Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen

PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KADAR SINENSETIN
TANAMAN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.)
PADA BERBAGAI UMUR PANEN

NURHAJIJAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan, Produksi
dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.)
pada Berbagai Umur Panen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya ini kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Nurhajijah
NIM A24100007

ABSTRAK
NURHAJIJAH. Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis
Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen. Dibimbing
oleh JUANG GEMA KARTIKA DAN ANI KURNIAWATI.
Penelitian ini bertujuan mempelajari umur panen yang tepat pada tanaman
kumis kucing sehingga memiliki produksi biomassa dan kadar sinensetin yang
tinggi. Penelitian dilaksanakan di Unit Konservasi dan Budidaya Biofarmaka
(UKBB) Cikabayan, Bogor, dari bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.
Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan
satu faktor, yaitu umur panen. Umur panen terdiri atas dua minggu setelah tanam,
empat minggu setelah tanam, enam minggu setelah tanam, pada saat kumis kucing
berbunga (9 minggu setelah tanam), satu minggu setelah berbunga (10 minggu
setelah tanam), dan dua minggu setelah berbunga (11 minggu setelah tanam).

Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kumis kucing yang dipanen pada umur
dua minggu setelah berbunga (11 minggu setelah tanam) memiliki produksi daun
segar yang tinggi dan tidak berbeda nyata dengan tanaman kumis kucing yang
dipanen pada umur satu minggu setelah berbunga (10 minggu setelah tanam). Kadar
sinensetin tanaman kumis kucing tertinggi diperoleh pada umur panen satu minggu
setelah berbunga (10 minggu setelah tanam).
Kata kunci: kumis kucing, sinensetin, umur panen

ABSTRACT
NURHAJIJAH. Growth, Production and Sinensetin Content of Java Tea
(Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) in Different Time of Harvesting. Supervised by
JUANG GEMA KARTIKA and ANI KURNIAWATI.
The aim of this research is to study the best time to harvest the java tea to
get high biomass production and sinensetin content. The experiment was
conducted in the Conservation and Medicinal Cultivation Unit (CMCU)
Cikabayan, Bogor, from October 2013 until March 2014. This experiment used a
complete randomized block design with one factor, such as the time of harvest.
Time of harvest were conducted two weeks after planting, four weeks after
planting, six weeks after planting, during flowering (9 weeks after planting), one

week after flowering (10 weeks after planting), and two weeks after flowering (11
weeks after planting). Each treatment had repetition four times, so that there were
24 experimental units. The experimental results showed that the java tea harvested
two weeks after flowering (11 weeks after planting) has produced high fresh
leaves and not significantly different from the java tea harvested one week after
flowering (10 weeks after planting). High sinensetin content of java tea were
found by harvesting one week after flowering (10 weeks after planting).
Keywords: harvesting time, java tea, sinensetin

PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KADAR SINENSETIN
TANAMAN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.)
PADA BERBAGAI UMUR PANEN

NURHAJIJAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai Maret 2014 ini
adalah budidaya kumis kucing dengan judul “Pertumbuhan, Produksi dan Kadar
Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada
Berbagai Umur Panen”. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian berjudul
“Pengembangan Herba Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) sebagai
Bahan Obat Herbal Antihyperglikemia Melalui Standarisasi Produksi Biomassa,
Kadar Bioaktif dan Pengujian Khasiatnya”: dengan Ketua Dr Ani Kurniawati, SP,
MSi, sumber dana BOPTN Lintas Fak/Dept/Pusat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Juang Gema Kartika, SP, MSi dan
Ibu Dr Ani Kurniawati, SP, MSi selaku pembimbing skripsi, Ibu Prof Dr Ir Sandra
Arifin Aziz, MS selaku penguji, Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS selaku pembimbing

akademik, Pak Taopik selaku pembimbing di lapang, Pak Amad, Pak Yayat, Pak
Adung, Teh Linda, dan semua pekerja yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan penulis
kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril
maupun materiil. Serta seluruh teman seperjuangan di Agronomi dan Hortikultura
47 terima kasih atas kebersamaan dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Nurhajijah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Deskripsi Tanaman Kumis Kucing

2

Syarat Tumbuh dan Budidaya Tanaman Kumis Kucing

3

Manfaat Tanaman Kumis Kucing

3

Kandungan Bahan Bioaktif Kumis Kucing

4


Pemanenan

5

METODE

7

Tempat dan Waktu Penelitian

7

Bahan dan Peralatan Penelitian

7

Rancangan Percobaan

7


Prosedur Analisi Data

8

Prosedur Percobaan

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Kondisi Umum Percobaan

13

Rekapitulasi Sidik Ragam

14


Hasil

15

Pembahasan

27

SIMPULAN DAN SARAN

33

Simpulan

33

Saran

33


DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Perlakuan umur panen
Ringkasan analisis sidik ragam untuk seluruh peubah pengamatan
pada panen pertama dan kedua
Rata-rata tinggi tanaman, jumlah buku dan panjang ruas pada
panen pertama dan kedua
Rata-rata jumlah cabang, jumlah daun dan indeks luas daun pada
panen pertama dan kedua
Rata-rata bobot basah daun, batang, bunga dan total per petak
pada panen pertama dan kedua
Rata-rata bobot kering daun, batang, bunga dan total per petak
pada panen pertama dan kedua
Produktivitas simplisia daun kumis kucing (ton ha-1) pada panen
pertama dan kedua
Kadar air daun, batang dan bunga pada panen pertama dan kedua
Rendemen simplisia daun pada panen pertama dan kedua
Rasio daun terhadap batang pada panen pertama dan kedua
Rata-rata komposisi daun tua dan daun muda pada panen pertama
dan kedua
Korelasi antar peubah komponen pertumbuhan dan hasil panen
pada panen pertama
Korelasi antar peubah komponen pertumbuhan dan hasil panen
pada panen kedua
Kadar sinensetin tanaman kumis kucing per umur panen

9
14
15
16
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kondisi umum percobaan
Alat HPLC yang digunakan dalam penelitian
Komposisi daun tua dan daun muda pada umur panen 6 MST

13
38
40

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Data iklim bulanan Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Data analisis kadar sinensetin tanaman kumis kucing
Alat HPLC yang digunakan dalam penelitian
Kromatogram HPLC dari masing-masing sample umur panen
Komposisi daun tua dan daun muda pada umur panen 6 MST

