Analisis Tingkah Laku dan Manajemen Penangkaran Owa Jawa (Hylobates moloch)

ANALISIS TINGKAH LAKU DAN MANAJEMEN PENANGKARAN
OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798)

AGUS PAMBUDI DHARMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Tingkah Laku dan
Manajemen Penangkaran Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian
Bogor.


Bogor, Mei2015

Agus Pambudi Dharma
P053114021

RINGKASAN
AGUS PAMBUDI DHARMA. Analisis Tingkah Laku dan Manajemen Penangkaran Owa
Jawa (Hylobates moloch). Dibimbing oleh ASNATH MARIA FUAH, SRI SUPRAPTINI
MANSJOER dan ENTANG ISKANDAR
Owa jawa atau silvery gibbon (Hylobates moloch Audebert 1798) merupakan salah satu
satwa primata yang masuk ke dalam Genus Hylobates hanya ditemukan di Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Banten. Owa jawa berstatus terancam punah (endangered) (Roos et al. 2014)
dan masuk ke dalam daftar Apendiks I CITES (Maryanto et al. 2008). Hal ini diakibatkan
semakin meningkatnya pembalakan liar, pemburuan liar dan konversi hutan menjadi
pemukiman penduduk serta lahan pertanian bahkan diubah menjadi pabrik-pabrik, sehingga
populasi owa jawa semakin menurun di habitatnya.
Dalam menanggapi kondisi ini, Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor
(PSSP-IPB) bekerjasama dengan Taman Safari Indonesia (TSI) telah membentuk
penangkaran ex-situ owa jawa, dan telah berhasil berkembang biak. Akibat keterbatasan

ukuran kandang di PSSP IPB, seluruh keluarga owa jawa telah dipindahkan ke TSI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengidentifikasi perubahan
perilaku setiap individu menggunakan focal animal sampling dan untuk mempelajari
manajemen pengembangbiakan owa jawa yang ada di TSI. Penelitian telah dilakukan di TSI
dari bulan Februari sampai Juli 2013 pada 5 individu owa jawa.
Penelitian ini menggunakan data primer melalui metode observasi, dan data sekunder
tentang owa jawa hasil penelitian tim PSSP-IPB, antara lain: Iskandar (2007), Riendriasari et
al. (2009), Rahman (2011), Nuraisah et al. (2011). Selain itu, data sekunder juga diperoleh
berupa hasil wawancara, dokumen-dokumen, dan studi pustaka yang relevan dari berbagai
sumber antara lain: hasil penelitian, laporan dan artikel ilmiah terbaru. Observasi aspek
tingkah laku dengan menggunakan metode focal animal sampling (Altman 1974).
Pengamatan ini dilakukan selama 6 jam/hari, 5 hari/minggu, dan dibagi menjadi tiga fase
mulai pukul 08.00-10.00, 11.00-13.00, dan 13.30-15.30 WIB. Setiap individu owa jawa
diamati selama 20 menit dengan mencatat seluruh aktivitas atau tingkah laku. Setelah selesai
melakukan pengamatan satu individu dilanjutkan dengan individu yang lainnya dengan waktu
yang sama. Aspek manajemen penangkaran diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan
wawancara, melakukan inventarisasi fasilitas penangkaran, dan perawatan satwa di TSI
meliputi sistem perkandangan, pemberian pakan, perawatan kesehatan, sanitasi, dan sumber
daya manusia yang terlibat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaperubahan lokasi penangkaran dari PSSP-IPB

ke TSI berakibat pada perbedaan frekuensi tingkah lakumeliputi: bergerak, berkelahi,
bermain, bersuara, menelisik, makan, membuang kotoran, menyusui, dan menyusu. Tingkah
laku istirahat dan kawin tidak mengalami perbedaan frekuensi yang besar. Disamping itu
terdapat juga tingkah laku abnormal pada owa jawa di TSI. Secara umum fasilitas
penangkaran owa jawa di TSI lebih baik daripada di PSSP-IPB.

SUMMARY
AGUS PAMBUDI DHARMA. Behavior analysis and captive breedingmanagement of
silvery gibbon (Hylobates molochAudebert1798). Suppervised by ASNATH MARIA FUAH,
SRI SUPRAPTINI MANSJOER and ENTANG ISKANDAR
Javan gibbon or silvery gibbon (Hylobates moloch Audebert 1798) is one of the primate
species of the genus Hylobates only found in West Java, Central Java and Banten. The
conservation status of the species is endangered (endangered) (Roos et al. 2014) and listedas
Appendix I (Maryanto et al. 2008). This is due to the increasing illegal logging, poaching and
forest conversion to residential and agricultural land even converted into factories, so the
javan gibbon population decrease in habitat.
Realizing existing to the condition, Primate Research Center of Bogor Agricultural
University (PSSP IPB) in collaboration with Taman Safari Indonesia (TSI) have established
an ex-situ captive breeding of the javan gibbon, and has succeeded to breed the species. Due
to limitation of cage size at PSSP IPB, the whole family of the javan gibbon has been moved

to TSI.
The purpose of research was to analyze and identify change of behavior of each silvery
gibbon, using focal animal sampling and to study breeding management of javan gibbon at
TSI. This study conducted in February-July 2013 using primary data through observation,
and secondary data from the javan gibbon research team of PSSP-IPB, among others:
Iskandar (2007), Riendriasari et al. (2009), Rahman (2011), Nuraisah et al. (2011). In
addition, secondary data was also obtained in the form of interviews, documents, and relevant
literature from a variety of sources including: research, reports and the latest scientific
articles. Observation aspects of behavior was recorded using focal animal sampling method
(Altman 1974). These observations were conducted for 6 hours/ day, 5 days/ week, and were
divided into three time ranges at 08:00 to 10:00, 11:00 to 13:00, and 13:30 to 15:30 pm. Each
individual Javan gibbon was observed for 20 minutes to record all activity or behavior. After
completing the observation of the individual followed by other individuals with the same
time. Captive breeding aspects derived from direct observation and interviews, conduct an
inventory of breeding facilities, and care for animals in the TSI includes cage system,
feeding, health care, sanitation, and human resources involved.
The results of the study revealed, that there were differences in the frequency of
behavior, such as: moving, fighting, playing, voice, browse, eating, defecating, and
breastfeeding. However, the behavior restingand matings did notlarge changes. Besides, there
arealsobehaviorabnormal at theTSI javan gibbon. In general, breeding facilities in the TSI

javan gibbon were better than at the PSSP-IPB.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS TINGKAH LAKU DAN MANAJEMEN PENANGKARAN
OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798)

