33
100 200
300 400
500 600
700 800
900
A 0, 32 B 25, 51
C 50,87 D 75,115
Pe rlakuan Pe nambahan K
+
, Kadar K
+
air ppm T
in g
ka t
ke r
ja o
sm o
ti k
m m
o l
l H
2
Hasil analisis ragam Lampiran 18 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda P0,05 terhadap tingkat kerja osmotik
pascalarva udang vaname setelah melalui masa adaptasi penurunan salinitas dengan penambahan kalium. Tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname
tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa penambahan kalium, sedangkan tingkat kerja osmotik terendah terdapat pada pascalarva udang vaname yang telah
diadaptasikan pada media bersalinitas 2 ppt dengan penambahan kalium 50 ppm. Hasil analisis uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa antara perlakuan
penambahan kalium sebanyak 25 ppm dan 50 ppm memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap beban osmotik pascalarva udang vaname selama 4 hari
masa adaptasi penurunan salinitas dari salinitas 25 ppt menjadi 2 ppt.
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
p 0,05 Gambar 3. Hubungan tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname dengan
penambahan K
+
selama masa adaptasi penurunan salinitas
3. Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah pascalarva 24 udang vaname pada akhir masa adaptasi penurunan salinitas disajikan pada Tabel 7. Kadar glukosa darah pascalarva udang
vaname tertinggi pada akhir pengamatan ditemukan pada media aklimatisasi tanpa penambahan kalium, yaitu sebesar 223,19 mgdl dan terendah pada media
783,00 + 15,56
a
659,00 + 8,48
bc
612,00 + 22,63
c
691,50 + 28,99
b
34
aklimatisasi dengan penambahan kalium 50 ppm yaitu 163,04 mgdl. Selanjutnya secara berturut-turut hingga kadar glukosa darah terendah terdapat pada perlakuan
dengan penambahan kalium 75 ppm dan 25 ppm. Rerata kadar glukosa darah pascalarva 20 udang vaname pada awal
percobaan ialah 139,73 mgdl. Seiring bertambahnya waktu aklimatisasi, kadar glukosa darah pada masing-masing perlakuan cenderung meningkat. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kalium mengakibatkan perubahan kadar glukosa darah yang signifikan di akhir masa adaptasi dan uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa antara perlakuan penambahan kalium 25 ppm dan 50 ppm tidak menyebabkan perbedaan terhadap perubahan kadar glukosa
darah. Tabel 7. Nilai rataan kadar glukosa darah mgdl pascalarva udang vaname akibat
penambahan K
+
pada media aklimatisasi Perlakuan
Penambahan K
+
, Kadar K
+
air ppm Rerata kadar
glukosa darah mgdl A 0, 32
223,19 + 6,98
a
B 25, 51 171,50 + 5,14
b
C 50, 87 163,04 + 8,07
b
D 75, 115 193,72 + 2,93
c
Keterangan : huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata p 0,05
4. Tingkat Konsumsi Oksigen
Setelah melalui masa aklimatisasi selama 4 hari, tahap selanjutnya pascalarva udang vaname dipuasakan selama 24 jam. Tingkat konsumsi oksigen
diperoleh dari hasil pengukuran pada hari ke-5 atau saat stadia PL
25
. Hasil dari pengukuran tingkat konsumsi oksigen untuk semua perlakuan disajikan pada
Gambar 4. Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi oksigen tertinggi
terdapat pada perlakuan A yaitu sebesar 0,385 mg O
2
gjam, sedangkan tingkat konsumsi oksigen terendah terdapat pada perlakuan C yaitu 0,313 mg O
2
gjam. Dalam hal ini terlihat suatu pola yang kontras, yaitu semakin tinggi penambahan
35
0,385 0,338
0,313 0,325
0,000 0,050
0,100 0,150
0,200 0,250
0,300 0,350
0,400 0,450
A 0, 32 B 25, 51
C 50,87 D 75,115
Pe rlakuan Pe nambahan K
+
, Kadar K
+
air ppm T
ing k
a t ko
ns um
si o
ks ig
e n
m g
O
2
g j
a m
kalium maka semakin rendah tingkat konsumsi oksigen. Tingkat konsumsi oksigen pascalarva 25 udang vaname pada semua perlakuan cenderung sama yaitu
dalam kisaran 0,300 mg O
2
gjam.
