Karakteristik Individu, Iklim Komunikasi, dan Tingkat Kohesivitas Anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri

KARAKTERISTIK INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI, DAN
TINGKAT KOHESIVITAS ANGGOTA KELOMPOK TANI
BINA TANI MANDIRI

ATRINA DWI PUTRI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Individu,
Iklim Komunikasi, dan Tingkat Kohesivitas Anggota Kelompok Tani Bina Tani
Mandiri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Atrina Dwi Putri
NIM I34100035

ABSTRAK
ATRINA DWI PUTRI. Karakteristik Individu, Iklim Komunikasi, dan Tingkat
Kohesivitas Anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri. Dibimbing oleh
HADIYANTO
Intensitas komunikasi yang cukup sering dibutuhkan dalam sebuah
kelompok, salah satunya adalah dengan membangun iklim komunikasi yang
kondusif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik individu,
karakteristik usaha tani, tingkat partisipasi, iklim komunikasi, dan tingkat
kohesivitas anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri; menganalisis hubungan
karakteristik individu dengan iklim komunikasi supportive dan defensive;
hubungan karakteristik usaha tani dengan iklim komunikasi supportive dan
defensive; hubungan tingkat partisipasi dengan iklim komunikasi supportive dan
defensive; serta iklim komunikasi supportive dan defensive dengan tingkat
kohesivitas anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung pendekatan kualitatif.
Responden dalam penelitian ini adalah 30 anggota Kelompok Tani Bina Tani
Mandiri yang masih aktif. Hasil penelitian menunjukkan tujuan kelompok
berhubungan nyata dengan iklim komunikasi supportive dan defensive dan iklim
komunikasi supportive dan defensive berhubungan nyata dengan tingkat
kohesivitas, sedangkan usia, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan
sampingan, tujuan individu, tingkat pengalaman, skala usaha, serta keterlibatan
dalam tahap pelaksanaan, perencanaan, dan evaluasi tidak berhubungan nyata
dengan iklim komunikasi supportive dan defensive anggota Kelompok Tani Bina
Tani Mandiri.
Kata kunci: peternak, kelompok, iklim komunikasi supportive, iklim komunikasi
defensive

ABSTRACT
ATRINA DWI PUTRI. Individual Characteristics, Communication Climate, and
Cohesiveness Level of Bina Tani Mandiri Farmers Group Members. Supervised
by HADIYANTO
High-intensity of communication is necessary in a group, for example by
build condusive climate communication. This study aimed to describe individual
characteristics, animal husbandry characteristics, level of participation,

communication climate, and cohesiveness level of Bina Tani Mandiri Farmers
Group Members; to analyze the correlation between individual characteristics
with supportive and defensive communication climate; the correlation between
animal husbandry characteristics with supportive and defensive communication
climate; the correlation between level of participation with supportive and
defensive communication climate; and the correlation between supportive and
defensive communication climate with cohesiveness level of Bina Tani Mandiri
Farmers Group members. This study used quantitative approach which supported

by qualitative approach. Thirty active members of Bina Tani Mandiri Farmers
Group had become respondent in this study. The results showed that goals of
group level had significant correlation with supportive and defensive
communication climate. Besides, supportive and defensive communication
climate also had significant correlation with cohesiveness level. In additon, this
study showed that age level, educational attainment, main job, secondary job,
goals of individual level, experience level, animal husbandry business’s scale, and
complicity in the implementation, planning, and evaluation phase had no
significant correlation with supportive and defensive communication climate of
Bina Tani Mandiri Farmers Group members.
Keywords: farmers, group, supportive communication climate, defensive

communication climate

KARAKTERISTIK INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI, DAN
TINGKAT KOHESIVITAS ANGGOTA KELOMPOK TANI
BINA TANI MANDIRI

ATRINA DWI PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Karakteristik Individu, Iklim Komunikasi, dan Tingkat
Kohesivitas Anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri
: Atrina Dwi Putri
: I34100035

Disetujui oleh

Ir Hadiyanto, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus: ________________

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Karakteristik Individu, Iklim Komunikasi, dan Tingkat
Kohesivitas Anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri” ini dengan baik.
Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hadiyanto, Msi
sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan masukan
selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini serta Ibu Dr. Ir. Sarwititi
S. Agung, MS selaku dosen pembimbing akademik atas dukungannya. Penulis
juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada Ibu Eisyah Setia Patra dan
Bapak Saiful Firdaus selaku orang tua tercinta, serta Rizki Israhayu, kakak
tersayang yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk
penulis hingga penyelesian skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri, Bapak Memed, Bapak

Afnaan, pihak Mitra Tani Farm, serta pihak Desa Bojong Jengkol atas
kesediaannya memberikan informasi kepada penulis. Tidak lupa penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2010 terutama Kunti MW, Astri SM,
Anna NC, Fauziah Z, Aulia RA, dan Regina A juga teman satu pembimbing yaitu
Umi Athiah dan Ditha FP yang telah sama-sama memberi semangat serta doa.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2014

Atrina Dwi Putri

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kelompok dan Kelompok Tani
Konsep Komunikasi Kelompok
Iklim Komunikasi
Kohesivitas Kelompok
Karakteristik Anggota Kelompok
Hasil Penelitian Sebelumnya tentang Kelompok
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANGAN
Lokasi dan Waktu
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM DESA BOJONG JENGKOL
Karakteristik Penduduk
GAMBARAN UMUM KELOMPOK TANI BINA TANI MANDIRI
Sejarah Terbentuknya Kelompok

Keanggotaan Kelompok Tani Bina Tani Mandiri
Kegiatan Kelompok Tani Bina Tani Mandiri
KARAKTERISTIK ANGGOTA KELOMPOK TANI BINA TANI MANDIRI
Usia
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan Pokok
Pekerjaan Sampingan
Tingkat Tujuan Individu
Tingkat Tujuan Kelompok
Ikhtisar

