Keanekaragaman Lumut di Taman Nasional Gunung Merbabu Jawa Tengah

KEANEKARAGAMAN LUMUT DI TAMAN NASIONAL
GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH

SAIFUL BACHRI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
SAIFUL BACHRI, Keanekaragaman Lumut di Taman Nasional Gunung Merbabu Jawa
Tengah. Dibimbing oleh NUNIK SRI ARIYANTI dan NINA RATNA DJUITA.
Indonesia memiliki kawasan hutan hujan tropis yang luas, tidak kurang dari 138 juta ha. Hutan
hujan tropis merupakan tempat paling banyak ditemukannya jenis lumut dibandingkan dengan
ekosistem utama lain yang ada di dunia. Keanekaragaman dan kelimpahan lumut bervariasi
bergantung pada ketinggian tempat. Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman taksa
lumut di Gunung Merbabu dan persebarannya berdasarkan ketinggian tempat dan tipe substrat.
Pengambilan sampel lumut di Taman Nasional Gunung Merbabu dilakukan di sepanjang jalur
pendakian Selo dan Tekelan. Lumut yang ditemukan meliputi 57 jenis (39 marga, 25 suku), terdiri

atas satu jenis lumut tanduk, delapan jenis lumut hati (tujuh marga, enam suku), dan 48 jenis lumut
sejati (31 marga, 18 suku). Keanekaragaman lumut meningkat seiring bertambahnya ketinggian
tempat sampai zona hutan pegunungan atas, lalu menurun pada zona sub alpin. Kebanyakan lumut
(40 jenis) adalah lumut terestrial yang dijumpai pada substrat tanah, kayu lapuk, dan batuan,
sebagian lainnya (15 jenis) epifit pada batang pohon, dan dua jenis sisanya tumbuh secara terestrial
dan epifit.
Kata kunci : Gunung Merbabu, lumut epifit, hutan tropis, keanekaragaman.

ABSTRACT
SAIFUL BACHRI, Bryophyte Diversity in Mount Merbabu National Park Central Java.
Supervised by NUNIK SRI ARIYANTI and NINA RATNA DJUITA.
Large tropical rain forest (no least than 138 million hectares) occur in Indonesia. Bryophyte
diversity is the highest one in tropical rain forest compared to any others major ecosystem in the
world. Diversity of bryophyte may change along altitude, as well as type of substrate. This
research aims to record diversity of bryophyte of Mount Merbabu and their distribution along
altitude and type of substrate. Samples were collected from Mount Merbabu National Park
throughout Selo track dan Tekelan track until the peak. The total of Bryophyte flora of the
mountain was 57 species (39 genus, 25 family), consist of one species of hornworth, eight species
of liverworths (seven genus, six family), and 48 species of mosses (31 genus, 18 family). Species
diversity increased along with the increased of altitude at montane zone, however it decreased in

the alpine zone. Most of bryophytes (40 species) are terrestrial, they lived on the soil, log, and
stones. Fifteen species are epiphytes, they occured on bark of tree trunk. The two others are
terrestrial and epiphyte species.
Key words: Merbabu mountain, epiphyte bryophyte, tropical forest, biodiversity.

KEANEKARAGAMAN LUMUT DI TAMAN NASIONAL
GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH

SAIFUL BACHRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Keanekaragaman Lumut di Taman Nasional Gunung Merbabu
Jawa Tengah
: Saiful Bachri
: G34062270

Menyetujui

(Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si)
Ketua

(Nina Ratna Djuita, S.Si, M.Si)
Anggota

Mengetahui


(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si)
Ketua Departemen Biologi

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur yang tiada terkira kepada Allah SWT. Rabb semesta alam yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk berkarya dan menyelesaikan karya ilmiah ini,
shalawat serta salam selalu terlimpah kepada rasul teladan Muhammad SAW. Semoga tugas akhir
ini dapat bermanfaat, karena sebaik-baiknya seorang muslim adalah yang paling banyak
manfaatnya.
Menghasilkan sebuah karya ringkas, berbobot, dan bermanfaat, tentunya membutuhkan kerja
keras dan kesabaran dalam menjalaninya. Oleh karena itu, sebuah kesyukuran yang patut
senantiasa menjadi cerminan dan semangat, ketika tugas akhir ini dibimbing oleh Dr. Nunik Sri
Ariyanti, M.Si dan Nina Ratna Djuita, S.Si. M.Si.Terima kasih banyak atas bimbingannya selama
ini sehingga penulis dapat merampungkan tugas akhir. Terima kasih kepada Pembimbing
Akademik, Dr. Nampiah Soekarno yang telah memberikan banyak masukan dan semangat selama
proses perkuliahan, terima kasih kepada Dr. Anya Meryandini, M.S yang telah bersedia untuk
menjadi penguji luar komisi pembimbing dalam ujian akhir, memberikan banyak masukan untuk
perbaikan skripsi dan nasihat setelah lulus. Terima kasih kepada kepala dan staf Balai Taman

Nasional Gunung Merbabu yang telah memberikan izin penelitian, kepada Dra. Hilda Akmal, yang
selalu memberi motivasi agar terus semangat dan menjadi teman diskusi yang hangat, kepada Dr.
Sri S Tjitrosoedirjo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Training
Course Regional ASEAN yang penuh manfaat, hingga penulis dapat bertemu dengan Dr. Benito
C. Tan dan Dr. Ho Boon Chuan dari National University of Singapore yang banyak membantu
dalam informasi jurnal dan mengidentifikasi sampel penelitian.
Terima kasih sebesar-besarnya terutama kepada kedua orang tua penulis, yang begitu sabar
dalam memberikan dukungan dan motivasi selama menjalani proses pendidikan di Departemen
Biologi, 5 tahun bukan waktu yang singkat bagi program Sarjana, namun semoga waktu tersebut
benar-benar memberikan kesiapan untuk menjalani hidup dan merajut masa depan. Kepada
keluargaku LAWALATA IPB, khususnya angkatan Manusela 2010, tanpa kalian tentu inspirasi
untuk melakukan penelitian ini tak pernah ada, kepada Pak Suparman yang setia menemani
penulis dalam melakukan penelitian di Lab Taksonomi, dan kepada tiga sahabat terdekat,
Vivandra Prima Budiman, Adrian dan Nuri Izzatil Wafa yang senantiasa menjadi teman diskusi
dan menjadi peran pengganti di kelembagaan ketika penulis sibuk dengan perampungan tugas
akhir, semoga amal kalian dibalas oleh Allah SWT.

