Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Media Terhadap Pembentukan Tunas Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Secara In Vitro

PENGARUH JENIS EKSPLAN DAN KOMPOSISI MEDIA TERHADAP PEMBENTUKAN
TUNAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) SECARA IN VITRO

SKRIPSI

OLEH :
EMMY ROSITA
110301150/PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

Universitas Sumatera Utara

PENGARUH JENIS EKSPLAN DAN KOMPOSISI MEDIA TERHADAP PEMBENTUKAN
TUNAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) SECARA IN VITRO

SKRIPSI


OLEH :
EMMY ROSITA
110301150/PEMULIAAN TANAMAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Di Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian

Nama
NIM
Program Studi
Minat Studi


: Pengaruh
Jenis
Eksplan
dan
Komposisi
Terhadap
Pembentukan
Tunas
Tanaman
(Hevea brasiliensis Muell. Arg) Secara In Vitro
: Emmy Rosita
: 110301150
: Agroekoteknologi
: Pemuliaan Tanaman

Media
Karet

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

(Luthfi A. M Siregar, SP., MSc., Ph.D)
Ketua

(Ir. E.Harso Kardhinata, MSc.)
Anggota

Mengetahui

(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, MSc.)
Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
EMMY ROSITA, 2015 :The effect explant and medium on shoot formationof
rubber tree(Hevea brasiliensis Muell. Arg.)cultureby Luthfi A. M Siregar and E.
Harso Kardhinata.
The aimed of the research is to know theinfluents types of explant of

rubber treein the diffeerent medium composition. The research was carried out in
the Microccuting Laboratory, PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung
Pamela Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Indonesia,from March to July 2015. The
research used completely randomized design with two factors, i.e.:types of
explant, consist of 2 levels : shoot explant and stock explant,and the medium with
combination of growth regulators consist of six composition ; MS + BAP 0,5
mg/l; MS + BAP 1 mg/l; MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l; WPM + BAP 0,5
mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5
mg/l. All aplication was replicate15 times.
The results showed that kinds of explant and medium with combination of
growth regulators gave significantly to total shoot. Interaction kinds of explant
and medium with combination of growth regulators gave significantly to percent
of shoot, shoots lenght, percent of leaf induction, and leaves number. The medium
of MS + BAP 0,5 mg/l was the best medium to multiplication of rubber.

Keywords : rubber, multiplication,explants, mediumin vitro

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

EMMY ROSITA, 2015 : Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Media Terhadap
Pembentukan Tunas Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Secara In
Vitro, dibimbing oleh Luthfi A. M. Siregar dan E. Harso Kardhinata.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis eksplan tanaman
karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) pada beberapa komposisi media secara in
vitro. Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Kultur Microcutting Tanaman
KaretPT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela, Tebing Tinggi,
Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2015 sampai
dengan Juli 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan 2faktor perlakuan yaitu jenis eksplan yang terdiri dari 2jenis yaitu pucuk
dan bonggol sedangkan media dengan campuran zat pengatur tumbuh yang terdiri
dari 6 komposisi yaitu MS + BAP 0,5 mg/l; MS + BAP 1 mg/l; MS + BAP 1,5
mg/l + NAA 0,1 mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25
mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l dengan 15 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jenis eksplan dan
komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah
tunas. Interaksi jenis eksplan dan komposisi media berpengaruh nyata terhadap
persentase munculnya tunas, panjang tunas, persentase terbentuknya daun, dan
jumlah daun. Media WPM + BAP 0,5 mg/l merupakan media terbaik untuk
pembentukan tunas dengan eksplan bonggol pada multiplikasi tanaman karet.


Kata kunci: Karet, multiplikasi, eksplan, media in vitro

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Emmy Rosita, dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 15 September
1992 dari ayahanda Hermanto dan ibunda Azizah Harahap. Penulis merupakan
putri kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD N 200117
Padangsidimpuan lulus pada tahun 2005, MTsN Model Padangsidimpuan lulus
pada tahun 2008 dan MAN 1 Padangsidimpuan lulus pada tahun 2011. Tahun
2011 diterima sebagai mahasiswa melalui jalur SNMPTN ( Seleksi Nasional
Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri) pada program studi Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Selama mengikuti perkuliaahan penulis pernah berkesempatan membantu
dosen menjadi asisten Laboratorium Anatomi Tumbuhan. Selain itu penulis aktif
dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (2011-2013) dan HIMAGROTEK.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Permata Hijau
Group, PT. Victorindo Alam Lestari, Kebun Aliaga Kecamatan Huta Raja Tinggi

Kabupaten Padang Lawas pada Juli sampai Agustus 2014.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Media Terhadap Pembentukan
Tunas TanamanKaret (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Secara In Vitro”yang
merupakansalahsatusyaratuntukmendapatkan gelar sarjana di Program Studi
AgroekoteknologiFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Luthfi A. M. Siregar, SP., MSc., Ph.Dselaku ketua komisipembimbing dan
Bapak Ir. E. Harso Kardhinata, MSc.,selaku anggota komisi pembimbingyang
telah banyak memberikan bimbingan serta kritik dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orang
tua tercinta, Ayahanda Hermanto dan Ibunda Azizah Harahap atas kasih sayang,
semua dukungan moril dan materiil serta doanya kepada penulis. Kepada Hery
Anto, Sri hartati dan Suci Rahma Hanum sebagai saudara-saudara yang telah
memberikan doa dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Irvin Fauzan Lubis, SP.MM selaku staf urusan Inkubasi Bisnin
Karet PTPN III Kebun Gunung Pamela, seluruh staf Laboratorium Microcutting
PTPN III Kebun Gunung Pamela,Bapak Denan dan Ibu Nina yang telah banyak
membantu selama di Kebun Pamela, Laboran Asni, SP. Dan Rudi yang telah
banyak memberikan dukungan dan bantuan selama penulis melaksanakan
penelitian. Serta kepada teman sepenelitian, teman-teman Agroekoteknologi 2011,
abang kakak Agroekoteknologi 2010 yang telah membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihakyang membutuhkan.

