Pengaruh Intervensi Minuman Emulsi Ready to Drink Minyak Bekatul – Cokelat Terhadap Profil Lipid Mahasiswa Obes

(1)

ABSTRACT

LALITYA CITTA NIRMALA. The Effect of Ready to Drink Rice Bran Oil-Chocolate Beverage on Plasma Lipid Profile in Obese College Students. Supervised by EVY DAMAYANTHI.

Rice bran oil has been known for its hypocholesterolemic effect due to -oryzanol. The objectives of this study was to assess subjects‟ eating habit correlated with the amount and type of fat consumed, to assess fatty acids within the ready to drink rice bran oil-chocolate beverage and to analyzed its effect on plasma lipid profile in obese college students. The design used was pre-experimental study with one group pretest-posttest design using six men and six women college students. Each subjects were given two cups per day for 15 days which contained 57.6 mg -oryzanol per two cups.

There was no significant changes on subjects‟ eating habits before and during the intervention phase. The beverage contained 32.57% oleic acid, 28.44% linoleic acid and 17.51% palmitic acid mostly. Total cholesterol and LDL-cholesterol were significantly lower after the intervention. Total LDL-cholesterol and LDL-cholesterol decreased by 21.2 mg/dl and 18.7 mg/dl, while HDL-cholesterol and triglyceride levels unsignificantly changed. Overall the ready to drink rice bran oil-chocolate beverage was good to manage health by lowering the plasma cholesterol and LDL-cholesterol levels.


(2)

ABSTRAK

LALITYA CITTA NIRMALA. Pengaruh Intervensi Minuman Emulsi Ready to Drink

Minyak Bekatul – Cokelat Terhadap Profil Lipid Plasma Mahasiswa Obes. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI.

Minyak bekatul telah dikenal memiliki efek hipokolesterolemik oleh karena kandungan -oryzanol di dalamnya dan dikembangkan menjadi minuman fungsional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kebiasaan subyek mengonsumsi makanan sumber lemak, menganalisis kandungan asam lemak minuman ready to drink minyak bekatul-cokelat, serta efeknya terhadap profil lipid plasma pada mahasiswa obes. Desain penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimental studi dengan one group pretest-posttest design menggunakan enam mahasiswa dan enam mahasiswi IPB. Setiap subyek diberikan dua gelas setiap harinya atau setara dengan 57.6 mg -oryzanol.

Tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap konsumsi kebiasaan makan sumber lemak subyek pada masa sebelum dan selama masa intervensi. Asam lemak dominan pada minuman emulsi ready to drink minyak bekatul-cokelat adalah asam oleat sebanyak 32.57%, asam linoleat sebanyak 28.44% dan asam palmitat sebanyak 17.51%. Kadar total kolesterol dan kolesterol LDL secara signifikan menurun sebesar 21.2 mg/dl and 18.7 mg/dl, sedangkan kadar kolesterol HDL dan trigliserida tidak mengalami perubahan signifikan. Secara umum minuman bermanfaat bagi kesehatan yaitu dengan cara menurunkan kadar kolesterol dan kolesterol-LDL plasma mahasiswa obes.


(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Obesitas bukan hanya menjadi masalah negara maju saja, tapi juga masalah negara berkembang. Riskesdas (2010) menyatakan bahwa permasalahan gizi pada orang dewasa di Indonesia cenderung mengarah pada kelebihan berat badan. Sebanyak 21.7% orang dewasa di Indonesia memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas 25.0 kg/m2, dengan 11.7% merupakan dewasa obes dengan IMT ≥ β7 kg/m2.

Obesitas merupakan kondisi kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa tubuh (WHO 1998). Persentase lemak yang berlebih ini memberikan resiko kesehatan yang begitu mengganggu sehingga obesitas kemudian dikategorikan sebagai penyakit degeneratif (Whitney & Rolfes 2005). WHO (2002) menyatakan bahwa epidemi obesitas telah menyebar di seluruh dunia, dengan penderita lebih dari 300 juta orang dewasa, dan tidak terkecuali pada negara berkembang.

Obesitas, seperti penyakit degeneratif lainnya, tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, namun dipengaruhi oleh multifaktor. Faktor internal yang dapat menjadi penyebab terjadinya obesitas contohnya adalah gen, sedangkan contoh faktor eksternal yang dapat mempengaruhi obesitas adalah overeating dan kurangnya aktivitas fisik (Sizer & Whitney 2007). Berdasarkan kemungkinan terjadinya obesitas, maka penanggulangan yang sebaiknya dilakukan adalah berupa meningkatkan aktivitas fisik serta melakukan pengaturan diet yang baik.

Obesitas berkaitan erat dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan kombinasi dari obesitas sentral, resistensi insulin, hipertensi, tingginya kadar trigliserida darah, serta rendahnya kadar HDL darah. Diketahui lebih 70% penderita obesitas menderita minimum satu macam gangguan kesehatan (Sizer & Whitney 2007). Selain itu, kondisi obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, kanker, osteoarthritis, serta yang terutama penyakit kardiovaskular (Whitney & Rolfes 2005). Selain itu, diketahui akumulasi lemak pada manusia dan tikus yang mengalami sindrom metabolik mempengaruhi oksidatif stress sistemik (Furukawa

et al. 2004).

Tingginya resiko terkena penyakit kardiovaskular pada penderita obesitas memerlukan penanganan diet yang baik (Sizer & Whitney 2007). Penanganan diet yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan asupan polyunsaturated


(4)

fatty acid dan monounsaturated fatty acid, serta komponen bioaktif dalam pangan sehari-hari yang bekerja menurunkan kadar kolesterol plasma. Pangan tinggi antioksidan yang disampaikan pada masyarakat memerlukan pengembangan produk agar dapat diterima, seperti minuman emulsi ready to drink minyak bekatul-cokelat (Rachman 2012).

Minuman emulsi ready to drink minyak bekatul-cokelat merupakan salah satu contoh pangan fungsional yang tepat untuk meningkatkan asupan PUFA, MUFA dan antioksidan dalam minuman sehari-hari. Menurut Most et al. (2005), minyak bekatul dapat menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL darah secara nyata dan penurunan tersebut bukan disebabkan oleh kandungan serat pangan dalam bekatul namun dikarenakan kandungan zat aktifnya yaitu -oryzanol.

Keadaan bekatul sendiri di Indonesia masih belum dipertimbangkan secara serius. Padahal bekatul dapat termasuk menjadi pangan fungsional karena memiliki komponen bioaktif, yakni di antaranya oryzanol, tokoferol atau biasa disebut vitamin E dan tokotrioenol (Xu & Godber 1999). Oryzanol merupakan suatu ester asam ferulat dari triterpen alkohol yang terdapat di dalam minyak. Studi membuktikan bahwa bekatul yang telah diawetkan mampu menghambat proliferasi sel kanker, menghambat LDL termodifikasi, mengecilkan lesi kista , hiperkolesterolemia dan aterosklerosis (Damayanthi 2002). Selain -oryzanol pada minyak bekatul, cokelat juga merupakan salah satu komoditas pangan yang tinggi akan kandungan antioksidan. Cokelat diketahui mengandung antioksidan flavonoid yang dapat mengurangi resiko miokardial infark (Buijsse et al. 2009).

Potensi adanya komponen bioaktif pada bahan pangan mendorong berkembangnya pangan fungsional. Hal ini didukung oleh kesadaran masyarakat masa kini untuk menjaga kesehatan melalui konsumsi makanan dan minuman sehari-hari. Minuman merupakan salah satu bentuk pangan fungsional yang populer karena dirasa praktis dan menyimpan zat aktif pangan lebih banyak daripada makanan yang diolah. Minuman emulsi minyak bekatul dan coklat bubuk merupakan salah satu bentuk inovasi minuman fungsional yang bersifat hipokolesterolemik.

Penelitian ini menjadi penting karena akan dikaji pengaruh intervensi minuman emulsi minyak bekatul dalam bentuk minuman ready to drink


(5)

itu, kondisi kelebihan berat badan pada orang dewasa yang cukup banyak terjadi di Indonesia mendorong pengembangan pangan fungsional yang dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung dan penyakit degeneratif lain, dengan adanya kandungan yang bersifat hipokolesterolemik.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat terhadap kadar profil lipid plasma pada mahasiswa obes.

Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari pengembangan produk minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat.

2. Menganalisis kandungan asam lemak pada minuman emulsi ready to drink minyak bekatul-cokelat.

3. Mengkaji karakteristik subyek mahasiswa obes.

4. Mengidentifikasi kebiasaan makan makanan sumber lemak subyek. 5. Menganalisis pengaruh intervensi minuman emulsi minyak

bekatul-cokelat terhadap kadar profil lipid plasma subyek, meliputi trigliserida, kolesterol total, kolesterol HDL dan kolesterol LDL.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh intervensi minuman emulsi minyak bekatul-cokelat terhadap kadar profil lipid plasma. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai alternatif produk pangan tinggi PUFA, MUFA dan antioksidan yang dapat mencegah berbagai penyakit degeneratif dan stres oksidatif pada penderita obesitas. Selain itu produk ini diharapkan dapat meningkatkan daya terima masyarakat terhadap minyak bekatul sehingga masyarakat semakin dapat merasakan manfaat dari produk ini.


(6)

TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas

Data dari Riskesdas (2010) menyatakan permasalahan gizi pada orang dewasa di Indonesia cenderung lebih dominan untuk kelebihan berat badan. Sebanyak 21.7% dewasa yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas 25.0 kg/m2, dengan 11.7% merupakan dewasa obes dengan IMT ≥ β7 kg/m2.

Obesitas merupakan kondisi kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa tubuh (WHO 1998), sedangkan menurut Whitney dan Rolfes (2007), obesitas adalah kondisi kelebihan lemak yang kemudian mempengaruhi kesehatan. Indikator yang paling mudah untuk menentukan sesorang obes melalui pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), waist circumference atau lingkar pinggang. Metode lain untuk pengukuran lemak tubuh antara lain menggunakan pengukuran lipatan kulit (skinfold), hidrodensitometri (pengukuran berat badan dalam air), absorptiometri X-ray (DEXA) dan sebagainya (Sizer & Whitney 2007).

Pada pengukuran menggunakan IMT, terdapat beberapa cut off points

yang dapat digunakan. Berdasarkan penelitian WHO for Asian (2000), populasi Asia memiliki cut off point yang berbeda dari pengkategorian IMT internasional yang biasa digunakan, dimana IMT ≥ γ0 kg/m2 baru dikategorikan sebagai obesitas. Hal ini dikarenakan populasi Asia memiliki persentase lemak tubuh dan prevalensi penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi daripada populasi Kaukasia pada usia, jenis kelamin dan IMT yang sama. Selain itu, ada pula pengelompokan status gizi yang digunakan oleh Riskesdas (2010) untuk orang Indonesia. Pengelompokan status gizi menurut WHO for Asian (2000) dan Riskesdas (2010) dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 1 Pengelompokan status gizi untuk dewasa menurut IMT

Status Gizi IMT (kg/m 2

) menurut WHO for Asian (2000)

IMT (kg/m2) menurut Riskesdas (2010)

Underweight < 18.5 < 18.5

Normal 18.5-22.9 18.5-24.9

Overweight 23-24.9 25-26.9

Obes I 25-29.9 ≥ β7

Obes II ≥ γ0

Sumber: WHO for Asian(2000) dan Riskesdas (2010)

Pada tahun 2004, WHO Expert Consultation mengkaji juga pengelompokan status gizi orang dewasa untuk populasi Asia. Keragaman


(7)

populasi orang Asia yang lebar menyebabkan cut off point yang sama tidak dapat diterapkan pada seluruh populasi Asia, sehingga terbentuklah diagram yang dapat sesuai dengan kondisi dan dapat digunakan pada masing-masing negara, seperti yang terdapat pada Gambar 1. Pada penelitian ini digunakan cut off point

IMT WHO for Asian (2000) karena dirasa lebih lengkap serta memudahkan pengkategorian.

