Pengaruh Intervensi Penambahan Fitosterol pada Minyak Sawit Terhadap Profil Lipid Subyek dengan Sindroma Metabolik.

i

PENGARUH INTERVENSI PENAMBAHAN FITOSTEROL
PADA MINYAK GORENG SAWIT TERHADAP PROFIL
LIPID SUBJEK DENGAN SINDROMA METABOLIK

NAUFAL MUHARAM NURDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Intervensi

Penambahan Fitosterol pada Minyak Sawit terhadap Profil Lipid Subyek
dengan Sindroma Metabolik adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Naufal Muharam Nurdin
NIM I151114131

ii

RINGKASAN
NAUFAL MUHARAM NURDIN. Pengaruh Intervensi Penambahan Fitosterol
pada Minyak Sawit Terhadap Profil Lipid Subyek dengan Sindroma Metabolik.
Dibimbing oleh RIMBAWAN dan DRAJAT MARTIANTO
Sindroma metabolik (SM) merupakan suatu kondisi yang penting untuk

dikaji karena akan meningkatkan resiko penyakit kronis terutama penyakit jantung
koroner (PJK) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2). Sindroma metabolik adalah
pengelompokan kriteria terkait abnormalitas metabolik terdiri dari obesitas
abdominal, hipertensi, dislipidemia atrogenik dan intoleransi glukosa (Alberti et al.
2009). Fitosterol merupakan sterol utama yang ditemukan pada minyak nabati
sehingga disebut juga plant sterol. Fitosterol dapat mengurangi absorpsi kolesterol
di saluran pencernaan dan potensial untuk digunakan dalam pencegahan dan
terapi hyperlipidemia (Bender 2006). Fitosterol dalam bentuk ester dapat larut
pada minyak dan mempunyai stabilitas yang cukup baik terhadap panas sehingga
dapat dapat dicampurkan pada minyak sawit dan digunakan sebagai minyak
goreng (Hallikainen 2001, Soupas et al. 2005, Dewi et al. 2013).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh intervensi
penambahan fitosterol pada minyak sawit yang digunakan sebagai minyak goreng
terhadap profil lipid yang terdiri dari kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol
LDL dan trigliserida pada subjek sindroma metabolik. Penelitian ini merupakan
uji klinis acak tersamar ganda. Sebanyak 30 subjek dewasa umur 40-60 tahun
yang memenuhi kriteria sindroma metabolik terlibat pada penelitian ini. Subjek
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Kelompok
perlakuan diberikan minyak sawit yang diperkaya 6.5% (w/w) fitosterol dan
digunakan sebagai minyak goreng sesuai kebiasaan sehari-hari. Pada kelompok

kontrol diberikan minyak sawit tanpa fitosterol. Perlakuan ini diberikan selama 8
minggu. Konsumsi pangan dinilai melalui metode 24 jam-recall setiap 2 minggu.
Pengukuran antropometri dan profil lipid darah dilakukan pada awal dan akhir
intervensi.
Setelah 8 minggu intervensi, estimasi rata-rata total konsumsi minyak sawit
yaitu 46 ± 23 g/hari dan rata-rata estimasi asupan fitosterol pada kelompok
perlakuan yaitu sebesar dan 2.0 ± 1 g/hari. Tidak terdapat perbedaan nyata asupan
pada kedua kelompok tersebut. Rata-rata konsumsi kalori dari lemak pada kedua
kelompok mencapai 40% dari total konsumsi kalori pada kelompok tersebut.
Asupan fitosterol telah diatas jumlah yang disyaratkan (>1.3 g/hari).
Hasil pada penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata kadar
kolesterol-LDL (p>0.05) antara awal dan akhir intervensi, sedangkan kadar
kolesterol-total dan trigliserida menurun secara signifikan (p 80cm pada wanita, hipertensi yaitu tekanan darah > 130/ 85 mmHg
atau sedang dalam pengobatan dengan obat antihipertensi, kadar trigliserida > 150
mg/dl, kadar kolesterol HDL 100mg/dl. (Alberti et al. 2009)
Sindroma Metabolik di Indonesia
Di Indonesia telah dilakukan berbagai survei dan penelitian terkait dengan SM.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di tahun 1995 memperlihatkan
bahwa prevalensi hipertensi yang merupakan salah satu komponen SM sebesar 8.2%.
Di tahun 2001, prevalensi hipertensi bertambah menjadi 28% dan pada tahun 2007

