Peranan Modal Sosial Dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)
i
PERANAN MODAL SOSIAL DALAM KEBERHASILAN USAHA
PENJUALAN PRODUK KERAJINAN KULIT
(Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan,
Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)
RIZKY ANGGRAINI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peranan Modal
Sosial dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus
Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan,
Provinsi Jawa Timur) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Rizky Anggraini
NIM I34120093
v
ABSTRAK
RIZKY ANGGRAINI. Peranan Modal Sosial Dalam Keberhasilan Usaha
Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari,
Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur). Dibimbing oleh
RILUS A. KINSENG dan ZESSY ARDINAL BARLAN.
Modal sosial memiliki peranan dalam keberhasilan suatu usaha khususnya
pada penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan karakteristik penjual kerajinan kulit dengan stok modal
sosial, menganalisis hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan
usaha, serta menganalisis faktor-faktor yang dapat menyebabkan perbedaan stok
modal sosial dari penjual kerajinan kulit. Penelitian tersebut menggunakan
penelitian kuantitatif yang didukung dengan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif digunakan sebagai data pendukung dari kuantitatif. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah diuji secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara karakteristik penjual kerajinan kulit dengan stok modal sosial
disebabkan terdapat faktor lain seperti motivasi dan keinginan berdagang serta
keaktifan penjual dalam mengembangkan jaringan. Selain itu, tidak terdapat
hubungan antara stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha disebabkan
adanya faktor lain seperti program pengembangan usaha dan kegiatan pameran
dari pemerintah, perbedaan barang yang terjual dan kondisi serta musim dagang.
Kata Kunci: Modal sosial, keberhasilan usaha, sentra industri kerajinan kulit
ABSTRACT
RIZKY ANGGRAINI. Role Of Social Capital Success In Business Sales Crafts
Leather Products (Case Industrial Centers Selosari Village, District Magetan,
Magetan, East Java). Supervised by RILUS A. KINSENG and ZESSY
ARDINAL BARLAN.
Social capital has a role in the success of a business, especially in leather
craft vendors at the Village Selosari. This study aimed to analyzed the relationship
between the characteristics of leather craft vendors with a stock of social capital,
social capital stock, analyze the relationship between the level of business
success, as well as analyze the factors that can lead to differences in social capital
stock of seller leather. The study used quantitative research that is supported by
qualitative research. Qualitative research is used as supportive data from the
quantitative. Based on the research that has been tested statistically show that
there is no relationship between the characteristics of leather craft sellers of the
stock of social capital because there are other factors such as motivation and
desire to trade and liveliness sellers in developing the network. In addition, there
is no relationship between the stock of social capital with a success rate of
business due to other factors such as the business development program and
exhibition activities of government, differences of goods sold and trade conditions
and seasons.
Key words: Social capital, business successfully, center of leather crafting
industry
vii
PERANAN MODAL SOSIAL DALAM KEBERHASILAN USAHA
PENJUALAN PRODUK KERAJINAN KULIT
(Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan magetan,
Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)
RIZKY ANGGRAINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ix
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Peranan Modal Sosial dalam Keberhasilan Usaha
Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri
Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten
Magetan, Provinsi Jawa Timur)
: Rizky Anggraini
: I34120093
Disetujui oleh
Dr Ir Rilus A Kinseng, MA
Pembimbing I
Zessy Ardinal B, S.KPm, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus : ______________________
xi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam,
yang telah memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat
bagi penulis sehingga skripsi yang berjudul Peranan Modal Sosial dalam
Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri
Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa
Timur) dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Pujian dan sholawat
senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga serta para
sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk
memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk menganalisis peran
modal sosial terhadap keberhasilan usaha yang dilihat dari perkembangan usaha
dari penjualan kerajinan kulit yang terdapat di Kelurahan Selosari, Kecamatan
Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Rilus A
Kinseng, MA dan Ibu Zessy Ardinal Barlan, S.KPm, M.Si sebagai dosen
pemimbing yang telah memberikan kritik dan saran selama proses penulisan
hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih kepada kedua orangtua tercinta Drs. Pandji Sinarko dan Dra. Suci
Suriyati, kakak tersayang Shinta Citra Wardani, nenek serta semua keluarga besar
yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.
Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada sahabat terdekat Berla,
Rizani, Rahmasari, Citra, Mona, Vanya, teman bimbingan skripsi yaitu Ade, dan
Fitri serta teman-teman dari SKPM 49, BEM FEMA 2015, Kominfo BEM FEMA
2015 dan keluarga kos Wisma Shambala atas semangat dan kebersamaan selama
ini sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini nantinya akan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2016
Rizky Anggraini
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
3
Tujuan Penelitian
4
Kegunaan Penelitian
4
PENDEKATAAN TEORITIS
5
Tinjauan Pustaka
5
Konsep Modal Sosial
5
Unsur- Unsur Modal Sosial
7
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha
9
Industri dan Industrialisasi
11
Konsep Sektor Informal
12
Keberhasilan Usaha
12
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Stok Modal Sosial
14
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis Penelitian
16
Definisi Operasional
17
PENDEKATAN LAPANG
25
Metode Penelitian
25
Lokasi dan Waktu Penelitian
25
Teknik Pengumpulan Data
25
Teknik Penentuan Responden dan Informan
26
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
27
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
29
Kondisi Umum Desa Selosari, Kabupaten Magetan
29
Keadaan Umum dan Perkembangan Sentra Industri Kerajinan Kulit Selosari 34
Karakteristik Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
36
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENJUAL KERAJINAN KULIT DENGAN
STOK MODAL SOSIAL DALAM SENTRA INDUSTRI DI KELURAHAN
SELOSARI
41
Modal Sosial Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
41
Stok Modal Sosial Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
54
Hubungan Karakteristik Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
dengan Modal Sosial
56
HUBUNGAN STOK MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT
KEBERHASILAN USAHA PENJUAL KERAJINAN KULIT
DI KELURAHAN SELOSARI
Identifikasi Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual Kerajinan Kulit
di Kelurahan Selosari
Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
Hubungan Stok Modal Sosial dengan Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual
Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA DINAMIKA
STOK MODAL SOSIAL DARI PENJUAL KERAJINAN KULIT
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
63
63
71
74
79
81
81
82
83
87
98
xv
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Perbandingan definisi modal sosial
7
Perbandingan untuk menentukan karakteristik pelaku usaha
10
Perbandingan untuk menentukan indikator keberhasilan usaha
13
Definisi operasional karakteristik individu penjual kerajinan kulit
17
Definisi operasional stok modal sosial penjual kerajinan kulit
19
Definisi operasional keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit
22
Uji statistik realibilitas
26
Luas lahan menurut penggunaanya di Kelurahan Selosari tahun 2015
29
Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis kelamin di Kelurahan
Selosari tahun 2015
30
Jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok umur di Kelurahan
Selosari tahun 2015
31
Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan
Selosari tahun 2015
32
Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pencaharian pokok di
Kelurahan Selosari tahun 2015
33
Jumlah sarana dan prasarana di Kelurahan Selosari tahun 2015
34
Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik penjual kerajinan
kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
36
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat jaringan penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
42
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepercayaan penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
47
Jumlah dan persentase responden menurut kepatuhan norma penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
50
Jumlah dan persentase responden menurut stok modal sosial penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
54
Korelasi antara karaktersitik penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
dengan modal sosial
57
Tabulasi silang antara usia dengan stok modal sosial penjual kerajinan
kulit di Kelurahan Selosari
58
Tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan stok modal sosial penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
59
Tabulasi silang antara pengalaman usaha dengan stok modal sosial penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
60
Tabulasi silang antara jumlah jam kerja dengan stok modal sosial penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
62
Jumlah dan persentase responden menurut rata-rata modal yang dibutuhkan
untuk setiap memproduksi/membeli barang kerajinan kulit oleh penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
64
25 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan rata-rata modal penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
65
26 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan per bulan
penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
66
27 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan tingkat pendapatan
per bulan penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
67
28 Jumlah dan persentase responden menurut volume penjualan barang
kerajinan kulit per bulan oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
tahun 2016
68
29 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan volume penjualan
per bulan penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
69
30 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah tenaga kerja yang
dimiliki penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
70
31 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan jumlah tenaga kerja yang
dimiliki penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
71
32 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberhasilan usaha
penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
72
33 Korelasi antara stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha
penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
74
34 Uji korelasi pearson antara usia dengan stok modal sosial penjual kerajinan
kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
91
35 Uji korelasi pearson antara variabel stok modal sosial dengan tingkat
keberhasilan usaha penjula kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
tahun 2016
91
36 Uji korelasi pearson antara tingkat jaringan dengan tingkat keberhasilan
usaha penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
92
xvii
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Kerangka pemikiran
16
Grafik persentase responden berdasarkan tingkat jaringan dalam menjalin
hubungan kepada pihak terkait oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan
Selosari tahun 2016
43
Grafik persentase responden berdasarkan tingkat jaringan dalam meminta
bantuan modal usaha atau barang penjual kerajinan kulit di Kelurahan
Selosari tahun 2016
45
Grafik persentase responden berdasarkan rasa kepercayaan yang diberikan
penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari kepada pihak terkait pada
tahun 2016
49
Grafik persentase responden berdasarkan kepatuhan norma dari
kesepakatan yang dibuat oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan
Selosari kepada pihak terkait pada tahun 2016
53
Grafik persentase responden berdasarkan perbandingan dimensi modal
sosial penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
56
Grafik persentase responden berdasarkan perbandingan tingkat keberhasilan
usaha penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
73
Lokasi penelitian Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur
88
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Peta lokasi penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016
Daftar responden penelitian
Hasil uji korelasi pearson
Deskripsi statistik
Hasil uji validitas dan realibilitas
Dokumentasi penelitian
88
89
90
91
93
94
97
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor perekonomian merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat
diberbagai negara dunia termasuk di negara Indonesia. Perkembangan ini tidak
hanya ditunjukkan dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tetapi juga
meningkatnya jumlah sumberdaya manusia untuk saling berebut mendapatkan
kesempatan dalam memperoleh pekerjaan. Terdapat ketimpangan antara jumlah
lapangan pekerjaan yang tersedia dengan jumlah sumberdaya manusia. Hal ini
membuat sebagian manusia yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan menjadi
pengangguran dan terancam tidak mempunyai penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Sebagai penunjang pemenuhan kebutuhan hidup dan upaya
memperoleh penghasilan, masyarakat dituntut untuk memiliki pemikiran yang
kreatif supaya dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan tidak tergantung
dengan penyediaan lapangan pekerjaan formal yang ada. Jenis pekerjaan yang
bisa diciptakan bisa melalui sektor informal. Sektor informal yang dimaksud di
sini dapat berupa sektor industri rumah tangga, usaha, penjual atau pedagang,
yang mana menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 1 terdapat tiga
golongan usaha kecil yaitu usaha kecil formal, usaha kecil informal dan usaha
kecil tradisional.
