Sintesis Kemosensor Ion Hg(II) Berbasis Hemisianin

SINTESIS KEMOSENSOR ION Hg(II) BERBASIS
HEMISIANIN

IKA NURMEILIA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Kemosensor Ion
Hg(II) Berbasis Hemisianin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, November 2014
Ika Nurmeilia
NIM G44100024

ABSTRAK
IKA NURMEILIA. Sintesis Kemosensor Ion Hg(II) Berbasis Hemisianin.
Dibimbing oleh TUN TEDJA IRAWADI dan NOVIYAN DARMAWAN.
Pada penelitian ini senyawa kemosensor berbasis hemisianin telah berhasil
disintesis dari 3-(karboksimetil)-2-metilbenzotiazolium bromida (garam kmb)
dan 4-dietilamino-2-hidroksibenzaldehida melalui reaksi kondensasi. Hemisianin
yang dihasilkan dari reaksi tersebut adalah (E)-2-(2-(4-(dietilamino)-2hidroksistiril)benzo[d]tiazol-3-ium-3-il)asetat (hemisianin 1). Garam kmb dan
hemisianin 1 dicirikan menggunakan spektroskopi resonans magnet inti 1H dan
inframerah transformasi Fourier. Adanya ion Hg(II) dalam larutan hemisianin 1
mengakibatkan pergeseran panjang gelombang maksimum dari 541 ke 462.5 nm.
Hemisianin 1 mampu mengenali secara selektif ion Hg(II) ditandai dengan adanya
perubahan warna larutan dari merah menjadi hijau kekuningan. Peran gugus –OH
dalam selektivitas dan sensitivitas hemisianin 1 terhadap ion Hg(II) dibuktikan
dengan menyintesis senyawa hemisianin lainnya, tetapi tanpa gugus –OH, yaitu
hemisianin 2. Spektrum ultraviolet-tampak hemisianin 2 dengan ion Hg(II) tidak

menunjukkan pergeseran panjang gelombang maksimum dan warna larutan
hemisianin 2 tidak berubah, sehingga hemisianin 2 tidak dapat dijadikan sebagai
kemosensor ion Hg(II).
Kata kunci: hemisianin, Hg(II), kemosensor

ABSTRACT
IKA NURMEILIA. Synthesis of Hemicyanine-Based Hg(II) Ion Chemosensor.
Supervised by TUN TEDJA IRAWADI and NOVIYAN DARMAWAN.
In this study, hemicyanine-based chemosensor was successfully synthesized
from 3-(carboxymethyl)-2-methylbenzotiazolium bromide (kmb salt) and 4diethylamino-2-hydroxybenzaldehyde
through
condensation
reaction.
Hemicyanine product was (E)-2-(2-(4-(diethylamino)-2-hydroxystyryl)benzo[d]
thiazol-3-ium-3-yl)acetate (hemicyanine 1). Kmb salt and hemicyanine 1 were
characterized using 1H nuclear magnetic resonance and Fourier transform infrared
spectroscopy. The presence of Hg(II) ions shifted the maximum absorption
wavelength from 541 to 462.5 nm. The ability of hemicyanine 1 to selectively
recognize Hg(II) ions was evidenced by solution color change from red to
yellowish green. The role of –OH group on selectivity and sensitivity of

hemicyanine 1 toward Hg(II) ions was proven by synthesizing another
hemicyanine compound without –OH group, that was (E)-2-(2-(4(dimethylamino)styryl)benzo[d]thiazol-3-ium-3-yl)acetate (hemicyanine 2).
Ultraviolet-visible spectrum of hemicyanine 2 with Hg(II) ions did not shift the
maximum absorption wavelength and did not change the color of hemicyanine
solution. As the result, hemicyanine 2 cannot be used as chemosensor for Hg(II)
ions.
Keywords: chemosensor, hemicyanine, Hg(II)

SINTESIS KEMOSENSOR ION Hg(II) BERBASIS
HEMISIANIN

IKA NURMEILIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Sintesis Kemosensor Ion Hg(II) Berbasis Hemisianin
Nama
: Ika Nurmeilia
NIM
: G44100024