menjadi 31.7% (Depkes 2003, Khan et al. 2005, Balitbangkes 2008). Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007 di Indonesia menunjukkan bahwa resiko terkena SM cukup
tinggi dengan prevalensi penduduk dengan pola hidup sedenterial sebesar 48.2%,
obesitas berdasarkan IMT sebesar 19.1% dan obesitas sentral sebesar 18.8%.
Prevalensi SM dapat dipastikan meningkat oleh karena meningkatnya obesitas
maupun obesitas sentral. Prevalensi SM di berbagai kota besar di Indonesia sudah
cukup tinggi. Prevalensi SM di Depok 25.3% (Soewondo et al. 2005), Jakarta sebesar
28.4% (Soewondo et al. 2010), Surabaya sebesar 34% (Pranoto et al. 2005). dan di
Bali sebesar 18.2% (Dwipayana et al. 2011)
Fitosterol (Plant Sterol)
Fitosterol atau disebut juga plant sterol merupakan suatu steroid alkohol.
Fitosterol tidak disentesis dalam tubuh manusia sehingga seluruhnya didapatkan dari
diet makanan. Fitosterol memiliki struktur mirip dengan kolesterol. Lebih dari 250
jenis fitosterol dan komponen terkait didapatkan pada berbagai tanaman dan bahan
laut. Bentuk fitosterol yang paling umum diketahui yaitu sitosterol, campesterol dan
stigmasterol. Didapatkan pula jenis fitosterol dalam bentuk jenuh (saturated
fitosterol) seperti sitostanol dan campestanol. Di alam fitosterol banyak didapatkan
pada minyak sayur, sereal, dan kacang-kacangan (Hallikainen 2001).
Sejak tahun 1950 telah diteliti bahwa fitosterol memiliki efek menurunkan
kadar kolesterol dalam darah (hipokolesterolemik). Fungsi ini terkait dengan

kemampuannya dalam menghambat absorbsi dari kolesterol garam empedu dan
kolesterol makanan. Pada tahun 1970, fitosterol pertama kali dipasarkan sebagai
penurun kolesterol, namun karena membutuhkan dosis tinggi, rendahnya tingkat
kelarutan dan rasa yang tidak enak menyebabkan fitosterol tersebut tidak diterima
pasar. Pada tahun 1990an ditemukan inovasi fitosterol teresterifikasi pada asam lemak
(fitosterol ester) sehingga memungkinkan untuk menambahkannya pada makanan
yang mengandung lemak (misalnya margarin) dalam bentuk solubel tanpa
mempengaruhi rasa sehingga lebih dapat diterima serta berkembangnya penelitian
mengenai manfaat fitosterol ester yang lebih luas (Hallikainen 2001).
Karakteristik Fitosterol
Fitosterol merupakan istilah yang umum digunakan baik dalam bentuk sterol
bebas maupun teresterifikasi dengan asam lemak (fitosterol ester). Fitosterol bebas
memiliki bentuk padat dan sulit larut lemak dan minyak. Fitosterol ester dibuat

7
dengan proses trans-esterifikasi dengan asam lemak sehingga memungkinkan
fitosterol tersesbut dapat larut dan ditambahkan pada makanan berbasis lemak (seperti
margarin, mentega, susu, minyak sawit dan sebagainya) tanpa mengubah rasa dan
tekstur (Hallikainen 2001).
Fitosterol ester memiliki karakteristik larut dalam pelarut non-polar, lemak