Bogor, Februari 2012

Saiful Bachri


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 November 1988 dari Bapak Murtada dan Ibu
Napsiyah. Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara.Tahun 2006 penulis lulus dari
SMA Negeri 2 Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2007, penulis diterima di Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi, LDK AH 2006/2007,
DPM TPB 2006, MPM KM 2006, DPM FMIPA 2007, IKAHIMBI (Ikatan Himpunan Mahasiswa
Biologi Indonesia) 2008, BP Himabio 2008 & 2010 dan LAWALATA IPB 2010. Penulis juga
pernah menjadi asisten pendidikan agama Islam 2008-2009, asisten praktikum fisiologi tumbuhan
2009 dan asisten ilmu lingkungan 2010. Pelatihan yang pernah diikuti oleh penulis dan yang
paling berkesan adalah menjadi peserta Training Course and Symposium on Sixth Regional
Training Course on Biodiversity and Conservation of Bryophytes and Lichens yang
diselenggarakan oleh SEAMEO BIOTROP pada tanggal 11-19 Juli 2011 dan Regional Training
Course and Symposium on the Management of Weeds and Invasive Alien Plant Species yang
diselenggarakan oleh SEAMEO BIOTROP pada tanggal 17-25 Oktober 2011.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................viii 
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................viii 
PENDAHULUAN 
Latar Belakang ........................................................................................................................ 1 
Tujuan ..................................................................................................................................... 1 
BAHAN DAN METODE 
Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................................................... 1 
Pengambilan Sampel ............................................................................................................... 1 
HASIL 
Keanekaragaman Taksa Lumut Taman Nasional Gunung Merbabu ....................................... 2 
Lumut Taman Nasional Gunung Merbabu. ............................................................................. 2 
Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan Ketinggian Tempat ........................................................... 7 
Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan Tipe Substrat .................................................................... 8 
PEMBAHASAN 
Keanekaragaman Taksa Lumut TNGMb ................................................................................ 8 
Beberapa Jenis Lumut Menarik di TNGMb ............................................................................ 8 
Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan Ketinggian Tempat ........................................................... 9 
Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan Tipe Substrat .................................................................. 10 
SIMPULAN............................................................................................................................... 10 
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 10 

LAMPIRAN .............................................................................................................................. 12 

viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta lokasi penelitian di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ...................................... 2
2 Persebaran lumut berdasarkan zona ketinggian tempat ............................................................. 7 
3 Persebaran lumut berdasarkan tipe substrat .............................................................................. 8 

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Jalur pendakian di Gunung Merbabu ....................................................................................
2 Daftar jenis dan suku lumut dan persebarannya berdasarkan tipe substrat dan
ketinggian tempat, di jalur pendakian Selo dan Tekelan TNGMb .......................................
3 Glossarium .............................................................................................................................
4 Beberapa ciri morfologi lumut ...............................................................................................
5 Beberapa contoh lumut Taman Nasional Gunung Merbabu ..................................................
 
 


13
14 
16 
18 
19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki kawasan hutan hujan
tropis yang luas, tidak kurang dari 138 juta ha
(MENHUT 2010). Hutan hujan tropis
merupakan
tempat
paling
banyak
ditemukannya jenis lumut dibandingkan
dengan ekosistem utama lain yang ada di

dunia (Magill 2010). Keanekaragaman dan
kelimpahan lumut bervariasi bergantung pada
ketinggian tempat (Gradstein et al. 2000).
Ketinggian tempat menghasilkan perbedaan
tipe struktur hutan, yang berpengaruh
terhadap kondisi iklim mikro dan ketersediaan
habitat di hutan (Benavides et al. 2004).
Lumut diwakili oleh tiga divisi, yaitu Marchantiophyta (lumut hati), Anthocerotophyta
(lumut tanduk), d an Bryophyta (lumut sejati)
(Pharo & Zartman 2007). Perkiraan saat ini
untuk keanekaragaman lumut hati adalah 7500
jenis (Von Konrat et al. 2010), lumut tanduk
200-250 jenis (Villareal et al. 2010) dan lumut
sejati sekitar 12700 jenis (Cox et al. 2010).
Penelitian mengenai lumut telah banyak
dilakukan dalam berbagai bidang, seperti
digunakan dalam menentukan filogeni
tumbuhan (Nishiyama et al. 2007), biomonitor
lingkungan (Rhoades 1999), konservasi
wilayah (Hallingback & Tan 2010), penghasil

senyawa antimikrob (Bodade et al. 2008) dan
perannya dalam menjaga kualitas udara
melalui pertukaran gas karbondioksida dalam
fotosintesis, serta kaitannya dengan perubahan
iklim (Delucia et al. 2003).
Memahami keanekaragaman lokal dapat
berperan dalam melengkapi pemahaman
keanekaragaman
secara
global,
yang
diperlukan antara lain dalam studi taksonomi
dan kisaran persebaran geografi suatu taksa
(Soderstrom et al. 2008). Penelitian
keanekaragaman lumut Jawa telah dilakukan
sejak masa penjajahan Belanda, namun
kebanyakan lumut yang dilaporkan berasal
dari Jawa Barat (Fleischer 1902). Penelitian
lumut di Jawa akhir-akhir ini juga dilakukan
di Jawa Barat (Tan et al. 2006; Haerida et al.
2010; Gradstein et al. 2010).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui
keanekaragaman
taksa
lumut
dan
persebarannya berdasarkan ketinggian tempat
dan tipe substrat di Taman Nasional Gunung
Merbabu (TNGMb), Jawa Tengah.

BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman
Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa
Tengah. Taman nasional ini terletak pada 110o
26’ 22” BT dan 7o 27’ 13” LS dengan
ketinggian mencapai 3142 m dpl di Puncak
Kenteng Songo dan 3119 m dpl di Puncak
Syarif.
Gunung Merbabu tergolong gunung api
tua yang kawahnya sudah tidak aktif dan pada
puncaknya membentuk dataran tinggi yang
lebar. Gunung ini termasuk iklim tipe B
dengan curah hujan 2000-3000 mm dan suhu
sepanjang tahun 17-30 oC. Untuk mencapai
puncak Gunung Merbabu, dapat ditempuh
dari tiga jalur pendakian, yaitu jalur Selo,
Tekelan, dan Wekas. Pada setiap jalur
pendakian, dijumpai formasi ekosistem hutan
hujan tropis pegunungan bawah (PB) (10002000 m), ekosistem hutan hujan tropis
pegunungan atas (PA) (2000-3000 m), dan
formasi hutan sub alpin (SA) (lebih dari 3000
m). Hal ini menjadikan Gunung Merbabu
memiliki vegetasi yang beragam.
Vegetasi yang mendominasi pada jalur
pendakian adalah pohon akasia (Acacia
decurens), puspa (Schima wallichii), dan
pinus (Pinus merkusii). Pada ketinggian 2700
m dpl dijumpai vegetasi savana dengan
banyak edelweis (Anaphalis javanicus) dan di
dekat puncak banyak dijumpai sengon gunung
(Albizia montana), cantigi (Vaccinium
varingifolium) dan rerumputan (Satyatama
2008).
Pengambilan sampel lumut dilakukan di
sepanjang jalur pendakian Selo pada 24-26
Agustus 2010 dan Tekelan (Gambar 1) pada
5-6 Maret 2011. Jalur Pendakian Selo dimulai
dari Pos Pendaki di Desa Genting (1500 m
dpl) hingga Puncak Kenteng Songo (3142 m
dpl), sedangkan jalur Pendakian Tekelan
dimulai dari Pos Pendaki Tekelan (1600 m
dpl) hingga Puncak Syarif (3119 m dpl).
Beberapa foto jalur pendakian dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di kanan
kiri jalur pendakian. Pengambilan sampel
lebih intensif di beberapa pos pendakian
seperti pos II pada jalur Selo dan Pos
Pemancar pada jalur Tekelan. Sampel lumut
dimasukkan ke amplop kertas, dilengkapi
dengan data ketinggian tempat, tipe substrat,
dan keterangan tambahan mengenai tempat
seperti berada di tempat terbuka atau

2

9
9

Jalur Selo
9

Jalur Tekelan
Sumber : Satyatama 2008

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu.

terlindung. Pengukuran ketinggian lokasi di
jalur pendakian
menggunakan Global
Positioning System.
Identifikasi Sampel
Identifikasi
lumut
sejati
acrocarp
menggunakan A Handbook of Malesiana
Mosses Volume I, II, dan III (Eddy 1988,
1990, 1996), lumut sejati pleurocarp dengan
menggunakan Bartram (1939) dan revisi atau
monografi taksa tertentu. Identifikasi lumut
hati dan lumut tanduk menggunakan buku
identifikasi Guide to the Liverworths and
Hornworths of Java (Gradstein 2011).

