanbiji jarak pagar diberikan secara oral mempunyai aktivitas antifertilitas pada tikus betina. (Ahirwar et al., 2010).

Sebelumnya, penelitian tentang tanaman jarak pagar dan potensinya terhadap antifertilitas pada tikus jantan secara tradisional belum banyak diteliti di Indonesia, disamping itu penggunaan biji jarak pagar pada sistem reproduksi tikus jantan pun masih belum dilaporkan. Penelitian yang dilakukan oleh Widya Dwi Arini tersebut adalah untuk mengetahui aktivitas antifertilitas dari ekstrak n-heksan biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ) pada fungsi reproduksi tikus jantan ditinjau dari karakteristik sperma, konsentrasi sperma, serta ukuran diameter tubulus seminiferus testis.Dari penelitian tersebut dikemukakan kesimpulan bahwa biji jarak pagar dapat menyebabkan infertilitas sehingga dapat dikembangkan sebagai bahan dasar obat kontrasepsi tradisional tikus jantan. Makin besar dosis yang diberikan, makin besar pula pengaruhnya terhadap penuruanan konsentrasi spermatozoa, bobot testis dan diameter tubulus seminiferus.

Penelitian yang dilakukan oleh Widya Dwi Arini menarik untuk ditindak lanjuti, mengingat aspek yang diamati baru sampai pada tingkat ekstrak etanol dari sampel, atau dengan kata lain masih berkonsentrasi pada fase polar. Belum ada penelitian yang dilaporkan menindaklanjuti penelitian terkait biji jarak pagar dan aktivitas antifertilitasnya terhadap tikus jantan ini sampai ke fase non-polar dan semi-polarnya. Beberapa data yang sudah ada mengacu masih terbatas pada tikus betina sebagai objeknya, seperti yang diungkapkan pada Ahirwar et al., 2010, penelitian pada tikus betina dilaporkan adanya aktivitas minimum dari


(22)

UIN SyarifHidayatullah Jakarta steroid (Ahirwar et al., 2010) kandungan kimia dari biji jarak adalah senyawa seperti viteksin, isoviteksin (Aregheore et.al., 2003), beta-sitosterol dan curcin (Mastiholimath, 2008), saponin (Punsuvona et. al., 2012). Seperti diketahui bahwa senyawa beta-sitosterol termasuk dalam golongan senyawa sterol tumbuhan. Senyawa sterol merupakan turunan dari senyawa steroid.

Hal ini melatarbelakangi perlunya penelitian lebih lanjut pengaruh aktifitas antifertilitas biji jarak terhadap organ reproduksi tikus jantan pada fase non-polarnya, dimana dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah n-heksana. Dengan menggunakan pelarut yang berbeda ini diharapkan dapat memberikan gambaran perbandingan signifikansi aktifitas antifertilitas biji jarak terhadap tikus putih jantan dalam berbagai ekstrak, dari pelarut yang bersufat polar (yang telah dilakukan) hingga non polar. Maka penelitian “Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (jatropha curcas l.) pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo” ini adalah untuk menguji

aktivitas antifertilitas dari ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada fungsi reproduksi tikus jantan ditinjau dari konsentrasi sperma, berat testis, ukuran diameter tubulus seminiferus testis, serta jumlah spermatosit pakiten dan sel sertoli.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Laju pertumbuhan penduduk indonesia mengalami kenaikan angka yang signifikan dan berpotensi menimbulkan ledakan penduduk 2. Hingga saat ini, penggunaan kontrasepsi pada pria masih terbatas pada

pilihan kondom dan vasektomi, belum dilaporkan adanya pilihan antifertilitas dalam bentuk sediaan oral

3. Penelitian terkait aktivitas antifertilitas dari sampel tanaman jarak pagar ( Jatropha curcas L. ) yang sudah ada baru sampai di tingkat ekstrak etanol


(23)

UIN SyarifHidayatullah Jakarta 4. Hingga saat ini belum ada penelitian yang melakukan penelitian

terkait keberadaan komponen senyawa yang berkhasiat terhadap aktivitas antifertilitas dari biji jarak pada tikus jantan pad ekstrak n-heksana

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian uji antifertilitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar ( Jatropha curcas L. ) pada tikus jantan galur Sprague Dawley

secara in vivo sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ) terhadap konsentrasi spermatozoa tikus jantan (Rattus Novergicus) galur Sprague Dawley secara in vivo

2. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ) terhadap bobot testis tikus jantan (Rattus Novergicus) galur Sprague Dawley secara in vivo

3. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ) terhadap tahapan spermatogenesis tikus jantan (Rattus Novergicus) galur Sprague Dawley secara in vivo

4. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ) terhadap diameter tubulus seminiferus pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo

1.4. HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian uji antifertilitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar ( Jatropha curcas L. ) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo sebagai berikut :

1. Pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa tikus jantan galur

Sprague Dawley

2. Pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapatmenurunkan bobot testis tikus jantan galur Sprague Dawley


(24)

UIN SyarifHidayatullah Jakarta 3. Pemberian ekstrak n-heksanabiji jarak pagar (Jatropha curcas L.)