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Pembimbing I

Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April−September 2014
ialah Sintesis Kemosensor Ion Hg(II) Berbasis Hemisianin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
dan Bapak Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc selaku pembimbing atas
bimbingan, arahan, dan sarannya kepada penulis. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Sabur atas kesediaannya dalam membantu menyiapkan peralatan
di laboratorium. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Mama,
dan Dicky Annas atas segala doa, nasihat, dan kasih sayangnya. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Hasna Tazkia Nikmawahda, Ferra Dwiangga
Noviadinni, Muhamad Alif Hamimdal, Kak Febrina Miharti, Kak Ichsan Irwanto,
dan Mas Yono, Kak Tari serta Awalia Khairun Nisa yang telah membantu penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014
Ika Nurmeilia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
3
Alat dan Bahan
3
Langkah Percobaan
3
Sintesis Piperidina (Marvel dan Lazier 1941)

4
Sintesis 3-(Karboksimetil)-2-metilbenzotiazolium bromida (Garam kmb)
(Tatay et al. 2006)
4
Sintesis (E)-2-(2-(4-(Dietilamino)-2-hidroksistiril)benzo[d]tiazol-3-ium-3il)asetat atau Hemisianin 1 (Tatay et al. 2006)
5
Sintesis (E)-2-(2-(4-(Dimetilamino)stiril)benzo[d]tiazol-3-ium-3-il)asetat
atau Hemisianin 2 (Modifikasi Tatay et al. 2006)
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Hemisianin 1
6
Hemisianin 2
9
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran

13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Analisis spektrum 1H NMR hemisianin 1
Analisis spektrum FTIR hemisianin 1
Hasil analisisis 1H NMR hemisianin 2
Analisis FTIR struktur hemisianin 2

7

7
10
11

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur hemisianin 1 (a) dan kompleks hemisianin 1 dengan ion Hg(II) (b) 2
2 Struktur hemisianin dengan pengkelat NO2Se2 (a) dan kompleks hemisianin
dengan ion Hg(II) (b)
2
3 Struktur hemisianin 2
3
4 Reaksi sintesis piperidina
4
5 Reaksi sintesis garam kmb
4
6 Reaksi sintesis hemisianin 1
5
7 Reaksi sintesis hemisianin 2
5

8 Hemisianin 1 hasil sintesis
6
9 Spektrum UV-Vis hemisianin 1 10 µM
8
10 Larutan hemisianin 1 10 µM (a) dan larutan hemisianin 1 dengan ion Hg(II)
(b), Mn(II) (c), Fe(II) (d), Pb(II) (e), Mg(II) (f), dan campuran kelima ion 0.1
mM (g)
8
11 Spektrum tumpuk UV-Vis hemisianin 1 10 µM (█), hemisianin 1 dengan ion
Hg(II) (█), Mg(II) (█), Mn(II) (█), Fe(II) (█), dan Pb(II) (█) 0.1 mM
9
12 Hemisianin 2 hasil sintesis
10
13 Spektrum UV-Vis hemisianin 2 10 µM
11
14 Larutan hemisianin 1 (a) dan hemisianin 2 (b) dengan konsentrasi 0.1 mM 12
15 Larutan hemisianin 2 10 µM (a), dan larutan hemisianin 2 dengan ion Hg(II)
(b), Pb(II) (c), Fe(II) (d), Mn(II) (e), Mg(II) (f), dan campuran kelima ion 0.1
mM (g)
12

16 Spektrum tumpuk UV-Vis hemisianin 2 (█) 10 µM, hemisianin 2 dengan ion
Hg(II) (█), Mg(II) (█), Mn(II) (█), Fe(II) (█) , dan Pb(II) (█) 10 mM 12
17 Reaksi antara hemisianin 2 dengan ion Hg(II)
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Bagan alir penelitian
Perhitungan rendemen
Elusidasi garam kmb
Spektrum tumpuk FTIR garam kmb, hemisianin 1, dan hemisianin 2
Elusidasi hemisianin 1
Elusidasi hemisianin 2

