Keanekaragaman Kemukus Di Jawa

KEANEKARAGAMAN KEMUKUS DI JAWA

NIKEN KUSUMARINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman
Kemukus di Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016


Niken Kusumarini
NIM G353120171

RINGKASAN
NIKEN KUSUMARINI. Keanekaragaman Kemukus di Jawa. Dibimbing oleh
NUNIK SRI ARIYANTI dan MIEN AHMAD RIFAI.
Kemukus (Piper cubeba L.f.) merupakan tanaman obat dan rempah dari
suku lada-ladaan (Piperaceae). Karakter diagnosis tanaman ini adalah buah yang
bertangkai dan beraroma rempah. Jenis Piper lainnya yang disebut dengan
kemukus semu (Piper caninum Blume) juga memiliki karakter buah bertangkai
dan sering ditemukan di habitat yang sama dengan kemukus tetapi buahnya tak
beraroma. Buah kemukus bernilai tinggi sebagai komoditas ekspor, namun saat ini
pembudidayaannya terbatas pada daerah tertentu di Jawa, serta variasinya belum
dideskripsikan. Karakterisasi kemukus perlu dilakukan dalam rangka menyeleksi
dan mengembangkan kultivar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
variasi kemukus dan kemukus semu di Jawa dan mengelompokkannya
berdasarkan karakter yang diamati.
Spesimen kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari perkebunan skala
kecil dan pekarangan rumah pada enam kabupaten di Jawa Tengah. Karakter
morfologi meliputi struktur vegetatif dan generatif, serta karakter anatomi daun

yang diamati digunakan untuk mendeskripsikan dan mengelompokkan spesimen.
Sebanyak 35 karakter terpilih dianalisis menggunakan koefisien simple matching
pada Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average (UPGMA) untuk
mengelompokkan spesimen kemukus dan kemukus semu.
Kemukus dapat dibedakan dari kemukus semu melalui karakter warna
pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan, daun penumpu cokelat
keunguan hingga cokelat keabu-abuan; tekstur daun menjangat; bentuk daun pada
cabang lateral menjorong, menjorong melanset dan melonjong; tipe perbungaan
menyilinder; braktea kuning, perlekatan duduk, menyirap; indumen gundul; buah
bertangkai lebih panjang, bentuk membulat, berperikarp tebal, indumen gundul,
rasa pedas dan pahit, beraroma rempah; warna buah saat muda hijau atau cokelat
kekuningan, dewasa cokelat atau hijau zaitun, dan saat masak jingga atau jingga
kecokelatan; serta tekstur buah kering keriput.
Anatomi daun kemukus berbeda dari kemukus semu berdasarkan stomata
siklositik, tidak adanya trikom sederhana pada permukaan abaksial daun, dan sel
idioblas dijumpai pada jaringan hipodermis atas dan bawah, serta pada jaringan
bunga karang. Sedangkan karakter anatomi daun kemukus semu meliputi stomata
tetrasitik dan anisositik, ada trikom sederhana pada permukaan abaksial daun, dan
sel idioblas dijumpai pada hipodermis atas dan bawah, tetapi tidak ditemukan
pada jaringan bunga karang, serta tidak ada sel idioblas yang sangat besar.

Spesimen kemukus dibagi menjadi tiga kelompok yang terpisah dengan
kelompok kemukus semu. Kelompok kemukus dapat diidentifikasi berdasarkan
karakter pangkal daun, tepi daun, tekstur kulit buah, dan warna buah. Kelompok I
yang berasal dari Kendal, Magelang, Semarang, dan Purworejo serta Kelompok
III yang berasal dari Semarang sama-sama memiliki karakter buah dewasa
berwarna hijau zaitun sehingga disebut dengan kemukus hijau, sedangkan
Kelompok II berasal dari Purworejo dan memiliki buah dewasa berwarna cokelat
atau jingga kecokelatan sehingga disebut kemukus merah. Kemukus hijau dan
merah diusulkan sebagai dua kultivar lokal kemukus yang berbeda yakni

Kemukus ‘Hijau’ dan Kemukus ‘Merah’. Kemukus ‘Hijau’ dari Kelompok I
diusulkan untuk dikembangkan menjadi kultivar turunan esensial karena memiliki
sifat karakter seleksi yang lebih banyak. Karakter seleksi dan sifat karakternya
yang dapat membantu pengembangan cultivated variety (kultivar) meliputi tipe
cabang lateral (horizontal vs. menggantung), produksi pucuk lateral (banyak
pucuk vs. sedikit pucuk), indeks perbungaan (tinggi vs. rendah), tipe perbuahan
(rapat vs. jarang), jumlah buah per perbuahan (>30 vs. ≤24), warna buah muda
(hijau vs. cokelat kekuningan), dan warna buah dewasa (hijau zaitun vs. cokelat
atau jingga kecokelatan).
Kemukus yang dibudidayakan di Jawa memiliki variasi yang dapat

dikembangkan menjadi kultivar, namun budi daya kemukus saat ini terus-menerus
menurun dan lahan budi daya semakin sempit. Oleh karena itu, perlu upaya
pelestarian keanekaragaman kemukus.
Kata kunci: kemukus, kemukus semu, Piper caninum , Piper cubeba, Piperaceae

SUMMARY
NIKEN KUSUMARINI. Diversity of Cubeb in Java. Supervised by NUNIK SRI
ARIYANTI and MIEN AHMAD RIFAI.
Cubeb (Piper cubeba L.f.) is a medicinal and spice plant from the piper
family (Piperaceae). The stalked fruit and spicy fragrance are the most important
diagnostic character for this plant. However, other species called false cubeb
(Piper caninum Blume) has diagnostic character of stalked fruit also and often
occurs in the same habitat of cubeb but its fruit has no fragrance. The fruits of
cubeb were a high valued export comodity for essential oil, however it is now
cultivated only at limited area in Java; and its varieties have not been described
yet. Characterization of traits is required in the selecting and developing cultivars.
The aims of this research were to describe variation of the cubeb and false cubeb
in Java and to group them based on the observed characters.
The specimens of cubeb and false cubeb were collected from small scale
plantations and home gardens at six districts in Central Java. The morphological

characters of vegetative and generative structure, and the anatomical characters of
leaves were observed for describing and grouping the specimens. Total of 35
selected characters were analized using simple matching coefficient of
Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average (UPGMA) to group the
specimens of cubeb and false cubeb.
The cubebs could be distinguished from the false cubebs based on the
greyish magenta to reddish brown shoots, purplish brown to greyish brown
stipules, coriaceous leave; ellipse, lanceolate-ellipse, and oblongate lamina of
lateral branch leaves; cylidrical inflorescenses; sessile, imbricate, yelow, and
glabrous bracts; the fruits are long stalked, spicy fragrance, globose, and glabrous;
the immature fruits are green or yellowish brown, the mature fruits are brown or
olive green, and the ripe fruits are orange or brownish orange; the pericarps are
thick, spicy, bitter taste, and wringkled when it is dry.
The leaves anatomy of cubebs are different from those of the false cubeb
based on the cyclocytic stomata, the absence of simple trichome on the abaxial
surface, and the idioblast cells which are found in both upper and lower
hypodermal and sponge tissue. On the other hand, the leaves anatomy of false
cubeb has tetracityc and anisocytic stomata, simple trichomes on abaxial surface,
the idioblast cells which are found in upper and lower hypodermal but absent in
the sponge tissue, and has no large idioblast cells.