Usaha kecil formal adalah usaha yang telah terdaftar, tercatat dan telah
berbadan hukum, sementara usaha kecil informal adalah usaha yang belum
terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, contohnya seperti pedagang
kaki lima, pedagang pasar, pedagang asongan, petani dan pemulung. Usaha kecil
tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah
digunakan secara turun temurun atau berkaitan dengan seni dan budaya. Selain
itu, sektor industri rumah tangga juga memberikan kontribusi di dalam
perkembangan perekonomian Indonesia melalui Industri Kecil Menengah (IKM)
yang nantinya memiliki potensi untuk berkembang menjadi besar dan berhasil.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dibedakan menjadi empat, antara
lain: 1) industri rumah tangga dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja antara 14 orang, 2) industri kecil dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja antara 5-19
orang, 3) industri sedang atau industri menengah dengan jumlah karyawan atau
tenaga kerja antara 20-99, dan 4) industri besar dengan jumlah karyawan atau
tenaga kerja berjumlah lebih dari 100 orang. Terhitung sejak tahun 2014 menurut
data BPS, jumlah usaha khususnya yang bergerak di bidang kulit, barang dari
kulit dan alas kaki sebanyak 701 unit usaha. Jumlah ini kian meningkat dari
tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 2 , industri adalah suatu
kegiatan perekonomian yang bertujuan untuk mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang yang siap jual
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan
perancangan dan perekayasaan industri. Hal ini tersebut mengindikasikan bahwa
1
2
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
2
perekonomian yang dapat berdampak kepada pendapatan dan meningkatkan
kesempatan untuk menciptakan kesempatan kerja yang baru. Menurut Triutami
(2013) menyatakan bahwa perkembangan industri di wilayah pedesaan
menempatkan industri kecil ke dalam kedudukannya sehingga mempunyai
manfaat baik sosial maupun ekonomi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Wijaya dalam Triutami (2013) yang menyatakan bahwa: 1) industri kecil
menciptakan peluang berusaha dengan pembiayaan relatif murah, 2) berperan
dalam meningkatkan dan untuk memobilisasi tabungan domestik, serta 3)
memiliki kedudukan komplementer terhadap industri besar dan sedang. Industri
kecil yang ada di dalam desa dipandang mampu untuk menggerakkan
perekonomian pedesaan dan akhirnya dapat semakin berkembang sehingga
mampu menggerakkan perekonomian nasional. Kondisi tersebut tidak terlepas
dari peranan industri kecil yang strategis baik dilihat dari segi kualitas maupun
kemampuan yang dimiliki dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan
tenaga kerja.
Keberhasilan usaha baik di bidang industri ataupun non industri biasanya
tidak terlepas dengan kerjasama serta peran serta dari masing-masing individu
pelaku usaha. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam pengembangan
perekonomian yang dalam hal ini dikaitkan dengan keberhasilan usaha, tidak
selalu dinilai dari aspek ekonomi saja namun haruslah memperhatikan berbagai
aspek yang memungkinkan untuk menunjang keberhasilan suatu usaha yang
selama ini masih kurang diperhatikan. Seperti aspek pengetahuan lokal, sistem
religi, kelembagaan serta yang paling penting adalah aspek sosial (Nasution et al
2007). Di dalam kegiatan usaha, masing-masing pelaku usaha pasti memiliki
tujuan bersama yang dibangun yang mana tujuan tersebut dijadikan sebagai acuan
untuk dapat dicapai sehingga muncullah rasa kerjasama yang baik diantara
individu, muncul rasa kepercayaan yang terjalin diantara satu dengan yang lain
dan akan berdampak terbangunnya sebuah hubungan atau jaringan yang erat
dalam mengelola usaha industri ataupun non industri. Hal ini yang sering disebut
sebagai modal sosial. Menurut Coleman (1999), modal sosial didefinisikan
sebagai suatu kemampuan masyarakat untuk dapat bekerja sama, demi mencapai
tujuan-tujuan bersama, didalam berbagai kelompok dan organisasi. Pengertian itu
mengungkapkan bahwa modal sosial berhubungan dengan karakteristik yang ada
pada masing-masing individu untuk dapat saling melakukan kerjasama.
Sedangkan, Putnam dalam Field (2010) memiliki pandangan yang berbeda
tentang modal sosial yaitu bagian dari kehidupan sosial, jaringan, norma, dan
kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif
untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
Kelurahan Selosari merupakan salah satu wilayah yang ada di Kecamatan
Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Daerah ini merupakan
sentral industri kerajinan kulit yang terkenal di daerah Magetan dan sekitarnya.
Magetan memiliki kawasan industri yang paling banyak menghasilkan berbagai
macam barang yang berbahan dasar kulit, seperti sepatu, sandal, tas, ikat pinggang
serta accecories lainnya. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Magetan telah
memberikan dukungan melalui peningkatan dan pengembangan potensi Industri
Kecil dan Menengah (IKM) kerajinan kulit di Selosari sebagai salah satu langkah
untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pendapatan. Kelurahan Selosari sendiri terdiri dari beberapa desa
3
yang mayoritas penduduk disana bermata pencaharian sebagai penjual kerajinan
kulit dan tergabung menjadi satu ke dalam sentra industri kerajinan kulit yang
berada di Jalan Sawo. Di sepanjang Jalan Sawo tersebut ditemukan banyak
penjual kerajian kulit dengan jenis komoditas yang dijual rata-rata sama. Pada
sentra industri kerajinan kulit, kurang lebih terdapat 33 toko yang menjual
kerajinan kulit berupa sepatu, tas, sandal, ikat pinggang, jaket kulit serta
accecories yang lainnya. Dari total 33 orang tersebut, diantaranya 22 orang
merupakan penjual sekaligus memproduksi barang kerajinan kulit sendiri dan
sisanya hanya sebagai penjual kerajinan kulit saja tanpa memproduksi barang
kerajinan kulit. Mengingat banyaknya para penjual kerajinan kulit yang tergabung
menjadi satu ke dalam sentra industri kerajinan kulit, maka masing-masing
individu memiliki rasa kerjasama atau gotong royong dalam mengelola industri
kerajian kulit yang menjadi mata pencaharian utama sebagian masyarakat di
daerah tersebut. Tidak hanya itu, penjual kerajinan kulit mempunyai tujuan
bersama yang ingin dicapai berupa pengembangan usaha supaya dapat berhasil
sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar wilayah sentra
industri kerajinan kulit. Penelitian ini difokuskan kepada aktivitas atau kegiatan
dari penjual dalam usaha penjualan produk kerajinan kulit dan bukan kepada
proses produksi yang berlangsung. Secara keseluruhan, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana peranan modal sosial para penjual dalam
rangka untuk mendukung keberhasilan usaha dari penjualan produk
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten
Magetan.
Masalah Penelitian
Keberhasilan usaha industri kerajinan kulit di Kelurahan Selosari,
Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, terlihat dari meningkatnya volume
penjualan produk yang dialami oleh para penjual dan pengrajin kerajinan kulit.
Sampai saat ini sudah banyak produk-produk yang mampu dijual oleh para
penjual dan pengrajin kerajinan kulit hingga ke luar kota. Suatu keberhasilan
usaha yang dialami oleh penjual dan pengrajin tidak terlepas dari kerjasama yang
terjalin diantara mereka. Kerjasama tersebut ditunjukkan dengan salah satu tokoh
penggiat kerajinan kulit yang mengajak sebagian masyarakat Kelurahan Selosari
untuk mendirikan usaha dan disertai dengan pemberian pelatihan guna
meningkatkan produktivitas. Adanya lembaga Unit Pelayanan Teknis (UPT) juga
turut andil dalam upaya pengembangan dan peningkatan industri kerajinan kulit
melalui kerjasamanya. Bentuk kerjasama tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
yang dimiliki oleh individu pelaku usaha yang terdiri dari usia penjual kerajinan
kulit, tingkat pendidikan yang ditempuh, pengalaman usaha dalam berdagang
serta jam kerja operasional dari masing-masing toko mereka. Selain karakteristik
individu pelaku usaha, adanya modal sosial yang berlangsung diantara penjual
dalam penjualan produk kerajinan kulit berupa pengembangan jejaring, kepatuhan
terhadap norma atau kesepakatan baik tertulis ataupun tidak tertulis serta
terjalinnya kepercayaan yang terbangun diantara penjual kerajinan kulit, sehingga
mempunyai kontribusi dalam keberhasilan usaha mereka. Oleh karena itu menjadi
penting untuk menganalisis bagaimana hubungan karakteristik penjual dalam
penjualan produk kerajinan kulit dengan stok modal sosial?.
4
Modal sosial sendiri juga dapat memberikan andil dalam suatu keberhasilan
usaha bagi penjual dalam penjualan produk kerajinan kulit. Keberhasilan usaha
tersebut dapat dilihat dari rata-rata modal yang digunakan untuk setiap kali
membeli atau memproduksi barang dagangan, tingkat pendapatan, volume
penjualan serta jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh para penjual dan pengrajin
kerajinan kulit. Oleh karena itu menjadi penting untuk menganalisis bagaimana
hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha penjualan
kerajinan kulit?.
Pada dasarnya, modal sosial yang berlaku di dalam masyarakat penjual
kerajinan kulit bersifat dinamis dan memungkinkan untuk terjadi perubahan dari
waktu ke waktu. Tinggi atau rendahnya modal sosial tersebut dapat disebut
sebagai stok modal sosial. Terjadinya dinamika stok modal sosial dapat
disebabkan adanya faktor dari dalam masyarakat penjual kerajinan kulit. Namun,
faktor yang berasal dari luar lingkungan industri juga dapat menyebabkan
terjadinya dinamika stok modal sosial tersebut. Oleh karena itu menjadi penting
untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
dinamika stok modal sosial dari penjual kerajinan kulit?.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah disusun, dapat dirumuskan
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis hubungan karakteristik penjual dalam penjualan produk
kerajinan kulit dengan stok modal sosial yang dimiliki oleh penjual
kerajinan kulit.
2. Menganalisis hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan
usaha penjualan kerajinan kulit di Kelurahan Selosari.
3. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika stok
modal sosial dari penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari.
Kegunaan Penelitian
1.
2.
3.
4.
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dalam mengkaji
peranan modal sosial dalam keberhasilan industri usaha kecil di pedesaan
khususnya pada sektor industri.
Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran atau acuan dalam
pelaksanaan dan pengembangan usaha kecil yang memanfaatkan modal
sosial di pedesaan dan selain itu dapat digunakan sebagai pertimbangan
dalam pelatihan peningkatan modal sosial.
Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu mendorong masyarakat dalam
pengembangan usaha kecil melalui pemanfaatan modal sosial.
Bagi para penjual kerajinan kulit
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kesadaran bahwa konsep
modal sosial juga sangat diperlukan dan memberikan kontribusi dalam
keberhasilan usaha jika diterapkan dengan baik.
5
PENDEKATAAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Modal Sosial
Konsep modal sosial muncul sebagai respons dari kondisi semakin
meregangnya hubungan antar manusia dan semakin munculnya ketidakpedulian
terhadap sesama manusia (Sasongko 2012). Menurut Mustofa (2013) modal sosial
merupakan salah satu sumber daya sosial yang dapat dijadikan investasi untuk
mendapatkan sumber daya baru lain di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan
modal sosial dapat dikaitkan dengan komunitas, masyarakat sipil, maupun
identitas-identitas lainnya yang kokoh. Keberadaan modal sosial di dalam
masyarakat harus didayagunakan dan dioptimalkan karena di dalam masyarakat
pasti memiliki modal sosial namun sudah lama tidak difungsikan yang disebabkan
oleh adanya sistem sentralisasi pada Orde Baru yang mana peraturan harus
berdasarkan dari pusat (Supratiwi 2013). Pada dasarnya modal sosial tidak selalu
mengacu terhadap tiga dimensi saja yaitu kepercayaan, norma dan jaringan saja.