Medan,

Desember 2015


Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRACT ..................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................x
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................................1
Tujuan Penelitian ..............................................................................................4
Hipotesa Penelitian ...........................................................................................4
Kegunaan Penelitian .........................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman ................................................................................................6

Kultur Jaringan ..................................................................................................7
Eksplan .............................................................................................................9
Media Kultur ..................................................................................................10
Lingkungan In Vitro ........................................................................................12
Zat Pengatur Tumbuh .....................................................................................13
Kajian In Vitro Tanaman Karet .......................................................................14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................................17
Bahan dan Alat Penelitian ...............................................................................17
Metode Penelitian ...........................................................................................17
PELAKSANAAN PENELITIAN
Sterilisasi Alat-Alat ..................................................................................20
Pembuatan Media.....................................................................................20
Persiapan Ruang Tanam ..........................................................................23
Subkultur ..................................................................................................23
Pemeliharaan Eksplan ..............................................................................24
Peubah Amatan ........................................................................................24
Persentase Munculnya Tunas (%).....................................................24
Umur munculnya tunas (hari) ...........................................................24
Jumlah Tunas (tunas) ........................................................................25


Universitas Sumatera Utara

Panjang Tunas (cm) ..........................................................................25
Persentase Terbentuknya Daun .........................................................25
Jumlah Daun (helai) ..........................................................................25
Kehadiran Kalus ...............................................................................25
Warna Kalus .....................................................................................25
Morfogenesis ....................................................................................26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persentase Munculnya Tunas (%)....................................................27
Umur munculnya tunas (hari) ...........................................................28
Jumlah Tunas (tunas) ........................................................................29
Panjang Tunas (cm) ..........................................................................30
Persentase Terbentuknya Daun .........................................................31
Jumlah Daun (helai) ..........................................................................32
Kehadiran Kalus ...............................................................................34
Warna Kalus .....................................................................................35
Morfogenesis ....................................................................................35
Pembahasan
Pengaruh jenis eksplan terhadap pembentukan tunas tanaman karet ......35
Pengaruh komposisi media yang berbeda terhadap pembentukan
tunas tanaman karet..................................................................................36
Pengaruh interaksi jenis eksplan dan komposisi media yang
berbeda terhadap pembentukan tunas ......................................................37
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .....................................................................................................44
Saran ...............................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No ........

Hal

1. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda
terhadap persentase munculnya tunas (%) ........................................................27
2. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda
terhadap umur munculnya tunas.......................................................................29
3. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda
terhadap jumlah tunas ........................................................................................29
4. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda
terhadap panjang tunas ......................................................................................30
5. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda
terhadap persentase terbentuknya daun (%) ......................................................31
6. Pengaruh perlakuan jenis eksplan dan komposisi media yang berbeda
terhadap jumlah daun ........................................................................................32
7. Rekapitulasi peubah amatan sidik ragam pada multiplikasi tunas
mikro tanaman karet pada jenis eksplan dan komposisi media yang
berbeda ..............................................................................................................34

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No ........

Hal

1. Eksplan sebelum membentuk tunas pada perlakuanT2 (bonggol) dan
media A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) ....................................................................28
2. Eksplan setelah membentuk tunaspada perlakuan T2 (bonggol) dan
media A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) ....................................................................28
3. Eksplan setelah membentuk daunpada perlakuan T2 (bonggol) dan
media A4 (WPM + BAP 0,5 mg/l) ....................................................................33
4. Kehadiran kalus dari eksplan T2 (bonggol) dan media A5
(WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l). ......................................................34

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No ........

Hal

1.

Data Pengamatan Persentase Munculnya Tunas (%) ..................................49

2.

Data Transformasi Persentase Munculnya Tunas Arcsin

3.

Daftar Sidik Ragam Persentase Munculnya Tunas. .....................................50

4.

Data Pengamatan Umur Munculnya Tunas Tunas (hari) ............................51

5.

Data Pengamatan Jumlah Tunas (Tunas) ....................................................52

6.

Data Transformasi Jumlah Tunas

7.

Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas. ..............................................................53

8.

Data Pengamatan Panjang Tunas (cm) ........................................................54

9.

Data Transformasi Panjang Tunas

10.

Daftar Sidik Ragam panjang Tunas ..............................................................55

11.

Data Pengamatan Persentase Terbentuknya Daun (%) ...............................56

12.

Data Transformasi Persentase Terbentuknya Daun Arcsin

13.

Daftar Sidik Ragam Persentase Terbentuknya Daun....................................57

14.

Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) ........................................................58

15.

Data Transformasi Jumlah Daun

16.

Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun ................................................................59

17.

Komposisi Medium Murashige dan Skoog (MS) .........................................60

18.

Komposisi Medium Woody Plant Medium (WPM) .....................................61

19.

Bagan Penelitian ...........................................................................................62

20.

Kegiatan Penelitian .......................................................................................63

21.