AGUS PAMBUDI DHARMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Primatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 04 Desember 1987 sebagai anak keempat
dari tujuh bersaudara dari pasangan Sukemi dan Siti Amanah. Menyelesaikan pendidikan
dasar di SDN 05 Pagi Kalideres Jakarta Barat pada tahun 2000; pendidikan lanjutan tingkat
pertama di SMPN 225 Kalideres Jakarta Barat pada tahun 2003; pendidikan lanjutan tingkat
atas di SMA Cengkareng I Jakarta Barat pada tahun 2006; pada tahun 2007 melanjutkan dan
lulus pada tahun 2011 di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA)
Jakarta pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Biologi dan aktif
dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam (IMAPALA) UHAMKA.
Pada tahun 2011 penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor pada Program Studi Primatologi atas bantuan Beasiswa Unggulan dari Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tahun 2012.
Penulis bekerja sebagai tenaga pendidik di Yayasan Pendidikan Islam Pondok Pesantren
Daarus Sa’adah Cipondoh Tangerang dari tahun 2010-2015 dan di Program Studi Pendidikan
Biologi FKIP UHAMKA dari tahun 2014-2015.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya
sehingga karya ilmiah dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini dengan
judul Analisis Tingkah Laku dan Manajemen Penangkaran Owa Jawa (Hylobates moloch
Audebert 1798) yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS,. Ibu Prof Dr Ir
Sri Supraptini Mansjoer dan Bapak Dr Ir Entang Iskandar, MSi selaku komisi pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan tesis ini. Bapak Dr Ir
Mohamad Yamin, MAgrSc selaku penguji luar komisi atas masukan serta arahan dalam
penyempurnaan penulisan tesis ini. Bapak Prof Drh Dondin Sajuthi, MST, Phd selaku Ketua
Program Mayor Primatologi. Bapak Dr drh Joko Pamungkas, MSc selaku Kepala Pusat Studi
Satwa Primata LPPM IPB. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan RI atas pemberian Beasiswa Unggulan. Bapak Jansen Manansang selaku
Direktur Utama TSI Bogor beserta Stafnya atas izin, fasilitas, dan bantuan yang diberikan
dalam melakukan penelitian. Drh Yohana, DrhBongod, Keni Sultan, MSi, Mas Syamsul atas

bantuannya dalam pengambilan data. Bapak Dr H Edi Sukardi, MPd selaku Ketua Dekan
FKIP UHAMKA. Ibu Dra Susanti Murwitaningsih, MPd selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Biologi UHAMKA yang telah memberikan dukungannya. Staf program studi
Primatologi, mbak Nurjayanti dan mas Mulyana serta rekan-rekan mahasiswa Primatologi;
Ibu Isti, Mas Berto, Faisal, Indri, dan Intan atas bantuan dan dukungannya selama masa
kuliah. Kedua orangtua Bapak Sukemi dan Ibu Siti Amanah beserta sekeluarga tercinta yang
telah banyak memberikan material dan do’a. Bapak KH. Sumarno Syafeii dan rekan-rekan
guru di Yayasan Pendidikan Islam Pondok Pesantren Daarus Sa’adah, Cipondoh Tangerang
yang telah memberikan doa. Semua pihak yang telah membantu tidak bisa dituliskan satupersatu, atas semua yang penulis terima selama studi sampai terselesaikannya tesis ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2015

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

iv


DAFTAR GAMBAR

iv

PENDAHULUAN

1

LATAR BELAKANG
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Penelitian

1
2
2
2

KONDISI UMUM TAMAN SAFARI INDONESIA
Sejarah Taman Safari Indonesia Bogor

Aspek Wisata
Rute/ Jalur Aspek menuju Taman Safari Indonesia Bogor

3
3
4
5

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Objek dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data

6
7
7
7
9


HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkah laku Dasar Owa Jawa di Taman Safari Indonesia
Tingkah laku bergerak
Tingkah laku makan
Tingkah laku sosial
Tingkah laku istirahat
Tingkah laku membuang kotoran
Tingkah laku abnormal
Tingkah laku Harian Owa Jawa
Tingkah laku bergerak
Tingkah laku menelisik
Tingkah laku bermain
Tingkah laku berkelahi
Tingkah laku bersuara
Tingkah laku makan
Tingkah laku istirahat
Tingkah laku membuang kotoran
Tingkah laku kawin
Tingkah laku menyusui
Tingkah laku menyusu
Tingkah laku abnormal
Manajemen Penangkaran Owa Jawa
Perkandangan
ii

11
11
11
14
16
17
18
20
21
22
24
25
26
28
29
30
32
33
35
35
36
38
38

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

Pengkayaan Lingkungan
Pakan
Sistem Sanitasi
Kesehatan
Sumber Daya Manusia
Reproduksi

42
43
52
55
58
59

SIMPULAN DAN SARAN

61

DAFTAR PUSTAKA

62

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kondisi kesehatan dan penyakit yang diderita owa jawa di TSI
Frekuensi dan durasi tingkah laku dasar owa jawa di TSI
Frekuensi dan durasi tingkah laku harian owa jawa di TSI
Sistem perkandangan owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Bahan kandang owa jawa di TSI
Hubungan suhu udara dengan frekuensi (kali) kawin owa jawa di TSI berdasarkan
persamaan regresi linier
Hubungan suhu udara dengan frekuensi (kali) kawin owa jawa di TSI berdasarkan
persamaan regresi linier
Jenis dan fungsi pengkayaan lingkungan kandang owa jawa di TSI
Jadwal pemberian dan jenis pakan owa jawa di TSIdan di PSSP-IPB
Jenis pakan owa jawa di TSI
Bobot pakan yang diberikan dan yang dikonsumsi pada Kandang I (jantan
dewasa, betina dewasa, dan anak), dan Kandang II (jantan remaja dan anak)
Bagian pakan yang dikonsumsi owa jawa di TSI
Urutan jenis pakan yang dikonsumsi berdasarkan umur owa jawa di TSI

8
11
22
38
39
41
42
43
44
46
48
50
51

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Skema kerangka pemikiran penelitian
Peta lokasi penangkaran owa jawa di TSI
Silsilah owa jawa di TSI
Frekuensi dan durasi tingkah laku bergerak owa jawa di TSI
Frekuensi dan durasi tingkah laku makan owa jawa di TSI
Frekuensi dan durasi tingkah laku sosial owa jawa di TSI
Frekuensi dan durasi tingkah laku istirahat owa jawa di TSI
Frekuensi dan durasi tingkah laku membuang kotoran owa jawa di TSI
Frekuensi dan durasi tingkah laku abnormal owa jawa di TSI
Frekuensi tingkah laku bergerak owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku menelisik owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku bermain owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku berkelahi owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku bersuara owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku makan owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku istirahat owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku membuang kotoran owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku kawin owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku menyusui owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
iv