HASIL
Keanekaragaman Taksa Lumut Taman
Nasional Gunung Merbabu
Keanekaragaman lumut yang ditemukan di
jalur pendakian Selo dan Tekelan TNGMb
meliputi 57 jenis (39 marga, 25 suku), terdiri
atas satu jenis lumut tanduk, delapan jenis
lumut hati (tujuh marga, enam suku), dan 48
jenis lumut sejati (31 marga, 18 suku)

(Tabel 1). Lumut hati terdiri atas lumut hati
bertalus dan lumut hati berdaun. Lumut hati
bertalus yang ditemukan sebanyak tiga jenis
(tiga marga, tiga suku) sedangkan lumut hati
berdaun yang ditemukan lima jenis (empat
marga, tiga suku). Lumut sejati terdiri atas
lumut sejati acrocarp dan lumut sejati
pleurocarp. Lumut sejati acrocarp yang
ditemukan sebanyak 35 jenis (20 marga, 10
suku), lumut sejati pleurocarp 13 jenis (11
marga, delapan suku). Lumut tanduk yang
ditemukan hanya satu jenis, yaitu Phaeoceros
leavis (Lampiran 2).
Lumut Taman Nasional Gunung Merbabu
Daftar jenis lumut yang ditemukan di
TNGMb disajikan pada Lampiran 2. Berikut
ini adalah deskripsi marga-marga lumut yang
ditemukan, dan disajikan per suku. Penjelasan
istilah botani pada deskripsi dapat dilihat pada
Lampiran 3. Beberapa gambar ciri morfologi
lumut disajikan pada Lampiran 4.

3

Tabel 1 Keanekaragaman lumut di Taman Nasional
Gunung Merbabu.
Jumlah
Jumlah
Suku
marga
jenis
Lumut hati
Aytoniaceae
Fossombroniaceae
Jubulaceae
Jungermaniaceae
Marchantiaceae
Scapaniaceae
Lumut sejati
Bartramiaceae
Brachytheciaceae
Bryaceae
Dicranaceae 
Fissidentaceae
Funariaceae
Grimmiaceae
Hypnaceae
Hypopterygiaceae
Leucobryaceae
Meteoriaceae
Neckeraceae
Orthotrichaceae
Polytrichaceae
Pottiaceae
Racopilaceae
Sematophyllaceae
Thuidiaceae
Lumut tanduk
Anthocerotaceae
Jumlah

1
1
1
2
1
1
 
1
1
2
7
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
3
1
3
1

1
1
1
3
1
1
2
1
6
15
2
3
1
3
1
1
1
2
1
1
3
1
3
1

1
39

1
57

Aytoniaceae
Asterella. Lumut hati bertalus. Talus
menggarpu (dikotom), permukaan atas
memiliki pori besar dan bagian bawahnya
memiliki jaringan yang menyerupai spons
(spongy). Pada penelitian ini, hanya dijumpai
satu jenis, yaitu Asterella limbata. Talus kecil
(3-5 mm), tipis, midrib tidak terlihat dengan
jelas, sisik kecil, tidak bertumpuk, tersusun
dua baris. Sisik ventral meruncing hingga
berbentuk bulat telur yang besar berukuran
lebar 0.5 mm. Receptacle berbentuk kerucut
dengan permukaan yang kasar, pada bagian
bawah receptacle terdapat lima involucre
yang tidak berkembang, dan satu involucre
yang berkembang berisi sporangium.
Fossombroniaceae
Fossombronia. Lumut hati yang telah
memiliki daun, namun dalam klasifikasi
dikelompokkan dengan lumut hati bertalus
sederhana (simple thalloid). Susunan daun
menggulung, dan memiliki kapsul berbentuk
bulat. Jenis yang ditemukan di TNGMb
adalah
Fossombronia
himalayaensis
(Lampiran 5), dikenali dengan daun tegak
menggulung tidak beraturan, ujung daun
bergelombang, rizoid berwarna cokelat muda,
spora cokelat gelap kemerahan. Permukaan
spora tuberculate tersebar tidak rapat, elater
dengan 2-3 penebalan pita spiral.

Frullaniaceae
Frullania. Lumut hati berdaun, berwarna
cokelat kemerahan, epifit pada batang pohon,
ukuran bervariasi. Daun lateral cekung,
memiliki cuping kecil (lobule) berbentuk
seperti kantong, melekat pada cuping besar
hanya dengan satu sel, daun ventral berbagi
dua. Jenis yang ditemukan di TNGMb adalah
Frullania neorota (Lampiran 5), lumut
berukuran sedang hingga besar, lobule besar,
percabangan menyirip tidak beraturan. Sel
lembaran daun lateral berdinding tebal,
berwarna jingga muda, trigon segitiga.
Jungermanniaceae
Solenostoma. Lumut hati berdaun,
berwarna kekuningan, kecokelatan atau
merah, berukuran kecil hingga sedang,
cabang merayap hingga tegak dengan rizoid,
daun tersusun dalam dua baris tanpa daun
ventral. Sel daun berbentuk bulat, tebal, dan
pada bagian basal sel lebih panjang. Jenis
yang ditemukan adalah S. truncatum, susunan
daun saling menempel rapat (seperti susunan
genting), daun bulat telur hingga agak kotak,
sel tepi daun menebal (1-4 deret), sel bagian
pangkal lebih panjang, berdinding tipis, trigon
berukuran sedang.
Marchantiaceae
Marchantia. Lumut hati bertalus. Talus
bercabang
menggarpu
(dikotom),
sel
epidermal tidak memiliki trigon, berdinding
tipis atau sedikit tebal. Rongga udara tersusun
dari satu lapis sel, dengan setiap rongga
tersusun dari pori epidermis pada bagian
permukaan atas. Pori epidermis dibatasi oleh
beberapa sel yang membuat lingkaran,
memiliki gemma cup. Pada penelitian ini
hanya dijumpai satu jenis, yaitu Marchantia
paleacea memiliki sisik tengah berbentuk
bulat telur hingga membundar, biasanya
dengan beberapa oil body, dan pori epidermis
memiliki bukaan dalam yang besar.
Receptacle berbentuk pipih, membelah
menjadi 7-11 cuping, pada bagian bawah
terdapat involucre berbentuk seperti silia.
Scapaniaceae
Scapania. Lumut hati berdaun. Hanya
memiliki dua deret daun lateral terbagi
menjadi ventral lobe dan dorsal lobe, tidak
memiliki daun ventral. Bagian ventral lobe
lebih besar dari dorsal lobe. Di TNGMb
Scapania yang ditemukan memiliki ujung
daun dengan gigi-gigi runcing yang tersusun
dari beberapa sel. Pada penelitian ini hanya
teridentifikasi Scapania hingga tingkat marga.