15
16
17
18
18
19

PENDAHULUAN
Logam merkuri menjadi salah satu masalah lingkungan yang harus ditangani.
Dalam sistem akuatik, merkuri dapat diubah menjadi metilmerkuri yang berpotensi
sebagai neurotoksin. Selain itu, metilmerkuri bersifat bioakumulasi pada rantai
makanan sehingga berbahaya bagi makhluk hidup (Selin 2009). Dalam tubuh
manusia, merkuri dapat berikatan dengan makromolekul yang mengandung gugus
sulfur seperti glutation. Ikatan merkuri dengan glutation menyebabkan cadangan
glutation semakin menipis sehingga menimbulkan kerusakan neurologis seperti
yang ditemukan pada penyakit Parkinson (Patrick 2002). Deteksi ion Hg(II)
umumnya menggunakan instrumen canggih seperti spektrofotometer serapan atom
dan spektrometer massa-plasma gandeng induktif. Namun, cara tersebut memiliki
kekurangan, yaitu tidak dapat digunakan untuk analisis in situ, mahal, serta
memerlukan teknisi khusus, dan banyak tahap preparasi (Shunmugam et al. 2008;
Nolan dan Lippard 2008). Oleh karena itu, dikembangkan cara lain untuk
mendeteksi ion Hg(II) tanpa menggunakan instrumen canggih, yaitu dengan
kemosensor.
Kemosensor adalah molekul organik yang digunakan untuk mendeteksi
adanya analit berupa kation, anion, atau molekul organik melalui ikatan kovalen
atau nonkovalen, sehingga menghasilkan sinyal yang dapat diukur (Wang dan
Anslyn 2011). Dikenal berbagai jenis sinyal dari kemosensor, yaitu elektrokimia,
kromogenik, atau fluorogenik (Diez-Gil et al. 2007) serta resonans plasmon
permukaan (SPR) dan quartz crystal microbalance (Liu et al. 2011). Kemosensor
dengan prinsip kolorimetri berpotensi sebagai teknik yang lebih mudah dan murah,
tetapi tetap selektif dan sensitif untuk mendeteksi ion Hg(II).
Salah satu senyawa organik yang dapat digunakan sebagai kemosensor, ialah
hemisianin. Hemisianin terdiri atas gugus penyumbang dan penerima elektron pada
kedua ujungnya, yang dihubungkan oleh gugus yang memiliki ikatan π, sehingga
elektron dapat beresonans saat terjadi eksitasi (Loew 2011). Tatay et al. (2006)
melaporkan bahwa senyawa hemisianin (hemisianin 1) dapat digunakan sebagai
kemosensor ion Hg(II) secara kolorimetri dan fluorometri (Gambar 1a).

2

(a)

(b)
Gambar 1 Struktur hemisianin 1 (a) dan kompleks hemisianin 1 dengan ion Hg(II)
(b)
Senyawa hemisianin 1 terdiri atas donor anilina dan akseptor benzotiazolium.
Adanya ion Hg(II) mengubah warna larutan hemisianin 1 dari merah menjadi hijau
(Gambar 1b) sehingga terjadi pergeseran serapan maksimum sebesar 100 nm, dari
550 nm menjadi 450 nm (Tatay et al. 2006). Bae et al. (2009) melaporkan bahwa
senyawa benzotiazola dapat digunakan sebagai kemosensor secara kolorimetri
untuk ion Hg(II). Senyawa hemisianin lainnya juga telah disintesis sebagai
kemosensor yang selektif terhadap ion Hg(II) oleh Li et al. (2011), dengan
menggunakan NO2Se2 sebagai pengelat (Gambar 2a). Perubahan warna larutan
yang terjadi ialah dari merah muda menjadi tidak berwarna (Gambar 2b).

(a)

(b)
Gambar 2

Struktur hemisianin dengan pengelat NO2Se2 (a) dan kompleks
hemisianin tersebut dengan ion Hg(II) (b)

Penelitian ini bertujuan menyintesis senyawa hemisianin 1 serta melakukan
studi mengenai peran gugus –OH pada sensitivitas dan selektivitas senyawa

3
hemisianin terhadap ion Hg(II) dengan menggunakan prinsip kolorimetri. Hal
tersebut dilakukan dengan cara menyintesis senyawa hemisianin lainnya yang tidak
memiliki gugus –OH (hemisianin 2) (Gambar 3). Penelitian ini merupakan bagian
dari penelitian besar untuk mendesain molekul kemosensor yang dapat mendeteksi
logam berat dengan sensitif dan selektif secara kolorimetri.