dan minyak sayur. Fitosterol ester juga dapat mensubstitusi lemak sehingga
memperbaiki komposisi lemak dan menurunkan jumlah lemak. Secara kimia fitosterol
ester relatif stabil dan tahan terhadap suhu tinggi (Cantrill 2008)
Tingkat degradasi fitosterol terhadap pemanasan dipengaruhi oleh waktu
pemanasan (semakin lama semakin banyak yang terdegradasi), metode penggorengan
(degradasi fitosterol lebih tinggi dengan metode pan-frying dibandingkan dengan
deep-frying), dan jenis minyak yang dipakai (minyak tidak jenuh tunggal lebih
banyak terdegradasi dibandang lemak tidak jenuh ganda). Degradaasi fitosterol lebih
cepat terjadi pada metode pan-frying dibandingkan metode deep-frying diduga karena
pada metode deep-frying lebih sedikit mengandung oksigen, seperti diketahui oksigen
merupakan faktor pembatas pada proses oksidasi fitosterol (Salta et al, 2008). Hasil
degradasi fitosterol terutama dalam bentuk kandungan hidroksil, epoksi dan keton.
(Soupas et al. 2004)
Penelitian Salta et al 2008, untuk penggorengan pertama dengan
menggunakan metode pan-frying, retensi fitosterol sebesar 80% sedangkan pada
metode deep-frying retensi tersebut sebesar 91%. Penelitian Winkler et al. (2008),
dengan metode deep frying didapatkan retensi fitosterol sebesar 87 – 93%.
Efek Klinis Fitosterol
Penelitian fitosterol dalam menurunkan serum kolesterol pada manusia
pertama kali dilakukan oleh Pollak et al. pada tahun 1953. Pollak (1953) meneliti

konsumsi 5-10 g per hari fitosterol pada 26 orang sehat dan didapatkan rata-rata
penurunan kadar kolesterol total sebesar 28%.
Berbagai penelitian meta-analisis telah membuktikan bahwa plant sterol
dengan jumlah yang sesuai dapat menurunkan kadar LDL-C antara 4% hingga 15%
(Genser et al. 2011, Gupta et al. 2011, Berger et al. 2004). Pada mayoritas penelitian
mengenai konsumsi fitosterol menyebutkan bahwa fitosterol tidak berpengaruh
terhadap kadar HDL-C. namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa fitosterol
dapat meningkatkan kadar HDL-C (Gyling et al. 1999) dan pada penelitian lain
fitosterol justru menurunkan kadar HDL-C (Jones et al. 1999)
Pada banyak penelitian, responden yang memiliki kadar TG diatas 3 mmol/l
(265 mg/dl) tidak dilibatkan (eklusi) dalam penelitian. Mayoritas penelitian, fitosterol
dilaporkan tidak memiliki efek signifikan terhadap kadar serum TG. Namun pada
beberapa penelitian kadar serum TG mengalami sedikit peningkatan (Lees et al.
1977) sedangkan pada penelitian lain mengalami penurunan (Vanhanen et al. 1992).
Penelitian meta-analisis yang lebih baru oleh Demonty et al. (2013) yang khusus
menganalisis pengaruh fitosterol pada kadar TG disimpulkan bahwa terdapat
penurunan kadar TG terutama pada subjek dengan kadar TG awal (baseline) yang
tinggi.
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi (faktor bias)
fungsi fitosterol dalam menurunkan kolesterol diantaranya umur, jenis kelamin, berat

badan, nilai awal serum kolesterol, jenis gangguan metabolisme lemak, genetik dan
jenis diet yang digunakan (Jones et al. 1997). Berdasarkan umur diketahui bahwa
penurunan LDL-C pada umur tua secara signifikan lebih tinggi dibanding pada orang

8
yang lebih muda (Law et al. 2000). Berdasarkan jenis kelamin, tidak terdapat
perbedaan signifikan pada fungsi fitosterold sebagai penurun kolesterol pada jenis
kelamin yang berbeda (Vanhanen et al. 1994) . Berat badan juga diketahui tidak
memiliki pengaruh terhadap perbedaan efikasi fitosterol pada subyek yang normal
dan overweight (Nguyen et al. 1999). Kadar serum kolesterol total turut
mempengaruhi efektifitas fitosterol, semakin tinggi kadar awal (baseline) serum
kolesterol total, semakin tinggi penurunan TC tersebut (Miettinen et al. 1995).
Efikasi fitosterol dalam menurunkan kolesterol sangat dipengaruhi oleh
pembawa (vehicle) dari fitosterol dan jenis diet subyek. Mencampurkan fitosterol
pada pangan berbasis lemak dapat meningkatkan efikasi fitosterol tersebut bila
dibandingkan pemberian secara suplementasi (kapsul) (Berger et al. 2004). Fitosterol
lebih efektif apabila dikonsumsi dengan diet rendah lemak (Hallikainen et al. 1999).
FDA mensyaratkan konsumsi dengan diet rendah lemak jenuh dan kolesterol untuk
dapat mengklaim manfaat kesehatan physterol pada produk komersial (FDA 2010).
Pada penelitian lain, intervensi fitosterol dengan pola makan tanpa diet rendah lemak

