:Karaginan Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Film Edibel dengan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas)

v
 

KARAGINAN SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN FILM
EDIBEL DENGAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)

RATNA DWI MUKARROMAH

 
 
 
 
 
 
 
 
 

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

vi 
 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karaginan Sebagai
Bahan Dasar Pembuatan Film Edibel dengan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas)
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Ratna Dwi M

NIM G44090052
 
 
 
 
 

 

iii
 

ABSTRAK
RATNA DWI MUKARROMAH. Karaginan Sebagai Bahan Dasar Pembuatan
Film Edibel dengan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas). Dibimbing oleh
AHMAD SJAHRIZA dan SRI SUGIARTI
Film edibel merupakan salah satu jenis kemasan ramah lingkungan yang
berasal dari suatu biopolimer. Kemasan jenis ini dapat dimakan bersama produk
yang dikemas atau dapat terdegradasi bila dibuang ke lingkungan. Film edibel
pada penelitian ini dibuat dengan mencampurkan karaginan, gliserol, selulosa, dan

tepung ubi. Film terbaik dihasilkan oleh film edibel dengan tambahan tepung ubi
sebesar 5%. Film ini transparan dan bersifat lentur. Analisis termal menunjukkan
bahwa film mengalami degradasi secara endotermik pada 36.27 μV dan degradasi
secara eksotermik pada 25.96 μV, 39.02 μV, dan 75.65 μV. Puncak eksotermik
yang terjadi berulang diakibatkan oleh larutan film karaginan kurang homogen.
Analisis spektrum inframerah menunjukkan bahwa tidak ada interaksi secara
kimia pada komposisi penyusun film, interaksi hanya terjadi secara fisik. Hal ini
dibuktikan dengan spektrum inframerah memiliki pola yang sama untuk semua
ragam komposisi larutan film.
Kata kunci:film edibel, karaginan, kuat tarik, permeabilitas uap air.

ABSTRACT
RATNA DWI MUKARROMAH. Carrageenan Based Edible Film With Sweet
Potato (Ipomoea batatas) Flour. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and SRI
SUGIARTI
 

Edible film is an environmental friendly packaging derived from
biopolymer. The film is edible or could be easily degraded as it disposed to
environment. In this study the film was composed of carrageenan, glycerol,

cellulose, and some compositions of sweet potatoes flour. The best film properties
produced was tat containing 5% flour. The film was transparent and flexible.
Thermal analysis showed that the film was degraded endothermically at 36.27 μV
and exothermicaly at 25.96 μV, 39.02 μV, and 75.65 μV. Repeatedly exothermic
peaks were due to inhomogeneous solution during preparation. Infrared analysis
proved no chemical interaction occured during film formation, could be due to
physically interaction. The infrared spectra similar patterns for all compositions of
the film.
Key words: edible film, carrageenan, tensile strength, water permeability.

 

 

KARAGINAN SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN FILM
EDIBEL DENGAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)
 
 
 
 

 
 
 
RATNA DWI MUKARROMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

 

iv 

 

Judul Skripsi
Nama
NIM

:Karaginan Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Film Edibel dengan
Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas)
:Ratna Dwi Mukarromah
:G44090052

Disetujui oleh

Drs Ahmad Sjahriza
Pembimbing I

Sri Sugiarti, PhD
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

 

v

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, karunia, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Karaginan Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Film Edibel
dengan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu dan
memberikan kemudahan kepada penulis selama penelitian dan dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini, khususnya kepada Drs Ahmad Sjahriza selaku
pembimbing I dan Sri Sugiarti, PhD selaku pembimbing II atas bimbingan dan
ilmu yang telah diberikan. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Budi

Arifin, M.Si selaku Komdik Departemen Kimia, staf Laboratorium Kimia Fisik
dan Lingkungan, staf Laboratorium Kimia Anorganik dan staf Laboratorium
Terpadu atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian berlangsung,
Seffriwati Purba atas bantuan dan diskusi telah dilakukan, seluruh teman-teman
Kimia 46 IPB, serta kepada kedua orang tua (H Muh Mahfudz dan Siti Jariyah)
dan keluarga (Ryana dan Meiga) atas doanya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Februari 2014

Ratna Dwi M

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode
Kadar air
Kadar abu
Ekstraksi karaginan
Pembuatan larutan film
Ketebalan film
Kuat tarik dan pertambahan panjang
Laju transmisi uap air
Analisis termal dengan DTA-TGA
Analisis dengan Spektrofotometer Inframerah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Ekstraksi Karaginan dan Pembuatan Film
Tebal Film
Kuat Tarik dan Pertambahan panjang

Permeabilitas Uap Air
Uji Dekomposisi Termal
Analisis Gugus Fungsi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
2

2
3
3
3
4
4
4
4
5
5
5
6
7
8
10
11
12
14
14
14
15
17
25

vi

DAFTAR TABEL
1 Konsentrasi larutan film karaginan berbagai variasi komposisi
2 Spektrum FTIR karaginan Sen and Erboz (2010)

4
13

DAFTAR GAMBAR
1 Rumput laut pada penelitian ini (a) dan pada penelitian Jayanti dan Asyari (b) 5
2 Skema reaksi basa pada karaginan
6
3 Ketebalan film karaginan pada berbagai komposisi
7
4 Kuat tarik film karaginan pada berbagai komposisi
8
5 Persentase pertambahan panjang film karaginan pada berbagai komposisi
9
6 Permeabilitas uap air pada berbagai komposisi larutan film karaginan
10
7 Spektrum FTIR karaginan pada penelitian Sen and Erboz (2010)
12
8 Spektrum FTIR fim karaginan pada penelitian ini
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Data dan Perhitungan kadar air rumput laut dan tepung ubi jalar
3 Data dan Perhitungan kadar abu rumput laut dan tepung ubi jalar
4 Data ketebalan film karaginan
5 Data kuat tarik dan elongasi karaginan
6 Data dan perhitungan permeabilitas uap air film karaginan
7 Termogram film karaginan pada berbagai komposisi
8 Spektrum tumpuk FTIR film karaginan pada berbagai komposisi