mempunyai efek terhadap berkurangnya diameter tubulus seminiferus pada tikus jantan galur Sprague Dawley

4. Pemberian ekstrakn-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat mengganggu tahapan spermatogenesistikus jantan galur

Sprague Dawley

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian uji antifertilitas ekstrakn-heksana biji jarak pagar (

Jatropha curcas L. ) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivodiharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Memberi kontribusi terhadap penegakan program KB sebagai bagian dari upaya mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan memberikan pilihan obat kontrasepsi bagi pria

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang manfaat biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ) sebagai obat antispermatogenik

3. Memberikan informasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu reproduksi yang kemudian dapat digunakan sebagai obat kontrasepsi alami

4. Memberikan informasi keberadaan komponen senyawa yang berkhasiat terhadap aktivitas antifertilitas pada tikus jantan pada ekstrak n-heksana

5. Melengkapi hasil penelitian sebelumnya yang telah lebih dulu dilakukan, yakni aktifitas antifertilitas ekstrak biji jarak yang sudah ada dalam ekstrak etanol dan etil asetat, sehingga dapat memberikan informasi yang utuh mengenai pada ekstrak mana biji jarak menghasilkan aktifitas antifertilitas yg paling baik


(25)

(26)

7

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jarak Pagar (Jatropha curcas L ) 2.1.1 Sejarah dan Sinonim

Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penajajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah oleh pemerintah Jepang untuk membudidayakan tanaman jarak. Oleh karenanya, dalam waktu singkat tanaman jarak menyebar cukup luas, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah Jawa Tengah meliputi daerah Semarang serta Solo dan sekitarnya. Sementara, wilayah Jawa Timur meliputi Madiun, Lamongan, Besuki, dan Malang. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman jarak meluas sampai di Kawasan Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, dan sebagainya. Jadi, nama-nama lokal untuk jarak pagar dapat ditemukan di daerah-daerah(Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Meskipun banyak terdapat di Indonesia, tanaman jarak pagar bukan berasal dari Indonesia. Tanaman ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, tetapi tumbuh di sebagian besar negara tropis. Tanaman ini tumbuh di Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tenggara, India, dan Afrika.

Jatropha berasal dari kata Yunani, iatrós yang berarti medis dan trophé yang berarti makanan(Bartoli, 2008). Di Indonesia, jarak pagar juga dikenal dengan nama jarak kosta, jarak paer, atau jarak wolanda. Nama tanaman jarak pagar dengan daerahnya antara lain: physic nut, purging nut (English); pourghère, pignon d’Inde (French); purgeernoot (Dutch); Purgiernuß,

Brechnuß (German); purgueira (Portuguese); fagiola d’India (Italian); dand barrî, habel meluk

(Arab);bagbherenda, jangliarandi, safed arand (Hindi); kadam (Nepal); yu-lu-tzu (Chinese); sabudam (Thailand); túbang-bákod (the Philippines); bagani (Côte d’Ivoire); kpoti (Togo); tabanani (Senegal); mupuluka (Angola); butuje (Nigeria) (Heller, 1996).

Genus Jatropha memiliki 175 spesies, dari jumlah ini lima spesies tumbuh di Indonesia, yaitu J. curcas L. dan J. gossypiifolia yang sudah digunakan sebagai tanaman obat sedangkan J.


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.2 Klasifikasi

Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcasL. Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jarak pagar diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Trachebionta (tumbuhan vascular) Superdivision : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Division : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Class : Magnoliopsida (Dicotyledonae) Subclass : Rosidae

Order : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha L.

Species : Jatropha curcas L. (Bartoli, 2008)

2.1.3 Morfologi

Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1,5-5 meter. Percabangannyatidak teratur, dengan bulatdan tebal. Kulit batang berwarna keabu-abuan atau kemerah-merahan. Apabila ditoreh, batang mengeluarkan getah seperti latex berwarna putih atau kekuning-kuningan.

Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai 6-16 cm dan lebar 5-15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung, bersudut atau berlekuk 3-5 dan tepi daun gundul. Warna daun hijau atau hijau muda.

Bunga jarak pagar mulai muncul saat tanaman mulai berumur 3-4 bulan. Pembungaan umumnya terjadi pada musim kemarau. Walaupun demikian, pada musim hujan juga dapat berbunga. Bunga terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Dalam setiap helai terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga betina bertangkai tebal dan berambut seperti sarang laba-laba. Ukurannya lebih besar daripada bunga jantan.

Biji yang sudah tua berbentuk bulat panjang. Ukuran panjang rata-rata 18 mm ( berkisar antara 11-30mm) dan lebar rata-rata 10mm (berkisar antara 7-11mm). Biji jarakbercangkang tipis. Kulit atau cangkang biji yang sudah tua bagian luar berwarna hitam kotor dan setelah


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kering penuh retal-retak kecil. Jika belum tua, warna biji lebih cerah atau kecokelat-cokelatan, dengan permukaan halus. Jika kulit buah telah kering, biji dapat terlepas sendiri dari buah. Bijimatang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning.