37
37
38
38
40

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) merupakan salah satu jenis
tanaman yang berkhasiat sebagai tanaman obat, biasa tumbuh secara liar di
pekarangan dan menjadi tanaman utama pada program saintifikasi jamu. Tanaman
kumis kucing merupakan tanaman obat yang memiliki banyak khasiat. Melalui uji
klinis terbukti bahwa daun kumis kucing berkhasiat untuk memperlancar
pengeluaran air kencing (Mursito 2002). Khasiat lainnya menurut Yuniarti (2008)
adalah dapat mengobati infeksi ginjal, infeksi kandung kemih, sakit kencing batu,
encok, peluruh air seni (diuretik) dan menghilangkan panas dan lembab.
Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untuk pengobatan radang ginjal,
kencing manis, albuminuria, penyakit syphilis, reumatik, dan menurunkan kadar
glukosa darah.
Beberapa zat yang terkandung didalam daun kumis kucing antara lain
orthosiponin glikosida, minyak atsiri, garam kalium dan juga sinensetin. Kalium
berkhasiat sebagai diuretik dan pelarut batu saluran kencing, sinensetin berkhasiat
sebagai antibakteri (Nurmalina dan Valley 2012). Flachsman (1985) melaporkan
bahwa kandungan utama yang paling stabil dalam daun kumis kucing adalah
sinensetin. Sinensetin menjadi zat identitas bagi daun kumis kucing. Menurut
Aminudin (2004) bahwa semakin tinggi kandungan sinensetin pada tanaman
kumis kucing maka tanaman tersebut akan mempunyai kualitas yang tinggi pula.
Atas dasar tersebut maka kandungan bahan bioaktif sinensetin dijadikan sebagai
salah satu parameter produktivitas tanaman kumis kucing.
Bagian kumis kucing yang paling umum digunakan sebagai bahan obatobatan adalah daunnya, baik dalam bentuk daun basah (segar) maupun kering
(simplisia). Simplisia daun kumis kucing telah cukup banyak dimanfaatkan dalam
industri obat tradisional Indonesia (jamu) dan telah menjadi komoditas ekspor
sejak sebelum Perang Dunia II (Taryono dan Sudiarto 1996). Penggunaan
simplisia kumis kucing pada industri besar dan menengah selain industri jamu di
Indonesia tahun 2005 cukup besar yaitu sebanyak 20 ton. Hal ini menunjukkan
bahwa potensi permintaan kumis kucing baik pada industri jamu maupun industri
selain industri jamu di dalam negeri masih sangat besar (Wiranthi 2011).
Kendala dalam penyiapan simplisia terstandar tanaman obat adalah waktu,
cara panen dan penanganan tanaman setelah panen. Waktu, cara panen dan
penangan tanaman yang tepat dan benar merupakan faktor penentu kualitas dan
kuantitas hasil tanaman. Tinggi rendahnya kandungan bahan bioaktif yang
terkandung dalam tanaman kumis kucing salah satunya dipengaruhi oleh waktu
panen. Waktu panen merupakan salah satu faktor yang dapat mempangaruhi mutu
tanaman (Kunle et al. 2012). Mutu tanaman obat sangat berkaitan erat dengan
kompleksibilitas komposisi kandungan kimia didalamnya.
Penelitian tentang penentuan umur atau waktu panen belum pernah
dilakukan sebelumnya, namun demikian beberapa literatur telah banyak yang
menyebutkan bahwa tanaman kumis mulai dapat dipanen pada saat awal muncul
kuncup bunga, namun hal tersebut belum didukung dengan penelitian yang ada.
Menurut Materia Medika Indonesia (1980), pemanenan pertama pada tanaman

2
kumis kucing adalah pada saat tanaman mulai mengeluarkan kuncup bunga,
setelah 4 minggu sampai 6 minggu dari waktu tanam daunnya mulai dapat dipetik.
Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan volume biomassa dan produksi bahan
aktifnya juga rendah. Untuk memperoleh produksi dan kandungan bahan bioaktif
yang optimal perlu dicari waktu atau umur panen yang tepat. Berdasarkan hal
tersebut, penelitian ini diharapkan dapat menentukan umur panen yang tepat pada
tanaman kumis kucing sehingga memiliki produksi biomassa dan kadar sinensetin
yang tinggi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan umur panen yang tepat pada tanaman
kumis kucing sehingga memiliki produksi biomassa dan kadar sinensetin yang
tinggi.

Hipotesis
1.
2.

Umur panen mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kadar sinensetin
kumis kucing.
Terdapat umur panen yang tepat yang menghasilkan produksi biomassa dan
kadar sinensetin yang tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Kumis Kucing
Tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) termasuk kedalam
suku Lamiaceae. Tanaman ini memiliki beberapa sinonim nama latin, antara lain:
Orthosiphon stamineus Benth, O. grandiflorum auct. non Terrac., O. spicatus auct.
non Benth (De Padua et al. 1999). Tanaman kumis kucing berasal dari wilayah
Afrika tropis kemudian menyebar ke wilayah Asia dan Australia. Disebut kumis
kucing karena kumpulan benang sari bunganya panjang dan menjulur dari dua sisi
yang berbeda sehingga mirip dengan kumis kucing (Mursito dan Prihmantoto
2002).
Tanaman kumis kucing ini merupakan tanaman terna yang tumbuh tegak,
tinggi 50-150 cm. Batang berkayu, segi empat agak beralur, beruas, bercabang,
berambut pendek atau gundul, berakar kuat. Daun tunggal, bulat telur, elips atau
memanjang, berambut halus, tepi warnanya hijau, daun kumis kucing bersifat
bifasial dengan satu sampai dua lapis palisade yang letaknya di sisi atas daun dan
beberapa lapis sel bunga karang di sisi bawah daun (Dorly 2006). Bunga majemuk
dalam tandan yang keluar di ujung percabangan, berwarna ungu pucat atau putih,

3
benang sari lebih panjang dari tabung bunga. Buah berupa buah kotak, bulat telur,
masih muda berwarna hijau, setelah tua berwarna cokelat. Biji kecil, masih muda
berwarna hijau setelah tua berwarna hitam (Dalimartha 2000).

Syarat Tumbuh dan Budidaya Tanaman Kumis Kucing
Tanaman kumis kucing dapat dibudidayakan mulai dari dataran rendah
sampai ketinggian 1000 m dpl. Iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman ini
adalah iklim tropis dengan curah hujan lebih dari 3000 mm tahun-1. Tanaman ini
dapat tumbuh di berbagai jenis tanah mulai tanah ringan hingga tanah berat
kecuali yang bersolum dangkal. Tanah yang berstruktur gembur, subur serta
banyak mengandung humus merupakan tanah yang sesuai bagi pertumbuhannya
(Balittro 1994). Pada tempat yang disinari matahari penuh pertumbuhannya lebih
baik dibandingkan pada tempat ternaungi. Sudiarto et al. (1996) menyatakan
bahwa tanaman kumis kucing merupakan tanaman yang cocok untuk ditanam di
tempat terbuka, dalam arti ditanam secara monokultur agar daunnya memiliki
kandungan sinensetin yang cukup tinggi. Menurut Aminudin (2004) bahwa
tanaman kumis kucing dapat ditanam pada kondisi naungan 40-70%.
Kumis kucing dapat diperbanyak dengan biji atau stek batang. Bibit yang
digunakan adalah stek sepanjang 40 cm dengan 4-8 mata tunas dengan masa
panen sekali 2 bulan (Dalimartha 2000). Menurut keterangan yang diperoleh oleh
Ermiati et al. (2005) dari petani di Kabupaten Sukabumi, penggunaan stek
sepanjang 20 dan 10 cm, masing-masing panennya setiap sebulan dan setiap lima
belas hari yang ternyata memakan tenaga kerja lebih banyak tetapi produksi lebih
sedikit disamping itu tidak bisa diambil stek untuk bibit.
Stek batang yang diperoleh, ditanam di persemaian terlebih dahulu.
Persemaian di tempat terbuka harus diberi atap naungan, pada umur 10 hari
biasanya stek mulai berakar dan bertunas dan umur 2 minggu tanaman sudah siap
ditanam di lapangan. Waktu penanaman sebaiknya pada awal musim penghujan
(Balittro 1994).
Kegiatan pemeliharaan dalam budidaya tanaman kumis kucing antara lain
adalah penyiangan, penggemburan tanah, pemupukan, dan pemangkasan.
Penyiangan dilakukan tergantung keadaan gulma yang tumbuh atau pada saat
akan dilakukan pemupukan, selain itu tanah harus dalam keadaan gembur.
Sebelum penanaman tanah diolah dan diberi pupuk kandang sebanyak 15 ton ha-1,
sementara untuk pupuk dasar pada saat tanam diberikan pupuk SP-36 dan pupuk
KCl dengan dosis yang dianjurkan masing-masing 200 kg ha-1 SP-36 dan 100 kg
ha-1 KCl, sedangkan pupuk Urea yang dianjurkan adalah 100 kg ha-1 diberikan
sebulan setelah tanam (De Padua et al. 1999).