2
4
9
12
14
16
17
19
20
23
24
26
27
28
30
31
32
34
35

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Frekuensi tingkah laku menyusu owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Frekuensi tingkah laku abnormal owa jawa di TSI
Kandang owa jawa di TSI dan PSSP-IPB
Hubungan suhu udara (0C) dengan frekuensi kawin owa jawa di TSI
Hubungankelembaban udara (%) dengan frekuensi kawin owa jawa di TSI
Teknik pemberian pakan di kandang owa jawa di TSI
Jenis pakan owa jawa di TSI
Proses pembersihan kandang owa jawa di TSI
Sistem pembuangan sisa kotoran pada kandang owa jawa di TSI
Pengelolaan limbah padat dan cair owa jawa di TSI
Pengobatan luka owa jawa di TSI
Struktur organisasi penangkaran owa jawa di TSI
Frekuensi kawin Ari dan Mimis di TSI

v

36
37
40
41
42
45
46
52
53
55
57
58
60

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Owa jawa atau silvery gibbon (Hylobates moloch Audebert 1798) merupakan salah satu
satwa primata yang masuk ke dalam Genus Hylobates yang hanya ditemukan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Banten. Owa jawa berstatus terancam punah (endangered) (Roos et al.
2014). Owa jawa masuk ke dalam satwa dilindungi dalam Peraturan Perlindungan Binatang
Liar tahun 1931 No. 266, UU No.5 tahun 1990, SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No.
301/Kpts-II/1991 dan No. 882/Kpts-II/1992 (http://www. tropenbos.nl/2006; Iskandar2007),
dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Berdasarkan CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), owa jawa masuk ke
dalam daftar Apendiks Isehingga perdagangan internasional untuk tujuan komersial tidak
diperbolehkan (Maryanto et al. 2008). Hal ini diakibatkansemakin meningkatnya pembalakan
liar, pemburuan liar dan konversi hutan menjadi pemukiman penduduk serta lahan pertanian
bahkan diubah menjadi pabrik-pabrik, sehingga populasi owa jawa semakin menurun di
habitatnya.
Dalam upaya meningkatkan populasi owa jawa yang ada di Indonesia, maka diperlukan
penangkaran baik secara in-situ maupun eks-situ. Salah satu cara yang telah dilakukan adalah
penangkaran ex-situ oleh PSSP-IPB(Pusat Studi Satwa Primata-Institut Pertanian Bogor) di
Bogor. Owa jawa yang ditangkarkan di PSSP-IPB dari tahun 2003 sudah berhasil beranak
dengan hampir setiap tahun jumlah individunya terus meningkat dan umurnya terus
bertambah menjadi dewasa, sehingga memerlukan pasangan hidup. Jumlah individu yang ada
tidak sebanding dengan luas kandang di PSSP-IPB, sehingga owa jawa tersebut perlu
dipisahkan untuk menghindari perkawinan sedarah antara induk dengan anak dan anak
dengan anak. Oleh karena itu, individu owa jawa dilakukan pemindahan lokasi dari PSSPIPB ke TSI. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis tingkah laku dan
manajemen penangkaran owa jawa di PSSP-IPB dalam kurun waktu empat tahun dari 20072011 dan di TSI (2013).
Informasi perubahan tingkah laku owa jawa akibat pemindahan lokasi penangkaran dari
satu tempat ke tempat lain belum tersedia, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang kajian
perubahan lingkungan, tingkah laku dan manajemen penangkaran owa jawa di TSI.

Tujuan Penelitian
1. Mengkaji tingkah laku owa jawa yang dipelihara di lokasi penangkaran TSI setelah proses
pemindahan dari Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor (PSSP-IPB).
2. Mengkaji manajemen penangkaran owa jawa yang ada di TSI.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai data dasar tingkah laku
dan manajemen penangkaran dalam upaya peningkatan kemampuan reproduksidan
penambahan populasi owa jawa yang ada di Indonesia.
Kerangka Pemikiran

Penangkaran owa jawadi PSSP-IPB (2003-2013)
Pemindahan owa jawa ke TSI

Penangkaran owa jawa di TSI (2013)

Pengamatan tingkah laku:
1) tingkah laku dasar (bergerak,
makan, sosial,istirahat, membuang
kotoran dan abnormal), dan 2)
tingkah laku harian.

Manajemen penangkaran:
1) perkandangan, 2) pakan, 3)
perawatan kesehatan, 4) sanitasi,
5) pengkayaan lingkungan, dan
6)sumber daya manusia.

Analisis Hasil Pengamatan dan Rekomendasi

Hasil Pengamatan
1) tingkah laku dan manajemen penangkaran owa jawa di PSSP-IPB,
2) tingkah laku dan manajemen penangkaran owa jawa di TSI, dan
3) perubahan tingkah laku yang terjadi setelah pemindahan

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran penelitian

KONDISI UMUM TAMAN SAFARI INDONESIA

Sejarah Taman Safari Indonesia Bogor
Indonesia sebagai negara kepulauan dan kaya akan keanekaragaman hayati. Keragaman
hayati berupa flora dan fauna sangat melimpah di zamrud khatulistiwa. Beranekaragam
tanaman bisa ditemukan di Kebun Raya Bogor, sedangkan berbagai macam fauna baik
domestik maupun mancanegara seperti komodo, bison, beruang hitam madu, harimau
putih, gajah, anoa dan lain sebagainya. Fauna-fauna ini bisa ditemukan di Taman Safari
Indonesia (TSI).TSI Bogor adalah Taman Safari yang pertama kali didirikan di Indonesia
selain Taman Safari di Pasuruan dan Taman Safari di Bali. Taman Safari Indonesia II terletak
di lereng Gunung Arjuna, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, sedangkan Taman
Safari Indonesia III dibangun di desa Serongga, Kecamatan Gianyar, Bali (Obyek Wisata
Indonesia 2013).
TSI Bogor merupakan salah satu dari sekian banyaknya tempat wisata yang populer di
Indonesia. TSI Bogor terletak di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua. TSI Bogor dibangun
pada tahun 1980 pada sebuah perkebunan teh yang sudah tidak produktif. TSI Cisarua Bogor
menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. TSI Cisarua Bogor ini terletak
di ketinggian 900-1800 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan mempunyai suhu rata-rata
16 – 240C (Obyek Wisata Indonesia 2013).

Gambar 2. Peta lokasi penangkaran owa jawa di TSI Bogor (keterangan: tanda panah
menunjukkan lokasi penangkaran owa jawa). http://www.puncakview.com/taman_
safari.htm/2013. Diakses tanggal 15-08-2013.
TSI Bogor ditetapkan sebagai Obyek Wisata Nasional Indonesia oleh Menteri
Pariwisata Pos dan Telekomunikasi tahun 90-an, tepatnya pada 16 Maret 1990 dan
diresmikan menjadi Pusat Penangkaran Satwa Langka di Indonesia oleh Hasyrul Harahap,
Menteri Kehutanan pada Kabinet Pembangunan. Adapun pengelolaan kawasan di Taman
Safari Indonesia I dipercayakan kepada Yayasan Taman Safari yang juga merupakan pemilik
dan pengelola obyek wisata (Obyek Wisata Indonesia 2013).
Aspek Wisata
Menurut Irawan (2012) menyatakan bahwa TSI Bogor saat ini telah banyak koleksi
satwa-satwa dari berbagai daerah nusantara di Indonesia dan mancanegara. Koleksi satwa
yang berada di TSI Bogor berjumlah 2.600 ekor dan terdiri dari 270 spesies,seperti komodo,
bison, beruang hitam madu, harimau putih, gajah, anoa dan lain sebagainya.

