Penentuan Kadar Besi Dalam Aluminium Cair Terhadap Kualitas Produk Akhir Di PT. Inalum Kuala Tanjung

(1)

PENENTUAN KADAR BESI DALAM ALUMINIUM CAIR

TERHADAP KUALITAS PRODUK AKHIR

DI PT.INALUM KUALA TANJUNG

TUGAS AKHIR

SITI NURJANNAH

082409010

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PENENTUAN KADAR BESI DALAM ALUMINIUM CAIR

TERHADAPO KUALITAS PRODUK AKHIR

DI PT.INALUM KUALA TANJUNG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli

Madya

SITI NURJANNAH

082409010

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR BESI DALAM ALUMINIUM

CAIR TERHADAP KUALITAS PRODUK AKHIR

DI PT.INALUM KUALA TANJUNG

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : SITI NURJANNAH

Nomor Induk Mahasiswa : 082409010

Program Studi : D3 KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui,

Medan, Juni 2011

Disetujui oleh

Program Studi D3 Kimia

Ketua, Dosen Pembimbing

Dra Emma Zaidar Nasution, M.Si. Dr. Marpongahtun, M.Sc.

NIP : 195512181987012001 NIP:196111151988032002

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS. NIP : 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR BESI DALAM ALUMINIUM CAIR TERHADAP KUALITAS PRODUK AKHIR DI PT.INALUM KUALA TANJUNG

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2011

SITI NURJANNAH 082409010


(5)

PEBGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji dan syukur penulis haturkan ke-hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmad dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dalam waktu yang telah ditetapkan. Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Kimia Industri.Dalam penyusunan tugas akhir ini tentunya penulis mendapatkan banyak bantuan, maka dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Keluargaku tercinta, Ayahanda Muhadi dan Ibunda Triswati serta Adik saya Ipat, Habsyah, dan Yusuf yang memberikan semangat serta perhatian yang cukup besar selama masa perkuliahan saya.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc sebagai

Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Sc dan Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Program studi D-3 Kimia FMIPA USU.

4. Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu, saran, petunjuk untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Kimia program studi D-3 Kimia Industri

yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi selama saya mengikuti pendidikan.

6. Teman spesial bagi penulis Dwi Prastyo yang telah memberikan motivasi,

perhatian dan waktunya selama pengerjaan tugas akhir ini.

7. Teman-teman satu PKL penulis yaitu Tami, Dinna , Ayu, Rio, Anugerah, Dennie, Eva yang mana sama-sama menimba ilmu di PT. INALUM dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Seluruh teman-teman satu angkatan 2008 yang tidak bisa penulis sebutkan

namanya yang telah memberikan suasana indah semasa perkuliahan di KIMIA INDUSTRI

Hanya do’a yang dapat penulis sampaikan kepada Allah SWT. Mudah-mudahan kebaikan yang diterima penulis dari semua pihak yang telah membantu, kiranya Allah SWT membalas kebaikan tersebut. Penulis dengan segala kemampuan berusaha menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membaca.


(6)

ABSTRAK

Aluminium batangan dihasilkan dari aluminium cair yang sudah diproses pada pot reduksi. Sebelum dicetak menjadi aluminium batangan, aluminium cair harus terlebih dahulu di analisa kandungan zat-zat pengotor didalamnya. Unsur utama yang harus diperhatikan adalah unsur besi. Telah dilakukan cara penentuan kadar besi didalam aluminium dengan cara melakukan penambahan aluminium cair, pencetakan sebagian aluminium cair (spect out) dan penurunan grade. Hasil pengamatan diperoleh kadar Fe pada sampel 192886, 192966, dan 192983 masing-masing 0,196%, 0,181%, dan 0,183%. Kadar besi tersebut yang sesuai dengan standar PT.INALUM adalah pada sampel 192886 dan 192983 sedangkan pada sampel 192966 tidak sesuai dengan standar tersebut. Kadar Fe yang tinggi pada aluminium cair akan menyebabkan aluminium batangan menjadi berwarna kusam, permukaan tidak rata, dan mudah mengalami korosi.


(7)

DETERMINE THE IRON CONCENTRATION OF MOLTEN IN QUALITY OF THE FINAL PRODUCT IN PT.INALUM KUALA TANJUNG

ABSTRAC

Aluminum bar produced from aluminum liquid that has been processed in the reduction pot. Before casting into aluminium bar, the content of substance that content impurities must analyzed at the first. The main element to consider isiron. The method has done for the determination of the content of iron in aluminium with addition of aluminium liquid, casting of spect out and down grade. Observation obtained of Fe in the samples is 192886, 192966 and 192983 each of 0,196%, 0,181% and 0,183%. The content of iron in accordance with standar of PT.INALUM include in the samples is 192886 and 192983, while the sample 192966 is not accordance with appropriate standar. High Fe content in aluminium liquid lead aluminium bar will be colored dull, uneven surface and sussceptible to corrosion.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRAC v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Sejarah Umum Aluminium 4

2.2 Alumina 5

2.3 Aluminium 6

2.4 Sifat-Sifat dan Kegunaan Aluminium 7

2.4.1 Sifat-Sifat Aluminium 7

2.4.2 Kegunaan Aluminium 8

2.5 Produksi Aluminium 10

2.5.1 Bahan Baku 10

2.5.2 Peleburan 10

2.5.3 Proses Hall Heroult 10

2.6 Penyebab Naiknya Kadar Besi di dalam Aluminium 11

2.7 Proses Pengolahan Aluminium di Casting Plant 12

2.8 Standar Pengendalian Grade Produk 16

BAB 3 BAHAN DAN METODE PERCOBAAN 18

3.1 Alat 18

3.2 Bahan 18

3.3 Prosedur Kerja 19

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

4.1 Hasil 22

4.2 Perhitungan 23

4.3 Pembahasan 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 28

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Standar Pengendalian Grade Produk 31


(10)

ABSTRAK

Aluminium batangan dihasilkan dari aluminium cair yang sudah diproses pada pot reduksi. Sebelum dicetak menjadi aluminium batangan, aluminium cair harus terlebih dahulu di analisa kandungan zat-zat pengotor didalamnya. Unsur utama yang harus diperhatikan adalah unsur besi. Telah dilakukan cara penentuan kadar besi didalam aluminium dengan cara melakukan penambahan aluminium cair, pencetakan sebagian aluminium cair (spect out) dan penurunan grade. Hasil pengamatan diperoleh kadar Fe pada sampel 192886, 192966, dan 192983 masing-masing 0,196%, 0,181%, dan 0,183%. Kadar besi tersebut yang sesuai dengan standar PT.INALUM adalah pada sampel 192886 dan 192983 sedangkan pada sampel 192966 tidak sesuai dengan standar tersebut. Kadar Fe yang tinggi pada aluminium cair akan menyebabkan aluminium batangan menjadi berwarna kusam, permukaan tidak rata, dan mudah mengalami korosi.