Manfaat Tanaman Kumis Kucing
Tanaman Orthosiphon aristatus Bl. Miq. memiliki kegunaan tradisional dan
farmakologis luas di berbagai kondisi patofisiologis (Ameer et al. 2012). Daun

4
kumis kucing memiliki efek farmakologi diuretik. Efek farmakologi memberikan
hasil positif pada uji terhadap hewan dan manusia (Dorly 2006).
Bagian kumis kucing yang paling umum digunakan sebagai bahan obatobatan adalah daunnya, baik dalam bentuk daun basah (segar) maupun kering
(simplisia). Secara tradisional kumis kucing dapat digunakan sebagai obat untuk
peluruh air seni (diuretik), menghancurkan batu ginjal, encok, infeksi ginjal,
infeksi kandung kemih, kencing batu, dan menghilangkan panas (Hartati 2011).
Ameer et al. (2012) melaporkan bahwa pada tanaman kumis kucing terdapat
manfaat sebagai hypourekemik, pelindung ginjal, anti oksidan, anti-inflamantori,
hepatoprotektor, gastroprotektif, anti hipertensi, anti diabetik, anti hyperlipidemik,
anti mikroba dan kegiatan anoreksia. Disamping itu kumis kucing juga dapat
digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit lain seperti radang selaput lendir
hidung, radang ginjal, arterosklerosis, rematik, kencing manis, tekanan darah
tinggi, radang amandel, ayan, gangguan haid, kencing nanah, albuminasia, dan
rajasinga (LIPI 1999).
Tanaman kumis kucing juga dapat dimanfaatkan sebagai minuman
fungsional untuk kesehatan. Fadhlina (2008) menyebutkan bahwa di pasaran
Malaysia terdapat beberapa produk misai kucing (kumis kucing) dalam bentuk
minuman dan pil kesehatan. Di Malaysia, misai kucing (kumis kucing) juga
digunakan sebagai obat untuk penyakit-penyakit seperti demam panas, epilepsi,
batu karang, hepatitis, rheumatisma dan tekanan darah tinggi.
Kusumaningrum (2005) melaporkan bahwa penambahan perlakuan
minuman seduhan bubuk daun kumis kucing dapat menginduksi kerja hati.
Menurut Nora (2007) bahwa secara in vivo, ekstrak bubuk kumis kucing dengan 7
tingkatan dosis (0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml medium Roswell Park
Memorial Institute (RPMI)-1640) dapat menstimulasi peningkatan poliferasi
limfosit dengan indeks stimulasi (IS) bertutur-turut sebesar 1.72±0.11, 2.04±0.13,
2.77±0.20, 3.24±0.09, 4.08±0.19, 4.21±0.26 dan 4.71±0.21. Semakin tinggi dosis
daun kumis kucing semakin tinggi poliferasi sel limfositnya.

Kandungan Bahan Bioaktif Kumis Kucing
Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman kumis kucing adalah
orthosiphon, polyphenol, saponin, flavonoid, mioinositol, dan garam kalium
(Dalimartha 2000). Kalium berkhasiat sebagai diuretik dan pelarut batu saluran
kencing, sinensetin berkhasiat sebagai anti bakteri (Nurmalina dan Valley 2012).
Menurut De Padua et al. (1999), sifat diuretik daun kumis kucing diberikan oleh
senyawa kalium (potassium), inositol dan 3’-hydroxy-5,6,7,4’tetrametoxyflavone,
sifat anti bakteri karena adanya senyawa turunan caffeic acid dan saponin serta
lipophilic flavonoid sebagai anti tumor dan anti-inflammasi yang menghambat
proses cyclo-oxygenase dan lipoxygenase. Adam et al. (2009) melaporkan bahwa
Orthosiphon aristatus Bl. Miq. menunjukkan aktivitas diuretik tetapi kurang kuat
dibandingkan dengan furosemide dan hidroklorotiazid.
Menurut Anggraeni dan Triantoro (1992) kandungan utama daun kumis
kucing disamping kalium dan saponin adalah sinensetin. Hal tersebut sesuai
dengan laporan Flachsman (1985), kandungan utama yang paling stabil dalam