Lampiran Foto Penelitian .............................................................................64

.......................50

................................................53

...............................................55

....................57

...................................................59

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
EMMY ROSITA, 2015 :The effect explant and medium on shoot formationof
rubber tree(Hevea brasiliensis Muell. Arg.)cultureby Luthfi A. M Siregar and E.
Harso Kardhinata.
The aimed of the research is to know theinfluents types of explant of
rubber treein the diffeerent medium composition. The research was carried out in
the Microccuting Laboratory, PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung
Pamela Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Indonesia,from March to July 2015. The
research used completely randomized design with two factors, i.e.:types of
explant, consist of 2 levels : shoot explant and stock explant,and the medium with
combination of growth regulators consist of six composition ; MS + BAP 0,5
mg/l; MS + BAP 1 mg/l; MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l; WPM + BAP 0,5
mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5
mg/l. All aplication was replicate15 times.
The results showed that kinds of explant and medium with combination of
growth regulators gave significantly to total shoot. Interaction kinds of explant
and medium with combination of growth regulators gave significantly to percent
of shoot, shoots lenght, percent of leaf induction, and leaves number. The medium
of MS + BAP 0,5 mg/l was the best medium to multiplication of rubber.

Keywords : rubber, multiplication,explants, mediumin vitro

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
EMMY ROSITA, 2015 : Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Media Terhadap
Pembentukan Tunas Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Secara In
Vitro, dibimbing oleh Luthfi A. M. Siregar dan E. Harso Kardhinata.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis eksplan tanaman
karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) pada beberapa komposisi media secara in
vitro. Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Kultur Microcutting Tanaman
KaretPT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela, Tebing Tinggi,
Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2015 sampai
dengan Juli 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan 2faktor perlakuan yaitu jenis eksplan yang terdiri dari 2jenis yaitu pucuk
dan bonggol sedangkan media dengan campuran zat pengatur tumbuh yang terdiri
dari 6 komposisi yaitu MS + BAP 0,5 mg/l; MS + BAP 1 mg/l; MS + BAP 1,5
mg/l + NAA 0,1 mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25
mg/l; WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l dengan 15 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jenis eksplan dan
komposisi media yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah
tunas. Interaksi jenis eksplan dan komposisi media berpengaruh nyata terhadap
persentase munculnya tunas, panjang tunas, persentase terbentuknya daun, dan
jumlah daun. Media WPM + BAP 0,5 mg/l merupakan media terbaik untuk
pembentukan tunas dengan eksplan bonggol pada multiplikasi tanaman karet.

Kata kunci: Karet, multiplikasi, eksplan, media in vitro

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini
menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak masa kolonial
Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan
sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia (Janudianto et al., 2013).
Indonesia merupakan negara pemasok karet alam terbesar ke-2 ke pasar dunia
dengan total produksi karet alam sebesar 3,1 juta ton dan kontribusi devisa senilai
usd 4,7 miliar pada 2014. Saat ini, pemanfaatan karet alam di dalam negeri sekitar
18% dari total produksi, antara lain untuk industri ban, sarung tangan, ban
vulkanisir, dan lain-lain. Sebagian besar diekspor dalam bentuk mentah, yaitu
crumb rubber (karet remah), ribbed smooked sheets (RSS), dan lateks pekat
(Muhammad, 2015).
Sejak dekade 1980 hingga saat ini, permasalahan karet Indonesia adalah
rendahnya produktivitas dan mutu karet yang dihasilkan (Damanik, et al., 2010).
Perbaikan produktivitas dapat dicapai dengan mempersiapkan bahan tanaman
berupa batang atas dan batang bawah yang berkualitas baik. Menurut Abbas dan
Ginting (1981), batang bawah yang diharapkan adalah bahan tanam yang
mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik. Batang bawah
merupakan tanaman asal biji (seedling) sehingga ketersediaannya sangat
tergantung pada musim biji yang umumnya hanya berlangsung satu kali dalam
setahun. Di samping itu, kelemahan lain dari penggunaan bibit asal biji sebagai
batang bawah adalah adanya keragaman batang bawah dan kekurangmampuan

Universitas Sumatera Utara

kombinasi batang atas dan batang bawah menampilkan potensi produksi dan
karakter unggul lain secara maksimal karena perbedaan tingkat juvenilitas.
Microcutting merupakan salah satu teknik mikropropagasi tanaman
berbasis kultur in vitro dan telah berhasil diaplikasikan untuk perbanyakan
tanaman karet asal biji (seedling) dengan menggunakan tunas aksilar sebagai
eksplan. Keuntungan teknik tersebut adalah terbukanya peluang untuk
menghasilkan batang bawah klonal yang selama ini belum pernah ada pada
tanaman karet. Penggunaan batang bawah klonal akan meningkatkan keseragaman
pertanaman karet di lapang, karena klon batang atas didukung oleh batang bawah
yang sama dan lebih seragam, dibandingkan dengan batang bawah asal biji yang
digunakan saat ini (Haris et al., 2009). Di era tahun 1980-an, perbanyakan bahan
tanam karet melalui kultur in vitro banyak dilakukan di CIRAD (France
Agricultural

Research

Centre

for

International

Development)

Perancis,

menggunakan dua macam teknik, yaitu somatik embriogenesis dan in vitro
microcutting. Khusus untuk teknik in vitro microcutting keberhasilan dicapai
dengan menggunakan eksplan yang berasal dari tanaman seedling muda
(Haris, 2013).
Modifikasi media kultur jaringan dengan menambah zat pengatur tumbuh
perlu dilakukan untuk menaikkan presentase keberhasilannya. Ada dua jenis
hormon tanaman (auksin dan sitokinin) yang banyak dipakai dalam propagasi
secara in vitro. Auksin dapat merangsang pembentukan akar sedangkan sitokinin
berperan sebagai perangsang pembelahan sel dalam jaringan yang dibuat eksplan
serta merangsang pertumbuhan tunas daun (Wetherel, 1982). Golongan auksin