(11)

DETERMINE THE IRON CONCENTRATION OF MOLTEN IN QUALITY OF THE FINAL PRODUCT IN PT.INALUM KUALA TANJUNG

ABSTRAC

Aluminum bar produced from aluminum liquid that has been processed in the reduction pot. Before casting into aluminium bar, the content of substance that content impurities must analyzed at the first. The main element to consider isiron. The method has done for the determination of the content of iron in aluminium with addition of aluminium liquid, casting of spect out and down grade. Observation obtained of Fe in the samples is 192886, 192966 and 192983 each of 0,196%, 0,181% and 0,183%. The content of iron in accordance with standar of PT.INALUM include in the samples is 192886 and 192983, while the sample 192966 is not accordance with appropriate standar. High Fe content in aluminium liquid lead aluminium bar will be colored dull, uneven surface and sussceptible to corrosion.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perseroan Terbatas Indonesia Asahan Aluminium (PT.INALUM) adalah perusahaan peleburan aluminium yang merupakan kerjasama antara 12 perusahaan Jepang yang tergabung dalam NAA (Nippon Aluminium Asahan) dengan pemerintah Indonesia memiliki saham 41,12% dan NAA Jepang 58,88%. Aluminium cair dapat direduksi dengan cara elektrolisa alumina (Al2O3) yang dilarutkan dengan garam kriolit (Na3AlF6).

Aluminium cair merupakan produk akhir dari pot – pot reduksi yang akan dibawa dari gedung reduksi dengan menggunakan mobil pengakut aluminium cair (MTC) yang dilengkapi dengan vacum ladle kemudian dituang didapur dengan menggunakan crane hoist dengan memiringkan vacum ladle sebelum proses ini dilakukan terlebih dahulu dimasukkan cold metal (out product, scrap, scum) kedalam dapur. Temperatur aluminium cair setelah proses pengisian diharapkan lebih dari 7300C dan jumlah aluminium yang diamasukkan kedalam dapur ± 30 ton.

PT.INALUM merupakan perusahaan peleburan aluminium yang dapat menghasilkan produk berupa aluminium batangan (ingot) yang kemurniannya sangat tinggi. Namun, untuk menghasilkan aluminium batangan yang murni tersebut diperlukan pula bahan baku yang kemurniannya lebih dari 98% dengan zat pengotornya antara lain Fe2O3, SiO2, Na2O, dan CaO. Aluminium yang dihasilkan banyak mengandung unsur –

unsur zat pengotor antara lain Fe, Si, Cu, Ti, Mn, V, Ga, Mg, Na, Ni, Zn, Cr dan B. Zat pengotor yang paling berpengaruh dalam kualitas aluminium tersebut adalah Fe. Agar


(13)

kandungan Fe tidak terlalu tinggi, maka perlu dilakukan langkah-langkah penanggulangan sesuai dengan standar pengendalian grade produk yang telah ditetapkan oleh PT INALUM , agar produk yang dihasilkan sesuai dengan grade yang diinginkan (PT.INALUM, 2003).

Bahan baku untuk memproduksi aluminium batangan digunakan alumina, pitch keras dan kokas. Alumina ini diperoleh dari bauksit yang kemudian diolah dengan proses Bayer. Jika kadar zat-zat pengotor didalam bauksit rendah,maka zat pengotor didalam alumina juga rendah. Sehingga untuk menghasilkan aluminium batangan yang baik maka harus dikontrol zat-zat pengotornya yang pada awalnya terdapat pada bahan baku alumina (Anonim, 1982).

Kadar Fe dalam aluminium dapat mempengaruhi kualitas aluminium, dimana aluminium akan memiliki permukaan yang tidak rata, berwarna kusam dan mudah mengalami korosi, sehingga perlu dilakukan pengendalian agar kadar Fe dalam aluminium tetap terjaga dan sesuai dengan standar PT.INALUM. berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti cara ”Penentuan Kadar Besi dalam Aluminium

Cair terhadap Kualitas Produk Akhir di PT.INALUM Kuala Tanjung”

1.2Permasalahan

Bagaimana cara mengendalikan zat pengotor Fe yang terdapat dalam aluminium batangan sehingga kemurniannya tetap terjaga dan grade dari produk aluminium batangan tersebut tidak turun.


(14)

1.3Tujuan

1. Untuk mengetahui kadar Fe di dalam aluminium cair (molten)

2. Untuk mengetahui pengaruh kadar Fe terhadap mutu akhir aluminium batangan (ingot).

1.4Manfaat

Untuk mengetahui prosedur pengendalian kadar Fe didalam aluminium cair sehingga menghasilkan aluminium batangan yang sesuai dengan standar.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Umum Aluminium

Logam aluminium pertama kali ditemukan pada tahun 1825, tetapi baru dalam jumlah sedikit sebagai logam berharga. Kesulitan yang belum teratasi sampai waktu yang lama adalah daya pengikatnya yang besar untuk elemen-elemem tertentu, terutama oksigen, dan suatu hal yang tidak mungkin pada waktu itu membersihkan logam tersebut dalam jumlah yang begitu banyak. Masalah ini tetap tidak terpecahkan sampai ada perkembangan dalam teknologi dan teknik kelistrikan sehingga memungkinkan dengan proses reduksi secara elektrolisa bisa menyuling sejumlah banyak logam alumina (oksida aluminium) yang disuling dari bijih aluminium. Produksi aluminium ini sangat tergantung pada sumber listrik yang murah dan ini adalah merupakan alasan bahwa pabrik-pabrik pengolahan aluminium kepunyaan Inggris ditemukan di dataran Tinggi Skotlandia dimana telah dikembangkan sejumlah sumber listrik hidro yang besar.

