Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis

(1)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

PELAPISAN MELON MENGGUNAKAN FILM EDIBEL DARI PATI UBI KAYU DENGAN PENAMBAHAN SORBITOL

SEBAGAI ZAT PEMLASTIS

SKRIPSI

OLEH :

ALI PRIADI HARAHAP

050305049/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULATAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009


(2)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

PELAPISAN MELON MENGGUNAKA FILM EDIBEL DARI PATI UBI KAYU DENGAN PENAMBAHAN SORBITOL

SEBAGAI ZAT PEMLASTIS

SKRIPSI

OLEH :

ALI PRIADI HARAHAP

050305049/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing :

Ir. Sentosa Ginting, MP.

Ketua Anggota

Mimi Nurminah, STP. M.Si.

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULATAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009


(3)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

ABSTRACT

THE COVERING OF MELON USING EDIBLE FILM FROM CASSAVA STARCH WITH SORBITOL AS PLASTICIZER

The aim of this research was to find out the cassava starch concentration and sorbitol concentration which produced the best characteristics of edible film to be used as melon cover. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e.: the starch of cassava concentration (U) : 4, 5, 6 and 7 % w/v) and sorbitol concentration (S) : (5, 6, 7 and 8 % w/v). Parameter analyzed were percentage of elongation, water vapor permeability, film thickness, texture, vitamin C content, total acid, weight loos and organoleptic values (taste and texture).

The result showed that the cassava starch concentration had highly significant effect on all parameters except organoleptic values. The sorbitol concentration had highly significant effect on all parameters. The interaction of the two factors had highly significant effect on the percentage of elongation. The 4 % w/v cassava starch concentration and 5 % w/v sorbitol concentration produced the best quality of the edible film.

Keywords : melon, edible film, starch of cassava, sorbitol.

NAME

ALI PRIADI HARAHAP

DATE JULY, 2008


(4)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

ABSTRAK

PELAPISAN MELON MENGGUNAKAN FILM EDIBEL DARI PATI UBI KAYU DENGAN PENAMBAHAN SORBITOL

SEBAGAT ZAT PEMLASTIS

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol dalam menghasilkan karakteristik film edibel terbaik sebagai pelapis melon. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu kaonsentrasi pati ubi kayu (U) : (4, 5, 6 dan 7 % w/v) dan konsentrasi sorbitol (S) : (5, 6, 7 dan 8 % w/v). Parameter yang dianalisa adalah persen perpanjangan, permeabilitas uap air, ketebalan film, tekstur, kadar vitamin C, total asam, susut bobot dan nilai organoleptik (rasa dan tekstur).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi pati ubi kayu memberikan pengaruh yang bebeda sangat nyata terhadap semua parameter kecuali nilai organoleptik. Konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap persen perpanjangan. Konsentrasi pati ubi kayu 4 % w/v dan konsentrasi sorbitol 5 % w/v menghasilkan mutu film edibel yang lebih baik untuk pelapisan buah.

Kata kunci : melon, film edibel, pati ubi kayu, sorbitol.

NAMA

ALI PRIADI HARAHAP

TANGGAL JULI, 2008


(5)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

RINGKASAN

ALI PRIADI HARAHAP ”Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel

dari Pti Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis”,

dibimbing oleh Ir. Sentosa Ginting, MP. selaku ketua komisi dan Mimi Nurminah, STP, M.Si. selaku anggota komisi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik pembuatan film edibel dari pati ubi kayu dengan penambahan sorbitol sebagai zat pemlastis dan menentukan karakteristik film edibel terbaik yang dihasilkan untuk pelapisan melon.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL),

dengan dua (2) faktor. Faktor I : konsentrasi pati ubi kayu (U) yaitu U1 = 4 % (w/v), U2 = 5 % (w/v), U3 = 6 % (w/v) dan U4 = 7 % (w/v). Faktor II :

konsentrasi sorbitol (S), S1 = 5 % (w/v), S2 = 6 % (w/v), S3 = 7 % (w/v) dan

S4 = 8 % (w/v). Dengan parameter analisa adalah persen perpanjangan,

permeabilitas uap air dan ketebalan terhadap film edibel. Tekstur, total asam, kadar vitamin C, susut bobot dan organoleptik (rasa dan tekstur) terhadap melon yang telah dilapisi film edibel.

1. Persen Perpanjangan

Konsentrasi pati ubi kayu (U) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap persen perpanjangan. Persen perpanjangan tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 5 % (w/v) (U2) yaitu sebesar

4,20 % dan terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 4 % (w/v) (U1) yaitu sebesar 3,85 %.


(6)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Konsentrasi sorbitol (S) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap persen perpanjangan. Persen perpanjangan tertinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 8 % (w/v) (S4) yaitu sebesar 4,26 % dan terendah terdapat

pada perlakuan konsentrasi sorbitol 5 % (w/v) (S1) yaitu sebesar 3,79 %.

Interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap persen perpanjangan film edibel yang dihasilkan. Persen perpanjangan tertinggi terdapat pada perlakuan interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu 5 % (w/v) dan konsentrasi sorbitol 8 % (w/v) (U2S4) sebesar 4,35 % dan terendah terdapat pada

perlakuan interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu 4 % (w/v) dan konsentrasi sorbitol 5 % (w/v) (U1S1) sebesar 3,29 %.

2. Ketebalan Film (mm)

Konsentrasi pati ubi kayu (U) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap ketebalan film. Ketebalan film tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 7 % (w/v) (U4) yaitu sebesar 0,282 mm dan

terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 4 % (w/v) (U1) yaitu

sebesar 0,266 mm.

Konsentrasi sorbitol (S) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap ketebalan film. Ketebalan film tertinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 8 % (w/v) (S4) yaitu sebesar 0,288 mm dan terendah terdapat

pada perlakuan konsentrasi sorbitol 5 % (w/v) (S1) yaitu sebesar 0,256 mm.

Interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap ketebalan film edibel yang dihasilkan.


(7)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

3. Permeabilitas Uap Air (g/m.s.Pa)

Konsentrasi pati ubi kayu (U) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap permeabilitas uap air. Permeabilitas uap air tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 7 % (w/v) (U4) yaitu sebesar

0,134 (10-10) (g/m.s.Pa) dan terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 4 % (w/v) (U1) yaitu sebesar 0,119 (10-10) (g/m.s.Pa).

Konsentrasi sorbitol (S) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap permeabilitas uap air. Permeabilitas uap air tertinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 8 % (w/v) (S4) yaitu sebesar 0,147 (10-10) (g/m.s.Pa) dan

terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi sorbitol 5 % (w/v) (S1) yaitu sebesar

0,105 (10-10) (g/m.s.Pa).

Interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap permeabilitas uap air film edibel yang dihasilkan.

4. Tekstur (g/mm2)

Konsentrasi pati ubi kayu (U) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur. Tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 4 % (w/v) (U1) yaitu sebesar 0,167 (g/mm2) dan

terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 7 % (w/v) (U4) yaitu

sebesar 0,163 (g/mm2).

Konsentrasi sorbitol (S) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur. Tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 5 % (w/v) (S1) yaitu sebesar 0,167 (g/mm2) dan terendah terdapat pada perlakuan


(8)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap tekstur yang dihasilkan.

5. Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan)

Konsentrasi pati ubi kayu (U) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 4 % (w/v) (U1) yaitu sebesar 40,70

(mg/100 g bahan) dan terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 7 % (w/v) (U4) yaitu sebesar 27,50 (mg/100 g bahan).

Konsentrasi sorbitol (S) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 5 % (w/v) (S1) yaitu sebesar 42,90 (mg/100 g bahan) dan

terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi sorbitol 8 % (w/v) (S4) yaitu sebesar

26,40 (mg/100 g bahan).

Interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C yang dihasilkan.

6. Total Asam (%)

Konsentrasi pati ubi kayu (U) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam. Total asam tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 4 % (w/v) (U1) yaitu sebesar 0,52 (%) dan terendah

terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 7 % (w/v) (U4) yaitu sebesar


(9)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Konsentrasi sorbitol (S) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam. Total asam tertinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 5 % (w/v) (S1) yaitu sebesar 0,54 (%) dan terendah terdapat pada

perlakuan konsentrasi sorbitol 8 % (w/v) (S4) yaitu sebesar 0,37 (%).

Interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total asam yang dihasilkan.

7. Susut Bobot (%)

Konsentrasi pati ubi kayu (U) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap susut bobot. Susut bobot tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 7 % (w/v) (U4) yaitu sebesar 25,61 (%) dan

terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi pati ubi kayu 4 % (w/v) (U1) yaitu

sebesar 20,44 (%).

Konsentrasi sorbitol (S) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap permeabilitas uap air. Permeabilitas uap air tertinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 8 % (w/v) (S4) yaitu sebesar 26,98 (%) dan terendah

terdapat pada perlakuan konsentrasi sorbitol 5 % (w/v) (S1) yaitu sebesar

19,13 (%).

Interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap susut bobot yang dihasilkan.


(10)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

8. Organoleptik (Rasa dan Tekstur)

Konsentrasi pati ubi kayu (U) memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap organoleptik (rasa dan tekstur) yang dihasilkan.

Konsentrasi sorbitol (S) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap organoleptik (rasa dan tekstur). Organoleptik (rasa dan tekstur) tertinggi terdapat pada perlakuan sorbitol 5 % (w/v) (S1) yaitu sebesar 2,98 dan

terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi sorbitol 8 % (w/v) (S4) yaitu sebesar

2,84.

Interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap organoleptik (rasa dan tekstur) yang dihasilkan.


(11)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

RIWAYAT HIDUP

Ali Priadi Harahap, lahir di Pancur Batu pada tanggal 11 Desember

1985. Anak ke-2 dari 4 bersaudara dari ayahanda Solli Harahap dan ibunda Rohana Ginting, beragama Islam.

Pada tahun 1992, penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri No. 101827 di Tuntungan I dan lulus pada tahun 1998. Kemudian memasuki jenjang pendidikan SLTP Negeri I di Pancur Batu dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya panelis memasuki jenjang pendidikan SLTA di SMU Negeri I Pancur Batu dan lulus pada tahun 2004. Penulis memasuki Departemen Teknologi Pertanian dengan Program Studi Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB pada tahun 2005.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (IMTHP) pada tahun 2006-2007. Penulis juga aktif dalam kegiatan Organisasi Agriculture Technology Moslem (ATM) tahun 2006-2007. Penulis juga aktif dalam Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tahun 2007-2008. Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfindo Bangun Bandar, Kabupaten Serdang Bedagai. Penulis juga pernah menjadi asisten di Laboratorium Mikrobiologi pada tahun 2006-2008.


(12)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judu l skripsi ini adalah ”Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel dari Pati

Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis”.

Terima kasih penulis ucapakan kepada Ir. Sentosa Ginting, MP. Selaku ketua komisi pembimbing dan Mimi Nurminah, STP. M. Si. Selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Disamping itu penulis ucapkan terima kasih kepada yang tersayang ayah dan ibu serta seluruh keluarga atas do’a, didikan, motivasi dan perhatiannya. Terima kasih juga kepada kawan-kawan seperjuangan khususnya stambuk 2005 atas bantuannya selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi (Ihdina asyiddah, Hamdani, Sri molida nur dan Hasrina sijabat) serta kawan-kawan dan para junior namanya tidak sempat tertulis.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2008


(13)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT... i

ABSTRAK ... ii

RINGKASAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Melon ... 5

Ubi Kayu ... 6

Pati ... 7

Zat Pemlastis ... 12

Film Edibel ... 14

Bahan yang Ditambahkan ... 20

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan Penelitian ... 23

Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Bahan Kimia ... 23

Alat Penelitian ... 23

Metode Penelitian ... 24

Model Rancangan ... 25

Pelaksanaan Penelitian ... 25

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 27

Penentuan Permeabilitas Uap Air ... 27

Persen Perpanjangan ... 29

Penentuan Ketebalan Film ... 29


(14)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Penentuan Kadar Vitamin C ... 30

Penentuan Susut Bobot ... 30

Penentuan Total Asam ... 31

Organoleptik Rasa ... 31

Organoleptik Tekstur ... 32

Skema Penelitian ... 33

a. Skema Ekstraksi Pati Ubi Kayu... 33

b. Skema Pembuatan Film Edibel... 34

c. Skema Pelapisan Buah Melon Menggunakan Film Edibel ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Parameter yang Diamati ... 36

Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Parameter yang Diamati 37

Persen Perpanjangan Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Persen Perpanjangan ... 39

Pengaruh konsentrasi Sorbitol terhadap Persen Perpanjangan ... 40

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap Persen Perpanjangan ... 42

Ketebalan Film Edibel Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Ketebalan Film Edibel ... 44

Pengaruh konsentrasi Sorbitol terhadap Ketebalan Film Edibel ... 45

Pengaruh Interaksi antara Kosentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap Ketebalan Film Edibel ... 46

Permeabilitas Uap Air Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Permeabilitas Uap Air ... 47

Pengaruh konsentrasi Sorbitol terhadap Permeabilitas Uap Air ... 48

Pengaruh Interaksi antara Kosentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap Permeabilitas Uap Air ... 49

Tekstur Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Tekstur ... 50

Pengaruh konsentrasi Sorbitol terhadap Tekstur ... 51

Pengaruh Interaksi antara Kosentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap Tekstur ... 53

Kadar Vitamin C Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Kadar Vitamin C ... 53

Pengaruh konsentrasi Sorbitol terhadap Kadar Vitamin C ... 54

Pengaruh Interaksi antara Kosentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap Kadar Vitamin C... 56

Total Asam Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Total Asam .... 56


(15)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Pengaruh Interaksi antara Kosentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap Total Asam ... 59 Susut Bobot

Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Susut Bobot ... 59 Pengaruh konsentrasi Sorbitol terhadap Susut Bobot ... 60 Pengaruh Interaksi antara Kosentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap susut Bobot ... 62 Organoleptik (Rasa dan Tekstur)

Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Organoleptik (Rasa dan Tekstur) ... 62 Pengaruh konsentrasi Sorbitol terhadap Organoleptik (Rasa dan Tekstur) ... 62 Pengaruh Interaksi antara Kosentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Organoleptik (Rasa dan Tekstur) ... 64 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 65 Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN


(16)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. Reaksi Pembentukan D-sorbitol ... 14

2. Skema Ekstraksi Pati Ubi Kayu ... 33

3. Skema Pembuatan Film Edibel ... 34

4. Skema Pelapisan Buah Melon Menggunakan Film Edibel... 35

5. Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Persen Perpanjangan ... 40

6. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Persen Perpanjangan ... 41

7. Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap Persen Perpanjangan ... 43

8. Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Ketebalan Film Edibel ... 45

9. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Ketebalan Film Edibel ... 46

10. Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Permeabilitas Uap Air ... 48

11. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Permeabilitas Uap Air .... 49

12. Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Tekstur ... 51

13. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Tekstur... 52

14. Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Kadar Vitamin C . 54 15. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Kadar Vitamin C ... 56

16. Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Total Asam ... 57

17. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Total Asam ... 59

18. Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Susut Bobot ... 60

19. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Susut Bobot ... 62

20. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Organoleptik (Tekstur dan Rasa) ... 64


(17)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Komposisi Kimia Buah Melon per 100 gram Bahan ... 6

2. Komposisi Kimia Ubi Kayu per 100 gram Bahan... 7

3. Standar Mutu Pati Ubi Kayu ... 11

4. Skala Uji Hedonik (Rasa)... 31

5. Skala Uji Hedonik (Tekstur) ... 32

6. Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Parameter yang Diamati ... 36

7. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Parameter yang Diamati 37 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Persen Perpanjangan ... 39

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Persen Perpanjangan ... 40

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Pati Ubi Kayu dan Konsentrasi Sorbitol terhadap Persen Perpanjangan ... 42

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Ketebalan Film Edibel ... 44

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Ketebalan Film Edibel ... 45

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Permeabilitas Uap Air ... 47

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Permeabilitas Uap Air ... 48

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Tekstur ... 50

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Tekstur... 51

17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Kadar Vitamin C ... 53

18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Kadar Vitamin C ... 55

19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Total Asam... 56

20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Total Asam ... 58

21. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Kayu terhadap Susut Bobot ... 59

22. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Susut Bobot... 61

23. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Organoleptik (Tekstur dan Rasa) ... 63


(18)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semua jaringan pada tanaman dan hewan mempunyai ikatan-ikatan organik yang dinamakan enzim. Enzim bekerja di setiap sel tumbuhan dan hewan sebagai penggerak kehidupan. Karena pengaruh enzim tersebut maka jaringan-jaringan daging, buah-buahan dan sayur-sayuran mengalami perombakan. Kandungan lemak, karbohidrat dan ikatan-ikatan lain akan terurai. Hal itu mengakibatkan lambat laun buah-buahan, sayur-sayuan, daging dan bahan makanan yang semula segar akan menjadi rusak atau busuk. Proses itu juga terjadi selama bahan makanan tersebut disimpan.

Dewasa ini diketahui bahwa semua bahan pangan mudah rusak dan ini berarti bahwa setelah jangka waktu penyimpanan tertentu, ada kemungkinan untuk membedakan antara bahan pangan segar dengan bahan pangan yang telah disimpan selama jangka waktu tertentu tersebut. Perubahan yang terjadi merupakan suatu kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh mikroorganisme, enzim, respirasi baik itu respirasi aerobik maupun respirasi anaerobik. Kerusakan ini dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pengemasan. Dimana pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang lebih besar dari pada yang biasanya diketahui.