5
daun kumis kucing adalah sinensetin. Kadar sinensetin dalam kumis kucing yang
tertinggi terdapat dalam daun tua yang berbunga ungu (0.365%) sedangkan yang
terkecil berasal dari daun muda yang berbunga putih (0.095%). Tanaman kumis
kucing pada percobaan ini berasal dari KP Cibinong (Anggraeni dan Triantoro
1992). Ditambahkan oleh De Padua et al. (1999) bahwa kandungan sinensetin
yang tertinggi (0.4%) terdapat dalam daun kumis kucing tua dari bunga berwarna
blue-violet dan yang terendah (0.1%) dalam daun kumis kucing muda dari bunga
berwarna putih.
Sinensetin merupakan salah satu zat yang dihasilkan oleh proses
metabolisme sekunder dari tanaman kumis kucing. Sinensetin merupakan
senyawa metabolit sekunder yang termasuk kedalam golongan flavonoid dan jenis
flavon. Flavonoid merupakan senyawa fenolik utama pada tanaman dan sinensetin
merupakan kelompok metoksi flavon atau kelompok flavonoid lipofilik.
Sinensetin ini berperan penting sebagai anti bakteri, anti fungi, anti tumor, anti
kanker, pengikatan prostaglandin dan anti feedan (Hossain dan Ismail 2012).
Salah satu fungsi dari flavonoid adalah mencegah kerusakan jaringan tanaman
yang disebabkan oleh sinar ultraviolet, yang terkandung dalam cahaya matahari.
Flavonoid akan mengabsorbsi setiap sinar ultra violet yang dihasilkan oleh cahaya
matahari. Dalam proses pengabsorbsian tersebut flavonoid akan berkurang karena
tereduksi oleh cahaya (Aminudin 2004).
Menurut Sumaryo (1990) komponen dalam daun kumis kucing yang
terekstrak dalam metanol dan air adalah 9 flavon-flavon lifofilik diantaranya
adalah sinensetin, 2 flavonol glikosida dan 9 turunan dari asam kafeik. Dalam
percobaannya diketahui bahwa kadar sinensetin dalam kumis kucing berkisar
antara 0.095-0.365%. Sinensetin merupakan gugus flavonoid yang termasuk
kedalam jenis flavon dan mempunyai rumus senyawa 3,4,5,6,7
pentamethaxyflavon. Menurut Dzulkarnain et al. (1999), kumis kucing
mengandung mineral hingga 12% dengan garam kalium sebagai komponen
terbanyaknya (600-700 mg 100 g-1 daun segar), juga mengandung kurang lebih
0.2% flavon lipofilik, termasuk di dalamnya sinensetin, flavonol glikosida,
turunan asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan asam 2,3-dikafeoiltartarat),
inositol, fitosterol (β-sitosterol), saponin, dan kandungan minyak atsiri yang
mencapai 0.7%.
Flavonoid lipofilik yang ada dalam tanaman kumis kucing (terutama
sinensetin dan tetrametilskutellarein) telah diketahui memiliki efek penghambatan
terhadap sel-sel tumor Ehrlich ascites secara in vitro. Selain itu, komponenkomponen flavonoid lipofilik diduga turut bertanggung jawab atas efek anti
radang (anti-inflamatory) mengingat flavonoid merupakan inhibitor enzim siklooksigenase dan lipoksigenase (Dzulkarnain et al. 1999).

Pemanenan
Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam,
tetapi merupakan awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu melakukan persiapan
untuk penyiapan dan pemasaran) (Mutiarawati 2007). Dua hal yang perlu

6
diperhatikan pada pemanenan untuk mendapatkan hasil panen yang baik adalah
menentukan waktu panen yang tepat dan melakukan penanganan panen yang baik.
Bagian tanaman kumis kucing yang dipanen untuk dimanfaatkan sebagai
obat berkhasiat diuretik adalah daunnya. Pemanenan daun dilakukan pada saat
tanaman telah tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis
dan dilakukan dengan memangkas tanaman. Daun dipanen dengan cara memetik
pucuk yang berdaun 3-5 helai, kemudian membuang daun-daun tua dibawahnya
sampai helai ke 10. Saat panen yang tepat adalah pada saat awal pertumbuhan
bunga tetapi belum tumbuh bunga, karena yang dimanfaatkan adalah daunnya
maka bunga yang tumbuh sebaiknya dirompes untuk dapat memaksimalkan
pertumbuhan daun pada panen berikutnya. Tanaman yang berbunga menurunkan
rendemen kandungan obat pada tanaman kumis kucing (Atmodjo 2005). Tanaman
yang sudah berumur 1 bulan setelah tanam sudah bisa dipanen yaitu ketika
tangkai bunga belum muncul dan tinggi tanaman sekitar 50 cm (Nurmalina dan
Valley 2012).
Peluang peningkatan produktivitas kumis kucing dengan melakukan cara
panen daun yang lebih banyak dari acuan MMI (Materia Medika Indonesia) yakni
lebih 3 pasang daun, mulai pasangan daun ke-5 sampai ke-9, ditinjau dari aspek
kuantitas hasil adalah cukup besar. Potensi peningkatan panen pasangan daun ke-5
hingga ke-7 pada panenan pertama berkisar 63-147%, ditinjau dari aspek mutu
simplisia yang mengacu kepada kandungan kalium, kadar abu, kadar sari larut
dalam air dan kadar sinensetin dalam daun, berdasarkan hasil penelitian lainnya
masih memenuhi persyaratan MMI dan persyaratan konsep standar dari
Departemen Perdagangan (Taryono dan Sudiarto 1996). Sudiarto et al. (1996)
melaporkan bahwa cara panen petani di desa Kalaparea, kecamatan Nagrak,
kabupaten Sukabumi dilakukan melebihi cara MMI, yakni dengan memangkas
atau memotong cabang yang berdaun lebih dari 3 pasang daun bagian atas.
Panenan daun tua yakni dari pasangan-pasangan daun yang tumbuh pada
buku-buku bagian sebelah bawah cabang, ditinjau dari kandungan sinensetin
dalam daunnya menurut Anggraeni dan Triantoro (1992) pada klon bunga ungu
nilainya relatif tinggi (0.352-0.365%). Dengan demikian panenan kumis kucing
sampai daun yang tumbuh di cabang bagian bawah, dikaitkan dengan kandungan
sinensetin justru lebih memberikan nilai yang positif (Taryono dan Sudiarto 1996).
Menurut Ermiati (2005), panen pertama tanaman kumis kucing di salah satu
sentra produksi kumis kucing (Kampung Cirendeu, Desa Grijaya, Kecamatan
Nagrak, Kabupaten Sukabumi) dilakukan pada saat tanaman berumur antara 2-2.5
bulan setelah tanam dan panen berikutnya dilakukan 2 bulan sekali sampai
tanaman berumur ± 2 tahun (12 kali panen). Panen pertama hasilnya masih relatif
rendah, yaitu sebanyak 5 ton tangkai dan daun basah atau setara dengan 500 kg
kering ha-1 panen-1, kemudian pada panen ke-2 dan seterusnya sampai dengan
panen ke-12 produksinya meningkat menjadi 10 ton tangkai dan daun basah atau
setara dengan 1000 kg kering ha-1 panen-1. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Yilmaz et al. (2004) yang menyatakan bahwa produksi pucuk pada tanaman teh
akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya umur pangkas hingga
umur pangkas ke-3, tetapi kemudian menurun pada umur pangkas selanjutnya.
Produksi umumnya rendah pada umur pangkas pertama karena tanaman baru
dalam tahap pemulihan kesehatan akibat pemangkasan.

7

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di instalasi kebun UKBB (Unit Konservasi dan
Budidaya Biofarmaka) Cikabayan kampus IPB. Penelitian dimulai sejak bulan
Oktober 2013 hingga bulan Maret 2014. Penelitian juga dilakukan di
Laboratorium Biofarmaka Taman Kencana Bogor untuk menganalisis kandungan
bahan bioaktif kumis kucing berupa sinensetin.

Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek batang
berakar kumis kucing aksesi Biofarmaka Cikabayan kampus IPB, pupuk kandang
20 ton ha-1, kapur 2 ton ha-1, methanol pa, kertas saring, air (H2O),
Tetrahidrofuran (THF), dan saringan Whatman 0.45 µm.

Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan adalah alat-alat pertanian, alat ukur, timbangan
analitik, erlemeyer, sudep, gelas piala, corong, alat shaker, labu takar, gelas
“buchi” dan HPLC (High Presssure Liquid Chromatography).