Gambar 3 Struktur hemisianin 2

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai September 2014 di
Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, IPB. Spektrum ultraviolettampak (UV-Vis) dan spektrum inframerah transformasi Fourier (FTIR) yang
dianalisis dengan metode pelet KBr diukur di Laboratorium Terpadu, Departemen
Kimia, IPB. Spektrum resonans magnet inti (NMR) dianalisis di Pusat Penelitian
Kimia LIPI, Puspiptek, Serpong.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah labu bulat leher dua, radas refluks, penguap putar,
spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV Pharmaspec 1700), FTIR (IR Prestige),
dan 1H NMR (JEOL ECA 500).
Bahan yang digunakan antara lain 2-metilbenzotiazola berasal dari Sigma
Aldrich®, 4-dietilamino-2-hidroksibenzaldehida, dan asam bromoasetat berasal dari
TCI. Piridina, toluena, molecular sieve, HgCl2, Pb(NO3)2, MnSO4, MgCl2,
(NH4)2Fe(SO4)2, NaHPO4∙H2O, Na2HPO4∙2H2O, dan etanol absolut berasal dari
Merck®. Selain itu, digunakan etanol teknis.

Langkah Percobaan
Sintesis hemisianin 1 dan 2 dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pembentukan 3(karboksimetil)-2-metilbenzotiazolium bromida (garam kmb) dari 2metilbenzotiazola dan asam bromoasetat serta pembentukan hemisianin 1 dan 2.
Hasil sintesis dari setiap tahap setelah dimurnikan dihitung rendemennya
berdasarkan rumus pada Lampiran 2 dan dianalisis menggunakan 1H NMR dan
FTIR. Sintesis hemisianin 1 dan 2 memerlukan piperidina sebagai katalis, tetapi
piperidina tidak tersedia secara komersial, maka disintesis dari piridina.
Kemampuan hemisianin 1 dan 2 hasil sintesis dalam mendeteksi ion Hg(II) diuji

4
secara kolorimetri menggunakan ion Hg(II), Mn(II), Mg(II), Pb(II), dan Fe(II).
Setelah itu, arutan hemisianin 1 dan 2 dengan ion-ion tersebut dianalisis
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Sintesis Piperidina (Marvel dan Lazier 1941)
Sebanyak 20 mmol piridina kering dilarutkan dalam 37 mL etanol absolut,
lalu direfluks selama 40−50 menit. Setelah itu, 5.5 g logam natrium dan 19 mL
etanol ditambahkan di dalam campuran tersebut, dan campuran direfluks kembali
selama 3 jam. Hasil refluks didistilasi dengan menambahkan 22 mL air dan logam
Zn sebanyak 1 butir. Proses ini dihentikan jika tidak ada lagi etanol yang
tertampung. Piperidina yang terbentuk berada dalam distilat dan langsung
digunakan tanpa pemurnian. Reaksi yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Reaksi sintesis piperidina

Sintesis 3-(Karboksimetil)-2-metilbenzotiazolium bromida (Garam kmb)
(Tatay et al. 2006)
Sebanyak 10 mmol 2-metilbenzotiazola dan 15 mmol asam bromoasetat
direfluks dengan 50 mL toluena selama 16 jam dan hasil reaksi didinginkan pada
suhu ruang. Endapan yang diperoleh berwarna cokelat, lalu dicuci menggunakan
tetrahidrofuran (THF) sampai warna cokelatnya hilang dan dikeringkan dengan
vakum. Reaksi yang terjadi diberikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Reaksi sintesis garam kmb
H NMR (DMSO-d6, 500 MHz) (ppm): δ 8.51(dd, 8.4, 1.3 1H), 8.29 (d, 8.45, 1H),
7.88 (td, J = 7.8, 1.3 Hz,1H), 7.81 (td, J = 8.45, 1.3 Hz, 1H), 5.79 (s, 2H), 3.19 (s,
3H). FTIR (cm–1): 1415−1616 (m), 1747 (w), 3062 (w).