Akhir-akhir ini plastik merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan untuk mengemas suatu bahan pangan karena sifatnya yang kuat, inert, ringan, tidak korosif dan termoplastik. Namun kemasan plastik membutuhkan biaya yang


(19)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

mahal untuk proses daur ulang dan penanganannya. Di samping itu bahan plastik juga memiliki zat-zat aditif, zat monomer, dan molekul kecil yang mungkin bisa bermigrasi ke dalam bahan yang dikemas. Selain itu kemasan plastik juga sulit dibakar dan dicerna oleh mikroorganisme pembusuk, sehingga dapat mencemari lingkungan dan akhirnya akan menimbulkan polusi bagi lingkungan.

Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya dari kemasan plastik yang dapat merusak lingkungan, maka penggunaan film edibel adalah sesuatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari karbohidrat, lipid, protein maupun kombinasi dari ketiganya. Keuntungan dari film edibel adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan dan dapat langsung untuk dikonsumsi serta aman bagi lingkungan. Untuk menghasilkan kualitas film edibel yang baik tidak terlepas dari penggunaan zat pemlastis yang ditambahkan. Zat pemlastis adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan ke dalam film edibel dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer. Zat pemlastis larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas, suhu kristalisasi atau suhu pelelehan dari polimer. Zat pemlastis juga akan bekerja sebagai internal lubricants dengan mereduksi gaya friksi (frictional forces) diantara rantai polimer, yang akan menyebabkan perubahan karakteristik mekanik dari polimer. Di mana salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai zat pemlastis adalah sorbitol. Penggunaan sorbitol sebagai zat pemlastis karena kemampuannya yang efektif untuk mengurangi kerapuhan,


(20)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

meningkatan fleksibilitas, ketahanan film, meningkatkan permeabilitas gas, uap air dan zat terlarut serta meningkatkan elastisitas film.

Tetapi penggunaan film edibel untuk produk pangan dan penguasaan teknologinya masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dikembangkan penelitian yang intensif karena film edibel sangat potensial digunakan sebagai pembungkus dan pelapis produk-produk pangan, industri, farmasi maupun hasil pertanian segar.

Indonesia menurupakan negara yang memiliki banyak hasil pertanian, salah satunya adalah produksi ubi kayu. Menurut Kepala Dinas Pertanian Sumut Ardhi Kusno, produksi ubi kayu di Sumut akan menaik 7,4% pada tahun ini. “Jumlahnya 715.612 ton dengan target luas panen mencapai 40.176 hektar” katanya. Padahal, produksi tahun 2008 berdasarkan Angka Ramalan (Aram) III hanya mencapai 666.120 ton. Target penanaman di Simalungun pada tahun depan mencapai 15.174 hektar dengan produksi 269.227 ton. Taput ditargetkan menanam 1.993 hektar dan produksi 34.995 ton. Deliserdang target tanam 4.289 hektar dan produksi 75.560 ton. Sedangkan Sergai target tanam 8.385 hektar dan produksi 147.517 ton. Produksi ini akan menumbuhkan harapan menembus pasar luar negeri melalui produksi tapioka (Medan bisnis, 2009).

Pemanfaatan pati dari ubi kayu dewasa ini masih terbatas sebagai tapioka yang digunakan sebagai bahan untuk membuat kue kering maupun kue basah. Pati merupakan bagian dari karbohidrat yakni jenis polisakarida yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. Polisakarida penguat tekstur ini sulit dicerna oleh tubuh, tetapi merupakan serat-serat (dietary fiber) yang dapat menstimulasi enzim-enzim pencernaan. Pati ubi yang baik diperoleh dari ubi kayu, karena pati yang dihasilkan tidak berwarna coklat kehitaman. Untuk meminimalisir


(21)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

keterbatasan dari pemanfaatan pati tersebut perlu dibuat edibel film. Pemanfaatan secara langsung dari edibel film tersebut adalah sebagai bahan pelapis bagi buah-buahan, di mana buah yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah melon. Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan pati ubi, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel

dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis”.

Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui pengaruh pelapisan melon menggunakan film edibel dari pati ubi kayu dengan penambahan sorbitol sebagai zat pemlastis.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga ada pengaruh konsentrasi pati ubi kayu, ada pengaruh konsentrasi sorbitol dan ada pengaruh interaksi antara konsentrasi pati ubi kayu dan konsentrasi sorbitol terhadap mutu edibel film untuk pelapisan buah.


(22)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

TINJAUAN PUSTAKA

Melon

Melon merupakan tanaman yang berbiji dengan kandungan air yang cukup tinggi sehingga dimasukkan ke dalam tumbuhan berbiji (Spermatophyta), di mana biji melon tertutup oleh bakal buah sehingga dimasukkan ke dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae). Tanaman melon terdiri dari dua daun lembaga sehingga dimasukkan dalam kelas tumbuhan berbiji belah (dikotil) dan tergolong dalam genera Cucumis. Secara lengkap dilihat dari segi taksonomi tumbuhan, tanaman melon diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantarum Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dikotil

Sub-kelas : Sympetalae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis

Spesies : Cucumis melo L. (Prajnanta, 2003).

Penyimpanan di dalam gudang atau ruangan khusus merupakan penyimpanan dalam kondisi kamar. Kondisi kamar yang dimaksud adalah konsentrasi oksigen di dalam ruangan tinggi (lebih dari 8%) kelembaban nisbi ruangan rendah (kurang dari 80%) dan suhu tinggi. Dengan penyimpanan sederhana perubahan pasca panen buah melon, seperti pembusukan, terjadi akibat proses respirasi (pernafasan), transpirasi (penguapan), dan pembentukan etilen yang berlangsung terus. Penyimpanan secara suhu kamar ini mampu mempertahankan kesegaran buah sampai 10 hari setelah petik (masak 85 %).


(23)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Namun, sebaiknya buah disimpan dalam ruangan jangan lebih dari seminggu karena tingkat kerenyahan, aroma dan rasa buah sudah tidak sesegar buah yang belum lama dipetik (Prajnanta, 2003).

Buah melon mengandung berbagai macam komposisi kimia yang dibutuhkan oleh tubuh. Adapun komposisi kimia buah melon per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Melon per 100 gram Bahan

Komposisi Jumlah

Energi (kal) 21,0

Protein (g) 0,60

Lemak (g) 0,10

Karbohidrat (gr 5,10

Kalsium (mg) 15,00

Fosfor (mg) 25,00

Serat (g) 0,30

Besi (mg) 0,50

Vitamin A (SI) 640,00

Vitamin B1 (cg) 0,03

Vitamin B2 (mg) 0,02

Vitamin C (mg) 34,00

Niacin (g) 0,80

Sumber : Wirakusumah, (2000).

Ubi Kayu

Ubi kayu merupakan bahan makanan pokok penting karena kontribusinya yang tinggi sebagai sumber kalori harian bagi jutaan orang. Ubi kayu memiliki umur pasca panen pendek dan kualitasnya mulai rusak segera setelah dipanen. Perubahan internal warna jaringan pengangkut sudah dapat terjadi dalam waktu 2-3 hari dan kadang-kadang diikuti dengan pembusukan. Penanganan hati-hati diperlukan untuk memperpanjang penyimpanan. Jika ubi yang tergores akan mudah rusak, jaringan bagian dalamnya segera menampilkan warna keabu-abuan


(24)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

dan berakibat cepat busuk. Melapisi ubi dengan lilin atau membungkusnya dengan plastik membantu menurunkan kehilangan akibat pengeringan dan menghambat pembusukan (Rubatzky and Yamaguchi, 1998).

Singkong mengandung glikosida yang jumlahnya bervariasi. Bila kadar glikosida lebih dari 100 mg/1 kg singkong, jenis ini disebut singkong pahit, sedangkan bila kurang dari 30 mg/1 kg singkong disebut singkong manis. Glikosida ini menyebabkan rasa pahit dan bila dimakan di dalam perut diubah menjadi asam hidrosianin. Untuk menyimpan singkong sebaiknya singkong dikupas, dipotong-potong lalu dicuci, selanjutnya direndam dalam air sampai benar-benar terendam dan sering diganti airnya. Dengan cara ini singkong akan bebas dari asam hidrosianin (Tarwotjo, 1998).

Adapun komposisi kimia dari ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Kayu per 100 gram Bahan

Komposisi Jumlah

Energi (kal) 146

Protein (g) 1,2

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 34,7

Kalsium (mg) 33

Fosfor (mg) 40

Besi (mg) 0,7

Vitamin A (SI) 0

Vitamin B1 (cg) 0,06

Vitamin B2 (mg) 0,02

Vitamin C (mg) 30

Air (g) 62,5

b.d.d (%) 75

Sumber : Direktorat Gizi Depertemen Kesehatan RI (1996).

Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan g-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya,


(25)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan g-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan g-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1997).