4

Bartramiaceae
Philonotis. Lumut sejati acrocarp dengan
ukuran bervariasi, daun berbentuk seperti
tombak dan ujung daun bergigi, tepi
menggulung atau rata. Ciri yang mudah
diamati dari marga ini adalah kapsulnya yang
membentuk seperti buah pir atau seperti bola.
Jenis yang ditemukan adalah Philonotis mollis
dan Philonotis roylei. Pada P. mollis memiliki
daun dengan tepi revolute, bergigi ganda, dan
ujung daun agak meruncing, sedangkan
P. roylei memiliki tepi recurved tidak terlalu
revolute dan nyaris rata, ujung daun runcing.
Brachytheciaceae
Eurhynchium. Lumut sejati pleurocarp,
percabangan tidak beraturan, ujung daun
runcing, bertulang daun satu, terkadang
berakhir di tengah daun, bentuk sel linear, sel
pada bagian pangkal daun terlihat lebih besar.
Jenis yang ditemukan adalah Eurhynchium
celebicum, lumut ini memiliki percabangan
menyirip tidak beraturan dengan daun
tersusun pipih dan rata, daun berbentuk bulat
telur membesar, ujung daun runcing, tulang
daun tidak terlihat jelas dan berakhir pada
tengah daun.
Bryaceae
Lumut sejati acrocarp berukuran kecil
hingga sedang. Susunan daun spiral, daun
berbentuk bulat telur hingga seperti
tombak,biasanya memiliki penebalan daun,
tulang daun jelas. Sel helaian daun berbentuk
belah ketupat memanjang atau segi enam,
jarang memiliki dinding sel yang tebal. Jenis
yang
didapatkan
adalah
Rhodobryum
ontariense (Lampiran 5), memiliki struktur
daun membentuk kumpulan daun pada ujung
batang, bentuk daun bulat telur, ujung daun
meruncing, memiliki gigi pada tepi daun
bagian atas, tepi daun dengan penebalan sel
yang jelas. Jenis lain yang ditemukan dari
suku ini adalah Bryum argenteum, B.
apiculatum, B. australe, dan B. capillare. Ciri
B. argenteum dikenali dari bentuk daunnya
bulat telur, sel pada daun bagian atas terlihat
transparan, sedangkan sel bagian tengah daun
berwarna hijau. Ciri B. apiculatum memiliki
ujung daun meruncing, sel belah ketupat
hingga persegi, tulang daun melebihi ujung
daun, berwarna merah, daun revolute, tepi
daun tersusun dari satu lapis sel. Ciri B.
australe memiliki daun berwarna hijau
kekuningan, ujung daun meruncing, tepi
revolute di sepanjang daun dan B. capillare
memiliki daun spathulate, tersusun secara
spiral rapat, tulang daun melebihi ujung daun,
membentuk seperti gigi panjang, tepi daun
mengalami penebalan.

Dicranaceae
Lumut sejati acrocarp dengan ukuran
yang bervariasi. Susunan daun spiral, daun
berbentuk meruncing hingga linear. Tulang
daun bervariasi dari sempit hingga lebar. Selsel
pada lembaran
daun
umumnya
memanjang. Bentuk sel beragam umumnya
memiliki panjang dan lebar sama, beberapa
jenis memiliki sel alar yang terdiferensiasi
dengan jelas dan berwarna cokelat kemerahan.
Dicranaceae yang ditemukan terdiri atas
tujuh marga, 15 jenis (Lampiran 2). Ciri yang
mudah diamati pada Dicranaceae dapat dilihat
dari bentuk selnya. Sel pada daun berbentuk
segi empat dan berdinding tebal merupakan
ciri yang mudah dikenali untuk Ceratodon
purpureus. Ciri Ditrichium difficile memiliki
sel-sel daun berbentuk persegi panjang, kapsul
dengan gigi peristome tanpa sekat, dan
dinding peristome berpapil, sedangkan
Dicranella coarctata memiliki bentuk sel-sel
daun persegi panjang (panjang dan sempit),
dan tepi daun pada bagian ujung sedikit
bergigi. Lumut yang mudah dikenali dengan
apopisisnya panjang melebihi kapsulnya
adalah Trematodon conformis. Ciri unik
lainnya dari suku ini adalah dari marga
Campylopodium medium (Lampiran 5) yang
memiliki sporofit melengkung seperti leher
angsa.
Marga dengan jumlah jenis terbanyak
adalah Campylopus sebanyak tujuh jenis.
Lumut dari marga ini mudah diamati dengan
melakukan sayatan melintang daun untuk
melihat letak stereid dan hyalocist yang
berada di atas atau di antara guide cell.
Salah satu ciri untuk mengamati
Campylopus dapat dilihat dari sel alar yang
berkembang dengan jelas dan berukuran
besar, pada Campylopus ericoides dapat
dikenali dengan sel alar besar dan berwarna
kemerahan.
Hampir
mirip
dengan
C. ericoides, C. comosus memiliki sel alar
yang lebih kecil, rata, dan berdinding tebal.
Selain itu tulang daun C. comosus lebih kecil
daripada C. ericoides yang mencapai
ukuran daun.
Beberapa Campylopus memiliki struktur
gigi di balik tulang daun, terlihat jelas dengan
melakukan sayatan melintang di bawah tulang
daun dalam ukuran yang beragam, pada
C. aureus hal ini merupakan ciri yang mudah
diamati, selain memiliki tulang daun lebar
lebar daun, tidak menyempit
mencapai
pada bagian basalnya, ujung daunnya bergigi.
Letak guide cell berada di antara hyalocist
dan stereid merupakan salah satu ciri yang
dimiliki C. crispifolius, sayatan melintang

5

memperlihatkan hyalocist
lebih besar
daripada guide cell dan sekumpulan stereid
berada pada bagian dorsal (Lampiran 4).
Tulang daun melebar pada bagian bawah
daun mencapai ½ lebar daun. Sel alar tidak
terdiferensiasi dengan jelas.
Ciri C. involutus adalah daunnya
berbentuk linear, sel berbentuk bulat telur
memanjang, dinding sel tebal, ujung daun
meruncing, basal daun auriculate, dan
memiliki gigi halus. Sayatan melintang pada
daun menunjukkan berkas stereid kecil yang
tersusun dalam 1-2 baris, tulang daun lebar
mencapai ½ lebar daun.
Ciri C. umbelatus memiliki tepi daun
menggulung dari bagian tengah daun hingga
ujung daun, lumut ini memiliki tulang daun
melebar pada bagian helaian daun. Pada
sayatan melintangnya menunjukkan gigi yang
jelas di balik tulang daun. Sel alar tidak
terdiferensiasi dengan jelas.
Lumut yang memiliki hyalocist yang besar
dan berdinding tebal merupakan ciri
C. zollingerianus. Selain itu lumut ini
memiliki tulang daun yang lebar mencapai ½
lebar daun, pada sayatan melintang daun,
stereid tidak terlihat jelas. Sel alar tidak
berkembang dengan baik.
Bryohumbertia walkeri memiliki sel
berbentuk segi empat pada bagian ujung daun
dan pada bagian bawah berbentuk segi empat
namun lebih pendek dan berdinding tebal.
Daun bagian atas melipat dan bergigi halus.
Bagian pangkal lebar membentuk auriculate,
dari lebar
tulang daun memiliki ukuran
daun.
Fissidentaceae
Fissiden. Lumut sejati acrocarp, tinggi
tanaman bervariasi dari beberapa mm hingga
beberapa cm. Susunan daun menyamping
dalam baris berpasangan (distichous), ciri
khas dari suku ini adalah daunnya memiliki
pelepah daun (sheating lamina atau vaginant
lamina) dan tulang daun yang jelas (Lampiran
5).
Fissiden yang ditemukan di TNGMb
adalah Fissiden plagiochiloides dan F.
robinsonii. Jenis F. plagiochiloides berukuran
2-6 cm, bentuk daun linear dengan ujung
meruncing, tulang daun jelas, memiliki tepi
crenulate, daun melebar pada bagian pangkal
hingga ujung daun pelepah, jarak antar daun
terlihat jelas, sedangkan jenis F. robinsonii
berukuran lebih kecil (2-5 mm), daun
berbentuk linear dengan ujung daun
meruncing, tulang daun jelas dan melebihi
ujung daun, tepi daun agak crenulate dan tepi
daun tidak mengalami penebalan.