1

5
Sintesis (E)-2-(2-(4-(Dietilamino)-2-hidroksistiril)benzo[d]tiazol-3-ium-3il)asetat atau Hemisianin 1 (Tatay et al. 2006)
Sebanyak 3 mmol garam kmb dan 3 mmol 4-dietilamino-2hidroksibenzaldehida (aldehida 3) dilarutkan dalam 75 mL etanol anhidrat dan
ditambahkan 0.15 mmol piperidina, lalu direfluks selama 24 jam. Hasil sintesis
didinginkan pada suhu ruang. Endapan yang dihasilkan dicuci dengan dietil eter
dan dikeringkan dalam vakum. Reaksi yang terjadi tersaji pada Gambar 6.

Aldehida 4

Hemisianin 2

Gambar 6 Reaksi sintesis hemisianin 1
H NMR (CD3OD, 500 MHz) (ppm): δ 8.2 (d, J = 14.9 Hz, 1H), 8.0 (d, J = 8.45
Hz, 1H), 7.79 (d, J = 8.45 Hz, 1H), 7.67 (td, J = 8.45, 1.3 Hz, 1H), 7.61−7.55 (m,
2H), 7.35 (d, J = 14.9 Hz, 1H)), 6.43 (dd, J =9.1, 2.6 Hz, 1H), 6.14 (d, J = 2.6 Hz,
1H), 5.27 (s, 2H), 3.49 (q, J =7.5, 7.1 Hz, 4H), 1.23 (t, J =7.15, 7.1 Hz, 6H). FTIR
(cm–1): 771 (s), 894 (m), 956 (m), 1635 (m), 1739 (s), 3062 (w), 3313 (m). UV-Vis
(0.1 mM) (λmaks (nm); abs): (263; 0.179), (271.5; 0.181), (397; 0.064), dan (541;
0.525).
1

Sintesis (E)-2-(2-(4-(Dimetilamino)stiril)benzo[d]tiazol-3-ium-3-il)asetat atau
Hemisianin 2 (Modifikasi Tatay et al. 2006)
Sebanyak 3 mmol garam kmb dan 3 mmol 4-dimetilaminobenzaldehida
(aldehida 4) dilarutkan dalam 75 mL etanol anhidrat dan ditambahkan 0.15 mmol
piperidina, lalu direfluks selama 24 jam. Hasil sintesis didinginkan pada suhu ruang.
Endapan yang dihasilkan dicuci dengan dietil eter dan dikeringkan dalam vakum.
Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 7.

Aldehida 3

Hemisianin 1

Gambar 7 Reaksi sintesis hemisianin 2
H NMR (CD3OD, 500 MHz)(ppm): δ 8.1−8.0 (m, 2H), 7.89 (d, J = 8.43 Hz, 1H),
7.8 (td, J = 9.08 Hz, 2H), 7.7 (td, J = 8.43, 1.3 Hz, 1H), 7.6 (t, J = 7.79 Hz, 1H), 7.4
(d, J = 14.9 Hz, 1H), 6.8 (d, J = 9.08 Hz, 2H), 5.6 (s, 2H), 3.1 (s, 6H). FTIR (cm–
1
): 812 (s), 1452−1573 (m), 1730 (s), 3062 (w). UV-Vis (0.1 mM) (λmaks (nm); abs):
(272; 0.033), (282.5; 0.033), (306.5; 0.024), (312.5; 0.022), (314; 0.022), (340,5;
0.011), (342; 0.012), (524.5; 0.101), dan (616; 0.003).

1

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hemisianin 1
Dari reaksi umum pembentukan hemisianin 1 (Gambar 6), senyawa tersebut
dapat disintesis dari suatu garam benzotiazolium (garam kmb) dengan 4dietilamino-2-hidroksibenzaldehida (aldehida 3). Garam kmb tidak tersedia secara
komersial, sehingga perlu disintesis berdasarkan reaksi pada Gambar 5. Asam
bromoasetat akan berikatan dengan atom nitrogen pada 2-metilbenzotiazola karena
sifatnya yang kurang elektronegatif dibandingkan dengan atom sulfur sehingga
memiliki nukleofilisitas yang tinggi. Rendemen garam kmb yang diperoleh sebesar
69%, lalu dicirikan menggunakan 1H NMR dan FTIR. Setelah garam kmb
didapatkan, garam tersebut digunakan untuk menyintesis hemisianin 1 melalui
reaksi kondensasi. Basa piperidina digunakan sebagai katalis untuk mengambil
proton dari gugus metil garam kmb sehingga gugus tersebut menjadi bersifat
nukleofili kuat dan mampu menyerang gugus karbonil pada aldehida 3. Saat garam
kmb dan aldehida 3 ditambahkan etanol anhidrat, warna larutan berubah menjadi
ungu yang konstan selama 24 jam. Setelah hasil sintesis didinginkan, terbentuk
endapan berwana ungu yang ketika dikeringkan akan berwarna cokelat dengan
rendemen sebesar 77% (Gambar 8).