RancanganPercobaan
Penelitian ini disusun menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) faktor tunggal, yaitu umur panen. Umur panen terdiri atas dua
minggu setelah tanam, empat minggu setelah tanam, enam minggu setelah tanam,
pada saat kumis kucing berbunga (9 minggu setelah tanam), satu minggu setelah
berbunga (10 minggu setelah tanam), dan dua minggu setelah berbunga (11
minggu setelah tanam). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga
terdapat 24 satuan percobaan.
Areal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah seluas 75.6 m2. Setiap unit
percobaan berupa petak berukuran 2.1 m x 1.5 m. Jarak tanam kumis kucing yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 30 cm x 30 cm sehingga populasi tanaman
untuk setiap petak adalah 35 tanaman dan jumlah total tanaman yang dibutuhkan
dalam penelitian ini sebanyak 840 tanaman. Tanaman contoh yang diamati
sebanyak 10 tanaman diambil secara acak untuk setiap perlakuan setiap unit
percobaan.
Model matematika percobaan ini mengikuti model Gomez dan Gomez
(1995) sebagai berikut:

8
Yij = μ + τi + βj + εij
i
Yij
μ
τi
βj
εij

: 1,2,3,4,5,6; j = 1,2,3,4
: pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
: rataan umum
: pengaruh perlakuan ke-i
: pengaruh kelompok ke-j
: pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Prosedur Analisis Data
Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji sidik
ragam (uji F) pada taraf 5%. Jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang di uji
berdasarkan uji F-hitung pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut untuk melihat
perbedaan antar perlakuan dengan Uji DMRT pada taraf 5%. Data diolah
menggunakan software SAS.

Prosedur Percobaan
Persiapan Lahan
Tiga minggu sebelum penanaman kumis kucing tanah diolah sedalam 20 cm,
selanjutnya digaru dan diratakan dengan cangkul. Dibuat petak-petak percobaan
dengan ukuran 2.1 m x 1.5 m dengan jarak antar petak 30 cm dan jarak antar
ulangan 50 cm. Pemberian pupuk kandang dan kapur dilakukan setelah
pembuatan bedengan, kemudian didiamkan selama satu minggu.

Penyediaan Bibit
Bibit tanaman kumis kucing dalam penelitian ini adalah aksesi dari kebun
percobaan Biofarmaka Cikabayan kampus IPB Darmaga Bogor dengan jenis
tanaman kumis kucing berbunga putih. Bibit berasal dari stek batang dari tanaman
kumis kucing. Bibit yang digunakan sebagai bahan tanam penelitian ini adalah
bibit yang telah berumur lima minggu di persemaian.

Penanaman Kumis Kucing
Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman tanaman kumis kucing
adalah 30 cm x 30 cm. Penanaman bibit kumis kucing dilakukan dengan membuat
lubang tanam terlebih dahulu kemudian bibit kumis kucing yang berupa stek
batang yang telah berakar dan berumur lima minggu tersebut ditanam dengan
melepaskan stek batang yang telah berakar dari polibag yang digunakan dalam
pembibitan tanaman kumis kucing.

9
Pemeliharan
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiraman,
pengendalian hama dan penyakit, dan penyiangan gulma. Penyulaman dilakukan
pada umur 1-2 minggu setelah tanam (MST), penyulaman dilakukan terutama
pada tanaman yang mati atau tumbuh tidak normal. Pada awal pertumbuhan,
tanaman disiram 1-2 kali sehari. Penyiangan gulma dilakukan secara manual
dengan mencabut gulma yang tumbuh. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan secara manual yaitu dengan memotong atau membuang bagian tanaman
yang terserang hama dan penyakit.

Panen
Pemanenan kumis kucing dilakukan sesuai dengan perlakuan umur panen.
Pemanenan pada penelitian ini dilakukan sebanyak 2 kali panen. Selang panen
untuk panen kedua mengikuti waktu pada panen pertama misalnya jika pada
panen pertama dipanen pada umur dua minggu setelah tanam maka pada panen
kedua juga dipanen pada umur dua minggu setelah panen yang pertama atau sama
artinya dengan dipanen setiap 2 kali seminggu begitu juga untuk umur panen
lainnya. Tanaman kumis kucing dikategorikan telah berbunga, jika 75% populasi
dalam petak telah berbunga. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong atau
memangkas batang kumis kucing dengan ketinggian 10-15 cm dari permukaan
tanah. Perlakuan umur panen pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perlakuan umur panen
Panen I
2 Minggu Setelah Tanam (2 MST)
4 Minggu Setelah Tanam (4 MST)
6 Minggu Setelah Tanam (6 MST)
Saat Berbunga (SB)
(9 Minggu Setelah Tanam)
1 Minggu Setelah Berbunga (1 MSB)
(10 Minggu Setelah Tanam)
2 Minggu Setelah Berbunga (2 MSB)
(11 Minggu Setelah Tanam)

Panen II
2 Minggu Setelah Panen (2 MSP)
4 Minggu Setelah Panen (4 MSP)
6 Minggu Setelah Panen (6 MSP)
Saat Berbunga (SB)
(9 Minggu Setelah Panen )
1 Minggu Setelah Berbunga (1 MSB)
(10 Minggu Setelah Panen )
2 Minggu Setelah Berbunga (2 MSB)
(11 Minggu Setelah Panen )

Pengeringan
Pengeringan hasil panen pada penelitian ini dilakukan dengan sinar matahari.
Pengeringan dilakukan selama kira-kira 1-2 hari. Pengeringan dengan sinar
matahari dilakukan di atas terpal pengering.

Pengamatan
A.

Komponen pertumbuhan tanaman kumis kucing diamati pada 10 tanaman
contoh per unit percobaan, peubah yang diamati anatara lain:

10
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Persentase Tumbuh. Persentase tumbuh dihitung berdasarkan rasio
jumlah tanaman yang tumbuh terhadap jumlah tanaman secara
keseluruhan. Pengamatan dilakukan mulai 1 MST sampai 2 MST.
Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai
pucuk tertinggi. Pengamatan dilakukan dari 1 MST hingga sesaat
sebelum tanaman dipanen.
Jumlah Daun. Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang
telah tumbuh sempurna pada 1 tanaman contoh. Pengamatan
dilakukan 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman dipanen.
Jumlah Cabang. Jumlah cabang utama adalah jumlah cabang yang
diamati pada panen pertama, jumlah cabang utama yang dihitung
adalah seluruh cabang yang muncul dari batang utama. Pada panen
kedua jumlah cabang yang dihitung adalah jumlah cabang total dari
satu tanaman. Pengamatan dilakukan 1 MST hingga sesaat sebelum
tanaman dipanen.
Jumlah Buku. Jumlah buku pada tanaman kumis kucing diperoleh
dengan menghitung jumlah buku pada salah satu cabang kumis kucing.
Pengamatan dilakukan dari 1 MST hingga sesaat sebelum tanaman
dipanen.
Panjang Ruas. Panjang ruas diperoleh dengan mengukur salah satu
ruas pada salah satu cabang kumis kucing. Panjang ruas yang diamati
pada penelitian ini adalah panjang ruas ke-2 pada salah satu cabang
tanaman karena pada saat awal pengamatan jumlah ruas atau buku
masih sedikit dan panjangnya sama sehingga ditetapkan untuk
mengukur panjang ruas ke-2 untuk peubah pengamatan panjang
ruasnya. Pengamatan dilakukan dari 1 MST hingga sesaat sebelum
tanaman dipanen.
Indeks Luas Daun. Indeks luas daun dapat diukur dengan menghitung
nisbah luas daun tanaman terhadap luas permukaan tanah tempat
tanaman itu tumbuh (Salisbury 1995). Indeks luas daun diamati pada
sesaat sebelum dilakukan pemanenan, dengan menggunakan rumus
(Syahadat 2012) :
LD =
Keterangan :
LD = Luas daun (cm2)
BD = Bobot daun (g)
LD1 = Luas daun 1cm x 1cm
BD1 = Bobot daun 1cm x 1cm (g)
Indeks Luas Daun (ILD) ditentukan dengan menggunakan rumus :
ILD =
Keterangan :
ILD = Indeks luas daun
LD = Luas daun (cm2)
A
= Luas tanah yang ditutupi tanaman (cm2)