Menurut Field (2010), seseorang akan berhubungan melalui serangkaian jaringan
dan mereka cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lainnya dalam
jaringan tersebut, sejauh jaringan tersebut menjadi sumber daya maka hal tersebut
dapat dipandang sebagai modal sosial. Tetapi hal tersebut dapat dirumuskan
berdasarkan kasus-kasus tertentu yang dapat ditemui pada saat dilapang. Menurut
Nasution et al. (2007), pendekatan modal sosial merupakan salah satu langkah
alternatif dari suatu strategi pengembangan ekonomi masyarakat golongan
ekonomi lemah yang ditunjang dengan dana berasal dari bantuan proyek yang
dikelola oleh pemerintah. Sehubungan dengan ini, Gittell et al dalam Syahra yang
dikutip oleh Nasution et al. (2007) menyatakan bahwa selebihnya terdapat dua
peranan yang dapat dimainkan dari modal sosial dalam upaya peningkatan
kemampuan masyarakat dalam menjalankan kegiatan perekonomian mereka. Pada
peranan yang pertama berkaitan dengan bagaimana modal sosial dapat
memperkuat dalam kegiatan perekonomian melalui kapasitas organisasi dan yang
kedua mencakup perasaan simpati dari seseorang atau kelompoknya yang
meliputi rasa kepedulian, perhatian, kagum dan empati. Field (2010) juga
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara modal sosial dengan ekonomi yang
mana Coleman mengembangkan konsep modal sosial sebagai cara untuk
mengintegrasikan teori sosial dengan teori ekonomi dan mengklain bahwa modal
sosial dan modal manusia secara umum saling melengkapi.
Menurut Fukuyama (2007), menjelaskan social capital merupakan
kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat
atau di bagian-bagian tertentu darinya. Social capital berbeda dengan bentukbentuk human capital lain sejauh dia bisa diciptakan dan ditransmisikan melalui
mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah.
Social capital dibutuhkan untuk menciptakan jenis komunitas moral ini yang tidak
bisa diperoleh seperti dalam kasus benttuk-bentuk human capital yang lain, begitu
saja melalui keputusan investasi rasional, yakni keputusan individu untuk
“berinvestasi” dalam human capital konvensional. Sedangkan menurut Putnam
6
dalam Hauberer (2011) mendefinisikan modal sosial sebagai jaringan,
kepercayaan, dan norma-norma dari timbal balik dan fokus kepada keluaran
sosial. Modal sosial diasumsikan positif untuk mempengaruhi politik dan
pembangunan ekonomi (sebagai jembatan dan ikatan modal sosial). Sedangkan
menurut Coleman dalam Field (2010) modal sosial dipresentasikan sumber daya
karena hal ini melibatkan harapan akan resiprositas dan melampaui individu mana
pun sehingga melibatkan jaringan yang lebih luas dengan hubungan-hubungannya
diatur oleh tingginya tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama. Tidak berbeda
dengan Coleman, Bourdieu dalam Field (2010) menyatakan bahwa modal sosial
sebagai jumlah sumberdaya, aktual atau maya yang berkumpul pada seorang
individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan
timbal
balik
perkenalan
dan
pengakuan
yang
sedikit
banyak
terinstitusionalisasikan.
Terdapat beberapa penelitian tentang modal sosial, salah satunya adalah
penelitian Nopianti dan Elvina (2011). Penelitian tersebut mengemukakan bahwa
terdapat tiga dimensi dalam modal sosial yaitu hubungan saling percaya, pranata,
dan jaringan sosial. Pada dimensi hubungan saling percaya dapat dilihat dari
adanya kejujuran, kewajaran, egaliter, toleransi, dan kemurahan hati. Dimensi
pranata dapat dilihat dari adanya nilai-nilai yang dianut bersama, norma-norma
dan sanksi-sanksi, dan aturan-aturan. Sedangkan pada dimensi jaringan sosial
dapat dilihat dari adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaritas,
kerjasama, dan keadilan. Menurut Hasbullah (2006) terdapat enam unsur pokok
dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial yang telah ada,
antara lain: participation in a network, reciprocity, trust, social norms, values dan
proactive action.
Berdasarkan pengertian modal sosial yang sudah dikemukakan di atas,
maka Field (2010) mendapatkan pengertian kapital sosial yang lebih luas yaitu
berupa jaringan sosial, atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan
simpati dan kewajiban serta oleh norma pertukaran dan civic engagement.
Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan
kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis, dan lain-lain. Jaringan
sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan
perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk
mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Dalam keadaan tersebut, dalam
level mekanismenya modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama. Perlu
ditegaskan bahwa ciri penting modal sosial sebagai sebuah modal, dibandingkan
dengan bentuk modal lainnya adalah asal usulnya yang bersifat sosial, yaitu relasi
sosial itu dianggap sinerji atau kompetisi dimana kemenangan seseorang hanya
dapat dicap di atas kekalahan orang lain. Selain itu, terdapat tiga tipe modal sosial,
antara lain: (1) social bounding yang berarti memiliki ikatan yang kuat atau
perekat sosial dalam suatu sistem kemasyarakatan yang berupa nilai, kultur,
persepsi dan tradisi atau adat istiadat; (2) social bridging yang merupakan ikatan
sosial yang muncul sebagai reaksi dari berbagai karakteristik kelompoknya karena
adanya kelemahan sehingga memutuskan untuk membangun kekuatan diluar
dirinya; dan (3) linking social capital yang berupa jaringan dengan adanya
hubungan diantara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang
ada di dalam masyarakat.
7
Tabel 1 Perbandingan definisi modal sosial
No
Nama Ahli
Definisi
1
Fukuyama (2007)
Social capital merupakan kapabilitas yang muncul
dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat
atau di bagian-bagian tertentu darinya. Social capital
berbeda dengan bentuk-bentuk human capital lain
sejauh dia bisa diciptakan dan ditransmisikan melalui
mekanisme-mekanisme kultural seperti agama,
tradisi, atau kebiasaan sejarah.
2
Putnam
Modal sosial sebagai jaringan, kepercayaan, dan
dalam
norma-norma dari timbal balik dan fokus kepada
Hauberer (2011)
keluaran sosial. Modal sosial diasumsikan positif
untuk mempengaruhi politik dan pembangunan
ekonomi (sebagai jembatan dan ikatan modal sosial).
3
Coleman
Modal sosial dipresentasikan sumber daya karena hal
dalam
ini melibatkan harapan akan resiprositas dan
Field (2010)
melampaui individu mana pun sehingga melibatkan
jaringan yang lebih luas dengan hubunganhubungannya diatur oleh tingginya tingkat
kepercayaan dan nilai-nilai bersama.
4
Bourdieu
Modal sosial sebagai jumlah sumberdaya, aktual atau
dalam
maya yang berkumpul pada seorang individu atau
Field (2010)
kelompok karena memiliki jaringan tahan lama
berupa hubungan timbal balik perkenalan dan
pengakuan
yang
sedikit
banyak
terinstitusionalisasikan.
Unsur- Unsur Modal Sosial
Pada dasarnya definisi modal sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli
tidak jauh berbeda. Perbedaan tersebut berada pada jumlah dimensi yang
digunakan untuk mengukur modal sosial serta bagaimana prosesdan ruang
lingkupnya masing-masing. Menurut Putnam (1993) menjelaskan bahwa modal
sosial memiliki tiga unsur utama, yaitu (1) kepercayaan; (2) jaringan; dan (3)
norma yang dianggap sebagai “stock” modal sosial yang dapat dianggap sebagai
aset sosial sehingga dapat memfasilitasi kerjasama di masa yang akan datang.
Selain itu, modal sosial dapat menguntungkan untuk pekerjaan negara dan pasar.
Didalam penelitian Putnam melihatkan bahwa modal sosial lebih penting untuk
stabilitas, efektifitas pemerintahan, dan pengembangan perekonomian daripada
fisik dan modal manusia.
Kepercayaan
Menurut Putnam dalam Hauberer (2011) mendefinisikan kepercayaan
sebagai pelumas dari kepentingan kehidupan umum. Pada dimensi kepercayaan
merupakan level yang paling tinggi pada tingkat komunitas dan paling tinggi
kemungkinannya dalam kerjasama. Kepercayaan merupakan hal yang kompleks
di dalam lingkungan yang modern dari dua sumber yang mengikat, yaitu: norma
dan jaringan. Sedangkan menurut Fukuyama (2007) modal sosial erat
8
hubungannya dengan kepercayaan. Fukuyama menyepadankan istilah
kepercayaan dengan istilah “trust” yang didefinisikan sebagai harapan-harapan
terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam
sebuah komunitas yang didasarkan kepada norma-norma yang dianut bersamasama dengan anggota-anggota komunitas itu. Fukuyama melihat trust dapat
bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi karena bisa diandalkan untuk
mengurangi biaya (cost). Melalui adanya trust yang tercipta diantara masyarakat
maka orang-orang dapat bekerja sama secara lebih efektif dikarenakan hal ini
memungkinkan adanya kesediaan diantara mereka untuk menempatkan
kepentingan kelompok diatas kepentingan individu.
Bentuk aplikasi dari pengertian di atas dapat ditemukan pada penelitian
Syahyuti (2008). Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa kepercayaan
sebagai kehidupan ekonomi sangat bergantung kepada ikatan moral kepercayaan
sosial yang dapat memperlancar transaksi, memberdayakan kreatifitas perorangan,
dan dapat menjadi alasan kepada perlunya aksi kolektif yang mana ikatannya
tidak terucap dan tidak tertulis.
Jaringan
Jaringan sosial salah satu dari jaringan formal atau informal. Sebelumnya
dikenal sebagai keanggotaan resmi, seperti asosiasi. Disamping itu, jaringan
memiliki struktur vertical dan horizontal. Jaringan horizontal membawa individu
untuk memiliki status dan kekuatan yang sama, sedangkan jaringan vertical
merupakan gabungan individu yang berbeda dan memiliki hubungan asimetris
dari hirarkhi. Lebih dari itu, jaringan yang ada didalam komunitas dapat
membentuk kerjasama dan mencapai keuntungan bersama. Jaringan merupakan
efek yang sangat kuat karena dapat menambah biaya potensial dari setiap
pengeluaran individu (Putnam dalam Hauberer 2011). Menurut Lawang dalam
Azhari (2013) menjelaskan jaringan itu terjemahan dari network yang berarti
secara etmologik mungkin malah lebih jelas. Dasarnya adalah jaringan yang
berhubungan satu sama lain melalui simpul-simpul (ikatan). Dasar ini ditambah
atau digabungkan dengan kerja (work). Kalau gabungan tersebut diberi arti maka
tekananya ada pada kerjanya, bahkan pada jaringannya, sehingga muncullah arti
kerja (bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul seperti halnya jaringan (net).
Sedangkan menurut Syahyuti (2008) di dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa jaringan diidentifikasikan dengan adanya partisipasi dalam jaringan,
resiprositas, trust, social norm, sifat keumuman pemilikan, dan sikap warga yang
proaktif sehingga modal sosial dapat dioperasikan dengan baik. Artinya suatu
jaringan tidak hanya memperhitungkan pertukaran dan keuntungan yang didapat
dalam jangka pendek tetapi lebih memikirkan hubungan untuk jangka panjang.