The specimens of cubeb are divided into three groups that separated from
those of the false cubeb. These groups of cubeb are identified based on the leaf
base, the leaf margin, the texture of fruits, and the colour of fruits. Group I (which
is from Magelang, Semarang, and Purworejo) and Group III (which is from
Semarang) has olive green fruits when mature so that it called green cubeb
(kemukus hijau), while Group II which is from Purworejo and has brown or
brownish orange so that it called red cubeb (kemukus merah). The green cubeb
and the red cubeb were proposed as two different local varieties: the cubeb ‘Hijau’
and the cubeb ‘Merah’.

The green cubeb from Group I is preferable to be developed for cultivar
because it has more characters for selection. The characters and its state characters
that may usefull for developing a cultivated variety (cultivar) are type of lateral
branch (horizontal vs. pendant), lateral shoot production (many shoots vs. less
shoot), inflorescense index (high vs. low), type of infruitescense (dense vs.
sparse), number of fruit per infructescense (>30 vs. ≤24), colour of immature fruit
(green vs. yelowish brown), and colour of mature fruit (olive green vs. brown or
brownish orange).
The cubebs cultivated in Java have morphological variation which is
potentially developed to be cultivated variety, unfortunately there is a declining

trend in the areas where the cubebs are cultivated. Therefore efforts are required
to conserve the diversity of the cubebs.
Keywords: cubeb, false cubeb, Piper caninum, Piper cubeba, Piperaceae

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEANEKARAGAMAN KEMUKUS DI JAWA

NIKEN KUSUMARINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr Rugayah, MSc
Herbarium Bogoriense, Divisi Botani
Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Cibinong Science Center, Cibinong

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah
keanekaragaman, dengan judul Keanekaragaman Kemukus di Jawa.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nunik Sri Ariyanti MSi dan Prof
Mien Ahmad Rifai, PhD selaku pembimbing, serta Dr Rugayah, MSc yang telah
banyak memberi saran. Terima kasih kepada Dr Himmah Rustiami, MSc atas
diskusi yang mencerahkan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para
pengajar di Program Studi Biologi Tumbuhan atas ilmu, pengalaman, bimbingan,
dan nasihat.
Penghargaan penulis sampaikan kepada beberapa warga dan petani yaitu Ibu
Yuli Rahmawati, Bapak Rusmi, dan Bapak Chayat Machrus beserta keluarga di
Kabupaten Magelang; Ibu Sumirah, Sdri Ningrum, dan Bapak Misran beserta
keluarga di Kabupaten Purworejo; Sdri Wariyanti dan Sdri Novita Laelly beserta
keluarga di Kabupaten Kendal; Bapak Edi, Bapak Margono, dan Bapak
Muhammad beserta keluarga di Kabupaten Semarang; Sdri Dyah Ika PWA, Sdr
Aris, dan Bapak Darman beserta keluarga di Kabupaten Jepara; Sdri Verawati
Sanjoyo, Sdri Trie Utami, Sdri Rini Susanti, Sdri Diki Danar TW, dan Sdr Sugeng
Riyanto BU yang telah membantu dalam pengumpulan koleksi dan informasi;
serta Bapak Bachroni yang tergabung dalam Bina Agro Mandiri Jogjakarta yang
telah membantu penulis selama pengumpulan data; Sdr Abdu Robbir RK atas
bantuan literatur. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini melalui Beasiswa
Unggulan 2012. Terima kasih saya sampaikan pula kepada Bapak/Ibu pimpinan

instansi berikut: Herbarium Bogoriense, Kebun Raya Bogor, Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) Bogor, Balai Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BP2TO2T) Karanganyar
atas ijin penelitian. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan
kepada Bapak, Ibu, adik-adik, Pakde dan Bude Sunyowo, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya serta teman-teman Program Magister BOT
angkatan 2012, rekan-rekan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan IPB, dan
keluarga Pondok Malea Atas Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Niken Kusumarini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kemukus
Fenologi Piper
Distribusi dan Budi Daya Kemukus
Manfaat Kemukus
Perdagangan Kemukus

3
3
3
4
4
7

3 METODE
Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen
Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi
Pengamatan Anatomi Daun
Pengelompokan Koleksi

9
9
9
9
10

4 HASIL
Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu
Anatomi Daun Kemukus dan Kemukus Semu
Pengelompokan Koleksi Kemukus dan Kemukus Semu
Deskripsi Kemukus dan Kemukus Semu
Perbandingan Kelompok Infraspesies Kemukus

11
11
25
29
33
37

5 PEMBAHASAN
Perbedaan Kemukus dan Kemukus Semu
Potensi Pemanfaatan Kemukus Semu
Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu
Potensi Pengembangan Kultivar Lokal Kemukus
Karakter Seleksi Kemukus
Konservasi Kemukus

39
39
40
41
43
44
45

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

47
47
47

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN

54

RIWAYAT HIDUP

63

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Lokasi tempat pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu
Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu
Perbandingan anatomi daun kemukus dan kemukus semu
Perbandingan kelompok infraspesies kemukus bersasarkan karakter
generatif dan vegetatif
5 Daftar check list perbandingan kelompok kemukus dengan karakter
seleksi (*sifat penciri produktivitas dan kualitas buah)

9
12
26
37
37

DAFTAR GAMBAR
1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman
diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com) (A),
serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari
(www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com) (D),
dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E)
2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang menggunakan
bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramarindonesia.com)
(A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www.realsimplefood.
wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking.blogspot.co.id) (D),
biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com) (E), dan minuman
(www.tumblr.com; www.lostpastremembered.blogspot.co.id) (F, G)
3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.)
4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www.
legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com;
www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de;
www.johnvarvatos.com) (D, E)
5 Perawakan pada kemukus dan kemukus semu. Tipe cabang terdiri atas
batang memanjat (1), cabang lateral (2), dan cabang menjalar (3).
6 Batang kemukus berindumen gundul (A) sedangkan batang kemukus
semu berindumen gundul (B) dan meroma (anak panah) (C)
7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga cokelat
kemerahan (B). Warna akar panjat: cokelat kemerahan pada kemukus
(C) dan cokelat muda pada kemukus semu (D).
8 Tipe cabang lateral: horizontal (A) dan menggantung (B). Produksi
pucuk lateral: sedikit (C) dan banyak (D).
9 Indumen tangkai daun: gundul (A) dan meroma (B)
10 Indumen permukaan bawah daun: gundul (A) dan meroma (B). Tekstur
daun: menjangat-kusam (C), menjangat-mengkilap (D), dan seperti
kertas-kusam (E).
11 Bentuk helaian daun: membundar telur (A), membundar telur melanset
(B), menjorong melanset (C), menjorong (D), dan melonjong (E).
Gambar dimodifikasi dari IPGRI 1995.