Gambar 1 Diagram IMT untuk Asia (WHO Expert Consultation 2004)

Penyebab tersimpannya lemak dalam tubuh adalah kelebihan pemasukan energi daripada energi yang dikeluarkan. Pada penderita obes, jumlah lemak yang tersimpan dalam tubuh besar. Normalnya seorang pria memiliki 12-20% lemak dari berat badannya, sedangkan wanita memiliki 20-30% lemak dari berat badan (Sizer & Whitney 2007).

Secara umum, penyebab obesitas belum dapat diketahui secara pasti. Faktor keturunan dan lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda kepada setiap orang. Faktor memiliki ayah atau ibu obes dapat meningkatkan resiko seseorang menjadi obes sebesar 30-70% lebih tinggi. Faktor genetik mempengaruhi seseorang meningkat atau menurun berat badannya ketika ia kelebihan atau kekurangan asupan energi. Hormon leptin dan ghrelin memiliki peran dalam mengatur regulasi energi dengan mengurangi atau meningkatkan nafsu untuk makan (Sizer & Whitney 2007).

Faktor penyebab eksternal dapat berupa overeating atau kelebihan makan, serta kurangnya aktivitas fisik. Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi nasional kurang aktivitas fisik pada dewasa usia 15-24 tahun adalah 52%, yang dihitung berdasarkan kriteria „cukup‟ apabila aktivitas yang dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit atau 150 menit dalam seminggu.


(8)

Beberapa orang dapat menjadi obes bukan karena asupan energi berlebih, namun karena kurangnya aktivitas fisik (Whitney & Rolfes 2005).

Obesitas memiliki kaitan erat dengan sindrom metabolik. Obesitas akan mengganggu homeostasis metabolik akibat distribusi lemak dan menyebabkan timbulnya banyak faktor resiko terkait resistensi insulin dan hiperlipidemia. Obesitas sendiri meningkatkan kadar kolesterol LDL dan menurunkan kadar kolesterol HDL. Sindrom metabolik merupakan kumpulan dari penyakit degeneratif, termasuk di dalamnya diabetes tipe 2, hipertensi, penyakit kardiovaskular, tinggi trigliserida dan rendah HDL dalam darah (Sizer & Whitney 2007). Berikut merupakan tabel kriteria klinis sindrom metabolik menurut

International Diabetes Federation (2005).

Tabel 2 Kriteria klinis sindrom metabolik

Kriteria Nilai

Pria Wanita

Obesitas sentral, ukuran lingkar pinggang > 94 cm > 80 cm Ditambah > 2 faktor resiko

Kadar kolesterol HDL puasa < 40 mg/dl < 50 mg/dl Kadar triglise/rida puasa > 150 mg/dl

Tekanan darah > 130/85 mmHg

Kadar glukosa darah puasa > 100 mg/dl Sumber: International Diabetes Federation (2005)

Pada penelitian Furukawa et al. (2004), dijelaskan bahwa akumulasi lemak yang banyak dimiliki pada manusia obes dapat meningkatkan stres oksidatif sistemik, terlepas dari tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia). Tingginya stres oksidatif mengakibatkan disregulasi produksi adipositokin, yaitu molekul yang dihasilkan dari sel adiposit. Hal sama juga terjadi pada penelitian yang menggunakan tikus obes, yang menunjukkan penghambatan oksidase NADPH menurunkan produk stres oksidatif (ROS), melemahkan diregulasi produksi adipositokin, serta meningkatkan metabolisme lipid dan glukosa.

Penderita obesitas yang mengalami sindrom metabolik memiliki resiko terkena penyakit kardiovaskular yang semakin tinggi (Arnlov et al. 2009). Adanya asosiasi kuat antara obesitas dengan peningkatan faktor-faktor resiko kardiovaskular. Hubungan antara obesitas dan penyakit kardiovaskular sangat erat, akibat hubungannya dengan peningkatan kolesterol darah dan hipertensi. Semakin meningkatnya berat badan, semakin besar resiko terserang penyakit kardiovaskular. Berikut merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskular yang terkait dengan obesitas, yaitu: (1) kolesterol LDL yang tinggi, (2) HDL kolesterol


(9)

rendah, (3) tingginya tekanan darah (hipertensi), dan (4) diabetes (Whitney & Rolfes 2005). Skema pada Gambar 2 merupakan hubungan antar penyakit-penyakit degeneratif.

Gambar tersebut menunjukkan adanya hubungan langsung antara obesitas dengan faktor resiko aterosklerosis, diabetes, beberapa tipe kanker dan penyakit empedu. Masalah penderita obesitas sebagian besar akibat memiliki pola makan aterogenik dan kurang aktivitas fisik, baik pada masa sebelumnya maupun masa sekarang. Pola makan aterogenik secara umum merupakan pola makan yang bersifat memicu terjadinya aterogenesis, contohnya pola makan tinggi lemak jenuh, kolesterol, garam serta kurangnya asupan serat (Sizer & Whitney 2007). Selain itu, obesitas juga meningkatkan apo-B48 dan apo-B100, yaitu apolipoprotein pada VLDL dan LDL. Aterogenesis merupakan proses terjadinya aterosklerosis, yaitu menebal dan mengerasnya pembuluh arteri karena akumulasi lipid dan makrofag dalam dinding arteri yang membentuk plak (McCance et al. 2010).

Gambar 2 Relasi antar penyakit-penyakit degeneratif (Sizer & Whitney 2007) Aterosklerosis merupakan respon peradangan pada endothelium yang kronik dari berbagai faktor resiko. Peradangan endothelium diakibatkan LDL yang teroksidasi pada bagian intima pembuluh darah. LDL teroksidasi menyebabkan adhesi pada monosit dan T-limposit, yang kemudian bersatu membentuk sel busa. Akumulasi sel busa pada tahap tertentu menjadi lesi yang disebut fatty streak. Seperti yang diketahui, fatty streak memproduksi semakin banyak toksin radikal oksigen yang mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh. Sel otot halus kemudian mengalami proliferasi, membentuk kolagen dan terbentuklah menjadi fibrous plaque yang dimediasi sitokin. Pada tahap ini

fibrous plaque dapat mengeras akibat adanya kalsium sehingga mengganggu berjalannya aliran darah. Plak ini terdiri dari LDL, kalsium dan fibrin (Mahan dan Escott-Stump 2008). Plak yang rusak (rupture) dapat menimbulkan hemorrhage atau perdarahan sehingga disebut plak komplikasi (McCance et al. 2010).

Beberapa tipe kanker

Penyakit

empedu Diabetes

Aterosklerosis

Hipertensi Serangan jantung

dan stroke Obesitas


(10)

Salah satu faktor penyebab disfungsi endothelium ini adalah dislipidemia, yaitu abnormalitas pada fraksi lipoprotein, seperti meningkatnya LDL diakibatkan kombinasi antara diet tinggi lemak dan kolesterol serta adanya faktor genetik membuat tingginya kadar LDL dalam darah sehingga semakin besar resiko terbentuknya aterosklerosis. Menurunnya kadar HDL, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas dan diet tinggi kolesterol dan lemak jenuh. Hal ini dapat dicegah dengan modifikasi diet dan perubahan gaya hidup, walaupun aterosklerosis dapat juga dikarenakan oleh faktor genetik (Mahan dan Escott-Stump 2008).

Konsumsi tinggi antioksidan telah membuktikan penghambatan modifikasi LDL yang akan membentuk aterosklerosis, serta menghambat pembentukan sel busa makrofag. Pada penelitian Aviram et al. (2000), pemberian pangan fungsional tinggi antioksidan menurunkan kerusakan LDL akibat agregasi pada manusia serta mengurangi peroksidasi lipid. Begitu pula dengan menurunkan kadar LDL darah dapat meregresi lesi aterosklerotik dan memperbaiki fungsi endothelium (McCance et al. 2010).

Hipertensi memiliki hubungan saling mempengaruhi dan dipengaruhi dengan aterosklerosis. Resiko mengalami aterosklerosis meningkat bila seseorang menderita hipertensi sehingga mengalami luka endothelium, dan berlaku pula sebaliknya pada pembuluh arteri yang mengeras dan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat. Diet tinggi lemak, natrium dan kafein penting untuk dihindari, sedangkan asupan kalium dan kalsium dapat berkontribusi menurunkan tekanan darah. Secara langsung, anak panah menunjukkan relasi obesitas dengan hipertensi yaitu melalui pengaruh hormon. Menurut Riskesdas (2007), prevalensi kasus hipertensi nasional pada usia 18 tahun ke atas sebesar 29.8%, dengan kriteria hasil pengukuran darah sistolik/ diastolik ≥140 / ≥90 mmHg.

Seperti yang telah disebutkan di atas, asupan serat mempengaruhi profil lipid darah. Asupan serat tidak larut air seperti selulosa dan lignin diketahui tidak memiliki efek terhadap kadar kolesterol serum, sedangkan serat larut air seperti pektin, gum, alga polisakarida, berpengaruh. Efek hipokolesterolemik dari serat larut air antara lain: (1) serat larut air mengikat garam empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol serum, dan (2) bakteri memfermentasikan serat untuk menghasilkan asetat, propionate dan butirat sehingga sintesa kolesterol terhambat (Mahan & Escott-Stump 2008).


(11)

Perencanaan diet yang perlu dilakukan pada penderita obesitas untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal antara lain memahami kecukupan gizi individual, mengonsumsi makanan sedikit demi sedikit, memperbanyak konsumsi air minum, meningkatkan asupan karbohidrat kompleks. Selain itu, tidak kalah pentingnya meningkatkan aktivitas fisik. Aktivitas fisik memainkan peranan penting dalam menjaga berat badan. Aktivitas fisik yang dilakukan perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu. Cara yang diketahui paling efektif meningkatkan kadar HDL darah adalah dengan aktivitas fisik (Mahan & Escott-Stump 2008).