juga dapat menurunkan kolesterol total dan kadar LDL-C (Jones et al. 1999; Weidner
et al. 2008 )
Mekanisme Kerja Fitosterol
Struktur yang mirip antara fitosterol dengan kolesterol menyebabkan terjadi
kompetisi dalam absorbsi kolesterol (competitve inhibitor). Fitosterol dengan
berikatan pada miselles dan menurunkan jumlah kolesterol yang terdapat dan
diangkut dalam miselles yang merupakan pembawa utama dalam absorbsi kolesterol
di usus (Gupta et al. 2011). Konsumsi kolesterol dari makanan sebesar 250-500
mg/hari dan produksi kolesterol dalam bentuk getah empedu di usus halus sebesar
600-1000 mg/hari, dengan pemberian fitosterol pada makanan maka akan
menghambat proses absorbsi kolesterol, efek ini akan bertambah jika dikombinasikan
dengan diet rendah lemak. (Berger et al. 2011). Fitosterol juga dapat menghambat
sintesis kolesterol endogen. Penelitian Ho & Pal (2005) secara in vitro pada kultur sel
HepG2 hati menunjukkan bahwa fitosterol dapat menghambat sintessa kolesterol di
hati yaitu dengan menghambat pembentukan VLDL.
Dosis Fitosterol
Pada berbagai penelitian konsumsi fitosterol sebesar 800-1000 mg per hari
telah menunjukkan hasil signifikan dalam menurunkan LDL-C (Berger et al. 2004).
Penelitian meta-analisis yang lain menyebutkan bahwa dibutuhkan minimal konsumsi
fitosterol 1.5 g/hari dan secara konsisten mampu menurunkan kadar LDL-C apabila

dikonsumsi sebanyak 2 s/d 3 g/hari (Gupta et al. 2011). Food and Drugs
Administration (FDA) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI telah menyetujui
klaim kesehatan fitosterol dalam menurunkan risiko penyakit jantung dengan asupan
fitosterol bentuk ester minimal 1.3 g/hari terbagi dalam 2 sajian sebagai bagian dari
diet rendah lemak jenuh dan rendah kolesterol (FDA 2010, BPOM 2011).
Keamanan Fitosterol
JECFA telah mengevaluasi penelitian toksikologi dan klinis berbagai dosis
fitosterol dan fitostanol termasuk dalam bentuk ester dan menyimpulkan bahwa tidak
terbukti menyebabkan kanker (karsinogenesis) dan genotoksik. (JECFA 2008).

9
Fitosterol telah terbukti aman dan efektif tanpa menimbulkan malabsorbsi yang
signifikan dari zat gizi termasuk vitamin larut lemak. (Jenkins & kendal 1999). Pada
penelitian klinis tidak menunjukkan adanya bahaya dan interaksi obat-makanan pada
penggunaan fitosterol, namun penggunaan dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun
masih harus diteliti lebih lanjut (Gupta et al. 2011)
Minyak sawit
Minyak goreng adalah minyak yang digunakan untuk menggoreng maupun
melakukan proses memasak lainnya. Minyak goreng yang paling banyak digunakan di
Indonesia adalah minyak dengan bahan baku minyak sawit (Simatupang dan Purwoto,