vi
x
xi
xii
1
3
4
5
7

7
7
9
9
10
11
12
13
14
15
19
19
20
21
23
24
27
27
27
28

31
32
32
32
33
34
35
35

KARAKTERISTIK USAHA TANI ANGGOTA KELOMPOK TANI BINA
TANI MANDIRI
Tingkat Pengalaman Berusaha Ternak
Skala Usaha Ternak
Kepemilikan Ternak
Ikhtisar
TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK TANI BINA TANI
MANDIRI
Keterlibatan dalam Tahap Perencanaan
Keterlibatan dalam Tahap Pelaksanaan
Keterlibatan dalam Tahap Evaluasi
IKLIM KOMUNIKASI ANGGOTA KELOMPOK TANI BINA TANI
MANDIRI
Iklim Komunikasi Supportive
Iklim Komunikasi Defensive
Perbandingan Iklim Komunikasi Supportive dan Defensive Anggota
Kelompok Tani Bina Tani Mandiri
Ikhtisar
TINGKAT KOHESIVITAS KELOMPOK TANI BINA TANI MANDIRI
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN IKLIM
KOMUNIKASI ANGGOTA KELOMPOK TANI BINA TANI MANDIRI
Hubungan Karakteristik Individu dengan Iklim Komunikasi Supportive
Hubungan Usia dengan Iklim Komunikasi Supportive
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Iklim Komunikasi Supportive
Hubungan Tujuan Individu dengan Iklim Komunikasi Supportive
Hubungan Tujuan Kelompok dengan Iklim Komunikasi Supportive
Hubungan Pekerjaan Pokok dan Pekerjaan Sampingan dengan Iklim
Komunikasi Supportive
Ikhtisar
Hubungan Karakteristik Individu dengan Iklim Komunikasi Defensive
Hubungan Usia dengan Iklim Komunikasi Defensive
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Iklim Komunikasi Defensive
Hubungan Tujuan Individu dengan Iklim Komunikasi Defensive
Hubungan Tujuan Kelompok dengan Iklim Komunikasi Defensive
Hubungan Pekerjaan Pokok dan Pekerjaan Sampingan dengan Iklim
Komunikasi Defensive
Ikhtisar
HUBUNGAN KARAKTERISTIK USAHA TANI DENGAN IKLIM
KOMUNIKASI ANGGOTA KELOMPOK TANI BINA TANI MANDIRI
Hubungan Karakteristik Usaha Tani dengan Iklim Komunikasi Supportive
Hubungan Tingkat Pengalaman dengan Iklim Komunikasi Supportive
Hubungan Skala Usaha Ternak dengan Iklim Komunikasi Supportive

37
37
38
38
41
43
43
44
45
47
47
51
55
56
57
59
59
59
59
60
60
61
61
62
62
62
63
63
63
64
65
65
65
65

Ikhtisar
66
Hubungan Karakteristik Usaha Tani dengan Iklim Komunikasi Defensive 66
Hubungan Tingkat Pengalaman dengan Iklim Komunikasi Defensive 66
Hubungan Skala Usaha Ternak dengan Iklim Komunikasi Defensive 67
Ikhtisar
67
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN IKLIM KOMUNIKASI
ANGGOTA KELOMPOK TANI BINA TANI MANDIRI
69
Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Iklim Komunikasi Supportive
69
Hubungan Keterlibatan dalam Tahap Perencanaan dengan Iklim
Komunikasi Supportive
69
Hubungan Keterlibatan dalam Tahap Pelaksanaan dengan Iklim
Komunikasi Supportive
69
Hubungan Keterlibatan dalam Tahap Evaluasi dengan Iklim Komunikasi
Supportive
70
Ikhtisar
70
Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Iklim Komunikasi Defensive
71
Hubungan Keterlibatan dalam Tahap Perencanaan dengan Iklim
Komunikasi Defensive
71
Hubungan Keterlibatan dalam Tahap Pelaksanaan dengan Iklim
Komunikasi Defensive
71
Hubungan Keterlibatan dalam Tahap Evaluasi dengan Iklim Komunikasi
Defensive
71
Ikhtisar
72
HUBUNGAN IKLIM KOMUNIKASI DENGAN TINGKAT KOHESIVITAS
ANGGOTA KELOMPOK TANI BINA TANI MANDIRI
73
Hubungan Iklim Komunikasi Supportive dengan Tingkat Kohesivitas
73
Hubungan Iklim Komunikasi Defensive dengan Tingkat Kohesivitas
74
Ikhtisar
74
SIMPULAN DAN SARAN
75
Simpulan
75
Saran
76
DAFTAR PUSTAKA
77
LAMPIRAN
81
RIWAYAT HIDUP
91

DAFTAR TABEL
1

Luas lahan berdasarkan peruntukkan di Desa Bojong Jengkol tahun
2014
2 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan usia di Desa Bojong
Jengkol tahun 2014
3 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di
Desa Bojong Jengkol tahun 2014
4 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian di
Desa Bojong Jengkol tahun 2014
5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik individu di
Kelompok Tani Bina Tani Mandiri tahun 2014
6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengalaman
berusaha ternak di Desa Bojong Jengkol tahun 2014
7 Skala usaha ternak Anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri
8 Jumlah keseluruhan domba milik sendiri yang dipelihara responden
9 Jumlah ternak domba milik CV Mitra Tani Farm yang dipelihara
responden
10 Jumlah ternak domba milik orang lain yang dipelihara responden
11 Distribusi responden berdasarkan jawaban dari pernyataan dimensi
iklim komunikasi supportive
12 Distribusi responden berdasarkan jawaban dari pernyataan dimensi
iklim komunikasi defensive
13 Perbandingan skor rata-rata iklim komunikasi supportive dan defensive
14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kohesivitas
dalam Kelompok Tani Bina Tani Mandiri tahun 2014
15 ujiHasil uji statistik hubungan karakteristik individu dengan iklim
komunikasi supportive
16 Hasil uji Chi Square pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan
dengan iklim komunikasi supportive
17
Hasil uji statistik hubungan karakteristik individu dengan iklim
komunikasi defensive
18 Hasil uji Chi Square pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dengan
iklim komunikasi defensive
19 Hasil uji statistik hubungan tingkat pengalaman dan skala usaha ternak
dengan iklim komunikasi supportive
20 Hasil uji statistik hubungan tingkat pengalaman dan skala usaha ternak
dengan iklim komunikasi defensive
21 Hasil uji statistik hubungan tingkat keterlibatan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan iklim komunikasi
supportive
22 Hasil uji statistik hubungan tingkat keterlibatan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan iklim komunikasi
defensive
23 Hasil uji statistik hubungan iklim supportive dan defensive dengan
tingkat kohesivitas

23
24
24
25
31
37
38
39
39
40
47
51
55
57
59
61
62
64
65
66

69

71
73

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pemikiran
Struktur kepengurusan Kelompok Tani Bina Tani Mandiri di Desa
Bojong Jengkol tahun 2014
Persentase responden berdasarkan keterlibatan dalam tahap
perencanaan di Kelompok Tani Bina Tani Mandiri tahun 2014
Persentase responden berdasarkan keterlibatan dalam tahap
pelaksanaan di Kelompok Tani Bina Tani Mandiri tahun 2014
Persentase responden berdasarkan keterlibatan dalam tahap evaluasi di
Kelompok Tani Bina Tani Mandiri tahun 2014