Wahana rekreasi yang terdapat di TSI yaitu bus safari, danau buatan, sepeda air, kano,
kolam renang dengan seluncur ombak, kereta api mini yang melintasi perkampungan ala
Afrika, komedi putar, pentas sirkus, area gocart, children's play ground, bom bom car, rumah
setan, kesenian tradisional dan sulap di panggung terbuka balai ruyung safari (Wikipedia
2013).
Selain itu juga terdapat safari park, taman burung, animal education show, primates dan
reptiles, babby zoo, kincir raksasa, gajah, kuda tunggang, safari trek, caravan, serta wild-wild
west coboy. TSI menawarkan wahana rekreasi baru yang cukup menantang yaitu elephant
adventure atau petualangan dengan menunggang gajah (Irawan 2012), tiger & lion show, sea
lion & bird show, dan dolphins show. Jika pengunjung ingin merasakan suasana yang
berbeda dengan melihat binatang pada malam hari di TSI terdapat safari night yang mulai
dari pukul 19.00 WIB dan hanya diadakan pada weekend (akhir pekan).
Rute/ Jalur Akses menuju TSI Bogor
Obyek Wisata Indonesia (2013) menjelaskan perjalanan untuk menuju TSI Cisarua
Bogor terdapat dua rute/jalur yang bisa dilewati. Jalur akses yang pertama dari arah barat atau
Jabodetabek dan jalur yang kedua dari arah timur atau Bandung dan Cianjur.


Dari Jabodetabek, ada tiga kendaraan yang bisa digunakan yaitu 1) mobil pribadi, keluar
dari tol Ciawi ikuti jalan ke arah Puncak. Setelah memasuki Kecamatan Cisarua,
perhatikan sisi kanan jalan hingga terlihat rambu/papan petunjuk pintu masuk TSI Cisarua
Bogor dengan ditandai patung binatang-binatang. 2) sepeda motor, keluar Jakarta ikuti
jalan raya Bogor. Kemudian ikuti Jalan ke Puncak dan setelah memasuki kecamatan
Cisarua perhatikan sisi kanan hingga hingga terlihat rambu/papan petunjuk pintu masuk
TSI Cisarua Bogor dengan ditandai patung binatang-binatang 3) angkutan umum, naik bus
(salah satunya Limas) turun di terminal Baranangsiang kemudian naik angkot turun di
Ciawi dilanjutkan naik angkot COLT jurusan Ciawi-Cianjur atau bisa juga naik bus
jurusan Bogor-Bandung via Puncak turun hingga terlihat rambu/papan petunjuk pintu
masuk TSI Cisarua Bogor dengan ditandai patung binatang-binatang.



Dari Bandung/Cianjur, ada tiga kendaraan yang bisa digunakan yaitu 1) kendaraan pribadi
ikuti jalur jalan raya Puncak dan sesampainya di Kecamatan Cisarua perhatikan sisi kiri
jalan hingga terlihat rambu/papan petunjuk pintu masuk TSI Bogor dengan ditandai
patung binatang-binatang, 2) kendaraan umum, naik saja bus jurusan Bandung-Bogor atau
Tasikmalaya-Jakarta via puncak turun hingga terlihat rambu/papan petunjuk pintu masuk

TSI Bogor dengan ditandai patung binatang-binatang atau dari cianjur naik COLT jurusan
Cianjur-Ciawi turun hingga terlihat rambu/papan petunjuk TSI Bogor dengan ditandai
patung binatang-binatang, 3) sepeda motor, ikuti jalur jalan raya Puncak. Sesampai di
kecamatan Cisarua perhatikan sisi kiri jalan hingga terlihat rambu/papan petunjuk pintu
masuk TSI Cisarua Bogor dengan ditandai patung binatang-binatang.
Setelah pengunjung menemukan rambu/papan petunjuk pintu masuk TSI Bogor dengan
ditandai patung binatang-binatang, dilanjutkan dengan menempuh jalanan menanjak sekitar ±
2 km-2,5 km. Bila pengunjung tidak membawa kendaraan pribadi terdapat juga angkot yang
menuju ke TSI. Disepanjang jalan ini terdapat beberapa penginapan dan pedagang wortel,
pisang, atau sayuran. Wortel dan sayuran ini dapat pengunjung beli dengan harga berkisar
Rp.10.000 tiap 4 ikat untuk diberikan makanan binatang yang ada di dalam TSI Bogor.
Sebuah gerbang yang menyerupai gading gajah menandakan pengunjung hampir sampai di
loket karcis masuk TSI Bogor.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian tingkah laku dan manajemen penangkaran owa jawa dilaksanakan selama
enam bulan dari bulan Februari sampai Juli 2013 bertempat di Taman Safari Indonesia (TSI)
Bogor Jawa Barat.
Obyek dan Alat
Owa jawa dipindahkan dari PSSP-IPB ke TSI pada tanggal 12 Februari 2013 sebanyak
6 individu, terdiri dari: induk jantan (Ari), induk betina (Mimis), anak pertama jantan dewasa
(OJ), anak kedua betina remaja (JLO), anak keempat dan kelima jantan juvenile (OO dan
Ano). Salah satu individu (JLO) tidak diamati karena ditempatkan di kandang terpisah
sehingga penelitian ini menggunakan 5 individu owa jawa yang terdiri dari: Ari, Mimis, OJ,
OO dan Ano. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kamera digital merek
Casio, meteran gulung, termometer, stop watch, higrometer, altimeter, jam tangan, timbangan
digital, dan alat tulis.
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data sekunder
bersumber dari hasil penelitian tim di PSSP-IPB, antara lain: Iskandar (2007), Riendriasari et
al. (2009), Rahman (2011), Nuraisah et al. (2011). Selain itu, data sekunder juga diperoleh
berupa hasil wawancara, dokumen-dokumen, dan studi pustaka yang relevan dari berbagai
sumber antara lain: hasil penelitian, laporan dan artikel ilmiah terbaru. Penangkaran ex-situ
owa jawa di PSSP-IPB dimulai dengan memasangkan jantan (Ari) dan betina (Mimis) yang
berasal dari TSI pada tanggal 20 Januari 2003. Pemasangan indukan ini (pairing process) di
PSSP-IPB telah berhasil memiliki keturunan dengan lima individu, antara lain: OJ merupakan
anak pertama yang lahir, anak kedua JLO, anak ketiga OLA (Riendriasari et al. 2009) namun
mati akibat infeksi bakterial, anak keempat OO, dan anak kelima Ano (Nuraisah et al. 2011).
Berdasarkan hasil uji kesehatan saat berada di PSSP, hampir seluruh owa jawa
mengidap penyakit Hepatitis B (PSSP 2011; Rahman 2011). Informasi kondisi kesehatan owa
jawa pada setiap individu di TSI dijelaskan pada Tabel 5.