Gambar 4. Pengaruh penambahan K
+
terhadap tingkat konsumsi oksigen pascalarva udang vaname selama masa aklimatisasi penurunan
salinitas
Pembahasan
Berdasarkan data hasil pengukuran fisika kimia air pada tabel 5, maka parameter fisika kimia media masih berada pada kondisi yang layak untuk
menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan pascalarva udang vaname. Nilai amoniak yang cukup tinggi pada masa adaptasi penurunan salinitas ini yang
berkisar antara 0,159 hingga 0,189 mgl menandakan bahwa pascalarva udang vaname masih mampu mentolerir kadar amoniak yang terdapat di media adaptasi
hingga level tersebut. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa sintasan yang
tertinggi adalah yang diperoleh dari perlakuan dengan penambahan kalium sebanyak 50 ppm kadar K
+
di air bersalinitas rendah 2 ppm sebesar 87,71 ppm yaitu sebesar 98,33 dan terendah pada perlakuan dengan penambahan
K
+
75 ppm kadar K
+
air sebesar 115,15 ppm yaitu 94. Sintasan pascalarva pada perlakuan dengan penambahan K
+
sebesar 25 ppm dan tanpa penambahan K
+
masing-masing adalah 97 dan 95,33. Dari data rerata sintasan
36
pascalarva setelah melalui aklimatisasi ke media bersalinitas rendah 2 ppt terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar kalium pada tingkatan
tertentu maka terjadi peningkatan kelulusan hidup, walaupun hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda terhadap sintasan
pascalarva udang vaname selama masa adaptasi penurunan salinitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan K
+
pada air bersalinitas rendah berperan dalam menunjang kelangsungan hidup pascalarva
udang vaname. Sintasan yang diperoleh selama 4 hari masa adaptasi penurunan salinitas dari 25 ppt menjadi 2 ppt pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
dengan metode aklimatisasi pascalarva 20 udang vaname selama 2 hari hingga mencapai salinitas 2 ppt yang dilakukan oleh McGraw et al., 2002 dengan
kisaran sintasan 87-90. Hasil penelitian Tantulo dan Fotedar 2006 menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup juvenil udang windu semakin
meningkat ketika dipelihara pada air tanah bersalinitas 5 ppt yang telah diperkaya dengan penambahan ion K
+
sebanyak 100 sehingga konsentrasi K
+
menjadi 51 mgl. Penambahan 100 ion K
+
ke media air tanah bersalinitas rendah ini menyebabkan rasio Na
+
K
+
mendekati rasio Na
+
K
+
di air laut, sehingga air bersalinitas rendah dapat mendukung aktifitas Na
+
K
+
ATPase secara normal. Burton 1995 dan Pillard et al., 2002 dalam Tantulo dan Fotedar 2006
menyatakan bahwa aktifitas Na
+
K
+
ATPase bertanggung jawab menjaga gradien Na
+
interseluler dan kestabilan membran sel. Tingkat kelangsungan hidup terbaik pada penelitian ini terdapat pada media
aklimatisasi dengan kisaran rasio NaK antara 9,588-16,24 penambahan K
+
25 ppm hingga 50 ppm. Rasio NaK pada media aklimatisasi yang telah
ditambahkan kalium ini dapat menunjang kelangsungan hidup pascalarva udang vaname selama masa aklimatisasi karena mampu menunjang pemenuhan
kebutuhan akan mineral penting yang dibutuhkan sehubungan dengan fluktuasi salinitas media yang tinggi. Zhu et al., 2006 menyatakan bahwa kelangsungan
hidup dan pertumbuhan optimum untuk juvenil udang vaname dapat tercapai dengan penambahan K
+
sebesar 50-70 pada media bersalinitas rendah dengan kisaran rasio Na
+
K
+
antara 34,1 hingga 119,3. Kisaran rasio NaK yang rendah
37
pada percobaan ini 7,30-25,96 disebabkan oleh perbedaan media yang digunakan, dimana air bersalinitas rendah yang digunakan dalam percobaan ini
berasal dari pengenceran air laut dengan air tawar. Sedangkan percobaan tentang adaptasi penurunan salinitas dan pemeliharaan udang vaname di media
bersalinitas rendah sebagian besar menggunakan air laut buatan maupun sumber air tanah bersalinitas rendah dengan penambahan garam NaCl McGraw dan
Scarpa, 2003; Saoud et al., 2003; Davis et al., 2005; Roy et al., 2007. Dersjant-Li et al., 2001 menyatakan nilai rasio NaK yang terkandung di
air berhubungan dengan energi yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara K
+
dan Na
+
yang sesuai di cairan intraseluler dan ekstraseluler, agar proses fisiologis dapat berjalan dengan baik. Pada penelitian ini adanya peningkatan
sintasan pascalarva udang vaname selama masa adaptasi penurunan salinitas rendah dengan adanya penambahan K
+
diduga dapat menyebabkan penggunaan energi yang lebih sedikit untuk pengaturan konsentrasi K
+
di hemolim. Jika konsentrasi K
+
dinaikkan ke level yang sesuai, pertumbuhan pascalarva udang vaname tidak dipengaruhi lagi oleh konsentrasi K
+
tetapi lebih dipengaruhi oleh salinitas itu sendiri Tantulo dan Fotedar, 2006.