14
28
43
44
45

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Lokasi Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor
Daftar Responden
Dokumentasi
Hasil uji Rank Spearman
Hasil uji Chi Square

81
82
83
84
89

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai keinginan untuk
hidup berkelompok. Menurut Maslow dalam Pace dan Faules (2006), setiap
individu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu mulai dari
fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan, sampai kesempatan untuk
mengembangkan diri di dalam sebuah kelompok maupun dalam sebuah
organisasi, baik organisasi formal seperti halnya perusahaan dan lembaga
pemerintahan maupun organisasi di tingkat masyarakat pedesaan. Membangun
sebuah kelompok atau organisasi dipercaya sebagai salah satu alat untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat. Keberadaan sumber daya manusia yang
dapat menunjang pencapaian tujuan suatu kelompok atau organisasi merupakan
hal yang sangat penting tak terkecuali bagi masyarakat yang ada di pedesaan.
Berdasarkan hasil penelitian Suyono (2008), berbagai program pembangunan
yang telah dicanangkan oleh pemerintah untuk membantu pengembangan
masyarakat di pedesaan sudah banyak dilaksanakan namun hingga saat ini
masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani (dalam arti luas) masih berada
dalam keadaan yang tidak menguntungkan.
Menurut Syahyuti (2011), hingga saat ini konsep dan strategi
pengembangan dan pembentukan berbagai organisasi di level petani seperti
misalnya koperasi, kelompok tani, gapoktan, dan lain-lain belum memiliki konsep
yang berbasiskan kepada kebutuhan dan kemampuan petani itu sendiri.
Pengembangan organisasi di tingkat petani cenderung parsial. Pendekatan yang
top-down planning menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi anggota petani
dalam suatu organisasi akibatnya para anggota biasa bekerja dengan intruksi dari
atas dan hampir tidak memiliki peluang untuk terlibat dalam proses pengambilan
keputusan padahal pengembangan kapasitas bukan hanya mencakup
pengembangan kapasitas institusi saja namun juga kapasitas sumber daya manusia
seperti yang dijelaskan oleh Sumardjo dan Saharudin (2006) dalam Suyono
(2008).
Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) Februari
2013, mayoritas pekerjaan penduduk yang ada di Indonesia adalah masih pada
sektor pertanian secara luas yaitu sekitar 39 959 073, lalu diikuti oleh pekerjaan di
sektor perdagangan dan industri. Penduduk yang berada di pedesaan mayoritas
bermata pencaharian sebagai petani namun fakta berdasarkan informasi dari
Sensus Pertanian 2013 seperti halnya di Kabupaten Bogor, jumlah usaha pertanian
meliputi tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan, dan
perikanan menurun dari sebelumnya 225 224 pada tahun 2003 menjadi 204 468
pada tahun 2013.
Departemen Pertanian (2011) menyatakan bahwa salah satu permasalahan
yang ada di pedesaan adalah masih lemahnya organisasi petani padahal menurut
Taylor dan Mckenzie (1992) dalam Syahyuti (2010), berorganisasi dapat
meningkatkan pemberdayaan karena mampu menciptakan peluang bagi
masyarakat untuk dapat mengembangkan dirinya secara mandiri serta dapat
meningkatkan kemandirian lokal yang sangat diperlukan dalam pembangunan

2
pedesaan. Menurut Syahyuti (2010), organisasi petani yang ada di pedesaan
meliputi koperasi, gapoktan, dan kelompok tani.
Kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk
atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi,
sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha dari
para anggota. Selain itu kelompok tani juga merupakan wadah belajar mengajar
bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta
tumbuh dan berkembangnya dalam berusaha tani sehingga dapat meningkatkan
pendapatan serta produktivitas menuju kehidupan yang lebih sejahtera1. Salah satu
kelompok tani yang menyadari bahwa hidup berkelompok itu merupakan suatu
hal yang sangat penting adalah Kelompok Tani Bina Tani Mandiri yang berada di
Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Kelompok tani ini
merupakan kelompok tani yang bukan dibentuk oleh pemerintah seperti kelompok
tani pada umumnya melainkan oleh pihak swasta yaitu CV Mitra Tani Farm yang
diberi modal usaha oleh Bank Mandiri. Dengan intensitas sering betemunya para
peternak (anggota) dalam kegiatan pertemuan kelompok baik formal maupun
informal yang sering diadakan oleh kelompok ini, maka muncullah interaksi yang
dinamakan dengan komunikasi kelompok.
Keberadaan kelompok tani harus tetap dipertahankan untuk dapat membantu
petani memenuhi kebutuhannya sehingga perlu adanya interaksi yang kuat untuk
membangun kebersamaan dalam kelompok. Intensitas komunikasi yang cukup
sering dibutuhkan dalam sebuah kelompok, salah satunya adalah dengan
membangun iklim komunikasi yang kondusif. Iklim komunikasi merupakan salah
satu faktor internal dalam kelompok. Individu cenderung tertarik dan memilih
untuk berpartisipasi yang anggotanya saling berbagi nilai, kebutuhan, sikap, dan
harapan di dalam sebuah kelompok atau organisasi (Ruben 1992). Komunikasi
dibutuhkan untuk dapat mewujudkan kerja sama dan partisipasi dalam sebuah
kelompok atau organisasi.
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan bagi
kehidupan semua umat manusia. Menurut Muhammad (2009), pentingnya
komunikasi dengan manusia merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri
lagi, sama halnya dalam sebuah organisasi atau kelembagaan. Setiap manusia
membutuhkan individu lain untuk saling bekerja sama dalam kehidupannya dan
komunikasi dapat digunakan untuk saling bertukar pesan, namun menurut Panuju
(2001) dalam Rangkuti (2010), masalah komunikasi selalu muncul dalam proses
organisasi untuk menghubungkan serta membangkitkan kinerja antar bagian
dalam membangun iklim komunikasi secara sinergi. Penelitian mengenai iklim
komunikasi dalam kelompok penting untuk dilakukan karena berbagai hasil
penelitian sebelumnya hanya fokus menganalisis iklim komunikasi pada
organisasi formal saja, padahal organisasi informal seperti kelompok tani perlu
dilihat iklim komunikasinya karena penting kaitannya dengan kohesivitas
kelompok tani dalam kelompok.