17
18
18
19
19
20
22
24

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hidrokoloid karaginan diperoleh dari proses ekstraksi spesies rumput laut
tertentu dari famili Rhodophycae. Jenis rumput laut yang secara komersil dapat
diekstraksi karaginannya antara lain Eucheuma spinosum, Eucheuma cottonii,
Gigartina spp. dan Chondrus crispus. Secara umum terdapat 3 jenis ekstrak
karaginan, antara lain kappa, iota, dan lambda. Ekstrak karaginan bersifat spesifik
antara jenis rumput laut yang satu dengan lainnya, dengan salah satu jenis
karaginan lebih dominan (Glicksman 1970).
Karaginan banyak digunakan dalam industri pangan karena
kemampuannya untuk memodifikasi tekstur, cita rasa (berkaitan dengan
kelembutan dan kerenyahan), dan bersifat stabil dalam waktu yang lama. Selain
itu, karaginan merupakan hidrokoloid yang potensial sebagai bahan baku
pembuatan film edibel, karena sifatnya yang kaku, elastis, dapat dimakan, dan
dapat diperbaharui (Carriedo 1994). Pembuatan film berbahan dasar karaginan
pernah dilakukan oleh Tamaela (2008), film terbaik dihasilkan dari karaginan
dengan konsentrasi 2% dengan penambahan gliserol 1%. Film yang dihasilkan
memiliki ketebalan, kelarutan dan laju tranmisi uap air masing-masing sebesar
0.047 mm, 71.3% dan 20.737 g / m2 jam.
Usaha-usaha untuk memperbaiki sifat mekanik film dari karaginan telah
dilakukan oleh Jayanti (2013) dengan tambahan tepung kacang hijau. Film yang
dihasilkan memiliki nilai kuat tarik sebesar 531.19 MPa dengan permeabilitas uap
air 13.01 ng m m-2 s-1 Pa-1 pada film dengan konsentrasi tepung kacang hijau
2.5%. Modifikasi terhadap film berbahan karaginan juga dilakukan oleh Asy’ari
(2013) dengan tambahan tepung kedelai. Film yang dihasilkan memiliki nilai kuat
tarik sebesar 208.65 MPa dengan permeabilitas uap air 8.4626 ng m m-2 s-1 Pa-1
pada film dengan konsentrasi tepung kedelai 2.5%. Selain itu, Purba (2013)
melakukan modifikasi pembuatan film karaginan dengan tambahan tepung
porang. Film yang dihasilkan memiliki permeabilitas uap air 0.0423 ng m m-2 s-1
Pa-1.
Film berbahan dasar pati memiliki keunggulan sebagai bahan pengemas
makanan, karena ramah lingkungan, murah, fleksibel, dan bersifat transparan.
Namun, film dari pati memiliki kuat tarik yang lemah dan bersifat rapuh (Muller
et al. 2009). Salah satu tanaman penghasil pati yang sangat potensial adalah ubi
jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar yang baru dipanen mengandung pati sebesar
55.9% (Zhang et al. 2002). Penambahan karaginan ke dalam larutan pati mampu
meningkatkan kekuatan serta kekentalan gel (Chaudemanche and Budtova 2008),
sehingga pati ubi jalar sesuai bila ditambahkan pada larutan film edibel yang
terbuat dari karaginan. Selulosa juga ditambahkan pada larutan film karaginan dan
pati ubi jalar, karena selulosa mampu meningkatkan kekuatan tarik dan
menurunkan laju penguapan air (Muller et al. 2009).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan membuat film edibel berbahan dasar karaginan
dengan variasi tambahan tepung ubi jalar dan selulosa untuk memperbaiki
kekuatan tarik dan sifat permeabilitas film terhadap uap air.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-November 2013 di
Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, Laboratorium Anorganik Departemen
Kimia, dan Laboratorium Terpadu Kampus Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas,
neraca analitik, alat pengukur ketebalan film, alat uji tarik Tehno lab-May,
spektrofotometri FTIR, kain blacu, oven, motor stirer dan microwave Panasonic
NN-SM320M,
instrumen
penganalisis
termal
diferensial-penganalisis
termogravimetri (DTA-TGA) Shimadzu DTG-60H.
Bahan-bahan yang digunakan meliputi rumput laut merah jenis Eucheuma
cottonii yang berasal dari Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, tepung ubi jalar
dari Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor Barat, KOH (Merck),
selulosa (DP < 350) dan gliserol (Sigma-Aldrich).

Metode
Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselen dibersihkan hingga terbebas dari kotoran, lalu dikeringkan
di dalam oven pada suhu 105-110 C selama 15 menit hingga diperoleh bobot
konstan. Setelah itu cawan porselen dikeluarkan dan dilakukukan pendinginan di
dalam desikator selama 30 menit. Cawan kosong selanjutnya ditimbang (A).
Selanjutnya sebanyak 3 gram sampel ditimbang dan diletakkan di dalam cawan
porselen yang telah ditimbang sebelumnya.Cawan yang telah berisi sampel
selanjutnya ditimbang juga (B). Lalu cawan porselen yang telah berisi sampel
dipanaskan di dalam oven pada suhu 105-110 C selama 3-4 jam. Setelah itu
cawan berisi sampel dikeluarkan dan dilakukan pendinginan di dalam desikator
selama 30 menit. Cawan berisi sampel yang telah dingin selanjutnya ditimbang
(C). penimbangan terhadap cawan yang berisis sampel dilakukan beberapa kali
hingga diperoleh bobot yang konstan. Berikut merupakan rumus untuk
menghitung kadar air:

3

Kadar air =

B−C
× 100%
B−A

Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (g)
B = Bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = Bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (g)

Kadar abu (AOAC 2007)
Cawan porselen dibersihkan hingga terbebas dari kotoran, lalu dikeringkan
di dalam oven pada suhu 105-110 C selama 15 menit hingga diperoleh bobot
konstan. Setelah itu cawan porselen dikeluarkan dan dilakukukan pendinginan di
dalam desikator selama 30 menit. Cawan kosong selanjutnya ditimbang (A).
Selanjutnya sebanyak 3 gram sampel ditimbang dan diletakkan di dalam cawan
porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Lalu cawan berisi sampel dibakar di
atas pembakar bunsen hingga tidak ada lagi asap yang muncul selama ± 20 menit.
Selanjutnya cawan yang berisi sisa pembakaran dimasukkan ke dalam tanur pada
suhu 600 C untuk proses pengabuan. Setelah proses pengabuan selesai cawan
dikeluarkan sejenak pada udara lalu segera dimasukkan ke dalam desikator.
Cawan berisi abu yang telah dingin selanjutnya ditimbang (C).
Kadar abu =
Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (g)
B = Bobot cawan + sampel (g)
C = Bobot cawan + abu (g)

C−A
× 100%
B−A

Ekstraksi karaginan (Pratiwi 2011)
Sebanyak 5 gram rumput laut E. cottonii yang telah kering direndam
dengan akuades selama 24 jam. Setelah itu rumput laut yang telah direndam
dihaluskan dengan blender untuk mempermudah proses ekstraksi karaginannya.
Ekstraksi karaginan dilakukan dalam wadah yang diletakkan di dalam oven
microwave menggunakan 100 mL larutan KOH 0.1% untuk setiap 5 gram
sampel. Nisbah antara sampel dan pelarut (%b/v) adalah 1:20. Ekstraksi dilakukan
selama 20 menit. Setelah itu ekstrak karaginan dipisahkan menggunakan saringan
kain.
Pembuatan larutan film
Sebanyak 50 mL filtrat karaginan yang diperoleh dari proses sebelumnya
ditambahkan dengan gliserol 1%. Pengadukan tetap dilakukan selama 20 menit
pada suhu 50 C. Lalu ditambahkan tepung ubi jalar ke dalam campuran ini secara
perlahan dan dilakukan proses pengadukan selama 40 menit. Selama pengadukan
suhu dibiarkan meningkat hingga mencapai 90 C. Setelah itu film siap dicetak
pada pelat mika yang telah disediakan. Pengeringan film dilakukan selama 1
malam. Film dibuat dengan konsentrasi 1%, 2.5%, 5% dan 10%. Konsentrasi film
secara lengkap terdapat pada Tabel1.