McGraw et al., 2002 serta McGraw dan Scarpa 2004 menunjukkan bahwa umur pascalarva, salinitas akhir dan laju penurunan salinitas berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup pascalarva udang vaname selama aklimatisasi ke media bersalinitas rendah. Meskipun aklimatisasi dapat dilakukan selama 24
hingga 48 jam namun sintasan pascalarva masih lebih rendah jika dibandingkan dengan sintasan pascalarva hasil aklimatisasi pada rentang waktu yang lebih lama
Saoud et al., 2003. Selain itu Saoud et al., 2003 dan Davis et al., 2005 mengamati adanya korelasi positif antara kelangsungan hidup pascalarva udang
vaname selama aklimatisasi ke media bersalinitas rendah dengan berbagai tingkatan konsentrasi K
+
. Pengaruh tekanan osmotik media terhadap pertumbuhan potensi tumbuh
dapat terjadi melalui pembelanjaan energi dan tingkat energi yang dikonsumsi konsumsi pakan. Jika energi yang digunakan untuk proses osmoregulasi tinggi
maka porsi energi untuk pertumbuhan makin berkurang. Penggunaan energi untuk
38
keperluan osmoregulasi berkaitan erat dengan tingkat kerja osmotik yang dilakukan dalam upaya melakukan respon terhadap perubahan tekanan osmotik
medianya., terutama melalui transpor ion baik secara difusi maupun tranpor aktif. Tingkat kerja osmotik yang semakin rendah menyebabkan semakin sedikitnya
energi yang digunakan untuk osmoregulasi sehingga porsi energi untuk pertumbuhan makin besar.
Berdasarkan data osmolaritas hemolim dan osmolaritas media pada tiap perlakuan dengan berbagai penambahan K
+
, ternyata menyebabkan perbedaan tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname yang signifikan setelah melalui
masa adaptasi penurunan salinitas pada penelitian ini. Hal ini mengindikasikan bahwa pascalarva udang vaname mempunyai kemampuan osmoregulasi yang
berbeda pada osmolaritas hemolimnya sehubungan dengan penambahan kalium atau dengan kata lain bahwa perbedaan konsentrasi K
+
mempengaruhi kemampuan udang untuk mengatur osmolaritas hemolimnya. Tantulo dan Fotedar
2006 menyatakan bahwa osmolaritas serum juvenil udang windu akan semakin meningkat secara linear seiring dengan peningkatan salinitas.
Pada salinitas 2 ppt pascalarva udang vaname melakukan kerja hiperosmotik terhadap medianya yang terlihat dari osmolaritas hemolimnya lebih tinggi dari
osmolaritas media Lampiran 9. Kisaran tingkat kerja osmotik pascalarva udang vaname di media bersalinitas 2 ppt pada penelitian ini 612 hingga 783 mOsml
H
2
O lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kerja osmotik juvenil udang windu di media bersalinitas 5 ppt yang berkisar antara 500 hingga 600 mOsml H
2
O Tantulo dan Fotedar, 2006. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tingkat kerja osmotik
juvenil udang windu di salinitas 25 ppt lebih rendah jika dibandingkan di salinitas 5 dan 45 ppt. Pada salinitas 25 ppt, aktifitas osmoregulasi juvenil lebih sedikit
untuk menjaga osmolaritas serum pada kisaran isoosmotik sehingga pertumbuhannya pun lebih tinggi. Hagman dan Uglow 1982 dalam Tantulo dan
Fotedar 2006 menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk menjaga komposisi hemolim merupakan bagian yang perlu diperhatikan dari total produksi energi
Konsentrasi K
+
merupakan komponen penting dalam memulai fungsi normal dari NaCl di dalam tubuh udang dan menjaga efisiensi neuromuscular pada
39
aktifitas krustase Gong et al., 2004. Penambahan K
+
di air bersalinitas rendah dapat meningkatkan kemampuan pascalarva udang vaname dalam proses
osmoregulasi, sehingga energi yang berasal dari pakan secara efisien digunakan untuk pertumbuhan. Hal ini berarti pascalarva udang vaname yang
diaklimatisasikan di media bersalintas rendah melalui penambahan kalium pada air tawar pengencer sebesar 25-50 ppm dengan tingkat kerja osmotik terendah
612-659 mOsml H
2
O akan menghasilkan potensi hidup dan tumbuh yang lebih baik karena beban osmotik yang lebih rendah akan mengurangi beban kerja enzim
Na
+
K
+
ATPase serta pengangkutan aktif Na
+
, K
+
dan Cl
-
. Akibatnya energi ATP yang digunakan untuk osmoregulasi mengecil dan sebaliknya makin banyak porsi