B.

Komponen panen tanaman kumis kucing, peubah yang diamati antara lain :
1.
Bobot Basah Total Per Petak. Bobot basah total adalah bobot basah
secara keseluruhan yang mencakup bobot batang, daun dan bunga.
Bobot basah total diamati setelah dilakukan pemanenan.

11
2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Bobot Kering Total Per Petak. Bobot kering total dalam penelitian ini
adalah bobot total batang, daun dan bunga. Bobot kering total diamati
setelah dilakukan pemanenan dan pengeringan dengan sinar matahari.
Komposisi Daun Tua dan Muda. Komposisi daun tua dan muda ini
diperoleh dengan menghitung komposisi daun yang terdapat pada
salah satu cabang tanaman, yaitu daun muda dan daun tua. Daun tua
adalah setelah daun ke-2 atau ke-3 ke bawah dan secara visual
warnanya lebih tua, sedangkan daun muda adalah pasangan daun
pucuk sampai pasangan daun ke-2 dan memiliki warna daun yang
lebih muda jika dilihat secara visual. Komposisi daun tua dan muda
diamati setelah dilakukan pemanenan.
Bobot Basah Daun. Bobot basah daun diperoleh dengan cara
menimbang seluruh daun dalam keadaan segar selepas panen. Bobot
basah daun diamati setelah pemanenan.
Bobot Kering Daun. Bobot kering daun diperoleh dengan cara
menimbang seluruh daun yang telah dikeringkan dengan sinar
matahari. Bobot kering daun diamati setelah dilakukan pemanenan
dan pengeringan.
Bobot Basah Batang. Bobot basah batang diperoleh dengan cara
menimbang seluruh batang dalam keadaan segar selepas panen. Bobot
basah batang diamati setelah pemanenan.
Bobot Kering Batang. Bobot kering batang diperoleh dengan cara
menimbang seluruh batang yang telah dikeringkan dengan sinar
matahari. Bobot kering batang diamati setelah dilakukan pemanenan
dan pengeringan.
Bobot Basah Bunga. Bobot basah bunga diperoleh dengan cara
menimbang seluruh bunga dalam keadaan segar selepas panen. Bobot
basah bunga diamati setelah pemanenan.
Bobot Kering Bunga. Bobot kering bunga diperoleh dengan cara
menimbang seluruh bunga yang telah dikeringkan dengan sinar
matahari. Bobot kering bunga diamati setelah dilakukan pemanenan
dan pengeringan.
Produktivitas Simplisia Daun. Produktivitas simplisia daun diperoleh
dengan menghitung produktivitas berdasarkan petak bersih dengan
mengkonversikan luasan 1 ha:
Hasil (ton ha-1)

11.

g)

Kadar Air. Data bobot basah dan kering dapat digunakan untuk
mengetahui kadar air, cara menghitung kadar air yaitu dengan rumus
(Gatari 2014):
Kadar Air (%) = Bobot basah-Bobot kering X 100%
Bobot basah

12
12.

13.

C.

Rendemen Simplisia Daun.
Perbandingan antara bobot kering daun dengan bobot basah daun
digunakan untuk mengetahui rendemen simplisia dengan
menggunakan rumus:
)

Rasio Daun terhadap Batang. Rasio daun terhadap batang diperoleh
dari perbandingan antara bobot basah daun dengan bobot basah batang.

Kadar Sinensetin
Pengukuran persentase kadar sinensetin dilakukan dengan menggunakan
alat HPLC (High Presssure Liquid Chromatography). Analisis ini dilakukan
setelah mendapatkan semua simplisia hasil panenan sesuai umur panen yang
telah ditentukan. Prosedur analisis sinensetin mengikuti instruksi kerja dari
Laboratorium Biofarmaka sebagai berikut: 1 g sample ditimbang (dalam
bentuk serbuk) dari masing-masing perlakuan umur panen, kemudian
dimasukkan kedalam labu erlemeyer dan ditambahkan 100 ml metanol
setelah itu dishaker selama ± 4 jam, setelah selesai dishaker kemudian
disaring menggunakan kertas saring dan dimasukkan kedalam labu
erlemeyer yang baru. Selanjutnya larutan yang telah disaring di evaporasi
sampai menyisahkan 5 ml larutan, kemudian hasil larutan yang dievaporasi
dilarutkan ke dalam 10 ml metanol. Larutan sample diambil masing-masing
1 ml kemudian ditambahkan 5 ml pelarut campuran (MeOH : Air = 6:4)
setelah itu disaring menggunakan kertas saring Whatman 0.45 µm dan
kemudian terakhir di injek ke alat HPLC.
Penentuan kadar sinensetin dalam masing-masing sample yang di uji
menggunakan rumus (Suryana 2010) :
Kadar sinensetin

rea di ba ah puncak contoh
rea di ba ah puncak standar

konsentrasi standar fp

bobot sample yang ditimbang

Alat HPLC dan kondisi alat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
pada Lampiran 3.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan
Pertumbuhan tanaman kumis kucing secara umum menunjukkan kondisi
yang cukup baik. Daya tumbuh tanaman kumis kucing sebesar 100% pada umur 1
minggu setelah tanam (MST) dan pada umur 2 MST mengalami penurunan
sebesar 1% menjadi 99%, hal ini disebabkan karena ada bibit yang mati sebanyak
3 tanaman. Menurut Febriana (2009) bahwa kematian stek diakibatkan oleh
gagalnya stek dalam tahap inisiasi perakaran. Menurut Harjadi (1989) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek, yaitu asal stek, panjang
stek, dan lingkungan (media pengakaran, suhu, kelembaban, dan cahaya). Kondisi
umum percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