Amilosa terdiri atas molekul-molekul g-D-glukosa yang berikatan glikosida-1,4 membentuk rantai lurus tanpa percabangan. Jumlah satuan monosakarida yang membangunnya berkisar antara 20 sampai 1000 sehingga berat molekulnya terletak antara 4000 sampai 200.000. Amilopektin serupa dengan amilosa tapi rantainya bercabang-cabang melalui ikatan g-1,6. Umumnya percabangan terjadi pada setiap 24 sampai 30 unit glukosa. Glikogen serupa dengan amilopektin tapi baik jumlah satuan glukosa maupun jumlah percabangannya lebih banyak. Berat molekul amilopektin dan glikogen adalah lebih besar dari amilosa yakni berkisar antara 200.000 sampai beberapa juta (Sulaiman, 1996).

Beberapa sifat pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin tetapi di dalam air panas dapat membentuk sol atau jel yang bersifat kental. Sifat kekentalannya ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur makanan dan sifat gelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Pati di dalam tanaman dapat merupakan energi cadangan, di dalam biji-bijian pati terdapat dalam bentuk granula. Penguraian tidak sempurna dari pati dapat menghasilkan dekstrin yaitu suatu bentuk oligosakarida (Winarno, dkk., 1980).

Dilihat dari susunannya, pati tersebut merupakan campuran amilosa (polisakarida yang berantai lurus) dan amilopektin yang berantai cabang. Dalam


(26)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

pangan mentah, pati tersebut terdapat dalam butiran yang kalau dipanaskan dalam air, mengembang, pecah dan melepaskan pati. Selanjutnya pati tersebut membentuk suatu bahan yang rekat dan mudah dicernakan. Pada hidrolisis, pertama-tama pati menghasilkan dekstrin, lalu maltosa dan akhirnya glukosa (Suhardjo, et al., 1982).

Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia di seluruh dunia. Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai bahan makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat pada jumlah lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa. Dalam butiran pati rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amylase pankreas. Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil acak. Hal inilah yang menyebabkan pengembangan dan pemadatan (gelatinisasi). Cabang-cabang dalam struktur amilopektinlah yang terutama menyebabkan dapat membentuk gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan pembentukan gel juga akan melunakkan dan memecah sel sehingga memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisis menjadi glukosa (Almatsier, 2004).

Pati dapat digolongkan berdasarkan sifat-sifat pasta yang dimasak. Pati serealia (jagung, gandum, beras dan sorgum) membentuk pasta kental yang mengandung bagian-bagian pendek dan pada pendinginan membentuk gel yang buram. Pati akar dan umbi (kentang, ketela dan tapioka) membentuk pasta sangat kental dan mengandung bagian-bagian panjang. Pasta ini biasanya jernih dan pada


(27)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

pendinginan hanya membentuk gel lunak. Pati lirmalam (jagung lirmalam, sorgum dan beras) membentuk pasta berserabut berat. Pasta ini jernih dan kecenderungan membentuk gel rendah. Pati beramilosa tinggi (jagung) memerlukan suhu tinggi untuk penggelatinan dan menghasilkan pasta dengan bagian-bagian pendek yang membentuk gel buram yang sangat kokoh pada pendinginan (deMan, 1997).

Pati adalah cadangan makanan utama pada tanaman. Senyawa ini sebenarnya campuran dua polisakarida, yaitu amilosa yang terdiri dari 70 hingga 300 unit glukosa yang berikatan membentuk rantai lurus dan amilopektin yang terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan membentuk struktur rantai bercabang. Kira-kira 20% dari pati adalah amilosa. Pati berwarna putih, berbentuk serbuk bukan kristal yang tidak larut dalam air dingin. Tidak seperti monosakarida dan disakarida, pati dan polisakarida lain tidak mempunyai rasa manis. Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim (Gaman and Sherrington, 1992).

Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai menggelembung. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60oC sampai 85oC. Granula-granula dapat menggelembung hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-kira 85oC granula pati pecah dan isinya terdispersi merata keseluruh air di sekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati atau air menjadi makin kental, membentuk sol. Pada pendinginan, jika pendinginan pati dan air cukup besar, molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air terkurung di dalamnya


(28)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan gelatinisasi (Gaman and Sherrington, 1992).

Meskipun suatu gel adalah sistem dispersi koloid zat cair dalam zat padat namun tidak berarti volume zat cair sebagai fase dispersinya harus lebih sedikit dari pada zat padat sebagai medium pendispersi. Pada kenyataannya mulai dijumpai bahwa persentase zat padat pada hampir semua gel adalah jauh lebih kecil dari pada persentase zat cairnya. Semua gel mempunyai konsistensi padat atau hampir padat dengan harga plastisitas yang tinggi. Dan gel pati merupakan golongan gel elastis reversibel yang dapat kembali membentuk sol (Sulaiman, 1996).

Adapun standar mutu pati ubi kayu yang dikeluarkan oleh lembaga Standar Nasional Indonesia, dimana ada beberapa kriteria pengujian seperti ditunjukkan pada Table 3.

Tabel 3. Standar Mutu Pati Ubi Kayu

No Test Kriteria Satuan Persyaratan

M E.Coli Koloni/g Maks.10

N Kapang Koloni/g Maks.10 000

J Raksa mg/kg Maks.0.05

K Arsen mg/kg Maks.0.5

L Angka Lempeng Total Koloni/g Maks.1000 000

G Timbal mg/kg Maks.1

H Tembaga mg/kg Maks.10

I Seng mg/kg Maks.40

D Derajat Putih % Min.94.5

E Kekentalan Engler 3-4

F Derajat Asam ml 1N NaOH/100g Maks.3

A Kadar Air % (b/b) maks.15

B Kadar Abu % (b/b) Maks.0.6

C Serat Dan Benda Asing % (b/b) Maks.0.6


(29)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Pati punya peranan yang sangat besar dalam menentukan sifat-sifat produk pangan. Pati mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga berpengaruh pada aplikasi proses, mutu, dan penerimaan produk. Salah satu fungsi pati yang dieksploitasi tim IPB adalah kemampuannya dijadikan bahan pelapis yang dapat dimakan (edible film) (Pikiran rakyat, 2009).

Zat Pemlastis (Plasticizer)

Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibiltas polimer. Plasticizer larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas (Tg), suhu kristalisasi atau suhu pelelehan dari polimer. Pada daerah diatas Tg, bahan polimer menunjukkan sifat fisik dalam keadaan lunak (soft) seperti karet (rubbery), sebaliknya dibawah Tg polimer dalam keadaan sangat stabil seperti gelas (glassy). Plasticizer juga akan bekerja sebagai internal lubricants dengan mereduksi gaya (Frictional forces) di antara rantai polimer, yang akan menyebabkan perubahan karakteristik mekanik dari polimer (Paramawati, 2001).

Plasticizer didefinisikan sebagai bahan non volatil, bertitik didih tinggi jika ditambahkan pada material lain dapat merubah sifat material tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan intermolekuler meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film. Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler, plasticizer


(30)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

ditambahkan pada pembuatan edibel film untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah (Teknopangan & Agroindustri, 2008).

Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah antimikroba, antioksidan, flavor dan pewarna. Komponen yang cukup besar dalam pembuatan edible film adalah plasticizer, yang berfungsi untuk : meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film, menghindari film dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air dan zat terlarut, dan meningkatkan elastisitas film. Beberapa jenis plasticizer yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film adalah gliserol, lilin lebah, polivinil alkohol dan sorbitol (Julianti dan Nurminah, 2007).

Karbohidrat adalah zat yang berupa atau disusun oleh senyawa polihidroksi aldehid dan polihidroksi keton. Oleh karena itu dapatlah diberikan rumus umum dari monosakarida sebagai CnH2nOn atau (CH2O)n, jika dimulai dari

n=3 maka terbentuklah deret, deret dengan gugus fungsi aldehid disebut golongan aldosa dan deret dengan gugus fungsi keton disebut golongan ketosa. Dari semua aldosa yang ada, yang perlu untuk diketahui adalah gliseraldehid, eritrosa, treosa, ribosa, arabinosa, xilosa, liksosa, glukosa, manosa, galaktosa, ribulosa, xilulosa dan fruktosa (Sulaiman, 1996).

Aldosa juga dapat di reduksi, misalnya dengan memakai H2 atau NaBH4


(31)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

alkohol polihidroksi yang disebut dengan alkohol gula (sugar alcohol), misalnya D-sorbitol atau D-glusitol dari glukosa, manitol dari manosa dan sebagainya. Berikut reaksi pembentukan D-sorbitol yaitu :

HC=O H2COH

HCOH HCOH

H2, NaBH4

HOCH HOCH Atau enzim

HCOH HCOH

HCOH HCOH

H2COH H2COH

D-glukosa D-sorbitol (D-glusitol) Gambar 1. Rekasi Pembentukan D-Sorbitol

Semua alkohol gula rasanya manis dan karena hampir tak mempunyai nilai kalori, senyawa ini banyak digunakan sebagai pemanis pada makanan dan minuman berkalori rendah (Sulaiman, 1996).