yang tersedia untuk pertumbuhan. Payne et al., 1988 dalam Darwisito 2006 menyatakan bahwa penggunaan energi berhubungan dengan osmoregulasi,
dimana bila kebutuhan energi untuk osmoregulasi tinggi maka pembagian energi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan menjadi berkurang yang mengakibatkan
pertumbuhan terhambat. Kalium merupakan ion esensial untuk pertumbuhan, kelangsungan hidup
dan fungsi osmoregulasi dari krustase secara normal Mantel dan Farmer, 1983; dan Pequeux, 1995. Selain itu kalium merupakan kation intraseluler utama dan
berperan penting dalam aktifasi Na
+
K
+
ATPase dan pengaturan volume ekstraseluler Mantel dan Farmer, 1983. Kekurangan K
+
di perairan dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan osmoregulasi karena aktifitas enzim
berhubungan secara langsung dengan konsentrasi K
+
Bursey dan Lane, 1971 dalam
Roy et al., 2007 terutama aktifitas enzim Na
+
K
+
ATPase Mantel dan Farmer, 1983; Pequex, 1995; Furriel et al., 2000.
Nilai rataan kadar glukosa darah pascalarva udang vaname tanpa penambahan kalium selama masa adaptasi penurunan salinitas pada penelitian ini
menghasilkan nilai rataan glukosa darah tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar 223,19 mgdl. Penambahan K
+
sebanyak 50 ppm kadar K
+
air 87,71 ppm menghasilkan kadar glukosa darah terendah yaitu 163,04 mgdl, sedangkan
penambahan K
+
sebesar 25 ppm dan 75 ppm masing-masing menyebabkan kadar glukosa darah menjadi 171,50 mgdl dan 193,72 mgdl. Berdasarkan uji lanjut
40
Duncan, penambahan kalium sebanyak 25 ppm dan 50 ppm tidak mengakibatkan perbedaan kadar glukosa darah di akhir masa adaptasi penurunan salinitas,
sehingga penambahan kalium sebanyak 25 ppm sudah dapat mengurangi tingkat stres pascalarva udang vaname.
Perubahan salinitas media secara gradual dari 25 ppt hingga 2 ppt menghasilkan kisaran nilai rataan glukosa darah antara 163,04 mgdl hingga
223,19 mgdl. Perubahan salinitas ini direspons oleh tubuh pascalarva udang vaname dengan mensekresikan hormon glukokortikoid kortisol dan
katekholamin yang mengontrol tubuh untuk mengatasi terjadinya stres Barthon et al.,
1980; Woodward, 1982, sehingga stres dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Cuzon et al., 2004 menyatakan bahwa pada
golongan udang jika kadar glukosa hemolim melebihi 150 mgdl mengindikasikan udang tersebut membutuhkan sumber energi yang lebih tinggi seperti halnya saat
pembentukan kulit baru setelah proses moulting maupun mekanisme dalam mempertahankan homeostatis kadar glukosa yang telah tinggi dalam hemolim itu
sendiri. Brown 1993 menyatakan bahwa kadar glukosa darah yang tinggi dan
bertahan lama pada tingkat yang tinggi mengindikasikan terjadinya tingkat stres yang sangat tinggi. Penyebab stres dapat berasal dari perubahan lingkungan dan
respons organisme lain Wedemeyer dan Mc Leay, 1981. Kadar glukosa darah dapat digunakan sebagai parameter stres yang sederhana, efektif, dan memadai
untuk berbagai macam stresor, sementara itu pengukuran kortikosteroid dan katekholamin biayanya sangat mahal dan tidak praktis dalam aplikasi untuk
pembenihan udang Darwisito, 2006. Kadar glukosa darah yang tinggi pada penelitian ini mengindikasikan
tingginya tingkat stres akibat menurunnya salinitas media. Pada tingkat stres yang sangat tinggi, akan diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dan
tetap berada pada tingkat yang tinggi, selanjutnya akan diikuti oleh kematian udang Brown, 1993. Penurunan salinitas secara gradual mengakibatkan naiknya
kadar glukosa darah pascalarva udang vaname pada akhir masa aklimatisasi. Naiknya kadar glukosa darah pascalarva udang vaname tersebut menunjukan
41
terjadinya stres akibat perlakuan penurunan salinitas media dari kisaran yang cukup tinggi yaitu dari 25 ppt menjadi 2 ppt. Penambahan kalium hingga kadar
tertentu pada penelitian ini dapat mengurangi tingkat stres, tetapi penambahan kalium pada kadar yang lebih tinggi tidak selalu memberikan respon biologis
yang lebih baik, namun dapat sama atau bahkan berakibat sebaliknya. Selain itu Mazeaud dan Mazeaud 1981 menyatakan bahwa kadar glukosa darah ditentukan
oleh pakan, waktu akhir makan, status simpanan glikogen hati, stadia perkembangan, dan musim.