a

b

c

d

Gambar 1 Kondisi umum percobaan: a) Pengaplikasian pupuk kandang dan
kapur; b) Kondisi tanaman kumis kucing saat pindah tanam; c)
Kondisi tanaman kumis kucing saat 2 MST; dan d) Kondisi tanaman
kumis kucing saat berbunga
Selama penelitian berlangsung, temperatur rata-rata berkisar 25.31°C,
kelembaban udara rata-rata berkisar 84.83%, intensitas matahari rata-rata berkisar
256 cal cm-2, curah hujan rata-rata berkisar 385.33 mm bulan-1, dan curah hujan
total selama 6 bulan penelitian sebesar 2823 mm (Lampiran 1). Curah hujan ini
cukup tinggi dan hampir mendekati curah hujan untuk pertumbuhan optimal
tanaman kumis kucing yaitu lebih dari 3000 mm tahun-1 (Balittro 1994). Curah
hujan yang cukup tinggi menunjang ketersedian air bagi pertumbuhan tanaman
kumis kucing.
Hama tanaman yang menyerang tanaman kumis kucing adalah ulat daun dan
ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites). Hama ulat daun menyerang tanaman kumis
kucing pada umur 3 MST dan ulat jengkal menyerang tanaman kumis kucing pada
umur 9 MST. Pengendalian hama dilakukan dengan cara memotong bagian

14
tanaman yang terserang hama. Gulma yang banyak tumbuh di lahan pertanaman
kumis kucing adalah gulma berdaun lebar seperti Borreria alata dan gulma jenis
rumput. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma
yang tumbuh disekitar tanaman kumis kucing.

Rekapitulasi Sidik Ragam
Umur panen mempengaruhi semua komponen pertumbuhan pada panen
kedua dan mempengaruhi semua komponen pertumbuhan pada panen pertama
kecuali panjang ruas. Umur panen juga mempengaruhi semua komponen produksi
pada panen kedua dan mempengaruhi semua komponen produksi pada panen
pertama kecuali komposisi daun muda, dan kadar air batang. Rekapitulasi sidik
ragam disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Ringkasan analisis sidik ragam untuk seluruh peubah pengamatan pada
panen pertama dan kedua
Hasil analisis sidik
ragama
Peubah
Umur panen
Panen I
KK (%)
Panen II
KK (%)
Komponen pertumbuhan
Tinggi tanaman
**
22.00
**
28.83
tr
Jumlah cabang
**
23.51
**
22.46tr
Jumlah daun
**
26.18tr
**
26.51tr
Jumlah buku
**
19.66
**
29.10
Panjang ruas
tn
21.55tr
**
17.27tr
Indeks luas daun
**
23.25
**
20.79
Komponen panen
Bobot basah daun
**
24.81
**
18.70
tr
Bobot basah batang
**
15.52
**
22.23
Bobot basah bunga
**
20.85
**
19.17tr
Bobot basah total
**
27.39
**
19.62
Bobot kering daun
**
22.09
**
15.19
tr
Bobot kering batang
**
15.99
**
27.20
Bobot kering bunga
**
23.71
**
30.49
Bobot kering total
**
27.91
**
20.59
**
22.08
**
15.19
Produktivitas simplisia
Komposisi daun muda
tn
22.42
**
12.37
Komposisi daun tua
**
24.76
**
10.07
Rasio daun dan batang
**
14.15tr
**
23.76
Kadar air daun
**
2.12
**
4.58
Kadar air batang
tn
9.28
**
4.91
Kadar air bunga
**
6.16
**
4.53
11.30
**
**
18.01
Rendemen simplisia
a

*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1% tn: tidak berbeda nyata; tr:
transformasi akar

15
Hasil
Tinggi Tanaman, Jumlah Buku dan Panjang Ruas
Umur panen mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah buku pada panen
pertama dan mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah cabang dan panjang ruas pada
panen kedua (Tabel 3). Tinggi tanaman kumis kucing tertinggi pada panen
pertama terdapat pada umur 2 minggu setelah berbunga dan jumlah buku paling
banyak terdapat pada umur 2 minggu setelah berbunga namun tidak berbeda
dengan umur 1 minggu setelah berbunga. Tinggi tanaman pada umur 2 minggu
setelah berbunga lebih tinggi 126.14% dan jumlah buku pada umur 2 minggu
setelah berbunga lebih banyak sebesar 11.58% jika dibandingkan dengan tanaman
pada umur 6 minggu setelah tanam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama
umur panen maka semakin bertambah tinggi tanaman dan jumlah buku, baik pada
panen pertama maupun pada panen kedua. Tinggi tanaman dan jumlah buku
terendah pada panen pertama diperoleh pada umur 2 minggu setelah tanam.
Panjang ruas pada panen pertama berkisar 2.34-3.30 cm.
Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah buku dan panjang ruas pada panen
pertama dan keduaa
Perlakuan
Tinggi tanaman
Jumlah
Panjang ruas
Umur Panen
(cm)
buku
(cm)
Panen I
2 MST
16.09f
6.32e
3.08
4 MST
27.49e
9.33d
3.30
6 MST
43.54d
10.78c
2.68
SB
76.56c
14.25b
2.82
1 MSB
91.36b
14.95ab
2.34
2 MSB
98.46a
15.90a
2.98
Panen II
2 MSP
17.92d
4.55d
2.34b
4 MSP
50.70c
8.55bc
3.75a
6 MSP
48.30c
7.72c
2.44b
SB
72.96b
8.93b
2.81b
1 MSB
81.99a
9.60ab
2.58b
2 MSB
75.90ab
10.63a
2.38b
a

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah
berbunga; MSP: minggu setelah panen

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada panen kedua, tinggi tanaman kumis
kucing tertinggi terdapat pada pada umur 1 minggu setelah berbunga namun tidak
berbeda dengan umur 2 minggu setelah berbunga, sedangkan jumlah buku paling
banyak terdapat pada umur 2 minggu setelah berbunga namun tidak berbeda
dengan umur 1 minggu setelah berbunga. Tinggi tanaman dan jumlah buku pada
umur 2 minggu setelah berbunga pada panen kedua masing-masing meningkat
sebesar 57.14 dan 37.69% jika dibandingkan dengan tanaman yang berumur 6
minggu setelah panen. Tinggi tanaman dan jumlah buku terendah pada panen

16
kedua diperoleh pada umur 2 minggu setelah panen. Panjang ruas pada panen
kedua berkisar 2.34-3.75 cm.