4

Tabel 1 Konsentrasi larutan film karaginan berbagai variasi komposisi
Konsentrasi
0.00
1.00%
2.50%
5.00%
10.00%

V karaginan
(mL)
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00

Gliserol (g)

Selulosa (g)

0.7500
0.7500
0.7500
0.7500
0.7500

0.1000
0.1000
0.1000
0.1000
0.1000

Tepung ubi
jalar (g)
0.0000
0.5000
1.2500
2.5000
5.0000

Ketebalan film (Bae et al. 2008)
Uji ketebalan film dilakukan dengan pengukuran secara acak pada lima
titik yang berbeda pada film mengunakan mikrometer digital dengan tingkat
akurasi 1 m.
Kuat tarik dan pertambahan panjang
Pengukuran kuat tarik dan elongasi dilakukan dengan suatu alat uji tarik
jenis Tenso lab-Mey yang mengacu pada ASTM D 638. Film yang telah dicetak
dipotong dengan ukuran yang sesuai (p: 100 mm, l:20 mm). Selanjutnya potongan
film dijepitkan pada alat uji tarik dengan kecepatan konstan. Maka akan diperoleh
output pengukuran pada kertas. Rumus untuk menghitung kekuatan uji tarik dan
persentase elongasi adalah sebagai berikut:
Kuat tarik MPa =

%E =

Gaya tarik saat putus
Luas area

Perubahan panjang film
Panjang film mula − mula

Laju transmisi uap air
Pengukuran laju transmisi uap air dilakukan dengan memodifikasi metode
cawan yang mengacu pada ASTM E 96-95. Cawan petri yang telah dibersihkan
sebelumnya diisi akuades sebanyak 30 mL. Alumunium foil yang telah ditutupi
digunakan untuk menutupi permukaan cawan. Lubang yang dibuat pada
alumunium foil mencapai 10% dari luas cawan. Selanjutnya potongan film
dilekatkan pada permukaan lubang menggunakan epoxy. Jarak antara ketinggian
air di dalam cawan dengan film yang ditutupkan sebesar 6 mm. Lalu cawan
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 37±0.5 C dan RH 19±1.5% selama 5-6
jam dan diukur masa air yang hilang setiap jamnya. Perhitungan laju tranmisi uap
air menggunakan rumus sebagai berikut:
Laju tranmisi uap air =

masa air yang hilang
waktu  luas

Analisis termal dengan DTA-TGA
Analisis film secara termal dilakukan dengan DTA-GTA menggunakan
Shimadzu DTG60-H. Film dipotong kecil dan ditimbang sebanyak 23 mg. Lalu
dihaluskan dengan mortar dan selanjutnya dimasukkan pada pelat platinum.

Analisis termal dilakukan pada suhu 0-400 C dengan laju pemanasan 20 C per
menit. Setelah proses analisis selesai akan dihasilkan termogram.
Analisis dengan Spektrofotometer Inframerah
Penentuan gugus fungsi yang terdapat pada film dilakukan mneggunakan
alat Shimadzu IR prestige-21. Potongan film diletakkan pada sel holder untuk
selanjutnya dilakukan proses analisis gugus fungsi. Analisis dengan FTIR ini akan
menghasilkan suatu spektrum yang merupakan hubungan antara bilangan
gelombang pada sumbu-X dan tinggi puncak yang menunjukkan gugus fungsi
pada sumbu-Y.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Daya simpan suatu bahan sangat dipengaruhi oleh kadar airnya. Secara
umum, bahan yang memiliki kadar air tinggi cenderung lebih mudah mengalami
kerusakan karena mikroba mudah tumbuh. Selain itu kondisi bahan yang lembab
menyebabkan jamur dan kapang tumbuh subur pada bahan. Berdasarkan hal
tersebut, uji kadar air perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah pasti bahan yang
digunakan. Dengan demikian dapat diketahui daya simpan bahan yang digunakan
sebelum dilakukan proses produksi.

(a)

(b)

Gambar 1 Rumput laut yang digunakan pada penelitian ini (a) dan pada
penelitian Jayanti dan Asyari (2013) (b)
Kadar air yang terdapat pada rumput laut merah yang ditunjukkan oleh
Gambar 1(a) dan tepung ubi yang digunakan pada penelitian ini masing-masing
sebesar 18.42% dan 9.57%. Hasil ini berbeda dengan penelitian Jayanti (2013)
yang melaporkan bahwa kadar air rumput laut merah yang ditunjukkan oleh
Gambar 1(b) sebesar 15.89%. Hasil yang berbeda ini diduga karena perbedaan
penyiapan bahan pada awal penelitian. Sampel yang digunakan pada penelitian ini

6

dicuci terlebih dahulu sebelum uji kadar air dilakukan. Rumput laut yang telah
dicuci dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60 C selama 3 hari.
Namun karena proses pengeringan dengan cara ini tidak maksimal maka rumput
laut selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari pada saat siang dan dikering
udarakan pada saat malam selama 2 hari. Sehingga saat uji kadar air dilakukan
rumput laut yang awalnya telah dicuci diduga belum kering sempurna. Data uji
kadar air secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang terkandung pada bahan.
Kandungan mineral pada rumput laut merah akan berpengaruh terhadap kekuatan
gel pada ekstrak karaginan yang dihasilkan. Dengan mengetahui kadar abu pada
bahan yang digunakan, dapat diketahui persentase bahan organik yang ikut
terlibat di dalam proses. Kadar abu yang terdapat pada rumput laut dan tepung ubi
yang digunakan pada penelitian ini masing-masing sebesar 10.16% dan 0.64%.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Asyari (2013) yang melaporkan bahwa kadar
abu rumput laut sebesar 47.98%. Hasil yang berbeda ini diduga karena perbedaan
penyiapan bahan pada awal penelitian. Sampel yang digunakan pada penelitian
Asyari (2013) yang ditunjukkan oleh Gambar 1(b) tidak dicuci sehingga yang
tertinggal pada abu bukan hanya sulfur dari rumput laut, tetapi tanah dan kotoran
lainnya juga. Data uji kadar abu secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

Ekstraksi Karaginan dan Pembuatan Film
Ekstraksi karaginan dari rumput laut merah dilakukan dengan metode
ekstraksi gelombang mikro menggunakan pelarut basa, KOH. Pemilihan metode
ekstraksi gelombang mikro berdasarkan Mandal et al. (2007) yang menyatakan
bahwa metode ini memiliki beberapa kelebihan, antaralain: proses yang lebih
cepat, membutuhkan pelarut yang lebih sedikit, dapat dilakukan pada suhu yang
lebih rendah, cenderung tidak merusak komponen bahan, dan rendemen yang
dihasilkan lebih tinggi. Penggunaan KOH sebagai pelarut dipilih karena ion K+
efektif untuk mengkatalis putusnya gugus 6-sulfat pada struktur -karaginan yang
merupakan prekursor -karaginan. Akibat putusnya gugus 6-sulfat secara
bersamaan terbentuk jembatan 3,6-anhidrogalaktosa yang bersifat hidrofobik
sehingga kekentalan gel karaginan meningkat (Pratiwi 2011). Reaksi perlakuan
basa pada -karaginan membentuk -karaginan ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema reaksi basa pada karaginan (Knuten et al. 1994)
Pembuatan film pada penelitian ini menggunakan metode gel casting.
Metode ini diawali dengan proses gelatinasi semua komponen penyusun film.
Setelah semua komponen tergelatinasi homogen maka larutan film siap dicetak