1

http://cybex.deptan.go.id/gerbanglokal/inventarisasi-jumlah-kelompok-tanitahun-2010

3
Manusia adalah pendukung utama setiap kelompok maupun organisasi
dalam bentuk apapun. Salah satu cara untuk melihat struktur komunikasi dalam
suatu organisasi adalah dengan meneliti pola-pola interaksi guna mengetahui siapa
berkomunikasi dengan siapa karena tidak seorangpun mampu berkomunikasi
secara persis seperti anggota yang lainnya atau dengan setiap anggota organisasi
lainnya. Ruben (1992) menyatakan bahwa orientasi individu dalam hubungan dan
pola komunikasi mereka dengan yang lain menghasilkan iklim komunikasi. Iklim
komunikasi ini dapat digolongkan menjadi supportive atau defensive. Morisan
(2009) menyatakan perlu diketahui bahwa struktur juga dapat menimbulkan iklim
komunikasi yang dipandang sebagai salah satu variabel penting yang
mempengaruhi komunikasi. Anggota mempertimbangkan iklim ketika mereka
melakukan suatu kegiatan dan setiap kelompok atau organisasi memiliki berbagai
macam iklim bagi kelompok orang yang berbeda.

Masalah Penelitian
Sumber daya manusia merupakan nyawa dari suatu kelompok maupun
organisasi begitu juga peternak yang bergabung dalam Kelompok Tani Bina Tani
Mandiri. Karakteristik individu, karakteristik usaha tani, tingkat partisipasi, iklim
komunikasi, dan tingkat kohesivitas anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri
yang berbeda-beda tidak luput untuk diteliti karena merupakan faktor penting
yang dapat menggambarkan kelompok tani itu sendiri. Oleh karena itu menjadi
penting untuk mendeskripsikan bagaimana karakteristik individu,
karakteristik usaha tani, tingkat partisipasi, iklim komunikasi, dan tingkat
kohesivitas anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri?
Setiap peternak mempunyai latar belakang yang berbeda-beda meliputi usia,
tingkat pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, serta tujuan mereka
bergabung dalam kelompok yang meliputi tujuan individu dan tujuan kelompok.
Karakteristik individu dapat menentukan iklim komunikasi anggota dalam
kelompok baik itu supportive maupun defensive sehingga akan terlihat iklim yang
diciptakan merupakan iklim yang mendukung atau tidak mendukung. Oleh karena
itu menjadi penting untuk menganalisis bagaimana hubungan antara
karakteristik individu dengan iklim komunikasi supportive dan defensive
anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri?
Tanpa adanya kumpulan peternak, usaha yang dijalankan oleh CV Mitra
Tani Farm (MT Farm) tidak akan dapat berjalan. Peternak berperan sebagai
plasma dari MT Farm. Para peternak ini bekerja memelihara ternak hingga
bobotnya memenuhi syarat dan layak untuk dijual sesuai indikator yang telah
dibuat MT Farm sedangkan MT Farm menjalankan fungsi manajemen di
dalamnya serta memberikan modal, pengetahuan, keterampilan, serta
memfasilitasi ternak yang dipelihara oleh para peternak. Tidak hanya karakteristik
individu saja, karakteristik usaha tani seperti tingkat pengalaman dan skala usaha
ternak dari anggota kelompok juga tidak luput untuk diteliti karena akan
menentukan iklim komunikasi dalam kelompok baik itu supportive maupun
defensive. Oleh karena itu menjadi penting untuk menganalisis bagaimana
hubungan antara karakteristik usaha tani dengan iklim komunikasi
supportive dan defensive anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri?

4
Partisipasi anggota dalam sebuah kelompok mencakup tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan juga evaluasi. Kehadiran dan keterlibatan anggota kelompok
dalam setiap kegiatan kelompok sangat penting karena dapat berpengaruh
terhadap kualitas dari kelompok itu sendiri. Untuk dapat menciptakan iklim
komunikasi yang mendukung dalam kelompok, anggota perlu terlibat dalam
berbagai macam kegiatan yang diadakan oleh kelompok. Oleh karena itu menjadi
penting untuk menganalisis bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi
dengan iklim komunikasi supportive dan defensive anggota Kelompok Tani
Bina Tani Mandiri?
Berdasarkan hasil penelitian Dwihayanti (2004), iklim komunikasi yang
penuh persaudaraan akan mendorong anggota berkomunikasi secara terbuka,
rileks, dan ramah tamah dengan anggota lainnya sedangkan iklim komunikasi
yang negatif menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi secara terbuka dan
penuh persaudaraan. Selain memiliki latar belakang yang berbeda-beda, setiap
peternak yang bergabung dalam Kelompok Tani Bina Tani Mandiri juga memiliki
persepsi masing-masing mengenai iklim komunikasi pada kelompok yang sedang
mereka jalani baik itu supportive maupun defensive. Kurangnya keterbukaan di
antara anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri dapat membuat kelompok
menjadi tidak kompak karena dalam sebuah kelompok, komunikasi yang bebas
dan terbuka menunjukkan kelompok yang sangat kohesif (kompak). Kelompok
yang sangat kompak mempunyai suasana yang mempertinggi umpan balik, dan
karena itu mendorong komunikasi yang lebih efektif. Kohesivitas dibutuhkan
untuk memperkuat kebersamaan kelompok sehingga akan lebih mudah mencapai
keberhasilan kelompok atau mempertahankan anggota di dalam kelompok. Hal
tersebut akan dapat dicapai jika didukung oleh iklim komunikasi yang menunjang
dalam kelompok. Oleh karena itu menjadi penting untuk menganalisis bagaimana
hubungan antara iklim komunikasi supportive dan defensive dengan tingkat
kohesivitas anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan karakteristik individu, karakteristik usaha tani, tingkat
partisipasi, iklim komunikasi, dan tingkat kohesivitas anggota Kelompok
Tani Bina Tani Mandiri.
2. Menganalisis hubungan karakteristik individu dengan iklim komunikasi
supportive dan defensive anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri.
3. Menganalisis hubungan karakteristik usaha tani dengan iklim komunikasi
supportive dan defensive anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri.
4. Menganalisis hubungan tingkat partisipasi dengan iklim komunikasi
supportive dan defensive anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri.
5. Menganalisis hubungan iklim komunikasi supportive dan defensive dengan
tingkat kohesivitas anggota Kelompok Tani Bina Tani Mandiri.