Film Edibel

Pelapisan atau ”coating” tidak hanya melapisi metal dari korosi, tetapi juga mencegah kontak antara makanan dengan logam yang dapat menghasilkan warna atau cita rasa yang tidak diingini. Sebagai contoh misalnya warna hitam yang dihasilkan dari reaksi antara besi atau timah dengan sulfida pada makanan yang berasam rendah, atau pemucatan pigmen merah dari sayuran atau buah-buahan misalnya bit atau anggur karena reaksi dengan baja, timah atau aluminium. Bahan yang biasa digunakan sebagai pelapis adalah oleoresin, zat penolik, polibutadiena, epon, vinil dan malam (honey wax). Yang paling banyak digunakan adalah oleoresin, dan hampir semua pelapis dibuat dari pelapis buatan (sintetik) (Winarno, dkk., 1980).


(32)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Edibel film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan lemak atau campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edibel film. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat edibel film adalah protein (gelatin, kasein, protein kedelai, protein jagung dan gluten gandum) dan karbohidrat (pati, alginat, pektin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya), sedangkan lipid yang digunakan adalah lilin/wax, gliserol dan asam lemak (Syamsir, 2008).

Kelebihan edibel film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH (Syamsir, 2008).

Kelebihan edibel film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan air atau sebagai bahan pelapis untuk mengoles produk konfeksioneri. Edibel film dari komposit (gabungan hidrokoloid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan dari film hidrokoloid dan lipid, serta mengurangi kelemahannya. Pembentukan edibel film merupakan proses pertumbuhan fragmen kecil atau penggabungan polimer-polimer. Prinsip pembentukan edibel film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil (Syamsir, 2008).

Beberapa macam makanan kadang-kadang dibungkus atau dilapisi dengan suatu lapisan tipis yang dapat dimakan yang disebut “edibel film”, misalnya pada permen, sosis dan sebagainya. Lapisan tipis ini dapat melindungi makanan


(33)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

terhadap penguapan atau reaksi dengan makanan lainnya. Beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai edibel film misalnya gelatin, gum arabik dan bahan-bahan lainnya yang dapat dilapiskan pada makanan-makanan tertentu dengan cara “spray drying”, contoh lain melapisi kacang dengan suatu bahan yang merupakan turunan monogliserida yaitu untuk mencegah ketengikan karena oksidasi lemaknya (Winarno, dkk., 1980).

Sifat dari pelapis edibel yang penting diketahui sebelum digunakan untuk mengemas produk dan penentuan umur simpan, antara lain permeabilitas terhadap uap air, permeabilitas terhadap gas (oksigen dan karbondioksida) dan permeabilitas terhadap lipid (Paramawati, 2001).

Secara físika kemampuan membentuk film dapat diterangkan melalui fenomena fase transisi gelas. Pada keadaan antara cair dengan padat, massa berada pada fase glass atau rubber. Apabila massa berada persis pada fase transisi antara glass dengan rubber, maka masa tersebut dapat dicetak atau dibentuk menjadi suatu bentuk tertentu dengan elastisitas maupun tekstur yang sesuai. Fase transisi tersebut dapat dicapai melalui rekayasa faktor-faktor yang mempengaruhi. Protein diketahui dapat membentuk struktur amorf tiga dimensi, yang terutama akan stabil oleh adanya ikatan non kovalen dan menyebabkan perilaku transisi gelas (Paramawati, 2001).

Permeabilitas uap air adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Komponen kimia alamiah berperan penting dalam menentukan sifat sekat lintas film yang terbentuk. Sebagai


(34)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

contoh polimer dengan polaritas tinggi, seperti polisakarida dan protein, pada umumnya akan menghasilkan film dengan nilai permeabilitas terhadap uap air yang tinggi, sebaliknya nilai permeabilitas terhadap oksigen yang rendah. Hal ini disebabkan polimer polaritas tinggi mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Polimer dengan gugus hidrofilik yang akan menghasilkan film yang rentan terhadap uap air, sebaliknya polimer dengan gugus hidrofobia tinggi akan menghasilkan film dengan sifat sekat lintas (barrier) yang baik terhadap uap air. Kebalikan dari teori tersebut, polimer dengan komponen hidrofilik tinggi cenderung akan menjadi sekat lintas yang baik bagi gas oksigen (Paramawati, 2001).

Film-film tertentu, bila diuji pada suhu-suhu rendah rupanya mempunyai sifat permeabilitas yang baik untuk hasil-hasil pertanian. Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa pada musim lain dengan buah yang berbeda film ini mungkin tidak dapat mempertahankan atmosfer yang menguntungkan. Penggunaan kemasan film yang ditutup rapat, pada suhu rendahpun tidak dianjurkan, mengingat adanya variasi kegiatan metabolik hasil pertanian yang berbeda-beda (Pantastico, 1989).

Daya difusi atau daya tembus ditentukan secara eksperimental. Prosedur untuk menentukan nilai-nilai ini secara eksperimental diberi batasannya secara jelas menurut standar ASTM. Dari hasil percobaan yang diperoleh, dapat dihitung pertukaran uap dan gas untuk keadaan serupa. Suatu bahan dengan daya larut tinggi tidak harus menunjukkan permeabilitas tinggi, sebab daya difusinya mungkin rendah (Pantastico, 1989).


(35)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Berbagai film yang mempunyai sifat larut air sangat cocok untuk jenis makanan yang praktis atau dikenal dengan convenience foods. Sebagai contoh adalah polivinil alkohol dan beberapa derivat selulosa, polisakarida lain (amilosa), serta kalogen. Amilosa film yang dibuat dari pati jagung yang banyak dimakan banyak digunakan sebagai pembungkus permen. Kemasan yang dapat dimakan ini dikenal dengan nama ediplex (Syarief dan Irawati, 1988).

Edibel film adalah lapisan tipis dan kontinu yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film). Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil. Penelitian edibel film secara spesifik dilakukan untuk mencari pengganti plastik pembungkus bumbu kering, sebagaimana terdapat dalam berbagai jenis mi instan. Bayangkan berapa banyak bungkus bumbu plastik yang yang selama ini terbuang menjadi sampah. Dengan plastik biodegradable, bungkus bumbu tidak

akan menjadi sampah, tetapi langsung ikut dimasak dan dimakan (Pikiran rakyat, 2009).

Aplikasi dari edible film atau edible coating dapat dikelompokkan atas :

1. Sebagai Kemasan Primer dari produk pangan

Contoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah pada permen, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis, daging dan produk hasil laut.

2. Sebagai Barrier

Penggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh berikut : Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang membentuk film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan barrier yang


(36)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

baik untuk absorbsi minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah. Di Jepang bahan ini digunakan untuk menggoreng tempura. Edible coating yang terbuat dari zein (protein jagung), dengan nama dagang Z’coat TM (Cozean) dari Zumbro Inc., Hayfielf, MN terdiri dari zein, minyak sayuran, BHA, BHT dan etil alkohol, digunakan untuk produk-produk konfeksionari seperti permen dan coklat. Fry Shelid yang dipatenkan oleh Kerry Ingradientt, Beloit, WI dan Hercules, Wilmington, DE, terdiri dari pektin, remah-remahan roti dan kalsium, digunakan untuk mengurangi lemak pada saat penggorengan, seperti pada penggorengan french fries. Zein Film dapat bersifat sebagai barrier untuk uap air dan gas pada kacang-kacangan atau buah-buahan. Diaplikasikan pada kismis untuk sereal sarapan siap santap (ready to eat- breakfast cereal)

3. Sebagai Pengikat (Binding)

Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu, yaitu sebagai pengikat atau adhesif dari bumbu yang diberikan agar dapat lebih melekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi lemak pada bahan yang digoreng dengan penambahan bumbu-bumbu.

4. Pelapis (Glaze)

Edible film dapat bersifat sebagai pelapis untuk meningkatkan penampilan dari produk-produk bakery, yaitu untuk menggantikan pelapisan dengan telur. Keuntungan dari pelapisan dengan edible film, adalah dapat menghindari

masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur (Julianti dan Nurminah, 2007).


(37)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Edible film yang terbuat dari hidrokoloid memiliki beberapa kelebihan, yaitu baik untuk melindungi produk terhadap oksigen maupun CO2 dan lipid, serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan, selain itu meningkatkan kesatuan struktural produk, sedangkan kekurangannya yaitu bungkus dari karbohidrat kurang bagus untuk mengatur migrasi uap air dan bungkus dari protein biasanya dipengaruhi oleh perubahan pH (Julianti dan Nurminah, 2007).

Bahan Yang Ditambahkan

Antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah oksidasi lemak, misalnya digunakan pada bahan pangan yang akan digoreng, makanan dari biji-bijian, dan makanan-makanan lain yang banyak mengandung lemak dan mudah tengik. Contoh-contoh antioksidan misalnya “butylated hidroxyanisol” (BHA), “butylated hidroxy-toluena” (BHT), propil galat dan nondihydroguaiaretic (NDGA). Sulfur dioksida selain berfungsi sebagai bahan pengawet juga digunakan sebagai antioksidan (Winarno, dkk., 1980).