7

pada lembaran mika yang pada kedua sisi kanan-kirinya telah diberi pembatas
dengan ketebalan 1.2600 mm. Pengeringan film dilakukan pada udara terbuka
selama 2-3 hari. Lama waktu pengeringan tergantung pada konsentrasi dan
komposisi larutan film. Semakin banyak komposisi penyusun film maka
pengeringan membutuhkan waktu yang lama.

Tebal Film
Menurut Suryaningrum et al. (2005) ketebalan merupakan parameter
penting yang berpengaruh terhadap aplikasi film pada pembentukan produk yang
akan dikemas. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketebalan film antara
lain: lama waktu pengeringan, konsentrasi bahan terlarut pada larutan film, ukuran
plat, komposisi larutan film dan sifat bahan yang digunakan. Semakin lama waktu
pengeringan maka film yang dihasilkan semakin tipis karena lebih banyak air
yang teruapkan. Bila komposisi bahan-bahan yang digunakan banyak maka film
yang dihasilkan tebal karena komponen penyusunnya beragam. Ketebalan film
berpengaruh terhadap laju transmisi uap air, gas, dan senyawa volatil saat aplikasi
nanti.

Ketebalan (mm)

0,06
0.0477

0,05
0,04

0.0336 0.0346 0.0350 0.0340 0.0342

0.0399

0,03
0,02
0,01

0
K

K+G K+G+S Tepung Tepung Tepung Tepung
1%
2.5%
5%
10%
Variasi komposisi film

Gambar 3 Ketebalan film karaginan pada berbagai komposisi
Pengukuran ketebalan film dilakukan pada 10 titik pada film secara acak.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui homogenitas komponen pada film. Semakin
tinggi keterulangan, maka homogenitas komponen pada larutan film semakin
tinggi. Hasil pengukuran ketebalan menunjukkan bahwa ketebalan film meningkat
dengan bertambahnya komposisi penyusun film. Gambar 3 menunjukkan tingkat
ketebalan film karaginan pada berbagai variasi komposisi. Film karaginan (K)
memiliki tebal rata-rata 0.0336 mm, sedangkan film karaginan dengan tambahan
gliserol (K+G) memiliki tebal rata-rata 0.0346 mm. Film menjadi semakin tebal
dengan tambahan selulosa (K+G+S) dan tepung ubi 10% masing-masing dengan
rata-rata 0.0350 mm dan 0.0477 mm. Menurut Tamaela (2008) peningkatan
komposisi penyusun film akan menambah jumlah endapan dari larutan sehingga
film yang terbentuk menjadi lebih tebal. Hasil pengukuran ketebalan pada
berbagai komposisi terdapat pada Lampiran 4.

8

Kuat Tarik dan Pertambahan panjang
Kuat tarik merupakan ukuran maksimum film untuk bertahan saat
diberikan suatu gaya sebelum film putus atau robek. Pengukuran kuat tarik perlu
dilakukan untuk mengetahui besaran gaya yang mampu ditahan atau dihambat
oleh film sebelum mengalami perpanjangan. Pertambahan panjang merupakan
persentase kemampuan film bertambah panjang ketika diberikan suatu gaya tarik
yang menyebabkan film putus. Kuat tarik dan pertambahan panjang merupakan
indikator yang menggambarkan sifat mekanik film yang berkaitan dengan struktur
kimia penyusunnya (Bae et al. 2008).
Film karaginan (K) murni memiliki nilai kuat tarik 16.5460 MPa, nilai
kuat tarik film karaginan berkurang dengan penambahan gliserol (K+G) sebesar
12.2690 MPa, dan semakin berkurang dengan penambahan selulosa (K+G+S)
sebesar 12.2195 MPa. Ningsih (2011) melaporkan bahwa penambahan gliserol
pada larutan film menyebabkan film menjadi lebih lentur. Hal ini disebabkan
molekul gliserol masuk ke jejaring rantai polimer sehingga rantai polimer menjadi
lebih renggang. Hal ini berakibat rantai polimer menjadi lebih mudah bergeser.

Kuat tarik (Mpa)

20,0000

16.5460

15,0000

12.2690 12.2195 11.1115 12.7362

10.6788

12.7497

10,0000
5,0000
0,0000
K

K+G K+G+S Tepung Tepung Tepung Tepung
1%
2.5%
5%
10%
Variasi komposisi film

Gambar 4 Kuat tarik film karaginan pada berbagai komposisi
Nilai kuat tarik semakin berkurang saat ditambahkan tepung ubi. Menurut
Chaudemanche and Budtova (2008) penambahan karaginan ke dalam larutan pati
mampu meningkatkan kekuatan serta kekentalan gel. Hal ini berakibat film yang
dihasilkan bersifat lentur sehingga kuat tarik yang dihasilkan cenderung
berkurang. Tambahan tepung ubi sebesar 1.0% b/v menghasilkan kuat tarik
sebesar 11.1115 MPa, sedangkan tambahan tepung ubi sebesar 2.5%
menghasilkan kuat tarik 12.7362 MPa. Nilai kuat tarik semakin berkurang saat
penambahan tepung ubi sebesar 5.0% yaitu sebesar 10.6788 MPa. Peningkatan
nilai kuat tarik ini diduga karena larutan film kurang homogen, sehingga molekul
penyusun larutan film tidak merata di seluruh bagian. Yusmarlela (2009)
menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sifat mekanik film
berbahan biopolimer adalah interaksi komponen penyusun larutan film. Semakin
banyak komposisi penyusun larutan film maka interaksi yang terjadi juga semakin
meningkat. Secara umum nilai kuat tarik film edibel berbahan dasar pati
meningkat dengan semakin banyak pati yang ditambahkan. Penambahan tepung