Norma
Menurut Fukuyama (2007) mengatakan norma berisi pertanyaan-pertanyaan
yang berkisar tentang “nilai-nilai” luhur seperti hakikat Tuhan dan keadilan.
Namun demikian, norma-norma itu pun bisa tentang norma sekular seperti
standart-standart profesional dan kode perilaku. Definisi lain dikemukakan oleh
Putnam dalam Hauberer (2011) yang mengatakan bahwa norma menggerakkan
dan mendukung sosialisasi dan sanksi. Karakteristik yang paling penting didalam
dimensi norma adalah timbal balik. Timbal balik dapat menjadi penyeimbang.
9
Maksudnya adalah dengan adanya timbal balik maka dapat terjadi pertukaran
barang dengan nilai yang sama. secara umum, timbal balik diartikan sebagai
menolong satu sama lain tanpa mengharapkan imbalan dan norma inilah yang
akan memastikan untuk percaya terhadap perilaku orang lain. Menurut Lawang
dalam Azhari (2013) mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan
kepentingan. Sifat norma kurang lebih seperti ini:
1. Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya jika
pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh satu pihak saja maka
pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi.
2. Norma bersifat resiprokal, artinya norma menyangkut hak dan kewajiban
kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang diperoleh dari
suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar akan berdampak kepada
berkurangnya keuntungan dan diberi sanksi megatif yang sangat keras.
3. Jaringan yang terbina lama dan menjamin kedua belah pihak secara merata,
akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan
akan dikenakan sanksi yang keras juga.
Definisi norma juga dikemukakan oleh Hasbullah (2006) bahwa norma
merupakan sekumpulan aturan yang harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh
masyarakat pada entitas tertentu. Norma-norma tersebut berperan untuk
membentuk perilaku yang tumbuh di dalam masyarakat. norma tersebut biasanya
terinstitusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu
untuk berbuat sesuatu yang menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku. Studi
dari Syahyuti (2008) juga menyebutkan bahwa modal sosial selalu berhubungan
dengan norma. Artinya jika didalam suatu masyarakat modal sosial rendah, maka
norma-nya akan sedikit dan kerjasama antar orang hanya dapat berlangsung di
bawah sistem hukum dan regulasi yang bersifat formal.
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha
Perkembangan perekonomian di Indonesia sangat erat kaitannya dengan
sektor informal baik disegala bidang seperti industri rumah tangga, penjual atau
pedagang dan pengusaha. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya individu yang
sedang bersaing untuk membuka usaha baik dalam bentuk barang ataupun jasa.
Dengan berkembangnya sektor industri ini sangat membantu untuk pengurangan
pengangguran yang ada di Indonesia yang seperti diketahui bahwa setiap tahun
kian meningkat. Menurut Sasongko (2012), munculnya sektor informal ini terjadi
karena adanya lonjakan jumlah penduduk di perkotaan atau yang sering disebut
sebagai urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota. Hal ini
berdampak kepada terbentuknya pelapisan masyarakat yang terbagi menjadi
masyarakat atas, menengah, dan bawah sehingga masyarakat yang termasuk pada
lapisan bawah lebih memilih untuk menggeluti sektor informal karena terbatasnya
keterampilan, pendidikan dan akses terhadap sektor formal. Menurut Drucker
dalam Thobias et al. (2013) mengatakan bahwa kewirausahaan adalah semangat,
kemampuan, sikap, perilaku individu dalam menangani industri atau kegiatan
yang dapat mengarah kepada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara
kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang baik guna dapat memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Namun, untuk dapat mengembangkan sektor informal supaya dapat
10
berhasil tidaklah mudah. Dalam implementasinya sangat diperlukan beberapa cara
dan teknik supaya usaha yang digelutinya tersebut dapat berhasil. Tetapi tidak
hanya itu saja, pelaku usaha juga harus memperhatikan berbagai aspek dan faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha. Salah satu faktor yang dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan usaha adalah karakteristik individu. Menurut
Indartini (2009) didalam penelitiannya menyebutkan bahwa setidaknya terdapat
empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaku usaha. Faktor tersebut
antara lain: usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jam kerja. Sedikit
berbeda dengan penelitian (Djayastra dan Russicaria 2014) yang menyebutkan
bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha dan dapat
berpengaruh langsung kepada pendapatan, antara lain: usia, tingkat pendidikan,
jumlah tanggungan keluarga, dan jam kerja. Hal ini diperjelas dengan pernyataan
yang dikutip dari Sethuraman dalam Sasongko (2012) yang menyebutkan bahwa
terdapat tujuh ciri-ciri pekerja yang terlibat didalam sektor informal, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tingkat pendidikan: mayoritas tergolong rendah;
Usia: berada dalam kalangan usia kerja utama;
Etos kerja: kebanyakan adalah para migran;
Berasal dari kalangan miskin;
Rendahnya keterampilan;
Kurangnya modal usaha; dan
Upah dibawah upah minimum.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat terlihat bahwa faktor
karakteristik individu yang dinilai dari berbagai aspek, merupakan salah satu
pengaruh secara tidak langsung dalam keberhasilan usaha industri. Pada
karakteristik individu tersebut dapat menentukan bagaimana individu dalam
memerankan dimensi modal sosial yang berlaku di dalam masyarakat atau
komunitas.
Tabel 2 Perbandingan untuk menentukan karakteristik pelaku usaha
Indikator dalam Menilai Karakteristik Pelaku
No
Nama Ahli
Usaha
1 Indartini
1. Usia
(2009)
2. Tingkat Pendidikan
3. Pengalaman Kerja
4. Jam Kerja
2 Djayastra dan
1. Usia
Russicaria (2014)
2. Tingkat Pendidikan
3. Jumlah Tanggungan Keluarga
4. Jam Kerja
3 Sethuraman
1. Tingkat pendidikan
(1996)
2. Usia
dalam
3. Etos kerja
Sasongko (2012)
4. Berasal dari kalangan miskin
5. Rendahnya keterampilan
6. Kurangnya modal usaha
7. Upah dibawah upah minimum
11
Berbagai indikator terkait karakteristik pelaku usaha telah dikemukakan
oleh ahli. Mengacu dari indikator tersebut, maka peneliti memilih variabel usia,
tingkat pendidikan, pengalaman bekerja dan jam kerja untuk dijadikan sebagai
indikator dalam mengukur karaktersitik pelaku usaha khususnya pada penjual
kerajinan kulit di sentra industri Keluarahan Selosari, Kecamatan Magetan,
Kabupaten Magetan.
Industri dan Industrialisasi
Sektor industri di Indonesia sangat berkembang seiring dengan kemajuan
zaman. Berkembangnya sektor industri ini diharapkan dapat menjadi penggerak
utama dalam perekonomian nasional. Industri sangat erat kaitannya dengan
industrialisasi, yang mana dengan banyaknya industri-industri maka akan
berdampak kepada industrialisasi baik di pedesaan ataupun di perkotaan. Hal
tersebut akan mengubah tatanan sosial ekonomi melalui perubahan sistem
pencaharian utama masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Menurut
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, industri didefinisikan
sebagai suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaanya termasuk didalamnya kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal pengertian industri sangat luas,
yaitu menyangkut semua kegiatan manusia didalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan komersial, dikarenakan industri merupakan suatu kegiatan ekonomi
yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk setiap negara atau
daerah. Berbeda dengan industri, definisi industrialisasi dikemukakan oleh
Sastrosoenarto dalam Maghfiroh (2014) yang mendefinisikan industrialisasi
sebagai suatu “proses membangun masyarakat industri yang luas. Industrialisasi
di Indonesia harus mengandung makna transformasi masyarakat menuju
masyarakat sejahtera yang maju secara struktural maupun kultur”.
Menurut Marijan (2005), sektor industri dapat dikategorisasikan
berdasarkan jumah tenaga kerja yang digunakan, maka dapat dibagi menjadi:
1. Industri rumah tangga
Industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 4 orang. Industri yang
termasuk kedalam industri rumah tangga adalah industri dengan modal yang
sangat terbatas dan tenaga kerjanya berasal dari keluarganya sendiri.
2. Industri kecil
Industri yang menggunakan tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19
orang. Industri yang termasuk kedalam industri kecil adalah industri dengan
modal yang relatif kecil dan dengan tenaga kerja yang berasal dari
lingkungan sekitar.
3. Industri sedang
Industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang.
Industri yang termasuk kedalam industri sedang adalah industri dengan
modal yang cukup besar dan tenaga kerja yang digunakan memiliki
keterampilan dalam hal tertentu.
12
4. Industri besar
Industri yang menggunakan tenaga kerja berjumlah lebih dari 100 orang.
Industri yang termasuk kedalam industri besar adalah industri dengan modal
besar yang dihimpun dalam bentuk pemilikan saham dan memiliki tenaga
kerja yang memiliki keterampilan khusus serta harus melalui uji kelayakan
dan kemampuan.
Marijan (2005) tidak hanya mengkategorikan industri berdasarkan jumlah
tenaga kerja, namun juga mengkategorikan industri berdasarkan lokasi tempatnya,
lokasi tersebut antara lain:
1. Industri perkotaan
Industri yang jaraknya dekat dengan kawasan metropolitan atau kota besar
dengan jumlah kepadatan penduduk yang tinggi.
2. Industri semi perkotaan
Industri yang terletak di wilayah sekitar kabupaten.
3. Industri pedesaan
Industri yang terletak di kecamatan dan penduduknya cukup besar.
Konsep Sektor Informal
Sektor informal identik dengan suatu kegiatan usaha kecil yang minim
sekali terhadap kemampuan modal dan keterampilan rendah meskipun pada
kenyataannya tidak selalu demikian (Budiartiningsih et al. 2010). Menurut
Simanjuntak dalam Budiartiningsih et al. (2010) menyebutkan bahwa sektor
informal merupakan suatu kegiatan usaha yang bersifat sederhana, berskala kecil,
pendapatan yang diperoleh kecil, kegiatannya beraneka ragam, keterkaitannya
pada usaha lain sangat rendah serta mayoritas sektor informal tidak mempunyai
ijin usaha sehingga untuk akses lebih mudah sektor informal dari pada sektor
formal. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 19953 menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan usaha kecil adalah suatu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala
kecil yang mana usaha kecil tersebut terbagi menjadi tiga, antara lain: usaha kecil
formal, usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kecil formal
adalah suatu usaha yang telah terdaftar , tercatat dan telah berbadan hukum. Usaha
kecil informal adalah suatu usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum
berbadan hukum. Contohnya seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar,
pedagang asongan, petani dan pemulung. Sedangkan usaha kecil tradisional
adalah suatu usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah
digunakan secara turun temurun dan berkaitan dengan seni dan budaya.