Universitas Sumatera Utara

yang ditambahkan dalam media pada penelitian ini adalah Naphtalene-3-acetic
acid (NAA) sedangkan golongan sitokininnya adalah Benzylamino purine (BAP).
Pemberian hormon BAP dan NAA pada perbanyakan tanaman karet
secara in vitro telah banyak dilakukan sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Harahap et al. (2014) menyatakan pemberian kombinasi BAP dan
NAA pada media MS menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
persentase munculnya tunas, jumlah tunas, panjang tunas dan umur munculnya
tunas, dengan hasil terbaik pada perlakuan A5(BAP 1 mg/l + NAA 0 mg/l).
Sedangkan menurut Sundari et al. (2014) pemberian kombinasi konsentrasi BAP
dan NAA pada media WPM berpengaruh terhadap persentase eksplan membentuk
tunas. Persentase eksplan hidup tertinggi juga terdapat pada perlakuan A3 (0.5
mg/l BAP + 0.25 mg/l NAA) yaitu sebesar 73.33%. Persentase ekplan membentuk
tunas tertinggi yaitu pada perlakuan A3 (0.5 mg/l BAP + 0.25 mg/l NAA) yaitu
dengan rataan sebesar 73.33.
Media yang cocok untuk tanaman tahunan menurut (Mariska dan
Ragapadmi, 2001; Nursetiadi, 2008) adalah media WPM. Sedangkan media
Murashige dan Skoog (MS) dapat digunakan pada hampir semua jenis kultur.
Keistimewaan medium MS adalah kandungan nitrat, kalium dan ammoniumnya
yang tinggi, dan jumlah hara anorganiknya yang layak untuk memenuhi
kebutuhan banyak sel tanaman dalam kultur (Wetter dan Constabel, 1991).
Perbanyakan tanaman secara in vitro telah banyak dilakukan dengan
mengkaji zat pengatur tumbuh, macam eksplan maupun media. Pada tanaman
Jatropha curcas L., eksplan nodus dengan aplikasi media MS + BAP 2 ppm
memberikan saat muncul tunas tercepat. Perlakuan MS + BAP 1 ppm memiliki

Universitas Sumatera Utara

jumlah tunas dan jumlah daun terbanyak (Hanifah, 2008). Pada tanaman
Anthurium plowmanii Croat., eksplan nodus batang memberikan hasil lebih baik
dibandingkan eksplan akar maupun daun. Zat pengatur tumbuh BAP 0,3 ppm +
NAA 0,3 ppm yang terkandung dalam media pada eksplan nodus batang
menghasilkan kalus terbaik yang berdiferensiasi menjadi akar dan tunas
(Rahmaniar, 2007). Menurut Kholida (2007) pada tanaman Adenium obesum
Roem. Dan Schult., menunjukkan bahwa eksplan tunas apikal + BAP 2 ppm +
IAA 1,5 ppm dapat tumbuh menjadi kalus kemudian berdiferensiasi menjadi tunas
(Purwanto, 2008).
Berdasarkan

uraian

di

atas,

peneliti

tertarik

untuk

melakukan

mikropropagasi tanaman karet secara in vitro terhadap beberapa komposisi media
dengan bagian eksplan yang berbeda yaitu tunas pucuk dan nodus.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh jenis eksplan tanaman karet dan komposisi
media terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas mikro tanaman karet.
Hipotesis Penelitian
- Ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan tunas mikro tanaman
karet pada beberapa komposisi media.
- Ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan tunas mikro tanaman
karet pada jenis eksplan.
- Ada interaksi perbedaan pertumbuhan dan perkembangan tunas mikro tanaman
karet pada beberapa komposisi media dan jenis eksplan.

Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan bahan penyusunan skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi
pihak yang memerlukan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Struktur botani tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) menurut
Steenis (2005) ialah tersusun sebagai berikut : Kingdom : Plantae;
Divisio: Spermatophyta ;

Subdivisio : Angiospermae; Kelas: Dicotyledoneae;

Ordo : Euphorbiales; Famili : Euphorbiaceae; Genus : Hevea.
Akar tanaman karet berupa akar tunggang yang mampu menopang
batang tanaman yang tumbuh tinggi ke atas. Dengan akar seperti itu pohon karet
dapat

berdiri

kokoh,

meskipun

tingginya

mencapai

25

meter

(Setiawan dan Andoko, 2006).
Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.
Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Di beberapa kebun karet ada
kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara. Batang
tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet
terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai utama 320 cm, sedangkan panjang tangkai anakdaun antara 3-10 cm. Anak daun
berbentuk

memanjang

elips,

memanjang

dengan

ujung

runcing

(Nazaruddin, 1992 ; Nugroho, 2010).
Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3
anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian
anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate,
pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah
agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik bunga jantan karet pada beberapa tetua karet cukup
bervariasi yaitu 295-500 bunga per tangkai dengan rata-rata 383,4 per tangkai dan
2065-2640 bunga per karangan dengan rata-rata 3482,6 bunga per karangan.
Masing-masing bunga jantan dari setiap tetua tumbuh di setiap tangkai utama dan
cabang-cabangnya, untuk satu tangkai bunga tersusun atas tiga bunga jantan
(trifolia) yang berwarna kuning ( Syarifah dan Wulan, 2007 ; Mardianto, 2011).
Karet merupakan tanaman berbuah polong (diseliputi kulit yang keras)
yang sewaktu masih muda buahnya berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet
dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan di dalamnya terdapat kulit yang keras
dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua
warna kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada
waktunya pecah dan matang, bijinya tercampak lepas dari kotaknya. Tiap buah
tersusun atas 2-4 kotak biji (Budiman, 2012).
Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman terdiri dari sejumlah teknik untuk menumbuhkan
organ, jaringan, dan sel tanaman. Jaringan dapat dikulturkan pada agar padat atau
hara cair. Jika ditanaman dalam agar, jaringan akan membentuk kalus, yaitu
massa atau sel-sel yang tak tertata. Kultur agar juga merupakan teknik untuk
meristem

dan

juga

untuk

mempelajari

organogenesis

(Wetter dan Constabel, 1991; Jumroh, 2013).
Kultur jaringan merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian
tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara
in vitro. Dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur

Universitas Sumatera Utara

buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan zat pengatur tumbuh, serta kondisi
ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003).
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan (in vitro) menawarkan
peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit tanaman yang banyak dalam
waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis. Teknik perbanyakan tanaman ini
dapat dilakukan sepanjang waktu tanpa tergantung musim. Selain itu,
perbanyakan tanaman dengan teknik in vitro mampu mengatasi kebutuhan bibit
dalam jumlah besar, serentak, dan bebas penyakit sehingga bibit yang dihasilkan
lebih sehat serta seragam. Oleh sebab itu, kini perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan merupakan teknik alternatif yang tidak dapat dihindari bila penyediaan
bibit tanaman harus dilakukan dalam skala besar dan dalam waktu relatif singkat
(Andaryani, 2010).
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat dilakukan melalui
perbanyakan tunas-tunas baru dari tunas aksilar. Tunas aksilar yang digunakan
adalah nodus tunggalnya sehingga kemudian dikenal sebagai mikrostek. Pada
teknik ini hal yang terpenting yang menjadi orientasi adalah merangsang
pertumbuhan tunas, subkultur mikrostek untuk menghasilkan tunas baru demikian
seterusnya kemudian dilakukan pengakaran (Santoso dan Nursandi, 2004).
Pada tahap multiplikasi, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara
merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksilar atau
merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara
langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam
kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan
hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat. Hormon yang

Universitas Sumatera Utara

digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan
sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ) (Jumroh, 2013).
Eksplan
Bahan tanaman yang dikulturkan lazim disebut eksplan. Dalam
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting
penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenetik, ukuran eksplan, serta
bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan
dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur.
Umumnya, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda
yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya
regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif lebih
bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita, 2003).
Secara umum terdapat empat sumber yang digunakan dalam perbanyakan
mikro (micropropagation) untuk menghasilkan plantlet, yaitu (1) meristem, (2)
apex, (3) nodus (node) dan (4) bermacam-macam eksplan. Meristem, apex dan
nodus dapat dikulturkan menjadi tunas. Tunas yang dihasilkan selanjutnya dapat
digunakan sebagai sumber untuk menghasilkan tunas-tunas baru dengan
menggunakan percabangan axilari. Tunas-tunas tersebut kemudian dapat
dikembangkan lebih lanjut sehingga terbentuk perakaran dan akhirnya menjadi
plantlet (Yuwono, 2006 ; Fitriani, 2008).
Menurut Debergh dan Zimmerman (1991) banyak mikropropagasi
menggunakan eksplan dari tunas apikal dan aksilar. Hanya dalam jumlah terbatas
dari bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan lain, seperti daun dan bunga
(Purwanto, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Hartmann et al. (1990) menyatakan bahwa jaringan-jaringan yang sedang
aktif tumbuh pada awal masa pertumbuhan biasanya merupakan bahan eksplan
yang paling baik. Pierik (1997) juga menyarankan untuk menggunakan jaringanjaringan muda dan lunak karena pada umumnya jaringan tersebut lebih muda
berploriferasi daripada jaringan berkayu atau yang sudah tua. Selain itu, Pierik
(1997) menyatakan bahwa pada umumnya bagian-bagian vegetatif lebih siap
beregenerasi daripada bagian-bagian generatif. Eksplan mata tunas yang diperoleh
dari tanaman yang sedang istirahat, lebih sulit daripada mata tunas yang diperoleh
dari tanaman yang sedang aktif tumbuh.
Ukuran eksplan yang dikulturkan turut menentukan keberhasilan dari
suatu teknik kultur jaringan. Ukuran eksplan yang terlalu kecil akan kurang daya
tahannya bila dikulturkan. Sedangkan bila ukurannya terlalu besar akan sulit
didapatkan eksplan yang steril. Mariska dan Sukmadjaja (2003)

juga

menambahkan bahwa ukuran eksplan yang dapat digunakan dalam teknik kultur
jaringan bervariasi dari ukuran mikroskopik (±0,1 mm) hingga 5 cm
(Jumroh, 2013).
Media Kultur
Media kultur jaringan adalah media tanam yang terdiri dari berbagai
komposisi dan macam unsur hara dan sebagainya. Media tanam pada kultur
jaringan berisi kombinasi dari asam amino essensial, garam-garam anorganik,
vitamin-vitamin, larutan buffer, dan sumber energi (glukosa). Media kultur
jaringan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam perbanyakan
tanaman secara in vitro (Yusnita, 2003). Dikarenakan media merupakan faktor
penting dalam penentu keberhasilan in vitro maka untuk membuat media dengan