Asam askorbat adalah antioksidan yang sekarang telah dapat dihasilkan secara sintetik. Asam askorbat atau Vitamin C ini biasa ditambahkan ke dalam daging sebagai antioksidan, tetapi tidak akan menambah nilai vitaminnya karena asam askorbat akan rusak oleh pemanasan (Winarno, dkk., 1980).

Vitamin C memegang peranan penting dalam metabolisme lemak, protein, asam amino, besi dan tembaga, serta dalam fungsi sel darah merah. Dalam bentuk kimia aslinya, jika kering vitamin C adalah betul-betul stabil, akan tetapi, jika dalam bentuk larutan seperti halnya dengan vitamin C dalam pangan, bahan tersebut adalah yang paling tidak stabil. Vitamin C mudah rusak jika dibiarkan terkena udara, panas, tembaga atau alkali (Suhardjo, et al., 1982).


(38)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Asam askorbat berwarna putih, membentuk kristal dan sangat larut dalam air. Dari semua vitamin asam askorbat adalah yang paling mudah rusak. Asam askorbat sangat larut dalam air dan oleh karena itu terlarutkan ke dalam air masakan. Asam askorbat juga mudah teroksidasi. Oksidasinya sangat cepat bila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan terkena sinar serta logam-logam berkadar

sangat rendah seperti seng, besi dan terutama tembaga (Gaman and Sherrington, 1992).

Turunan selulosa yang dikenal sebagai carboxymethyl cellulose (CMC) sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Misalnya pada pembuatan es krim. Pemakaian CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC juga sering dipakai dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. CMC yang banyak dipakai pada industri makanan adalah garam Na carboxymethyl cellulose disingkat CMC yang dalam bentuk murninya disebut gum selulosa. Karena CMC mempunyai gugus karboksil, maka viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, pH optimumnya adalah 5, dan apabila pH terlalu rendah (<3), CMC akan mengendap (Winarno, 1995).

Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan eter polimer selulosa linier dan berupa senyawa anion yang bersifat biodegradeble, tidak berbau, tidak berwarna, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air, memiliki rentang pH sebesar 6,5-8,0 dan stabil pada rentang pH 2-10. Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat dengan katalis berupa senyawa alkali. Karboksimetil


(39)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

selulosa juga merupakan senyawa serba guna yang memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi dan adsorpsi dipermukaan (Deviwings, 2008).

Etanol adalah turunan dari etena dan tersusun dari induk hidrokarbon yang mengandung dua atom karbon (C2H5-) dan satu gugus hidroksil (-OH).

Rumus dari etanol adalah C2H5OH. Etanol juga disebut etil alkohol dan alkohol

yang terdapat dalam bir, anggur dan spiritus. Senyawa ini dihasilkan dengan proses fermentasi di mana enzim yang dihasilkan oleh khamir merubah gula menjadi etanol dan karbondioksida. Metanol dan etanol adalah alkohol monohidrat, yaitu tiap molekul mengandung sebuah gugus hidroksil (Gaman and Sherrington, 1992).

Dikalangan masyarakat luas etanol dikenal dengan nama alkohol. Etanol merupakan alkohol suku rendah (C1-C4) berupa zat cair encer. Sifat etanol hampir

sama dengan metanol, yakni merupakan zat cair bening mudah menguap, mudah terbakar dan mudah larut dalam air, berbau seperti alkohol tetapi tidak beracun. Alkohol bersifat polar karena memiliki gugus –OH (R adalah gugus nonpolar), titik didih tinggi, hal ini disebabkan gugus –OH yang sangat polar sehingga antarmolekul alkohol terdapat ikatan hidrogen, dan mudah bercampur dengan air (Ratih, dkk., 1994).

Tingkat polaritas aseton lebih tinggi dari etanol. Perbedaan tingkat polaritas ini menyebabkan film zein dengan pelarut aseton lebih cepat terbentuk daripada dengan pelarut etanol. Namun hasil film dengan pelarut aseton menunjukkan kemampuannya sebagai sekat lintas terhadap uap air lebih jelek dibandingkan film zein dengan pelarut etanol (Paramawati, 2001).


(40)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

BAHAN DAN METODA

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah melon dan ubi kayu yang diperoleh dari Desa Sei Glugur Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Bahan-bahan lain adalah sorbitol, CMC (Carboxymethyl Cellulose), asam askorbat, ethanol 98 %, dan aquadest.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April 2009 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Kimia

- NaOH 0,1 N - Alkohol 96 %

- Indikator phenolpthalein 1 % - Iodine 0,01 % - Wax (parafin) - Pati 1 % - Natrium metabisulfit 0,3 % - CaCl2

- Larutan KNO3 jenuh

Alat Penelitian

- Beaker glass - Corong - Cawan gelas

- Erlenmeyer - Pipet tetes - Desikator

- Gelas ukur - Stirrer - Plat kaca

- Kertas saring - Pipet skala - Blender - Mortal dan alu - Labu takar - Oven


(41)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

- Pisau stainless steel - Kain saring - Loyang

- Jangka sorong - Baskom - Steorofom

- Telenan - Refrigerator - Penjepit

- Timbangan - Kompor - Sendok

- Panci stainless stee - Sarung tangan - Plastic wrap - Teksturometer - Ayakan 100 mesh - Piring - Plastik kajangan - Cawan aluminium

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu :

Faktor I : Konsentrasi pati ubi kayu (U) (bk) U1 = 4 % w/v

U2 = 5 % w/v

U3 = 6 % w/v

U4 = 7 % w/v

Faktor II : Konsentrasi sorbitol (S) (bk) S1 = 5 % w/v

S2 = 6 % w/v

S3 = 7 % w/v

S4 = 8 % w/v

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut :


(42)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Tc (n-1) > 15 16 (n-1) > 15 16n – 16 > 15 16n > 31

n > 1,93…………. dibulatkan menjadi n = 2

Modal Rancangan (Bangun, 2001)

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :

ijk = µ + gi + j + (g )ij + iijk

ijk : Hasil pengamatan dari faktor U pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

dengan ulangan ke-k µ : Efek nilai tengah

gi : Efek dari faktor U pada taraf ke-i j : Efek dari faktor S pada taraf ke-j

(g )ij : Efek interaksi faktor U pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

iijk : Efek galat dari faktor U pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan penelitian

a. Ekstraksi Pati Ubi Kayu

Umbi ubi kayu segar dikupas, dicuci sampai bersih kemudian direndam dalam larutan natrium metabisulfit 0,3% selama 1 jam. Diparut hingga menjadi


(43)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

bubur kasar. Kemudian ditambah air (untuk mengekstrak patinya) dengan perbandingan 1 : 1 lalu diaduk-aduk. Selanjutnya disaring dengan kain saring dan hasilnya disebut filtrat I. Ampas yang diperoleh ditambah air dengan perbandingan yang sama dengan perbandingan sebelumnya dan disaring kembali di mana hasilnya disebut filtrat II. Penyaringan dilakukan berulang-ulang sampai hasil saringannya tampak jernih. Hasil saringan (filtrat I dan filtrat II) kemudian diendapkan kurang lebih 3 jam. Air yang sudah bening dibuang dan endapan patinya diambil dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama 48 jam. Endapan yang telah kering diblender dan diayak dengan ayakan 100 mesh. Pati yang telah dihasilkan disimpan dalam wadah tertutup.

b. Pembuatan Film Edibel

Ekstraksi pati sesuai perlakuan dilarutkan dalam 35 ml etanol 98% dan 100 ml aquadest. Setelah itu ditambah 2,5 gram CMC dan zat pemlastis sesuai perlakuan, yaitu sorbitol. Diaduk sampai semuanya tercampur. Setelah itu dipanaskan sampai suhu 80oC sambil diaduk selama 15 menit, kemudian didinginkan sampai suhu 30oC dan ditambah antioksidan (asam askorbat) sebanyak 1,3 gram. Kemudian dilakukan pencetakan diatas plat kaca hingga terbetuk lembaran yang tipis. Kemudian disimpan dalam refrigerator pada suhu 15oC selama 2 x 24 jam. Dilakukan analisa terhadap parameter yang diamati.

c. Pelapisan Buah Menggunakan edibel film

Disiapkan buah melon yang masih segar, kemudian buah dipisahkan dari kulitnya/dikupas dan dipotong membentuk bujur. Buah yang telah dipotong kemudian dicuci menggunakan air yang telah dimasak sebelumnya, lalu diangkat