Minyak bekatul dan Cokelat

Minyak bekatul didapat dari bagian yang disebut aleuron dari bekatul (Juliano 1993). Komponen utama minyak bekatul adalah trigliserida, berjumlah sekitar 80% dari minyak kasarnya. Aktivitas enzim lipolitik dalam bekatul dapat mengakibatkan hidrolisis trigliserida menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas pada kondisi panas dan lembab. Hal ini merupakan penyebab kerusakan minyak bekatul selama penyimpanan. Tiga asam lemak utama minyak bekatul terdiri dari palmitat, oleat, dan linoleat (Kao & Luh 1991). Minyak bekatul kini sudah banyak diproduksi dan dijual umum. Salah satu minyak bekatul komersial diproduksi oleh Oryza Grace Rice Bran Oil®, Thailand. Berikut adalah tabel kandungan gizi dalam minyak bekatul komersial Oryza Grace Rice Bran Oil® per 100 mL:

Tabel 3 Kandungan gizi minyak bekatul Oryza Grace Rice Bran Oil® per 100ml. Komposisi dan Kandungan Zat Gizi Per 100mL

Energi 820 kkal

Protein 0 g

Karbohidrat 0 g

Total lemak 89.2 g

- Lemak jenuh 19.4 g

- Asam lemak trans 0 g

- Asam lemak tak jenuh tunggal 37.2 g

- Asam lemak tak jenuh jamak 31.4 g

- Asam lemak tak jenuh omega 3 1.2 g - Asam lemak tak jenuh omega 6 30.0 g

Kolesterol 0 mg

Serat 0 g

Sodium 0 g

Gamma Oryzanol 229 mg

Vitamin E 7.2 mg

Sumber: Informasi Nilai Gizi Minyak Bekatul Oryza Grace Rice Bran Oil®

Gamma-oryzanol merupakan fraksi tak tersabunkan dalam minyak bekatul. Menurut Diack dan Saska (1994), struktur -oryzanol adalah keluarga


(12)

dari ester asam ferulat dari triterpenoid alkohol tidak jenuh. Berdasarkan penelitian Damayanthi et al. (2007), kandungan oryzanol di dalam minyak dari bekatul padi awet adalah sekitar 17.70 mg/ g minyak. Aktivitas antioksidan oryzanol bergantung pada gugus hidroksi fenolik di dalam bagian ferulat. Aktivitas antioksidan tertinggi oryzanol terdapat pada struktur 24-methylenecycloartanyl ferulat (Xu et al. 2001).

Minyak bekatul sangat bermanfaat karena ada kandungan vitamin E dan komponen bioaktif oryzanol yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang mampu melindungi melindungi tubuh dari pengaruh radikal bebas (Mulato & Suharyanto 2011). Minyak bekatul awet dan fraksinya (fraksi tak tersabunkan dan oryzanol) terbukti dapat menghambat oksidasi -VLDL dan LDL manusia secara in vitro. Di samping itu, minyak bekatul awet, faksi tak tersabunkan dan oryzanol juga dapat menghambat proliferasi sel kanker KR-4, K-562 dan melanoma (Damayanthi 2002; Damayanthi et al. 2004). Most et al. (2005) melaporkan pemberian minyak bekatul secara nyata dapat menurunkan kadar kolesterol total plasma dan kolesterol LDL dibandingkan dengan campuran minyak dengan asam lemak serupa. Hal ini kemudian diduga akibat fraksi tak tersabunkan pada minyak bekatul, termasuk di dalamnya -oryzanol. Berikut adalah struktur kimia -oryzanol.

Gambar 3 Struktur kimia -oryzanol (Cho et al. 2012)

Selain minyak bekatul, cokelat juga memiliki kandungan antioksidan yang baik. Biji cokelat diketahui penghasil senyawa polifenol paling tinggi diantara jenis bahan pangan lain. Kandungan polifenol dalam cokelat bernama flavonoid yang berfungsi dapat meningkatkan kandungan kolesterol HDL, sekaligus mengatur rasio seimbang antara HDL/LDL. Hal ini sinergis dengan manfaat minyak bekatul, yaitu dapat mengurangi resiko pembentukan plak arteri (aterosklerosis). Kandungan polifenol cokelat juga dinyatakan dapat merangsang produksi senyawa nitrit (NO) yang dapat melenturkan pembuluh


(13)

darah dan merangsang diproduksinya enzim anti-trombosit sehingga melancarkan aliran darah (Mulato & Suharyanto 2011).

Kandungan asam lemak pada cokelat terdiri dari 37.5% asam lemak tidak jenuh dan sekitar 61.4% merupakan asam lemak jenuh. Perbandingan asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada cokelat saling menetralkan dalam adanya potensi meningkatkan kolesterol darah. Tabel 4 berikut adalah komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada cokelat.

Cokelat bubuk, bila dibandingkan dengan olahan cokelat jenis lain seperti cokelat batang dan lainnya, memberikan kontribusi serat tertinggi, yaitu sebesar 28 gram dari 100 gram cokelat bubuk. Selain itu, cokelat bubuk juga menyumbang energi, karbohidrat, gula, lemak, lemak jenuh, MUFA dan PUFA sebesar 357 kkal, 24.3 g, 0.9 g, 14.3 g, 8.6 g, 4.7 g dan 0.4 g. Cokelat bubuk dengan demikian tidak menyumbang tinggi gula, namun lemak jenuh dan MUFA.

Tabel 4 Komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada cokelat

Komposisi asam lemak jenuh Jumlah

Palmitat 26.3%

Stearat 33.8%

Arakhidat 1.3%

Komposisi asam lemak tidak jenuh

Oleat 34.4%

Linoleat 3.1%

Sumber: Mulato & Suharyanto (2011)

Seperti yang tertera pada Tabel 4, lemak jenuh pada cokelat sebagian besar merupakan stearat yang diketahui bersifat netral dan tidak berpotensi meningkatkan kadar kolesterol LDL. Tingginya kadar palmitat (yang berpotensi meningkatkan kolesterol) dapat dinetralisasi dengan tingginya kadar MUFA dan PUFA yaitu oleat dan linoleat (Mulato & Suharyanto 2011).

Indonesia merupakan negara terbesar ketiga sebagai penghasil biji cokelat. Salah satu daerah penghasil dan peneliti cokelat adalah Jember, Jawa Timur. Hasil olahan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember antara lain adalah cokelat bubuk asli. Proses yang dilalui untuk mendapatkan cokelat bubuk dari biji cokelat adalah penyangraian, pengupasan, penggilingan dan penempaan. Penyangraian yang dilakukan pada 1200C diperlukan untuk menghasilkan aroma dan rasa yang khas dan memudahkan pengelupasan kulit buah. Setelah bungkil cokelat terpisah pada tahap penghalusan, maka jadilah cokelat bubuk.


(14)

Berdasarkan sifat dan fungsi kesehatan yang terdapat pada suatu bahan pangan tertentu maka sangat tepat jika asupan bahan pangan tersebut ditingkatkan. Suatu bahan pangan yang jarang dikonsumsi dapat disebabkan oleh karena sifatnya yang sulit diolah ataupun karena daya terimanya kurang. Cara meningkatkan asupan bahan pangan yang memiliki khasiat kesehatan adalah salah satunya dengan mengolahnya menjadi pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah, mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005). Maka dari itu sifat sensori (rasa, bau, warna, tekstur dan lain-lain) pada pangan fungsional harus dapat diterima masyarakat. Bentuk dari pangan fungsional dapat berupa makanan atau minuman.

Minuman Emulsi

Emulsi adalah suatu dispersi suatu cairan dalam cairan lain dimana molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi bersifat saling antagonis. Bagian-bagian dari suatu emulsi adalah sebagai berikut: (1) bagian terdispersi yang biasanya berupa lemak dalam air, (2) bagian pendispersi berupa air, (3) emulsifier yang berfungsi menjaga butir minyak tetap terdispersi dalam air (Charley 1982). Minuman emulsi merupakan minuman emulsi campuran minyak dalam air.

Emulsifier adalah bahan yang membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan kestabilan emulsi yang terbentuk. Daya kerja emulsifier

disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Emulsifier bekerja dengan menurunkan tegangan antar permukaan minyak dan air sehingga memudahkan pembentukan emulsi (Charley 1982).

Tipe emulsifier biasa didasarkan pada konsep HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance) yang diteliti oleh Griffin (1979). HLB merupakan karakter yang mendefinisikan afinitas relatif untuk minyak dan air. Keseimbangan hidrofilik-lipofilik terletak di tengah, yaitu pada angka 10 dari skala HLB. Contoh produk

emulsifier yang sesuai untuk membuat emulsi oil in water adalah Tween 80 dan

sugar ester, yang memiliki HLB antara 8-16 (Riken 2002; Igoe 2011).

Menurut Goldberg (1994), pangan fungsional bentuk minuman secara keseluruhan lebih digemari. Hal ini dapat disebabkan sisi kepraktisan. Selain itu, bentuk minuman fungsional seringkali mengalami pengolahan yang lebih sedikit daripada makanan fungsional sehingga zat gizi serta antioksidan yang


(15)

terkandung di dalamnya lebih terjaga. Secara keseluruhan antioksidan yang dikonsumsi dapat lebih banyak bila disajikan dalam bentuk minuman.

Asam Lemak

Asam lemak adalah komponen organik yang terbentuk dari rantai karbon dengan hidrogen terikat dan grup asam (COOH) di ujung satu dan grup metil (CH3) pada ujung lainnya. Panjang rantai karbon pada asam lemak beragam, dimulai dari 4 hingga 24, dengan rantai karbon 18 yang paling umum terdapat pada makanan. Asam lemak jenuh dan tidak jenuh merupakan penamaan ada tidaknya ikatan rangkap pada karbon yang menggantikan ikatannya dengan hidrogen (Bender 2002). Tata penamaan asam lemak disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Tata penamaan asam lemak

Atom

Karbon

Jumlah Ikatan Rangkap

Urutan Rangkap

Pertama Singkatan

Jenuh

Butirat 4 0 - C4:0

Kaproat 6 0 - C6:0

Kaprilat 8 0 - C8:0

Kaprat 10 0 - C10:0

Laurat 12 0 - C12:0

Miristat 14 0 - C14:0

Palmitat 16 0 - C16:0

Stearat 18 0 - C18:0

Arakhidat 20 0 - C20:0

Behenat 22 0 - C22:0

Lignoserat 24 0 - C24:0

Monounsaturated

Palmitoat 16 1 6 C16:1 ώ6

Oleat 18 1 9 C18:1 ώ9

Setolat 22 1 11 Cββ:1 ώ11

Nervonat 24 1 9 Cβ4:1 ώ9

Polyunsaturated

Linoleat 18 2 6 C18:β ώ6

α- Linolenat 18 3 3 C18:γ ώγ

- Linolenat 18 3 6 C18:γ ώ6

Arakhidonat 20 4 6 Cβ0:4 ώ6

Eikosapentaenoat 20 5 3 Cβ0:5 ώγ

Dokosatetraenoat 22 4 6 Cββ:4 ώ6

Dokosapentaenoat 22 5 3 Cββ:5 ώγ

Dokosapentaenoat 22 5 6 Cββ:5 ώ6

Dokosaheksaenoat 22 6 3 Cββ:6 ώγ

Sumber: Bender (2002)

Asupan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap seperti PUFA (polyunsaturated fatty acid) dan MUFA (monounsaturated fatty acid) dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Sebaliknya asam lemak yang tidak memiliki


(16)

ikatan rangkap (asam lemak jenuh) dapat meningkatkan kolesterol darah. Diketahui adanya asosiasi meningkatnya resiko terkena penyakit kardiovaskular dan aterosklerosis dengan banyaknya asupan lemak jenuh. Konsumsi pangan yang mengandung lemak tidak jenuh yaitu yang terdapat dalam minyak ikan dan sebagainya diketahui baik bagi kesehatan jantung (Mahan & Escott-Stump 2008).