Keberhasilan Usaha
Menurut Munajat (2007), mendefinisikan keberhasilan usaha sebagai suatu
keadaan yang mana perusahaan mampu untuk dapat mencapai tujuan yang
ditetapkan pada suatu perusahaan serta menunjukkan keadaan yang lebih baik dari
pada masa sebelumnya.Selain itu, suatu upaya untuk mampu bertahan hidup
dalam mengembangkan usahanya atau dapat dikatakan sebagai tingkat pencapaian
atau pencapaian tujuan organisasi. Dalam suatu
PERANAN MODAL SOSIAL DALAM KEBERHASILAN USAHA
PENJUALAN PRODUK KERAJINAN KULIT
(Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan,
Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)
RIZKY ANGGRAINI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peranan Modal
Sosial dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus
Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan,
Provinsi Jawa Timur) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Rizky Anggraini
NIM I34120093
v
ABSTRAK
RIZKY ANGGRAINI. Peranan Modal Sosial Dalam Keberhasilan Usaha
Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari,
Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur). Dibimbing oleh
RILUS A. KINSENG dan ZESSY ARDINAL BARLAN.
Modal sosial memiliki peranan dalam keberhasilan suatu usaha khususnya
pada penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan karakteristik penjual kerajinan kulit dengan stok modal
sosial, menganalisis hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan
usaha, serta menganalisis faktor-faktor yang dapat menyebabkan perbedaan stok
modal sosial dari penjual kerajinan kulit. Penelitian tersebut menggunakan
penelitian kuantitatif yang didukung dengan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif digunakan sebagai data pendukung dari kuantitatif. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah diuji secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara karakteristik penjual kerajinan kulit dengan stok modal sosial
disebabkan terdapat faktor lain seperti motivasi dan keinginan berdagang serta
keaktifan penjual dalam mengembangkan jaringan. Selain itu, tidak terdapat
hubungan antara stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha disebabkan
adanya faktor lain seperti program pengembangan usaha dan kegiatan pameran
dari pemerintah, perbedaan barang yang terjual dan kondisi serta musim dagang.
Kata Kunci: Modal sosial, keberhasilan usaha, sentra industri kerajinan kulit
ABSTRACT
RIZKY ANGGRAINI. Role Of Social Capital Success In Business Sales Crafts
Leather Products (Case Industrial Centers Selosari Village, District Magetan,
Magetan, East Java). Supervised by RILUS A. KINSENG and ZESSY
ARDINAL BARLAN.
Social capital has a role in the success of a business, especially in leather
craft vendors at the Village Selosari. This study aimed to analyzed the relationship
between the characteristics of leather craft vendors with a stock of social capital,
social capital stock, analyze the relationship between the level of business
success, as well as analyze the factors that can lead to differences in social capital
stock of seller leather. The study used quantitative research that is supported by
qualitative research. Qualitative research is used as supportive data from the
quantitative. Based on the research that has been tested statistically show that
there is no relationship between the characteristics of leather craft sellers of the
stock of social capital because there are other factors such as motivation and
desire to trade and liveliness sellers in developing the network. In addition, there
is no relationship between the stock of social capital with a success rate of
business due to other factors such as the business development program and
exhibition activities of government, differences of goods sold and trade conditions
and seasons.
Key words: Social capital, business successfully, center of leather crafting
industry
vii
PERANAN MODAL SOSIAL DALAM KEBERHASILAN USAHA
PENJUALAN PRODUK KERAJINAN KULIT
(Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan magetan,
Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)
RIZKY ANGGRAINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ix
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Peranan Modal Sosial dalam Keberhasilan Usaha
Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri
Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten
Magetan, Provinsi Jawa Timur)
: Rizky Anggraini
: I34120093
Disetujui oleh
Dr Ir Rilus A Kinseng, MA
Pembimbing I
Zessy Ardinal B, S.KPm, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus : ______________________
xi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam,
yang telah memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat
bagi penulis sehingga skripsi yang berjudul Peranan Modal Sosial dalam
Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri
Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa
Timur) dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Pujian dan sholawat
senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga serta para
sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk
memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk menganalisis peran
modal sosial terhadap keberhasilan usaha yang dilihat dari perkembangan usaha
dari penjualan kerajinan kulit yang terdapat di Kelurahan Selosari, Kecamatan
Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Rilus A
Kinseng, MA dan Ibu Zessy Ardinal Barlan, S.KPm, M.Si sebagai dosen
pemimbing yang telah memberikan kritik dan saran selama proses penulisan
hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih kepada kedua orangtua tercinta Drs. Pandji Sinarko dan Dra. Suci
Suriyati, kakak tersayang Shinta Citra Wardani, nenek serta semua keluarga besar
yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.
Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada sahabat terdekat Berla,
Rizani, Rahmasari, Citra, Mona, Vanya, teman bimbingan skripsi yaitu Ade, dan
Fitri serta teman-teman dari SKPM 49, BEM FEMA 2015, Kominfo BEM FEMA
2015 dan keluarga kos Wisma Shambala atas semangat dan kebersamaan selama
ini sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini nantinya akan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2016
Rizky Anggraini
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
3
Tujuan Penelitian
4
Kegunaan Penelitian
4
PENDEKATAAN TEORITIS
5
Tinjauan Pustaka
5
Konsep Modal Sosial
5
Unsur- Unsur Modal Sosial
7
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha
9
Industri dan Industrialisasi
11
Konsep Sektor Informal
12
Keberhasilan Usaha
12
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Stok Modal Sosial
14
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis Penelitian
16
Definisi Operasional
17
PENDEKATAN LAPANG
25
Metode Penelitian
25
Lokasi dan Waktu Penelitian
25
Teknik Pengumpulan Data
25
Teknik Penentuan Responden dan Informan
26
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
27
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
29
Kondisi Umum Desa Selosari, Kabupaten Magetan
29
Keadaan Umum dan Perkembangan Sentra Industri Kerajinan Kulit Selosari 34
Karakteristik Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
36
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENJUAL KERAJINAN KULIT DENGAN
STOK MODAL SOSIAL DALAM SENTRA INDUSTRI DI KELURAHAN
SELOSARI
41
Modal Sosial Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
41
Stok Modal Sosial Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
54
Hubungan Karakteristik Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
dengan Modal Sosial
56
HUBUNGAN STOK MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT
KEBERHASILAN USAHA PENJUAL KERAJINAN KULIT
DI KELURAHAN SELOSARI
Identifikasi Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual Kerajinan Kulit
di Kelurahan Selosari
Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
Hubungan Stok Modal Sosial dengan Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual
Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA DINAMIKA
STOK MODAL SOSIAL DARI PENJUAL KERAJINAN KULIT
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
63
63
71
74
79
81
81
82
83
87
98
xv
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Perbandingan definisi modal sosial
7
Perbandingan untuk menentukan karakteristik pelaku usaha
10
Perbandingan untuk menentukan indikator keberhasilan usaha
13
Definisi operasional karakteristik individu penjual kerajinan kulit
17
Definisi operasional stok modal sosial penjual kerajinan kulit
19
Definisi operasional keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit
22
Uji statistik realibilitas
26
Luas lahan menurut penggunaanya di Kelurahan Selosari tahun 2015
29
Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis kelamin di Kelurahan
Selosari tahun 2015
30
Jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok umur di Kelurahan
Selosari tahun 2015
31
Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan
Selosari tahun 2015
32
Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pencaharian pokok di
Kelurahan Selosari tahun 2015
33
Jumlah sarana dan prasarana di Kelurahan Selosari tahun 2015
34
Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik penjual kerajinan
kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
36
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat jaringan penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
42
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepercayaan penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
47
Jumlah dan persentase responden menurut kepatuhan norma penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
50
Jumlah dan persentase responden menurut stok modal sosial penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
54
Korelasi antara karaktersitik penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
dengan modal sosial
57
Tabulasi silang antara usia dengan stok modal sosial penjual kerajinan
kulit di Kelurahan Selosari
58
Tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan stok modal sosial penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
59
Tabulasi silang antara pengalaman usaha dengan stok modal sosial penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
60
Tabulasi silang antara jumlah jam kerja dengan stok modal sosial penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
62
Jumlah dan persentase responden menurut rata-rata modal yang dibutuhkan
untuk setiap memproduksi/membeli barang kerajinan kulit oleh penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
64
25 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan rata-rata modal penjual
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
65
26 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan per bulan
penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
66
27 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan tingkat pendapatan
per bulan penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
67
28 Jumlah dan persentase responden menurut volume penjualan barang
kerajinan kulit per bulan oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
tahun 2016
68
29 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan volume penjualan
per bulan penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
69
30 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah tenaga kerja yang
dimiliki penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
70
31 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan jumlah tenaga kerja yang
dimiliki penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
71
32 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberhasilan usaha
penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
72
33 Korelasi antara stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha
penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
74
34 Uji korelasi pearson antara usia dengan stok modal sosial penjual kerajinan
kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
91
35 Uji korelasi pearson antara variabel stok modal sosial dengan tingkat
keberhasilan usaha penjula kerajinan kulit di Kelurahan Selosari
tahun 2016
91
36 Uji korelasi pearson antara tingkat jaringan dengan tingkat keberhasilan
usaha penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
92
xvii
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Kerangka pemikiran
16
Grafik persentase responden berdasarkan tingkat jaringan dalam menjalin
hubungan kepada pihak terkait oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan
Selosari tahun 2016
43
Grafik persentase responden berdasarkan tingkat jaringan dalam meminta
bantuan modal usaha atau barang penjual kerajinan kulit di Kelurahan
Selosari tahun 2016
45
Grafik persentase responden berdasarkan rasa kepercayaan yang diberikan
penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari kepada pihak terkait pada
tahun 2016
49
Grafik persentase responden berdasarkan kepatuhan norma dari
kesepakatan yang dibuat oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan
Selosari kepada pihak terkait pada tahun 2016
53
Grafik persentase responden berdasarkan perbandingan dimensi modal
sosial penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
56
Grafik persentase responden berdasarkan perbandingan tingkat keberhasilan
usaha penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016
73
Lokasi penelitian Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur
88
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Peta lokasi penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016
Daftar responden penelitian
Hasil uji korelasi pearson
Deskripsi statistik
Hasil uji validitas dan realibilitas
Dokumentasi penelitian
88
89
90
91
93
94
97
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor perekonomian merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat
diberbagai negara dunia termasuk di negara Indonesia. Perkembangan ini tidak
hanya ditunjukkan dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tetapi juga
meningkatnya jumlah sumberdaya manusia untuk saling berebut mendapatkan
kesempatan dalam memperoleh pekerjaan. Terdapat ketimpangan antara jumlah
lapangan pekerjaan yang tersedia dengan jumlah sumberdaya manusia. Hal ini
membuat sebagian manusia yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan menjadi
pengangguran dan terancam tidak mempunyai penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Sebagai penunjang pemenuhan kebutuhan hidup dan upaya
memperoleh penghasilan, masyarakat dituntut untuk memiliki pemikiran yang
kreatif supaya dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan tidak tergantung
dengan penyediaan lapangan pekerjaan formal yang ada. Jenis pekerjaan yang
bisa diciptakan bisa melalui sektor informal. Sektor informal yang dimaksud di
sini dapat berupa sektor industri rumah tangga, usaha, penjual atau pedagang,
yang mana menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 1 terdapat tiga
golongan usaha kecil yaitu usaha kecil formal, usaha kecil informal dan usaha
kecil tradisional.