Sumber aluminium terdapat dalam apa yang disebut dengan bauxites yang mana mengandung oksida aluminium yang tak murni, bebas air, dan dengan silika juga oksida besi yang juga merupakan kotoran-kotoran utama. Bauksit ditemukan diseluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis, kebanyakan diolah dengan proses penuangan terbuka. Proses alumina Bayer umumnya digunakan untuk menyuling alumina dari bauksit yang telah dihancurkan yang terlebih dahulu dibersihkan dengan larutan kaustik soda panas. Ini memisahkan alumina sebagai sodium alumina (Love, 1986).


(16)

Pada tahun 1886 Charles Hall dari USAmenghasilkan aluminium dari proses Elektrolisa alumina yang dipisahkan dari campuran kriolit (Na3AlF6). Pada tahun yang

sama Poult Heroult dari Perancis mendapatkan hak paten dari negaranya untuk proses yang sama dengan Hall. Pada tahun 1983 kapasitas produksi aluminium dengan metode

Hall-Heroult ini meningkat dan berkembanng pesat (Grjothem, 1993).

2.2 Alumina

Alumina merupakan bahan baku di dalam proses elektrolisa dan digunakan sesuai dengan kesetimbangan stiokiometri, yang banyaknya mencapai 1,89 kg dalam suatu massa, sebagai contoh : 1,89 kg Al2O3 akan menghasilkan 1 kg aluminium. Alumina pertana kali

ditemukan oleh orang Perancis tahun 1921. Alumina mempunyai morfologi bubuk berwarna putih dengan berat molekul 102, titik lelehnya pada suhu 20500C dan specific

gravity 3,5-4,0 gr/cm3.

Alumina (Al2O3) merupakan senyawa oksida dari aluminium yang diperoleh dari

proses pemurnian bauksit (Al2O3 x H2O) yang disebut dengan proses Bayer, yang

dilakukan pada tekanan 3 atm dan temperatur 1600C yang didasarkan kelarutan alumina. Proses Bayer terdiri dari tiga tahap reaksi, yaitu:

1. Pelarutan terhadap bauksit dengan menggunakan NaOH (proses Ekstraksi) Al2O3.xH2O + 2 NaOH 2 NaAlO2 + (x +1) H2O

2. Selanjutnya dilakukan proses Dekomposisi

2 NaAlO2 + 4 H2O 2 NaOH + Al2O3. 3 H2O

3. Alumina trihidrat yang terbentuk selanjutnya dikalsinasi menjadi alumina Al2O3.3H2O + kalor Al2O3 + H2O


(17)

Alumina yang diperoleh dari proses Bayer di atas, kemudian diproses lanjut untuk mendapatkan aluminium. Proses yang digunakan pada saat ini adalah proses Hall-Heroult ( PT.INALUM,2003).

2.3 Aluminium

Aluminium adalah logam putih yang liat dan dapat ditempa, bubuknya berwarna abu-abu.

Aluminium melebur pada suhu 6950C. Apabila terkena udara permukaan unsur

aluminium teroksidasi tetapi lapisan oksidasi ini melindungi aluminium dari oksida lebih lanjut. Asam klorida encer dengan mudah melarutkan logam aluminium. Pelarutan lebih lambat dalam asam sulfat encer atau asam nitrat encer :

2 Al + 6H+ 2 Al3+ + 3 H2

Proses pelarutan dapat dipercepat dengan menambahkan sedikit merkurium (II) klorida pada campuran. Asam klorida pekat juga melarutkan aluminium :

2 Al + 6 HCl 2 Al3+ + 3 H2 + 6 Cl

-Asam sulfat pekat melarutkan aluminium denagn membebaskan belerang yang dioksidasi:

2 Al + 6 H2SO4 2 Al3+ + 3SO42- + 3 SO2 + 6 H2O

Asam nitrat pekat membuat logam menjadi pasif. Dengan hidroksida – hidroksida alkali terbentuk larutan tetrahidroksoaluminat:

2 Al + 2 OH- + 6 H2O 2 [Al(OH)4]- + 3H2

Ion – ion aluminium (Al3+) membentuk garam – garam yang tak berwarna dengan anion – anion yang tak berwarna. Halida, nitrat, dan sulfatnya larut dalam air. Larutan ini


(18)

dalam keadaan padat saja. Dalam larutan air aluminium terhidrolisis dan membentuk aluminium hidroksida Al(OH)3. Aluminium sulfat membentuk garam – garam rangkap

dengan sulfat dari kation – kation monovalen dengan bentuk – bentuk kristal yang menarik, disebut tawas (Vogel,1990).

2.4 Sifat-Sifat dan Kegunaan Aluminium 2.4.1 Sifat-Sifat Aluminium

Aluminium adalah barang tambang yang didapat dalam skala besar dalam bentuk bauksit (Al2O3.2H2O). Bauksit mengandung Fe2O3,SiO2 dan zat pengotor lainnya. Maka untuk

memisahkan aluminium murni dari senyawanya, zat-zat pengotor ini harus dipisahkan dari bauksit. Proses pemisahan ini dilakukan dengan proses Bayer. Proses Bayer meliputi penambahan larutan natrium hidroksida (NaOH) yang kemudian menghasilkan larutan natrium alumina dan natrium silikat. Besi merupakan hasil sampingan yang didapat dalam bentuk padatan. Apabila CO2 dialirkan terus- menerus maka akan menghasilkan larutan,

natrium silikat tertinggal didalam larutan sementara aluminium diendapkan sebagai aluminium hidroksida. Hidroksida dapat disaring, dicuci dan dipanaskan membentuk alumina murni dengan metode elektrolisa alumina (Al2O3). Elektrolisis ini dilakukan

karena aluminium bersifat elektropositif.

Selain elektropositif, aluminium memiliki sifat kimia sebagai berikut: 1. Titik leleh : 933,470K ( 660,320)

2. Titik didih : 2.7290K ( 2.5190C) 3. Kalor peleburan : 10,71 kj/mol


(19)

4. Kalor penguapan : 294,0 kj/mol

5. Warna : putih, keperakan

6. Densitas : 2.730 kg/m3

7. Konduktivitas termal : 0,51 kal/cm/0C/s pada suhu 200C

Dengan penambahan sifat-sifat diatas, aluminium mempunyai ketahanan korosif yang baik, dan dapat ditempah dengan mudah. Aluminium juga pengoksidasi yang baik (Anonim, 1982).