5

5
6

7
14
14

14
15
16

17

17

12 Pangkal daun: menyerong (A), membaji asimetri (B), membundar (C),
menjantung (D) (gambar diambil dari IPGRI 1995), dan membaji
simetri (E) (gambar oleh penulis)
13 Tepi daun: rata (A) dan mengombak (B). Gambar diambil dari IPGRI
(1995).
14 Ujung daun: meruncing (A) dan melancip (B). Gambar oleh penulis.
15 Tipe pertulangan daun: kampilodromus (A) dan akrodromus (B)
(IPGRI 1995). Variasi posisi pangkal anak tulang daun terujung:
berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), berpangkal pada 1/5
panjang helai daun (D), dan berpangkal pada >1/5 panjang helai daun
(E). Nilai diperoleh dari perbandingan jarak anak tulang daun terujung
terhadap pangkal daun (x) dan panjang helai daun (y).
16 Postur longitudinal daun (barisan atas): rata (A), berliuk (B), dan
tergulung balik (C). Postur transversal daun (barisan tengah dan
bawah): rata (D), berujung meruncing ke bawah (E), terlengkung balik
(F), membusur (G).
17 Morfologi daun penumpu pada kemukus (A, C, E) dan kemukus semu
(B, D, F). Batang memanjat (A, B) memiliki daun penumpu yang
memelepah dan luruh saat daun tumbuh dewasa, sedangkan daun
penumpu pada cabang lateral (C, D) menyelaput bumbung dan luruh
setelah kuncup daun membuka (E), terkadang masih terlihat menempel
hingga kuncup daun membuka (F).
18 Bentuk perbungaan: kerucut (A), menyilinder pendek (B), dan
menyilinder panjang (C)
19 Bentuk braktea: membundar telur sungsang (A) dan membundar (B).
Tipe perlekatan dan susunan braktea: duduk-menyirap (C) dan
memerisai-saling bebas (D).
20 Tahap perkembangan braktea kemukus semu (P. caninum Blume) yang
terlihat duduk pada perbungaan muda (A), mulai terlihat memerisai dan
bertangkai pada perbungaan dewasa (B), dan berkanjang pada
perbuahan (C)
21 Indumen braktea: gundul (A) dan berbulu balig (B). Warna braktea:
kuning (C) dan hijau (D).
22 Perbungaan betina kemukus (A, B) memiliki putik bercuping 3, 4, dan
5; perbungaan kemukus semu (C dan D) memiliki putik bercuping 2, 3,
dan 4 serta 2 dan 3
23 Tipe perbuahan: renggang (A) dan rapat (B). Orientasi perbuahan: lurus
(C), bengkok (D). Bentuk buah: membulat telur (E) dan membulat (F).
Pangkal buah: menggasing (G) dan mementol (H). Panjang tangkai
buah: sangat pendek (≤0.18 cm) (I), pendek (0.23-0.5 cm) (J), dan
panjang (>0.5 cm) (K).
24 Perubahan warna selama pematangan dari buah muda-dewasa-masak
pada kemukus (A, B, C, D) dan kemukus semu (E)
25 Tekstur kulit buah segar: mengkilap (A) dan kusam (B). Tekstur kulit
buah kering: keriput (C) dan mulus (D). Indumen buah: gundul (E) dan
berbulu balig (F). Sayatan membujur buah berperikarp tipis ≤0.4 mm
(G) dan tebal ≥0.5 mm (H). X: perikarp. Y: biji. Skala = 1 mm.

17
18
18

18

19

20
20

21

21
22

22

23
24

25

26 Sediaan paradermal daun menunjukkan bentuk dinding antiklinal sel
epidermis adaksial (A, D), abaksial (B, E), dan tipe stomata (C, F) pada
kemukus (A-C) dan kemukus semu (D-F). Perbesaran 400x.
27 Sediaan paradermal daun menunjukkan letak trikom berkelenjar (anak
panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada
kemukus (A, B) serta kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. Trikom
sederhana (anak panah) hanya dijumpai pada epidermis abaksial
kemukus semu (E). Perbesaran 100x.
28 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV memperlihatkan
trikom berkelenjar yang berwarna cokelat (anak panah) pada
permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B)
dan kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x.
29 Sayatan melintang daun menunjukkan susunan jaringan daun kemukus
(A) dan kemukus semu (B) yang terdiri dari kutikula (1), epidermis
abaksial (2), hipodermis atas (3), tiang (4), bunga karang (5),
hipodermis bawah (6), dan epidermis adaksial (7). Daun kemukus lebih
tebal daripada kemukus semu, begitu pula jaringan tiang dan bunga
karangnya. Perbesaran 100x.
30 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV yang
menunjukkan sel minyak berwarna cokelat (anak panah) pada kemukus
(A, B) dan kemukus semu (C, D) dijumpai pada hipodermis atas dan
bawah. Sel idioblas yang berukuran sangat besar dijumpai pada
kemukus (E), tidak dijumpai pada kemukus semu (F). Perbesaran 400x.
31 Sayatan melintang daun kemukus (A) dengan pewarnaan sudan IV
menunjukkan sel idioblas (anak panah) terletak pada jaringan bunga
karang daun kemukus, akan tetapi tidak dijumpai pada jaringan bunga
karang daun kemukus semu (B). Perbesaran 400x.
32 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan safranin yang menunjukkan
penebalan dinding sel hipodermis bawah menjadi sel sklereid (anak
panah) pada kemukus (A), yang tidak dijumpai pada kemukus semu (B).
Perbesaran 400x.
33 Fenogram dari 34 nomor koleksi kemukus (A) dan lima nomor koleksi
kemukus semu (B) berdasarkan 35 karakter morfologi yang
menghasilkan enam kelompok kemukus. Koleksi K: Kendal; M:
Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara.
34 Plot tiga dimensi hasil analisis komponen utama (PCA) yang
memproyeksikan koleksi terhadap tiga komponen: PC I 47.95%, PC II
11.66%, dan PC III 8.11%. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se:
Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara.
35 Plot bivariate menunjukkan hubungan antara 34 nomor koleksi
kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) yang
disimbolkan dengan
, terhadap 35 karakter morfologi yang
disimbolkan dengan
. PC I 47.95% dan PC II sebesar 11.66%.
36 Piper cubeba L.f.: perawakan (A), perbungaan (B), perbungaan tampak
dekat menunjukkan braktea yang gundul dan duduk (C), perbuahan
dewasa (D), awetan basah perbungaan menunjukkan kepala putik yang
bercuping 3–5 (E), buah kering bertangkai panjang (F), sayatan
membujur buah menunjukkan perikarp yang tebal (G), sayatan