Usaha kecil formal adalah usaha yang telah terdaftar, tercatat dan telah
berbadan hukum, sementara usaha kecil informal adalah usaha yang belum
terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, contohnya seperti pedagang
kaki lima, pedagang pasar, pedagang asongan, petani dan pemulung. Usaha kecil
tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah
digunakan secara turun temurun atau berkaitan dengan seni dan budaya. Selain
itu, sektor industri rumah tangga juga memberikan kontribusi di dalam
perkembangan perekonomian Indonesia melalui Industri Kecil Menengah (IKM)
yang nantinya memiliki potensi untuk berkembang menjadi besar dan berhasil.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dibedakan menjadi empat, antara
lain: 1) industri rumah tangga dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja antara 14 orang, 2) industri kecil dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja antara 5-19
orang, 3) industri sedang atau industri menengah dengan jumlah karyawan atau
tenaga kerja antara 20-99, dan 4) industri besar dengan jumlah karyawan atau
tenaga kerja berjumlah lebih dari 100 orang. Terhitung sejak tahun 2014 menurut
data BPS, jumlah usaha khususnya yang bergerak di bidang kulit, barang dari
kulit dan alas kaki sebanyak 701 unit usaha. Jumlah ini kian meningkat dari
tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 2 , industri adalah suatu
kegiatan perekonomian yang bertujuan untuk mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang yang siap jual
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan
perancangan dan perekayasaan industri. Hal ini tersebut mengindikasikan bahwa
1
2
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
2
perekonomian yang dapat berdampak kepada pendapatan dan meningkatkan
kesempatan untuk menciptakan kesempatan kerja yang baru. Menurut Triutami
(2013) menyatakan bahwa perkembangan industri di wilayah pedesaan
menempatkan industri kecil ke dalam kedudukannya sehingga mempunyai
manfaat baik sosial maupun ekonomi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Wijaya dalam Triutami (2013) yang menyatakan bahwa: 1) industri kecil
menciptakan peluang berusaha dengan pembiayaan relatif murah, 2) berperan
dalam meningkatkan dan untuk memobilisasi tabungan domestik, serta 3)
memiliki kedudukan komplementer terhadap industri besar dan sedang. Industri
kecil yang ada di dalam desa dipandang mampu untuk menggerakkan
perekonomian pedesaan dan akhirnya dapat semakin berkembang sehingga
mampu menggerakkan perekonomian nasional. Kondisi tersebut tidak terlepas
dari peranan industri kecil yang strategis baik dilihat dari segi kualitas maupun
kemampuan yang dimiliki dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan
tenaga kerja.
Keberhasilan usaha baik di bidang industri ataupun non industri biasanya
tidak terlepas dengan kerjasama serta peran serta dari masing-masing individu
pelaku usaha. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam pengembangan
perekonomian yang dalam hal ini dikaitkan dengan keberhasilan usaha, tidak
selalu dinilai dari aspek ekonomi saja namun haruslah memperhatikan berbagai
aspek yang memungkinkan untuk menunjang keberhasilan suatu usaha yang
selama ini masih kurang diperhatikan. Seperti aspek pengetahuan lokal, sistem
religi, kelembagaan serta yang paling penting adalah aspek sosial (Nasution et al
2007). Di dalam kegiatan usaha, masing-masing pelaku usaha pasti memiliki
tujuan bersama yang dibangun yang mana tujuan tersebut dijadikan sebagai acuan
untuk dapat dicapai sehingga muncullah rasa kerjasama yang baik diantara
individu, muncul rasa kepercayaan yang terjalin diantara satu dengan yang lain
dan akan berdampak terbangunnya sebuah hubungan atau jaringan yang erat
dalam mengelola usaha industri ataupun non industri. Hal ini yang sering disebut
sebagai modal sosial. Menurut Coleman (1999), modal sosial didefinisikan
sebagai suatu kemampuan masyarakat untuk dapat bekerja sama, demi mencapai
tujuan-tujuan bersama, didalam berbagai kelompok dan organisasi. Pengertian itu
mengungkapkan bahwa modal sosial berhubungan dengan karakteristik yang ada
pada masing-masing individu untuk dapat saling melakukan kerjasama.
Sedangkan, Putnam dalam Field (2010) memiliki pandangan yang berbeda
tentang modal sosial yaitu bagian dari kehidupan sosial, jaringan, norma, dan
kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif
untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
Kelurahan Selosari merupakan salah satu wilayah yang ada di Kecamatan
Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Daerah ini merupakan
sentral industri kerajinan kulit yang terkenal di daerah Magetan dan sekitarnya.
Magetan memiliki kawasan industri yang paling banyak menghasilkan berbagai
macam barang yang berbahan dasar kulit, seperti sepatu, sandal, tas, ikat pinggang
serta accecories lainnya. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Magetan telah
memberikan dukungan melalui peningkatan dan pengembangan potensi Industri
Kecil dan Menengah (IKM) kerajinan kulit di Selosari sebagai salah satu langkah
untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pendapatan. Kelurahan Selosari sendiri terdiri dari beberapa desa
3
yang mayoritas penduduk disana bermata pencaharian sebagai penjual kerajinan
kulit dan tergabung menjadi satu ke dalam sentra industri kerajinan kulit yang
berada di Jalan Sawo. Di sepanjang Jalan Sawo tersebut ditemukan banyak
penjual kerajian kulit dengan jenis komoditas yang dijual rata-rata sama. Pada
sentra industri kerajinan kulit, kurang lebih terdapat 33 toko yang menjual
kerajinan kulit berupa sepatu, tas, sandal, ikat pinggang, jaket kulit serta
accecories yang lainnya. Dari total 33 orang tersebut, diantaranya 22 orang
merupakan penjual sekaligus memproduksi barang kerajinan kulit sendiri dan
sisanya hanya sebagai penjual kerajinan kulit saja tanpa memproduksi barang
kerajinan kulit. Mengingat banyaknya para penjual kerajinan kulit yang tergabung
menjadi satu ke dalam sentra industri kerajinan kulit, maka masing-masing
individu memiliki rasa kerjasama atau gotong royong dalam mengelola industri
kerajian kulit yang menjadi mata pencaharian utama sebagian masyarakat di
daerah tersebut. Tidak hanya itu, penjual kerajinan kulit mempunyai tujuan
bersama yang ingin dicapai berupa pengembangan usaha supaya dapat berhasil
sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar wilayah sentra
industri kerajinan kulit. Penelitian ini difokuskan kepada aktivitas atau kegiatan
dari penjual dalam usaha penjualan produk kerajinan kulit dan bukan kepada
proses produksi yang berlangsung. Secara keseluruhan, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana peranan modal sosial para penjual dalam
rangka untuk mendukung keberhasilan usaha dari penjualan produk
kerajinan kulit di Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten
Magetan.
Masalah Penelitian
Keberhasilan usaha industri kerajinan kulit di Kelurahan Selosari,
Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, terlihat dari meningkatnya volume
penjualan produk yang dialami oleh para penjual dan pengrajin kerajinan kulit.
Sampai saat ini sudah banyak produk-produk yang mampu dijual oleh para
penjual dan pengrajin kerajinan kulit hingga ke luar kota. Suatu keberhasilan
usaha yang dialami oleh penjual dan pengrajin tidak terlepas dari kerjasama yang
terjalin diantara mereka. Kerjasama tersebut ditunjukkan dengan salah satu tokoh
penggiat kerajinan kulit yang mengajak sebagian masyarakat Kelurahan Selosari
untuk mendirikan usaha dan disertai dengan pemberian pelatihan guna
meningkatkan produktivitas. Adanya lembaga Unit Pelayanan Teknis (UPT) juga
turut andil dalam upaya pengembangan dan peningkatan industri kerajinan kulit
melalui kerjasamanya. Bentuk kerjasama tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
yang dimiliki oleh individu pelaku usaha yang terdiri dari usia penjual kerajinan
kulit, tingkat pendidikan yang ditempuh, pengalaman usaha dalam berdagang
serta jam kerja operasional dari masing-masing toko mereka. Selain karakteristik
individu pelaku usaha, adanya modal sosial yang berlangsung diantara penjual
dalam penjualan produk kerajinan kulit berupa pengembangan jejaring, kepatuhan
terhadap norma atau kesepakatan baik tertulis ataupun tidak tertulis serta
terjalinnya kepercayaan yang terbangun diantara penjual kerajinan kulit, sehingga
mempunyai kontribusi dalam keberhasilan usaha mereka. Oleh karena itu menjadi
penting untuk menganalisis bagaimana hubungan karakteristik penjual dalam
penjualan produk kerajinan kulit dengan stok modal sosial?.
4
Modal sosial sendiri juga dapat memberikan andil dalam suatu keberhasilan
usaha bagi penjual dalam penjualan produk kerajinan kulit. Keberhasilan usaha
tersebut dapat dilihat dari rata-rata modal yang digunakan untuk setiap kali
membeli atau memproduksi barang dagangan, tingkat pendapatan, volume
penjualan serta jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh para penjual dan pengrajin
kerajinan kulit. Oleh karena itu menjadi penting untuk menganalisis bagaimana
hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha penjualan
kerajinan kulit?.
Pada dasarnya, modal sosial yang berlaku di dalam masyarakat penjual
kerajinan kulit bersifat dinamis dan memungkinkan untuk terjadi perubahan dari
waktu ke waktu. Tinggi atau rendahnya modal sosial tersebut dapat disebut
sebagai stok modal sosial. Terjadinya dinamika stok modal sosial dapat
disebabkan adanya faktor dari dalam masyarakat penjual kerajinan kulit. Namun,
faktor yang berasal dari luar lingkungan industri juga dapat menyebabkan
terjadinya dinamika stok modal sosial tersebut. Oleh karena itu menjadi penting
untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
dinamika stok modal sosial dari penjual kerajinan kulit?.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah disusun, dapat dirumuskan
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis hubungan karakteristik penjual dalam penjualan produk
kerajinan kulit dengan stok modal sosial yang dimiliki oleh penjual
kerajinan kulit.
2. Menganalisis hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan
usaha penjualan kerajinan kulit di Kelurahan Selosari.
3. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika stok
modal sosial dari penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari.
Kegunaan Penelitian
1.
2.
3.
4.
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dalam mengkaji
peranan modal sosial dalam keberhasilan industri usaha kecil di pedesaan
khususnya pada sektor industri.
Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran atau acuan dalam
pelaksanaan dan pengembangan usaha kecil yang memanfaatkan modal
sosial di pedesaan dan selain itu dapat digunakan sebagai pertimbangan
dalam pelatihan peningkatan modal sosial.
Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu mendorong masyarakat dalam
pengembangan usaha kecil melalui pemanfaatan modal sosial.
Bagi para penjual kerajinan kulit
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kesadaran bahwa konsep
modal sosial juga sangat diperlukan dan memberikan kontribusi dalam
keberhasilan usaha jika diterapkan dengan baik.
5
PENDEKATAAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Modal Sosial
Konsep modal sosial muncul sebagai respons dari kondisi semakin
meregangnya hubungan antar manusia dan semakin munculnya ketidakpedulian
terhadap sesama manusia (Sasongko 2012). Menurut Mustofa (2013) modal sosial
merupakan salah satu sumber daya sosial yang dapat dijadikan investasi untuk
mendapatkan sumber daya baru lain di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan
modal sosial dapat dikaitkan dengan komunitas, masyarakat sipil, maupun
identitas-identitas lainnya yang kokoh. Keberadaan modal sosial di dalam
masyarakat harus didayagunakan dan dioptimalkan karena di dalam masyarakat
pasti memiliki modal sosial namun sudah lama tidak difungsikan yang disebabkan
oleh adanya sistem sentralisasi pada Orde Baru yang mana peraturan harus
berdasarkan dari pusat (Supratiwi 2013). Pada dasarnya modal sosial tidak selalu
mengacu terhadap tiga dimensi saja yaitu kepercayaan, norma dan jaringan saja.