2.4.2 Kegunaan Aluminium

Sama halnya seperti tembaga, aluminium mempunyai daya hantar panas yang baik dan sekaligus mempunyai refleksi panas yang besar. Oleh karena refleksi panas yang besar aluminium dapat digunakan sebagai bahan isolasi. Aluminium mempunyai daya hantar yang baik. Sehingga aluminium banyak digunakan sebagai bahan penghantar listrik. Untuk keperluan itu aluminium harus dimurnikan semurni mungkin. Untuk meningkatkan kekuatan tariknya, aluminium untuk kabel rentang harus diubah bentuknya dalam keadaan dingin.

Aluminium sukar dituang, aluminium cair-kental. Oleh karena daya hantar panas yang baik dan daya oksidasi yang besar aluminium sukar dipatri. Seluruh panas yang dimasukkan cepat keluar. Sedangkan pekerjaan las sukar dapat dipertahankan bebas oksidasi. Aluminium sebagai bahan baku digunakan untuk cat antara lain cat aluminium (Beumer, 1994).


(20)

1. Untuk membuat bak truk dan komponen kendaraan bermotor. 2. Untuk membuat badan pesawat terbang.

3. Untuk kusen, jendela dan rumah 4. Untuk kemasan berbagai produk.

5. Untuk kabel listrik, perabotan rumah tangga dan barang kerajinan.

6. Membuat termit yaitu campuran serbuk aluminium dengan serbuk besi (II) oksida, digunakan untuk mengelas baja ditempat, misalnya untuk menyambung kereta api.

7. Untuk jendela

8. Untuk perlengkapan masak (panci, kompor, kuali, dll).

9. Aluminium digunakan pada produksi jam tangan karena aluminium memberikan daya tahan dan menahan pemudaran dan korosi.

10.Aluminium digunakan sebagai automobile, pesawat terbang, truk, rel kereta api, kapal laut dan sepeda.

11.Untuk pengemasan (www.club-kimia-nk.Blogspot.com).

2.5 Produksi Aluminium 2.5.1 Bahan baku

Bahan-bahan untuk keperluan produksi aluminium pertama kali didatangkan melalui pelabuhan. Bahan-bahan tersebut adalah alumina, pitch, dan kokas (coke). Alumina akan dimasukkan ke dalam silo alumina (alumina silo), kokas ke dalam silo kokas (coke silo) dan pitch ke dalam pitch stroge house. Bahan-bahan tersebut dimasukkan dengan menggunakan belt conveyor (www.fr39.wordpress.com).


(21)

2.5.2 Peleburan

Pada tungku reduksi akan terjadi proses elektrolisis alumina menjadi aluminium. Pada proses ini akan dihasilkan gas HF yang akan dialirkan ke dry scrubber system untuk bereaksi dengan alumina dan sebagian dibuang melalui cerobong Gas cleaning system. Aluminium cair yang dihasilkan pada tungku kemudian di bawa ke Casting shop aluminium menggunakan Metal Transport Car (MTC)( www.fr39.wordpress.com).

2.5.3 Proses Hall-Heroult

Produksi industri aluminium dihasilkan dari pot reduksi alumina dengan proses

Hall-Heroult. Proses Hall-Heroult dinamakan dari nama penemunya pada tahun 1886, lalu

dikembangkan dan dipatenkan. Proses yang digunakan pada Hall-Heroult yaitu elektro,lisi dengan alumina (Al2O3) yang dilarutkan pada larutan elektrolit yang terdiri

dari larutan kriolit (Na3AlF6). Elektrolit dimodifikasikan dengan penambahan aluminium

Florida (AlF3), kalsium Florida (CaF2), dan pada zat penambahan lainnya. Proses Hall-Heroult adalah metode yang hanya digunakan untuk memproduksi aluminium pada

industri saat ini. Pada pot reduksi alumina modern terdapat masing-masing anoda karbon

prebaked yang dicelupkan dalam larutan elektrolit, dan ion-ion oksida dari campuran

alumina ditukar secara elektrolisa pada anoda sebagai produk sampingan. Reaksi aluminium oksida dengan anoda karbon membentuk gas CO2 (Thinstad, 1932).

2.6 Penyebab naiknya kadar Besi di dalam Aluminium

Alumina (Al2O3) yang dipakai sebagai bahan baku dalam industri peleburan aluminium,


(22)

Kriolit dengan rumus kimia Na3AlF6 berguna sebagai elektrolit juga sebagai

pelarut alumina dalam proses elektrolisis menjadi aluminium. Pada temperatur 1000oC, oksida besi akan larut dalam kriolit cair, karena kriolit dapat menurunkan tiotik lebur alumina tanpa mengurangi kualitas aluminium yang dihasilkan, reaksinya dalah sebagai berikut:

2Na3AlF6 + Fe2O3  2 FeF3 + 6 NaF + Al2O3

Kriolit itu sendiri digunakan sebagai larutan elektrolit dalam reaksi alumina karena sifat

uniknya, yaitu:

- Dapat melarutkan berbagai jenis oksida yang baik - Kemampuan melarutkan alumina yang sangat baik - Tidak bereaksi dengan alumina dan karbon

- Cukup encer sebagai pelarut.

Kadar Fe (besi) didalam molten dapat menjadi tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a) Pot reduksi: Pot reduksi yang sudah lama, dimana pot tersebut mengalami

pengaratan, sehingga dapat mengakibatkan kadar Fe naik.

b) Ladle: Ladle yang jarang dibersihkan, sehingga kerak molten yang berada

didalamnya dapat mempengaruhi kadar Fe yang ada disekitarnya.

c) Furnace: Furnace terbuat dari besi, sehingga apabila furnace tersebut terkikis

karena terjadinya peristiwa korosi, maka molten yang berada pada furnace dapat mempengaruhi kadar Fe-nya.

d) Scrapper: Alat pengaduk saat melakukan stirring, karena scrapper tersebut


(23)

2.7 Proses Pengolahan Aluminium di Casting Plant

Aluminium cair yang di tapping (diisap) dari pot reduksi, ditampung dengan ladle dan kemudian ladle tersebut ditimbang dan dibawa dengan MTC (Metal Transport Car) menuju seksi penuangan untuk dimasukkan ke dalam furnace.