Gambar 8 Hemisianin 1 hasil sintesis
Spektrum 1H NMR hemisianin 1 (Lampiran 5) menunjukkan 11 sinyal dari
21 proton (Tabel 1). Sinyal pada 8.2 ppm berasal dari proton di C-6 karena memiliki
nilai kopling (J) tinggi (14.9 Hz) yang khas untuk konformasi trans pada alkena.
Kopling dengan nilai yang sama pada 7.35 ppm menunjukkan bahwa sinyal berasal
dari proton dari C-7. Sinyal di medan bawah (8.0, 7.79, dan 7.67 ppm) dihasilkan
dari proton aromatik. Jika dilihat dari nilai J, maka sinyal doblet dengan nilai 8.45
Hz (kopling orto) merupakan proton aromatik yang berposisi orto dengan gugus
sulfur dan nitrogen. Sinyal multiplet pada 7.61−7.55 ppm tidak memiliki
pembelahan yang sempurna, tetapi masih dapat dibedakan antara pembelahan
doblet dan triplet. Sinyal doblet berasal dari proton pada C-8 karena nilai J = 9.1
Hz sama dengan nilai J untuk proton pada C-9. Pada 6.14 ppm terdapat sinyal doblet
dengan nilai J = 2.6 (kopling meta) berasal dari proton C-10. Sinyal triplet berasal
dari proton pada C-2 dengan nilai J = 8.45 Hz yang sama dengan proton pada C-3.
Sinyal dengan 2 atom H pada 5.27 ppm berasal dari proton C-5 yang tidak memiliki
proton tetangga. Sinyal kuartet pada 3.49 ppm dan sinyal triplet pada 1.23 ppm
berasal dari proton pada gugus etil yang terikat pada atom N tersier.

7
Tabel 1 Analisis spektrum 1H NMR hemisianin 1

Atom H
6
4
1
3
2 dan 8
7

H 500 MHz (ppm)
(multiplisitas,
J (Hz), jumlah H)
8.2 (d, 14.9, 1H)
8.0 (d, 8.45, 1H)
7.79 (d, 8.45, 1H)
7.67 (td, 8.45, 1.3, 1H)
7.61−7.55 (m, 2H)
7.35 (d, 14.9, 1H)

Atom H
9
10
5
12
13

H 500 MHz (ppm)
(multiplisitas,
J (Hz), jumlah H)
6.43 (dd, 9.1, 2.6, 1H)
6.14 (d, 2.6, 1H)
5.27 (s, 2H)
3.49 (q, 7.15, 7.1, 4H)
1.23 (t, 7.15, 7.1, 6H)

Hasil pencirian hemisianin 1 menggunakan FTIR (Lampiran 4) terangkum
pada Tabel 2. Jika dibandingkan dengan spektrum garam kmb, puncak baru yang
terbentuk adalah regang –OH di 3313 cm-1, regang C=C asimetri untuk alkena di
daerah 1635 cm-1, serta puncak benzena trisubstitusi pada daerah 771 dan 894 cm1
. Dari spektrum 1H NMR dan FTIR, dapat diketahui bahwa hemisianin 1 telah
berhasil disintesis.
Tabel 2 Analisis spektrum FTIR hemisianin 1
Bilangan gelombang
Gugus fungsi
(cm-1)
771 dan 894
1,2,4-Aromatik trisubstitusi
956
1,2-Trans disubstitusi
1635
Regang C=C asimetri
1739
Regang C=O
3062
Regang C−H aromatik
3313
Regang OH
Larutan hemisianin 1 memiliki puncak serapan pada 263, 271.5, 397, dan 541
nm (Gambar 9), sedangkan garam kmb tidak memiliki puncak serapan (Lampiran
3b). Puncak serapan pada daerah ultraviolet kuarsa (200−400 nm) disebabkan oleh
adanya transisi n → π* (Creswell et al. 2005). Transisi tersebut dihasilkan oleh
gugus yang memiliki pasangan elektron bebas, yaitu sulfur, oksigen, dan nitrogen.
Sementara pada daerah 541 nm (daerah sinar tampak) terjadi transisi π → π* yang
dihasilkan oleh ikatan rangkap 2 pada senyawa hemisianin 1. Nilai keterserapan
molar (ɛ) pada panjang gelombang 263, 271.5, 397, dan 541 nm berturut-turut
adalah 17900, 18100, 6400, dan 52500 M-1 cm-1. Pada 397 nm terjadi transisi
terlarang n → π* karena nilai ɛ < 10000 M-1 cm-1.