Buah jarak pagar banyak dihasilkan pada musim kering, pada saat jumlah daun berkurang karena banyak yang kering atau gugur. Sekitar 2-3 bulan setelah pemupukan, pada umumnya tanaman dewasa sudah berbuah. Buah tersusun dalam tandan buah. Setiap tandan berisi 10 buah atau lebih. Bentuk buah membulat, beukuran panjang 2-3 cm. Permukaan buah rata (halus). Apabila buah mongeringdan kemudian pecah menurut ruang, dalam setiap buah terdapat 3 biji ( Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Gambar 2.1. Bunga ,buah dan biji Jatropha curcas L. ( IEEJ, 2009 )

2.1.4 Kandungan Bahan Aktif

Tanaman jarak mengandung senyawa-senyawa aktif seperti alpha-amirin, kampesterol, iso-viteksin viteksin, kampesterol, dan HCN. ( Agromedia, 2008). Selain itu tanaman ini juga mengandung beta-sitosterol, stigmasterol, curcin, flavonoid dan 12-deoksil-16-hidroksiforbol (forbol ester). Senyawa tersebut secara spesifik ditemukan pada beberapa bagian tanaman seperti


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akar, daun, batang, buah, biji serta minyak hasil pengepresan. Ekstrak forbol ester memiliki kemampuan membunuh serangga, fungi, dan moluska sehingga berpotensi sebagai antimikroba. Flavonoid yang tekandung dalam ekstrak kulit batang jarak memiliki aktivitas biologi seperti antimikroba, anti alergi dan antioksidan. Lateks dari jarak yang mengandung komponen alkaloid digunakan sebagai anti kanker (Nurmillah, 2009).

Setiap 100 g biji mengandung 6,6 g H2O, 18,2 g protein, 3,8 g lemak, 33,5 g total karbohidrat, 15,15 g serat dan 4,5 g abu. Biji dilaporkan juga mengandung sakarosa, raffinosa, stachyosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, protein, minyak, curcasin, arachidic, oleat, linoleat, miristik, palmitat dan asam stearat (Mahmud, 2007). Senyawa toksik dalam biji jarak pagar adalah lektin dan phorbolester. Senyawa lektin maupun phorbolester dapat terdegradasi sehingga toksisitasnya berkurang bahkan hilang, yaitu dengan pemanasan dan dengan reaksi kimia. Selain itu, juga terdapat agensia antifertilitas yang disebut jatrophone, yang dilaporkan berperan dalam mempengaruhi fertilitas (Muliani, 2011).

2.1.5 Kegunaan

Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji, daun dan kulit kayu, segar atau sebagai air rebusandigunakan dalam pengobatan tradisional. Minyak dari biji memilikitindakan pencahar yang kuat dan juga banyak digunakan untuk penyakit kulit dan untuk meredakan rasa sakit sepertiyang disebabkan oleh rematik. Getah yang keluar dari batang digunakan untuk menghentikan pendarahan dari luka. Rebusan dari daun digunakan untuk batuk dan sebagai antiseptik setelah kelahiran (Heller,1996). Lateks memiliki sifat antibiotik terhadap beberapa bakteri ; diterapkan langsung pada luka dan dapat digunakan sebagai antiseptik seperti pada ruam, luka bakar, dan infeksi kulit (Bartoli,2008).

Dengan menggunakan ekstrak dari biji jarak pagar dapat mengobati penyakit seperti hernia, kanker, gonorhoea. Hal ini yang pernah dicoba oleh penduduk di Colombia untuk mengobati penyakit kelamin. Di Mesir, biji digunakan untuk pengobatan arthritis, gout dan jaundice. Biji tanaman ini juga telah digunakan secara tradisional untuk pengobatan banyak penyakit termasuk luka bakar, kejang, demam dan peradangan (Prasad et al., 2012). Beberapa negara seperti, Kamboja, Vietnam dan India telah menggunakan biji jarak sebagai agensia aborsi, sedangkan di Sudan telah menggunakan biji jarak sebagai agensia kontrasepsi (Cambie and Brewis, 1999).


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2 Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk. Dalam buku Materia Medika lndonesia ditetapkan definisi bahwa simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

Simplisia dibedakan.simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni ( Anonim, 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).

Ada beberapa jenis ekstrak yakni : ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang biasanya kadar air lebih 30%. Ekstrak kental jika memilki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Saifudin dkk, 2011).

2.3 Ekstraksi 2.3.1.Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengernbangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoreh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1- 5 kali bahan.

2.3.2 Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

4. Infus

lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 300C ) dan temperatur sampai titik didih air.


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3.3 Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atisiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.

2.3.4 Cara ekstraksi lainnya

1. Ekstraksi berkesinambungan

Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi.

2. Super kritikal karbondioksida

Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia, dan umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak 3. Ekstraksi Ultrasonik

Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz.) memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip rneningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi.

4. Ekstraksi energy listrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta "electric-discharges" yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.

2.4 Tinjauan Hewan Percobaan

2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Menurut Krinke (2000) klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Rattus

Species : norvegicus

2.4.2 Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama reproduksi 1 tahun.

Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar diantara galur yang lain.

Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data biologis tikus sebagai berikut :

Tabel 2.1. Data biologis tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun Lama produksi ekonomis I tahun

Lama bunting 20-22 hari

Umur dewasa 40-60 hari

Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina) Siklus kelamin Poliestrus

Siklus estrus (berahi 4-5 hari

Lama estrus 9-20 jam

Perkawinan Pada waktu estrus

Ovulasi 8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan Ferilisasi 7-10 jam sesudah kawin

Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi

Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina Suhu (rektal) 36-39oC (rata-rata 37,5oC)

Pernapasan 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan anestesi, naik sampai 150 dalam stress Denyut jantung 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan

anestesi, naik sampai 550 dalam stress Tekanan Darah 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5 Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Sistem reproduksi tikus jantan terdiri atas testis dan skrotum, epididimis, duktus deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat dan bulbouretralis), uretra dan penis.. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus epididymis, suatu duktus konvolusi bergelung untuk membuat epididimis, suatu organ yang terletak pada permukaan posterior testis.

Dari epididimis, duktus deferen yang lurus panjang naik dari skrotum dan melalui aknalis inguinalis masuk ke dalam pelvis, tempat duktus ini berlanjut dengan duktus ejakulatorius, suatu segmen terminal dari system duktus yang membuka ke arah uretra prostatic. Berhubungan dengan system duktus adalah tiga kelenjar asesorius, vesikula seminalis, prostat, dan kelenjar bulboureta. Spermatozoa dari epididymis, bersama dengan hasil sekretorius kelenjar ini, merupakan semen yang dikeluarkan melalui uretra penis (Fawcett & Bloom, 2002).

Gambar 2.2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Suckow, 2006) Konsumsi oksigen 1,29-2,68 ml/g/jam

Sel darah merah 7,2-9,6 x 106/mm3 Sel darah putih 5,0-13 0 x 103/mm3

SGPT 17,5-30,2 lU/liter

SGOT 45,7-80,8 IU/liter

Kromosom 2n=42

Aktivitas nokturnal (malam)

Konsumsi makanan 15-30 g/hari (dewasa) Konsumsi minuman 20-45 ml/hari (dewasa)


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada hewan yang melakukan fertilisasi secara interna organ reproduksinya dilengkapi dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi menyalurkan spermatozoa dari organisme jantan ke betina. Peranan hewan jantan dalam hal reproduksi terutama adalah memproduksi spermatozoa dan sejumlah kecil cairan untuk memungkinkan sel spermatozoa masuk menuju rahim (William, 2005).

Ketiga kelenjar asesorius mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa. Vesikula seminalis merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju urethra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat terletak di pelvis, tepatnya di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan rektum. Fungsi dari kelenjar prostat adalah memproduksi cairan prostat yang mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang merupakan komponen utama dari semen yang bersifat basa ( Faranita, 2009 ).

Testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksi andogen. Oleh sebab itu, maka testis dapat juga dikatakan sebagai kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat endokrin dan juga eksokrin. Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig yang menghasilkan androgen, terutama testosteron. Fungsi eksokrin terletak pada epitelium semiferus yang menghasilkan spermatozoa (Fawcett & Bloom, 2002).

Spermatogenesis terjadi di dalam suatu struktur yang disebut tubulus seminiferous. Tubulus ini berlekuk-lekuk dalam lobules yang semua duktusnya kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididymis. Produksi andogen terjadi di dalam kantung dari sel khusus yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus. Tubulus seminferus dilapisi oleh epitelium bertingkat yang sangat kompleks yang mengandung sel spermatogenik dan sel-sel yang menunjang. Sel-sel penunjang berjenis tunggal disebut dengan sel Sertoli.

Tubulus seminiferus di kelilingi oleh membran basal. Di dekat membran basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa yang sedang berkembang di sepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Di antara spermatosit terdapat sel Sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli memfagosit sitoplasma spermatid


(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah dikeluarkan. Sel ini merupakan satu-satunya sel nongerminal dalam epitel seminiferous. Semua sel Sertoli berhubungan dengan membrane basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki jari-jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu waktu.

Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel Sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2005).

2.5.1 Produksi Sperma

Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL, tidak berbeda signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 106/mL. Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni 347+5 µm vs 262+9 µm , tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis dibanding manusia ( 1,4+1 µm vs 15,9+3,4 µm ). Epitel seminiferus tikus mengandung 40% lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali leboh banyak dari epitel seminiferus manusia ( Ilyas, 2007).Spermatozoa pada tikus panjangnya sekitar 150 – 200 mm. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya (Krinke, 2000).


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5.2 Spermatogenesis Pada Tikus

Gambar 2.4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari kiri bawah searah jarum jam. A, tipe spermatogonium A; In , spermatogonium tipe intermediet; B, tipe spermatogonium B; R, spermatosit primer resting; L, spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; P(I), P(VII), P (XII), awal, pertengahan dan akhir spermatosit pachytene. Angka romawi menunjukkan tahap siklus di mana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi sellular dari tahapan siklus pada epitel seminiferus (l-XIV). Penulisan m menunjukkan terjadinya mitosis ( Clermont, 1962).

Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa.

Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis melalui suatu perkembangan yang komplek yang disebut dengan spermatogenesis.


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Spermatogenesis memerlukan suatu seri komplek dimana spermatozoa dihasilkan melalui tahap mitosis, meiosis, dan diferensiasi sel untuk menjadi spermatozoa matang. Perubahan morfologi dari spermatid menjadi spermatozoa disebut dengan spermiogenesis. Selanjutnya spermatozoa dilepaskan ke dalam lumen tubulus. Proses pelepasan tersebut dikenal dengan proses spermiasi (Ilyas, 2007).

Spermatogonium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: tipe A, tipe intermediet dan tipe B. Tipe spermatogonia A ini dibagi lagi menjadi tipe AO ( disebut juga sel induk) dan tipe Al-A4. Tipe spermatogonium AO tetap pada membran basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk membelah menjadi dua sel anak, salah satunya menjadi spermatogonium A1, yang seterusnya lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel induk. Pada tikus, spermatogonium A1 kemudian memiliki enam pembelahan mitosis, dan kemudian mereka menjadi spermatosit prelepton. Kemudian spermatosit dalam fase meiosis, di mana berkembang menjadi leptolene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder di komponen adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferous. Selama fase meiosis, masing-masing spermatosit membelah menjadi satu dari empat spermatid haploid, yang kemudian memasuki fase akrosom, selama akrosom berkembang. Kondensasi inti dan perpanjangan terjadi berikutnya, diikuti oleh fase eliminasi dan pelepasan sitoplasma.

Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang tubula menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya menunjukkan pola mosaic di beberapa tahap. Pada tikus, dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis (Krinke, 2000)


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5.3 Peran Hormon Pada Spermatogenesis

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testes memproduksi sejumlah hormone jantan yang kesemuanya disebut androgen. Yang paling poten dari androgen adalah testosterone. Fungsi testosterone adalah merangsang pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus seminiferous, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori dan merangsang pertumbuhan sifat jantan ( Partodihardjo,1980)

Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang epididymis dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan dan fungsi vesikula seminalis serta kelenjar prostat. Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah pengaruh hormon-hormon yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel di bawah pengaruh FSH. Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah peranan LH dan testosterone. Tanpa testosterone spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan yang baik.

Spermatogenesisdimulaipada saatpubertaskarena adanyapeningkatan sekresigonadotropin(FSHdan LH) dari hipofisisanterior.FSHdianggaphormonpentinguntuk induksispermatogenesis danmerangsang secara langsungpada tubulusseminiferus, karena spermatogenesislengkappada tikushyposectomizeddipulihkanoleh perlakuanFSHdalamkombinasi denganLHdan testosteron.Di sisi lain, efek spermatogenesis dari LH, kadang-kadang disebut hormonselinterstisial yangmerangsang(ICSH) pada tikus jantan karena tindakanandrogenikpadasel-sel Leydigdiinterstitium, dianggap dimediasi olehandrogen, setidaknya pada tikus.Dalam konteks ini,sekresi LHjuga merangsangsintesistestosteron di selLeydigpada testis.

Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel Sertoli, karena hormon peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan spermatid melintasi sawar darah testis, yang terbentuk selama 16 - 19 hari setelah kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melewati sawar darah testis dengan difusi (dan mungkin juga oleh beberapa sistem transportasi). Telah dilaporkan bahwa tingkat testosteron di dalam cairan interstisial (lebih dari 50 ng / mL) pada tikus dewasa jauh lebih tinggi dibanding pada testis (sekitar 30ng/mL) atau


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cairan vena perifera (kurang dari 10 ng / ml ), menunjukkan aksi parakrin atau autokrin dari testosteron pada spermatogenesis di testis.

Salah satu peran untuk sel Sertoli adalah produksi androgen yang mengikat protein, dimana dirangsang oleh FSH dan testosteron. Ini juga telah menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang tidak diketahui yang dikeluarkan dari sel Sertoli, sebagai respon untuk merangsang FSH dan testosteron, mungkin berkaitan dengan spermatogenesis (Krinke, 2000).


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Product Natural Analysis dan di Laboratorium Farmakologi (Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi Farmasi), Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung dalam waktu 4 bulan, terhitung dari bulan September sampai dengan Desember 2013.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat berumur 9 minggu dengan berat 250-350 g dan fertil yang diperoleh dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

3.2.2. Bahan Uji

Bahan uji yang akan digunakan adalah biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang.Sebelum dilakukan penelitian, tanaman di determinasi terlebih dahulu di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.2.3. Bahan Kimia

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus berupa pellet, aquades steril, larutan NaCl, alkohol 70%,80%, dan 96% , n-heksana 70% dan 95%, ammoniak 1 % dan 25 %. larutan HCl, kloroform, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH, FeCl3, eter, petroleum eter, larutan Hematoksilin, larutan Bouin (asam pikrat, formaldehid 4%, asam asetat), larutan xilol, larutan Eosin, larutan George, paraffin.