Menurut Sartika (2008), asam lemak tidak jenuh ganda seperti asam linoleat dan asam linolenat memiliki fungsi esensial pada sistem transport dan metabolisme lemak, sistem imun, serta mempertahankan fungsi kerja membran sel. Asam lemak tidak jenuh merupakan substrat untuk esterifikasi kolesterol dalam sel (Bender 2002). Meningkatnya esterifikasi kolesterol menurunkan konsentrasi kolesterol dalam sel dan meningkatkan sintesis reseptor LDL. Berikut adalah mekanisme penurunan kolesterol LDL oleh asam oleat: 1) konsumsi asam oleat meningkatkan kadar asam oleat dalam hati, yang merangsang meningkatnya enzim esterifikasi kolesterol yaitu acyl-CoA cholesterol acyltransferase (ACAT), 2) peningkatan aktivitas ACAT dapat menurunkan kadar kolesterol bebas dalam hati, 3) turunnya kadar kolesterol merangsang pemecahan sterol response element binding protein, yang kemudian menstimulasi gen reseptor LDL, 4) menurunnya kadar kolesterol LDL plasma.

Tubuh manusia dapat mensistesis asam lemak dari lemak, karbohidrat atau protein, kecuali asam linoleat (omega-6) dan linolenat (omega-3). Maka dari itu asam linoleat dan asam linolenat dianggap esensial. Dietary Recommended Intake (DRI) Amerika menyarankan konsumsi asam linoleat dan asam linolenat masing-masing mencapai 5-10% dan 0.6-1.2% dari total energi (Sizer & Whitney 2007). WNPG (2004) menyatakan perbandingan kandungan omega-6 dan omega-3 yang tepat dan efektif adalah yang 3:1.

Semakin panjang dan tinggi derajat ketidakjenuhan asam lemak, sifatnya semakin reaktif terhadap oksigen, sehingga semakin mudah teroksidasi. Oksidasi merupakan masuknya oksigen ke dalam asam lemak, terutama pada asam lemak tak jenuh yang rentan karena memiliki ikatan rangkap. Oksidasi menyebabkan sifat tidak stabil sehingga membentuk rasa dan aroma yang tidak sedap. Berikut ini fase utama yang terjadi pada reaksi oksidasi: (1) inisiasi, yang menghasilkan lipid-radikal bebas, (2) propagasi, dan (3) terminasi. Mekanisme tahapan oksidasi yang dijelaskan Akoh & Min (2008) sebagai berikut:


(17)

Inisiasi: In* + RH  InH + R* Propagasi: R* + O2  ROO*

ROO* + RH  R* + ROOH Terminasi: 2ROO*  O2 + RO2R

ROO* + R*  RO2R

Tahap propagasi menghasilkan lipid-radikal bebas yang baru (R*) dan lipid hidroperoksida (ROOH). Tahap terminasi, yaitu bertemunya dua lipid-radikal bebas, dapat terjadi setelah 10-100 kali tahap sebelumnya berulang terjadi. Oksidasi asam lemak pada tanaman dapat terjadi pada masa sebelum dipanen, tidak hanya pada masa pengolahan dan penyimpanan (Akoh & Min 2008).

Antioksidan merupakan senyawa penghambat reaksi oksidasi. Contoh antioksidan adalah tokoferol dan oryzanol. Tokoferol berfungsi sebagai antioksidan, sedangkan komponen oryzanol merupakan fitosterol suatu eter senyawa asam ferulat yang dapat menurunkan kolesterol serum manusia (Wilkinson & Champagne 2004). Berdasarkan hasil penelitian Damayanthi (2002), antioksidan oryzanol pada bekatul dapat digunakan untuk mencegah atau menghambat oksidasi LDL, dengan menangkap radikal bebas selama tahap propagasi dengan mendonasikan hidrogen.

Hidrogenasi merupakan proses penambahan hidrogen pada asam lemak tak jenuh sehingga sifatnya dapat lebih stabil dan memiliki masa simpan lebih panjang. Hidrogenasi sering diterapkan produsen makanan. Hasil dari hidrogenasi asam lemak adalah asam lemak trans, yang diketahui memiliki korelasi dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner, kanker dan diabetes. Hal ini mungkin disebabkan oleh asam lemak trans yang dapat mempengaruhi kestabilan membran pembuluh darah (Mahan & Escott-Stump 2008). DRI atau Angka Asupan yang Direkomendasikan untuk orang Amerika untuk lemak trans sebesar 10% dari total konsumsi lemak jenuh atau 1% dari total energi. Penambahan antioksidan pada minyak dapat mencegah kerusakan dari hidrogenasi.

Metabolisme Lemak dan Profil Lipid Metabolisme Lemak

Salah satu komponen utama lipid yang sangat penting secara metabolik adalah trigliserida. Lebih dari 95% lipid pada makanan berada dalam bentuk trigliserida. Trigliserida merupakan tiga asam lemak dengan satu rantai gliserol. Gliserol adalah alkohol yang terbentuk dari tiga rantai karbon, sedangkan asam


(18)

lemak sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas. Satu trigliserida biasanya mengandung lebih dari satu macam asam lemak.

Pencernaan lemak dimulai sejak di dalam mulut dengan disekresikannya enzim lingual lipase, namun tahap ini memerankan peranan kecil pada orang dewasa. Ketika masuk ke dalam lambung, lemak terpisah dengan komponen lain yang hidrofilik dengan mengambang pada bagian atas membentuk lapisan. Pencernaan lemak di lambung juga tidak berarti, namun ukuran lemak dapat diperkecil melalui kontraksi lambung dan enzim gastric lipase (McCance et al. 2010).

Pada usus halus, lemak disatukan dengan komponen hidrofilik lain dengan disekresikannya asam dan garam empedu dari empedu sebagai

emulsifier. Asam empedu terbuat dari kolesterol dan memiliki struktur serupa sehingga memudahkan empedu sebagai emulsifier, dengan mengikatnya ujung satu dengan asam amino yang hidrofilik. Disini lemak terpecah hingga kecil dan kemudian diberi enzim lipase dari pankreas dan usus halus. Demikian trigliserida yang teremulsi kemudian dipecah menjadi asam lemak bebas, monogliserida dan gliserol.

Selanjutnya gliserol dan asam lemak rantai pendek dan medium dapat langsung diserap melalui sel brush borders pada usus halus ke dalam darah, sedangkan molekul yang lebih besar, seperti monogliserida dan asam lemak rantai panjang bergabung membentuk misel, kemudian masuk ke dalam sel

brush borders. Di dalam sel usus halus, misel dan lipid lain bergabung dengan protein membentuk alat transpor yang disebut kilomikron, yang masuk ke dalam sistem limfatik. Kilomikron menuju ke hati sambil melepaskan trigliserida. Kilomikron diubah menjadi VLDL dan masuk ke dalam sistem peredaran darah, yang kemudian tubuh gunakan untuk keperluan saat itu atau disimpan sebagai cadangan energy (McCance et al. 2010).

Alat transpor lemak selain kilomikron adalah Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein

(HDL). Karakteristik dan komposisi VLDL, LDL dan HDL dapat dilihat pada Tabel 7. VLDL dibentuk di hati sebagai transport trigliserida dan kolesterol endogen. Remnan (sisa) VLDL yang trigliseridanya telah dihidrolisis oleh lipase dikonversi menjadi LDL. Remnan tersebut diketahui memiliki sifat aterogenik. Selanjutnya LDL akan diambil oleh hati yang memiliki reseptor.


(19)

Tabel 6 Karakteristik dan komposisi VLDL, LDL dan HDL

Karakteristik VLDL LDL HDL

Densitas (g/mL) 0.95-1.006 1.019-1.063 1.063-1.210

Komposisi (%)

Trigliserida 60 10 5

Kolesterol 10 50 20

Fosfolipid 18 15 25

Protein 10 25 50

Sumber: Mahan & Escott-Stump (2008).

LDL merupakan alat transport kolesterol yang utama dan terbentuk dari konversi VLDL. Apolipoprotein utama pada LDL disebut Apo B-100, yang mana tingginya kadar Apo B melambatkan waktu transit lipid pada dinding pembuluh darah. Selain VLDL, hati juga membuat HDL sebagai alat transportasi kolesterol dari jaringan tubuh kembali ke hati (scavenger pathway) untuk diproses ulang ataupun dibuang. Apoliprotein utama pada HDL disebut Apo A-I, yang diketahui bersifat anti-inflamasi dan antioksidasi yang membuang kolesterol dari dinding arteri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah antara lain: usia, diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol, genetik, hormon, berat badan, tingkat aktivitas fisik dan penyakit lain (Mahan dan Escott-Stump 2008). Profil Lipid

Profil lipid terdiri dari kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida. Konsumsi lemak jenuh dan lemak trans meningkatkan kolesterol darah lebih signifikan daripada konsumsi kolesterol sendiri (hiperkolesterolemia). Kolesterol darah, atau biasa disebut total kolesterol merupakan ukuran total kolesterol yang pada seluruh lipoprotein, yaitu HDL, LDL dan VLDL. Kolesterol merupakan bentuk lipid yang tidak larut dalam darah, kecuali terikat oleh protein (Santoso & Setiawan 2005). Total kolesterol mencangkup kolesterol yang yang berada dalam seluruh fraksi lipoprotein, yaitu 60-70% dibawa oleh LDL, 20-30% dibawa oleh HDL dan 10-15% dibawa oleh VLDL (Mahan & Escott-Stump 2008). Tabel berikut menjelaskan nilai profil lipid darah yang dianjurkan AHA (2005):

Tabel 7 Nilai profil lipid darah yang dianjurkan

Profil lipid Nilai normal

Kolesterol total < 200 mg/dL

Kolesterol LDL < 100 mg/ dL

Kolesterol HDL > 40 mg/ dL

Trigliserida < 150 mg/ dL


(20)

Nilai HDL yang baik berada di atas 40 mg/dL, sedangkan klasifikasi nilai LDL bagi orang dewasa normal tercantum pada Tabel 7. Pengukuran LDL-kolesterol biasa dilakukan dengan menggunakan rumus Friedewald (1972), yaitu:

LDL = TC – (HDL) – (TG/5)

Mahan dan Escott-Stump (2008) menyatakan, menurunnya 1 mg/dl kolesterol LDL menurunkan 1-2% resiko terkena penyakit jantung koroner.

Tabel 8 Klasifikasi nilai LDL bagi orang normal

Klasifikasi Nilai LDL

Optimal ≤ 100 mg/dL

Hampir optimal ≤ 1β9 mg/dL

Borderline 130 -159 mg/dL

High risk 160 -189 mg/dL

Very high risk ≥ 190 mg/dL

Sumber: Mahan dan Escott-Stump (2008).

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kadar LDL adalah usia, genetik, diet, diabetes, obesitas dan lain-lain.