ɛ (M-1 cm-1)

8

100000
80000
60000
40000
20000
0
200

300

400

500

600

700

Panjang gelombang (nm)
Gambar 9 Spektrum UV-Vis hemisianin 1 10 µM
Selektivitas Hemisianin 1 sebagai Kemosensor Hg(II)
Hemisianin 1 dilarutkan dalam larutan bufer fosfat pH 7:etanol (10:1) (v/v).
Larutan tersebut dibuat dengan konsentrasi 10 µM, kemudian ditambahkan ion
Mg(II), Hg(II), Mn(II), Pb(II), dan Fe(II) masing-masing sebanyak 0.1 mM. Hal
yang sama juga dilakukan pada garam kmb. Penambahan ion tidak mengubah
warna larutan garam kmb karena pada strukturnya belum terdapat gugus yang
mampu mengikat ion Hg(II) secara selektif (Lampiran 3a). Berdasarkan hasil yang
dilaporkan Tatay et al. (2006), adanya ion Hg(II) akan mengubah warna larutan
hemisianin 1 dari merah menjadi hijau kekuningan. Hasil yang diperoleh sedikit
berbeda, yaitu warna larutan setelah penambahan ion Hg(II) agak kuning (Gambar
10). Adanya perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa hemisianin 1 hasil
sintesis dapat mengenali dengan selektif dan sensitif adanya ion Hg(II). Bahkan
tidak terjadi gangguan saat ion-ion lain seperti Mg(II), Mn(II), Pb(II), dan Fe(II)
berada dalam satu larutan dengan Hg(II) (Gambar 10g).

Gambar 10 Larutan hemisianin 1 10 µM (a) dan larutan hemisianin 1 dengan ion
Hg(II) (b), Mn(II) (c), Fe(II) (d), Pb(II) (e), Mg(II) (f), dan campuran
kelima ion 0.1 mM (g)
Ikatan yang terbentuk antara senyawa hemisianin 1 dan ion Hg(II) terjadi
pada atom sulfur dan gugus –OH. Berdasarkan teori asam basa keras dan lunak,
Hg(II) yang bersifat asam lunak akan menyukai berikatan dengan basa lunak, yaitu
gugus sulfur. Adanya ikatan tersebut akan mengurangi konjugasi pada senyawa

9
hemisianin 1 karena elektron bebas yang dimiliki oleh atom sulfur dan gugus –OH
digunakan untuk berikatan koordinasi dengan ion Hg(II). Selain itu, hemisianin 1
mengalami isomerisasi dari trans menjadi cis (Tatay et al. 2006). Hal tersebut
menyebabkan deplanarisasi sehingga kompleks hemisianin 1 dengan ion Hg(II)
memiliki energi yang tinggi. Pembentukan kompleks tersebut menggeser panjang
gelombang maksimum pada spektrum UV-Vis dari 541 ke 462.5 nm (Gambar 11).
Penambahan ion Mn(II), Fe(II), Pb(II), dan Mg(II) tidak mengubah panjang
gelombang maksimum dari larutan hemisianin 1, tetapi menurunkan intensitas
serapan pada 541 nm (Gambar 11). Untuk mengkaji lebih lanjut peran gugus –OH
pada pembentukan ikatan hemisianin 1 dengan ion Hg(II), senyawa yang
strukturnya mirip dengan hemisianin 1 (Gambar 3), tetapi tanpa gugus –OH pada
bagian aldehida disintesis dari garam kmb dan aldehida lainnya (4dimetilaminobenzaldehida).
0,6