(43)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : labu erlenmeyer, labu kocok, gelas ukur, ayakan mesh 40, timbangan analitik, mortir, tabung reaksi, cawan penguap, hot plate, corong, kertas Whatman, batang pengaduk, perangkat vacuum rotary evaporator, botol sampel, kandang hewan, tempat makan danminum tikus, timbangan hewan, alat pencekok oral(sonde), beaker glass, gelas kaca, object glass, kertas saring, Hemositometer Improved Neubeur, pipet tetes, mikro pipet, seperangkat alat bedah, mikrotom, dan mikroskop optik.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley (WHO, 2000). Perlakuan yang digunakan adalah kontrol (tanpa perlakuan) dan tikus yang diberi ekstrak biji jarak pagar (

Jatropha curcas L.) dengan 3 dosis yang berbeda.). Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arini, Dwi Widya(2011). Perlakuan yang digunakan terdiri dari: 1. Kelompok I : Kelompok pembanding tanpa perlakuan sebanyak 5 ekor tikus diberi pembawa

(Na CMC 1%)sebanyak 1 ml serta makan dan minum.

2. Kelompok II : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensiekstrak ekstrak n-heksana biji jarak pagar ( Jatropha curcas L.) dengan dosis rendah yaitu 5 mg/kg BB, makan dan minum.

3. Kelompok III : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensiekstrak n-heksana ekstrak jarak pagar ( Jatropha curcas L.) dengan dosis sedang yaitu 25 mg/kg BB, makan dan minum.

4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak ekstrak n-heksana jarak pagar ( Jatropha curcas L.) dengan dosis tinggi yaitu 50 mg/kg BB, makan dan minum.

3.4. Kegiatan Penelitian


(44)

Sebelum dilakukan penelitian, biji jarak pagar terlebih dahulu di determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.

3.4.2. Penyiapan Simplisia

Biji jarak pagar yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 8,15 % diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar Balitri Sukabumi. Biji jarak pagar lalu dirajang kemudian diblender. Kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 untuk mendapatkan serbuk simplisia. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.

3.4.3. Pembuatan Ekstrak

Pada pembuatan ekstrak biji jarak pagar digunakan metode ekstraksi cara dingin dengan maserasi dan menggunakan n-heksanasebagai pelarut.

Serbuk simplisa ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut n-heksanahingga sampel terendam. Pelarut diganti setiap 3 hari sekali. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi dilakukan hingga larutan mendekati tidak berwarna.

Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang dihasilkan kemudian ditimbang dan dicatat beratnya dan selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin atau freezerdan digunakan untuk perlakuan.

3.4.4. Penapisan Fitokimia

Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan golongan senyawa kimia dari simplisia dan ekstrak n-heksana biji jarak pagar seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan polifenol, dan steroid/terpenoid.

1. Identifikasi Golongan Alkaloid

Metoda Culvernor-Fitzgerald

Gerus 2-4 g biji jarak yang telah bersih potong-potong masukan kedalam mortar dan tambahkan kloroform secukupnya dan pasir bersih, kemudian digerus. Tambahkan 10 ml


(45)

kloroform amoniakal diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan cara memerasnya memakai kain kasa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian tambahkan 0.5 ml I M asam sulfat dan kocok baik-baik, biarkan beberapa saat. Pipet lapisan atas yang jernih kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff"s dan tabung lainnya pereaksi Mayer's (2-3 tetes). Reaksi positif apabila menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi Drogendorff's danendapan putih dengan pereaksi Mayer's. Catatan hail sebagai berikut:

(+) sedikit keruh (++) sangat keruh

(+++) terjadi endapan (Chairul,2003).

2. Identifikasi Golongan Flavonoid

Pembuatan ekstrak

Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 %, saring dan keringkan diatas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan denganpencucian etanol70% beberapa kali sehingga warna pigmen hilang atau larutan heksanatidakberwarnalagi. Panaskan residu yangbebas lemak diatas penangas air untuk memindah sisa etanol.Tambahkan residu dengan 20 ml n-heksanadan pindahkan masing-masing 10 ml kedalam 2 tabung reaksi. Masing-masing-masing tabung reaksi ditambahkan 0,5 ml asam klorida pekat dan dilakukan uji dengan pereaksi Wilstatter (Chairul,2003).

Pereaksi Wilstatter

Salah satu tabung reaksi yang telah berisikan asam klorida pekat ditambahkan 3-4 butir logam magnesium (Mg). Amati perubahan warna yang terjadi dalam 10 menit. Apabila terbentuk warna, diencerkan dengan air secukupnya dan tambahkan 1 ml oktil alkohol. Kocok kuat-kuat kemudian diamkan dan amati perubahan wama pada masing-masing lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoida (Chairul,2003).

3. Identifikasi Golongan Saponin


(46)

Buat 10 ml ekstrak n-heksana dari serbuk biji jarak (lebih kurang 2 g) danmasukkan kedalam tabung reaksi yang mempunyai ukuran. Masing-masing tabung tambahkan10 ml air, tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik dan biarkan selama 30 min. Apabila busa/ buih yang terjadi lebih besar 3cm dari permukaan larutan setelah 30 min, berarti biji jarak mengandung positif saponin. Jika menghasilkan sedikit busa/buih, tambahkan sedikit larutan Na2CO3. Kondisi busa/buih tetap stabil dan keras menunjukkan adanya asam-asam lemak bebas (Chairul,2003).