Tabel 1. Kondisi kesehatan dan penyakit yang diderita owa jawa di TSI
Nama
Ari

Pemeriksaan dan kondisi kesehatan
Hasil

pemeriksaan

yang

menunjukkan

adanya

Thrombositopenia

dan

Hiperbilirubinemia disebabkan adanya penyakit hati yang kronis atau tumor pada
hati. Hasil HBs Ag (+) anti-HBs (-) dan HBe Ag (+), anti-HBe (+)
mengindikasikan bahwa owa jawa (Ari) tersebut terinfeksi virus Hepatitis B
dengan status “Low infectivity chronic carrier”.
Mimis Apabila HBs Ag (+) selama lebih dari 6 bulan tanpa diikuti dengan perkembangan
anti-HBs, maka status infeksi adalah “Chronic carrier”. Derajat penyakit belum
dapat disimpulkan karena belum ada tes HBe Ag dan anti-HBe.
OJ

Apabila HBs Ag (+) selama lebih dari 6 bulan tanpa diikuti dengan perkembangan
anti-HBs, maka status infeksi adalah “Chronic carrier”. Sedangkan untuk derajat
penyakit belum dapat disimpulkan karena belum ada tes HBe Ag dan anti-HBe.

JLO

Hasil pemeriksaan menggambarkan keadaan bahwa satwa tersebut positif
terinfeksi Hepatitis B virus, akan tetapi belum diketahui status dan derajat infeksi
karena belum dilakukan pemeriksaan ulang.

OO

Hasil pemeriksaan menggambarkan individu ini negatif terinfeksi Hepatitis B,
namun akan terus dilakukan pengecekan ulang untuk melihat kemungkinan
tertular.

Sumber: PSSP 2011; Rahman 2011
Hasil pada Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 5 individu owa jawa yang ada di TSI,
terdapat 4 individu yang positif terinfeksi penyakit Hepatitis B virus dan 1 individu bernama
OO yang tidak terinfeksi penyakit Hepatitis B virus. Salah satu individu (Ano) belum
mengalami pemeriksaan kesehatan saat di PSSP-IPB maupun TSI, oleh karena itu, perlu
dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah hewan terinfeksi penyakit
Hepatitis B atau belum terinfeksi untuk mencegah menularnya penyakit tersebut ke satwa lain
atau manusia.

Gambar 3. Silsilah owa jawa di TSI (Sumber: Dharma 2013)
Data primer yang berhubungan dengan tingkah laku diperoleh dari pengamatan
langsung. Pengumpulan data tingkah laku owa jawa dilakukan dengan menggunakan metode
focal animal sampling (Altman 1974).Pengamatan ini dilakukan selama6 jam/hari, 5
hari/minggu, dan dibagi menjadi tiga fase mulai pukul 08.00-10.00, 11.00-13.00, dan 13.3015.30 WIB. Setiap individu owa jawa diamati selama 20 menit dengan mencatat seluruh
aktivitas atau tingkah laku. Setelah melakukan pengamatan pada satu individu, dilanjutkan
dengan individu yang lain dengan waktu yang sama. Pengamatan diawali dengan individu
yang berbeda secara bergiliran di setiap harinya. Kategori tingkah laku yang diamati
mengacu pada penelitian sebelumnya di PSSP-IPB dari Nuraisah et al. (2011), meliputi:
makan, istirahat, bergerak,menyusu, bermain, berkelahi, menelisik, bersuara, kawin,
menyusui, dan defekasi. Selain itu, diamati juga tingkah laku dasar owa jawa, antara lain:
bergerak, makan, sosial, istirahat, membuang kotoran. Pada aspek manajemen penangkaran
berdasarkan dari pengamatan langsung dan wawancara, dengan melakukan inventarisasi
fasilitas penangkaran, dan perawatan satwa di TSI, seperti: (perkandangan, pemberian pakan,
perawatan kesehatan, sanitasi, dan sumber daya manusia).
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan dan dianalisis secara deskriptif,
dalam bentuk tabel, grafik, diagram dan gambar/foto sehingga diperoleh persentase dan

durasi tingkah laku, dan mendapatkan gambaran keadaan umum cara manajemen
penangkaran owa jawa.
Data primer tingkah laku meliputi: frekuensi relatif dan durasi. Frekuensi relatif suatu
tingkah laku dihitung dari banyaknya tingkah laku sejenis yang dilakukan oleh setiap
individu (X) dibagi seluruh tingkah laku yang diamati pada individu tersebut (Y) dikalikan
100%. Durasi suatu tingkah laku dihitung dari lamanya waktu tingkah laku yang dilakukan
setiap individu (X1) dibagi dengan seluruh waktu pengamatan (Y1).
Manajemen penangkaran meliputi: manajemen perkandangaan, antara lain: a) kondisi
kandang (jenis, bahan, luas), b) lingkungan kandang (suhu dan kelembaban udara).
Manajemen pengkayaan lingkungan, antara lain: a) jenis dan kegunaannya. Manajemen
pakan: a) jadwal pemberian pakan (jadwal pakan diberikan oleh petugas (pukul)), b) teknik
pemberian pakan, c) jenis pakan yang diberikan (pencatatan jenis pakan yang diberikan setiap
hari(jenis)), d) bobot pakan tiap jenis (penimbangan setiap jenis pakan yang diberikan
ditimbang (g)), dan bobot pakan yang dikonsumsi (pakan yang diberikan dikurangi pakan
sisa (g)), e) bagian pakan yang dikonsumsi (pencatatan jenis pakan yang dimakan (jenis)),
dan f) urutan jenis pakan yang disukai (pencatatan urutan jenis pakan yang dimakan (nomor
urut)). Manajemen sistem sanitasi, antara lain: a) pembersihan kandang (menyiram, menyapu,
menyikat). Manajemen kesehatan, antara lain: a) fasilitas kesehatan, b) pencegahan, c)
pemeriksaan kesehatan umum, dan c) pengobatan. Manajemen sumber daya manusia (SDM),
antara lain: a) pendidikan, b) pembagian tugas, dan c) waktu bertugas. Manajemen
reproduksi, antara lain: a) frekuensi kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkah Laku Dasar Owa Jawa di TSI
Berdasarkan hasil pengamatan owa jawa di TSI diperoleh lima tingkah laku dasar,
antara lain: tingkah laku bergerak, makan, sosial, istirahat, dan membuang kotoran. Selain itu,
hasil pengamatan terdapat juga tingkah laku abnormal (menyimpang) yang dilakukan owa
jawa di TSI. Hasil frekuensi dan durasi dalam enam tingkah laku individu owa jawa di TSI
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Frekuensi dan durasi tingkah laku dasar owa jawa di TSI
Tingkah laku

Ari (JD)
%
Jam
32,70
1,14
4,74
2,22
14,05
1,73
46,10 42,88

Kandang I
Mimis (BD)
%
Jam
39,92
2,87
4,57
4,04
5,85
1,61
47,35 39,41

Ano (Ak)
%
Jam
41,55
7,11
2,82
4,96
7,77
4,90
47,02
30,93

Kandang II
OJ (JR)
OO (Ak)
%
Jam
%
Jam
41,58
7,45 42,70
7,30
3,05
5,24
3,34
4,99
5,67
2,64
5,12
3,15
46,22 32,50 44,19 32,27

Bergerak
Makan
Sosial
Istirahat
Membuang
2,41
0,03
2,31
0,07
0,84
0,10
1,12
kotoran
Abnormal
2,30
Ket: JD = Jantan Dewasa, BD = Betina Dewasa, JR = Jantan Remaja, Ak = Anak