9

Elongasi (%)

ubi 10.0% menghasilkan kuat tarik sebesar 12.7497 MPa. Peningkatan konsentrasi
tepung ubi yang ditambahkan menyebabkan nilai kuat tarik meningkat, karena
film dengan kandungan pati yang tinggi umumnya bersifat rapuh sehingga
kekuatan tariknya bertambah. Nilai kuat tarik yang diperoleh pada penelitian ini
masih lebih rendah bila dibandingkan dengan plastik LDPE yang biasa dijadikan
sebagai kemasan sebesar 27.58 MPa. Hasil pengukuran kuat tarik secara lengkap
dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 5.
Film karaginan (K) murni memiliki kemampuan bertambah panjang
sebesar 6.85%, penambahan gliserol (K+G) menyebabkan film bertambah
panjang sebesar 11.07% dan semakin meningkat dengan penambahan selulosa
(K+G+S) sebesar 15.30%. Penambahan gliserol menyebabkan film menjadi lebih
lentur sehingga kemampuan bertambah panjang juga meningkat (Ningsih 2011).
Muller et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan selulosa pada larutan film
menyebabkan kemampuan bertambah panjang pada film yang terbentuk
berkurang. Namun perbedaan yang terjadi pada penelitian ini diduga karena
selulosa yang ditambahkan terlalu sedikit sehingga kurang berpengaruh terhadap
kemampuan film edibel bertambah panjang.
35
30
25
20
15
10
5
0

28.60
22.76 22.33

24.35

15.30
11.07
6.85

K

K+G K+G+S Tepung Tepung Tepung Tepung
1%
2.5%
5%
10%
Variasi komposisi film karaginan

Gambar 5 Persentase pertambahan panjang film karaginan pada berbagai
komposisi
Kemampuan bertambah panjang semakin meningkat saat ditambahkan
tepung ubi 1.0%, 2.5% dan 5.0% masing-msing sebesar 22.76%, 22.33% dan
28.60%. Sedangkan penambahan tepung ubi 10% menyebabkan penurunan
pertambahan panjang sebesar 24.35%. Hal ini disebabkan peningkatan tepung ubi
pada larutan film dengan konsentrasi gliserol tetap menyebabkan film bersifat
kaku, sehingga film hanya sedikit bertambah panjang. Hasil pengukuran
pertambahan panjang secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 5 dan Lampiran
5.

10

Permeabilitas Uap Air
Permeabilitas uap air merupakan indikator kemampuan film untuk
menahan laju transmisi uap air pada selang waktu tertentu. Hal ini berkaitan
dengan aplikasi kemasan. Suatu kemasan yang baik diharapkan memiliki nilai
permeabilitas yang kecil, sehingga mampu mengurangi laju tranmisi uap air dari
lingkungan ke dalam produk yang dikemas. Hasil penelitian pada Gambar 6
menunjukkan bahwa film karaginan (K) murni memiliki nilai permeabilitas uap
air sebesar 0.0064 ng m m-2 s-1 Pa-1 atau 2.30410-8 g m m-2 jam-1 Pa-1.
Penambahan gliserol (K+G) sebagai pemlastis menyebabkan nilai permeabilitas
uap air meningkat secara signifikan sebesar 0.0629 ng m m-2 s-1 Pa-1 atau
2.26410-7 g m m-2 jam-1 Pa-1. Menurut Souza et al. (2012) gliserol merupakan
molekul hidrofilik berukuran kecil yang mampu masuk ke jejaring rantai polimer
sehingga kekakuan polimer berkurang dan polimer menjadi lebih lentur. Akibat
gliserol masuk ke jejaring polimer maka jarak antar rantai polimer menjadi lebih
besar, sehingga kemampuan tranmisi uap air dan gas di udara meningkat. Namun
nilai permeabilitas uap air pada film karaginan berkurang ketika ditambahkan
selulosa (K+G+S) sebesar 0.0062 ng m m-2 s-1 Pa-1 atau 2.23210-8 g m m-2 jam-1
Pa-1. Nilai permeabilitas uap air film karaginan meningkat dengan variasi tepung
ubi yang ditambahkan. Menurut Alves et al. (2007) kandungan amilosa yang
tinggi pada film berbahan dasar pati menyebabkan sifat hidrofilik film meningkat.
Bertambahnya gugus hidroksil pada amilosa menyebabkan interaksi film dengan
air meningkat sehingga permeabilitas uap air juga meningkat. Nilai permeabilitas
upa air yang diperoleh pada penelitian ini masih lebih besar bila dibandingkan
dengan plastik LDPE yang biasa digunakan sebagai pengemas dengan nilai
permeabilitas uap air sebesar 0.00064 ng m m-2 s-1 Pa-1.

WVP (ng m m-2 s-1 Pa-1)

0,07

0,0629

0,06

0,05
0,04
0,03

0,0216

0,02
0,01

0,0064

0,0207
0,0175 0,0178

0,0062

0
K

k+g

K+G+S Tepung Tepung Tepung Tepung
1%
2.5%
5%
10%

Variasi komposisi film karaginan
Gambar 6 Permeabilitas uap air pada berbagai komposisi larutan film karaginan
Menurut Maran et al. (2013) komponen penyusun larutan film
berpengaruh terhadap nilai permeabilitas uap air suatu film edibel. Bahan-bahan
yang digunakan pada penelitian ini (karaginan, tepung ubi dan gliserol)

11

merupakan bahan-bahan yang bersifat hidrofilik, sehingga penggunaan bahanbahan tersebut menyebabkan nilai permeabilitas uap air meningkat. Sedangkan
selulosa merupakan material hidrofobik yang sukar larut di dalam air, sehingga
penambahan selulosa pada larutan film menyebabkan film edibel memiliki nilai
permeabilitas uap air yang rendah. Nilai permeabilitas film karaginan dengan
berbagai variasi komposisi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6 dan
Lampiran 6.

Uji Dekomposisi Termal
Analisis termal adalah pengukuran sifat fisik bahan sebagai fungsi suhu.
Hasil analisis termal dapat memberikan informasi mengenai kesempurnaan
kristal, interaksi padat-padat dan tingkat kemurnian. Teknik-teknik yang
mencakup dalam metode analisis termal adalah: TGA (Thermogravimetric
analysis) dan DTA (Differential thermal analysis).
Differential thermal analysis (DTA) adalah suatu teknik analisis termal
untuk mengamati perubahan massa terhadap temperatur. DTA digunakan untuk
mempelajari sifat termal dan perubahan fasa akibat perubahan entalpi dari suatu
material. Prinsip analisis DTA adalah pengukuran perbedaan temperatur yang
terjadi antara material sampel dan pembanding sebagai hasil dari reaksi
dekomposisi. Selama pemanasan suhu sampel tetap dipantau perubahannya. Bila
suhu sampel lebih tinggi daripada suhu pembanding maka perubahan yang terjadi
adalah eksotermal. Begitu pula sebaliknya, bila suhu sampel lebih rendah daripada
suhu pembanding maka perubahan yang terjadi disebut endotermal (Sperling
2006).
Hasil uji DTA/TGA menunjukkan bahwa film karaginan terdegradasi
secara eksotermik pada suhu 129.02 C dengan kalor sebesar 94.53 V dan
degradasi secara endotermik pada suhu 259.23 C dengan kalor sebesar 65.89 V.
Penambahan gliserol tidak mengubah proses degradasi secara signifikan. Namun
penambahan gliserol dengan selulosa menyebabkan degradasi secara eksotermik
pada suhu 123.33 C dengan kalor sebesar 67.67 V dan degradasi endotermik
pada suhu 251.10 33 C dengan kalor sebesar 18.05 V. Souza et al. (2012)
menyebutkan bahwa penambahan gliserol dapat menurunkan suhu transisi gelas
karena matriks polimer menjadi lebih tebal dan rantai polimer lebih lentur.
Sedangkan penambahan tepung ubi sebesar 10% menyebabkan degradasi
eksotermik terjadi pada pada suhu 130.62 C dengan kalor sebesar 36.27 V dan
degradasi endotermik pada suhu 209.79 C dengan kalor sebesar 25.96 V, pada
suhu 364.92 C dengan kalor sebesar 39.02 V dan pada suhu 305.51 C dengan
kalor sebesar 75.65 V. Degradasi endotermik yang terjadi pada film karaginan
dengan tepung ubi 10% ini muncul beberapa kali diduga karena bahan penyusun
film tidak homogen, sehingga pada selang waktu dan selang suhu tertentu masingmasing bahan terdegradasi secara terpisah. Termogram lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Thermogravimetric Analysis (TGA) adalah teknik untuk mengukur
perubahan berat dari suatu materi sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Pada
temperatur tertentu senyawa sampel akan mengalami degradasi, sehingga berat