(44)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

dan ditiriskan. Kemudian diambil lembaran edibel film, kemudian diolesi dengan kanji yang telah dipanaskan. Kemudian dilapiskan ke bagian buah yang telah dipotong membujur. Lalu diletakkan dalam steoroform dan ditutup dengan poliethylen. Kemudian disimpan dalam refrigerator menggunakan suhu 15oC selama 1 minggu, lalu dilakukan analisa terhadap parameter yang diamati.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan melalui dua tahap analisa, yaitu pertama pengamatan terhadap film edibel yang dihasilkan di mana paramater yang diamati yaitu pada nomor 1-3, sedangkan analisa kedua yaitu pengamatan terhadap buah yang telah dilapisi di mana parameter yang diamati adalah nomor 4-9, di mana analisa dilakukan terhadap parameter :

1. Permeabilitas Uap Air 2. Persen Perpanjangan 3. Ketebalan Film 4. Tekstur

5. Kadar Vitamin C 6. Susut Bobot 7. Total Asam

8. Organoleptik (Rasa dan Tekstur)

Penentuan Permeabilitas Uap Air Metode ASTM 96-66 yang Dimodifikasi (Paramawati, 2001)

Lembaran film (sampel) dikondisikan terlebih dahulu selama 24 jam pada suhu dan RH ambien, kemudian dipotong dalam bentuk lingkaran dengan diameter kurang lebih 6,5 cm. Selanjutnya sampel diletakkan pada cawan (cup)


(45)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

aluminium dimana pada bagian dalamnya terdapat cawan gelas berisi. Diameter aluminium bagian dalam 6 cm. Sebelum sampel diletakkan, cawan gelas disi granula kalsium klorida kering hingga hampir penuh. Posisi sampel persis diatas cawan gelas yang telah berisi granula tersebut, kemudian bagian pinggir sampel direkatkan aluminium dengan menggunakan lilin (wax).

Selanjutnya cawan lengkap dengan sampel dimasukkan dalam desikator. Kelembaban (RH) desikator dibuat 90%, dengan cara memasukkan larutan KNO3

jenuh pada dasar desikator hingga batas angsang. Desikator dibuat kedap udara luar dengan melapiskan wax disekitar celah antara wadah dengan tutup. Kemudian desikator disimpan dalam oven dengan suhu kontan 40oC.

Pengukuran terhadap berat cawan sebelum dan selama disimpan dalam oven dilakukan setiap 3 jam pada hari pertama, dan setiap 6 jam pada hari berikutnya hingga diperoleh selisih berat per jam yang relatif konstan. Rata-rata selisih pertambahan berat cawan per jam merupakan laju transisi uap air menembus film. Perhitungan permeabilitas film terhadap uap air (Water Vapor Permeability/WVP) adalah :

(B) (Tb)

WVP = [g.cm/cm2.j.Pa] (A)(t) (Ppar)

Keterangan :

B : Laju pertumbuhan berat rata-rata, dalam gram Tb : Ketebalam film, dalam cm

A : Luas lingkaran aluminium bagian dalam, ヾ(d/2)2 dengan d = 6 cm t : Waktu perhitungan laju pertumbuhan berat rata-rata, dalam jam Ppar : Tekanan parsial, Ppar =(103,3/H)–1,033[kgf/cm2] dengan H=90%


(46)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Dengan berbagai konversi, maka : B x Tebal x 10-10

WVP = [gram/m.s.Pa] 11.4572

Penentuan Persen Perpanjangan (Paramawati, 2001)

Lembaran film (sampel) diambil dan dikondisikan pada RH dan suhu ambien selama 2 x 24 jam. Sampel dipegang pada kedua ujungnya dan ditarik dengan arah berlawanan, sehingga film akan mengalami penarikan hingga hampir putus dan diukur panjang film tersebut. Sebelum dilakukan penarikan, diukur panjang film sampai batas pegangan yang disebut dengan panjang awal (P1),

sedangkan panjang film setelah penarikan disebut panjang akhir (P2), dan dihitung

persen perpanjangan dengan rumus : P2 -P1

Persen perpanjangan = x 100 % P1

Penentuan Ketebalan Film

Lembaran film (sampel) diambil dan dikondisikan pada suhu dan RH ambien selama 2 x 24 jam. Lalu diambil lembaran film dari tiap perlakuan, lalu diukur ketebalannya dengan menggunakan mikrometer digital.

Penentuan Tekstur (Muchtadi, 1992)

Penentuan tekstur dilakukan dengan alat teksturometer. Ujung alat penekan kekerasan (pressure tester) ditusuk pada sampel yang disediakan hingga menembus bahan sampai batasan tertentu. Penusukan dilakukan pada bagian tengah dan ujung bahan kemudian hasilnya dirata-ratakan dan kekerasannya dinyatakan dalam g/mm2 dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(47)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

100 g Tekstur = X

10 mm2

X = Hasil pengukuran rata-rata dengan teksturometer

Penentuan Kadar Vitamin C (Sudarmadji, et al., 1997)

Kandungan Vitamin C ditentukan dengan cara titrasi yaitu sebanyak 10 g contoh yang telah dihaluskan. Dimasukkan ke dalam beaker glass ukuran 200 ml dan ditambahkan aquadest sampai 100 ml, kemudian diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring. Filtrat diambil sebanyak 10 ml dengan menggunakan gelas ukur kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2-3 tetes larutan pati 1% lalu dititrasi dengan menggunakan larutan Iodium 0,01 N hingga terjadi perubahan warna biru sambil dicatat berapa ml Iodium yang terpakai.

Kadar Vitamin C dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu : ml Iod. 0,01 N x 0,88 x FP x 100

Vitamin C (mg/100 g bahan) =

Berat contoh (g) FP = Faktor Pengencer

Penentuan Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dapat dilakukan dengan cara menimbang bahan sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan. Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut :

X - Y

% susut bobot = x 100 % X

X = Berat bahan sebelum penyimpanan Y = Berat bahan setelah penyimpanan


(48)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Penentuan Total Asam (Ranganna, 1978)

Ditimbang contoh sebanyak 10 g yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest sampai volume 100 ml. Diaduk hingga merata dan disaring dengan kain saring. Diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan indikator phenolpthalen 1% sebanyak 2-3 tetes kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu yang stabil. Dihitung total asam dengan rumus :

ml NaOH x N NaOH x BM Asam Dominan x FP

Total Asam = x 100%

Berat Contoh x 1000 x Valensi Dimana :

FP = Faktor Pengencer

Asam Dominan = Asam Malat (C4H6O5), BM = 134 g/mr, Valensi = 2

Organoleptik Rasa (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Uji organoleptik yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaan dilakukan berdasarkan skala numerik sebagai berikut :

Tabel 4. Skala Uji Hedonik (Rasa)

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4

Suka 3

Agak Suka 2


(49)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Organoleptik Tekstur (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Uji organoleptik yang digunakan untuk menentukan tingkat kelembutan dilakukan berdasarkan skala numerik sebagai berikut :

Tabel 5. Skala Uji Hedonik (Tekstur)

Skala Hedonik Skala Numrik

Sangat Lunak 4

Lunak 3

Agak Keras 2


(1)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Lampiran 7. Data Pengamatan Analisa Tekstur (g/mm2)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

U1S1 0,168 0,171 0,339 0,1695

U1S2 0,166 0,170 0,336 0,1680

U1S3 0,165 0,168 0,333 0,1665 U1S4 0,164 0,166 0,330 0,1650 U2S1 0,166 0,170 0,336 0,1680

U2S2 0,164 0,168 0,332 0,1660

U2S3 0,162 0,167 0,329 0,1645

U2S4 0,160 0,166 0,326 0,1630

U3S1 0,164 0,168 0,332 0,1660

U3S2 0,163 0,166 0,329 0,1645 U3S3 0,161 0,164 0,325 0,1625

U3S4 0,160 0,163 0,323 0,1615

U4S1 0,163 0,167 0,330 0,1650

U4S2 0,162 0,166 0,328 0,1640

U4S3 0,160 0,163 0,323 0,1615 U4S4 0,158 0,161 0,319 0,1595

Total 5,27

Rataan 0,16

Lampiran 8. Daftar Analisis Sidik Ragam Tekstur (g/mm2)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 0,00021 0,00001 2,0464 tn 2,3500 3,4100

U 3 0,00010 0,00003 4,9345 * 3,6300 5,2900

U Lin 1 0,00010 0,00010 14,6286 ** 4,4900 8,5300

U Kuad 1 0,00000 0,00000 0,1607 tn 4,4900 8,5300

U Kub 1 0,00000 0,00000 0,0143 tn 4,4900 8,5300

S 3 0,00011 0,00004 5,1964 * 3,6300 5,2900

S Lin 1 0,00011 0,00011 15,5571 ** 4,4900 8,5300

S Kuad 1 0,00000 0,00000 0,0000 tn 4,4900 8,5300

S Kub 1 0,00000 0,00000 0,0321 tn 4,4900 8,5300

UxS 9 0,00000 0,00000 0,0337 tn 2,5400 3,7800

Galat 16 0,000 0,000

Total 31 0,000

Keterangan:

FK = 0,87 ** = sangat nyata KK = 1,607% * = nyata


(2)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Lampiran 9. Data Pengamatan Analisa Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