0,07

1,26

0,07

0,10

3,09

0,10

Berdasarkan data pada Tabel 2. frekuensi tingkah laku dasar yang paling sering
dilakukan adalah istirahat sekitar 44,19-47,35%, sedangkan urutan kedua terbanyak adalah
tingkah laku bergerak sekitar 32,70-42,70%, sedangkan tingkah laku yang frekuensi paling
kecil adalah tingkah laku membuang kotoran sekitar 0,84-2,41%. Selain itu, terdapat juga
tingkah laku abnormal (stress atau menyimpang) sekitar 2,30-3,09%. Hal ini menunjukkan
bahwa owa jawa di TSI tidak normal/stress karena ada dua individu (OJ dan OO) owa jawa
melakukan tingkah laku yang menyimpang, seperti: menggelengkan kepala, muntah,
meronta-meronta, dan mencabuti rambutnya. Frekuensi tingkah laku dasar owa jawa di TSI
dijelaskan sebagai berikut:
Tingkah laku bergerak
Tingkah laku bergerak owa jawa di TSI sering terlihat pada pagi dan sore hari,
sedangkan pada siang hari yang sering dilakukan adalah tingkah laku istirahat karena
turunnya kabut dan hujan sehingga suhu udara yang ada di sekitar kandang menjadi dingin.
Saat itu owa jawa lebih banyak untuk tingkah laku istirahat dan sosial. Tingkah laku bergerak
dilakukan di berbagai macam tempat, seperti: lubang-lubang kawat, tali tambang, lantai dasar

kandang, batang pohon dan tali ban dengan posisi brankhiasi (berayun-ayunan), memanjat
dan menuruni, meloncat, jalan, dan lari. Owa jawa di TSI lebih sering melakukan brankhiasi
(berayun-ayunan) dibandingkan dengan jalan dan lari untuk berpindah tempat. Hal ini
berkaitan dengan kehidupan owa jawa yang hidup secara arboreal (di atas pohon) yang
mempunyai morfologinya (bentuk tubuh bagian luar) yakni tangan yang lebih panjang
dibandingkan kaki sehingga lebih mudah bergerak di cabang-cabang pohon daripada di tanah.
Pada saat owa jawa di TSI bergerak di lantai (bawah) kandang atau kayu yang melintang di
dalam kandang dengan posisi jalan maupun lari, maka owa jawa akan lebih sulit berpindah
tempat karena harus mengangkat kedua tangannya ke atas untuk mengatur kesimbangannnya

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

8
7
Durasi tingkah laku
bergerak (jam)

Frekuensi tingkah laku
bergerak (%)

agar tidak jatuh. Frekuensi dan durasi tingkah laku bergerak dapat dilihat pada Gambar 4.

6
5
4
3
2
1
0

Ari

Mimis

OJ

OO

Ano

Ari

Mimis

OJ

OO

Ano

Gambar 4. Frekuensi dan durasi tingkah laku bergerak owa jawa di TSI
Tingkah laku bergerak owa jawa TSI merupakan tingkah laku yang persentasenya
berada pada urutan kedua dibandingkan dengan tingkah laku sosial, makan, dan membuang
kotoran. Persentase tingkah laku bergerak owa jawa di TSI paling sering dilakukan oleh anak
(OO) sebesar 42,70% (7,30 jam), sedangkan individu yang paling jarang melakukan aktivitas
bergerak adalah jantan dewasa (Ari) sebesar 32,70% (1,14 jam). Hal ini disebabkan individu
anak (OO) memiliki tulang dan otot yang masih lentur agar menjadi kuat, serta meniru
pergerakan individu remaja dan dewasa sebagai proses belajar menuju dewasa. Arifin (2011)
menerangkan bahwa individu owa jawa muda (remaja) aktif melakukan pergerakan untuk
ikut menjaga individu anak tetapi bisa juga ikut bersama jantan dewasa berpatroli pada saat
merasakan adanya bahaya. Pada induk jantan (Ari) di TSI yang paling jarang melakukan
aktivitas bergerak dibandingkan dengan individu lainnya. Hal ini berkaitan dengan peranan
Ari sebagai pemimpin kelompok yang bertugas untuk menjaga dan mengawasi keluarga
kelompoknya dari ancaman dari luar, baik dari kedatangan manusia, kelompok primata lain

maupun dari predator atau pemangsa, dengan terlihat lebih sering istirahat di posisi paling
atas kandang dan saat merasakan adanya bahaya maka Ari akan lebih cepat merespon dengan
cara bersuara (berkomunikasi) dengan anggota keluarganya dan penggangu (manusia/satwa
jenis lain/predator). Hasil penelitian ini hampir sama dengan Kartono et al. (2002) yang
menyatakan bahwa waktu yang dipakai owa jawa di alam (Taman Nasional Gunung
Halimun) aktivitas bergerak lebih banyak dilakukan oleh anak sebesar 32,8% (236 menit).
Namun, hasil ini berbeda dengan hasil sebelumnya yang dilakukan oleh Riendriasari et al.
(2009) yang menyebutkan bahwa aktivitas bergerak lebih sering dilakukan oleh individu
jantan dewasa sebesar 43,70% (4,05 menit).
Tingkah laku bergerak dengan posisi memanjat atau turun owa jawa di TSI lebih
banyak dilakukan oleh individu anak dibandingkan dengan individu dewasa. Pergerakan
dengan cara memanjat dilakukan owa jawa di batang-batang tegak lurus (vertikal) yang besar
untuk berpindah ke tempat yang lebih tinggi atau lebih rendah pada pohon yang sama
(Oktaviani 2009), sedangkan pergerakan memanjat owa jawa di TSI dilakukan di lubanglubang kawat untuk berpindah tempat dari yang lebih tinggi atau lebih rendah. Owa jawa
melakukan aktivitas memanjat menggunakan keempat tungkainya (quadropedal). Biasanya
tingkah laku memanjat dilakukan saat melakukan aktivitas lain, seperti bergerak, makan, dan
sosial.
Tingkah laku melompat merupakan suatu gerakan yang dilakukan dengan pijakan atau
tolakan awal dengan menggunakan satu atau dua kaki secara bersamaan yang diikuti
lompatan seluruh anggota badan. Owa jawa yang berada di dalam penangkaran, pergerakan
meloncat ini berguna untuk berpindah tempat yang satu ke tempat yang lain, terutama dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dan sebaliknya, bahkan dari ketinggian yang
sama atau sejajar, seperti dari lantai kandang ke kawat kandang setelah mengambil makanan
yang jatuh di lantai kandang dan dari ayunan tali ke lubang kawat kandang saat melakukan
aktivitas bergerak dan bercanda.
Owa jawa melakukan brankhiasi (berayun-ayun) dengan tenang, kecepatannya sama
dengan kecepatan rata-rata manusia yang sedang berjalan. Tetapi, pada saat gelisah atau
takut, owa jawa dapat bergerak melintasi tajuk hutan dengan kecepatan yang menakjubkan
sekitar sembilan meter bahkan lebih tiap lompatan tanpa memutuskan langkah (DeVore dan
Eimerl 1987). Ini dapat terlihat saat petugas ingin memasukkan owa jawa ke dalam kandang
dengan menggunakan sebuah tongkat, maka owa jawa merasa terancam dan owa jawa
tersebut melakukan brakhiasi di sela kawat dengan cepat tiap kali berayun. Setiap kali Ari
dan Mimis melakukan berpindah tempat dengan brankhiasi jarak yang ditempuh relatif