Respons stres sekunder dapat berupa mobilisasi substrat kaya energi dengan menurunkan cadangan glikogen hati, meningkatkan kadar glukosa plasma,
mempengaruhi asam lemak bebas yang beredar, dan menghambat sintesis protein. Stres juga terlihat pada keseimbangan hidromineral, yaitu menyebabkan kelebihan
air pada udang yang hidup di air tawar dan kehilangan air pada udang yang hidup di air laut. Stres juga dapat mengganggu sistem imunitas, dimana stres umumnya
diyakini menurunkan kemampuan imunitas yang akan berdampak buruk pada pertumbuhan maupun reproduksi ikan Darwisito, 2006.
Selain itu adanya perubahan salinitas dalam kisaran yang tinggi dapat meningkatkan laju metabolisme sehingga memicu pergerakan pernapasan dan
konsumsi oksigen lebih tinggi. Tingkat konsumsi oksigen dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui laju metabolisme organisme air. Semakin
rendah tingkat konsumsi oksigen maka semakin sedikit energi yang digunakan untuk metabolisme sehingga semakin banyak energi yang tersedia untuk
pertumbuhan. Tingkat konsumsi oksigen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan seperti salinitas, pakan, tingkatan aktifitas, suhu dan bobot tubuh Mantel dan Farmer, 1983; dan Brett, 1987. Tingkat konsumsi oksigen
pascalarva udang vaname terendah pada penelitian ini dijumpai pada perlakuan dengan penambahan K
+
50 ppm 0,313 mg O
2
gjam, sedangkan tertinggi pada perlakuan tanpa penambahan K
+
ke air tawar pengencer air laut 0,385 mg O
2
gjam. Menurut Zonneveld et al., 1991 bahwa produksi panas per ml konsumsi O
2
pada udang yang berpuasa setara dengan 4,7 kalori, sehingga dengan
42
penambahan kalium dapat menekan produksi panas lebih rendah pada perlakuan B, C dan D 1,47-1,59 kalorigjam dibandingkan tanpa penambahan kalium pada
perlakuan A 1,81 kalorigjam. Hal ini dapat diartikan bahwa adanya penambahan K
+
ke media aklimatisasi dapat menurunkan laju metabolisme standar sehingga tingkat konsumsi oksigen atau produksi panas lebih rendah
dibandingkan tanpa penambahan K
+
. Roy et al., 2007 menyatakan bahwa tingkat konsumsi oksigen juvenil udang vaname di media bersalinitas 4 ppt tidak
berbeda nyata, tetapi terdapat kecenderungan semakin tinggi kadar kalium di media hingga 40 ppm maka semakin rendah tingkat konsumsi oksigen juvenil
udang vaname yang diuji.
Penelitian Tahap Kedua Hasil
Dari hasil pengamatan dan pengukuran selama penelitian tahap kedua yaitu tentang pengaruh waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap
performa pascalarva udang vaname di media bersalinitas rendah, didapatkan data tingkat konsumsi pakan, retensi protein, retensi energi, laju pertumbuhan harian,
efisiensi pakan, sintasan dan fisika kimia media. Pascalarva 25 udang vaname dan media pemeliharaan yang dipergunakan selama percobaan mengacu pada hasil
terbaik yang didapatkan dari penelitian tahap ke-1 yaitu berupa pascalarva hasil aklimatisasi di media bersalinitas 2 ppt dengan kandungan kalsium 37 ppm dan
kalium 51 ppm. Hasil analisis proksimat pakan alami Chironomous sp, pakan buatan serta proksimat tubuh pascalarva udang vaname pada awal dan akhir
penelitian, secara terperinci disajikan pada Lampiran 14.
1. Tingkat Konsumsi Pakan