Menurut Field (2010), seseorang akan berhubungan melalui serangkaian jaringan
dan mereka cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lainnya dalam
jaringan tersebut, sejauh jaringan tersebut menjadi sumber daya maka hal tersebut
dapat dipandang sebagai modal sosial. Tetapi hal tersebut dapat dirumuskan
berdasarkan kasus-kasus tertentu yang dapat ditemui pada saat dilapang. Menurut
Nasution et al. (2007), pendekatan modal sosial merupakan salah satu langkah
alternatif dari suatu strategi pengembangan ekonomi masyarakat golongan
ekonomi lemah yang ditunjang dengan dana berasal dari bantuan proyek yang
dikelola oleh pemerintah. Sehubungan dengan ini, Gittell et al dalam Syahra yang
dikutip oleh Nasution et al. (2007) menyatakan bahwa selebihnya terdapat dua
peranan yang dapat dimainkan dari modal sosial dalam upaya peningkatan
kemampuan masyarakat dalam menjalankan kegiatan perekonomian mereka. Pada
peranan yang pertama berkaitan dengan bagaimana modal sosial dapat
memperkuat dalam kegiatan perekonomian melalui kapasitas organisasi dan yang
kedua mencakup perasaan simpati dari seseorang atau kelompoknya yang
meliputi rasa kepedulian, perhatian, kagum dan empati. Field (2010) juga
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara modal sosial dengan ekonomi yang
mana Coleman mengembangkan konsep modal sosial sebagai cara untuk
mengintegrasikan teori sosial dengan teori ekonomi dan mengklain bahwa modal
sosial dan modal manusia secara umum saling melengkapi.
Menurut Fukuyama (2007), menjelaskan social capital merupakan
kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat
atau di bagian-bagian tertentu darinya. Social capital berbeda dengan bentukbentuk human capital lain sejauh dia bisa diciptakan dan ditransmisikan melalui
mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah.
Social capital dibutuhkan untuk menciptakan jenis komunitas moral ini yang tidak
bisa diperoleh seperti dalam kasus benttuk-bentuk human capital yang lain, begitu
saja melalui keputusan investasi rasional, yakni keputusan individu untuk
“berinvestasi” dalam human capital konvensional. Sedangkan menurut Putnam
6
dalam Hauberer (2011) mendefinisikan modal sosial sebagai jaringan,
kepercayaan, dan norma-norma dari timbal balik dan fokus kepada keluaran
sosial. Modal sosial diasumsikan positif untuk mempengaruhi politik dan
pembangunan ekonomi (sebagai jembatan dan ikatan modal sosial). Sedangkan
menurut Coleman dalam Field (2010) modal sosial dipresentasikan sumber daya
karena hal ini melibatkan harapan akan resiprositas dan melampaui individu mana
pun sehingga melibatkan jaringan yang lebih luas dengan hubungan-hubungannya
diatur oleh tingginya tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama. Tidak berbeda
dengan Coleman, Bourdieu dalam Field (2010) menyatakan bahwa modal sosial
sebagai jumlah sumberdaya, aktual atau maya yang berkumpul pada seorang
individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan
timbal
balik
perkenalan
dan
pengakuan
yang
sedikit
banyak
terinstitusionalisasikan.
Terdapat beberapa penelitian tentang modal sosial, salah satunya adalah
penelitian Nopianti dan Elvina (2011). Penelitian tersebut mengemukakan bahwa
terdapat tiga dimensi dalam modal sosial yaitu hubungan saling percaya, pranata,
dan jaringan sosial. Pada dimensi hubungan saling percaya dapat dilihat dari
adanya kejujuran, kewajaran, egaliter, toleransi, dan kemurahan hati. Dimensi
pranata dapat dilihat dari adanya nilai-nilai yang dianut bersama, norma-norma
dan sanksi-sanksi, dan aturan-aturan. Sedangkan pada dimensi jaringan sosial
dapat dilihat dari adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaritas,
kerjasama, dan keadilan. Menurut Hasbullah (2006) terdapat enam unsur pokok
dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial yang telah ada,
antara lain: participation in a network, reciprocity, trust, social norms, values dan
proactive action.
Berdasarkan pengertian modal sosial yang sudah dikemukakan di atas,
maka Field (2010) mendapatkan pengertian kapital sosial yang lebih luas yaitu
berupa jaringan sosial, atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan
simpati dan kewajiban serta oleh norma pertukaran dan civic engagement.
Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan
kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis, dan lain-lain. Jaringan
sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan
perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk
mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Dalam keadaan tersebut, dalam
level mekanismenya modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama. Perlu
ditegaskan bahwa ciri penting modal sosial sebagai sebuah modal, dibandingkan
dengan bentuk modal lainnya adalah asal usulnya yang bersifat sosial, yaitu relasi
sosial itu dianggap sinerji atau kompetisi dimana kemenangan seseorang hanya
dapat dicap di atas kekalahan orang lain. Selain itu, terdapat tiga tipe modal sosial,
antara lain: (1) social bounding yang berarti memiliki ikatan yang kuat atau
perekat sosial dalam suatu sistem kemasyarakatan yang berupa nilai, kultur,
persepsi dan tradisi atau adat istiadat; (2) social bridging yang merupakan ikatan
sosial yang muncul sebagai reaksi dari berbagai karakteristik kelompoknya karena
adanya kelemahan sehingga memutuskan untuk membangun kekuatan diluar
dirinya; dan (3) linking social capital yang berupa jaringan dengan adanya
hubungan diantara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang
ada di dalam masyarakat.
7
Tabel 1 Perbandingan definisi modal sosial
No
Nama Ahli
Definisi
1
Fukuyama (2007)
Social capital merupakan kapabilitas yang muncul
dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat
atau di bagian-bagian tertentu darinya. Social capital
berbeda dengan bentuk-bentuk human capital lain
sejauh dia bisa diciptakan dan ditransmisikan melalui
mekanisme-mekanisme kultural seperti agama,
tradisi, atau kebiasaan sejarah.
2
Putnam
Modal sosial sebagai jaringan, kepercayaan, dan
dalam
norma-norma dari timbal balik dan fokus kepada
Hauberer (2011)
keluaran sosial. Modal sosial diasumsikan positif
untuk mempengaruhi politik dan pembangunan
ekonomi (sebagai jembatan dan ikatan modal sosial).
3
Coleman
Modal sosial dipresentasikan sumber daya karena hal
dalam
ini melibatkan harapan akan resiprositas dan
Field (2010)
melampaui individu mana pun sehingga melibatkan
jaringan yang lebih luas dengan hubunganhubungannya diatur oleh tingginya tingkat
kepercayaan dan nilai-nilai bersama.
4
Bourdieu
Modal sosial sebagai jumlah sumberdaya, aktual atau
dalam
maya yang berkumpul pada seorang individu atau
Field (2010)
kelompok karena memiliki jaringan tahan lama
berupa hubungan timbal balik perkenalan dan
pengakuan
yang
sedikit
banyak
terinstitusionalisasikan.
Unsur- Unsur Modal Sosial
Pada dasarnya definisi modal sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli
tidak jauh berbeda. Perbedaan tersebut berada pada jumlah dimensi yang
digunakan untuk mengukur modal sosial serta bagaimana prosesdan ruang
lingkupnya masing-masing. Menurut Putnam (1993) menjelaskan bahwa modal
sosial memiliki tiga unsur utama, yaitu (1) kepercayaan; (2) jaringan; dan (3)
norma yang dianggap sebagai “stock” modal sosial yang dapat dianggap sebagai
aset sosial sehingga dapat memfasilitasi kerjasama di masa yang akan datang.
Selain itu, modal sosial dapat menguntungkan untuk pekerjaan negara dan pasar.
Didalam penelitian Putnam melihatkan bahwa modal sosial lebih penting untuk
stabilitas, efektifitas pemerintahan, dan pengembangan perekonomian daripada
fisik dan modal manusia.
Kepercayaan
Menurut Putnam dalam Hauberer (2011) mendefinisikan kepercayaan
sebagai pelumas dari kepentingan kehidupan umum. Pada dimensi kepercayaan
merupakan level yang paling tinggi pada tingkat komunitas dan paling tinggi
kemungkinannya dalam kerjasama. Kepercayaan merupakan hal yang kompleks
di dalam lingkungan yang modern dari dua sumber yang mengikat, yaitu: norma
dan jaringan. Sedangkan menurut Fukuyama (2007) modal sosial erat
8
hubungannya dengan kepercayaan. Fukuyama menyepadankan istilah
kepercayaan dengan istilah “trust” yang didefinisikan sebagai harapan-harapan
terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam
sebuah komunitas yang didasarkan kepada norma-norma yang dianut bersamasama dengan anggota-anggota komunitas itu. Fukuyama melihat trust dapat
bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi karena bisa diandalkan untuk
mengurangi biaya (cost). Melalui adanya trust yang tercipta diantara masyarakat
maka orang-orang dapat bekerja sama secara lebih efektif dikarenakan hal ini
memungkinkan adanya kesediaan diantara mereka untuk menempatkan
kepentingan kelompok diatas kepentingan individu.
Bentuk aplikasi dari pengertian di atas dapat ditemukan pada penelitian
Syahyuti (2008). Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa kepercayaan
sebagai kehidupan ekonomi sangat bergantung kepada ikatan moral kepercayaan
sosial yang dapat memperlancar transaksi, memberdayakan kreatifitas perorangan,
dan dapat menjadi alasan kepada perlunya aksi kolektif yang mana ikatannya
tidak terucap dan tidak tertulis.
Jaringan
Jaringan sosial salah satu dari jaringan formal atau informal. Sebelumnya
dikenal sebagai keanggotaan resmi, seperti asosiasi. Disamping itu, jaringan
memiliki struktur vertical dan horizontal. Jaringan horizontal membawa individu
untuk memiliki status dan kekuatan yang sama, sedangkan jaringan vertical
merupakan gabungan individu yang berbeda dan memiliki hubungan asimetris
dari hirarkhi. Lebih dari itu, jaringan yang ada didalam komunitas dapat
membentuk kerjasama dan mencapai keuntungan bersama. Jaringan merupakan
efek yang sangat kuat karena dapat menambah biaya potensial dari setiap
pengeluaran individu (Putnam dalam Hauberer 2011). Menurut Lawang dalam
Azhari (2013) menjelaskan jaringan itu terjemahan dari network yang berarti
secara etmologik mungkin malah lebih jelas. Dasarnya adalah jaringan yang
berhubungan satu sama lain melalui simpul-simpul (ikatan). Dasar ini ditambah
atau digabungkan dengan kerja (work). Kalau gabungan tersebut diberi arti maka
tekananya ada pada kerjanya, bahkan pada jaringannya, sehingga muncullah arti
kerja (bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul seperti halnya jaringan (net).
Sedangkan menurut Syahyuti (2008) di dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa jaringan diidentifikasikan dengan adanya partisipasi dalam jaringan,
resiprositas, trust, social norm, sifat keumuman pemilikan, dan sikap warga yang
proaktif sehingga modal sosial dapat dioperasikan dengan baik. Artinya suatu
jaringan tidak hanya memperhitungkan pertukaran dan keuntungan yang didapat
dalam jangka pendek tetapi lebih memikirkan hubungan untuk jangka panjang.