Universitas Sumatera Utara

jumlah zat seperti yang ditentukan, diperlukan penimbangan dan penakaran bahan
secara tepat. Ketidaktepatan ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang
tidak dikehendaki (Nursetiadi, 2008).
Medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa
medium padat atau cair. Medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang
selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang lengkap (disebut sebagai planlet),
sedangkan medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Medium yang
digunakan mengandung lima komponen utama yaitu senyawa anorganik, sumber
karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh dan suplemen organik (Yuwono, 2008).
Beberapa media dasar yang banyak digunakan dalam kultur jaringan
antara lain media dasar Murashige dan Skoog (1962) yang dapat digunakan untuk
hampir semua jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume
lainnya, media dasar White (1934) sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat,
media dasar Vacin dan Went (1949) digunakan untuk kultur jaringan anggrek,
media dasar Nitsch dan Nitsch (1969) digunakan dalam kultur tepung sari (pollen)
dan kultur sel, media dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan
tanaman monokotil, media dasar WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus
untuk tanaman berkayu (Nursetiadi, 2008).
Media dasar yang banyak digunakan adalah Murashige & Skoog (MS),
karena komposisi garamnya sesuai untuk morfogenesis, kultur meristem, dan
regenerasi tanaman. Dalam media MS biasanya ditambahkan satu atau lebih
vitamin yang berfungsi untuk proses katalis dalam metabolisme eksplan (George
and Sherrington 1984). Vitamin yang biasa digunakan adalah Myo-inositol,
Piridoxin-HCl, Asam folat, Sianocobacilamin, Riboflafin, Betin, Kolin klorida,

Universitas Sumatera Utara

Kalsium

pantetonut,

Piridoxin

fosfat,

Thiamin-HCl,

dan

Nicotinamida

(Wattimena et al., 1992).
Formulasi dasar dari garam mineral buatan Murashige dan Skoog
merupakan media kultur yang khas dan biasa digunakan dalam propagasi tanaman
secara in vitro. Nutrisi mineral dapat dibagi dalam tiga kelas: garam mineral
nutrisi makro, garam mineral nutrisi mikro dan sumber besi. Garam-garam nutrisi
makro dibutuhkan dalam jumlah relatif besar dan jumlah yang dibutuhkan untuk
membuat 1 liter media cukup besar sehingga dapat ditimbang dengan cukup teliti
dengan menggunakan alat timbangan miligram (Wetherel, 1982 ; Fitriani, 2008).
Media kultur jaringan yang dirancang untuk tanaman berkayu seperti
buah-buahan adalah WPM hasil komposisi dari Llyoyd dan McCown, 1981.
Media WPM merupakan media dengan konsentrasi ion yang rendah pada jaman
sesudah penemuan media MS. Media ini konsisten sebagai media untuk tanaman
berkayu yang dikembangkan oleh ahli lain, sulfat yang digunakan lebih tinggi dari
sulfat pada media tanaman berkayu lain (Gunawan, 1992).
Lingkungan in Vitro
Kultur jaringan tanaman mempunyai pertumbuhan yang berbeda
tergantung dari tipe lingkungan kultur dimana jaringan tanaman tersebut
ditumbuhkan. Intensitas, kualitas, dan lamanya penyinaran, temperatur,
oksigen/karbon dioksida, dan konsentrasi gas-gas lain, dan juga
komposisi dari medium memegang peranan penting dalam morfogenesis
jaringan tanaman tersebut (Sofia, 1997).
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam keberhasilan kultur
jaringan, yaitu: lingkungan kerja (cahaya, temperatur dalam ruangan dan

Universitas Sumatera Utara

botol kultur, dan kelembaban), sterilisasi alat dan media (media tanaman,
zat pengatur tumbuh, pH meter, peralatan yang dipakai pada saat
penanaman), dan sterilisasi bahan tanaman. Di samping itu, Hendaryono
dan Wijayani (!994), menyebutkan ada 4 faktor lingkungan yang harus
tetap terkontrol untuk keberhasilan tujuan kultur jaringan, yaitu
keasaman, kelembaban, cahaya dan temperatur. Untuk keasaman media
atau pH memiliki nilai yang relatif sempit dengan titik optimal pH 5,06,0. Bila eksplan mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan
umumnya akan naik apabila nutrien habis terpakai. Kelembaban relatif
(RH) lingkungan yang diperlukan biasanya mendekati 100%. Sedangkan
intensitas cahaya yang rendah mempertinggi embryogenesisi dan
organogenesis. Yoeman (1990) menyatakan bahwa penyinaran dalam
kultur jaringan menggunakan lampu flourescensdengan intensitas antara
1000-1500 lux selama 16 jam sehari. Hartmann et al. (2002), temperatur
yang sering digunakan pada kultur jaringan adalah kisaran antara 2030°C (68-81°F) (Jumroh, 2013).
ZPT
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah mampu mendorong, menghambat atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal serupa dikemukakan
oleh Hendaryono dan Wijayanti (2004) zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman
adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,
menghambat dan dapat merubah proses fisiologis tumbuhan (Nursetiadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu,
Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen dan Inhibitor dengan ciri khas serta pengaruh
yang

berlainan

terhadap

proses

fisiologis

tanaman

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Auksin pada kultur jaringan dikenal sebagai hormon yang berperan
menginduksi kalus, menghambat kerja sitokinin membentuk klorophil dalam
proses embriogenesis, dan auksin juga dapat mempengaruhi kestabilan genetik sel
tanaman (Santoso dan Nursandi, 2003). Hormon auksin diketemukan dalam
jaringan muda yaitu pada pucuk dan endosperm yang sel-selnya masih aktif
membelah (Purwanto, 2008).
Menurut Wattimena et al. (1992), sitokinin