pendek dan hanya sesekali berpindah tempat saja dibandingkan brankhiasi yang sering
dilakukan oleh OO dan Ano dengan jarak yang ditempuh cukup jauh dan terlihat memutari
kandang dengan durasi yang lebih lama.
Tingkah laku berjalan dilakukan owa jawa ketika berpindah tempat baik di pohon
maupun di lantai kandang. Hal ini terjadi saat owa jawa melakukan tingkah laku bergerak dan
sosial, serta mencari pakan yang jatuh di dasar lantai kandang. Aktivitas berjalan owa jawa di
TSI sama dengan berlari, namun memiliki perbedaan dari segi kecepatannya, karena hewan
ini berjalan dengan kecepatan lambat. Sementara, owa jawa berlari menggunakan dua kaki
seperti manusia, dengan menggangkat lengan tinggi-tinggi agar keseimbangan tubuhnya tidak
terganggu dan tidak terseret di tanah/lantai kandang (DeVore dan Eimerl 1987). Tingkah laku
ini dilakukan pada saat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan cepat, sering
terlihat saat bergerak, bermain atau bercanda dengan individu lainnya. Owa jawa di TSI
sering turun ke lantai untuk berlari saat bermain dan mengambil pakan yang jatuh. Hasil ini
berbeda dengan penelitian Permana et al. (2012) yang menyatakan bahwa owa jawa di JGC
(Javan Gibbon Center) jarang turun ke lantai kandang disebabkan kondisi lantai yang mirip
hutan alami yang ditanami dengan tanaman jenis paku-pakuan dan serasah.
Tingkah laku makan
Kebutuhan pakan dan air minum owa jawa di TSI disediakan oleh perawat satwa
(keeper) setiap hari yang terdiri dari buah-buahan, sayuran-sayuran, makanan tambahan
(monkey chow), dan air kran. Selain itu, disediakan juga oleh alam seperti: air embun dan air
hujan. Tingkah laku makan owa jawa di TSI adalah makan dan minum. Beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkah laku makan pada owa jawa di TSI, antara lain: umur, jenis dan bobot
pakan, jadwal makan, cuaca, penempatan tempat air, dan kualitas air.
6
Durasi tingkah laku
makan (jam)

Frekuensi tingkah laku
makan (%)

5
4
3
2
1

5
4
3
2
1
0

0
Ari

Mimis

OJ

OO

Ano

Ari

Mimis

Gambar 5. Frekuensi dan durasi tingkah laku makan owa jawa di TSI

OJ

OO

Ano

Berdasarkan hasil pengamatan tingkah laku makan owa jawa di TSI yang lebih sering
dilakukan oleh individu dewasa (Ari dan Mimis) sebesar 4,74% (2,22 jam) dan 4,57% (4,04
jam) dibandingkan dengan individu anak (OO dan Ano) sebesar 3,34% (4,99 jam) dan 2,82%
(4,96 jam) (Gambar 5). Hal ini karena jenis pakan yang dimakan individu dewasa kurang
bervariasi dan lebih banyak memakan buah-buahan yang banyak mengandung glukosa yang
berguna untuk menambah energi, sedangkan jenis pakan yang di makan individu anak lebih
bervariasi baik buah-buahan dan daun-daunan yang berguna untuk pemenuhan nutrisi di
dalam tubuhnya. Di TSI induk jantan (Ari) mengambil pakan paling belakangan setelah
induk betina (Mimis) dan anak (Ano), sedangkan pengambilan pakan pada remaja jantan (OJ)
bersama-sama dengan anak (OO). Hal ini disebabkan antara Ari, Mimis, dan Ano tidak
terjadi persaingan di saat proses aktivitas makan, tetapi pada OJ dan OO sering terjadi
kompetisi atau persaingan antar kedua individu tersebut. Hasil penelitian ini serupa dengan
penelitian Prastyono (1999) yang menyatakan bahwa aktivitas makan owa jawa di alam
(Cikaniki dan Ciawitali) lebih banyak dilakukan oleh individu jantan dewasa sebesar 39,42%
(284 menit) dan betina dewasa sebesar 51,99% (374 menit). Namun sebaliknya hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian Riendriasari et al. (2009) yang menyebutkan bahwa
aktivitas makan owa jawa di PSSP-IPB lebih banyak dilakukan oleh individu anak (Ola)
sebesar 23,90% (10,04 menit). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas makan owa jawa terjadi
perbedaan yang dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: umur individu, persediaan sumber
pakan, dan jenis pakan.
Tingkah laku makan owa jawa dimulai dari memilih, mengambil, memasukan ke dalam
mulut dan mengunyah makanan (Rahman 2011). Ketika makan owa jawa dalam keadaan
diam pada suatu tempat dengan berbagai posisi, seperti duduk, berdiri, dan menggantung,
biasanya 1-2 tungkai bebas untuk menggambil pakan. Ada beberapa cara sebagai berikut: 1)
pakan yang dekat ke cabang, digenggam, didekatkan ke tubuh, kemudian digigit; 2) pakan
dipetik dengan satu tangan dan dibawa ke mulut (Keppeler 1981; Prastyono 1999), dan 3)
pakan diambil dengan menggunakan satu sampai dua tungkai, dibawa dan kemudian dimakan
pada posisi duduk maupun gelantungan. Hasil pengamatan owa jawa di TSI sesuai dengan
pernyataan Arifin (2011) yang menyatakan bahwa tingkah laku makan owa jawa dewasa dan
remaja lebih banyak dilakukan dengan cara menggantung sedangkan untuk anak lebih banyak
dengan cara duduk. Hal ini disebabkan karena anak owa jawa mempunyai tungkai depan
yang belum cukup kuat untuk menggantung dan masih dalam pengawasan induk betinanya.
Cara minum diawali dengan mengambil air dengan tangan, menjilat-jilat, dan menelan air ke
dalam mulut dilakukan dengan cara bergelantungan dan berdiri.