Funariaceae
Lumut sejati acrocarp, berukuran kecil
hingga sedang. Susunan daun spiral,
terkadang memiliki batas tepi daun. Sel
lembaran daun berbentuk jajaran genjang atau
persegi, berdinding tipis, dan tepi daun rata.
Marga yang ditemukan dari suku ini adalah
Funaria dan Enthostodon. Ciri dari Funaria
adalah memiliki seta yang panjang,
melengkung pada bagian ujung,
kapsul
asimetri, mulut kapsul besar, gigi peristome
miring, pada penelitian ini ditemukan satu
jenis yaitu Funaria hygometrica. Sedangkan
ciri dari Ensthostodon yaitu memiliki seta
yang panjang dan tegak, kapsul memiliki
apopisis, mulut kapsul besar dengan gigi
peristome tereduksi. Jenis yang ditemukan
adalah Enthostodon
mittenii, dan E.
buseanus. Jenis E. mittenii memiliki ujung
daun meruncing dengan basal yang lebih lebar
daripada ujung daun, sel marginal mengalami
diferensiasi, dan tepi daun tidak memiliki
penebalan, dan E. buseanus memiliki daun
bulat telur atau menyempit ke bawah daun, sel
marginal tidak mengalami diferensiasi.
Grimmiaceae
Racomitrium. Lumut sejati acrocarp yang
hidup di dataran tinggi. Ukuran lumut
beragam, susunan daun spiral, ujung daun
transparan dan meruncing, sel lamina
memiliki dinding sel yang tebal dan
bergelombang, tepi daun berpapil. Anggota
suku ini yang ditemukan hanya satu jenis,
yaitu Racomitrium lanuginosum (Lampiran 5).
Lumut ini mudah dikenali dengan sepertiga
bagian daun di ujung berwarna putih, bagian
ini terdiri atas sel-sel daun transparan tanpa
kloroplas, tepi daun bernodul banyak, dan
tulang daun samar.
Hypnaceae
Ectropotechium. Lumut sejati pleurocarp
dengan daun terlihat mengkilap, cabang
merayap dengan percabangan menyirip
beraturan. Bentuk daun bulat telur, ujung daun
runcing, biasanya daun terlihat mengarah pada
satu sisi (falcate). Tulang daun pendek, satu
atau ganda, bentuk sel linear, sel-sel daun
dengan sedikit papil, sel alar tidak terlalu
terdiferensiasi. Jenis yang ditemukan di
TNGMb adalah Ectropotechium dealbatum
dengan ciri-ciri daun tersusun memipih,
terlihat mengarah pada satu sisi, daun bulat
telur meruncing, memiliki gigi pada bagian
atas daunnya, sel helaian daun berukuran 12:1
hingga 16:1. Jenis lain yang ditemukan adalah
E. ichnotocladum dengan ciri sel linear,
jajaran genjang pada bagian ujung, bergigi
halus pada daun bagian atas.

6

Hypopterygiaceae
Hypopterygium. Lumut sejati pleurocarp,
dengan batang utama yang merayap yang
sulit untuk dilihat dan percabangan tegak
membentuk sekumpulan daun seperti pohon
kelapa. Daun bulat telur, bergerigi, daun
tersusun pipih dan memiliki amphigastria.
Tepi daun memiliki penebalan sel dengan
bentuk sel yang memanjang. Sel daun bulat
atau segi enam, tulang daun satu, berakhir
pada ujung daun atau melebihi ujung daun,
ujung daun runcing. Jenis yang ditemukan
adalah Hypopterygium ceylanicum dengan ciri
tepi daun memiliki penebalan yang tersusun
dari 1-2 baris sel, tepi daun bergigi hingga
ujung, memiliki amphigastria yang berbentuk
bulat telur yang lebar dan ujung daun
meruncing.
Leucobryaceae
Leucobryum. Lumut sejati acrocarp
mudah dikenali karena warnanya yang
keputihan, sehingga sering disebut lumut
putih. Ukuran beragam dari kecil hingga besar
(lebih dari 3 cm). Daun tersusun spiral yang
terlihat longgar. Bentuk daun linear dan
ujungnya meruncing, sayatan melintang daun
memperlihatkan struktur leucocyst yang
bertumpuk (2-4 baris) dan chlorocyst dalam
satu baris. Jenis yang ditemukan dari marga
ini adalah Leucobryum candidum (Lampiran
5). Daun berbentuk seperti tombak, sel helaian
daun bagian tengah berbentuk persegi
sedangkan sel tepi berbentuk persegi panjang,
sayatan melintang daun memperlihatkan satu
baris chlorocyst yang berada di tengah daun.
Meteoriaceae
Papillaria. Lumut sejati pleurocarp
dengan batang utama halus menyerupai
benang, daun bulat telur, ujung daun
meruncing, memiliki satu tulang daun, hanya
mencapai di bawah ujung daun, sel alar tidak
terbentuk jelas. Jenis yang ditemukan dari
suku ini adalah Papillaria fuscescens dikenali
dari bentuk basal daun auriculate, dan bergigi
pada bagian tepinya. Sel daun berbentuk
linear hingga jajaran genjang, sel daun
berpapil, tulang daun tidak jelas dan berakhir
pada tengah daun.
Neckeraceae
Lumut sejati pleurocarp, percabangan
menyirip beraturan, susunan daun pipih, daun
mengkilap. Tulang daun satu dan berukuran
pendek. Sel halus, bentuk sel jajaran genjang
pada bagian atas daun dan bentuk sel linear
pada bagian bawah daun.
Jenis
yang
ditemukan
adalah
Homaliodendron scalpellifolium (Lampiran
5) dan
Neckera sundaencis. Jenis H.