mempengaruhi berbagai

proses fisiologis di dalam tanaman terutama mendorong pembelahan sel. Peran
sitokinin dalam kultur in vitro mempunyai dua peran penting yaitu merangsang
pembelahan sel sserta pembentukan dan perbanyakan tunas aksilar dantunas
adventif, tetapikadar sitokin yang optimum ini dapat menghambat pertumbuhan
dan pembentukan akar. Salah satu jenis ZPT dari golongan sitokinin yang sering
dipakai dalam kultur jaringan yaitu BAP (6-benzylamino purin). 6-Benzylamino
purin (BAP) merupakan salah satu sitokinin sintetik yang aktif dan daya
merangsangnya lebih lama karena tidak mudah dirombak oleh enzim dalam
tanaman (Jumroh, 2013).
Kajian In Vitro Tanaman Karet
Kultur in vitro tanaman karet dapat dilakukan dengan microcutting dan
embriogenesis somatik (Nayanakantha & Seneviratne, 2007; Montoro et al.,
2010). Teknologi in vitro microcutting karet dikembangkan untuk menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

batang bawah klonal (Carron dan Enjalric, 1983) guna memenuhi kebutuhan dan
meningkatkan kualitas batang bawah yang selama ini dihasilkan dari biji.
Meningkatnya kebutuhan batang bawah menyebabkan ketersediaan biji tidak
mencukupi lagi karena tergantung pada beberapa klon karet penghasil biji batang
bawah dan pada musim biji yang hanya berlangsung satu kali dalam setahun. Di
samping itu, kelemahan lain dari penggunaan bibit asal biji sebagai batang bawah
adalah adanya keragaman batang bawah dan kekurang-mampuan kombinasi
batang atas dan batang bawah menampilkan potensi produksi dan karakter unggul
lain

secara

maksimal

karena

per-bedaan

tingkat

juvenilitas

(Abbas dan Ginting, 1981).
Keberhasilan tersebut membuka peluang perbanyakan tanaman karet
secara in vitro, yang dapat dilakukan untuk dua tujuan. Pertama dan yang paling
ideal adalah untuk perbanyakan klonal tanaman karet unggul secara massal
sehingga bibit yang diperoleh tidak memerlukan batang bawah dan merupakan
klon utuh (whole clone). Namun ternyata hal tersebut tidak mudah karena
sebagian besar klon-klon karet yang direkomendasikan untuk ditanam dalam skala
luas kurang responsif terhadap lingkungan kultur in vitro (Haris, 2013).
Penelitian tentang kultur jaringan tanaman karet dilakukan juga oleh
Sundari et al. (2014) yang menyimpulkan bahwa pemberian kombinasi
konsentrasi BAP dan NAA pada media WPM berpengaruh terhadap persentase
eksplan membentuk tunas. Persentase eksplan hidup tertinggi juga terdapat pada
perlakuan A3 (0.5 mg/l BAP + 0.25 mg/l NAA) yaitu sebesar 73.33 %. Persentase
ekplan membentuk tunas tertinggi yaitu pada perlakuan A3 (0.5 mg/l BAP + 0.25

Universitas Sumatera Utara

mg/l NAA) yaitu dengan rataan sebesar 73.33 sedangkan yang terendah adalah
pada perlakuan A5 (1 mg/l BAP + 0 mg/l NAA) yaitu 13.33.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harahap et al. (2014)
menyatakan pemberian kombinasi BAP dan NAA pada media MS untuk kultur
jaringan tanaman karet menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
persentase munculnya tunas, jumlah tunas, panjang tunas dan umur munculnya
tunas, dengan hasil terbaik pada perlakuan A5(BAP 1 mg/l + NAA 0 mg/l).
Dalam kegiatan in vitro pembentukan daun yang baru dan tunas aksilar
pohon karet diperluas. Pembentukan kalus terjadi dalam eksplan tetapi regenerasi
eksplan pada embryoid tidak terjadi. Tunas yang diperoleh berasal dari tunas
aksilar yang dibiakkan dalam media kultur dasar MS (Murashige dan Skoog)
ditambah dengan 1,0 mg/l kinetin , 1,0 mg/l asam 2,4-diklorophenoxiacetic acid
(2,4-D), 20 g/l sukrosa dan 4 g/l difco agar. Untuk pengembangan sistem
perakaran, media kultur yang digunakan adalah MS ditambah dengan 5,0 mg/l
asam naphthaleneacetic (NAA) ; 3,0 mg/l asam indol butyiric (IBA) ; 50 g/l
sukrosa dan 4,0 g/l difco agar (Mendanha et al., 1998)

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Microcutting Tanaman Karet
PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi, Sumatera
Utara, Indonesia. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2015 sampai dengan
Juli 2015.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk dan
bonggol yang memiliki satu mata tunas dari hasil primary culture tanaman karet
dengan genotipe 91 yang merupakan koleksi dari PTPN III, komposisi media
yang digunakan larutan stok media MS dan WPM sebagai media tumbuh tanaman
dengan NAA dan BAP sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan.
Bahan penyusun media lainnya, agar, aquadest steril, dan bahan lainnya yang
mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC), tabung uji, autoklaf, steri box, timbangan analitik, rak kultur,
hot plate dengan magnetik stirer, Erlenmeyer, gelas ukur, kaca tebal, pipet ukur,
pinset, gunting, scalpel, lampu bunsen, pH meter, oven, kertas plano, aluminium
foil, kompor gas, minisar, pipet mikro, tip, pipet tetes, dan alat-alat lainnya yang
mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial, dengan dua faktor perlakuan yaitu :
Faktor I

: Jenis eksplan yaitu:

Universitas Sumatera Utara

T1

: Eksplan pucuk

T2

: Eksplan bonggol

Faktor II : Komposisi media kultur dengan campuran zat pengatur tumbuh yaitu:
A1

: MS + BAP 0,5 mg/l

A2

: MS + BAP 1 mg/l

A3

: MS + BAP 1,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l

A4

: WPM + BAP 0,5 mg/l

A5

: WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,25 mg/l

A6

: WPM + BAP 0,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut:
T1A1

T2A1

T1A2

T2A2

T1A3

T2A3

T1A4

T2A4

T1A5

T2A5

T1A6

T2A6

Jumlah perlakuan

: 12

Jumlah ulangan

: 15

Jumlah eksplan tiap tabung uji

:1

Jumlah seluruh eksplan

: 180

Jumlah seluruh tanaman

: 180

Adapun model liner dari sidik ragam penelitian sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε ijk
i = 1,2

j = 1,2,3,4,5,6

k = 1,2,3…15

Universitas Sumatera Utara

Yijk

= Nilai pengamatan unit percobaan pada perlakuan jenis eksplan ke-i,
media dengan campuran zat pengatur tumbuh ke-j, dan ulangan ke-k

µ

= Nilai tengah umum

αi

= Pengaruh jenis eksplan ke-i

βj

= Pengaruh media dengan campuran zat pengatur tumbuh ke-j

(αβ)ij = Nilai tambah pengaruh interaksi jenis eksplan ke-i dan media dengan
zat pengatur tumbuh ke-j
εijk

= Galat percobaan
Jika perlakuan berbeda nyata dalam sidik ragam maka dilanjutkan dengan

Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada α = 5%
(Steel and Torrie, 1995).

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Sterilisasi Alat
Alat-alat dissecting-set dan glass ware yang akan digunakan untuk kultur
in vitro dicuci dan dikeringkan. Kemudian bungkus tabung dengan plastik tahan
panas atau letakkan pada rak tabung, sedangkan untuk botol biasanya bisa
langsung diletakkan pada autoklaf. Disterilkan tabung/botol dengan autoklaf pada
tekanan 1 atm dan suhu 121oC selama 60 menit. Setelah itu sterilkan secara kering
tabung/botol di dalam oven pada suhu 150oC selama 1-2 jam.
Pembuatan Media
MS (Murashige and Skoog)
Media yang digunakan adalah media Murashige and Skoog (MS) padat.
Sebelum dilakukan pembuatan media MS, dilakukan pembuatan larutan stok ZPT
BAP dan NAA. Larutan stok ZPT masing-masing dibuat 100 mg/100 ml. Larutan
stok BAP dan NAA disaring menggunakan minisar guna meningkatkan sterilitas
dari hormon tersebut dan dilakukan di Laminar Air Flow Cabinet (LAFC).
Pada pembuatan media MS, tahap pertama adalah membuat larutan stok
bahan kimia hara makro dengan pembesaran 10x, hara mikro dengan pembesaran
100x, larutan iron dengan pembesaran 50x, larutan vitamin dengan pembesaran
100x, sukrosa 30 g, myo-inositol 0,1 g dan agar 7 g. Tahap berikutnya, sukrosa
dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah berisi akuades 750 ml, lalu diaduk
dengan menggunakan magnetic stirrer sebagai pengaduk. Kemudian ditambahkan
myo-inositol diaduk hingga larut. Dimasukkan larutan stok hara makro 75 ml,
larutan stok hara mikro 7,5 ml, iron 6 ml dan vitamin 3 ml. Kemudian larutan
ditempatkan menjadi 1500 ml. Keasaman diukur dengan pH meter. pH yang

Universitas Sumatera Utara

dikehendaki adalah 5,8, untuk mengatur pH yaitu menaikkan atau menurunkan pH
dapat digunakan larutan NaOH dan HCl 0,1 N. Letakkan agar mikrobiologi dan
dimasak di atas kompor gas sampai larutan mendidih dan bening (semua agar
telah larut). Larutan dipindahkan ke erlenmeyer berukuran 2000 ml dan ditutup
dengan aluminium foil. Hasil Media MS secara keseluruhan di sterilisasi dengan
tekanan 1 atm pada suhu 121°C selama 20 menit di autoklaf. Setelah proses
sterilisasi selesai, media dimasukkan ke ruang kultur dan dimasukkan ke ruangan
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) untuk dibagikan ke 3 tabung erlenmeyer
berukuran 1000 ml dengan masing-masing tabung berisi 500 ml. Masukkan BAP
dan NAA menggunakan mikropipet ke masing-masing tabung uji sesuai
perlakuan. Dituangkan media ke dalam tabung uji berisikan 13 ml/tabung dan
ditutup dengan penutup tabung steril untuk subkultur, sehingga didapat ± 38
tabung uji, lalu dipisahkan untuk dua jenis eksplan masing-masing 15 tabung uji.
Tabung uji diberi label sesuai dengan perlakuan, selanjutnya disimpan dalam
ruang kultur sebelum digunakan.
WPM (Woody Plant Medium)
Media yang digunakan adalah media Woody Plant Medium (WPM).
Sebelum dilakukan pembuatan media WPM, dilakukan pembuatan larutan stok
ZPT BAP dan NAA. Larutan stok ZPT masing-masing dibuat 100 mg/100 ml.
Kemudian larutan stok BAP dan NAA disaring menggunakan minisar guna
meningkatkan sterilitas dari ZPT tersebut dan dilakukan di Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC).
Pada pembuatan media WPM, tahap pertama adalah membuat larutan stok
bahan kimia hara makro dengan pembesaran 10x, hara mikro dengan pembesaran

Universitas Sumatera Utara