Tingkah laku sosial
Tingkah laku sosial yang dilakukan owa jawa di TSI antara lain: bermain, menelisik
(grooming), bersuara, berkelahi, kawin, menyusui, dan menyusu. Aktivitas bermain
dilakukan oleh Ari dan Mimis dengan Ano, OJ dengan OO; tingkah laku menelisik dilakukan
oleh Mimis dengan Ari, Mimis dengan Ano, OJ dengan OO; tingkah laku bersuara dilakukan
semua individu; tingkah laku kawin hanya dilakukan oleh Ari dengan Mimis, sedangkan
tingkah laku menyusui dan menyusu hanya dilakukan oleh Mimis dengan Ano.
Berdasarkan pada Gambar 6, tingkah laku sosial owa jawa di TSI lebih sering
dilakukan oleh induk jantan (Ari) sebesar 14,05% (1,73 jam) dibandingkan dengan individu
anak (OO) sebesar 5,12% (3,15 jam). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian di PSSP-IPB
oleh Riendriasari et al. (2009) yang menerangkan bahwa aktivitas sosial owa jawa yang lebih
sering dilakukan oleh individu remaja (OJ) sebesar 19,40% (7,11 menit) dan yang paling
jarang dilakukan oleh Mimis sebesar 7,6% (1,10 menit). Sebaliknya hasil penelitian owa jawa
di alam yang dilakukan oleh Prastyono (1999) menunjukkan bahwa di Resort Cikaniki hanya
individu betina dewasa yang melakukan aktivitas sosial, sedangkan di Resort Ciawitali yang
paling sering melakukan aktivitas sosial adalah individu anak sebesar 15,75% (113 menit)
dan jantan dewasa sebesar 3,99% (29 menit).
6

14

Durasi tingkah laku
sosial (jam)

Frekuensi tingkah laku
sosial (%)

16
12
10
8
6
4

5
4
3
2
1

2
0

0
Ari

Mimis

OJ

OO

Ano

Ari Mimis

OJ

OO

Ano

Gambar 6. Frekuensi dan durasi tingkah laku sosial owa jawa di TSI
Induk jantan (Ari) lebih sering melakukan aktivitas bermain bersama anak (Ano)
dengan cara bergulat-gulatan dan kejar-kejaran. Tingkah laku sosial owa jawa di TSI
dilakukan pada pagi hari setelah makan, siang, dan sore hari yang berguna untuk mempererat
hubungan emosional antar anggota keluarga.
Tingkah laku sosial yang jarang dilakukan owa jawa di TSI adalah kawin. Menurut
Hutari 2005; Astuti et al. (2008), H. moloch di penangkaran sebagai primata monogami

hanya mempunyai frekuensi kopulasi 1 kali/hari. Pernyataan tersebut berbeda dengan hasil
pengamatan pada pasangan owa jawa (Ari dan Mimis) di TSI yang dapat melakukan kopulasi
sebanyak 2 kali setiap hari.
Tingkah laku istirahat
Berdasarkan hasil pada Gambar 7, tingkah laku istirahat owa jawa di TSI lebih sering
dilakukan oleh individu dewasa (Mimis dan Ari) sebesar 47,35% (39,41 jam) dan 46,10%
(42,88 jam), sedangkan individu yang paling jarang melakukan aktivitas istirahat adalah
anak, sebesar 44,19% (32,27 jam). Hasil ini serupa dengan hasil penelitian di PSSP-IPB oleh
Riendriasari et al. (2009); dan Prastyono (1999) di Resort Cikaniki TNGHS yang
menyatakan bahwa aktivitas istirahat lebih sering dilakukan oleh individu jantan dewasa
sebesar 42,50% (18,02 menit) dan 31,68% (228 menit). Perbedaan frekuensi dan durasi
tingkah laku istirahat owa jawa di TSI disebabkan oleh perbedaan umur dan peranan setiap
individu tersebut di dalam keluarga kelompok.Individu anak melakukan aktivitas istirahat
guna mengimbangi aktivitas bergerak dan bermain. Dalam istirahatnya individu anak
berusaha untuk mengawasi induk betina yang sedang beraktivitas dengan tujuan untuk
mencontoh dan menirukan dalam rangka proses belajar (Prastyono 1999). Aktivitas istirahat
pada individu dewasa berguna untuk mengawasi aktivitas anggota keluarga dan daerah

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Durasi tingkah laku
Istirahat (jam)

Frekuensi tingkah laku
istirahat (%)

jelajahnya.

Ari

Mimis

OJ

OO

Ano

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Ari

Mimis

OJ

OO

Ano

Gambar 7. Frekuensi dan durasi tingkah laku istirahat owa jawa di TSI
Owa jawa yang berada di alam umumnya istirahat pada siang hari, pada pohon atau
cabang yang rindang dengan strata pohon pada ketinggian antara 21-25 m. Strata ini
merupakan tajuk bagian tengah yang rimbun dengan percabangan yang relatif besar, sehingga
memberikan ruang yang cukup luas untuk melakukan tingkah laku istirahat. Pohon tempat
tidur yang dipilih ialah pohon yang cukup tinggi, memiliki tajuk yang rapat pada percabangan

yang horizontal atau sejajar (Arifin 2011). Peningkatan tingkah laku istirahat owa jawa yang
ada di TSI terjadi pada waktu siang hari dan juga dilakukan di selang tingkah laku bergerak
dan makan. Seiringan waktu istirahat kadang-kadang owa jawa terlihat melakukan aktivitas
lain, yakni menelisik atau grooming, dan bercanda. Tingkah laku istirahat dilakukan di
tempat duduk, di dalam dan atas kotak tidur, batang pohon dan tali ban yang melintang
horizontal, dan lubang kawat dengan ketinggian antara 1-5 m. Pada malam hari owa jawa
melakukan istirahat di dalam kotak tidur dengan ketinggian sekitar 2,5 m. Perbedaan tempat
istirahat owa jawa yang ada di alam dengan penangkaran dipengaruhi kondisi habitat yang
berbeda. Fungsi antara pohon tempat tidur yang tinggi dan rimbun di alam dengan kotak tidur
di penangkaran adalah sama, yaitu kedua-duanya memberikan rasa aman dan nyaman dari
kedatangan predator atau pemangsa dan kondisi cuaca yang buruk, seperti hujan, angin dan
kabut yang turun. Saat melakukan tingkah laku istirahat biasanya induk jantan berdiam diri
menyendiri dibagian atas kandang berlainan dengan tempat duduknya posisi induk betina dan
anak. Posisi istirahat induk jantan sering dilakukan dengan cara duduk dan bergelantungan
pada kedua tangannya, dengan pandangan mata kearah keluar kandang dan ke arah keluarga
kelompoknya bertujuan untuk dapat mengawasi keadaan lingkungan diluar kandang dan
menjaga keselamatan keluarga kelompoknya dari berbagai macam ancaman dari luar
kandang.
Tingkah laku istirahat dilakukan diantara tingkah laku bergerak, sosial, maupun makan
dengan posisi, yaitu: duduk, bergelantungan dengan satu atau dua tangan, merebahkan diri,
telungkup dan jongkok. Tingkah laku istirahat yang paling sering dilakukan owa jawa di TSI
adalah posisi bergelantungan dengan dua cara yaitu (1) kedua tangan dan kakinya diletakkan
di lubang-lubang kawat, dan (2) dapat juga kedua tangannya diletakkan di tali tambang
dengan kedua kakinya gelantungan ke bawah. Hasil ini berbeda dengan penelitian Permana et
al. (2012) yang menerangkan bahwa posisi duduk adalah posisi istirahat yang paling banyak
dilakukan owa jawa di alam.
Tingkah laku membuang kotoran
Berdasarkan data pada Gambar 8, menunjukkan bahwa tingkah laku membuang
kotoran yang dilakukan owa jawa di TSI yang paling sering adalah Ari sebesar 2,41% (0,03
jam) diba