Proses pengerjaan atau pengolahan metal aluminium di casting plant, yaitu:

a) Charging

Charging adalah proses kegiatan pengisian molten dari dalam ladle yang dibawa

oleh MTC menuju seksi penuangan untuk dimasukkan ke dalam furnace dengan menggunakan hoist crane. Jumlah molten yang dapat diisikan ke dalam furnace 35 ton.

b) Flux Treatment

Molten yang di tapping (dihisap) dari pot-pot reduksi masih mengandung gas-gas

dan oksida-oksida, maka dilakukan beberapa perlakuan seperti penambahan flux yang berguna untuk:

- Memisahkan aluminium dari dross

- Mengapungkan kandungan oksida

- Pelepasan gas-gas yang larut dalam cairan alumina

Flux yang dipakai adalah De Inclusion Flux 827HS berbentuk powder.

Temperatur saat pengolahan dengan flux 740oC. Konsumsi flux adalah 65 kg/ton Al.


(24)

Fungsi dari pengadukan adalah untuk mempercepat proses kimiawi dan penyempurnaan proses homogenasi. Pengadukan dilakukan 5 menit menggunakan alat pengaduk yaitu scrapper dengan panjang 6 meter.

d) Holding time

Holding time adalah waktu yang diperlukan untuk menunggu proses kimiawi

hingga seluruh dross dapat mengapung dipermukaan molten. Lama holding time 2,5 jam, dengan temperatur 740oC.

e) Skimming off I\(pengambilan dross)

Dross yang mengapung dipermukaan molten didorong oleh dross pusher menuju

ke pintu furnace, dross yang telah terkumpul kemudian ditarik keluar oleh dross

stretcher.

f) Pengambilan sampel TPM (Test Product Metal)

Untuk menjamin tercapainya grade yang direncanakan, diambil sampel TPM dari

furnace dan selanjutnya dikirim ke bagian SQA (Quality and Ansurance Section)

untuk dianalisa.

Apabila hasil analias TPM menyatakan kadar Fe pada molten sesuai dengan grade yang diinginkan, dilakukan pencetakan. Tetapi seandainya hasil analisa TPM menyatakan kadar Fe tinggi pada molten tersebut, maka dilakukan beberapa langkah-langkah antara lain:


(25)

a. Apabila kapasitas furnace (dapur) masih mencukupi untuk menampung aluminium cair ( 38 ton), dilakukan penambahan aluminium cair dengan kadar Fe yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di dalam furnace. b. Kemudian dilakukan pengadukan beberapa menit.

c. Lalu diambil sampel tersebut untuk dianalisa TPMnya.

d. Apabila hasil TPM menyatakan bahwa aluminium cair tersebut telah selesai dengan grade yang diinginkan, maka aluminium cair tersebut siap dicetak.

2. Dicetak sebagian (Spect Out)

a. Aluminium cair dengan kadar Fe sangat tinggi dicetak sebagian (Spect Out) sebanyak beberapa ton untuk dijadikan sebagai Out Product (aluminium batangan cacat).

b. Setelah dilakukan pencetakan sebagian, aluminium cair yang masih berada dalam furnace ditambahkan aluminium cair dengan kadar Fe serendah mungkin.

c. Setelah penambahan aluminium cair, dilakukan pengadukan. d. Lalu diambil sampel untuk dianalisa TPM nya.

e. Apabila hasil TPM menyatakan bahwa aluminium cair tersebut telah sesuai dengan grade yang diinginkan, maka siap dilakukan pencetakan.

3. Penurunan Grade (Grade Down)


(26)

b. Misalnya apabila produk yang ngin dihasilkan yaitu aluminium batangan

(ingot) dengan grade S1-B, maka gradenya diturunkan manjadi grade G1.

g) Pencetakan

Apabila hasil TPM, temperatur dan persyaratan lain sudah terpenuhi, maka pencetakan dapat dimulai dengan menekan tombol pengoperasian Cylinder

Hidrolic untuk memiringkan furnace. Pemiringan dapur dilakukan untuk

menuangkan cairan aluminium ke dalam cetakan. Melalui launder, pouring

device, mould tersebut terletak diatas conveyor mesin pencetak yang dilengkapi

dengan tangki air pendinginan. Setelah aluminium cair tersebut membeku menjadi aluminium batangan, selanjutnya diberi penomoran oleh marking device. Lalu aluminium batangan dipukul dengan hammering device agar terlepas dari mould.

Ketika ingot mulai turun ke conveyor berikutnya, maka aluminium ditahan oleh ingot retainging roller dan ditekan oleh ingot pusher agar tidak sampai jatuh, kemudian diterima oleh receiving arm menuju ke conveyor berikutnya dan disini aluminium batangan akan didinginkan kembali dengan semprotan air di cooling

chamber. Kemudian dalam kondisi ini, aluminium batangan dideteksi, karena jika

aluminium batangan kekecilan, kebesaran, cacat, atau kotor, maka dilakukan ingot

discharger sebagai out product dan selanjutnya aluminium batangan yang lolos

dari deteksi tersebut dipindahkan ke line up untuk dipindahkan oleh servo arm ke

stock konveyor. Kecepatan mesin adalah 12 ton/jam. Temperatur pencetakan

720oC. berat ingot 22,7 kg. h) Pengikatan


(27)

Setelah ingot dicetak, lakukan penimbangan berat tumpukan tersebut. Lalu dilakukan pengikatan dan kemudian aluminium batangan yang telah diikat dengan

strapping band dan diletakkan ke storage yard, yaitu tempat penyimpanan

aluminium batangan(PT.INALUM, 2003).

2.8 Standar Pengendalian Grade Produk

Standar pengendalian grade produk adalah salah satu dari sarana ilmiah yang digunakan manajemen modern dengan lingkup yang meningkat dengan tetap menjaga standar-standar kualitas. Sistem ini didasarkan pada hokum-hukum probabilitas dan dapat digambarkan sebagai suatu sistem untuk pengendalian mutu produksi dalam batas-batas yang ditentukan dengan menggunakan suatu prosedur penarikan contoh dan analisis dan hasil-hasil pemeriksaan.

Tujuan utama dari statistik pengendalian grade produk adalah pengurangan variabilitas secara sistematik dalam karakteristik kunci produk itu. Pengendalian proses statistik adalah alat utama yang digunakan untuk membuat produk yang benar sejak awal. Tujuan pokok dari pengendalian proses stastik adalah menyelidiki dengan cepat terjadinya sebab-sebab pergeseran proses sehingga tindakan pembetulan dapat dilakukan sebelum banyak unit yang diproduksi.