U1S1 35,200 30,800 66,000 33,0000

U1S2 30,800 30,800 61,600 30,8000

U1S3 30,800 26,400 57,200 28,6000 U1S4 26,400 22,000 48,400 24,2000 U2S1 35,200 30,800 66,000 33,0000

U2S2 30,800 26,400 57,200 28,6000

U2S3 26,400 22,000 48,400 24,2000

U2S4 22,000 22,000 44,000 22,0000

U3S1 30,800 26,400 57,200 28,6000

U3S2 26,400 26,400 52,800 26,4000 U3S3 26,400 22,400 48,800 24,4000

U3S4 22,000 22,400 44,400 22,2000

U4S1 26,400 26,400 52,800 26,4000

U4S2 22,400 22,400 44,800 22,4000

U4S3 22,400 17,600 40,000 20,0000 U4S4 17,600 17,600 35,200 17,6000

Total 824,80

Rataan 25,78

Lampiran 10. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Vitamin C (mg/100 g bahan)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 599,66000 39,97733 7,3219 ** 2,3500 3,4100

U 3 242,74000 80,91333 14,8193 ** 3,6300 5,2900

U Lin 1 234,25600 234,25600 42,9040 ** 4,4900 8,5300

U Kuad 1 5,12000 5,12000 0,9377 tn 4,4900 8,5300

U Kub 1 3,36400 3,36400 0,6161 tn 4,4900 8,5300

S 3 336,82000 112,27333 20,5629 ** 3,6300 5,2900

S Lin 1 336,40000 336,40000 61,6117 ** 4,4900 8,5300

S Kuad 1 0,32000 0,32000 0,0586 tn 4,4900 8,5300

S Kub 1 0,10000 0,10000 0,0183 tn 4,4900 8,5300

UxS 9 20,10000 2,23333 0,4090 tn 2,5400 3,7800

Galat 16 87,360 5,460

Total 31 687,020

Keterangan:

FK = 21.259,22 ** = sangat nyata KK = 9,066% * = nyata


(3)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Lampiran 11. Data Pengamatan Analisa Total Asam (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

U1S1 0,603 0,670 1,273 0,6365

U1S2 0,536 0,536 1,072 0,5360

U1S3 0,469 0,469 0,938 0,4690 U1S4 0,469 0,402 0,871 0,4355 U2S1 0,536 0,603 1,139 0,5695

U2S2 0,469 0,649 1,118 0,5590

U2S3 0,402 0,469 0,871 0,4355

U2S4 0,335 0,402 0,737 0,3685

U3S1 0,469 0,536 1,005 0,5025

U3S2 0,402 0,469 0,871 0,4355 U3S3 0,402 0,402 0,804 0,4020

U3S4 0,335 0,335 0,670 0,3350

U4S1 0,402 0,469 0,871 0,4355

U4S2 0,402 0,402 0,804 0,4020

U4S3 0,335 0,402 0,737 0,3685 U4S4 0,335 0,335 0,670 0,3350

Total 14,45

Rataan 0,45

Lampiran 12. Daftar Analisis Sidik Ragam Total Asam (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 0,23320 0,01555 6,8336 ** 2,3500 3,4100

U 3 0,08841 0,02947 12,9543 ** 3,6300 5,2900

U Lin 1 0,08700 0,08700 38,2422 ** 4,4900 8,5300

U Kuad 1 0,00001 0,00001 0,0061 tn 4,4900 8,5300

U Kub 1 0,00140 0,00140 0,6146 tn 4,4900 8,5300

S 3 0,12882 0,04294 18,8738 ** 3,6300 5,2900

S Lin 1 0,12854 0,12854 56,4998 ** 4,4900 8,5300

S Kuad 1 0,00001 0,00001 0,0061 tn 4,4900 8,5300

S Kub 1 0,00026 0,00026 0,1155 tn 4,4900 8,5300

UxS 9 0,01597 0,00177 0,7799 tn 2,5400 3,7800

Galat 16 0,036 0,002

Total 31 0,270

Keterangan:

FK = 6,53 ** = sangat nyata KK = 10,562% * = nyata


(4)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Lampiran 13. Data Pengamatan Analisa Susut Bobot (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

U1S1 16,056 18,348 34,404 17,2020

U1S2 18,872 19,938 38,810 19,4050

U1S3 21,876 20,492 42,368 21,1840 U1S4 24,896 23,076 47,972 23,9860 U2S1 16,914 19,752 36,666 18,3330

U2S2 19,490 21,930 41,420 20,7100

U2S3 22,854 22,756 45,610 22,8050

U2S4 25,916 24,028 49,944 24,9720

U3S1 17,830 21,460 39,290 19,6450

U3S2 20,056 24,072 44,128 22,0640 U3S3 23,844 27,958 51,802 25,9010

U3S4 27,712 28,360 56,072 28,0360

U4S1 19,934 22,716 42,650 21,3250

U4S2 21,050 26,250 47,300 23,6500

U4S3 24,936 28,160 53,096 26,5480

U4S4 29,952 31,898 61,850 30,9250

Total 733,38

Rataan 22,92

Lampiran 14. Daftar Analisis Sidik Ragam Susut Bobot (%)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 412,37372 27,49158 7,0486 ** 2,3500 3,4100

U 3 126,68389 42,22796 10,8268 ** 3,6300 5,2900

U Lin 1 125,45410 125,45410 32,1651 ** 4,4900 8,5300

U Kuad 1 0,38676 0,38676 0,0992 tn 4,4900 8,5300

U Kub 1 0,84303 0,84303 0,2161 tn 4,4900 8,5300

S 3 275,42915 91,80972 23,5390 ** 3,6300 5,2900

S Lin 1 274,84331 274,84331 70,4669 ** 4,4900 8,5300

S Kuad 1 0,58158 0,58158 0,1491 tn 4,4900 8,5300

S Kub 1 0,00426 0,00426 0,0011 tn 4,4900 8,5300

UxS 9 10,26068 1,14008 0,2923 tn 2,5400 3,7800

Galat 16 62,405 3,900

Total 31 474,779

Keterangan:

FK = 16.807,79 ** = sangat nyata KK = 8,617% * = nyata


(5)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Lampiran 15. Data Pengamatan Analisa Organoleptik (Tekstur dan Rasa)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

U1S1 3,000 3,000 6,000 3,0000

U1S2 2,900 3,000 5,900 2,9500

U1S3 2,850 2,950 5,800 2,9000 U1S4 2,800 2,800 5,600 2,8000 U2S1 2,950 3,000 5,950 2,9750

U2S2 2,900 2,950 5,850 2,9250

U2S3 2,850 2,900 5,750 2,8750

U2S4 2,850 2,850 5,700 2,8500

U3S1 2,900 3,000 5,900 2,9500

U3S2 2,900 2,950 5,850 2,9250 U3S3 2,850 2,900 5,750 2,8750

U3S4 2,850 2,800 5,650 2,8250

U4S1 3,000 2,950 5,950 2,9750

U4S2 2,950 2,900 5,850 2,9250

U4S3 2,900 2,850 5,750 2,8750 U4S4 2,900 2,850 5,750 2,8750

Total 93,00

Rataan 2,91

Lampiran 16. Daftar Analisis Sidik Ragam Organoleptik (Tekstur dan Rasa)

SK db JK KT F hit. F.05 F.01

Perlakuan 15 0,09625 0,00642 3,7333 ** 2,3500 3,4100

U 3 0,00187 0,00062 0,3636 tn 3,6300 5,2900

U Lin 1 0,00006 0,00006 0,0364 tn 4,4900 8,5300

U Kuad 1 0,00125 0,00125 0,7273 tn 4,4900 8,5300

U Kub 1 0,00056 0,00056 0,3273 tn 4,4900 8,5300

S 3 0,08562 0,02854 16,6061 ** 3,6300 5,2900

S Lin 1 0,08556 0,08556 49,7818 ** 4,4900 8,5300

S Kuad 1 0,00000 0,00000 0,0000 tn 4,4900 8,5300

S Kub 1 0,00006 0,00006 0,0364 tn 4,4900 8,5300

UxS 9 0,00875 0,00097 0,5657 tn 2,5400 3,7800

Galat 16 0,028 0,002

Total 31 0,124

Keterangan:

FK = 270,28 ** = sangat nyata KK = 1,427% * = nyata


(6)

Ali Priadi Harahap : Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel Dari Pati Ubi Kayu Dengan Penambahan Sorbitol Sebagai Zat Pemlastis, 2010.

Lampiran 17. Perlakuan Kontrol (Tanpa Pelapisan)

Perlakuan Ulangan Tekstur

(g/mm2)

Kadar Vitamin C

(mg/100 g bahan)

Susut Bobot (%)

Total Asam (%)

Organoleptik (Tekstur dan Rasa) Sebelum

Penyimpanan

I 0,291 52,800 100,000 1,005 4,000

II 0,285 52,800 100,000 1,005 4,000

Setelah Penyimpanan

I 0,131 8,800 69,490 0,134 2,250