26

27

27

28

28

29

29

30

31

32

melintang daun memperlihatkan daun yang tebal (H), pembentukan sel
sklereid pada jaringan hipodermis bawah disebabkan adanya penebalan
dinding sel (I).
37 Piper caninum Blume: perawakan (A), perbungaan muda (B), spesimen
kering perbungaan yang memperlihatkan braktea berbulu dan
memerisai (C), perbuahan masak dengan tipe perbuahan rapat (D),
spesimen basah perbuahan muda menunjukkan kepala putik yang
bercuping 3–4 (E), buah kering bertangkai sangat pendek (F), sayatan
membujur buah yang menunjukkan perikarp yang tipis (G), sayatan
melintang daun memperlihatkan daun yang tipis (H), dinding sel pada
jaringan hipodermis bawah tidak mengalami penebalan (I).

34

36

DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan
dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan
karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat karakter
menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif.
2 Karakter morfologi yang diamati dan dipilih untuk analisis kelompok
NTSYS. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor P.
nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**).
3 Daftar spesimen kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (Piper
caninum Blume) yang dikoleksi dari berbagai lokasi budi daya
4 Eigenvalue dari analisis komponen utama

55

58
60
62

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemukus (Piper cubeba L.f., Piperaceae) adalah tumbuhan bertahunan,
berkayu, memanjat, berbatang gilig yang menebal dan berakar di bagian ruasnya.
Kemukus berkerabat dekat dengan lada (Piper nigrum L.). Buah bertangkai
merupakan karakter utama kemukus (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963)
yang tidak dimiliki oleh lada. Karakter khusus lainnya adalah keberadaan kubebin
yang dapat diekstrak dari daun dan buahnya (Kim et al. 2011). Kemukus termasuk
tanaman obat dan rempah serta komoditas pertanian penghasil minyak atsiri.
Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia yang tersebar di Pulau Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan bagian selatan (Felter dan Lloyd 1898). Kemukus
kemudian menyebar dan ditanam di Singapura, Semenanjung Malaya (Utami dan
Jansen 1999), Sri Lanka, dan India (Elfami et al. 2002).
Pada tahun 1918-1925 (masa penjajahan Belanda), Indonesia adalah
negara pengekspor komoditas kemukus terbesar dengan target ekspor Malaysia,
Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa
lainnya. Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Kalimantan Tengah
adalah daerah utama penghasil kemukus pada saat itu (Burkill 1935). Produksi
kemukus dewasa ini makin mengalami penurunan sehingga berdampak pada
ekspor. Negara target ekspor di akhir abad ke-20 terbatas pada Singapura dan
India (Utami dan Jansen 1999), bahkan berdasarkan hasil survei Dinas Industri
dan Perdagangan Jawa Tengah, pada tahun 1997 ekspor kemukus hanya tertuju ke
India (Susanti 2007).
Budi daya kemukus saat ini hanya ditemukan di Jawa Tengah yang
meliputi beberapa kabupaten yaitu Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo,
Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Berdasarkan hasil
survei tim Balittro tentang obat herbal Indonesia di tahun 2003, kemukus ditanam
di perkebunan skala sempit. Kemukus juga dijadikan sebagai tanaman pengisi
lahan kosong di kebun kopi atau ditanam di pekarangan rumah dengan total luas
areal perkebunan hanya sekitar 517 ha (Deptan 2003).
Beberapa kendala dalam budi daya menyebabkan petani kurang berminat
menanam kemukus. Rendahnya harga jual kemukus menyebakan petani lebih
memilih menanam komoditas lain seperti cengkih di Kabupaten Magelang yang
harganya dua kali lipat lebih tinggi. Sementara masyarakat di Kabupaten Kendal
lebih memilih menanam komoditas kayu seperti sengon dibandingkan kemukus
sehingga penanaman komoditas kayu mempersempit lahan kemukus. Budi daya
kemukus masih menggunakan metode stek batang konvensional dan memakan
waktu hingga ±4 bulan sebelum siap tanam (Deptan 2001). Serangan penyakit
busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici
(Wahyuno 2010) pada kemukus dapat langsung mematikan tanaman dewasa
produktif dalam waktu singkat.
Selain kemukus, beberapa petani juga menanam Piper caninum Blume
yang berbuah mirip kemukus sehingga disebut kemukus semu. Penanaman
kemukus semu di beberapa daerah dikhawatirkan dapat menimbulkan
permasalahan dalam mengenali jenis kemukus secara tepat yang dapat