Jadi, pada proses pengendalian grade di casting plant PT.INALUM, dengan mengubah variabel-variabel yang ada pada rumus dasar, dapat mengendalikan kadar Fe yang tinggi dalam aluminium cair.


(28)

Standar pengendalian grade produk dibuat sebagai pedoman untuk mengetahui kadar maksimum dan minimum dari Fe sesuai dengan grade yang telah ditentukan. Karena zat-zat tersebut merupakan pengotor daripada kandungan aluminium tersebut.

Selain daripada zat-zat tersebut, banyak lagi unsur-unsur sebagai pengotor yang terkandung didalam aluminium tersebut, yaitu Ti, Mn, V, Ga, Mg, Na, Ni, Zn, Cr, dan B. pengaruh terbesar dalam kandungan aluminium tersebut yaitu Fe. Jika kandungan unsur Fe tersebut diketahui dengan analisa TPM, maka dapat diketahui berapa persen unsur-unsur logam pengotor yang terkandung dalam aluminium tersebut (Anonim, 1982).


(29)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

Di seksi penuangan PT. INALUM, memiliki beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk kelangsungan pencetakan aluminium batangan (ingot). Alat dan bahan serta prosedur akan dijelaskan pada Bab ini.

3.1 Alat

Alat Merk

Furnace Chugairo

Metal Transport Car (MTC) Sumitomo Heavy Industries

Ladle Chugairo

Casting Machine (CM) Sumitomo Heavy Industries

Stock Conveyor (STC) Sumitomo Heavy Industries

Scrapper -

OES (Optical Emision Spectrofotometer) ARL

3.2 Bahan

a. Aluminium Cair (Molten) b. Aluminium batangan cacat c. De Inclusion Flux 827 HS

3.3 Prosedur Kerja

1. Aluminium cair (molten) yang berada diseksi reduksi, diambil didalam pot elektrolisis 7 ton dan dimasukkan ke dalam Ladle.


(30)

2. Kemudian molten tersebut dibawa oleh Metal Transport Car (MTC) ke seksi penuangan (SCA).

3. Setelah sampai di seksi penuangan, molten tersebut dimasukkan ke dalam dapur

(furnace), dimana dapur (furnace) tersebut sebelumnya telah dimasukkan cold metal.

(Furnace disetting suhunya 720oC).

4. Kemudian dilakukan flux treatment (T 740oC) yaitu peenambahan De Inclusion

Flux (45% NaCl, 30% KCl, 15% NaF, 10% Na2SiF6), lalu dilakukan stirring

(pengadukan) selama lebih kurang 5 menit.

5. Setelah dilakukan srirring, ditunggu selama 2,5 jam (holding time), agar flux

treatment dan molten bercampur secara homogen.

6. Sebelum dilakukan pengambilan sampel untuk analisa TPM (Test Product Metal) dilaboratorium (SQA), dilakukan terlebih dahulu skimming off, setengah jam sebelum sampel dianalisa.

7. Setelah dilakukan skimming off (pengambilan kotoran-kotoran yang ada dipermukaan

molten), lalu diambil sampel didalam furnace untuk dianalisa TPM dengan

menggunakan alat OES (Optical Emission Spectrofotometer). Cara kerja penganalisaan produk adalah sebagai berikut:

- Sampel yang didatangkan dari casting plant terlebih dahulu dibubut agar permukaan dari sampel rata, halus, dan bersih.

- Setelah dibubut sampel dibawa ke ruang OES.


(31)

- Kemudian ditutup ruang eksitasi, dan tekan “enter” pada keyboard computer, maka alat OES tersebut akan bekerja. Setelah itu, maka kadar Fe akan terlihat pada layar komputer.

- Setelah proses penganalisaan selesai, buka kembali ruang eksitasi dan sampel akan dikeluarkan dari ruang eksitasi.

- Lakukan prosedur tersebut sebanyak 3 kali pada setiap sampel.

8. Apabila hasil analias TPM menyatakan kadar Fe pada molten sesuai dengan grade yang diinginkan, dilakukan pencetakan. Tetapi seandainya hasil analisa TPM menyatakan kadar Fe tinggi pada molten tersebut, maka dilakukan beberapa langkah-langkah antara lain:

a) Penambahan Molten

- Apabila kapasitas furnace masih mencukupi untuk menampung molten ( 38 ton), dilakukan penambahan molten dengan kadar Fe yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di dalam furnace.

- Kemudian dilakukan pengadukan beberapa menit. - Lalu diambil sampel tersebut untuk dianalisa TPMnya.

- Apabila hasil TPM menyatakan bahwa molten tersebut telah selesai dengan grade yang diinginkan, maka molten tersebut siap dicetak.

b) Dicetak sebagian (Spect Out)

- Molten dengan kadar Fe sangat tinggi dicetak sebagian (Spect Out) sebanyak

beberapa ton untuk dijadikan sebagai Out Product.


(32)

- Setelah penambahan molten, ddilakukan stirring. - Lalu diambil sampel untuk dianalisa TPM nya.

- Apabila hasil TPM menyatakan bahwa molten tersebut telah sesuai dengan grade yang diinginkan, maka siap dilakukan pencetakan.

c) Penurunan Grade (Grade Down)

- Apabila kadar Fe masih sangat tinggi, setelah dilakukan langkah-langkah diatas, maka dilakukan langkah terakhir yaitu penurunan grade.

- Misalnya apabila produk yang ngin dihasilkan yaitu aluminium batangan


(33)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, kadar Fe pada molten dalam furnace tercantum pada tabel 4.1:

Table 4.1 Kadar Fe pada molten dalam furnace

No. Lot Grd sch

Fe (%) Input (kg)

Standar TPM In Bahan

dasar

Molten Ingot

Out

Molten In

192876 G1 0,195 0,206 0,113 0,192 36.813 4.205 4.390

192886 G1 0,194 0,198 0,183 0,196 35.930 11.962 5.910

192889 G1 0,193 0,200 0,157 0,190 30.360 - 5.970

192927 G1 0,157 0,212 0,183 0,182 27.698 - 5.110

192960 G1 0,193 0,212 0,163 0,184 36.682 2.600 5.000

192966 S1B 0,051 0,062 0,102 0,103 26.690 - 4.190

192975 G1 0,193 0,194 0,186 0,194 27.780 - 11.657

192980 G1 0,192 0,195 0,170 0,195 36.560 4.166 6.560

192983 G1 0,197 0,205 0,166 0,181 36.104 7.274 7.440

4.2 Perhitungan

Dari data pada Tabel 4.1 dapat dilakukan bermacam-macam pengendalian yaitu dengan cara menggunakan perhitungan-perhitungan yang telah ditetapkan oleh PT.INALUM. Contoh perhitungan yang dilakukan seperti dibawah ini:


(34)

Grade sch : G1 dan Grade hasil : G1

Fe std : 0,194 %

Fe1 TPM : 0,198 %

Hasil analisa kadar Fe pada data diatas menyatakan bahwa kadar Fe masih tinggi sehingga dilakukan pengendalian dengan penambahan molten dengan kadar Fe yang rendah. Namun, dikarenakan kapasitas furnace tidak memungkinkan lagi untuk ditambah

molten, maka dilakukan pencetakan sebagian (spect out) molten sebanyak 11.962 kg.

Setelah dicetak sebagian ditambahkan molten dengan kadar Fe yang rendah dengan perhitungan sebagai berikut:

Fe =

0,194 =

0,194 =

5.796,332 = 7.114,14 - 2.368,476 + 5.910 Fe3

5.910 Fe3 = 5.796,332 – 7.114,14 + 2.368,476

Fe3 =

Fe3 = 0,178 %

Maka, kadar Fe yang harus ditambahkan ke dalam 5.910 kg molten adalah sebanyak 0,178 % untuk mendapatkan hasil dengan grade yang sama yaitu grade G1.


(35)

No. Lot : 192983

Grade sch : G1 dan Grade hasil : G1

Fe std : 0,197 %

Fe TPM : 0,205 %

Perhitungan data ini memiliki kadar Fe yang tinggi sehingga dilakukan pengendalian dengan cara pencetakan sebagian molten, karena kapasitas furnace tidak cukup lagi untuk ditambahkan molten. Dari hasil TPM menyatakan bahwa molten yang berada didalam

furnace tersebut mempunyai kadar Fe yang tinggi, sehingga dilakukan pengendalian

dengan cara penambahan 7.440 kg molten dengan kadar Fe 0,166 %. Namun, dikarenakan kapasitas furnace tidak memungkinkan lagi untuk ditambahkan molten, maka dilakukan pengendalian dengan cara pencetakan sebagian molten dengan perhitungan sebagai berikut:

Fe =

0,197 =

0,197 =

8.578,168 – 0,197 = 8.636,36 – 0,205 0,205 - 0,197 = 8.636,36 – 8.578,168


(36)

=

= 7.274 kg.

Dengan perhitungan di atas, maka molten yang harus dicetak sebagian adalah sebanyak 7.274 kg untuk mendapatkan ingot yang sesuai dengan standar yang sudah direncanakan.

3. Penurunan Grade (down grade)

No. Lot : 192966

Grade sch : S1-B dan Grade hasil : G1

Fe std : 0,051 %

FeTPM : 0,062%

Perhitungan data ini terjadi penurunan grade, karena setelah dilakukan penambahan

molten sebanyak 4.190 kg ternyata hasil TPM menyatakan bahwa kadar Fe didalam molten masih tinggi sehingga dilakukan langkah akhir yaitu penurunan grade, dari grade

S1-B menjadi grade G1.

Untuk menurunkan kadar Fe yang tinggi dalam molten, dilakukan dengan penambahan molten dengan kadar Fe 0,268% dengan perhitungan sebagai berikut:

Fe =

Fe =


(37)

Fe =

Fe = 0,089%

Maka, apabila di pot reduksi ada molten dengan kadar Fe 0,628%, maka langkah pengendaliannya adalah dengan penurunan grade.

4.3 Pembahasan

Sesuai dengan sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) yang terfokus pada permintaan konsumen, maka produk yang dihasilkan pun harus sesuai dengan permintaan konsumen dan dengan kualitas standar yang ada.

Kualitas standar dari aluminium batangan (ingot) tersebut telah ditentukan kadar unsur-unsur yang mempengaruhi kadar aluminium tersebut baik maksimum maupun minimum untuk masing-masing standar dari grade seperti grade S1-A 0,04, S1-B 0,06, dan G1 0,200. Zat pengotor yang paling diperhatikan di dalam aluminium adalah kadar Fe karena akan memiliki permukaan yang tidak rata, warna yang kusam dan mengakibatkan korosi (kekaratan).

Oleh sebab itu, selama proses pembuatan ingot dari molten, kadar Fe yang dihasilkan ada yang tidak sesuai dengan standar di PT.INALUM maka dilakukan pengendalian pada kadar Fe tersebut. Pada lot 192886 dengan Grade G1 memiliki kadar Fe 0,198%, seharusnya kadar Fe pada Grade G1 yaitu 0,194% maka harus adanya pengendalian pada lot ini dengan cara dilakukan penambahan molten agar kadar Fe yang didapatkan sesuai dengan standar di PT.INALUM . Dan pada lot 192983 dengan Grade


(38)

G1 memiliki kadar Fe 0,205%, seharusnya kadar Fe pada Grade G1 0,198% maka harus adanya pengendalian pada lot ini dengan cara pencetakan sebagian (spect out) sehingga pada lot ini dengan Grade G1 memiliki kadar Fe yang sesuai dengan standar PT.INALUM. Lot 192966 dengan Grade S1-B yang memiliki kadar Fe 0,062%, seharusnya kadar Fe pada Grade S1-B yaitu 0,051% maka harus adanya pengendalian pada lot ini dengan cara penurunan Grade karena kadar Fe pada S1-B tidak dapat diturunkan lagi sehingga Grade yang diturunkan. Dengan kadar Fe yang tidak sesuai dengan standar di PT.INALUM ingot yang dihasilkan memiliki struktur yang tidak rata dan warna yang kusam serta mudah mengalami korosi. Sehingga perlu dilakukan cara penentuan kadar Fe agar ingot yang dihasilkan sesuai dengan standar PT.INALUM.


(39)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a) Kadar Fe pada grade S1-A maksimum 0,04 %, kadar Fe pada grade S1-B

maksimum 0,06 %, kadar Fe pada grade G1 maksimum 0,200 %.

b) Pengaruh kadar Fe terhadap mutu akhir ingot yaitu dengan kadar Fe yang tinggi akan memiliki permukaan yang tidak rata, warna yang kusam dan mudah mengalami korosi sedangkan kadar Fe yang sesuai dengan standar PT.INALUM akan memiliki permukaan yang rata dan mengkilap serta tidak mengalami korosi.