scalpellifolium dicirikan dengan ujung daun
bergigi, gigi tersusun dari beberapa sel
sehingga membentuk jari meruncing, tulang
daun satu berakhir di tengah daun, bentuk sel
jajaran genjang pada bagian atas dan linear
pada bagian bawah. Jenis N. sundaencis
memiliki sel daun linear, berpapil banyak
pada sel helaian daun, ujung daun memiliki
satu gigi besar, ujung daun bergelombang dan
mengkilap, tidak memiliki tulang daun, tepi
daun bergigi pada bagian ujung daun.
Orthotrichaceae
Macromitrium. Lumut sejati acrocarp
dengan ukuran beragam. Daun tersusun spiral,
tulang daun melebihi ujung daun, tepinya
jarang memiliki penebalan, sel alar tidak
terlihat, sel lamina biasanya berpapil. Sel
bagian atas daun isodiametrik. Jenis yang
ditemukan
adalah
Macromitrium
orthostichum,
daun
berwarna
kuning
kecokelatan, tersusun spiral squarose, ujung
daun runcing, sel lamina atas isodiamterik,
basal daun memiliki rizoid adventif.
Polytrichaceae
Pogonatum. Lumut sejati acrocarp,
dengan ukuran besar, susunan daun spiral,
daun linear dengan tulang daun yang lebar
hingga ¾ lebar daun, memiliki lamellae
terdiferensiasi pada bagian tengah daun, tepi
daun bergerigi. Kapsul memiliki struktur
calyptra berambut (fibrose), dan mulut kapsul
memiliki epighram. Jenis yang ditemukan di
TNGMb adalah Pogonatum nesii. Lumut ini
dapat diidentifikasi dengan melakukan
sayatan melintang pada daun dan memiliki
struktur lamellae yang rapat dengan bagian
ujung lamellae memiliki percabangan.
Pottiaceae
Lumut acrocarp berukuran kecil (kurang
dari 1 cm ) hingga besar (lebih dari 3 cm).
Bentuk daun seperti lidah, ujung daun
meruncing. Tepi daun tanpa gigi, biasanya
melekuk ke bawah atau melekuk ke
atas.Tulang daun jelas, biasanya melebihi
ujung daun. Sel helaian daun berbentuk
persegi, kebanyakan berpapil, sel basal
biasanya halus, panjang, dan transparan.
Dari suku ini, sebanyak tiga jenis yang
ditemukan di TNGMb,
yaitu Hyophila
involuta, Leptodontium aggregatum, dan
Pseoudosymblepharis bombayensis. Jenis H.
involuta memiliki susunan daun spiral
(Lampiran 5), daun seperti lidah hingga
spathulate, sel daunnya berbentuk persegi,
tepi daun bergerigi, sel lamina tidak berpapil.
Lumut L. aggregatum (Lampiran 5) memiliki
susunan daun squarrose-recurved, bagian
ujung daun memiliki tepi bergigi, tulang daun

7

Anthocerotaceae
Phaeoceros. Lumut ini merupakan satusatunya lumut tanduk yang ditemukan di
TNGMb. Lumut ini hidup pada substrat tanah,
menempel di tebing atau pada jalan setapak
jalur pendakian. Jenis yang ditemukan adalah
Phaeoceros leavis (Lampiran 5) mudah
dikenali dengan gametofit bertalus, sporofit
silindris panjang dengan ujungnya terlihat
kekuningan, dan spora berwarna kuning.
Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan
Ketinggian Tempat
Persebaran lumut di TNGMb kebanyakan
(29 jenis lumut) dapat dijumpai dari zona
pegunungan bawah hingga zona pegunungan
atas (PB-PA). Sebagian lainnya (11 jenis)
tersebar pada pegunungan atas hingga zona
sub alpin (PA-SA), dan dua jenis lainnya
(Ditrichium colijnii dan Racopilum schimidii)
dijumpai dari zona pegunungan bawah
hingga zona sub alpin (PB-SA) (Gambar 2).
Beberapa
jenis
lumut,
memiliki
persebaran yang terbatas di TNGMb. Satu
jenis (T. linbergii) hanya dijumpai pada zona
PB saja, sembilan jenis hanya dijumpai pada
zona PA saja, dan hanya lima jenis (D.
linguifolia, E. mittenii, F. hygrometrica, R.
lanuginosum, dan L. aggregatum) dijumpai
pada zona SA saja (Gambar 2, Lampiran 2).
35
29

30
25
Jumlah Jenis

tipis, sel helaian daun halus atau secara samar
berpapil, serta P. bombayensis yang memiliki
susunan daun agak squarrose, daun berbentuk
linear, ujung daun runcing, sel basal persegi
panjang membentuk daerah transisi warna
antara sel basal yang transparan dengan sel
lamina yang berwarna hijau, sel lamina
berpapil hingga ujung, tepi daun rata.
Racopilaceae
Racopilum. Lumut sejati pleurocarp,
berukuran kecil hingga sedang, percabangan
agak menyirip ganda. Daun tersusun
menyebar, daun berbentuk linear dan
meruncing, dengan tulang daun melebihi
ujung daun (+ 2 mm), tepi bergigi tidak
beraturan pada ujung daun, sel daun segi
enam, memiliki amphigastria dengan tulang
daun yang panjang. Jenis yang ditemukan
adalah Racopilum schimidii (Lampiran 5),
dengan bentuk amphigastria berbentuk
segitiga bulat telur, dan bergigi halus
(denticulate).
Sematophyllaceae
Lumut
sejati
pleurocarp
dengan
percabangan agak menyirip ganda yang tidak
beraturan. Biasanya daun terlihat mengkilap,
berbentuk bulat telur dan ujung daun runcing,
tulang daun pendek, ganda, atau tidak ada.
Bentuk sel daun linear, halus atau berpapil.
Biasanya suku ini memiliki sel alar besar yang
mencolok pada basal daun.
Sematophylaceae yang ditemukan di
TNGMb
ada
tiga
jenis
yaitu
Achanthorrincium papilatum, Taxithelium
lindbergii, dan Warburgiella cupressinoides.
Jenis A. papilatum mudah dikenali dari daun
bulat telur, tepi daun bergigi, sel daun oval
hingga jajaran genjang dan berpapil. Jenis T.
lindbergii memiliki susunan daun complanate,
ujung daun runcing dengan gigi halus pada
ujung daunnya,
sel daun linear dan sel
alar tidak menggelembung, sedangkan
W. cupressinoides memiliki susunan daun
falcate-secund, ujung daun runcing, sel daun
memanjang, halus, dan sel alar besar
menggelembung.
Thuidiaceae
Pelekium. Lumut pleurocarp epifit,
percabangan menyirip tidak beraturan, daun
tersusun spiral, daun berbentuk segitiga, ujung
daun meruncing dengan tulang daun melebihi
ujung daun. Ciri khusus suku ini adalah
memiliki paraphyllia yang tersebar pada
batang dan cabang. Jenis yang ditemukan di
TNGMb adalah Pelekium contortulum yang
memiliki struktur paraphyllia tanpa cabang.

20
15

11

9

10

5
5

2

1

0
PB

PA

SA

PB-PA PA-SA PB-SA

Zona Persebaran
Gambar 2 Persebaran lumut berdasarkan zona ketinggian
tempat.

  Dari hasil tersebut, dapat di lihat bahwa
keanekaragaman
semakin
meningkat
berdasarkan ketinggian tempat, tetapi
menurun di zona SA. Dengan menjumlahkan
total jenis yang ditemukan pada masingmasing zona vegetasi, dapat dilihat bahwa
keanekaragaman jenis lumut yang ditemukan
pada zona PB sebanyak 32 jenis, kemudian
meningkat pada zona PA (49 jenis), dan
menurun pada zona SA (18 jenis). Daftar jenis
dan sebaran berdasarkan ketinggian dapat
dilihat pada Lampiran 2.