2
memengaruhi mutu kemukus dalam perdagangan. Hal ini dikarenakan beberapa
petani belum bisa membedakannya dengan kemukus yang sebenarnya.
Tantangan budi daya kemukus semakin banyak, tetapi petani belum
melakukan seleksi dalam budi daya kemukus. Pemerintah pun belum
mengeluarkan kultivar unggul. Beberapa kultivar lokal kemukus pernah ditanam
di Jawa Barat, yaitu ‘Rinu katuncur’, ‘Rinu cengke’, ‘Rinu badak’, ‘Rinu
carulang’, ‘Rinu pedes’, dan ‘Rinu tembaga’ (Heyne 1951), namun nama-nama
kultivar lokal tersebut diduga merupakan jenis-jenis yang berbeda dan bukan
merupakan kultivar kemukus. Saat ini kemukus kurang dikenal oleh masyarakat
bahkan di Jawa Tengah sebagai daerah pusat penghasil kemukus. Kemukus hanya
dikenal di kalangan petani tanaman obat herbal dan kalangan peneliti.
Kemukus hanya ditanam di daerah dengan ketinggian tertentu (±700 mdpl)
di Jawa Tengah. Koleksi hidup tanaman kemukus di Balittro Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah hanya ditemukan satu individu. Koleksi hidup
tanaman kemukus di Balittro Kota Bogor, dan Kebun Raya Bogor, Jawa Barat,
sudah tidak lagi ditemukan dikarenakan terserang penyakit. Kondisi kemukus di
lapangan seperti ini memerlukan upaya konservasi yang diawali dari konservasi
in-situ (on-farm conservation) yang melibatkan petani kemukus dan dilanjutkan
dengan konservasi ex-situ di kebun-kebun koleksi.
Karakterisasi tanaman pertanian diperlukan untuk menetapkan standar
kualitas dan nilai dari suatu tanaman dalam perdagangan. Karakterisasi morfologi
merupakan langkah awal untuk mengetahui keanekaragaman genetik dari segi
fenotipe suatu tanaman. Karakterisasi bermanfaat untuk mendeskripsikan karakter
plasma nutfah yang diturunkan dari generasi ke generasi. Karakterisasi mencakup
rekaman dan kompilasi data tentang karakter-karakter penting pembeda aksesi
dalam jenis yang dapat mempermudah dalam membedakan antar fenotipe dan
digunakan untuk mengelompokkan aksesi serta mengembangkan koleksi inti.
Data tersebut juga digunakan dalam pemilihan plasma nutfah untuk program
pemuliaan (Biodiversity International 2007).
Variasi kemukus yang ditanam masyarakat belum dideskripsikan dan
didokumentasi dengan baik. Kemukus sebagai komoditas tanaman obat penghasil
minyak atsiri yang cukup strategis belum dikarakterisasi ciri morfologinya dalam
bentuk deskriptor.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, dilakukanlah penelitian ini
dengan tujuan (1) mendeskripsikan variasi morfologi kemukus dan kemukus semu
di Jawa dan (2) mengelompokkannya berdasarkan karakter morfologi yang dapat
membantu proses seleksi dalam mengembangkan kultivar.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kemukus
Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Nama kemukus berasal dari
bahasa Jawa lintang kemukus, yang berarti bintang berekor atau komet. Kemukus
disebut juga dengan rinu (Sunda), dan pamukusu (Sulawesi) (Utami dan Jansen
1999). Kemukus memiliki nama botani Piper cubeba L.f. Masyarakat manca
negara mengenalnya dengan nama cubeb, tailed pepper (Utami dan Jansen 1999,
Lim 2012), cubeb pepper, false pepper, java pepper, javanese peppercorn (Lim
2012). Berdasarkan klasifikasi fenetik, kemukus merupakan marga Piper, suku
Piperaceae, dan ordo Piperales, sedangkan menurut analisis hubungan
kekerabatan (Angiosperm Phylogeny Group III), kemukus termasuk dalam
kelompok Magnoliid (Chase 2009).
Kemukus pertama kali dikenal dalam perdagangan dengan istilah kubaba
oleh bangsa Arab (Gledhill 2008) yang berdasarkan penelusuran kamus elektronik
(almaany.com), memiliki arti bola. Nama daerah ini menjadi dasar penentuan
nama botani oleh Linnaeus filius yang mendeskripsikan Piper cubeba L.f. pertama
kali (Linneaus 1782). Vahl (1804) menulis buku mengenai Piper cubeba L.f. akan
tetapi jenis yang dideskripsikannya bukan kemukus sehingga dikenal dengan
nama Piper cubeba Vahl. Jenis ini oleh Miquel (1859) dinyatakan sebagai
sinonim dari Piper caninum Blume. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bojer
(1837) dalam tulisannya tentang Piper cubeba L.f. yang jenisnya tidak tepat,
sehingga dikenal dengan Piper cubeba Bojer. Jenis ini bersinonim dengan Piper
borbonense C.DC. (Candolle 1869; www. catalogueoflife.org). Adanya beberapa
kerancuan dan kekeliruan dalam mengidentifikasi kemukus diduga karena adanya
kemiripan karakter morfologi buah. Masyarakat menyebut kemukus dan beberapa
jenis lain yang berbuah membulat sebagai cubeb fruit. Pada tahun 1838,
Rafinesque mempublikasikan kemukus dengan nama Cubeba officinalis Raf.
(Rafinesque 1838) yang membedakan kemukus dari cubeb fruit lainnya karena
memiliki makna cubeb yang digunakan sebagai obat. Nama ini ditetapkan sebagai
sinonim dari Piper cubeba L.f. (Miquel 1859).
Fenologi Piper
Piper merupakan tanaman diesis yang memiliki alat perkembangbiakan
jantan dan betina pada individu terpisah (Greig 2004). Bunga-bunga kecil yang
sangat banyak dan tanpa perhiasan bunga tersusun dalam perbungaan berupa bulir
(Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963). Perkembangan struktur reproduksi
tersebut merupakan mekanisme pertahanan terhadap lingkungan. Piper
beradaptasi dengan cara menghasilkan bunga dan buah dalam jumlah sangat
banyak tanpa harus kehilangan energi pada saat meluruhkan perhiasan bunga
(Semple 1974).
Pembentukan bakal buah pada Piper terjadi dengan penyerbukan maupun
apomiksis. Penelitian fenologi pada lada menunjukkan bahwa bakal buah lada
budi daya tidak dapat dibentuk secara apomiksis. Pembentukan bakal buah secara

4
apomiksis biasa terjadi pada lada liar (Chen 2013). Namun demikian, proses
pembuahan pada kemukus belum diteliti sehingga keberadaan apomiksis belum
dapat dipastikan.
Distribusi dan Budi Daya Kemukus
Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Kemukus dilaporkan
pertama kali oleh geografiwan dan sejarawan Arab, Masudi pada abad ke-10 yang
menyatakan adanya kemukus di Jawa (Masudi dalam Lloyd 1911). Selain itu,
kemukus pernah dijumpai pula di Sumatera dan Kalimantan bagian selatan (Felter
dan Lloyd 1898). Berdasarkan penelusuran data spesimen herbarium Smith
(www.linnean-online.org), kemukus pernah dilaporkan ditanam di Afrika Barat
pada abad ke-18. Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam di Cina, Nepal
(Bridgman dan Williams 1833), dan Thailand (Hill 1952). Dalam dua puluh tahun
terakhir, kemukus ditanam di beberapa negara meliputi Singapura, Semenanjung
Malaya (Utami dan Jansen 1999), Sri Lanka, India (Elfami et al. 2002), Sierra
Leone, Kongo (Katzer 1998), serta Madagaskar (www.ville-ge.ch.).
Budi daya kemukus di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir dilakukan
di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo,
Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Kemukus pernah
dilaporkan dalam penelitian etnobotani di Kabupaten Lebak, Banten (Aristiani
2014). Kemukus pernah dilaporkan ditanam di Jawa Timur meliputi Kabupaten
Ponorogo (Gempol 1991), Pamekasan (Zaman 2009), Sumenep (Zaman et al.
2013), dan Banyuwangi (Yuliani 2014). Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam
di Yogyakarta (Purnomo dan Asmarayani 2004).
Kemukus mampu hidup pada ketinggian 0 sampai 700 mdpl. Kemukus
pernah dilaporkan banyak dijumpai di kawasan hutan bakau di pantai utara Jawa
(Heyne 1951). Kemukus juga ditanam di perkebunan kecil dan ditanam bersamasama dengan tanaman kopi oleh pekebun dari Eropa pada masa lampau (Royal
Botanic Gardens Kew 1887). Hingga saat ini, mayoritas lahan budi daya kemukus
merupakan lahan tumpangsari kemukus dengan kopi di ketinggian lebih dari 500
mdpl.
Manfaat Kemukus
Kemukus digunakan secara luas sebagai bumbu masakan di Indonesia,
maupun di negara lainnya (Lim 2012) (Gambar 1 dan 2). Sekitar abad ke-14,
kemukus digunakan untuk membumbui daging, saus, dan sup oleh sebagian besar
masyarakat Eropa. Kemukus sering dicampur dengan gula dan dikunyah untuk
dihisap aromanya. Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai pemberi aroma dan
rasa pedas pada masakan kari/gulai di Indonesia dan aneka masakan di Asia
Tenggara serta Asia Selatan. Kemukus digunakan sebagai bahan tambahan pada
pembuatan cuka ocet kubebowy di Polandia. Masyarakat di Afrika Barat
menggunakan kemukus dalam bentuk serbuk dalam makanan mereka. Kemukus
termasuk salah satu bahan pembuatan raz el honout, yaitu campuran daun dan
rempah di Afrika Utara yang digunakan untuk memasak daging atau nasi.