Trigliserida dalam tubuh dapat diperoleh dari lemak makanan atau hasil perubahan unsur-unsur energi yang berlebihan seperti konsumsi karbohidrat sederhana yang berlebih (Almatsier 2004). Nilai trigliserida dikaitkan dengan faktor resiko lain seperti intoleransi glukosa, hipertensi, rendahnya kadar HDL-kolesterol dan tingginya kadar LDL-HDL-kolesterol, yang memiliki hubungan dengan sindrom metabolik. Kadar trigliserida memiliki hubungan bermakna dengan kejadian penyakit jantung koroner (Alwi 1996).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi dan sosial budaya (Suhardjo 1994). Secara umum, mekanisme obesitas adalah berlebihnya intake dan kurang pengeluaran energi atau tidak seimbangnya energi.

Hormon leptin, yaitu hormon yang disekresikan jaringan adiposa ke otak ketika makanan masuk ke dalam perut, merupakan hormon pengatur rasa kenyang. Semakin banyak simpanan lemak, semakin banyak leptin yang diproduksi. Sebagian besar penderita obes menghasilkan leptin yang cukup namun resisten akan efeknya (Sizer & Whitney 2007). Adapula hormon ghrelin sebagai kebalikan dari fungsi leptin, yaitu memberi sinyal untuk terus


(21)

mengonsumsi. Semakin kurus akan semakin banyak memproduksi ghrelin, begitu pula sebaliknya semakin obes akan semakin sedikit memproduksi ghrelin.

Faktor penyebab eksternal dapat berupa overeating atau kelebihan makan, serta kurangnya aktivitas fisik. Kondisi sering makan di luar membuat orang mengonsumsi porsi yang lebih besar daripada kebutuhannya. Selain itu,

overeating juga dapat terjadi karena seringnya mengonsumsi makanan selingan terus menerus. Kondisi berada pada tengah pusat kehidupan yang menawarkan berbagai macam kemudahan dalam mengakses makanan yang tinggi kalori namun kurang nilai gizi juga dapat menjadi faktor penyebab obesitas (Whitney & Rolfes 2005).

Kebiasaan makan mengonsumsi makanan berlemak tinggi seperti fried chicken yang digoreng menggunakan tepung pasti mengandung tinggi lemak jenuh dan tinggi kolesterol yang berasal dari daging ayam sendiri. Nugget dan kornet malah selain menyumbang lemak jenuh, juga memberi kontribusi lemak trans karena telah diproses sehingga mempanjang masa simpan dan meningkatkan kestabilan. Adapula makanan siap saji yang mengandung lemak trans seperti sosis, snack kemasan. Konsumsi makanan tinggi serat membantu mengurangi resiko penyakit kardiovaskular akibat dari konsumsi makanan tinggi lemak jenuh. Serat bisa didapat pada sayur dan buah.

Menerapkan keseimbangan energi masuk dan keluar sangat penting dalam mengatur berat badan, terutama pada penderita obes. Perencanaan diet yang dapat dilakukan antara lain menyeimbangkan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lain, mengatur besar porsi, mengubah gaya hidup dengan tidak mengonsumsi alkohol dan tidak merokok. Penggunaan obat-obatan perlu dikonsultasikan pada dietisien. Peningkatan aktivitas fisik sangat penting pada penanggulangan obes. Aktivitas fisik diketahui dapat mengurangi resiko penyakit degeneratif dengan meningkatkan HDL (Mahan & Escott-Stump 2008).

Peningkatan konsumsi lemak jenuh diiringi dengan peningkatan kadar LDL darah, terutama pada asam laurat, miristat dan palmitat namun konsumsi makanan dengan kandungan asam lemak tersebut biasa terikat dengan asam stearat juga. Demikian halnya dengan lemak trans yang memiliki efek yang serupa dengan lemak jenuh. Anjuran konsumsi lemak jenuh dan lemak trans adalah kurang dari 10% total konsumsi lemak (Whitney & Rolfes 2005).


(22)

Penentuan kebiasaan makan biasa menggunakan kuesioner berupa food frequency, food recall dan food record. Kelemahan pada metode kuesioner ini adalah dapat memberikan hasil underreport, yaitu data yang dikumpulkan tidak dapat merefleksikan kebiasaan makan terdahulu yang menuju obesitas. Kelebihan lemak pada obes telah terakumulasi pada jangka waktu yang tidak sebentar dan pengumpulan data di atas dapat kurang menggambarkan kebiasaan makan secara holistik.

Tingkat kecukupan didapat dari pembagian konsumsi dengan kebutuhan individu dalam bentuk presentase. Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Rata-rata kecukupan energi penduduk usia 19-55 tahun berkisar antara 79.4-92.5%. Semakin tingginya rata-rata kecukupan energi berbanding lurus dengan semakin tingginya pendapatan. Secara nasional, rata-rata konsumsi lemak penduduk Indonesia adalah 47.2 gram atau 25.6% dari total konsumsi energi. Hal ini menunjukkan kontribusi energi dari lemak melebihi anjuran PUGS, yaitu 25% dari total energi (Riskesdas 2010). DRI yang ditetapkan untuk lemak trans sebesar 10% dari total konsumsi lemak jenuh atau 1% dari total energi. Konsumsi yang disarankan untuk lemak jenuh sebesar 8% dari total energi (WNPG 2004).

Perhitungan angka kecukupan energi, lemak dan serat untuk orang Indonesia dapat dilakukan menggunakan rumus Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004). Perhitungan AKE dapat dilakukan menggunakan rumus Oxford Equation.

Penelitian Intervensi Produk yang dapat Menanggulangi Hiperlipidemia dan Obesitas

Cukup banyak produk atau bahan pangan yang terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol darah manusia. Salah satunya adalah -oryzanol yang terdapat pada minyak bekatul. Berdasarkan penelitian Most et al. (2005), bahwa minyak bekatul dan bukan serat bekatullah yang dapat menurunkan kolesterol darah manusia. Penelitian ini dilakukan dengan metode parallel-arm, dengan menyediakan makan tiga kali sehari bagi 26 subyek selama lebih dari 3 bulan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan konsentrasi lipid pada subyek yang diintervensi bubuk bekatul, sedang terdapat efektivitas yang signifikan pada subyek yang diberikan diet minyak bekatul


(23)

dengan penurunan kadar LDL darah sebesar 7% (p < 0.0004). Pada studi 2 (pemberian minyak bekatul), subyek dibagi menjadi dua dan diteliti menggunakan cross-sectional study dengan campuran minyak sebagai kontrol yang nilai gizinya dibuat menyerupai minyak bekatul. Berikut adalah tabel perbandingan nilai gizi minyak bekatul dengan minyak campuran yang diintervensikan pada studi 2 dalam penelitian Most et al. (2005).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah meskipun asam lemak pada minyak campuran dan minyak bekatul serupa, namun subyek yang diintervensikan minyak campuran dapat dikatakan tidak mengalami penurunan kadar total kolesterol dan kolesterol LDL. Hal ini diakibatkan kandungan -oryzanol pada minyak bekatul yang tinggi, dan sangat sedikit pada minyak campuran. Maka penurunan kadar kolesterol total dan LDL disebabkan oleh adanya kandungan -oryzanol.

Tabel 9 Perbandingan minyak campuran kontrol dengan minyak bekatul yang diintervensikan

Minyak campuran control Minyak bekatul

14:0 (g/100 g) 0.37 0.4

16:0 (g/100 g) 12.96 14.6

18:0 (g/100 g) 2.97 2.09

18:1 (g/100 g) 45.43 44.51

18:2 (g/100 g) 35.9 36.59

18:3n (g/100 g) 0.84 0.87

α-Tokoferol (µg/g) 108.4 180

α-Tokotrienol (µg/g) 34.4 218

-Tokotrienol (µg/g) 127.5 38

-Tokoferol (µg/g) 11.7 59

δ-Tokoferol (µg/g) 2.92 0

δ-Tokotrienol (µg/g) 0 0

Oryzanol (mg/g) 0.04 15.8

Sumber: Most (2005).

Liechtenstein et al (1999) membuktikan bahwa penukaran konsumsi asam lemak jenuh dan trans dengan MUFA dan PUFA dapat menjadi satu cara paling efektif untuk mencegah penyakit jantung akibat menurunnya kadar kolesterol darah dengan pemberian minyak ikan. Thomsen et al. (1999) dalam American Journal of Clinical Nutrition menyatakan bahwa rendahnya prevalensi penyakit jantung pada orang Mediterania merupakan akibat dari banyaknya konsumsi mereka akan minyak zaitun yang tinggi akan MUFA.

Breslow (2006) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, pemberian EPA (eikosapentaenoat) dan DHA (dokosaheksaenoat)


(24)

dari minyak ikan atau ikan yang berminyak dapat menurunkan pembekuan darah, serta mengurangi peradangan pada pembuluh darah jantung. Penelitian Laidlaw (2003) memberi hasil bahwa suplementasi minyak ikan dan linolenat pada wanita berefek pada penurunan trigliserida darah.

Penelitian Aviram et al. (2005) dengan melakukan pemberian jus markisa selama 10 minggu pada manusia dan tikus diketahui menghambat agregasi, oksidasi dan retensi LDL. Pemberian jus markisa juga meningkatkan serum paraoxonase, yaitu esterase yang dapat melindungi terjadinya peroksidasi lipid, sebesar 20%. Selain itu, berkurangnya oksidasi LDL pada makrofag peritoneal tikus yang diintervensi selama 14 minggu sebesar 20%.

Penurunan resiko terkena miokardial infark (MI) dan stroke sebesar 39% berasosiasi dengan konsumsi 6 gram cokelat sehari pada 19.357 orang dewasa di Jerman (Buijsse et al. 2010). Selain itu, penurunan sebesar 1 mmHg dan 0.9 mmHg pada tekanan darah sistolik dan diastolik. Suplementasi cokelat mampu menurunkan kejadian karsinogenesis prostat secara signifikan dibandingkan subjek kontrol positif (Bisson et al. 2008). Pada studi jangka panjang, suplementasi ekstrak cokelat setiap hari mampu mencegah produksi berlebih radikal bebas setelah pemanasan sehingga mampu melindungi tubuh dari kelainan kognitif (Rozan et al. 2006).


(25)

KERANGKA PEMIKIRAN

Prevalensi obesitas di Indonesia sebesar 11.7% dengan IMT ≥β7 kg/mβ. Obesitas merupakan penyakit dengan kondisi kelebihan lemak tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan (Whitney & Rolfes 2005). Obesitas dapat disebabkan faktor genetik, kelebihan intake atau asupan, serta kurangnya aktivitas fisik.

Penderita obesitas mengalami disfungsi pada metabolisme tubuhnya dan dapat mengalami sindrom metabolik yang ditandai dengan ciri-ciri berikut: (1) memiliki lingkar pinggang > 80 cm dan > 94 cm untuk wanita dan pria, (2) memiliki tekanan darah ≥ 1γ0/ ≥ 85 mmHg, (γ) kadar glukosa puasa > 100 mg/dl, (4) kadar kolesterol HDL puasa < 40 mg/dl, dan (5) kadar trigliserida puasa > 150 mg/dl (International Diabetes Federation 2005). Penderita obesitas memiliki resiko terkena aterosklerosis dan penyakit jantung lainnya lebih tinggi. Maka dari itu, penting untuk mencegah terjadinya hiperlipidemia pada penderita obesitas.