8

Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan Tipe
Substrat
Kebanyakan lumut (40 jenis) di TNGMb
adalah lumut terestrial yang dijumpai pada
substrat tanah, kayu lapuk, dan batuan.
Sebagian lainnya (15 jenis) merupakan lumut
arboreal yang hidup secara epifit pada batang
pohon, dan dua jenis lainnya dijumpai di
substrat terestrial dan juga sebagai epifit
(Gambar 3, Lampiran 2).
Sebagian besar lumut terestrial merupakan
anggota kelompok lumut hati bertalus, dan
lumut sejati acrocarp, sedangkan lumut epifit
sebagian besar merupakan anggota kelompok
lumut sejati pleurocarp dan satu jenis dari
lumut hati berdaun (Lampiran 2).
45

41

40

Jumlah Jenis

35
30
25
20
14
15
10
2

5
0
arboreal

terestrial

arboreal dan
terestrial

Tipe Substrat
Gambar 3 Persebaran lumut berdasarkan tipe substrat.

PEMBAHASAN
Keanekaragaman Taksa Lumut TNGMb
Pada penelitian ini diperoleh 18 suku
lumut
sejati
di
TNGMb.
Sebagai
perbandingan, di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) dijumpai 25 suku
lumut sejati (Tan et al. 2006). Sebanyak 15
suku lumut sejati di TNGMb sama dengan
yang dilaporkan oleh Tan et al. (2006) di
TNGHS, sedangkan tiga suku lainnya
(Brachytechiaceae,
Grimmiaceae,
dan
Funariaceae) tidak ada dalam laporan Tan et
al. (2006). Perbedaan jumlah suku-suku di
TNGMB dan TNGHS dapat dihubungkan
dengan kondisi lingkungan dan ketinggian
lokasi pendakian yang berbeda. Penelitian ini
dilakukan di sepanjang jalur pendakian (Selo
dan
Tekelan)
di
Gunung
Merbabu
pada ketinggian 1500-3142 m, sedangkan
penelitian Tan et al. (2006) dilakukan di jalur
pendakian, di hutan, dan di perkebunan teh di
sekitar TNGH pada ketinggian 700-1600 m.

Gunung Merbabu terletak di Pulau Jawa
bagian tengah (Kabupaten Boyolali, Provinsi
Jawa Tengah), sedangkan TNGHS terletak di
wilayah Pulau Jawa bagian barat (Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat). Menurut
Soderstrom et al. (2010) bagian barat Jawa
lebih basah dengan curah hujan mencapai
4500 mm, sedangkan TNGMb lebih kering
dengan curah hujan 2000-3000 mm
(Satyatama 2008).
Kondisi fisik jalur Tekelan sebagian besar
berupa jalan setapak dari tanah dan sebagian
kecil berupa batu-batuan lepas. Kondisi fisik
jalur pendakian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada bagian tertentu jalur pendakian terdapat
jalur yang mengalami erosi akibat aliran air
dan membentuk parit hingga kedalaman
mencapai 1 m. Selain itu, pada beberapa
tempat, ada daerah yang pernah mengalami
kebakaran hutan dan penebangan liar
(Satyatama 2008). Faktor-faktor tersebut
dapat menjelaskan keanekaragaman lumut
yang relatif kecil dalam penelitian ini.
Dua suku dengan keanekaragaman
tertinggi di TNGMb adalah Dicranaceae (15
jenis, enam marga), dan Bryaceae (enam jenis,
dua marga) (Lampiran 2). Suku tersebut juga
dilaporkan Tan et al. (2006) sebagai suku
dengan keanekaragaman tertinggi di TNGHS.
Hasil yang berbeda dilaporkan Gradstein et al.
(2011), suku dengan jumlah jenis terbanyak di
Gunung Patuha Bandung adalah Dicranaceae
dan Hookeriaceae. Suku-suku tersebut
merupakan suku yang umum ditemukan di
pegunungan wilayah Malesiana. Enroth
(1990) juga melaporkan bahwa suku
Dicranaceae, Bryaceae, dan suku lainnya
(Fissidentaceae dan Meteoriaceae) merupakan
suku yang umum ditemukan pada zona
pegunungan atas Semenanjung Houn Papua
New Guinea.
Meskipun jumlah suku yang ditemukan
lebih sedikit, pada eksplorasi keanekaragaman
lumut di TNGMb ini ditemukan lumut sejati
yang jarang dijumpai, yaitu Neckera
sundaencis. Jenis ini dideskripsikan pertama
kali oleh Fleischer dalam bukunya yang
berjudul Flora von Buitenzorg jilid III tahun
1908, dan hingga saat ini belum ada penelitian
lainnya yang menyebutkan keberadaan jenis
ini di Jawa.
Beberapa Jenis Lumut Menarik di TNGMb
Pada penelitian ini ditemukan Asterella
limbata yang diperoleh dari jalur pendakian
Tekelan, pada zona hutan hujan pegunungan
atas (2000-3000 m). Lumut hati bertalus ini
dipublikasikan sebagai jenis baru oleh Long &

9

Grolle (1994) berdasarkan spesimen dari
Gunung Kerinci (Sumatera) dan Gunung
Kinabalu (Sabah). Long (2001) melaporkan
bahwa A. limbata dijumpai di Jawa
berdasarkan spesimen yang didapatkan dari
Ernst Stahl di Kebun Raya Bogor, yang
bekerja pada November 1889 - Maret 1890,
tetapi tidak ada keterangan yang jelas
mengenai lokasi ditemukannya A. limbata dari
Jawa. Penelitian ini merupakan catatan
penemuan yang kedua tentang A. limbata di
Jawa dan dengan lokasi yang jelas.
Lumut hati bertalus sederhana (simple
thalloid) Fossombronia merupakan lumut
yang memiliki karakter spora yang menarik,
permukaan sporanya memiliki alur yang dapat
menjadi ciri identifikasi. Di TNGMb F.
himalayaensis hidup di zona sub alpin (Pos
Pemancar) dengan substrat tanah. Di Jawa
jenis ini telah ditemukan oleh Meijer di
dataran tinggi Dieng, sepanjang Telaga
Balekambang pada ketinggian 2500 m dan
Gunung Penulisan di Bali oleh SchaferVerwimp (Krayeski et al. 2005).
Leptodontium aggregatum (Lampiran 5)
merupakan lumut endemik untuk Malesia,
secara lokal muncul di Jawa, Sulawesi, dan
New Guinea (Eddy 1990). Lumut ini
berukuran besar (lebih dari 3 cm), di TNGMb
ditemukan pada zona sub alpin, di sepanjang
jalur pendakian menuju puncak, hidup pada
substrat tanah. Fleischer (1902) melaporkan
bahwa L. aggregatum hidup pada daerah
ketinggian dan telah ditemukan di Jawa Barat
(Gunung Gede-Pangrango pada ketinggian
3000 m), Jawa Tengah (dataran tinggi Dieng
2000 m) dan di Jawa Timur (Waliran 28002900 m).
Racomitrium lanuginosum (Lampiran 5)
merupakan lumut yang hidup pada daerah
yang tinggi, di TNGMb ditemukan pada zona
sub alpin. Menurut Eddy (1990) lumut ini
hidup di berbagai wilayah (kosmopolitan) dan
keberadaannya melimpah di daerah beriklim
dingin-sedang sampai zona arktik. Lumut ini
berada di daerah puncak dari gunung-gunung
tinggi di Malesia, jarang berada di bawah
ketinggian 3000 m, dan berada pada substrat
berbatu. Lumut R. lanuginosum merupakan
salah satu lumut sejati yang secara luas mudah
diidentifikasi dan dikenali karena adanya
perpaduan yang unik dari dinding sel yang
bernodul dengan ujung daun yang kasar.
Persebaran dan habitat yang unik dari
R. lanuginosum, membuat lumut ini banyak
digunakan untuk mempelajari ekologi,
atmosfer, dan polusi lingkungan. Contohnya
Xiaowei (2007) melakukan penelitian