Norma
Menurut Fukuyama (2007) mengatakan norma berisi pertanyaan-pertanyaan
yang berkisar tentang “nilai-nilai” luhur seperti hakikat Tuhan dan keadilan.
Namun demikian, norma-norma itu pun bisa tentang norma sekular seperti
standart-standart profesional dan kode perilaku. Definisi lain dikemukakan oleh
Putnam dalam Hauberer (2011) yang mengatakan bahwa norma menggerakkan
dan mendukung sosialisasi dan sanksi. Karakteristik yang paling penting didalam
dimensi norma adalah timbal balik. Timbal balik dapat menjadi penyeimbang.
9
Maksudnya adalah dengan adanya timbal balik maka dapat terjadi pertukaran
barang dengan nilai yang sama. secara umum, timbal balik diartikan sebagai
menolong satu sama lain tanpa mengharapkan imbalan dan norma inilah yang
akan memastikan untuk percaya terhadap perilaku orang lain. Menurut Lawang
dalam Azhari (2013) mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan
kepentingan. Sifat norma kurang lebih seperti ini:
1. Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya jika
pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh satu pihak saja maka
pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi.
2. Norma bersifat resiprokal, artinya norma menyangkut hak dan kewajiban
kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang diperoleh dari
suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar akan berdampak kepada
berkurangnya keuntungan dan diberi sanksi megatif yang sangat keras.
3. Jaringan yang terbina lama dan menjamin kedua belah pihak secara merata,
akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan
akan dikenakan sanksi yang keras juga.
Definisi norma juga dikemukakan oleh Hasbullah (2006) bahwa norma
merupakan sekumpulan aturan yang harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh
masyarakat pada entitas tertentu. Norma-norma tersebut berperan untuk
membentuk perilaku yang tumbuh di dalam masyarakat. norma tersebut biasanya
terinstitusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu
untuk berbuat sesuatu yang menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku. Studi
dari Syahyuti (2008) juga menyebutkan bahwa modal sosial selalu berhubungan
dengan norma. Artinya jika didalam suatu masyarakat modal sosial rendah, maka
norma-nya akan sedikit dan kerjasama antar orang hanya dapat berlangsung di
bawah sistem hukum dan regulasi yang bersifat formal.
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha
Perkembangan perekonomian di Indonesia sangat erat kaitannya dengan
sektor informal baik disegala bidang seperti industri rumah tangga, penjual atau
pedagang dan pengusaha. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya individu yang
sedang bersaing untuk membuka usaha baik dalam bentuk barang ataupun jasa.
Dengan berkembangnya sektor industri ini sangat membantu untuk pengurangan
pengangguran yang ada di Indonesia yang seperti diketahui bahwa setiap tahun
kian meningkat. Menurut Sasongko (2012), munculnya sektor informal ini terjadi
karena adanya lonjakan jumlah penduduk di perkotaan atau yang sering disebut
sebagai urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota. Hal ini
berdampak kepada terbentuknya pelapisan masyarakat yang terbagi menjadi
masyarakat atas, menengah, dan bawah sehingga masyarakat yang termasuk pada
lapisan bawah lebih memilih untuk menggeluti sektor informal karena terbatasnya
keterampilan, pendidikan dan akses terhadap sektor formal. Menurut Drucker
dalam Thobias et al. (2013) mengatakan bahwa kewirausahaan adalah semangat,
kemampuan, sikap, perilaku individu dalam menangani industri atau kegiatan
yang dapat mengarah kepada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara
kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang baik guna dapat memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Namun, untuk dapat mengembangkan sektor informal supaya dapat
10
berhasil tidaklah mudah. Dalam implementasinya sangat diperlukan beberapa cara
dan teknik supaya usaha yang digelutinya tersebut dapat berhasil. Tetapi tidak
hanya itu saja, pelaku usaha juga harus memperhatikan berbagai aspek dan faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha. Salah satu faktor yang dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan usaha adalah karakteristik individu. Menurut
Indartini (2009) didalam penelitiannya menyebutkan bahwa setidaknya terdapat
empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaku usaha. Faktor tersebut
antara lain: usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jam kerja. Sedikit
berbeda dengan penelitian (Djayastra dan Russicaria 2014) yang menyebutkan
bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha dan dapat
berpengaruh langsung kepada pendapatan, antara lain: usia, tingkat pendidikan,
jumlah tanggungan keluarga, dan jam kerja. Hal ini diperjelas dengan pernyataan
yang dikutip dari Sethuraman dalam Sasongko (2012) yang menyebutkan bahwa
terdapat tujuh ciri-ciri pekerja yang terlibat didalam sektor informal, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tingkat pendidikan: mayoritas tergolong rendah;
Usia: berada dalam kalangan usia kerja utama;
Etos kerja: kebanyakan adalah para migran;
Berasal dari kalangan miskin;
Rendahnya keterampilan;
Kurangnya modal usaha; dan
Upah dibawah upah minimum.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat terlihat bahwa faktor
karakteristik individu yang dinilai dari berbagai aspek, merupakan salah satu
pengaruh secara tidak langsung dalam keberhasilan usaha industri. Pada
karakteristik individu tersebut dapat menentukan bagaimana individu dalam
memerankan dimensi modal sosial yang berlaku di dalam masyarakat atau
komunitas.
Tabel 2 Perbandingan untuk menentukan karakteristik pelaku usaha
Indikator dalam Menilai Karakteristik Pelaku
No
Nama Ahli
Usaha
1 Indartini
1. Usia
(2009)
2. Tingkat Pendidikan
3. Pengalaman Kerja
4. Jam Kerja
2 Djayastra dan
1. Usia
Russicaria (2014)
2. Tingkat Pendidikan
3. Jumlah Tanggungan Keluarga
4. Jam Kerja
3 Sethuraman
1. Tingkat pendidikan
(1996)
2. Usia
dalam
3. Etos kerja
Sasongko (2012)
4. Berasal dari kalangan miskin
5. Rendahnya keterampilan
6. Kurangnya modal usaha
7. Upah dibawah upah minimum
11
Berbagai indikator terkait karakteristik pelaku usaha telah dikemukakan
oleh ahli. Mengacu dari indikator tersebut, maka peneliti memilih variabel usia,
tingkat pendidikan, pengalaman bekerja dan jam kerja untuk dijadikan sebagai
indikator dalam mengukur karaktersitik pelaku usaha khususnya pada penjual
kerajinan kulit di sentra industri Keluarahan Selosari, Kecamatan Magetan,
Kabupaten Magetan.
Industri dan Industrialisasi
Sektor industri di Indonesia sangat berkembang seiring dengan kemajuan
zaman. Berkembangnya sektor industri ini diharapkan dapat menjadi penggerak
utama dalam perekonomian nasional. Industri sangat erat kaitannya dengan
industrialisasi, yang mana dengan banyaknya industri-industri maka akan
berdampak kepada industrialisasi baik di pedesaan ataupun di perkotaan. Hal
tersebut akan mengubah tatanan sosial ekonomi melalui perubahan sistem
pencaharian utama masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Menurut
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, industri didefinisikan
sebagai suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaanya termasuk didalamnya kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal pengertian industri sangat luas,
yaitu menyangkut semua kegiatan manusia didalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan komersial, dikarenakan industri merupakan suatu kegiatan ekonomi
yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk setiap negara atau
daerah. Berbeda dengan industri, definisi industrialisasi dikemukakan oleh
Sastrosoenarto dalam Maghfiroh (2014) yang mendefinisikan industrialisasi
sebagai suatu “proses membangun masyarakat industri yang luas. Industrialisasi
di Indonesia harus mengandung makna transformasi masyarakat menuju
masyarakat sejahtera yang maju secara struktural maupun kultur”.
Menurut Marijan (2005), sektor industri dapat dikategorisasikan
berdasarkan jumah tenaga kerja yang digunakan, maka dapat dibagi menjadi:
1. Industri rumah tangga
Industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 4 orang. Industri yang
termasuk kedalam industri rumah tangga adalah industri dengan modal yang
sangat terbatas dan tenaga kerjanya berasal dari keluarganya sendiri.
2. Industri kecil
Industri yang menggunakan tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19
orang. Industri yang termasuk kedalam industri kecil adalah industri dengan
modal yang relatif kecil dan dengan tenaga kerja yang berasal dari
lingkungan sekitar.
3. Industri sedang
Industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang.
Industri yang termasuk kedalam industri sedang adalah industri dengan
modal yang cukup besar dan tenaga kerja yang digunakan memiliki
keterampilan dalam hal tertentu.
12
4. Industri besar
Industri yang menggunakan tenaga kerja berjumlah lebih dari 100 orang.
Industri yang termasuk kedalam industri besar adalah industri dengan modal
besar yang dihimpun dalam bentuk pemilikan saham dan memiliki tenaga
kerja yang memiliki keterampilan khusus serta harus melalui uji kelayakan
dan kemampuan.
Marijan (2005) tidak hanya mengkategorikan industri berdasarkan jumlah
tenaga kerja, namun juga mengkategorikan industri berdasarkan lokasi tempatnya,
lokasi tersebut antara lain:
1. Industri perkotaan
Industri yang jaraknya dekat dengan kawasan metropolitan atau kota besar
dengan jumlah kepadatan penduduk yang tinggi.
2. Industri semi perkotaan
Industri yang terletak di wilayah sekitar kabupaten.
3. Industri pedesaan
Industri yang terletak di kecamatan dan penduduknya cukup besar.
Konsep Sektor Informal
Sektor informal identik dengan suatu kegiatan usaha kecil yang minim
sekali terhadap kemampuan modal dan keterampilan rendah meskipun pada
kenyataannya tidak selalu demikian (Budiartiningsih et al. 2010). Menurut
Simanjuntak dalam Budiartiningsih et al. (2010) menyebutkan bahwa sektor
informal merupakan suatu kegiatan usaha yang bersifat sederhana, berskala kecil,
pendapatan yang diperoleh kecil, kegiatannya beraneka ragam, keterkaitannya
pada usaha lain sangat rendah serta mayoritas sektor informal tidak mempunyai
ijin usaha sehingga untuk akses lebih mudah sektor informal dari pada sektor
formal. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 19953 menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan usaha kecil adalah suatu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala
kecil yang mana usaha kecil tersebut terbagi menjadi tiga, antara lain: usaha kecil
formal, usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kecil formal
adalah suatu usaha yang telah terdaftar , tercatat dan telah berbadan hukum. Usaha
kecil informal adalah suatu usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum
berbadan hukum. Contohnya seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar,
pedagang asongan, petani dan pemulung. Sedangkan usaha kecil tradisional
adalah suatu usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah
digunakan secara turun temurun dan berkaitan dengan seni dan budaya.
Keberhasilan Usaha
Menurut Munajat (2007), mendefinisikan keberhasilan usaha sebagai suatu
keadaan yang mana perusahaan mampu untuk dapat mencapai tujuan yang
ditetapkan pada suatu perusahaan serta menunjukkan keadaan yang lebih baik dari
pada masa sebelumnya.Selain itu, suatu upaya untuk mampu bertahan hidup
dalam mengembangkan usahanya atau dapat dikatakan sebagai tingkat pencapaian
atau pencapaian tujuan organisasi. Dalam suatu