12

sampel berubah. Dari perubahan berat sampel ini dapat diketahui spesi mana yang
terdegradasi maupun tersisa. Selanjutnya hasil analisis diplotkan sebagai suatu
termogram yang menunjukkan kurva persen berat sebagai fungsi waktu (Sperling
2006). Hasil uji menunjukkan bahwa film karaginan kehilangan bobot sebesar
15.821 mg (64.31%), penambahan gliserol menyebabkan film kehilangan bobot
sebesar 17.643 mg (69.18%), penambahan gliserol dan selulosa menyebabkan
film kehiangan bobot sebesar 14.21 mg (60.47%). Sedangkan film karaginan
dengan tambahan tepung ubi 10% menyebabkan film kehilangan bobot sebesar
14.164 mg (58.28%). Dari data tersebut diketahui bahwa suhu yang digunakan
pada saat uji belum maksimal, sehingga film belum terdegradasi secara
menyeluruh. Termogram lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.

Analisis Gugus Fungsi
Selanjutnya dilakukan analisis gugus fungsi pada film karaginan untuk
mengetahui apakah terbentuk gugus fungsi baru dari penyampuran berbagai
komponen penyusun larutan film. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah ada interaksi secara kimia atau hanya interaksi secara fisik. Spektrum yang
dihasilkan pada penelitian ini (Gambar 9) memiliki pola yang sama dengan
spektrum karaginan yang pernah diuji oleh Sen and Erboz (2010) yang
ditunjukkan Gambar 8. Tabel 2 menunjukkan daftar gugus fungsi yang diperoleh
Sen and Erboz (2010).

Gambar 7 Spektrum FTIR karaginan pada penelitian Sen and Erboz (2010)

13

Gambar 8 Spektrum FTIR fim karaginan pada penelitian ini
Tabel 2 Spektrum FTIR karaginan Sen and Erboz (2010)
Panjang
Gelombang (cm-1)
3600-3000
3000-2800
1645-1640
1380-1355
1380-1370
1270-1230
1190
1160-1155
1126
1080-1040
1040
1080-1010
933-928
900-890
850-840
740-725
615-608
578

Gugus fungsi

Jenis vibrasi

OH
C-H
Polimer mengikat air
S=O
Metilen
O=S=O
S=O
C-O-C
Ikatan glikosida
Kombinasi C-O dan C-OH
C-OH, S=O
Ikatan glikosida
C-O-C (3,6 anhidro-D-galaktosa)
Gugus C6 pada gugus -D-galaktosa
C4-O-S pada galaktosa
C-O-C (1,3)
O=S=O
O=S=O

Ulur
Ulur
Ulur
Tekuk
Ulur asimetrik
Ulur asimetrik
Ulur asimetrik
Ulur asimetrik
Ulur
Ulur
Ulur
Tekuk
Tekuk

Adri (2011) menyebutkan bahwa karaginan secara khas dicirikan dengan
adanya serapan pada daerah 1210-1260 cm-1 yang merupakan representasi dari
serapan S=O dan pada 1010-1080 cm-1 yang merupakan daerah serapan ikatan
glikosida. Namun serapan khas dari karaginan kappa ditunjukkan pada daerah
serapan 845-850 cm-1. Spektrum FTIR yang dihasilkan pada penelitian ini
menunjukkan pola serapan yang sama untuk semua variasi komposisi larutan film.
Terdapat serapan pada daerah 1226.73 cm-1 yang merupakan daerah serapan S=O,

serapan lain yang khas ditunjukkan pada daerah 848.88 cm-1 yang merupakan
daerah serapan karaginan kappa. Dari hasil spektrum FTIR yang diperoleh pada
penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai komponen penyusun film edibel tidak
berinteraksi secara kimia namun hanya berinteraksi secara fisik. Spektrum FTIR
dapat dilihat pada Lampiran 7.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Film edibel pada penelitian ini berhasil dibuat dengan campuran empat
komponen, meliputi filtrat karaginan, gliserol, selulosa dan tepung ubi. Tambahan
tepung ubi ke dalam larutan film menyebabkan larutan film menjadi lebih kental.
Hal ini menyebabkan ketebalan film, kuat tarik film, kemampuan bertambah
panjang dan nilai permeabilitas film meningkat. Film terbaik dihasilkan oleh film
edibel dengan tambahan tepung ubi sebesar 5%. Film ini memiliki tebal
0.0399mm, kuat tarik 10.6788 MPa, pertambahan panjang 28.60% dan
permeabilitas uap air sebesar 0.0178 ng m m-2 s-1 Pa-1. Nilai kuat tarik film edibel
yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah, sedangkan nilai permeabilitasnya
lebih tinggi dari plastik sintetis yang biasa digunakan sebagai pengemas.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan alat
homogenizer saat proses pengadukan, agar larutan film yang dihasilkan lebih
homogen. Selain itu diperlukan juga analisis SEM untuk mengetahui tingkat
keseragamana di permukaan film.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Method
of Analysis 18th. Marylan: Association of Official Analytical Chemist.
Adri A. 2011. Pola Spektrum Inframerah Transformasi Fourier Untuk Identifikasi
Karagenan Dengan Metode Analisis Komponen Utama. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor
Alves VD, mali S, Beleia A, Victoria M. 2007. Effect og glycerol and amylose
enrichment on cassava starch film properties. Food Engineering. 78:941946 doi:10.1016/j.jfoodeng.2005.12.007
Asy’ari A. 2013. Film Biodegradabel Karaginan Yang Dipadukan Dengan
Tepung Kedelai. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Bae Ho J, Cha Dong S, Whiteside William S, Park Hyun J. 2008. Film and
pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean,
waterchestnut, and sweet potao starches. Food Chem 106:96–105
doi:10.1016/j.foodchem.2007.05.070
Carriedo MN. 1994. Edible Coating and Film to Improve Food Quality.
Pensylvania (US). A Technomic Publishing Company.
Chaudemanche C and Budtova T. 2008. Mixture of pregelatinised maize starch
and -carrageenan: Compatibility, rheology and gelation. Carbohydrate
Polymer 72:579-589 doi:10.1016/j.carbpol.2007.09.027
Glicksman M. 1970. Food Science and Technology. A Series of monographs.
New York (US). Academic Press.
Jayanti RD.2013. Biofilm Berbahan Dasar Polisakarida Dari Karaginan Dan
Tepung Kacang Hijau. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Knuten S, Myslabodski B, Larsen B, Usov A. 1994. A modified system of
nomenclature for red algal galactans. Botanica Marina 37:163-169
Mandal V, Mohan Y, Hemalatha S. 2007. Microwave assisted extraction – an
innovative and promising extraction tool for medicinal plant research.
Pharmacognosy reviews 1:7-18
Maran JP, Sivakumar V, Sridhar R, Thirugnanasambandham K. 2013.
Development of model for barrier and optical properties of tapioca starch
based
edible
films.
Carbohydrate
polymers
92:1335-1347
doi:10.1016/j.carbpol.2012.09.069
Muller C, Laurindo JB, Yamashita F. 2009. Effect of cellulose fibers addition on
the mechanical properties and water vapour barrier of starch-based films.
Food Hydrocolloids l2:1328-1333 doi:10.1016/j.carbpol.2008.12.030
Ningsih PR. 2011. Pembuatan dan pencirian polipaduan poliasam laktat-lilin
lebah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi N. 2011. Optimisasi Ekstraksi Karagenan Kappa Dari Rumput Laut
Eucheuma cotonii [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Purba S. 2013. Film Edibel Berbahan Dasar Karaginan Dengan Tambahan
Tepung Porang ( Amorphopallus onchophyllus) dan selulosa [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Sen M and Erboz EN. 2010. Determination of critical gelatin condition of carrageenan by viscometric and FT-IR analyses. Food Research
International 43:1361-1364 doi:10.1016/jfoodres.201003.021