5

A
C
B
D
E
Gambar 1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman
diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com)
(A), serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari
(www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com)
(D), dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E)

A

B

C

D

E
F
G
Gambar 2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang
menggunakan bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramar
indonesia.com) (A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www.
realsimplefood.wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking.
blogspot.co.id) (D), biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com)
(E), dan minuman (www.tumblr.com; www.lostpastremembered.
blogspot.co.id) (F, G)
Kemukus juga dikenal sebagai bahan campuran dalam pembuatan ramuan
pewarna kain tradisional oleh suku Jawa serta masyarakat Bandung dan Kerawang
sebagai sumber warna merah kecokelatan (Subagiyo 2008). Bahan aktif pewarna
pada kemukus belum diketahui, sementara lada yang lebih umum dikenal sebagai
pewarna alami sebelumnya, diketahui mengandung bahan aktif piperitol,
piperbetol, eugenol, dan piperol (Sutradhar et al. 2015). Selain sebagai pewarna
kain, bentuk buah kemukus menjadi inspirasi pembatik tradisional untuk
menciptakan motif isen-isen batik kemukus (Susanti 2014) (Gambar 3).
Kemukus dimanfaatkan secara turun-temurun sebagai obat tradisional
untuk meredakan demam (pupuh) dan sebagai gurah mata (wuwuh) (komunikasi
pribadi dengan warga Kab. Magelang, Jawa Tengah). Kemukus merupakan salah
satu bahan campuran boreh (lulur tradisional) untuk perawatan wanita saat hamil,
pasca melahirkan, dan saat menyusui (Shanti 2014). Kemukus juga dicampurkan
dalam ramuan jamu subur kandungan, jamu bengkes setelah melahirkan, jamu

6
lancar ASI (Shanti 2014; Zaman 2009). Jamu lain yang menggunakan kemukus
sebagai campurannya yaitu jamu tolak angin, jamu pengobatan gangguan
pencernaan, jamu asam urat, jamu penambah stamina, dan jamu sehat
lelaki/afrodisiaka (Zaman 2009; Zaman et al. 2013). Pada tahun 1880–1890,
kemukus digunakan secara besar-besaran sebagai bahan pembuatan rokok asma di
Amerika Serikat (Heyne 1951).

Gambar 3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.)
Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai bahan baku industri obat herbal
untuk mengobati batuk dan asma karena memiliki aktivitas trakeoplasmolitik
(Wahyono et al. 2003). Selain dapat menstimulasi lapisan mukosa bronkus untuk
mengatasi bronkitis dan batuk, bahan aktif kemukus juga bekerja pada mukosa
urogenitalia sebagai diuretik dan mengobati gonore (Utami dan Jansen 1999).
Kemukus mengandung komponen aktif sikloheksana teroksigenasi (Taneja et al.
1991) yang telah digunakan dan dipatenkan dalam formula anti kanker (Kreuter et
al. 2013).
Selain memiliki aktivitas trakeoplasmolitik, beberapa penelitian mengenai
kandungan senyawa metabolit sekunder kemukus menunjukkan aktivitas
antiinflamasi (Choi dan Hwang 2005), antimikrob (Singh et al. 2007; 2008),
antivirus (Hussein et al. 2000), tripanosidal (de Souza et al. 2005), antileismania
(Bodiwala et al. 2007), antiparasit (Magalhães et al. 2011), antiulcer (Parvez et al.
2010), inhibisi sitokrom P450 (Usia et al. 2005a; 2005b), genotoksisitas
(Junqueira et al. 2007), antioksidan, hepatoprotektif dan analgesik (Pahpute et al.
2012), serta aktivitas moluskisidal (Pandey dan Singh 2009).
Hasil penyulingan berupa minyak atsiri dari buah kemukus yang dikenal
sebagai minyak kubeba dan mengandung bahan aktif kubebol digunakan sebagai
bahan baku industri minyak telon di Indonesia. Minyak kubeba juga digunakan
sebagai komponen perasa produk minuman beralkohol dan non-alkohol, es krim,
permen, selai, rokok, pasta gigi, dan parfum (Utami dan Jansen 1999; Velazco dan
Wuensche 2001; Lim 2012) (Gambar 4).
Pemanfaatan tanaman kemukus di bidang pertanian adalah sebagai batang
bawah pada penyambungan tanaman lada (P. nigrum L.) (Trisilawati et al. 2005)
dikarenakan kemukus memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi terhadap
serangan cendawan. Kemukus jantan digunakan sebagai tetua yang disilangkan
dengan tetua betina lada untuk mendapatkan kultivar lada yang lebih tahan
terhadap serangan cendawan (Wahyuno et al. 2010).