1996). Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri setelah
melalui proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (refine,
bleached and deodorized palm oil).
Minyak sawit memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi yaitu hampir
sekitar 50%. Minyak sawit (palm oil) juga dijadikan nama asam lemak jenuh rantai
karbon 16 yaitu asam palmitat. Selain lemak jenuh yang tinggi, minyak sawit juga
memiliki kadar lemak tidak jenuh tunggal yang cukup tinggi yaitu sekitar 40%.
Secara lengkap minyak sawit memiliki kandungan sebagai berikut yaitu lemak jenuh
terdiri dari asam palmitat (C16) sebesar 44.3%, Stearat (C18) sebesar 4.6%, asam
miristat (C14) sebesar 1.0%. Lemak tidak jenuh tunggal yang terdiri dari asam oleat
(C18:1) sebesar 38.7% dan asam lemak tidak jenuh ganda terdiri dari linoleat (C18:2)
sebesar 10.5% (Mukherjee & Mitra 2009)
Minyak sawit merupakan salah satu sumber lemak utama bagi orang Indonesia.
Asupan lemak penduduk indonesia terus meningkat dari 58,1 g/kap/hr pada tahun
2002, meningkat menjadi 61.5 g/kap/hari pada tahun 2007 dan 64.7 g/kap/hari tahun
2009. Dan hampir separuhnya berasal dari lemak tampak yang terdiri dari minyak
goreng (terutama minyak sawit), santan kelapa dan mentega (Hardinsyah 2011).
Berdasarkan survei yang dilakukan Martianto et al. (2005), rata-rata konsumsi
minyak goreng di Indonesia sebesar 23 gram per hari.
Minyak sawit biasa digunakan untuk menggoreng dengan berbagai metode
seperti metode 1) deep frying yaitu menggoreng dengan menggunakan minyak yangg
banyak pada suhu tinggi sehingga bahan makanan seluruhnya tercelup dalam minyak,
2) sauting yaitu menggunakan wajan sedikit minyak dengan panas yg tinggi dalam
waktu cepat dan 3) pan-frying yaitu memasak cepat dengan menggunakan minyak
secukupnya dengan panas sedang. Metode deep frying yang merupakan metode
penggorengan paling umum dilakukan masyarakat Indonesia (Winarno 1999)
Minyak sawit dikonsumsi dengan cara langsung maupun sebagai minyak
goreng. Minyak sawit mempunyai berbagai efek menguntungkan bagi kesehatan,
namun penggunaan sebagai minyak goreng dapat berakibat sebaliknya hal ini terkait
dengan tingkat oksidasi minyak tersebut (Edem et al. 2002). Berbagai penelitian
mengenai asupan minyak sawit segar (tanpa pemanasan) pada hewan dan manusia
didapatkan efek yang menguntungkan terhadap kesehatan. Manfaat kesehatan tersebut
meliputi penurunan resiko terhadap arterosklerosis dan thrombosis arteri,
penghambatan biosintesis kolesterol dan aggregasi platelet serta penurunan tekanan
darah. Namun, pada penggunaan melalui pemanasan dapat menyebabkan terjadinya
proses oksidasi sehingga dapat mengganggu fungsi fisiologis dan biokimia tubuh.
Minyak sawit yang teroksidasi memiliki efek merugikan salah satunya terhadap profil
lipid yaitu meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL serta meningkatkan kadar
trigliserida (Mukherjee & Mitra 2009)

10

METODE
Desain, Tempat, dan Waktu
Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah uji klinis acak
tersamar ganda (Randomized double blind clinical trial). Penelitian ini dilakukan 3
kecamatan yaitu kecamatan Dramaga dan Ciampea (Kabupaten Bogor) serta
Kecamatan Bogor Tengah (Kota Bogor). Intervensi dilakukan selama 8 minggu.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul Studi Efikasi
Intervensi Minyak Kelapa Sawit yang Diperkaya Plant Sterol Untuk Memperbaiki
Profil Lipid Darah dan Status Inflamasi Pada Penderita Hiperlipidemia (Dewi et al.
2013) yang dibiayai oleh BASF Nutrition and Health Research Grant, Asia. Penelitian
ini telah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi Semarang No.
333/EC/FK/RSDK/2012.
Kriteria, Cara Pemilihan dan Jumlah Subjek
Kriteria Sindroma Metabolik yang digunakan adalah kriteria berdasarkan
konsensus dari IDF, NHLBI, AHA, WHF, IAS, dan IASO (Alberti et al, 2009) yang
disajikan pada Tabel 1.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 1) wanita dan pria dengan umur 4060 tahun. 2) memenuhi 3 dari 5 kriteria Sindroma metabolik. 3) Bersedia
berpartisipasi dan menandatangani informed consent.
Kriteria esklusi pada penelitian ini memenuhi salah satu dari kriteria berikut :
1) Hiperlipidemia sekunder 2) menderita diabetes mellitus atau gula darah puasa >
126 mg/dl. 3) Indeks massa tubuh > 35 kg/m2. 4) Menggunakan obat penurun
kolesterol selama penelitian 5) Menderita penyakit pencernaan kronis maupun
penyakit lain yang berat.
Tabel 1. Kriteria Sindroma Metabolik
Sindrom Metabolik apabila memiliki 3 dari 5 kriteria dibawah ini.
Obesitas Sentral
Lingkar perut/abdomen (untuk Asia Selatan: Cina,
Melayu, Asia-India)
Pria : ≥ 90 cm ; Wanita : ≥ 80 cm
Trigliserida (TG)
≥ 150 mg/dL (1.7 mmol/L)
atau dalam pengobatan dislipidemi
Kolesterol-HDL
Pria : < 40 mg/dL (1.03 mmol/L)
Wanita : < 50 mg/dL (1.29 mmol/L)
Atau dalam pengobatan dislipidemi
Tekanan Darah
sistolik BP ≥ 130 mm Hg
diastolik BP ≥ 85 mm Hg
atau dalam pengobatan obat anti-hipertensi
Gula Darah Puasa (GDP)
GDP ≥ 100 mg/dL (5.6 mmol/L),