Pengembangan pangan fungsional penting untuk mencegah hiperlipidemia. Potensi penghasil bekatul di Indonesia sangat besar. Selain itu, bekatul dan cokelat memiliki fungsi lebih, yaitu kandungan antioksidan yang bersifat hipokolesterolemik. Pengembangan minuman minyak bekatul-cokelat penting untuk diintervensikan guna menurunkan kadar kolesterol. Subyek yang diberikan intervensi minuman minyak bekatul-cokelat dipantau kadar profil lipidnya. Kadar profil lipid seseorang juga dipengaruhi kebiasaan makan dan riwayat kesehatan keluarga.


(26)

Keterangan

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 4 Kerangka pemikiran Kurangnya aktivitas

fisik

Obes

Kadar kol-HDL <40 mg/dl Kadar TG > 150 mg/dl

Tekanan darah >130/85mmHg

Intervensi minuman minyak bekatul-cokelat

Kadar profil lipid

Pengembangan minuman hipokolesterolemik dan tinggi antioksidan

Kebiasaan makan subyek

Riwayat kesehatan keluarga Kebiasaan makan yang

berlebih

Lingkar pinggang >80cm - >94cm

Kadar glukosa > 100 mg/dl Sindrom metabolik


(27)

METODE

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan mencakup pengembangan minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat dan analisis asam lemak minuman yang diintervensi. Penelitian lanjutan dilakukan untuk melihat pengaruh intervensi minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat terhadap kadar profil lipid plasma orang dewasa obes. Penelitian telah mendapatkan Ethical Approval No.KE.01.12/EC/597/2011 dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 23 Desember 2012 (surat pada Lampiran 1).

Waktu dan Tempat

Proses pengembangan minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat pada penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan Departemen Gizi Masyarakat, serta analisis asam lemak minuman yang diintervensikan dilakukan di Laboratorium Terpadu. Analisis kadar profil lipid darah subyek pada penelitian lanjutan dilakukan di Laboratorium Biokima Departemen Gizi Masyarakat, serta pengumpulan data primer dilakukan di lingkungan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2011 sampai Januari 2012.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan untuk melakukan pengembangan minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat antara lain minyak bekatul komersial merek Oryza Grace®, sukralosa, garam, emulsifier sugar ester dan Tween 80,

Carboxymethil Celulose (CMC) dan air. Produksi minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat menggunakan minyak bekatul komersial merek Oryza Grace®, cokelat bubuk asli dari Balai Penelitian Kopi dan Kakao Jember Jawa Timur, sukralosa, garam, emulsifier sugar ester, CMC dan air. Peralatan yang digunakan kedua produk minuman sama yaitu timbangan mikro, homogenizer, kompor, sealer, gelas plastik tahan panas, termometer dan kulkas. Bahan dan alat yang digunakan untuk analisis asam lemak minuman yang diintervensikan antara lain minyak dari minuman, larutan standar, larutan NaOH 0.5 N dan BF3 12% dalam methanol, larutan NaCl jenuh, isooktana, Na2SO4 anhidrat, perangkat gas kromatografi (gambar pada Lampiran 2), syringe 10 µl, penangas air, tabung bertutup Teflon, neraca analitik dan pipet mikro.


(28)

Pengukuran status gizi dilakukan menggunakan timbangan berat badan dan microtoise. Peralatan yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel darah adalah jarum suntik, tabung EDTA, alkohol dan plester. Proses pengambilan darah dilakukan oleh tenaga ahli dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor. Alat dan bahan yang diperlukan untuk analisis kadar profil lipid plasma adalah sampel plasma, reagen merek Human®berupa complete test kit

kolesterol total ETI 10150101-1, HDL ETI 1001801-1 dan trigliserida ETI 11630101-2 beserta standar, freezer, eppendorf, air bebas ion, sentrifuge,

penangas air, pipet mikro dan spektrofotometer.

Jumlah dan Cara Pemilihan Subyek

Populasi target adalah mahasiswa dan mahasiswi Institut Pertanian Bogor. Subyek diambil dengan cara screening untuk memenuhi persyaratan inklusi. Teknik pemilihan subyek diambil dengan metode purposive sampling.

Syarat inklusi yang perlu dipenuhi oleh subjek adalah: 1. Berjenis kelamin laki-laki /perempuan.

2. Berkategori obes tingkat 1 dan β (memiliki IMT ≥ β5) (WHO 2000). 3. Rentang umur 18-25 tahun.

4. Tidak sedang menjalani pengobatan dari dokter.

5. Tidak sedang mendapatkan intervensi (minuman antioksidan) serupa. 6. Tidak merokok.

7. Tidak hamil atau menyusui. 8. Tidak alergi cokelat.

9. Tidak pindah atau berada di luar lokasi dalam jangka waktu lama, sehingga tidak dapat mengikuti perlakuan.

10. Bersedia mengisi informed concent.

Penentuan jumlah subjek dilakukan dengan menggunakan minimum sample size for estimating difference mean between groups (Lameshow et al.

1997), yaitu dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: n = jumlah subjek minimal Zα = 1.96 (α= 5%)

Z = 1.β8 ( = 10%), power of test = 90% S2 = standar deviasi (0.14)

X1 = mean kadar kolesterol LDL setelah intervensi (berdasarkan penelitian Most et al. 2005, yaitu 3.30).

X2 = mean kadar kolesterol LDL sebelum intervensi (berdasarkan penelitian Most et al. 2005, yaitu 3.65).


(29)

Berdasarkan dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh jumlah n yaitu 3.35 yang dibulatkan menjadi subjek minimal yaitu 4 orang. Antisipasi drop-out

dilakukan dengan menambahkan 8 orang subjek dari jumlah minimal sehingga total subjek yang digunakan yaitu 12 orang, dengan enam orang laki-laki dan enam orang perempuan. Hal ini dilakukan karena minuman yang diintervensikan belum dikenal dan belum diterima dengan baik.

Alur Penelitian

Alur penelitian menceritakan urutan penelitian ini dilakukan. Penelitian dilakukan melalui dua tahap. Tahap pendahuluan yaitu pengembangan minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat dan analisis asam lemak minuman yang diintervensikan, yaitu minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat. Tahap lanjutan terdiri dari mengurus perijinan Ethical Clearance dari Kementrian Kesehatan RI, penentuan subyek secara purposive, pengambilan data primer subyek, melaksanakan masa pre-intervensi dan masa intervensi, pengambilan dan analisis profil lipid plasma subyek. Alur penelitian disajikan pada Gambar 5.

Pengembangan minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat

Komposisi dan perbandingan pengembangan minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat didasarkan pada penelitian Rachman (2012), yaitu minuman emulsi minyak bekatul-cokelat. Pengembangan dilakukan dengan menguji perbandingan (minyak:air) 1:9 dan 3:7 menggunakan emulsifier sugar ester, serta menguji perbandingan 3:7 dan 4:6 menggunakan emulsifier Tween 80. Perbandingan yang terpilih untuk diuji berdasarkan trial and error yang telah dilakukan oleh Rachman (2012) sebelumnya. Perbandingan yang diuji hanya sampai perbandingan 4:6 karena daya terima dirasa sangat rendah pada perbandingan minyak:air yang lebih tinggi. Total minuman yang dibuat per sajiannya sekitar 100 ml. Adanya penambahan perisa karamel untuk meningkatkan daya terima, namun jumlah perisa belum ditentukan. Pada setiap 100 ml ditambahkan sekitar 3 tetes perisa karamel. Pada Tabel 10 digambarkan jenis bahan dan komposisi yang digunakan pada pengembangan minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat.

Cara pembuatan minuman emulsi yaitu pertama menimbang secara teliti minyak bekatul Oryza Grace® (Lampiran 3), sukralosa, emulsifier (sugar ester

atau Tween 80), garam, dan CMC. Mempersiapkan minyak bekatul dan air sesuai dengan takaran. Proporsi minyak dalam satu gelas minuman sangat kecil


(30)

Gambar 5 Skema alur penelitian

(6.29%), sedangkan proporsi air dalam minuman sebesar 92.27% sehingga massa jenis minuman dianggap 1 mg/dl karena sebagian besar minuman terdiri dari air. Seluruh bahan yang telah ditimbang kemudian dicampurkan di dalam satu gelas dan ditambahkan perisa karamel 3 tetes.

Emulsifier sugar ester dipilih menjadi pengemulsi yang cocok untuk minuman ini. Jumlah emulsifier kemudian diuji dengan ditingkatkan menjadi 2 g dan 2.5 g untuk meningkatkan kualitas emulsi. Justifikasi rasa minuman emulsi

Analisis asam lemak minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat

Permohonan Ethical Clearance hingga mendapat Ethical Approval No.KE.01.12/EC/597/2011 dari Kemenkes

Pemilihan subyek secara purposive

Subyek menandatangani informed consent

Pertemuan I: Subyek diminta menjalani diet rendah antioksidan dan pengumpulan data karakteristik subyek, food recall 2x24

jam dan food frequency

Masa rendah antioksidan:

2 minggu

Pertemuan II: Penyuluhan subyek untuk motivasi menjalani intervensi

Setelah subyek dipuasakan 12 jam, dilakukan pengambilan darah pre-intervensi

Produksi minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat tiga hari sekali

Pemberian intervensi minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat sebanyak 2x sehari selama 15 hari dan

pengisian food record selama 7 hari

Masa intervensi: 15 hari

Dilakukan analisis kadar profil lipid plasma subyek sebelum dan setelah intervensi

Setelah subyek dipuasakan 12 jam, dilakukan pengambilan darah post-intervensi


(31)

Tabel 10 Bahan dan komposisi pengembangan minuman emulsi minyak bekatul tanpa cokelat

Bahan (g) Perbandingan (Minyak : Air) dalam gram

1 9 % 2 8 % 3 7 % 4 6 %

Air 90 44.73 80 39.76 70 34.79 60 29.82

Coklat 0 0 0 0 0 0 0 0

Minyak Bekatul 10 4.97 20 9.94 30 14.91 40 19.88 Sukralosa 0.02 0.01 0.02 0.01 0.02 0.01 0.02 0.01

Tween 80 *) 1 0.5 1 0.5 1 0.5 1 0.5

Sugar ester *) 1 0.5 1 0.5 1 0.5 1 0.5

Garam 0.1 0.05 0.1 0.05 0.1 0.05 0.1 0.05

CMC 0.1 0.05 0.1 0.05 0.1 0.05 0.1 0.05

Keterangan : *) pemakaian emulsifier Tween 80 dan sugar ester tidak bersama-sama. Apabila sudah dipakai Tween 80 maka tidak ditambahkan sugar ester dalam minuman yang sama, dan sebaliknya.

minyak bekatul tanpa cokelat ternyata kurang dapat diterima serta kestabilan emulsi minuman yang dihasilkan kurang baik. Maka kemudian minuman yang diintervensikan adalah minuman emulsi minyak bekatul-cokelat berdasarkan penelitian Rachman (2012) yang telah teruji secara organoleptik.