7

A
B
C
D
E
Gambar 4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www.
legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com;
www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de;
www.johnvarvatos.com) (D, E)
Perdagangan Kemukus
Kemukus merupakan salah satu rempah pertama yang diperdagangkan
secara lokal pada abad ke-7 di Indonesia (Burkill 1935) maupun internasional
menuju Cina, hingga sampai ke Arab melalui jalur sutra. Kemukus
diperjualbelikan oleh bangsa Arab dan diperkenalkan kepada masyarakat Eropa,
khususnya Yunani dan Italia yang memanfaatkannya sebagai bumbu masakan
pada abad ke-13 (Weiss 2002). Sebagian penulis menyebutkan bahwa kemukus
bahkan telah sampai di Eropa sejak abad ke-11 (Africanus dalam Lloyd 1911).
Pada akhir abad ke-17, kemukus menjadi sangat mahal dan sulit dijumpai di
pasaran. Kemukus mulai banyak dijumpai lagi di pasaran Eropa dan lebih dikenal
sebagai tanaman obat pada abad ke-19 (Weiss 2002). Pada awal abad ke-20
(1918–1925) yang bertepatan dengan masa penjajahan Belanda, Indonesia adalah
negara pengekspor kemukus terbesar di dunia dengan tujuan Malaysia, Singapura,
Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa lainnya
(Burkill 1935).
Perdagangan kemukus makin mengalami kemunduran. Kegiatan ekspor
menuju Eropa dan Amerika pada akhirnya terhenti pada tahun 1940, dan hanya
terbatas pada negara-negara tetangga di Asia Tenggara (Weiss 2002). Ekspor
kemukus yang bertujuan ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa pada
tahun 1925 sebesar 270 ton, pada tahun 1940 menurun menjadi 135 ton. Ekspor
kemukus pada akhir abad ke-20 hanya terbatas ke negara Singapura dan India
(Utami dan Jansen 1999). Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Jawa Tengah, ekspor kemukus ke India pada tahun 1997 sebanyak
33.93 ton (Susanti 2007).
Peningkatan harga pada abad ke-20 pernah menyebabkan adanya
pemalsuan buah kemukus (cubeb fruit) dengan buah Piperaceae jenis lain yang
disebabkan karena pedagang ingin memperoleh keuntungan lebih (Heyne 1951).
Heyne mengumpulkan catatan mengenai kemukus asli dan semu di Jawa Barat.
Kemukus asli dikenal dengan nama kultivar lokal ‘Rinu katuncar’ dan ‘Rinu
cengke’, sedangkan kemukus semu meliputi ‘Rinu pedes, ‘Rinu carulang’, ‘Rinu
badak’, dan ‘Rinu temaga’. Nama-nama kultivar lokal yang diperoleh tersebut di
atas sampai saat ini belum diketahui identitasnya secara pasti. Piper retrofractum
Vahl adalah salah satu jenis kemukus semu yang dikenali oleh warga sebagai
‘Rinu pedes’ (komunikasi pribadi dengan warga Jawa Barat). Jenis ini

8
menghasilkan perbuahan dengan bakal buah yang saling berlekatan, berbeda
sekali dengan kemukus yang bakal buahnya saling bebas. Hal ini menguatkan
dugaan penulis bahwa rinu bukan hanya sebutan untuk kemukus, melainkan
merupakan nama daerah dari kelompok tumbuhan sirih-sirihan.
Selain menggunakan nama-nama kultivar lokal di atas, pencampuran
kemukus juga dilakukan dengan jenis Piper lowong Blume dari Jawa yang oleh
Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) disebut juga P. caninum Blume
(Felter dan Lloyd 1898). Dilaporkan pula bahwa kemukus pernah dicampur
dengan Piper crassipes Khorth. ex C.DC. dari Sumatera (Utami dan Jansen 1999;
Royal Botanic Gardens Kew 1887). Akan tetapi P. crassipes Khorth. ex C.DC
diduga bukan termasuk jenis pemalsu kemukus, karena berdasarkan penelusuran
database herbarium Kew nomor K000575314 (http://specimens.kew.org/
herbarium), jenis ini diduga merupakan kemukus asli P. cubeba L.f.
Piper caninum Blume yang tersebar luas di kawasan Malesia digunakan
pula oleh pedagang di luar negeri sebagai bahan pencampur kemukus (Utami dan
Jansen 1999; Royal Botanic Gardens Kew 1887). Pedagang kemukus juga
menggunakan jenis-jenis endemik di negara mereka sebagai bahan campuran,
meliputi Piper guineense Scumach & Thonn. (bersinonim dengan Piper clusii
(Miq.) C.DC.) serta Piper borbonense C.DC. (Royal Botanic Gardens Kew 1887)
yang merupakan Piper endemik Afrika Barat. Jenis lainnya yakni Piper
marginatum Jacq., Piper ribesioides Wall. (Felter dan Lloyd 1898), Piper
mollissimum Blume, Piper baccatum Blume, dan Piper nigrum L. (Utami dan
Jansen 1999). Bahkan pencampuran dilakukan pula menggunakan suku lain yang
memiliki buah mirip kemukus yaitu Bridelia tomentosa Blume (Euphorbiaceae),
Lindera spp. (Lauraceae), Litsea cubeba (Laur.) Pers. (Lauraceae), Pericampylus
glaucus (Lam.) Merr. (Menispermaceae), Rhamnus spp. (Rhamnaceae), Xylopia
frutescens Aubl. (Annonaceae), serta Zanthoxylum rhetsa DC. (Rutaceae) (Utami
dan Jansen 1999).
Dijumpainya kemukus semu (P. caninum Blume) yang diperdagangkan
oleh masyarakat lokal Indonesia saat ini sebagai kemukus, disebabkan oleh
kesalahan identifikasi. Berbeda halnya dengan pemalsuan kemukus pada masa
lampau yang bertujuan untuk memenuhi target penjualan dan meraih keuntungan
lebih (Heyne 1951), saat ini perdagangan kemukus semu sebagai bahan baku jamu
tradisional disebabkan oleh ketidaksengajaan. Namun demikian, hal ini tidak
menutup kemungkinan adanya pemalsuan komoditas kemukus yang dilakukan
dengan sengaja. Masyarakat lokal Indonesia tidak mempermasalahkan
penggunaan bahan yang mirip dalam pembuatan jamu tradisional jika bahan
utama sulit didapatkan. Untuk menghindari pemalsuan bahan obat-obatan dan
menjamin keamanan produk, para pelaku perdagangan nasional dan internasional
saat ini menuntut adanya standardisasi produk bahan alam (Casazza et al. 2011).
Identifikasi jenis tumbuhan yang digunakan untuk pangan dan obat-obatan harus
dilakukan secara tepat sebelum dikonversikan menjadi produk yang siap
dikonsumsi untuk memastikan keaslian, kualitas, keamanan, dan khasiat dari
suatu bahan mentah (Drasar dan Moravcova 2004).