16

Souza AC, Benze R, Ferrao ES, Ditchfiels C, Coelho ACV, Tadini CC. 2012.
Cassava starch biodegradable films: Influence of glycerol and clay
nanoparticles content on tensile and barrier properties and glass transition
temperature.
Food
Science
and
Technology
46:110-117
doi:10.1016/j.lwt.2011.10.018
Sperling LH. 2006. Introduction to Physical Polymer Science. USA (US): John
Wiley & Sons Inc
Suryaningrum TH, Dwi, Jamal B, Nurochmawati. 2005. Studi Pembuatan Edible
Film Dari Karagenan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 11: 4-9
Tamaela P and Lewerissa S. 2008. Characteristic of Edible Film from
Carrageenan. Ichthyos 1:27-30.
Yusmarlela J. 2009. Studi Pemanfaatan Plastizier Gliserol Dalam Film Pati Ubi
Dengan Pengisis serbuk Batang Ubi Kayu [Tesis]. Medan (ID): Universitas
Sumatera Utara
Zhang Zhitian, C Wheatley C, Corke Harold. 2002. Biochemical changes during
storage of sweet potato roots differing in dry matter content. Postharvest
Biology and Technology 24:317-325.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Rumput laut

dicuci
Rumput laut bersih

Kadar air & kadar abu

Potongan kecil
Direndam akuades 24 jam
Rumput laut yang
mengembang
Proses ekstraksi
Filtrat karaginan
Ditambah
selulosa,gliserol,tepung ubi
Larutan film

dicetak
Film karaginan

analisis

WVTR

DTA/TGA

Kuat tarik

Elongasi

FTIR

18

Lampiran 2 Data dan Perhitungan kadar air rumput laut dan tepung ubi jalar

Sampel

Ulangan

Rumput
laut

I
II
III

Tepung
ubi

I
II
III

Bobot
Bobot
cawan+sampel cawan+sampel
(sebelum) (g)
(setelah) (g)
27,5834
29,5853
29,2177
30,9836
32,9805
32,6142
28,4989
30,5126
30,1387
Kadar air rata-rata
38,0286
39,9380
39,7555
35,9083
37,8664
37,6790
30,4600
32,4277
32,2394
Kadar air rata-rata

Bobot cawan
kosong (g)

Kadar
air (%)
18,36
18,34
18,57
18,42
9,56
9,57
9,57
9,57

Contoh perhitungan:
Persentase kadar air rumput laut:
Kadar air rumput laut rata-rata:

B-C
B-A

x 100% =

29.5853-29.2177
29.5853-27.5834

 persentase kadar air
banyaknya ulangan

=

x 100% = 18.36%

18.36%+18.34%+18.57%
3

= 18.42%

Lampiran 3 Data dan Perhitungan kadar abu rumput laut dan tepung ubi jalar

Sampel

Ulangan

Rumput
laut

I
II
III

Tepung
ubi

I
II
III

Bobot
Bobot
cawan+sampel cawan+abu
(g)
(g)
35,1897
37,1889
35,3888
35,7218
37,7337
35,9194
30,9684
32,9625
31,1711
Kadar abu rata-rata
31,8142
33,8530
31,8277
34,1610
36,1310
34,1728
32,4068
34,3822
32,4198
Kadar abu rata-rata

Bobot cawan
kosong (g)

Kadar abu
(%)
9,95
9,82
10,16
9,98
0,66
0,60
0,65
0,64

Contoh perhitungan:
Persentase kadar abu rumput laut:
Kadar abu rumput laut rata-rata:

C-A
B-A

x 100% =

35.3888-35.1897
37.1889-35.1897

 persentase kadar air
banyaknya ulangan

=

x 100% = 9.95%

9.95%+9.82%+10.16%
3

= 9.98%

19

Lampiran 4 Data ketebalan film karaginan

Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rerata
Tebal
basah
Penyusutan
(%)

Film (mm)
Konsentrasi Tepung Ubi Jalar
1%
2,50%
5%
10%
0,0400
0,0300
0,0300
0,0400
0,0400
0,0300
0,0300
0,0400
0,0400
0,0300
0,0300
0,0430
0,0400
0,0300
0,0400
0,0500
0,0400
0,0400
0,0400
0,0510
0,0400
0,0400
0,0400
0,0510
0,0380
0,0400
0,0330
0,0510
0,0400
0,0300
0,0330
0,0500
0,0410
0,0300
0,0330
0,0500
0,0400
0,0400
0,0330
0,0510
0,0399
0,0340
0,0342
0,0477

K

K+G

K+G+S

0,0340
0,0330
0,0340
0,0330
0,0340
0,0330
0,0340
0,0340
0,0330
0,0340
0,0336

0,0340
0,0350
0,0350
0,0340
0,0350
0,0340
0,0350
0,0350
0,0350
0,0340
0,0346

0,0350
0,0350
0,0350
0,0350
0,0350
0,0350
0,0350
0,0350
0,0350
0,0350
0,0350

1,2600

1,2600

1,2600

1,2600

1,2600

1,2600

1,2600

97,33

97,25

97,22

96,83

97,30

97,29

96,21

Keterangan: K:karaginan, K+G:karaginan+gliserol, K+G+S:karaginan+gliserol+selulosa