5.2 Saran

Sebaiknya untuk analisa selanjutnya harus memperhatikan kadar zat pengotor lainnya selain Fe agar mutu ingot tetap terjaga sehingga ingot yang dihasilkan sesuai dengan standar PT.INALUM.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1982 . Petunjuk Operasi Pencetakan Ingot. PT.INALUM, Kuala Tanjung

Grothem, K., 1993. Introduction to Aluminium Electrolysis. Second Edition. Aluminium Verlag Marketing and Communication; USA

Heine, R.W., 1967. Principle of Metal Casting. Second Edition. Mc Graw Hill Publishing Company, New Delhi

Love, G., 1986. Kerja Logam. Erlangga, Jakarta

PT.INALUM., 2003. Pelatihan di Pabrik Peleburan PT.INALUM. PT.INALUM, Kuala Tanjung

Thinstad, J., 1932. Aluminium Electrolisis Fundamental of The Hall-Herroult Proccess. Third Edition. Aluminium Verlag Marketing and Communication, USA Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.

PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta


(41)

(1)

=

= 7.274 kg.

Dengan perhitungan di atas, maka molten yang harus dicetak sebagian adalah sebanyak 7.274 kg untuk mendapatkan ingot yang sesuai dengan standar yang sudah direncanakan.

3. Penurunan Grade (down grade)

No. Lot : 192966

Grade sch : S1-B dan Grade hasil : G1 Fe std : 0,051 %

Fe TPM : 0,062%

Perhitungan data ini terjadi penurunan grade, karena setelah dilakukan penambahan molten sebanyak 4.190 kg ternyata hasil TPM menyatakan bahwa kadar Fe didalam molten masih tinggi sehingga dilakukan langkah akhir yaitu penurunan grade, dari grade S1-B menjadi grade G1.

Untuk menurunkan kadar Fe yang tinggi dalam molten, dilakukan dengan penambahan molten dengan kadar Fe 0,268% dengan perhitungan sebagai berikut:

Fe =

Fe =


(2)

Fe =

Fe = 0,089%

Maka, apabila di pot reduksi ada molten dengan kadar Fe 0,628%, maka langkah pengendaliannya adalah dengan penurunan grade.

4.3 Pembahasan

Sesuai dengan sistem manajemen mutu (ISO 9001:2000) yang terfokus pada permintaan konsumen, maka produk yang dihasilkan pun harus sesuai dengan permintaan konsumen dan dengan kualitas standar yang ada.

Kualitas standar dari aluminium batangan (ingot) tersebut telah ditentukan kadar unsur-unsur yang mempengaruhi kadar aluminium tersebut baik maksimum maupun minimum untuk masing-masing standar dari grade seperti grade S1-A 0,04, S1-B 0,06, dan G1 0,200. Zat pengotor yang paling diperhatikan di dalam aluminium adalah kadar Fe karena akan memiliki permukaan yang tidak rata, warna yang kusam dan mengakibatkan korosi (kekaratan).

Oleh sebab itu, selama proses pembuatan ingot dari molten, kadar Fe yang dihasilkan ada yang tidak sesuai dengan standar di PT.INALUM maka dilakukan pengendalian pada kadar Fe tersebut. Pada lot 192886 dengan Grade G1 memiliki kadar Fe 0,198%, seharusnya kadar Fe pada Grade G1 yaitu 0,194% maka harus adanya pengendalian pada lot ini dengan cara dilakukan penambahan molten agar kadar Fe yang didapatkan sesuai dengan standar di PT.INALUM . Dan pada lot 192983 dengan Grade


(3)

G1 memiliki kadar Fe 0,205%, seharusnya kadar Fe pada Grade G1 0,198% maka harus adanya pengendalian pada lot ini dengan cara pencetakan sebagian (spect out) sehingga pada lot ini dengan Grade G1 memiliki kadar Fe yang sesuai dengan standar PT.INALUM. Lot 192966 dengan Grade S1-B yang memiliki kadar Fe 0,062%, seharusnya kadar Fe pada Grade S1-B yaitu 0,051% maka harus adanya pengendalian pada lot ini dengan cara penurunan Grade karena kadar Fe pada S1-B tidak dapat diturunkan lagi sehingga Grade yang diturunkan. Dengan kadar Fe yang tidak sesuai dengan standar di PT.INALUM ingot yang dihasilkan memiliki struktur yang tidak rata dan warna yang kusam serta mudah mengalami korosi. Sehingga perlu dilakukan cara penentuan kadar Fe agar ingot yang dihasilkan sesuai dengan standar PT.INALUM.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a) Kadar Fe pada grade S1-A maksimum 0,04 %, kadar Fe pada grade S1-B maksimum 0,06 %, kadar Fe pada grade G1 maksimum 0,200 %.

b) Pengaruh kadar Fe terhadap mutu akhir ingot yaitu dengan kadar Fe yang tinggi akan memiliki permukaan yang tidak rata, warna yang kusam dan mudah mengalami korosi sedangkan kadar Fe yang sesuai dengan standar PT.INALUM akan memiliki permukaan yang rata dan mengkilap serta tidak mengalami korosi.

5.2 Saran

Sebaiknya untuk analisa selanjutnya harus memperhatikan kadar zat pengotor lainnya selain Fe agar mutu ingot tetap terjaga sehingga ingot yang dihasilkan sesuai dengan standar PT.INALUM.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1982 . Petunjuk Operasi Pencetakan Ingot. PT.INALUM, Kuala Tanjung

Grothem, K., 1993. Introduction to Aluminium Electrolysis. Second Edition. Aluminium Verlag Marketing and Communication; USA

Heine, R.W., 1967. Principle of Metal Casting. Second Edition. Mc Graw Hill Publishing Company, New Delhi

Love, G., 1986. Kerja Logam. Erlangga, Jakarta

PT.INALUM., 2003. Pelatihan di Pabrik Peleburan PT.INALUM. PT.INALUM, Kuala Tanjung

Thinstad, J., 1932. Aluminium Electrolisis Fundamental of The Hall-Herroult Proccess. Third Edition. Aluminium Verlag Marketing and Communication, USA Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.

PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta


(6)