9

METODE
Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen
Keanekaragaman kemukus dan kemukus semu dieksplorasi dari enam
lokasi pusat budi daya kemukus di Jawa, yaitu Kabupaten Semarang, Jepara,
Kendal, Magelang, Purworejo, dan Kota Salatiga. Pengambilan spesimen
dilaksanakan pada saat tanaman berbunga dan berbuah pada bulan-bulan tertentu
(Tabel 1). Spesimen dikoleksi dari tanaman budi daya maupun tumbuhan liar
yang tumbuh di pekarangan rumah dan perkebunan skala kecil. Pembuatan
herbarium mengikuti metode Rugayah et al. (2004). Masing-masing individu
dikoleksi dan dibuat spesimennya sebanyak 3 hingga 5 duplikat. Spesimen
herbarium disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) dan Herbarium Laboratorium
Sistematika Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Tabel 1 Waktu dan lokasi pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu
Waktu
Kabupaten/
Pengambilan
Kota
Spesimen
April 2014
Semarang
April 2014

Banyubiru
Suruh

Legundi
Kebowan

April 2014
Jepara
Agustus 2013 Kendal
Juli 2013
Magelang

Keling
Singorojo
Kajoran

Tempur
Kalipuru
Wuwuharjo
Kajoran

Juli 2014

Purworejo

Loano

Sedayu

April 2014

Salatiga

Sidorejo

Ngaliyan

Kecamatan

Desa

Tipe Habitat
Kebun
Kebun, pekarangan
rumah
Pekarangan rumah
Kebun
Kebun, pekarangan
rumah
Kebun
Kebun, pekarangan
rumah
Kebun

Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi
Deskripsi disusun berdasarkan pengamatan pada spesimen terhadap 27
karakter yang diadaptasi dari deskriptor lada (IPGRI 1995) dengan beberapa
modifikasi pada pemecahan karakter dan sifat karakter sehingga menjadi 40
karakter. Modifikasi karakter meliputi warna pucuk, tipe cabang lateral, jumlah
ruas cabang lateral, tekstur daun, indumen daun, bentuk helai daun, pangkal daun,
pertulangan daun, aroma perbungaan, jumlah perbungaan tiap cabang lateral
(indeks perbungaan), perlekatan braktea, warna buah, dan tekstur permukaan kulit
buah kering. Selain itu diamati 40 karakter morfologi baru sehingga jumlah
keseluruhan karakter sebanyak 80 karakter (Lampiran 1). Standardisasi karakter
warna mengikuti Kornerup dan Wanscher (1981). Penentuan bentuk helai daun
berdasarkan perbandingan ukuran panjang dan lebar daun pada daun dewasa
mengikuti Vogel (1987). Ketebalan perikarp diukur dengan rumus (Dbh-Dbj)/2.

10
Dbh adalah diameter buah basah dan Dbj adalah diameter biji basah. Istilah-istilah
botani yang digunakan dalam karakterisasi mengikuti Glosarium Biologi
(Depdikbud 1993).
Pengamatan Anatomi Daun
Spesimen segar berupa daun dewasa dari cabang lateral kemukus dan
kemukus semu dikoleksi untuk keperluan pengamatan karakter anatomi sediaan
paradermal dan sayatan melintang daun. Pembuatan preparat sayatan melintang
daun menggunakan metode mikrotom beku dengan pewarnaan safranin dan sudan
IV. Pengamatan dilakukan pada tiga spesimen acak dari kemukus dan kemukus
semu, sebanyak tiga kali ulangan.
Pengelompokan Koleksi
Pengelompokan koleksi kemukus dan kemukus semu hanya dianalisis
berdasarkan karakter terpilih dari keseluruhan karakter morfologi. Karakter yang
tidak memiliki variasi dan karakter kuantitatif yang bersifat kontinyu tidak
digunakan dalam karakterisasi. Karakter yang berkorelasi dipilih salah satu yang
memudahkan dalam pengamatan dan penggunaan. Karakter morfologi terpilih
dikonversi ke dalam skor dan disusun dalam deskriptor (Lampiran 2). Karakter
kuantitatif yang memerlukan pengukuran, dikategorisasi, dan diskor.
Pengelompokan koleksi kemukus menggunakan analisis kelompok dan analisis
komponen utama yang terdapat dalam aplikasi NTSYS (Numerical Taxonomy and
Multivariate Analysis System) versi 2.02 (Rolf 1998). Sebanyak 39 spesimen
(Lampiran 3) yang telah dikarakterisasi kemudian disusun dalam matriks unit
takson (operational taxonomy unit) x karakter yaitu 39 x 35. Spesimen
dikelompokkan berdasarkan kemiripan karakternya yang dianalisis menggunakan
koefisien SM (simple matching). Analisis kelompok menggunakan metode
UPGMA (Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average). Analisis
komponen utama PCA (Principal Component Analysis) menggunakan prosedur
DCENTER (double center), dengan cara menentukan nilai prosentase komponen
utama dengan EIGEN (eigenvectors), kemudian ditampilkan dalam MXPLOT
(matrix plot) berupa plot tiga dimensi. Pemilihan karakter kemukus untuk
memudahkan pengelompokan dan identifikasi kelompok dilakukan dengan
analisis komponen utama yang tersaji dalam plot bivariate, yakni dengan cara
menggabungkan analisis komponen utama terhadap nomor koleksi dan analisis
komponen utama terhadap karakter. Kemukus semu digunakan sebagai kelompok
pembanding.

11

HASIL
Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu
Berdasarkan eksplorasi yang dilakukan di enam lokasi budi daya,
diperoleh 39 nomor koleksi kemukus dan kemukus semu (Lampiran 3). Kemukus
(P. cubeba L.f.) yang diperoleh sebanyak 34 nomor koleksi, sedangkan kemukus
semu (P. caninum Blume) sebanyak 5 nomor koleksi.
Sebagian besar kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari lahan budi
daya, kebun, dan pekarangan rumah petani dalam kondisi dibudi daya, hanya
koleksi dari Salatiga yang merupakan tumbuhan liar. Kemukus semu yang
dikoleksi dari pekarangan rumah warga di Jepara merupakan hasil
perkembangbiakan secara vegetatif dengan metode stek batang dari tanaman yang
tumbuh liar di hutan Gunung Muria.
Tanaman kemukus dan kemukus semu yang dikoleksi dikarakterisasi dan
diamati variasinya berdasarkan deskriptor yang telah disusun. Variasi morfologi
ditemukan pada organ batang memanjat, cabang lateral, akar panjat, daun pada
batang memanjat, daun pada cabang lateral, perbungaan, bunga, perbuahan dan
buah. Tabel perbandingan karakter morfologi kemukus dan kemukus semu yang
disusun (Tabel 2) bertujuan untuk memudahkan identifikasi karakter diagnostik
kedua jenis Piper tersebut.
Perawakan
Perawakan kemukus terdiri atas batang memanjat, cabang lateral, dan
cabang menjalar (Gambar 5) yang masing-masing memiliki karakter dan fungsi
berbeda. Batang memanjat tumbuh tegak mengeluarkan akar adventif untuk
memanjat tanaman inang atau para-para. Batang memanjat tidak menghasilkan
perbungaan. Cabang lateral biasanya tidak mengeluarkan akar adventif, akan
tetapi menghasilkan p