5
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai alasan
peternak bergabung dalam kelompok, kecenderungan iklim komunikasi yang
diciptakan, kohesivitas kelompok Bina Tani Mandiri serta pengaruh iklim
komunikasi terhadap kohesivitas kelompok. Secara khusus, penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, di antaranya adalah:
1. Bagi peternak yang tergabung dalam Kelompok Tani Bina Tani Mandiri
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai hal-hal apa
saja yang harus ditingkatkan dalam diri para peternak agar dapat
meningkatkan kekompakan kelompok serta berusaha dan bekerja sama lebih
baik lagi baik dengan sesama peternak maupun pengurus Mitra Tani Farm.
2. Bagi pihak CV Mitra Tani Farm
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai iklim
komunikasi serta kohesivitas Kelompok Tani Bina Tani Mandiri sehingga
pihak Mitra Tani Farm dapat memperbaiki beberapa hal yang dapat lebih
disesuaikan lagi dengan kebutuhan peternak agar hubungan internal
organisasi semakin baik.
3. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pengambil
kebijakan agar dapat meningkatkan kapasitas petani khususnya yang berada
di Kabupaten Bogor agar tertarik untuk berorganisasi atau bergabung dalam
sebuah kelompok karena dengan berorganisasi akan menjadi mudah untuk
saling berbagi kebutuhan. Tentunya hal ini harus sesuai dengan karateristik
masing-masing petani.
4. Bagi peneliti dan kalangan akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka dan
menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial yang terjadi
khususnya yang berkaitan dengan iklim komunikasi petani serta kohesivitas
kelompok tani.
5. Bagi masyarakat sekitar
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang positif kepada
masyarakat yang ada di sekitar agar mempunyai keinginan untuk hidup
berkelompok atau berorganisasi karena adanya manfaat yang dapat dihasilkan
dibandingkan dengan berusaha secara sendiri-sendiri.

6

7

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Kelompok dan Kelompok Tani
Kelompok didefinisikan oleh Robbins (2002) sebagai dua atau lebih
individu yang berinteraksi dan saling tergantung antara satu dengan yang lainnya.
Tidak semua himpunan orang disebut dengan kelompok. Sebuah kelompok
mempunyai tujuan dan melibatkan interaksi di antara anggotanya. Kelompok
memiliki dua tanda psikologis, pertama anggota merasa terikat dengan
kelompoknya, dan kedua anggota kelompok saling bergantung satu sama lain.
Kelompok dibagi ke dalam dua sifat yaitu formal dan informal. Kelompok formal
digambarkan sebagai struktur organisasi dengan adanya penugasan. Perilaku
anggota diarahkan kepada tujuan kelompok atau organisasi di dalam kelompok
formal, sedangkan kelompok informal merupakan kelompok yang tidak memiliki
struktur, kelompok semacam ini terbentuk secara alamiah karena adanya
kebutuhan untuk mengadakan kontak sosial dengan anggota yang lainnya.
Cartwright dan Zander (1968) menjelaskan bahwa kelompok mempunyai
sepuluh ciri-ciri, yaitu ditandai oleh adanya interaksi yang sering, orang-orang di
dalamnya mendefinisikan dirinya sebagai anggota, menyadari bahwa mereka
adalah kepunyaan kelompok, berbagi norma yang menyangkut kepentingan
bersama, berpartisipasi sesuai dengan kedudukannya, orang-orang di dalamnya
merasakan manfaat, mempunyai persepsi kolektif sebagai satu kesatuan, ada
identifikasi terhadap objek, mempunyai sifat saling ketergantungan, dan ada
kecenderungan berperilaku yang sama terhadap lingkungan kelompok. Menurut
Mardikanto (1993) dalam Arimbawa (2004), kelompok merupakan himpunan
yang terdiri atas dua individu atau lebih dengan ciri-ciri memiliki ikatan yang
nyata, memiliki interaksi sesama anggotanya, memiliki struktur, memiliki norma
tertentu yang disepakati bersama, serta memiliki keinginan dan tujuan bersama.
Menurut Robbins (2002), kelompok dibagi ke dalam empat subklasifikasi,
yaitu kelompok perintah, kelompok tugas, kelompok kepentingan, dan kelompok
persahabatan. Kelompok perintah dan kelompok tugas dicirikan oleh organisasi
formal, sedangkan kelompok kepentingan dan kelompok persahabatan lebih
mengarah kepada aliansi informal. Kelompok perintah ditentukan oleh struktur
organisasi. Kelompok ini terdiri dari atasan dan bawahan dimana para bawahan
bertugas melapor langsung kepada atasannya sedangkan kelompok tugas
mewakili orang-orang yang bekerja sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Akan tetapi batasan kelompok ini tidak terbatas pada hierarki bawahan kepada
atasan.
Kelompok informal memberikan fungsi dengan memuaskan kebutuhan
sosial para anggotanya. Ketika orang-orang tidak bergabung dalam kelompok
perintah atau kelompok tugas, maka mereka dapat membentuk kelompok
kepentingan untuk mencapai tujuan tertentu yang memperhatikan kepentingan
masing-masing anggota kelompok. Kelompok informal seringkali terbentuk
karena para anggotanya memiliki satu atau lebih karakteristik yang sama, formasi
kelompok yang seperti ini dapat membentuk kelompok persahabatan di antara
anggotanya.