kandungan kimia dari beberapa lumut, dan
salah satunya adalah R. lanuginosum. Proctor
dan Smirnoff (2000) mengamati kemampuan
bertahan hidup fotosistem R. lanuginosum
yang tahan terhadap cekaman kekeringan.
Jägerbrand (2005) mengamati pola kekayaan
jenis R. lanuginosum dan hubungannya
terhadap keberadaan tumbuhan berpembuluh
lainnya.
Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan
Ketinggian Tempat
Keanekaragaman jenis lumut di TNGMb
meningkat berdasarkan ketinggian, taksa yang
berbeda sering ditemukan pada kisaran
ketinggian berbeda. Pengambilan sampel yang
dilakukan pada zona hutan hujan pegunungan
bawah (1000-2000 m) sampai zona hutan
hujan pegunungan atas (2000-3000 m)
menunjukkan jumlah jenis yang meningkat.
Penelitian Gradstein & Culmsee (2010) di
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sulawesi
Tengah
juga
menemukan
bahwa
keanekaragaman jenis lumut di hutan hujan
pegunungan atas lebih tinggi daripada hutan
hujan pegunungan bawah. Ketinggian tempat
memberikan variasi iklim mikro, khususnya
kelembaban udara dan arah angin pada bagian
bawah gunung (Whitmore 1984).
Kekayaan jenis lumut yang tinggi pada
hutan hujan pegunungan atas (51 jenis)
mungkin dipengaruhi oleh intensitas cahaya
yang cukup dan temperatur yang rendah.
Menurut Enroth (1990) seiring naiknya
ketinggian 100 meter, temperatur turun 0.40.7 oC, kanopi pohon semakin rendah dan
terbuka, yang memudahkan sinar matahari
untuk masuk ke hutan, dan kabut juga lebih
sering terjadi, kondisi ini memberikan
lingkungan yang baik bagi lumut untuk
tumbuh. Selain itu, pada zona hutan hujan
pegunungan, merupakan tempat dimana
banyak terdapat pohon tumbang, sehingga
nutrisi yang kembali ke tanah lebih cepat
melalui proses pelapukan batang pohon dan
daun yang berguguran (Whitmore 1984).
Pada zona sub alpin (lebih dari 3000
m), jalur pendakian didominasi oleh batuan
dan vegetasi savana yang mulai tumbuh pada
ketinggian + 2777 m hingga puncak. Pada
zona ini tidak terdapat lagi pohon, dan
vegetasi yang ada hanya semak seperti cantigi
dan edelweis, sehingga kondisi iklim mikro
berbeda dengan zona hutan pegunungan atas.
Kondisi ini membuat lumut harus memiliki
strategi bertahan hidup sesuai dengan
lingkungannya. Hal ini dapat menjelaskan
keanekaragaman lumut di zona sub alpin yang

10

lebih sedikit (18 jenis) daripada di zona hutan
hujan pegunungan bawah (32 jenis) dan zona
hutan pegunungan atas (51 jenis).
Sebaran Jenis Lumut Berdasarkan Tipe
Substrat
Keanekaragaman lumut selain dipengaruhi
oleh faktor ketinggian dan tipe habitat (iklim
mikro), juga dipengaruhi oleh keberadaan
substrat. Penelitian ini mencatat lebih banyak
lumut terestrial daripada lumut epifit.
Sebagian besar lumut yang ditemukan pada
substrat terestrial di TNGMb merupakan
kelompok lumut sejati dan sebagian kecil dari
lumut hati. Hasil yang berbeda diperoleh
Gradstein dan Culmsee (2010) di Taman
Nasional Lore Lindu (Sulawesi Tengah), yang
melaporkan bahwa jumlah lumut epifit pada
hutan pegunungan, lebih banyak lumut hati
daripada lumut sejati. Hasil yang berbeda ini
menjelaskan bahwa lumut hati di hutan
pegunungan, lebih banyak sebagai lumut
epifit daripada lumut yang hidup secara
terestrial pada lantai hutan. Sebaliknya pada
habitat terestrial lebih banyak ditemukan
lumut sejati daripada lumut hati.
Banyaknya lumut terestrial yang dijumpai,
dapat disebabkan oleh banyak tersedianya
substrat tanah yang tidak tertutup oleh serasah
daun. Selain itu, seiring naiknya ketinggian
tempat, ukuran pohon dan daun akan semakin
kecil. Pada zona sub alpin tidak terdapat lagi
pohon-pohon yang kanopinya rapat. Pada
zona ini, lumut banyak tumbuh pada lantai
hutan dan tebing pendakian.

SIMPULAN
Keanekaragaman lumut di TNGMb
meliputi 57 jenis, 39 marga, dan 25 suku. Dua
suku dengan jumlah jenis paling banyak
adalah Dicranaceae (15 jenis, tujuh marga),
dan Bryaceae (enam jenis, dua marga).
Keanekaragaman jenis lumut di hutan
pegunungan (1000-3000 m) meningkat seiring
bertambahnya ketinggian, tetapi menurun di
zona sub alpin (lebih dari 3000 m).
Kebanyakan lumut yang dijumpai adalah
lumut terestrial yang tumbuh pada substrat
tanah dan batuan.

DAFTAR PUSATAKA
Bartram EB. 1939. The Philippine Journal of
Science. Vol. 68. Manila: Bureau of
Printing.
Benavides JC, Idaraga A, Alvarez E. 2004.
Bryophyte diversity patterns in flooded
and tierra firme forests in the Araracuara

Region, Colombian Amazonia. Trop Bryol
25: 117-126.
Bodade RG, PS Borkar, Arfeen MS, CN
Khobragade. 2008. In vitro screening of
bryophyte for antimicrobial activity. J Med
Plant 7: 23-28.
Cox CJ, Goffinet B, Wickett NJ, Boles SB,
Shaw AJ. 2010. Moss diversity: A
molecular phylogenetic analysis of genera.
Phytotaxa 9: 175-195.
Delucia EH et al. 2003. The contribution of
bryophytes to the carbon exchange for a
temperate rainforest. Global Change Biol
9: 1158-1170.
Eddy A. 1988. A Handbook of Malesian
Mosses. Vol. 1, Sphagnales to Dicranales.
London: British Museum.
Eddy A. 1990. A Handbook of Malesian
Mosses. Vol. 2, Leucobryaceae to
Buxbaumiaceae. London: The Natural
History Museum.
Eddy A. 1996. A Handbook of Malesian
Mosses. Vol. 3, Splachnobryaceae to
Leptostomataceae. London: The Natural
History Museum.
Enroth J, 1990. Altitudinal zonation of
Bryophytes on the Huon Peninsula, Papua
New Guinea. A floristic approach, with
phytogeographic consideration. Trop Bryo
2: 61-90.
Fleischer M. 1902. Die musci der flora von
Butenzorg. Vol 1 Leiden: Buchandung und
Druckerei
Gradstein SR. 2011. Guide to liverworths and
hornworths of Java. Bogor: SEAMEO
BIOTROP.
Gradstein SR, Culmsee H. 2010. Bryophyte
diversity on tree trunks in montane forests
of Central Sulawesi, Indonesia. Trop Bryol
31: 95-105.
Gr