Jumlah sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus :

[

]

n = 2σ 2 Z1−α / 2 + Z1− β / (∂ )
2

2

11
Penelitian ini menggunakan selang kepercayaan sebesar 95% dan power test
sebesar 80% dengan standar deviasi kolesterol total dari penelitian sebelumnya yaitu
22 mg/dl (Mijares et al. 2011). Perubahan kadar kolesterol total antara kontrol dan
perlakuan sebesar 6% maka jumlah subjek minimal yang dibutuhkan yaitu 14 orang
untuk setiap kelompok. Untuk mencegah drop out maka pada penelitian ini merekrut
15 orang untuk setiap kelompok.
Pemilihan subjek pada penelitian ini mengikuti protokol pada penelitian
payung. Tahap pertama dilakukan sosialisasi penelitian dan undangan untuk
berpartisipasi pada warga yang berusia 40-60 tahun di kelurahan lokasi penelitian.
Setelah dilakukan penjelasan, subjek yang bersedia diminta untuk menandatangani
informed consent. Tahap selanjutnya adalah screening kadar kolesterol dengan
pemeriksaan finger prick test dengan alat easy touch cholesterol kit. Subjek yang
memiliki kadar kolesterol di atas 200 mg/dl diikutsertakan dalam pemeriksaan
lanjutan yang meliputi pemeriksaan antropometri dan biokimia darah (GDP dan profil
lipid). Subjek yang masuk dalam kriteria SM diikutsertakan pada penelitian ini.
Jumlah subjek dari penelitian payung yang memenuhi kriteria SM dan diikutsertakan
dalam penelitian ini sebanyak 30 orang dan dibagi secara acak menjadi kelompok
kontrol (K) sebanyak 15 subjek dan kelompok perlakuan sebanyak 15 subjek.
Bahan dan Alat
Minyak sawit yang digunakan adalah RBDPO (Refine, Bleached, and
Deodorized Palm Oil) atau secara umum disebut sebagai minyak sawit. Minyak sawit
untuk kelompok perlakuan yaitu minyak goreng yang telah diperkaya dengan 65 g
fitosterol ester dalam 1 kg minyak (6.5% w/w). Fitosterol ester yang digunakan yaitu
Vegapure 95 FF® berasal dari derivasi kedelai yang mengandung campesterol,
stigmasterol dan beta-sitosterol. (Cognis 2008). Proses pencampuran dilakukan
dengan cara memanaskan minyak sawit hingga suhu 30-40oC untuk meningkatkan
kelarutan dan memanaskan Vegapure 95 FF® hingga suhu 50-70oC. Lalu
mencampurkan kedua bahan tersebut dan mengaduk secara konstan hingga bercampur
sempurna, proses pencampuran ini (filling) dilakukan dengan nitrogen (Cognis 2008).
Pada kelompok kontrol diberikan minyak sawit tanpa fitosterol. Seluruh
proses produksi termasuk uji stabilitas minyak tersebut dilakukan oleh perusahaan
minyak goreng multinasional. Kedua jenis minyak goreng tersebut memiliki
penampakan, rasa dan warna serta kemasan yang tidak berbeda. Botol kemasan diberi
label dengan kode 3 huruf yang dilakukan oleh pihak BASF yang tidak terlibat secara
langsung pada penelitian ini. Kode tersebut dibuka setelah intervensi dan
pengumpulan data penelitian selesai dilakukan. Peneliti maupun subjek tidak
mengetahui kemasan minyak sawit mana yang diperkaya phystosterol dan yang tidak
(double blind).
Pelaksanaan penelitian
Subjek sejumlah 30 orang terdiri dari 9 laki-laki dan 21 perempuan. Subjek
tersebut diperoleh setelah dilakukan uji penapisan sesuai dengan protokol penelitian
payung, subjek dilakukan pemeriksaan kolesterol total dengan alat portabel total
cholesterol analyzer merk easytouch. Subjek yang memiliki kolesterol diatas 200
mg/dl akan dilakukan pemeriksaan antropometri, tekanan darah dan profil lipid darah.
Selanjutnya subjek yang masuk kriteria sindroma metabolik diikutsertakan dalam
penelitian ini.