Absorbans

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
300

400

500

600

700

Panjang gelombang (nm)
Gambar 11 Spektrum tumpuk UV-Vis hemisianin 1 10 µM (█), hemisianin 1
dengan ion Hg(II) (█), Mg(II) (█), Mn(II) (█), Fe(II) (█), dan Pb(II)
(█) 0.1 mM

Hemisianin 2
Hemisianin 2 disintesis berdasarkan modifikasi metode Tatay et al. (2006)
dengan cara mengganti aldehida 3 dengan 4-dimetilaminobenzaldehida (aldehida
4). Hasil sintesis berupa padatan berwarna ungu kebiruan (Gambar 12) dengan
rendemen sebesar 99%. Rendemen tersebut lebih besar daripada rendemen
hemisianin 1. Hal ini diduga karena piperidina yang digunakan dapat bereaksi
dengan gugus –OH pada hemisianin 1 sehingga konsentrasi piperidina untuk
mengambil proton dari gugus metil pada garam kmb berkurang. Hemisianin 2 hasil
sintesis dicirikan dengan 1H NMR dan FTIR. Spektrum 1H NMR (Lampiran 6)
dirangkum hasil analisisnya pada Tabel 3.

10

Gambar 12 Hemisianin 2 hasil sintesis
Spektrum 1H NMR menunjukkan adanya 18 proton. Hasil tersebut sesuai
dengan jumlah proton yang terdapat pada senyawa hemisianin 2. Sinyal multiplet
pada 8.0−8.1 ppm diduga dari proton alkena pada C-6 dan C-4. Pada daerah medan
bawah, yaitu 8, 7.89, 7.6, dan 7.7 ppm merupakan sinyal dari proton aromatik cincin
benzotiazolium karena memiliki nilai J yang tidak jauh berbeda. Sedangkan sinyal
pada 7.4 ppm diduga merupakan proton dari C-7 karena memiliki nilai J yang besar
(14.9 Hz), diduga untuk konformasi trans. Proton pada C-5 terdeteksi pada 5.6 ppm
dengan pembelahan singlet karena tidak memiliki proton tetangga. Sinyal metil
yang terikat pada N tersier terdeteksi pada 3.1 ppm dengan pembelahan singlet.
Tabel 3 Hasil analisisis 1H NMR hemisianin 2

Atom H
6 dan 4
1
8
2
3
7
9
5
12

H 500 MHz (ppm)
(multiplisitas,
J (Hz), jumlah H)
8.1−8.0 (m, 2H)
7.89 (d, 8.43, 1H)
7.8 (d, 9.08, 2H)
7.7 (td, 8.43, 1.3, 1H)
7.6 (t, 7.79, 1H)
7.4 (d, 14.9, 1H)
6.8 (d, 9.08, 2H)
5.6 (s, 2H)
3.1 (s, 6H)

Hasil analisis menggunakan FTIR terangkum pada Tabel 4 berdasarkan
spektrum terdapat yang pada Lampiran 4. Spektrum FTIR yang dihasilkan mirip
dengan spektrum FTIR hemisianin 1, hanya saja tidak terdapat puncak regang –OH
pada daerah 3300 cm–1 dan benzena trisubstitusi pada daerah 771 dan 894 cm–1.
Dari hasil analisis spektrum 1H NMR dan FTIR dapat disimpulkan bahwa
hemisianin 2 telah berhasil disintesis.

11
Tabel 4 Analisis FTIR struktur hemisianin 2
Bilangan gelombang
Gugus fungsi
(cm-1)
812
Aromatik disubstitusi para
1452-1573
C=C aromatik
1730
Regang C=O
3062
Regang C−H aromatik
Hemisianin 2 memiliki puncak serapan pada 257.5, 272, 282.5, 306.5, 312.5,
314, 340, 342, 524.5, dan 616 nm (Gambar 13). Nilai ɛ pada 524.5 nm ialah 10100
M-1 cm-1 (ɛ >10000 M-1 cm-1), sedangkan pada puncak serapan lainnya nilai ɛ