Contoh perhitungan:
Ketebalan film karaginan rata-rata
:

:

 ketebalan film
banyaknya ulangan

0.0340 +0.0330 +0.0340 +0.0330 +0.0340 +0.0330 +0.0340 +0.0340 +0.0330 +0.0340
10

=

0.0336
Persentase penyusutan:

tebal basah-rerata
tebal basah

x 100% =

1.2600-0.336
1.2600

x 100% = 97.33%

Lampiran 5 Data kuat tarik dan elongasi karaginan
Film
K
K+G
K+G+S
Tepung 1%
Tepung 2.5%
Tepung 5%
Tepung 10%

Beban
maksimum (N)
11.1189
8.4901
8.5536
7.5558
8.7116
8.5217
12.1632

Perpanjangan
maksimum (mm)
4.7976
7.7532
6.6992
15.9341
15.6301
20.0259
17.0465

Ketebalan
film (mm)
0.0336
0.0346
0.0350
0.0340
0.0342
0.0399
0.0477

Kuat tarik
(Mpa)
16.5460
12.2690
12.2195
11.1116
12.7362
10.6788
12.7497

Keterangan: K:karaginan, K+G:karaginan+gliserol, K+G+S:karaginan+gliserol+selulosa

Contoh perhitungan:
Kuat tarik film karaginan:

beban maksimum (N)
A

=

4.7976 N
20mm x 0.0336 mm

= 10.2996 Mpa

Elongasi
(%)
6.85
11.07
15.30
22.76
22.33
28.60
24.35

20

Elongasi film karaginan:

perpanjangan maksimum (mm)
panjang film mula -mula (mm)

x 100% =

4.7976mm
7.0000mm

x100% = 6.85%

Lampiran 6 Data dan perhitungan permeabilitas uap air film karaginan
Data permeabilitas uap air film karaginan
Bobot (g)
Waktu
WVTR (g menit -1 cm-2)
(menit)
awal
hilang
0
79.8234
60
79.7176 0.1058
0.000277
120
79.6013 0.2221
0.000582
180
79.4918 0.3316
0.000869
240
79.3900 0.4334
0.001136
300
79.2927 0.5307
0.001391
Data permeabilitas uap air film karaginan+gliserol
Bobot (g)
Waktu
WVTR (g menit -1 cm-2)
(menit)
awal
hilang
0
78.8247
60
78.7272 0.0975
0.000256
120
78.6279 0.1968
0.000516
180
78.5217 0.2976
0.000780
240
78.4302 0.3945
0.001034
300
78.3283 0.4964
0.001301

Permeabilitas uap air
(ng m m-2 s-1 Pa-1)
0.0013
0.0027
0.0040
0.0053
0.0064

Permeabilitas uap air
(ng m m-2 s-1 Pa-1)
0.0122
0.0246
0.0372
0.0493
0.0621

Data permeabilitas uap air film karaginan+gliserol+selulosa
Bobot (g)
Waktu
Permeabilitas uap air
WVTR (g menit -1 cm-2)
(menit)
(ng m m-2 s-1 Pa-1)
awal
hilang
0
73.2432
60
73.1498 0.0934
0.000245
0.0012
120
73.0530 0.1902
0.000499
0.0024
180
72.9553 0.2879
0.000755
0.0036
240
72.8589 0.3843
0.001007
0.0049
300
72.7632 0.4800
0.001258
0.0061
Data permeabilitas uap air film karaginan 1%
Bobot (g)
Waktu
WVTR (g menit -1 cm-2)
(menit)
awal
hilang
0
69.3821
60
69.2940 0.0881
0.000231
120
69.1690 0.1250
0.000328
180
69.0397 0.1293
0.000339
240
68.9695 0.0702
0.000184
300
68.8219 0.1476
0.000387

Permeabilitas uap air
(ng m m-2 s-1 Pa-1)
0.0127
0.0180
0.0186
0.0101
0.0213

21

Data permeabilitas uap air film karaginan 2.5%
Bobot (g)
Waktu
WVTR (g menit -1 cm-2)
(menit)
awal
Hilang
0
72.6859
60
72.6009
0.0850
0.000223
120
72.4865
0.1144
0.000300
180
72.3557
0.1308
0.000343
240
72.2860
0.0697
0.000183
300
72.1458
0.1402
0.000367
Data permeabilitas uap air film karaginan 5%
Bobot (g)
Waktu
WVTR (g menit -1 cm-2)
(menit)
awal
Hilang
0
64.9852
60
64.9053 0.0799
0.000209
120
64.8050 0.1003
0.000263
180
64.6716 0.1334
0.000350
240
64.6012 0.0704
0.000185
300
64.4594 0.1418
0.000372
Data permeabilitas uap air film karaginan 10%
Bobot (g)
Waktu
WVTR (g menit -1 cm-2)
(menit)
awal
Hilang
0
61.6111
60
61.5322 0.0789
0.000207
120
61.4346 0.0976
0.000256
180
61.3240 0.1106
0.000290
240
61.2631 0.0609
0.000160
300
61.1445 0.1186
0.000311
Contoh perhitungan:
WVTR film karaginan 10% :
:

0.0104
0.0141
0.0161
0.0086
0.0172

Permeabilitas uap air
(ng m m-2 s-1 Pa-1)
0.0099
0.0124
0.0165
0.0087
0.0175

Permeabilitas uap air
(ng m m-2 s-1 Pa-1)
0.0136
0.0168
0.0191
0.0105
0.0204

bobot yang hilang (g)
waktu menit x luas lubang (cm2)
0.0789 g
60 menit x 6.3585 cm2

Permeabilitas film karaginan 10%
:

Permeabilitas uap air
(ng m m-2 s-1 Pa-1)

:

= 0.000207 g menit-1 cm-2

WVTR
6275.0662 x (1-0.81)

0.000207
6275.0662 x 0.19

x ketebalan film

x 0.0477 = 0.0136 ng m m-2 s-1 Pa-1

22

Lampiran 7 Termogram film karaginan pada berbagai komposisi
Termogram Film Karaginan

Termogram Film Karaginan+Gliserol

23

Termogram Film Karaginan+Gliserol+Selulosa

Termogram Film Karaginan dengan tambahan tepung ubi jalar 10%

24

Lampiran 8 Spektrum tumpuk FTIR film karaginan pada berbagai komposisi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 4 Agustus 1990 dari pasangan
Bapak H Muh Mahfudz dan Ibu Siti Jariyah. Penulis merupakan putri kedua dari
tiga bersaudara.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negri 2 Ponorogo dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Penulis memilih mayor Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Kimia Fisik (2012/2013) dan Kimia Lingkungan (2013/2014). Penulis juga pernah
melakukan praktik lapangan di BB-Pascapanen dengan judul laporan Pengaruh
Waktu Maserasi Terhadap Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (Allium
sativum L). Selain itu penulis juga pernah bergabung sebagai anggota Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) periode
2010/2011 pada Kementrian PPSDM.