Pembuatan minuman emulsi minyak bekatul-cokelat yang diintervensikan kepada subyek dilakukan berdasarkan penelitian Rachman (2012), yang dijelaskan pada Tabel 11. Minuman kemudian dikemas sebagai minuman siap saji (ready to drink) yang memiliki daya simpan cukup baik selama minimal delapan hari di dalam kulkas.

Tabel 11 Komposisi biang dan pengenceran minuman minyak bekatul-cokelat

Bahan Komposisi (g)

Biang Pengenceran 1:3

Air 140.00 184.61

Coklat 10.00 2.50

Minyak Bekatul 50.00 12.50

Emulsifier 1.00 0.25

Sukralosa 0.02 0.02

Garam 0.10 0.02

CMC 0.10 0.025

Sumber: Rachman (2012)

Seluruh bahan ditimbang sesuai takaran biang dan dicampurkan untuk dihomogenisasi dengan homogenizer 11000 rpm selama 10 menit. Emulsi diencerkan dengan perbandingan biang:air sebesar 1:3. Minuman yang telah diencerkan kemudian dihomogenisasi kembali dan bersama-sama dipasteurisasi


(32)

selama 10 menit pada suhu 800C. Pasteurisasi dilakukan dengan cara mengukus minuman emulsi yang berada dalam wadah panci. Setelahnya minuman segera dimasukkan ke dalam gelas plastik tahan panas, yang sebelumnya telah direndam selama 1-2 menit dalam suhu 900C, dan segera disegel dengan tutup plastik. Perlakuan ini disebut hot filling yang bertujuan menciptakan ruang vakum. Kemasan yang telah berisi minuman kemudian pasteurisasi kembali pada suhu 900C selama 1-2 menit. Penyimpanan dilakukan dalam kulkas (suhu 6-100C) sehingga minuman dapat terjaga isinya selama masa penyimpanan.

Produksi minuman emulsi minyak bekatul-cokelat dilaksanakan seminggu tiga kali. Produksi ditujukan agar dapat menghasilkan 120-144 gelas minuman pada hari biasa dan 168-192 gelas minuman pada akhir minggu, dengan jumlah 12 subyek yang diberikan 2 gelas per hari, yaitu pagi dan siang.

Analisis asam lemak minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat

Analisis asam lemak yang terkandung di dalam minuman ready to drink

emulsi minyak bekatul-cokelat dilakukan dengan metode gas chromatograph

(GC). Analisis ini didasarkan pada partisi komponen-komponen dari suatu cairan diantara fase gerak berupa gas dan fase diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Analisis asam lemak diperlukan dua tahap, yaitu preparasi sampel dan kedua analisis komponen asam lemak sebagai FAME (fatty acid methyl ester). Prosedur analisis asam lemak minuman dijelaskan pada Subbab Jenis dan Cara Pengumpulan Data.

Intervensi minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat

Setelah calon subyek terpilih memenuhi syarat inklusi dan bersedia menandatangani informed consent, maka calon subyek ditetapkan sebagai subyek penelitian. Subyek dikumpulkan pertama kali untuk diberi penjelasan dan penyuluhan mengenai manfaat minyak bekatul terhadap kesehatan sehingga diharapkan subyek menjadi termotivasi untuk mengonsumsi minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat selama masa intervensi (gambar pada Lampiran 4).

Pada pertemuan pertama ini subyek dimohon untuk mengisi kuesioner identitas subyek, food frequency, pengukuran berat badan dan tinggi badan subyek. Selain itu subyek juga diminta untuk melakukan diet rendah antioksidan dengan mengurangi konsumsi antioksidan dan tidak diperbolehkan


(33)

mengonsumsi suplemen atau multivitamin selama dua minggu ke depan. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya pengaruh asupan antioksidan terhadap profil lipid plasma subyek. Masa ini disebut masa rendah antioksidan. Pada masa sebelum intervensi, subyek dikumpulkan data food recallnya selama 2x24 jam oleh peneliti.

Setelah masa rendah antioksidan selama dua minggu, subyek kembali dikumpulkan pada Pertemuan Kedua untuk dicek kesehatannya oleh dokter di Departemen Gizi Masyarakat. Subyek juga diberi penjelasan tentang masa intervensi yang dijalankan kemudian. Selanjutnya, subyek diminta untuk melakukan puasa selama 12 jam sebelum pengambilan darah pre-intervensi. Pengambilan darah dilakukan di Laboratorium Biokimia Departemen Gizi Masyarakat IPB pada pukul 07.00 hingga 10.00 oleh tenaga ahli. Selama 15 hari berikutnya, subyek diberikan minuman ready to drink emulsi minyak bekatul-cokelat sebanyak 2 gelas per hari, pada pagi dan sore hari. Selain itu juga subyek diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner food record selama 7 hari pada masa intervensi. Setelah masa intervensi berakhir, subyek kembali dipuasakan selama 12 jam untuk setelahnya diambil darah untuk post-intervensi. Pengambilan darah dan analisis profil lipid

Pengambilan darah dilakukan sebelum dan setelah masa intervensi. Pengambilan darah pre-intervensi dilaksanakan pada tanggal 24 November 2011 pukul 07.00-10.00. Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga ahli dari Badan Penelitian dan Pengembangan Gizi Dinas Kesehatan Bogor (gambar pada Lampiran 5). Sebelum pengambilan darah, subyek diminta untuk puasa 12 jam atau semalam sebelum diambil darahnya pada keesokan harinya. Selama masa puasa tersebut, subyek tidak boleh mengonsumsi apapun kecuali air putih.

Pertama lipatan siku lengan kanan atau kiri subyek yang akan disuntikkan jarum dibersihkan menggunakan kapas dan alkohol. Tenaga ahli kemudian mencari titik vena cubiti subyek dan mengambil darah dengan jarum suntik sebanyak 5 ml setelahnya. Bekas suntikan lalu ditutup dengan plester atau kapas. Pengambilan darah setelah masa intervensi dilaksanakan pada 20 Desember 2011 pukul 07.00-10.00 oleh tenaga ahli. Seperti sebelumnya, subyek dipuasakan dulu 12 sebelum pengambilan darah dilakukan. Setelah diambil darah, subyek kemudian diberikan sarapan pagi berupa roti dan susu.

Darah yang telah diambil dipindahkan ke tabung EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid) dan dikocok agar homogen dengan larutan EDTA. Sekali


(34)

pengambilan darah menghasilkan sekitar dua tabung EDTA. Segera setelahnya tabung EDTA disentrifuge pada 15000 rpm selama 10 menit untuk menghasilkan plasma darah. Plasma yang dihasilkan dimasukkan ke dalam eppendorf yang dilapisi alumunium dan disimpan dalam freezer (suhu 00C) untuk mencegah terjadi kontaminasi yang dapat mengubah konten plasma hingga dianalisis profil lipid.

Analisis profil lipid yang dilakukan meliputi analisis kolesterol total, kolesterol LDL dan HDL serta trigliserida. Sampel yang digunakan adalah plasma yang telah disentrifugasi. Prosedur analisis profil lipid plasma dijelaskan pada Subbab Jenis dan Cara Pengumpulan Data.

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pra-eksperimen kepada subyek penelitian yang telah ditentukan secara purposive sebelumnya. Desain penelitian yang digunakan adalah desain one group pretest dan posttest melalui pengukuran kadar profil lipid plasma subyek pada sebelum dan setelah intervensi. Alur penelitian lanjutan dijelaskan pada Gambar 6. Angka 0 menunjukkan awal dari masa intervensi, sehingga mulai dari angka 0 sampai angka 2 menunjukkan masa intervensi. Angka -2 menunjukkan awal masa rendah antioksidan, yang berlanjut selama 2 minggu hingga angka 0.

Masa rendah antioksidan Masa intervensi

-2 0 2

Gambar 6 Alur penelitian lanjutan

Masa rendah antioksidan dilakukan selama dua minggu, kemudian masa intervensi dilakukan selama dua minggu lebih sehari (15 hari). Pada masa rendah antioksidan, dilakukan pengambilan data identitas dan karakteristik subyek, pengukuran antropometri subyek, recall 2x24 jam dan kuesioner food frequency.

Masa intervensi merupakan masa pemberian minuman ready to drink minyak bekatul-cokelat pada subyek, dengan banyak pemberian dua gelas sehari yang setara 57.6 mg -oryzanol. Hal ini sesuai dengan penelitian Damayanthi (2002), bahwa jumlah -oryzanol sebanyak 31.45 mg sehari cukup untuk menurunkan LDL-teroksidasi. Pada masa intervensi, data yang dikumpulkan adalah pengambilan darah pre dan post-intervensi, analisis kadar profil lipid plasma dan kuesioner food record selama 7 hari.


(35)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui penelitian langsung dan wawancara melalui kuesioner. Tabel 12 memuat jenis, frekuensi, waktu dan metode pengumpulan data yang dilakukan.

Tabel 12 Jenis, frekuensi, metode pengumpulan dan pengukuran data

Jenis Data Frekuensi Pengumpulan

Waktu

Pengumpulan Metode Pengumpulan Jenis dan kadar asam

lemak minuman 1 kali Sebelum intervensi Gas kromatografi Identitas dan

karakteristik subyek 1 kali Sebelum intervensi Kuesioner Antropometri subyek 1 kali Sebelum intervensi Timbangan berat

badan dan microtoise Kebiasaan makan

subyek 10 kali

Sebelum intervensi dan pada masa

intervensi

Kuesioner food frequency,food recall

dan food record Kadar kolesterol total,

HDL dan trigliserida plasma

2 kali

Sebelum intervensi dan setelah

intervensi

Metode CHOD-PAP, Direct dan GPO-PAP

1. Jenis dan kadar asam lemak minuman

Analisis jenis dan kadar asam lemak pada minuman yang diintervensikan dilakukan dengan metode gas kromatografi (GC), melalui dua tahap, yaitu preparasi sampel dan kedua analisis komponen asam lemak sebagai FAME (fatty acid methyl ester). Preparasi sampel dilakukan dengan hidrolisis dan esterifikasi. Sebanyak 20-40 mg sampel minyak dan 1 ml NaOH dalam metanol dipanaskan (dihidrolisis) dalam penangas selama 20 menit. Setelah ditambahkan 2 ml BF3 20% dipanaskan lagi 2 menit, ditambahkan heptana 2-5 ml dan dididihkan 1 menit. Ditambahkan 15 ml NaCl dan dikocok 15 detik. Larutan NaCl jenuh ditambahkan untuk menguapkan larutan isooktan, yang kemudian dipindah 1 ml ke dalam tabung dengan ditambahkan NaSO4 anhidrat. Setelah didiamkan 15 menit, larutan diencerkan hingga 5-10% GC. Gambar 5 adalah contoh FAME yang siap diinjeksikan.


(36)

Pengaturan kolom, laju alir gas, suhu, volume dan kecepatan linier alat GC perlu dikondisikan sebelum analisis dilakukan. Setelah itu pelarut diijenksikan sebanyak 1 µl ke dalam kolom. Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen diukur untuk dibandingkan dengan standar demi mengetahui jenis dan komponen asam lemak sampel. Hasil analisis asam lemak yang dilakukan memiliki Sertifikat No. LT-405-1267. Jumlah kandungan komponen dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan:

Vsampel = Volume sampel Cstandar = Konsentrasi standar Ax = Luas puncak komponen x As = Luas puncak standar 2. Data identitas dan karakteristik subyek

Data identitas dan karakteristik subyek yang dikumpulkan secara primer yaitu melalui kuesioner. Hal yang diminta meliputi nama, tempat/ tanggal lahir, tempat tinggal dan riwayat kesehatan keluarga.