4. Identifikasi Golongan Polifenol

Pembuatan ekstrak

Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 %, saring dan keringkan diatas penangas air. Residu ekstrak larutkan dengan 20 ml air panas, tambahkan ekstrak 5 tetes larutan NaCI. Bagi ekstrak kedalam 2 tabung reaksi, satu tabung digunakan sebagai kontrol dan lainnya untuk uji ferri klorida (FeC13) (Chairul,2003).

LIB gelatin

Salah satu tabung reaksi ditambahkan 3 tetes larutan gelatin dan amati endapan protein yang terjadi dan bandingkandengan kontrol (Chairul,2003).

Pereaksi ferri klorida (FeCl3)

Tabung reaksi lainnya ditambahkan 3 tetes pereaksi ferri klorida (FeC13), dimana tanin terhidrolisa memberikan wama biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tanin menberikan warna biru-hijaudan bandingkan dengan kontrol (Chairul,2003).

5. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid

Pada uji dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard, adanya steroid menunjukkanwarna biru-kehijauan sedangkan triterpenoid menunjukkan warna merah, merah muda, atau ungu. Namun sebagai catatan saat pekerja di lapangan menguji baik secara langsung pada simplisia maupun pada ekstrak terdapat variasi warna yang dihasilkan, tergantung pada cara bagaimana test teresebut dilakukan (Fransworth, 1996).


(47)

1. Identitas Ekstrak Deskripsi tata nama :

 Nama ekstrak

 Nama latin tumbuhan ( sistematika botani )

 Bagian tumbuhan yang digunakan

 Nama Indonesia tumbuhan 2. Organoleptik

Penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut :

 Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair

 Warna : kuning, coklat, dll.

 Bau : aromatik, tidak berbau, dll.

 Rasa : pahit, manis, kelat, dll. 3. Susut Pengeringan

Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa esktrak kental, ratakan dengan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Setiap kali akan melakukan pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga mencapai suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silica pengering yang telah ditimbang secara seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silica tersebut secara rata dengan esktrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap.

4. Kadar Abu

Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus slilikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan., timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan


(48)

sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrate ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.4.6. Persiapan Hewan Uji

Sebelum percobaan, dilakukan uji fertilitas pada tikus putih jantan dengan cara mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu (umur siap dikawinkan) yang akan digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus betina. Kemudian di amati apakah terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika terjadi kehamilan maka menunjukkan bahwa tikus jantan yang akan digunakan sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil.

Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada kondisi laboratorium, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Selama proses adaptasi, diberi makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama aklimatisasi tidak mengalami perubahan lebih dari 10% dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal.

3.4.7. Pemberian Perlakuan

Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan sebagai berikut. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan strain Sprague-Dawley yang diberikan 4 perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak biji jarak pagar yang diperoleh disuspensikandalam pembawa (Na CMC 1%) dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral (sonde) sebanyak 1 ml. Pemberian ekstrak diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari.

3.4.8. Pembuatan preparat

Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian cauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat. Untuk mendapatkan sperma di dalam sekresi epididimis dilakukan dengan cara sebagai berikut : Cauda epididimis diambil dan diletakkan kedalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9 %. Kemudian


(49)

epididimis di plurut dalam wadah yang berisi NaCl fisiologis 0,9% tersebut disebut sebagai larutan stok yang digunakan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa. Suspensi sperma dari epididimisyang telah diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan konsentrasi spermatozoa (Hartini, 2011).

Untuk jaringan testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin dan dibiarkan selama kurang lebih 24 jam. Kemudian dilakukan pencucian, yaitu mencuci organ dengan alkohol 70% yang dilakukan berulang-ulang selama kurang lebih 30 menit. Hal ini bertujuan agar warna kuning (larutan Bouin) berkurang atau tampak jernih. Jaringan didehidrasi dalam larutan alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 96% dan alkohol absolut selama kurang lebih 1 jam untuk menarik molekul air yang keluar dari jaringan. Selanjutnya jaringan dijernihkan dengan larutan benzil benzoat selama 24 jam, lalu dalam benzol sebanyak 2 kali 15 menit sampai jaringan tampak jernih atau transparan (Ilyas, 2007).

Setelah itu, dilakukan infiltrasi dengan parafin dalam beberapa tahap, yaitu jaringan direndam dalam parafin I selama 30 menit, parafin II selama 60 menit, dan parafin III selama 90 menit. Infiltrasi dilakukan dalam oven dengan suhu 56°C-58°C. Perlakuan berikutnya adalah penanaman jaringan yang telah diinfiltrasi dalam parafin cair lalu diletakkan dalam kotak kertas sesuai dengan ukuran masing-masing jaringan yang akan ditanam. Kotak kertas yang telah berisi jaringan dimasukkan dalam lemari es dan dibiarkan membeku (Kusmana, 2001).