Jumlah Cabang, Jumlah Daun, Indeks Luas Daun
Umur panen mempengaruhi jumlah cabang, jumlah daun dan indeks luas
daun baik pada panen pertama maupun pada panen kedua (Tabel 4). Jumlah
cabang utama paling banyak pada panen pertama diperoleh pada umur 1 minggu
setelah berbunga tetapi tidak berbeda dengan umur 4 dan 6 minggu setelah tanam,
jumlah daun paling banyak diperoleh pada umur saat berbunga tetapi tidak
berbeda dengan umur 2 minggu setelah berbunga, dan indeks luas daun tertinggi
diperoleh pada umur 1 minggu setelah berbunga tetapi tidak berbeda dengan umur
saat berbunga dan 2 minggu setelah berbunga. Jumlah cabang utama, jumlah daun
dan indeks luas daun trendah diperoleh pada umur 2 minggu setelah tanam.
Jumlah cabang utama dan indeks luas daun pada umur 1 minggu setelah berbunga
pada panen pertama masing-masing lebih besar 7.60 dan 250% jika dibandingkan
dengan tanaman pada umur 6 minggu setelah tanam, sedangkan jumlah daun pada
umur saat berbunga lebih banyak sebesar 118.52% dari pada jumlah daun
tanaman pada umur 6 minggu setelah tanam.
Tabel 4 Rata-rata jumlah cabang, jumlah daun dan indeks luas daun pada panen
panen pertama dan keduaa
Perlakuan
Jumlah cabang
Jumlah daun
Indeks luas daun
Umur Panen
utama
Panen I
2 MST
2.88c
44.18e
0.00c
4 MST
3.32abc
122.58d
0.01c
6 MST
3.95ab
234.82c
0.04b
SB
2.92bc
513.12a
0.12a
1 MSB
4.25a
444.05b
0.14a
2 MSB
3.15bc
503.62ab
0.12a
Panen II
Jumlah cabang
total
2 MSP
8.45c
89.98b
0.00c
4 MSP
17.55ab
313.88a
0.05b
6 MSP
20.30a
350.20a
0.09a
SB
19.53a
364.38a
0.08a
1 MSB
20.62a
370.90a
0.08a
2 MSB
15.63b
344.98a
0.08a
a

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah
berbunga; MSP: minggu setelah panen

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah cabang total paling banyak pada panen
kedua diperoleh pada umur 1 minggu setelah berbunga tetapi tidak berbeda
dengan umur 4 minggu setelah panen, 6 minggu setelah panen dan saat berbunga,

17
jumlah daun paling banyak diperoleh pada umur 1 minggu setelah berbunga tetapi
tidak berbeda dengan umur 4 minggu setelah panen, 6 minggu setelah panen, saat
berbunga dan 2 minggu setelah berbunga, sedangkan indeks luas daun tertinggi
diperoleh pada umur 6 minggu setelah panen dan tidak berbeda dengan umur saat
berbunga, 1 minggu setelah berbunga dan 2 minggu setelah berbunga. Jumlah
cabang total, jumlah daun dan indeks luas daun terendah pada panen kedua
diperoleh pada umur 2 minggu setelah panen. Jumlah cabang total dan jumlah
daun pada umur 1 minggu setelah berbunga pada panen kedua masing-masing
lebih banyak sebesar 1.58 dan 5.91% jika dibandingkan dengan tanaman pada
umur 6 minggu setelah panen, sedangkan indeks luas daun pada umur 1 minggu
setelah berbunga pada panen kedua lebih besar 60% dari pada indeks luas daun
tanaman pada umur 4 minggu setelah panen.

Bobot Basah Daun, Batang, Bunga dan Total
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur panen mempengaruhi bobot
basah daun, batang, bunga dan bobot basah total tanaman kumis kucing (Tabel 5).
Ditinjau dari pengaruh perlakuan terhadap hasil bobot basah, semakin lama umur
panen maka semakin tinggi produksi bobot basah baik daun, batang, bunga dan
bobot basah total.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot basah daun tertinggi diperoleh
pada umur panen 1 minggu setelah berbunga pada panen pertama tetapi tidak
berbeda dengan hasil bobot basah daun pada umur panen 2 minggu setelah
berbunga, sedangkan pada panen kedua umur panen 6 minggu setelah panen
memiliki hasil bobot basah daun yang paling tinggi dan hasil bobot basah daunnya
tidak berbeda dengan hasil pada umur panen saat berbunga, 1 minggu setelah
berbunga dan 2 minggu setelah berbunga. Bobot basah daun terendah diperoleh
pada umur panen 2 minggu setelah tanam dan 2 minggu setelah panen.
Pemanenan yang dilakukan pada umur 1 minggu setelah berbunga dari 1 kali
panen menghasilkan bobot basah daun 4 kali lebih besar dari bobot basah daun
yang dipanen pada umur 6 minggu setelah tanam, sedangkan pada panen kedua
pemanenan yang dilakukan pada umur 6 minggu setelah panen meningkatkan
bobot basah daun 2 kali lebih besar dari bobot basah daun pada umur panen 4
minggu setelah panen.
Bobot basah batang pada panen pertama mengalami peningkatan pada setiap
periode pertumbuhannya, bobot basah batang tertinggi dihasilkan pada umur
panen 2 minggu setelah berbunga tetapi tidak berbeda dengan hasil pada umur
panen 1 minggu setelah berbunga dan terendah pada umur panen 2 minggu setelah
tanam, sedangkan pada panen kedua bobot basah batang tertinggi dihasilkan pada
umur panen 1 minggu setelah berbunga namun tidak berbeda dengan hasil pada
umur panen 6 minggu setelah panen, saat berbunga dan 2 minggu setelah
berbunga, sedangkan terendah dihasilkan pada umur panen 2 minggu setelah
panen (Tabel 5). Bobot basah batang pada umur panen 1 minggu setelah berbunga
pada panen pertama meningkat 8 kali lebih besar dari bobot basah batang pada
umur panen 6 minggu setelah tanam dan pada umur panen 1 minggu setelah
berbunga pada panen kedua meningkat 3 kali lebih besar dari bobot basah batang
pada umur panen 4 minggu setelah panen. Hal ini disebabkan karena semakin

18
lama umur panen maka akan semakin tua umur tanaman dan menyebabkan batang
tanaman semakin keras dan bobotnya semakin berat.
Tabel 5 Rata-rata bobot basah daun, batang, bunga dan total per petak pada panen
pertama dan keduaa
Perlakuan
Bobot basah
Bobot basah
Bobot basah
Bobot basah
Umur Panen
daun (g)
batang (g)
bunga (g)
total (g)
Panen I
2 MST
47.50d
6.80c
0.00c
54.30c
4 MST
221.50cd
74.30c
0.00c
295.80c
6 MST
1027.00c
681.30c
30.00c
1738.30c
SB
3346.80b
3471.80b
281.75b
7100.30b
1 MSB
4260.80a
4557.00ab
389.75a
9207.50a
2 MSB
4060.80ab
5632.30a
418.25a
10111.80a
Panen II
2 MSP
72.80d
20.00d
0.00c
92.80c
4 MSP
1352.80c
969.50c
62.25b
2384.50b
6 MSP
2875.30a
2774.80ab
146.75a
5796.80a
SB
2623.50ab
2648.00b
147.75a
5669.30a
1 MSB
2153.50b
3437.80a
114.50ab
5705.80a
2 MSB
2454.00ab
2564.30b
90.25ab
5133.50a
a

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
DMRT pada taraf 5%; MST: minggu setelah tanam; SB: saat berbunga; MSB: minggu setelah
berbunga; MSP: minggu setelah panen

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada panen pertama bobot basah bunga
tertinggi dihasilkan pada umur panen 2 minggu setelah berbunga namun tidak
berbeda dengan umur panen 1 minggu setelah berbunga dan terendah pada umur
panen 2 minggu setelah tana