8
Menurut Beebe dan Masterson (1994), seseorang bergabung ke dalam suatu
kelompok karena adanya lima dimensi, yaitu:
1. Kebutuhan pribadi (interpersonal needs): kebutuhan pribadi seseorang
dapat dikaitkan dengan hierarki kebutuhan menurut Maslow yaitu dimulai
dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa memiliki,
kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri.
2. Tujuan individual (individual goals): merupakan alasan mengapa individu
bergabung dalam suatu kelompok yang berkenaan dengan minat dalam
dirinya untuk meningkatkan kemampuan mereka.
3. Tujuan kelompok (group goals): merupakan tujuan yang dapat
diidentifikasi melampaui tujuan individual. Tujuan ini berkembang
sebagai tujuan bersama yang meliputi tujuan individual masing-masing
anggota.
4. Daya tarik interpersonal (interpersonal attraction): sebagian orang tertarik
bergabung dalam sebuah kelompok karena mereka tertarik dengan orangorang yang ada di dalamnya yang meliputi komponen kesamaan, saling
melengkapi, kedekatan, dan daya tarik fisik.
5. Daya tarik kelompok (group attraction): ketika seseorang bergabung
dalam sebuah kelompok karena tertarik dengan anggota di dalamnya,
mereka juga mungkin tertarik dengan kelompok itu sendiri, yang meliputi
aktivitas kelompok, tujuan, dan kesederhanaan dalam penerimaan anggota.
Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT. 210/3/97 tanggal 18
Maret 1997, kelompok tani merupakan kumpulan dari petani yang tumbuh
berdasarkan keakraban dan keserasian, serta adanya kesamaan kepentingan dalam
memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama dalam meningkatkan
produktivitas usaha tani dan kesejahteraan dari para anggotanya. Selain itu pada
Peraturan Menteri Pertanian No. 273/ Kpts/OT.160/4/2007 13 April 2007 tentang
pedoman penumbuhan dan pengembangan kelompok tani dan gabungan
kelompok tani dijabarkan bahwa kelompok tani adalah kumpulan
petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan,
kesamaan kondisi lingkungan dan keakraban untuk meningkatan dan
mengembangkan usaha dari para anggotanya.
Kelompok tani dapat digolongkan ke dalam empat fungsi, yaitu sebagai unit
belajar, kerja sama, produksi dan unit usaha, serta sebagai kesatuan aktivitas.
Kelompok tani sebagai unit belajar bertujuan untuk membuat petani dapat
mendiskusikan keterampilan, pengetahuan, serta masalah secara berkelanjutan,
mengikuti berbagai pelatihan dengan didampingi oleh penyuluh, serta mengikuti
kegiatan-kegiatan yang berguna bagi petani. Kelompok tani sebagai unit kerja
sama dibentuk agar dapat melaksanakan kerja sama dengan kelompok lain,
melaksanakan pembagian tugas, menetapkan kesepakatan di antara anggota, serta
melaksanakan kegiatan yang dapat saling membantu sesama anggotanya.
Kelompok tani sebagai unit produksi dan unit usaha diarahkan untuk
merencanakan dan menetapkan pola usaha tani yang menguntungkan,
melaksanakan kegiatan kooperatif untuk kepentingan bersama, serta berfungsi
sebagai unit usaha. Kelompok tani sebagai kesatuan aktivitas dapat terwujud jika
kelompok tani sudah berfungsi sebagai unit belajar, unit kerja sama, dan unit
usaha dengan baik. Kelompok tani berfungsi sebagai wadah atau organisasi yang

9
memiliki aktivitas sesuai dengan fungsi kelompok dimana aktivitasnya saling
berkaitan satu sama lain.
Konsep Komunikasi Kelompok
Menurut Goldberg dan Larson (1985), komunikasi kelompok merupakan
suatu bidang studi yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok
secara umum tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap
muka yang kecil. Baik komunikasi kelompok maupun komunikasi interpersonal
melibatkan dua atau lebih individu yang secara fisik berdekatan serta
menyampaikan dan menjawab pesan-pesan baik secara verbal maupun non verbal.
Komunikasi kelompok terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur, para anggota
lebih cenderung melihat dirinya sebagai kelompok serta mempunyai kesadaran
tinggi tentang tujuan bersama. Komunikasi kelompok cenderung dilakukan secara
sengaja dibandingkan dengan komunikasi antar pribadi dan umumnya anggota
lebih sadar terhadap peran dan tanggung jawab masing-masing. Seperti yang
dikatakan Gales dalam Goldberg dan Larson (1985) bahwa setiap kelompok,
individu dapat memperlihatkan sikap positif atau gabungan dengan menjadi
ramah, mendramatisir, dan menyetujui. Sebaliknya, mereka juga dapat
menunjukkan sifat negatif seperti adanya penolakan, memperlihatkan ketegangan,
atau menjadi tidak ramah.
Iklim Komunikasi
Menurut Beebe dan Masterson (1994) [dalam bukunya „Communicating in
Small Group‟], iklim komunikasi dalam suatu kelompok merupakan analogi dari
sebuah iklim geografis yang sehari-hari anggota kelompok kenal dan rasakan
yang biasa disebut dengan cuaca atau suhu. Seseorang mungkin berpartisipasi
dalam kelompok yang memiliki rasa hangat dan keramah-tamahan yang sungguhsungguh, kepercayaan, keakraban, dan kemahiran. Menururt Gibb (1961), iklim
komunikasi supportive mampu mendukung interaksi yang terbuka, jujur, dan
bersifat membangun sedangkan iklim defensive dapat membangkitkan konflik dan
sikap kompetitif. Komunikator yang kompeten berusaha keras untuk
mempertahankan iklim komunikasi yang supportive. Iklim komunikasi defensive
dan supportive merupakan iklim komunikasi dalam kelompok yang keduanya
memiliki karakteristik berbeda satu sama lain. Iklim yang defensive terdiri atas
enam dimensi, yaitu evaluasi (evaluation), kontrol (control), strategi (strategy),
netralitas (netrality), superioritas (superiority), dan kepastian (certainty),
sedangkan enam dimensi iklim supportive terdiri atas deskripsi (description),
orientasi masalah (problem orientation), spontanitas (spontanity), empati
(emphaty), persamaan (equality), dan kesementaraan (provisionalism).
a.

Evaluasi VS Deskripsi
Evaluasi merupakan keadaan seseorang yang mengarahkan agar ide dari
orang lain dalam kelompok dapat bermanfaat, sedangkan deskripsi merupakan
cara berpikir seseorang terhadap orang lain atau idenya tanpa harus diarahkan
untuk kepentingan pribadi. Tipe ini dapat meningkatkan kepercayaan dan
kohesivitas kelompok.