12
Subjek dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kontrol.
Kelompok perlakuan mendapat minyak sawit yang diperkaya fitosterol sebanyak
6.5% w/w sedangkan kelompok kontrol mendapat minyak sawit yang sama namun
tidak diperkaya fitosterol. Seluruh subjek diminta untuk menggunakan minyak sawit
tersebut sebagai pengganti (substitusi) minyak goreng yang biasa dipakai sesuai
dengan kebiasaan sehari-hari (habitual use) dan tidak diperkenankan mencampur
dengan minyak goreng lain.
Intervensi dilakukan selama 8 minggu. Sebanyak 2 liter minyak sawit
didistribusikan setiap 2 minggu ke rumah subjek. Data konsumsi diperoleh dari
wawancara enumerator pada subjek dengan menggunakan metode 24 hours-recall
konsumsi pangan setiap 2 minggu. Pangan yang diolah menggunakan minyak goreng
(misal digoreng, ditumis) dicatat secara lebih spesifik.
Pengukuran antropometri, tekanan darah dan pengambilan sampel darah
dilakukan 2 kali pada saat awal penelitian (baseline) dan akhir penelitian (endline).
Pengukuran antropometri meliputi yaitu berat badan (BB), tinggi badan (TB),
Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar abdomen/perut (LA), dan persentase lemak tubuh.
Berat badan diukur menggunakan timbangan injak (ketelitian 0.1 kg) dan pengukuran
tinggi badan menggunakan microtoise (ketelitian 0.1 cm). Lingkar abdomen diukur
menggunakan meterline (ketelitian 0.1 cm). Persentase lemak tubuh diukur
menggunakan alat Body Fat Monitoring OMRON HBF306 (ketelitian 4.1% dengan
kisaran 4.0 – 50.0 %).
Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan alat pengukur
tekanan darah otomatis OMRON SEM-1 (ketelitian ±3 mmHg dengan kisaran 0-299
mmHg). Tekanan darah subjek diukur setelah subjek beristirahat minimal selama 15
menit. Tekanan darah diukur pada lengan kanan dengan posisi duduk.
Pengambilan sampel darah dilakukan pada vena mediana cubiti oleh tenaga
medis dengan mengikuti prosedur terstandar. Subjek dipuasakan selama minimal 8
jam sebelum pengambilan darah. Analisis biokimia darah dilakukan oleh
laboratorium terakreditasi Prodia® Kota Bogor. Analisis Biokimia darah yang
diperiksa meliputi gula darah puasa (GDP), kolesterol-total, kolesterol-HDL (HDL),
kolesterol-LDL (LDL), trigliserida (TG). Metode analisis yang digunakan
menggunakan metode standar yaitu GDP dengan metode heksokinase, kolesterol total
dengan metode CHOD-PAP, LDL dan HDL dengan metode homogenous, TG dengan
metode GPO-PAP .
Analisis Profil Lipid
Analisis profil lipid dilakukan di laboratorium Prodia Kota Bogor.
Laboratorium tersebut telah mendapatkan akreditasi SNI ISO 15189. Preparasi
sampel dilakukan di laboratorium prodia dengan waktu kurang dari 2 jam sejak
pengambilan darah. Setelah dilakukan preparasi sampel, serum yang didapatkan
disimpan di lemari pendingin dengan suhu terkontrol –20oC. Sampel dianalisis kurang
dari 24 jam sejak pengambilan darah. Secara lebih detail analisis profil lipid
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pengukuran Kadar Kolesterol Total
Pengukuran kadar kolesterol total dilakukan dengan uji kolorimetrik enzimatis
menggunakan Cholesterol Total Analysis kit. Kolesterol ditentukan setelah proses
hidrolisis dan oksidasi secara enzimatis. Indikator quin