Selanjutnya, pemotongan jaringan setebal 3-6µm dengan menggunakan pisau mikrotom putar dan hasil irisan ditempelkan pada kaca objek. Preparat pada kaca objek dipanaskan sampai jaringan mengembang dengan sempurna. Sebelum jaringan diwarnai, sediaan direndam dalam xilol selama 5 menit sebanyak 2 kali. Hal tersebut bertujuan agar sisa parafin yang masih merekat pada jaringan dapat dihilangkan. Xilol dihilangkan dengan merendam jaringan pada larutan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi turun secara bertahap (100%, 90%, 80%, dan 70%) masing-masing selama 3 menit. Untuk pewarnaan dilakukan dengan hematoksilin dan eosin (HE). Jaringan yang telah diwarnai dijernihkan dengan xilol selama 5 menit agar jaringan tampak lebih cerah. Pada tahap akhir, jaringan testis pada kaca objek diberi entelan dan ditutup dengan kaca penutup sehingga dapat dilakukan pengamatan. Dihitung sel germinal dan diameter tubulus seminiferus pada preparat histologi testis tikus dengan mikroskop optik.


(1)

Gambar 58. Kontrol,tahap II, Perbesaran 400x

Keterangan :

Terlihat adanya sel-sel spermatogenik (spermatogonia, spermatosit pakiten, dan spermatid) tersusun rapat dan padat. 1. Membran basalis

2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen

Gambar 59. Kontrol,tahap VII, Perbesaran 400x

Keterangan :

Jumlah lapisan sel terlihat teratur dan sel-sel spermatogenik tersusun sesuai dengan tingkat perkembangannya dari membran basalis menuju ke arah lumen. 1. Membran basalis

2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa 6. Lumen

Gambar 60. Kontrol,tahap XII, Perbesaran 400x

Keterangan :

Terlihat adanya sel spermatogenik (spermatogonia, spermatosit pakiten, dan spermatid) tersusun berlapis dan

teratur sesuai dengan tingkat

perkembangannya dari membran basalis menuju ke arah lumen.

1. Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen

Lampiran 19. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB)


(2)

Gambar 61. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap II, Perbesaran

400x

Keterangan :

Pada gambar ini terlihat sel-sel

spermatogenik (spermatogonia,

spermatosit pakiten, dan spermatid) masih tetap, namun bila dibandingkan dengan kontrol, terlihat adanya penurunan jumlah spermatid

1.Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatid 6. Lumen

Gambar 62. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran

400x

Keterangan :

Terlihat kesan berkurangnya spermatogonium

1.Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatozoa 6. Lumen

Gambar 63. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran

400x

Keterangan : Bila dibandingkan dengan kontrol, terlihat adanya penurunan jumlah spermatosit pakiten dan sel-sel tersusun agak jarang

1.Membran basalis 2. Spermatogonia 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatid 6. Lumen


(3)

Gambar 64. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (25mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x

Terlihat sel-sel spermatogenik mulai tersusun tidak teratur dansusunan sel tidak rapat

1.Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatid 6. Lumen

Gambar 65. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x

Keterangan :

Terlihat berkurangnya spermatosit pakiten dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan dosis 5 mg/kgBB 1.Membran basalis

2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatozoa 6. Lumen

Gambar 66. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x

Keterangan :

Pada gambar ini, terlihat adanya penurunan jumlah spermatosit pakiten yang lebih banyak dan susunan sel spermatogenik yang tidak teratur bila

dibandingkan dengan kelompok

perlakuan dosis 5mg/kgBB 1.Membran basalis

2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatid 6. Lumen


(4)

Gambar 67. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (5mg/kg BB), Perbesaran 400x

Keterangan :

Terlihat adanyajumlah spermatosit

pakiten yang sangat sedikit dan tidak terbentuknya spermatid sehingga lumen tampak kosong dan terlihat semakin lebar.

1. Membran basalis 2. Spermatosit pakiten 3. Lumen


(5)

Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB)

Gambar 68. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x

Keterangan :

Lumen mengandung spermatosit pakitendan spermatid yang lebih sedikit sehingga lumen terlihat tidak penuh

1.Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatid 6. Lumen

Gambar 69. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x

Keterangan :

Pada gambar ini terlihat adanya penurunan jumlah sel spermatozoa lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan lainnya

1.Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatozoa 6. Lumen

Gambar 70. Perlakuan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), tahap XII, Perbesaran 400x

Keterangan :

Terlihat penurunanjumlah sel-sel

spermatogenik lebih banyak dan letak sel-sel spermatogenik yang lebih tidak teratur

1.Membran basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit pakiten 4. Sel Sertoli

5.Spermatid 6. Lumen


(6)

Gambar 71. Perlakuan Ekstrak n-heksanaBiji Jarak Pagar (50 mg/kg BB), Perbesaran 400x

Keterangan :

Tubulus seminiferus memperlihatkan kerusakan nekrosis tubular. Lumen tampak kosong, banyaknya sel yang hilang di dalam tubulus dan terlihat adanya sisa-sisa nekrosis mengisi lumen.

1. Membran basalis 2. Lumen


Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

4 25 111

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Antifertilitas ekstrak N-Heksana biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley secara IN VIVO

2 15 116

Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 4 121

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116