10
b. Kontrol VS Orientasi masalah
Perilaku komunikatif yang mengarahkan dan mengontrol seseorang dapat
menghasilkan iklim yang defensive, sedangkan orientasi masalah merupakan
pendekatan yang lebih efektif. Jika seseorang melihat anggota kelompok sebagai
orang yang benar-benar berusaha untuk solusi yang akan menguntungkan semua
pihak (bukan untuk diri sendiri), persepsi ini akan memberikan kontribusi bagi
iklim yang mendukung seperti kekompakan yang lebih besar dan adanya
peningkatan produktivitas.
c. Strategi VS Spontanitas
Strategi merupakan perilaku yang mengendalikan dan bersifat manipulatif.
Strategi merupakan teknik perencanaan dan agenda tersembunyi seperti ketika
seseorang bermain catur sedangkan jika seseorang dalam suatu kelompok bersikap
spontan dan jujur, tidak ada perencanaan dan agenda yang disembunyikan, maka
orang tersebut akan berkontribusi untuk menciptakan iklim yang mendukung.
d. Netralitas VS Empati
Iklim yang bersifat netral dikatakan bila seseorang jauh dari perasaan orang
lain dan tidak ada keprihatinan, sedangkan empati merupakan keterlibatan dan
kepedulian seseorang terhadap tugas kelompok dan juga anggota kelompok lain
yang dianggap sebagai iklim pendukung dalam kelompok.
e. Superioritas VS Persamaan
Superioritas merupakan keadaan dimana seseorang merasa dirinya lebih baik
dari yang lain. Hal ini tentunya tidak mampu mendukung iklim yang terjadi dalam
kelompok. Persamaan merupakan keadaan dimana seseorang berusaha untuk
menciptakan perencanaan yang partisipatif dengan saling mempercayai dan
menghormati satu sama lain. Keadaan ini dapat menghasilkan iklim yang
mendukung dalam kelompok.
f. Kepastian VS Kesementaraan
Kepastian adalah keadaan dimana seseorang yakin dengan pengetahuan dan
persepsinya sedangkan jika seseorang bersikap kesementaraan, berarti ia
membiarkan dirinya terbuka terhadap informasi baru dan bisa mengakui bahwa
dari waktu ke waktu, mereka mungkin salah tentang sesuatu sehingga mereka
akan menjadi anggota kelompok yang lebih efektif dan akan membantu
membangun iklim kelompok yang lebih mendukung.
Kohesivitas Kelompok
Tingkatan yang menunjukkan anggota kelompok saling terkait satu sama
lain menunjuk pada kohesivitas (kekompakan) kelompok. Di samping kualitas
komunikasi, jumlah komunikasi juga dapat mempengaruhi kohesivitas kelompok.
Komunikasi yang bebas dan terbuka mencirikan kelompok yang kohesif (Beebe
dan Masterson 1994). Menurut Robbins (1999), setiap kelompok mempunyai
tingkat kohesivitas yang berbeda-beda, tergantung dari sejauh mana anggota
merasa tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap berada dalam kelompok
tersebut. Berbagai hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa semakin kompak
suatu kelompok, maka anggota akan mengarah pada tujuan-tujuan kelompok.
Boorman (1969) dalam Rakhmat (2004) menyatakan bahwa kelompok yang
sangat kohesif mempunyai suasana yang mempertinggi umpan balik, dan karena
itu mendorong komunikasi yang lebih efektif. Anggota kelompok yang kohesif
akan menanyakan informasi yang mereka perlukan karena mereka tidak takut

11
untuk kelihatan bodoh dan kehilangan muka. Anggota yang merasa bahwa
keputusan kelompok jelek akan mengajukan pertanyaan. Ia tidak dapat tinggal
diam dan membiarkan kelompok berbuat salah. Semakin kohesif sebuah
kelompok, maka semakin baik norma-norma kelompok dapat dipatuhi oleh para
anggotanya. Anggota merasa aman dan terlindungi dalam kelompok yang kohesif
sehingga komunikasi menjadi lebih bebas, terbuka, dan lebih sering.
Kohesi kelompok diartikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota
kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan
kelompok (Collins dan Raven 1964 dalam Rakhmat 2003). Kohesi kelompok
dapat diukur dari ketertarikan anggota secara interpersonal satu sama lain,
ketertarikan anggota pada fungsi kelompok dan kegiatan kelompok, serta
ketertarikan anggota kepada kelompok sebagai alat untuk memuaskan
kebutuhannya (McDavid dan Harari 1968 dalam Rakhmat 2003). Menurut Hariadi
(2011), tiga makna tentang kohesivitas kelompok yaitu ketertarikan pada
kelompok termasuk tingkat mereka dapat bertahan dalam organisasi, moral dan
tingkat motivasi anggota kelompok, serta koordinasi dan kerja sama anggota
kelompok.
Anggota kelompok yang kohesivitasnya tinggi lebih energik di dalam suatu
kelompok, jarang tidak hadir dalam kegiatan kelompok, dan merasa senang jika
kelompok tersebut berhasil. Anggota kelompok juga akrab serta saling
menghargai satu sama lain untuk mencapai tujuan, sedangkan kohesivitas rendah
biasanya ditunjukkan oleh rasa agresif dan saling bermusuhan. Kohesi kelompok
yang tinggi ditandai dengan curahan waktu untuk perencanaan kegiatan dan
semua anggota kelompok mengikuti rencana yang telah disetujui bersama.
Kelompok yang kohesivitasnya tinggi juga cenderung memiliki pemimpin yang
memiliki sifat demokratik, sedangkan kelompok yang kohesivitasnya rendah
cenderung memiliki pemimpin yang otokratik. Kelompok yang kohesivitasnya
tinggi juga biasanya terdiri atas individu-individu yang termotivasi untuk
membangun kebersamaan dan cenderung memiliki kinerja kelompok yang efektif.
Kohesi juga berkaitan dengan interaksi. Interaksi yang kuat menunjukkan adanya
kerja sama yang baik sehingga akan meningkatkan keberhasilan kelompok dalam
proses belajar mengajar, kerja sama, produksi, dan usaha (Hariadi 2011).
Karakteristik Anggota Kelompok
McQuail dan Windahl (1981) dalam Suwanda (2008) menyatakan bahwa
setiap orang yang berbeda akan memberikan respon yang berlainan karena
individu mempunyai tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam
memberikan respon. Umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan,
suku, dan agama diasumsikan dapat menentukan selektivitas individu terhadap
komunikasi sedangkan Setiawan (2006) dalam Suwanda (2008) menyatakan
bahwa karakteristik personal yang meliputi umur, pendidikan, gender, kesehatan,
suku, agama, serta karakteristik sumberdaya usaha tani yaitu luas lahan, modal,
alat, dan penguasaan lahan sangat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
menerima atau menerapkan informasi.
Suwanda (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa karakteristik
personal pada diri petani dalam kelompok tani dapat dilihat dari sebelas
karakteristik, yaitu:

12
1. Usia: usia responden dihitung sejak tahun kelahirannya sampai waktu
penelitian dilakukan.
2. Pendidikan formal: jenjang waktu sekolah formal yang pernah diikuti
petani.
3. Pendidikan non-formal: kegiatan pembelajaran di luar sekolah formal yang
pernah diperoleh petani.
4. Pengalaman berusaha tani: lamanya responden berusaha tani dalam satuan
tahun.
5. Pendapatan rata-rata/bulan: penghasilan yang diperoleh petani.
6. Pola usaha tani: model monokultur/polikultur yang diterapkan petani.
7. Status usaha tani: dilihat dari posisi petani terhadap lahan yaitu penggarap
atau pemilik.
8. Luas lahan : luas area yang digarap petani untuk ditanami.
9. Orientasi berusaha tani: motif atau tujuan petani dalam berusaha tani.
10. Status petani: keanggotaan petani dalam kelompok tani.
11. Motivasi berusaha tani: keinginan petani dalam mengusahakan padi baik
intrinsik maupun ekstrinsik.
Wibowo (2006) menyatakan bahwa karakteristik anggota kelompok tani
terdiri atas usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan,
jumlah tanggungan keluarga, penguasaan lahan, akses terhadap media massa,
gaya komunikasi anggota, dan tingkat partisipasi anggota. Tingkat partisipasi
anggota kelompok tani merupakan presentase peran serta anggota dalam kegiatan
kelompok. Berdasarkan hasil peneitian Andajani (2006), partisipasi dalam sebuah
kelompok tani peternak adalah keterlibatan peternak dalam pembuatan rencana,
dalam pelaksanaan rencana kegiatan dan pemanfaatan hasil serta dalam proses
pengawasan kegiatan kelompok seperti yang dikatakan oleh Sajogyo (1980) dalam
Andajani (2006) bahwa indikator partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan
pembangunan pertanian dapat dilihat dari adanya peluang ikut menentukan kebijakan
pembangunan di tingkat desa/kecamatan terutama dalam bidang-bidang yang
mengharapkan petani untuk bekerja, adanya peluang ikut melaksanakan rencana
pembangunan, serta adanya peluang untuk ikut menilai hasil pembangunan, sampai
hasil-hasil tersebut telah memperbaiki keadaan mereka menurut ukuran dan
pengalaman mereka sendiri. Aspek yang dilihat dalam perencanaan adalah
mengenai usaha kelompok, pengelolaan, pengembalian pinjaman, serta perguliran
bantuan modal. Aspek dalam pelaksanaan kegiatan dan pemanfaatan hasil adalah
pembelian sarana produksi, pembuatan kandang ternak, pengelolaan pakan, serta
kegiatan mengikuti pelatihan, sedangkan dalam pengawasan aspek yang dilihat
adalah pengawasan pada saat pembelian ternak, kegiatan kelompok,
pengembalian pinjaman, dan proses perguliran bantuan modal.
Hasil Penelitian Sebelumnya tentang Kelompok
Hare (1962) dalam Wibowo (2006) menyatakan terdapat kecenderungan
yang kuat bahwa kelompok akan lebih produktif jika mereka terdiri atas anggotaanggota kelompok yang mempunyai jenis kelamin yang sama, kohesivitas yang
tinggi, ukuran relatif kecil, mempunyai jaringan komunikasi dengan feedback
yang maksimum, serta mempunyai pemimpin yang ahli. Ada beberapa faktor
yang saling berinteraksi dalam kelompok sehingga menimbulkan sebuah suasana
(atmosphere) dan perasaan (feeling). Ketika komunikasi yang bebas dan terbuka

13
serta individu berpartisipasi, semua anggota cenderung untuk merasakan daya
tarik terhadap kelompok dan konsekuensinya menerima kepuasan secara personal.
Kondisi tersebut berperan sebagai daya kekuatan bagi kelompok untuk
menyelesaikan masalah karena ada keterbukaan dan kepercayaan sesamanya.
Pada akhirnya dengan memelihara iklim kelompok yang positif maka akan
berpengaruh terhadap produktivitas.
Muksin (2002) menyatakan dalam penelitiannya bahwa beberapa variabel
yang dapat membentuk iklim kelompok adalah cara berkomunikasi, kohesivitas
kelompok, jaringan komunikasi, dan ukuran kelompok. Iklim kelompok terdiri
atas komitmen dan kepuasan anggota. Tingkat kohesivitas kelompok tani dapat
dilihat dari sejauh mana keterampilan anggota kelompok dalam berkomunikasi
yaitu mampu memahami penyampaian pesan serta bagaimana meresponnya dalam
berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain. Kohesivitas dapat dilihat dari
kualitas komunikasi, kuantitas komunikasi, dan keterampilan komunikasi.
Kualitas komunikasi diukur dari bagaimana anggota kelompok berkomunikasi
secara terbuka, eksplisit, dalam menyampaikan pesan, serta kejujuran. Semakin
besar kualitas komunikasi, maka semakin besar pula kemampuan anggota untuk
berkomunikasi secara jujur, terbuka, dan eksplisit sedangkan kuantitas
komunikasi dapat diukur dari jumlah komunikasi yang dilakukan oleh anggota
kelompok tani yang dilihat dari seberapa sering anggota menghadiri pertemuan
yang didakan oleh kelompok dan mengenai hubungan anggota dengan anggota
yang lain. Kohesivitas ditunjukkan dengan tingkat daya tarik antar anggota
kelompok. Semakin tinggi tingkat ketertarikan antar anggota kelompok tani maka
semakin besar pula tingkat kohesivitas anggota kelompok.
Wibowo (2006) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pekerjaan anggota
kelompok tani dapat menentukan tingkat kedewasaan anggota dalam bertindak,
anggota kelompok yang memiliki lebih dari satu pekerjaan berarti memiliki
keterampilan yang lebih sehingga menjadi lebih percaya diri dalam berpendapat
dan tidak selalu menunggu perintah ketua kelompok untuk dapat bertindak. Hasil
penelitian Mayangsari (2013) menyatakan bahwa dalam organisasi informal yaitu
Usaha Kecil dan Menengah (UKM), lama bekerja anggota mempengaruhi tingkat
kepercayaan. Semakin lama anggota bekerja, maka semakin tinggi tingkat
kepercayaan dalam kelompok.

Kerangka Pemikiran
Setiap anggota yang bergabung dalam kelompok tani memiliki latar
belakang yang berbeda-beda termasuk para peternak yang bergabung dalam
Kelompok Tani Bina Tani Mandiri. Tidak hanya karakteristik individu sepeti usia,
pendidikan, dan pekerjaan saja yang penting untuk dilihat namun juga tujuan
peternak bergabung dalam kelompok, karakteristik usaha tani seperti pengalaman
berusaha tani dan skala usaha serta partisipasi dalam kelompok yang dapat dilihat
dari tingkat keterlibatan anggota dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Karakteristik tersebut diduga berhubungan nyata dengan iklim
komunikasi supportive dan defensive para anggota dalam kelompok.
Cara berkomunikasi dalam suatu kelompok, kepada siapa mereka
berkomunikasi, dan seberapa sering mereka berkomunikasi dapat memunculkan

14
iklim komunikasi yang dapat dianalogikan sebagai suhu atau cuaca. Iklim
komunikasi ini terdiri atas defensive (yang bersifat melawan) dan supportive
(yang bersifat mendukung). Iklim komunikasi supportive dan defensive anggota
Kelompok Tani Bina Tani Mandiri diduga berhu