3. Data antropometri subyek

Pengukuran antropometri subyek dilakukan sekali pada masa sebelum intervensi. Pengukuran yang dilakukan berupa pengukuran berat badan menggunakan timbangan dan tinggi badan menggunakan microtoise. Seluruh subyek diukur menggunakan alat timbangan dan microtoise yang sama. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bias yang dapat terjadi akibat perbedaan alat. 4. Kebiasaan makan sumber lemak subyek

Kebiasaan makan subyek diukur dengan mengumpulkan data frekuensi makan, kebiasaan makan 2 hari sebelum masa intervensi dan kebiasaan makan selama 7 hari pada masa intervensi. Maka frekuensi pengumpulan data kebiasaan makan secara keseluruhan sebanyak 10 kali. Pengukuran frekuensi subyek mengonsumsi makanan sumber lemak dilakukan menggunakan food frequency questionnaire. Pengumpulan data frekuensi makan ini bertujuan untuk melihat rata-rata banyaknya konsumsi makanan sumber lemak subyek dalam satu bulan.

Kebiasaan makan sebelum intervensi dilakukan menggunakan food recall questionaire 2x24 jam, yang bertujuan untuk melihat kebiasaan makan subyek


(37)

sebelum masa intervensi. Pada akhirnya, peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan asupan pada masa sebelum dan dalam masa intervensi. Kuesioner ini dilakukan dengan metode wawancara langsung, dan subyek tidak diberitahu sebelumnya bahwa akan diambil data food recall.

Kebiasaan makan pada masa intervensi dilakukan selama 7 hari dari 15 hari masa intervensi. Hal ini dirasa sudah representatif untuk melihat konsumsi makan subyek pada masa intervensi dan dilakukan dengan menggunakan food record questionnaire. Pengambilan data ini dilakukan oleh subyek sendiri, dengan mengisi sendiri buku food record yang telah diberikan kepada subyek. Cara pengisian telah diterangkan sebelumnya kepada subyek.

5. Kadar kolesterol total, kolesterol HDL dan trigliserida plasma subyek

Kadar kolesterol total, kolesterol HDL dan trigliserida diukur menggunakan metode CHOD-PAP, Direct dan GPO-PAP dengan 2 kali frekuensi pengumpulan. Sampel yang digunakan adalah plasma subyek sedangkan reagen yang digunakan merupakan reagen merek Human®berupa cholesterol complete test kit. Berikut merupakan prosedur analisis kolesterol total, kolesterol HDL dan trigliserida.

Prosedur analisis kolesterol total ETI 10150101-1 (metode CHOD-PAP)

Analisis untuk mengukur kadar kolesterol plasma dilakukan menggunakan Cholesterol Analysis Kit merek Human® no. 10028 4x100 ml. Sampel adalah plasma yang berasal dari darah vena subyek yang telah dipisahkan plasmanya melalui sentrifugasi di dalam tabung berisi EDTA. Kadar kolesterol ditentukan setelah reaksi hidrolisis enzimatik dan oksidasi. Indikator yang digunakan adalah quinoneimin yang terbentuk dari hidrogen peroksida dan 4-aminofenazon akibat adanya fenol dan peroksidase. Prinsip reaksi seperti tertera di bawah ini:

Kolesterolester CHE kolesterol + asam lemak Kolesterol +O2 CHO kolesterolen-3-satu + H2O2

2 H2O2 + 4-aminofenazon + fenol POD quinoneimin + 4 H2O

Sampel plasma dan standar diambil sebanyak 10 µl dan 1000 µl kit pereaksi dipipet ke dalam tabung reaksi, dikocok hingga homogen. Campuran diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC, kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm.


(38)

Prosedur analisis HDL ETI 1001801-1 (Metode Direct)

Pengukuran kadar kolesterol HDL dilakukan dengan Cholesterol HDL Analysis Kit merek Human® No. 10018 4x80 ml. Sampel adalah plasma yang berasal dari darah vena subyek yang telah dpisahkan melalui sentrifugasi. Pertama-tama pengukuran dilakukan dengan presipitasi terhadap lipoprotein densitas rendah (LDL dan VLDL) dan kilomikron dengan penambahan asam fosfotungstat dan ion magnesium (MgCl2). Setelah proses sentrifugasi, fraksi HDL dalam supernatan diukur menggunakan pereaksi kit untuk pengukuran kolesterol (CHOD-PAP). a. Prosedur presipitasi

Sebanyak 200 µl plasma darah dan 500 µl pereaksi presipitasi yang telah diencerkan dengan akuabides dengan rasio 4:1, kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Setelahnya campuran disentrifuge pada 4000 rpm selama 10 menit sehingga diperoleh supernatan yang siap dianalisis.

b. Prosedur penentuan kolesterol HDL

Sebanyak 100 µl supernatan dipipet ke dalam tabung reaksi dan 1000 µl pereaksi kolesterol, dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit. Campuran kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.

Prosedur Analisis Trigliserida ETI 11630101-2 (Metode GPO-PAP)

Analisis untuk mengukur kadar trigliserida plasma dilakukan menggunakan Trigliceride Analysis Kit merek Human®. Sampel adalah plasma yang berasal dari darah vena subyek yang telah dipisahkan plasmanya melalui sentrifugasi di dalam tabung berisi EDTA. Kadar trigliserida ditentukan setelah reaksi hidrolisis enzimatik dengan lipase. Indikator yang digunakan adalah quinoneimin yang terbentuk dari hidrogen peroksida, 4-amino-antipirin dan 4-klorofenol dengan pengaruh katalitik dari peroksidase. Prinsip reaksi seperti tertera di bawah ini:

Trigliserida lipase gliserol + asam lemak Gliserol + ATP GK gliserol-3-fosfat + ADP

Gliserol-3-fosfat + O2 GPO dihidroksiaseton fosfat + H2O2

H2O2 + 4-aminoantipirin + 4-klorofenol POD quinoneimin + HCl + H2O Sampel plasma dan standar diambil sebanyak 10 µl dan 1000 µl pereaksi kit dipipet ke dalam tabung reaksi, dikocok hingga homogen.


(39)

Campuran diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC, kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diolah dalam penelitian ini adalah data karakteristik meliputi riwayat kesehatan keluarga dan antropometri (berat badan dan tinggi badan), kebiasaan makan, serta kadar kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL dan trigliserida. Tabel 13 menggambarkan pengolahan dan analisis dari masing-masing data.

Tabel 13 Jenis data, pengolahan dan analisis data

Jenis Data Pengolahan dan Analisis Data

Karakteristik subyek Analisis deskriptif Status gizi subyek IMT menurut WHO (2000) dan

analisis deskriptif

Kebiasaan makan subyek Diolah dengan NutriSurvey (2005), WNPG (2004), analisis deskriptif Pengaruh intervensi terhadap kadar

kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida plasma subyek

Indikator AHA (2005), Friedewald et al. (1972), analisis paired t-test

1. Karakteristik subyek. Karakteristik subyek yang dianalisis berupa usia dan riwayat kesehatan keluarga. Data usia dan riwayat kesehatan keluarga diperoleh melalui kuesioner identitas dan karakteristik subyek. Data usia subyek dirata-ratakan, sedangkan data riwayat kesehatan keluarga disajikan dalam bentuk persentase. Persentase setiap jenis riwayat penyakit keluarga subyek diperoleh dengan membandingkan jumlah subyek yang memiliki salah satu atau kedua orang tua dengan riwayat penyakit tersebut dengan jumlah total subyek dalam penelitian.

2. Status gizi. Pengelompokan status gizi dilakukan berdasarkan hitungan IMT dari berat badan dan tinggi badan dengan pengklasifikasian WHO for Asian

(2000). IMT diperoleh menggunakan rumus berikut: IMT = berat badan (kg) / tinggi2 (m2)

Subyek terpilih telah memenuhi kriteria inklusi yang utama, yaitu mengalami obesitas, maka pengelompokan IMT yang digunakan adalah Obes I dan Obes II. Berikut adalah cut off point status gizi menurut IMT untuk orang dewasa Asia menurut WHO (2000).


(1)

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed ) Mean Std. Deviatio n Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pai r 1 logprehd l - logpothdl 0.0131

8 0.04758

0.0137 3 -0.0170 5 0.043 4 0.95 9 1

1 0.358

Hasil uji statistik pengaruh intervensi minuman

ready to drink emulsi minyak

bekatul-cokelat terhadap kadar LDL-kolesterol plasma subyek.

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed ) Mean Std. Deviatio n Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pai r 1 logpreldl – logpostld l 0.1047

6 0.14901

0.0430 1 0.0100 9 0.1994 4 2.43 6 1

1 0.033

Hasil uji statistik pengaruh intervensi minuman

ready to drink emulsi minyak

bekatul-cokelat terhadap kadar trigliserida plasma subyek.

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed ) Mean Std. Deviatio n Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pai r 1

logtag – logtagpos

t

0.0197

6 0.13354

0.0385 5 -0.0650 9 0.1046 1 0.51 2 1


(2)

(3)

(4)

Lampiran 2 Perangkat alat gas kromatografi

Lampiran 3 Minyak bekatul komersial merek Oryza Grace®.

Lampiran 4 Pertemuan I: penyuluhan dan motivasi subyek tentang intervensi

yang dilakukan


(5)

Lampiran 7 Hasil uji statistik

Hasil uji statistik pengaruh intervensi minuman

ready to drink emulsi minyak

bekatul-cokelat terhadap kadar kolesterol total plasma subyek.

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig.

(2-tailed

)

Mean

Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pai r 1

logprekol

logpostko l

0.0634

4 0.08163

0.0235 7

0.0115 7

0.1153 1

2.69 2

1


(6)

Hasil uji statistik pengaruh intervensi minuman

ready to drink emulsi minyak

bekatul-cokelat terhadap kadar HDL-kolesterol plasma subyek.

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed ) Mean Std. Deviatio n Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pai r 1 logprehd l - logpothdl 0.0131

8 0.04758

0.0137 3 -0.0170 5 0.043 4 0.95 9 1

1 0.358

Hasil uji statistik pengaruh intervensi minuman

ready to drink emulsi minyak

bekatul-cokelat terhadap kadar LDL-kolesterol plasma subyek.

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed ) Mean Std. Deviatio n Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pai r 1 logpreldl – logpostld l 0.1047

6 0.14901

0.0430 1 0.0100 9 0.1994 4 2.43 6 1

1 0.033

Hasil uji statistik pengaruh intervensi minuman

ready to drink emulsi minyak

bekatul-cokelat terhadap kadar trigliserida plasma subyek.

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed ) Mean Std. Deviatio n Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pai r 1

logtag – logtagpos

t

0.0197

6 0.13354

0.0385 5 -0.0650 9 0.1046 1 0.51 2 1